Anda di halaman 1dari 18

Just One Day One Hadith

Edisi ke-0087, Senin, 29 Dzulhijjah 1436 H, 12 Oktober 2015






Hadits ke-87 Sempurna Iman Paling Baik Akhlaknya

Rasulullah bersabda:


Mumin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya (Hadits
Shahih, Riwayat Abu Daud, Ahmad dan yang lainnya. Lihat Shahiihul jaami no. 1230).

Syariat Islam adalah syariat yang lengkap dan sempurna. Ia tidak hanya mengajarkan kepada manusia aqidah dan
ibadah yang benar saja, bahkan ia mengajarkan pula akhlak yang mulia. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Taala:
Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat. Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-
orang yang bertakwa. (Al Baqarah: 177)
Pengajaran tentang aqidah ditunjukkan oleh firman Allah Taala, Akan tetapi, sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi.
Pengajaran tentang ibadah ditunjukkan oleh firman Allah Taala, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;dst.
Sedangkan pengajaran tentang akhlak ditunjukkan oleh firman Allah Taala, Dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangandst.
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang baik di sisi Allah adalah orang yang hubungannya dengan Allah baik
dan hubungannya dengan manusia pun baik. Tidaklah dinamakan orang yang baik di sisi Allah, jika dalam bergaul
dengan manusia ia bergaul dengan cara yang baik, tetapi hubungannya dengan Allah tidak baik, atau hubungannya
dengan Allah baik, tetapi akhlaknya terhadap manusia buruk. Dengan demikian, Aqidah dan ibadah memiliki
hubungan yang erat dengan akhlak, oleh karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda seperti hadits
tersebut di atas. Wallahu alam

Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC


Imsakiyah Subuh 04.08, Dhuha 05.48, Zuhur 11.33, Asar 14.37, Maghrib 17.41, Isya 18.51
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0088, Selasa, 30 Dzulhijjah 1436 H, 13 Oktober 2015






Hadits ke-88 Air Suci dan Mensucikan

Rasulullah bersabda:

Air itu suci lagi mensucikan, tidak ada yang bisa menajiskannya
(Hadits Shahih, Riwayat Ahmad, anNasai.Lihat Shahiihul jaami no. 6640).

Perkataan ini dimuqoyyad-kan (diikat) dengan syarat yaitu sesuatu (najis) tersebut tidak mengubah salah satu dari
tiga sifat air, yaitu bau, rasa, dan warna.


:





Dari Abu Umamah al-Bahily Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya air itu tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya kecuali oleh sesuatu yang dapat
merubah bau, rasa atau warnanya."
Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dan dianggap lemah oleh Ibnu Hatim. Dalam riwayat Al Baihaqi, "Air itu thohur (suci
dan mensucikan) kecuali jika air tersebut berubah bau, rasa, atau warna oleh najis yang terkena padanya."
Derajat Hadits:
- Bagian pertama hadits adalah shahih, sedangkan bagian akhirnya adalah dhoif. Ungkapan "Sesungguhnya air
tidak ada sesuatupun yang menajiskannya" telah ada dasarnya di hadits bi'ru bidho'ah (hadits 2).
- Adapun lafadz tambahan kecuali yang mendominasi (mencemari) bau, rasa, dan warnanya, Imam an Nawawi
berkata, "para ahli hadits bersepakat atas ke-dho'if-an lafadz ini, karena di dalam isnadnya ada Risydain bin Sa'ad
yang disepakati ke-dho'if-an-nya. Akan tetapi, Ibnu Hibban di dalam shahihnya menukil adanya ijma' ulama untuk
mengamalkan maknanya. Shodiq berkata di kitab Ar-Raudhoh, "Para ulama bersepakat terhadap dho'ifnya
tambahan ini, akan tetapi ijma' ulama mengakui kandungan maknanya".
- Ibnul Mulaqqin berkata, "terlepas dari kedhoifan tambahan (yang mengecualikan) tersebut, ijma dapat dijadikan
hujjah sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As Syafi'i dan Al Baihaqi, dan selain keduanya. Syaikhul Islam
berkata, "Apa yang telah menjadi ijma' oleh kaum muslimin maka itu berdasarkan nash, kami tidak mengetahui satu
masalahpun yang telah menjadi ijma' kaum muslimin tetapi tidak berdasarkan nash.
:
:



Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika
banyaknya air telah mencapai dua kullah maka ia tidak mengandung kotoran." Dalam suatu lafadz hadits:
"Tidak najis".
Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban.

Wallahu alam

Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC


Imsakiyah Subuh 04.08, Dhuha 05.48, Zuhur 11.33, Asar 14.37, Maghrib 17.41, Isya 18.51
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0089, Rabu, 1 Muharam 1437 H, 14 Oktober 2015






Hadits ke-89 Ghibah, Menyebut Perihal apa yang Dibenci

Rasulullah bersabda:

Ghibah adalah engkau menyebut tentang saudaramu perihal apa yang ia benci
(Hadits Shahih, Riwayat Abu Daud, Lihat Shahiihul jaami no. 4187).

Beberapa faidah:
1. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendefinisikan ghibah sebagai ucapan tentang
saudara kita yang tidak ia sukai.
Ini umum, mencakup fakta maupun dusta. Karenanya, dalam lanjutan hadits sebagian
sahabat bertanya: "Bagaimana jika apa yang aku ceritakan adalah fakta? Rasulullah
menjawab: Jika itu adalah fakta, berarti engkau telah berbuat ghibah. Jika dusta, maka kau
telah memfitnahnya."
Yakni, fakta saja sudah ghibah, maka kalau dusta, ghibah plus fitnah.

2. Ghibah merupakan dosa besar menurut kesepakatan ulama. Allah Ta'ala berfirman:
"Janganlah kalian saling mengghibah. Apakah kalian suka memakan bangkai saudara kalian?
(QS. 49:12)

3. Imam An-Nawawi dalam Riyadh Shalihin menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang saat
diceritakan akan membuat orang lain tidak suka, namun ini ghibah yang tidak haram, seperti
mengadukan penjahat ke pihak berwenang, dan lain-lain. Wallahu alam
Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC
Imsakiyah Subuh 04.08, Dhuha 05.48, Zuhur 11.33, Asar 14.37, Maghrib 17.41, Isya 18.51
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0090, Kamis, 2 Muharam 1437 H, 15 Oktober 2015






Hadits ke-90 Taubat Seperti Tidak Pernah Berbuat Dosa

Rasulullah bersabda:



Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak pernah berbuat dosa
sama sekali (Hadits Hasan, Riwayat Ibnu Majah. Lihat Shahiihul jaami no. 3008).

Ini bisa terwujud bila taubatnya taubatan nasuha. Berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir, syarat
taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat dapat dirinci secara lebih
lengkap sebagai berikut.
1. Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.
2. Menyesali dosa yang telah dilakukan dahulu sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya
kembali. Sebagaimana dikatakan oleh Malik bin Dinar, Menangisi dosa-dosa itu akan
menghapuskan dosa-dosa sebagaimana angin mengeringkan daun yang basah. [Lihat
Jaamiul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 203, Darul Muayyid] Umar, Ali dan
Ibnu Masud mengatakan bahwa taubat adalah dengan menyesal. [Lihat Jaamiul Ulum wal
Hikam, hal. 206]
3. Tidak terus menerus dalam berbuat dosa saat ini. Maksudnya, apabila ia melakukan
keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib,
maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera
menunaikannya atau meminta maaf.
4. Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa akan datang karena jika seseorang
masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat.
Hal ini sebagaimana tafsiran sebagian ulama yang menafsirkan taubat adalah bertekad
untuk tidak mengulanginya lagi. [ Lihat Jaamiul Ulum wal Hikam, hal. 206]
5. Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum
matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi
diterima. [ Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Riyadhus Sholihin]
Wallahu alam
Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC
Imsakiyah Subuh 04.08, Dhuha 05.48, Zuhur 11.33, Asar 14.37, Maghrib 17.41, Isya 18.51
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0091, Jumat, 3 Muharam 1437 H, 16 Oktober 2015






Hadits ke-91 Memberikan Kemanfaatan Bagi Sauradamu

Rasulullah bersabda:



Siapa yang diantara kalian mampu memberikan manfaat kepada saudaranya maka
berikanlah (Hadits Shahih, Riwayat Muslim dan yang lainnya. Lihat Shahiihul jaami
no. 6019).

Pada dasarnya kita semua memiliki kemampuan memberi manfaat kepada orang lain. Akan
tetapi, seringkali kita tidak memiliki kemauan untuk memberikannya karena sifat kikir dan egois
yang ada pada diri kita. Sehingga dalam hadits ini, nabi saw. menyerukan agar kita menjadi
orang yang memiliki kemauan untuk memberikan kemanfaatan kepada orang lain dan
bersegera memberikan sesuatu yang berarti bagi orang lain semaksimal kemampuan yang kita
miliki.
Memberikan kemanfaatan adalah ibadah yang patut diprioritaskan seperti yang diterangkan
dalam hadits : Seandainya aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi suatu
kebutuhan, maka hal itu lebih aku cintai daripada itikaf sebulan di masjidku ini. (Diriwayatkan
Ath-Thabrani dari Ibnu Umar ra.)
Seringkali seseorang merasa enggan untuk memberikan bantuan sepele yang sedang
dibutuhkan oleh seorang muslim. Ia menganggap hal itu adalah sesuatu yang tidak begitu
penting, sehingga ia lebih memprioritaskan untuk melakukan ibadah tertentu seperti shalat
sunnah, puasa sunnah dan itikaf di masjid tertentu. Karenanya, dalam hadits ini Rasulullah
saw. menegaskan bahwa memberikan bantuan kepada seorang muslim untuk memenuhi
hajatnya jauh lebih baik dan lebih besar pahalanya daripada itikaf di masjid Nabawi. Apabila
Nabi saw. telah memilih amalan ini, maka tidak patut bagi kita sebagai umatnya memilih
dan memprioritaskan amal lain dan meninggalkan amal yang menjadi pilihan beliau.
Rasulullah saw. bersabda, Orang yang paling dicintai Allah Taala adalah orang yang
paling bermanfaat bagi orang lain. Amal yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla adalah
memasukkan kegembiraan ke dalam hati seorang muslim, menghilangkan kesulitannya,
melunasi hutangnya, atau mengusir rasa laparnya. (HR. Thabrani)
Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC
Imsakiyah Subuh 04.05, Dhuha 05.46, Zuhur 11.32, Asar 14.38, Maghrib 17.41, Isya 18.51
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0092, Sabtu, 4 Muharam 1437 H, 17 Oktober 2015






Hadits ke-92 Ridho Allah Terdapat pada Ridho Orangtua

Rasulullah bersabda:




Ridho Allah terdapat pada ridho orangtua, sedang murka Allah terdapat pada murka
orangtua (Hadits Shahih, Riwayat ath-Thabrani dalam al-Mujam al-Kabir. Lihat
Shahiihul jaami no. 3507).

Salah satu syariat Islam terpenting adalah berbuat bagus terhadap kedua orang tua.
Berbuat baik kepada ayah dan ibu bersifat mutlak tanpa syarat, apakah orang tua kita itu orang
beriman atau tidak, apakah mereka itu orang kaya yang dapat memanjakan anaknya ataukah
mereka orang biasa yang tidak dapat mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Hanya satu batas
dalam birul walidaini yaitu apabila orang tua mengajak kemaksiatan atau menghalangi kita
untuk bertaqwa pada Allah maka kita tidak boleh mentaatinya. Rasulullah s.a.w. menjamin
bahwa ridha Allah ada di dalam ridho kedua orang tua. Sebaliknya murka ayah dan ibu berarti
murka Allah pula.
Saking wajibnya seorang anak berbakti kepada kedua orang tua, Allah Azza wa Jalla
menggandeng perintah berbuat baik kepada orang tua dengan perintah beribadah kepadaNya.




Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan
berbuat baiklah kepada kedua orang tua dengan sungguh-sungguh.
[Surah An-Nisa (4) ayat 36]
Wallahu alam

Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC


Imsakiyah Subuh 04.05, Dhuha 05.46, Zuhur 11.32, Asar 14.38, Maghrib 17.41, Isya 18.51
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0093, Ahad, 5 Muharam 1437 H, 18 Oktober 2015






Hadits ke-93 Berterimakasih kepada Manusia

Rasulullah bersabda:


Siapa yang tidak berterimakasih kepada manusia, maka dia tidak bersyukur kepada
Allah (Hadits Shahih, Riwayat Tirmidzi dan Ahmad. Lihat Shahiihul jaami no. 6541).

Maknanya adalah:
Allh Taala tidak menerima syukur seorang hamba kepada-Nya atas nikmat yang
telah dilimpahkan, tatkala dia tidak pandai berterima kasih atas kebaikan manusia
kepadanya. Yang demikian karena (kuatnya) hubungan kedua hal tersebut satu
dengan yang lain.
Makna lain dari hadits di atas adalah barangsiapa memiliki kebiasaan tabiat
mengingkari budi baik manusia dan tidak bersyukur (berterima kasih) atas kebaikan
mereka, maka niscaya dia memiliki tabiat kebiasaan mengkufuri nikmat Allh Taala
dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.
Ada pula makna lain yang terkandung dalam hadits di atas, bahwa barang siapa
tidak mensyukuri (kebaikan) manusia, maka dia layaknya orang yang tidak
mensyukuri Allh Taala. Semua makna ini terpetik melalui penyebutan nama Allh
Taala Yang mulia (dalam hadits di atas. pen).
[An-Nihyah fi Gharbil Hadts hlm . 488; dikutip dari assunnah]
Wallahu alam
Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC
Imsakiyah Subuh 04.05, Dhuha 05.46, Zuhur 11.32, Asar 14.38, Maghrib 17.41, Isya 18.51
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0094, Senin, 6 Muharam 1437 H, 19 Oktober 2015






Hadits ke-94 Hiasi Dirimu dengan Malu

Rasulullah bersabda:



Jika engkau tidak memiliki rasa malu maka berbuatlah sekehendakmu
(Hadits Shahih, Riwayat Bukhori dan yang lainnya. Lihat Shahiihul jaami no. 2230).

Bila rasa malu telah sirna dalam diri seseorang, maka akan lahirlah prilaku yang bertentangan
dengan aturan-aturan Allah Taala. Seseorang akan terang-terangan mengkonsumsi makanan
yang haram karena tidak memiliki rasa malu lagi terhadap larangan Allah. Seseorang sengaja
meninggalkan shalat karena tidak ada lagi rasa malu di hadapan perintah Allah. Seorang
wanita akan mengumbar auratnya lantaran tidak ada lagi rasa malu yang menyertainya.

Bila seseorang yang tidak memiliki rasa malu terdapat perintah dan larangan Allah, maka
diibaratkan hati orang tersebut telah mati. Menurut penuturan Imam Ibnul Qayyim, Al-Haya
(rasa malu) diambil dari kata-kata hayat (kehidupan). Sehingga kekuatan rasa malu itu
sebanding lurus dengan sehat atau tidaknya hati seseorang.

Berkurangnya rasa malu merupakan pertanda dari matinya hati dan ruh orang tersebut.
Semakin sehat suatu hati maka akan makin sempurna rasa malunya.

Bila rasa malu telah sirna dalam diri seseorang, maka ia akan terdorong untuk melakukan
perbuatan sesuka hatinya, tanpa memperdulikan larangan. Sebab, tidak ada lagi rem baginya.
Dalam benaknya terpampang slogan : Serba boleh. Benarlah apa yang disampaikan oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi Wassallam, Sesungguhnya di antara kalimat kenabian pertama
yang sampai ke tengah-tengah manusia adalah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah
sekehendakmu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu alam

Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC


Imsakiyah Subuh 04.05, Dhuha 05.46, Zuhur 11.32, Asar 14.38, Maghrib 17.41, Isya 18.51
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0095, Selasa, 7 Muharam 1437 H, 20 Oktober 2015






Hadits ke-95 Kamu dan Hartamu adalah Milik Ayahmu

Rasulullah bersabda:

Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu
(Hadits Shahih, Riwayat Ibnu Majah dan ath-Thabrani dalam al-Mujam al-Kabir. Lihat
Shahiihul jaami no. 1486).

Dalam hadis riwayat Thabrani dari Jarir RA, ada seorang anak muda mengadu kepada
Rasulullah SAW.

Ia berkata, Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku.

Mendengar pengaduan anak muda itu, Rasul berkata, Pergilah kamu dan bawa ayahmu
kesini!

Setelah anak muda itu berlalu, Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah
kepada beliau. Jibril berkata; Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla menyampaikan salam
untukmu, dan berpesan, kalau orang tuanya datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang
dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh telinganya.

Tak lama, anak muda itu datang bersama ayahnya. Rasulullah kemudian bertanya orang tua
itu. Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin mengambil uangnya?

Sang ayah yang sudah tua itu menjawab, Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah. Bukankah
saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati (saudara ayahnya) atau khalati
(saudara ibu)-nya, dan untuk keperluan saya sendiri?

Rasulullah bersabda lagi, Lupakanlah hal itu. Sekarang ceritakanlah kepadaku apa yang
engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu.

Maka wajah keriput lelaki tua itu pun menjadi cerah dan tampak bahagia. Dia berkata, Demi
Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah SWT berkenan menambah kuat keimananku dengan
kerasulanmu. Memang saya pernah menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tak pernah
mendengarnya.

Rasulullah mendesak, Katakanlah, aku ingin mendengarnya.

Orang tua itu berkata dengan air mata yang berlinang. Saya mengatakan kepadanya kata-kata
ini, 'Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih-payahku
kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah.
Lantaran sakit dan deritamu, aku tak bisa tidur dan resah, bagai akulah yang sakit, bukan kau
yang menderita.

Lalu air mataku berlinang-linang dan mengucur deras. Hatiku takut engkau disambar maut,
padahal aku tahu ajal pasti datang. Setelah engkau dewasa, dan mencapai apa yang kau cita-
citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi
kenikmatan dan keutamaan.

Sayang, kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan aku seperti tetangga jauhmu.
Engkau selalu menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran selalu menempel di
dirimu. Seakan-akan kesejukan bagi orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.

Selanjutnya Jabir berkata, Pada saat itu Nabi langsung memegangi ujung baju pada leher
anak itu, seraya berkata, Engkau dan hartamu milik ayahmu!

Dari kisah ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa ketika sudah besar, sebagai anak kadang
kita lupa kepada orang tua yang telah berjuang mencari nafkah untuk kita. Ayah kita
memberikan segala apa yang dimilikinya tanpa pernah meminta kembali.

Sedangkan kita, ketika akan memberikan sesuatu untuk ayah dan ibu, begitu banyak
pertimbangan. Tak jarang, kita mencari dan membuat berbagai alasan agar kepunyaan yang
dimiliki tidak berpindah kepada orang tua kita.

Dalam kesempatan ini, marilah kita terus mencintai dan menyayangi keduanya, sebelum
mereka pergi meninggalkan kita untuk selamanya.
Wallahu alam

Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC


Imsakiyah Subuh 04.05, Dhuha 05.46, Zuhur 11.32, Asar 14.38, Maghrib 17.41, Isya 18.51
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0096, Rabu, 8 Muharam 1437 H, 21 Oktober 2015






Hadits ke-96 Mati membela harta termasuk Syahid

Rasulullah bersabda:


Barangsiapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya maka ia syahid
(Hadits Shahih, Riwayat Bukhori dan Muslim. Lihat Shahiihul jaami no. 6444).

Sudah sangat lazim bagi umat Islam pad umumnya bahwa kalau seseorang mati karena
membela agama atau mati dalam pertempuran melawan musuh Islam, maka itu termasuk mati
syahid yang dijamin surga. Namun ternyata yang dikatakan mati syahid tidak hanya itu saja
tetapi termasuk orang yang mati karena mempertahankan hartanya dari tangan perampok juga
termasuk orang yang mati syahid. Hal itu telah dikatakan oleh Rasulullah sebagaimana hadits
berikut, Dari Abdullah bin Amr RA, ia berkata : Saya mendengar Nabi SAW bersabda,
Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia mati syahid. [HR. Bukhari
juz 3, hal. 108]

Bagaimana kalau yang merampas harta kita itu jumlahnya banyak atau keroyokan lalu karena
takut lebih baik diserahkan hartanya daripada mempertahankan..? Yang jelas berapaun orang
yang akan merebut harta kita kalau kita pertahankan hingga mati, maka itu termasuk mati
Syahid sebagaimana hadits tersebut. Tetapi kalau sebaliknya malah orang yang akan merebut
harta kita yang mati karena terbunuh oleh kita yg berusaha mepertahankan harta kita ?
Rasulullah bersabda, Dari Abu Hurairah, dia berkata, Ada seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW lalu bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau jika ada orang
yang ingin merampas harta bendaku ?. Beliau bersabda, Jangan kamu berikan hartamu
kepadanya !. Orang tersebut bertanya lagi, Bagaimana jika dia hendak membunuhku ?.
Beliau menjawab, Lawanlah dia ! Orang tersebut bertanya lagi, Bagaimana jika dia
membunuhku ?. Beliau menjawab, Maka kamu mati syahid. Dia bertanya lagi, Bagaimana
jika aku yang membunuhnya ?. Beliau menjawab, Dia masuk neraka. [HR. Muslim juz 1, hal.
124]
Wallahu alam
Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC
Imsakiyah Subuh 04.02, Dhuha 05.44, Zuhur 11.31, Asar 14.41, Maghrib 17.42, Isya 18.52
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0097, Kamis, 9 Muharam 1437 H, 22 Oktober 2015






Hadits ke-97 Bertakwa dalam Masalah Sholat

Rasulullah bersabda:

Bertakwalah kalian kepada Allah dalam masalah sholat dan budak-budak yang kalian
miliki (Hadits Shahih, Riwayat al-Khotib al-Bagdadi. Lihat Shahiihul jaami no. 105).

Faidah Hadits ini:


1. Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasul mengulang-ulang wasiat tentang shalat dan budak
saat sakit menjelang wafat beliau. Hal ini menunjukkan pentingnya kedua hal ini
2. Shalat adalah rukun Islam yang kedua. Meninggalkannya dengan sengaja adalah dosa
besar. Imam Asy-Syafii bahkan berfatwa bahwa hukuman baginya adalah penjara sampai
shalat, jika tetap enggan maka dihukum mati.
Meyakini bahwa shalat tidak wajib adalah kekufuran menurut kesepakatan ulama.
3. Budak diakui dalam Islam. Hikmah tidak dilarangnya perbudakan banyak, di antaranya
adalah karena banyak budak yang jika tidak berada di bawah majikannya, akan telantar.

Hal ini tak patut menjadi celaan untuk Islam. Agama-agama lain sebelum Islam pun tidak ada
yang melarang perbudakan.
Justru Islam memberikan kesempatan merdeka seluas-luasnya bagi para budak.
Banyak kafarat yang tebusannya adalah membebaskan budak. Budak dapat memerdekakan
dirinya sendiri.
Banyak ayat dan hadits menjelaskan keutamaan memerdekakan budak. Islam juga mewajibkan
memberi makan mereka sebagaimana majikan makan, memberi pakaian mereka sebagaimana
majikan berpakaian, haram membebaninya lebih dari kemampuannya, serta perintah
membantu pekerjaan mereka.dst
Wallahu alam
Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC
Imsakiyah Subuh 04.02, Dhuha 05.44, Zuhur 11.31, Asar 14.41, Maghrib 17.42, Isya 18.52
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0098, Jumat, 10 Muharam 1437 H, 23 Oktober 2015






Hadits ke-98 Iman yang Paling Utama adalah Sifat Sabar dan Memaafkan

Rasulullah bersabda:





Iman yang paling utama adalah sifat sabar dan memaafkan (Hadits Shahih, Riwayat
Bukhori dalam Tarikhnya dan Ahmad. Lihat Shahiihul jaami no. 1097).

Makna hadits ini berkaitan dengan dua hal:


Yang pertama berkaitan dengan hak Allah, dan yang kedua berkaitan dengan hak makhluk .
Adapun yang pertama : Hukum-hukum seputar ibadah yang disyariatkan Allah pada dasarnya
adalah mudah, dan seorang hamba dituntut untuk melaksanaknnya dengan sempurna, dan
tentunya dalam melaksanakannya dibutuhkan kesabaran, sehingga seorang muslim yang
beriman hendaknya senantiasa meminta pertolongan kepada Allah dalam melaksanakan
segala ibadah yang disyariatkan-Nya, karena ibadah tersebut tidak dapat dilaksanakan kecuali
dengan kesabaran atas taufiq dan pertolongan dari Allah.
Sebagimana ayat yang selalu kita baca minimal 17 kali sehari :

Kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan kepada-Mu kami meminta pertolongan. (QS. Al-
Baqarah : 5)
Kemudian yang kedua : berkaitan dengan hubungan sesama makhluk. Dalam setiap pergaulan
tidak lepas dari gangguan atau sikap yang buruk dari pihak lain, baik itu sengaja maupun tidak
sengaja, sehingga kita dituntut untuk menghadapinya dengan kesabaran. Dan itulah sikap
mukmin yang terbaik dalam bermuamalah dengan manusia, sebagaimana Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :

Mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar terhadap gangguan dari mereka itu lebih
baik daripada mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar dengan gangguan
mereka.
Ketika kita bisa sabar, bisa jadi orang yang berbuat buruk kepada kita suatu saat akan
menyesal dan meminta maaf kepada kita, maka di sinilah seorang mukmin dituntut untuk
menghiasi dirinya dengan sifat pemaaf. Maka dalam bermuamalah dengan manusia, seorang
mukmin harus memiliki sifat sabar ketika ada gangguan, dan sifat pemaaf ketika ada yang
menyesal dan meminta maaf. Orang yang suka memaafkan akan dibalas oleh Allah dengan
ampunan dari dosa-dosanya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
riwayat Ath thabrani :
()
Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah).
Semoga Allah senantiasa memberi kita taufiq dalam beribadah kepada-Nya dan memudahkan
kita untuk bisa melatih dua akhlaq terpuji ini dalam kehidupan sehari-hari kita.
Wallahu alam
Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC
Imsakiyah Subuh 04.02, Dhuha 05.44, Zuhur 11.31, Asar 14.41, Maghrib 17.42, Isya 18.52
Just One Day One Hadith
Edisi ke-0099, Sabtu, 11 Muharam 1437 H, 24 Oktober 2015






Hadits ke-99 ar-Rifq (Kelumbutan)

Rasulullah bersabda:


Siapa yang diharamkan atasnya sifat ar-Rifq (kelembutan) maka diharamkan
kebaikan seluruhnya atas dirinya (Hadits Shahih, Riwayat Muslim, Abu Daud dan
yang lainnya. Lihat Shahiihul jaami no. 6606).

Ar-Rifq adalah sifat lemah lembut di dalam berkata dan bertindak serta memilih untuk
melakukan cara yang paling mudah. (Fathul Bari syarh Shahih Al Bukhari)

Sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk berhias dengan sifat yang sangat mulia
tersebut, karena ia merupakan bagian dari sifat-sifat yang dicintai oleh Allah subhanahu
wa taala. Dengannya pula merupakan sebab seseorang dapat meraih berbagai kunci
kebaikan dan keutamaan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki sifat lemah-lembut,
maka ia tidak akan bisa meraih berbagai kebaikan dan keutamaan.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan hal ini kepada Aisyah-istri beliau
shallallahu alaihi wa sallam:
Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Lembut yang mencintai kelembutan
dalam seluruh perkara. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Sebagaimana disebutkan pula dalam sebuah hadits di atas.
Wallahu alam
Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC
Imsakiyah Subuh 04.02, Dhuha 05.44, Zuhur 11.31, Asar 14.41, Maghrib 17.42, Isya 18.52
Just One Day One Hadith
Edisi ke-00100, Ahad, 12 Muharam 1437 H, 25 Oktober 2015






Hadits ke-100 Keutamaan Hamdalah

Rasulullah bersabda:

} {

Yang paling utama dari al-Quran adalah Alhamdulillahi robbil aalamiin (segala puji
bagi Allah Robb semesta alam) (Hadits Shahih, Riwayat al-Hakim dan al-Baihaqi
dalam syuabul iman. Lihat Shahiihul jaami no. 1125).

Yang dimaksud dengan "Alhamdulillahi Rabbil Alamin adalah surat al Fatihah,


sebagaimana penjelasan Imam al Munawi dalam Faidhul Qadir. Surat al Fatihah
merupakan surat yang kedudukannya paling agung diantara surat lainnya didalam al
Quran.

Diriwayatkan dari Abu Sa'id bin Mu'alla radhiyallahu'anhu, (ia) berkata, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: Aku akan mengajarimu surat yang paling agung
diantara surat lainnya yang terdapat didalam al Quran. (Kemudian) Beliau shallallahu
'alaihi wasallam membaca "Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Dia adalah as Sab'ul
Matsani, al Quran yang agung yang diturunkan kepadaku. (HR. Bukhari no. 4647)

Surat ini juga dinamakan Ummul Qur'an, Ummul Kitab. (HR. at-Tirmidzi no.3124)
Fatihatul Kitab (Muttafaqun alaih). Dan beberapa nama lainnya yang disebutkan oleh
para ulama. Kandungan makna surat al Fatihah mencakup seluruh makna yang
terdapat dalam al Quran, yaitu pembahasan mengenai iman kepada Allah
(keberadaan-Nya, nama dan sifat-Nya), iman terhadap para nabi dan rasul, iman
kepada hari berbangkit, mentauhidkan Allah dalam ibadah, memohon pertolongan Allah
dengan berdoa kepada-Nya, dan berisi petunjuk agar menempuh jalan hidayah
(agama yang benar) dan menjauh dari jalan orang yang binasa (yang tidak mendapat
hidayah dari Allah).
Selayaknya bagi seorang muslim untuk menghayati makna surat al Fatihah, apalagi
surat ini berulang kali dibaca (yaitu ketika melaksanakan sholat). Tanamkan keyakinan
didalam hati bahwa Allah, Dia-lah satu-satunya Dzat yang Maha Agung dan Maha
Besar. Dia-lah yang berhak atas segala pujian dan sanjungan karena kesempurnaan
dan kemuliaan-Nya. Dia-lah Rabb yang menciptakan alam semesta dan mengaturnya.
Dia-lah pemilik hari pembalasan / perhitungan. Dia-lah satu-satunya yang berhak untuk
disembah.

Hanya kepada-Nya, permohonan ditujukan, berharap agar diberi kemudahan dalam


beribadah dan urusan lainnya. Dia-lah yang memberikan taufik & pertolongan kepada
hamba-Nya agar menuju jalan yang benar dalam ilmu dan amal. Jalan yang benar
memang berat, namun sadarlah bahwa ia tidak sendirian dalam menempuh jalan
tersebut.

Sebelum dirinya dilahirkan ke dunia, sudah ada para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan
orang shalih yang mendahuluinya dalam beriman dan beramal shalih. Ambillah ibrah
dari para umat sebelumnya; Allah murka kepada mereka lantaran mereka lebih
mengedepankan kebatilan daripada kebenaran, dan Allah sesatkan mereka karena
mereka beramal tanpa didasari ilmu bahkan menilai amalannya merupakan sebaik-baik
amalan. (Tafsir al Munir karya Dr. Wahbah az Zuhaili, 1/69)
Sumber : JODOH tulisan Ustadz Arif Fathul Ulum, LC
Imsakiyah Subuh 04.02, Dhuha 05.44, Zuhur 11.31, Asar 14.41, Maghrib 17.42, Isya 18.52

Anda mungkin juga menyukai