Anda di halaman 1dari 12

MANAGEMENT PASCA OPERASI

1. Perawatan umum pasca operasi


Pasien pasca operasi perlu mendapatkan perawatan sebagai berikut :
1. Pasien perlu diobservasi hingga pasien mampu mempertahankan potensi
jalan nafas dan stabilitas kardiofaskuler serta mampu berkomunikasi
setelah pulih dari anastesi, tanda-tanda vital pasien (kesadaran, tekanan
darah, frekuensi nafas, suhu, nyeri, produksi urine) perlu di observasi tiap
setengah jam pada dua jam pertama.
2. Bila tanda vital stabil, observasi dilanjutkan tiap satu jam.
3. Diet bertahap pasca operasi tidak diperlukan lagi bagi pasien yang tidak
menjalani reseksi usus dan berumur di bawah 70 tahun. Pasien
diperbolehkan minum cairan jernih setelah 6 jam pasca operasi dan makan
setelah mual hilang, dengan syarat pasien telah benar-benar pulih dari
anastesi dan tidak menderita komplikasi.
4. Indwelling chatheter dapat dilepas saat pasien dapat berjalan dan minimal
12 jam setelah dosis terakhir anastesi regional.
5. Perban luka diganti setelah 24 jam pertama, sekaligus dinilai keadaan luka
bekas operasi.
2. hemostasis pasca operasi
Umumnya wanita muda, sehat dan tidak menderita komplikasi memiliki
toleransi yang baik terhadap hematokrit sebesar 20 sampai 22%. Meski demikian,
observasi terhadap tanda-tanda vital tetap harus dilakukan untuk mendeteksi
hipovolemia. Produksi urin harus di atas 0,5 ml/kg/jam. Adanya tanda hipotensi
ortostatik berupa penurunan tekanan darah sebesar mmHg menandakan
kemungkinan terjadinya penurunan volume darah sebesar 20%.
Secara fisiologis terdapat fase dimana hematokrit akan menurun akibat
retensi air yang disebabkan oleh ADH sebagai respon stress terhadap operasi. Hal
ini tidak berbahaya. Pada hari ketiga pasca operasi akan disusul oleh fase diuresis.
Oleh karena itu, sebaiknya pengukuran hematokrit di lakukan dua kali yaitu pada
24 jam pertama dan setelah 72 jam pasca operasi. Pasien dengan penyakit
kardiovaskuler dan paru serta berusia di atas 60 tahun sebaiknya menerima
transfusi untuk mempertahankan hematokrit tetap berada di atas 30%.
3. infeksi
Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih sering diderita oleh pasien pasca operasi. Manivestasi klinis
menyerupai infeksi saluran kemih pada umumnya yaitu berupa Louwer urinarye
tract symtompS (LUTS) antara lain urgensi, frekuensi, disuri, dll. Urinalisis
menunjukkan terjadinya leukosituri dan bakteriuri yang bermakna. Infeksi di atasi
dengan antibiotik serta perlu perhatian untuk mengganti atau melepas kateter
setelah 12 jam pasca operasi
Infeksi luka
Diagnosis infeksi luka ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Penetalaksanaan berupa wound toilet yang disertai dengan perawatan luka dan
antibiotik. Periksalah dengan seksama apakah vasia masih intak atau telah terjadi
dehisensi luka.
endometritis
Endometritis puerpral disebabkan oleh infeksi asenden dari traktus
genetalia bawah atau dari traktus gastointestinal. Bakteri penyebab infeksi bersifat
polimikrobial. Manivestasi klinis pertama berupa nyeri dan nyeri tekan perut.
Demam terjadi pada 24-72 jam pasca persalinan. Terkadang gejala yang muncul
hanya demam ringan. Menggigil, sakit kepala, malas, dan sulit makan sering
terjadi.
Tanda-tanda yang dapat muncul adalah pucat, hakhikardi, leukositosis,
serta lokia yang berbau. Pada pemeriksaan dalam, uterus teraba membesar, nyeri
dan lunak. Adanya indurasi yang menyebar ke dinding pelvis disertai nyeri yang
hebat dan demam yang tinggi menandakan telah terjadinya perluasan infeksi ke
parametrium
Terapi berupa pemberian antibiotik I.V. spektrum luas hingga pasien
afebris selama 48 jam. Antibiotik yang dapat dipakai adalah klindamisin 90mg
tiap 8 jam ditambah dengan gentamisin 1,5 mg/kg tiap 8 jam. Ampisilin 1 gr tiap
6 jam dapat ditambahkan bila dicurigai adanya infeksi enterokokus atau tidak ada
perbaikan klinis selama 48 jam. Bila terapi berhasil, tidak perlu dilanjutkan
dengan terapi oral.
peritonitis
Terkadang peritonitis dapat terjadi sebagai komplikasi dehisensi luka
pasca seksio atau ruktur abses adneksa. Manivestasi klinis yang muncul pertama
kali adalah ileusparalitikus. Jangan menunggu munculnya manivestasi peritonitis
(misalnya perut kaku seperti papan) manivestasi ini muncul terakhir karena
dinding perut wanita hamil lebih lentur. Terapi berupa antibiotik, namun hanya
bila dicurigai infeksi berasal dari nekrosis pada luka bekas operasi atau lesi pada
usus, diperlukan operasi selain pemberian antibiotik.
tromboflebitis
Merupakan perluasan infeksi vena sekitar. Penyakit ini ditandai dengan
nyeri yang umunya muncul pada hari ke 2-3 pascaoperasi. Pasien mengalami
demam menggigil meskipun menivestasi klinis lain memaik karena pemberian
antibiotik. Terkadang teraba massa dengan nyeri tekan di kedua sisi. Diagnosis
pasti ditegakkan dengan CT scan atau MRI. Terapi berupa antibiotik.
4. Komplikasi gastrointestinal
Mual Dan Muntah Pasca Operasi
Sedikit gagguan pada fungsi gastrointestinal tidak berbahaya. Hal ini terjadi segai
akibat dari anestesi, obat-oatan perioperatif, dan operasi itu sendiri. Umumnya
pasien akan merasa mual yang kadang disertai dengan muntha selama 12 jam
pasca operasi. Namun demi kenyamanan pasien sebaiknya diberikan anti mual
dan muntah. Perhatikan efek samping dan interaksi masing masing obat.
Obstruksi Mekanis Usus halus
Sangat penting membedakan obstruksi mekanis antara usus halus dengan usus
esar dikarenakan manifestasi klinis dan terapinya yang berbeda. Umumnya
obstruksi mekanis usus halus disebabkan oleh perlekatan. Manifestasi klinis
sumbatan mekanis usus halus berupa kram pada perut bagian tengah yang bersifat
kolik dan memiliki onset tiba-tia. Pasien merasa relatif nyaman diantara episode
nyeri. Bersamaan dengan munculnya episode nyeri terdapat peningkatan bising
usus (borborygmi). Gangguan pasase usus mengakibatkan pasien muntah,
obstipasi, tidak dapat flatus (bila obstruksi komplit), diare (bila obstruksi pasial),
cegukan, distensi perut , dan gangguan pernafasan. Terkadang terdengar metallic
sound. Pada pasien yang sangat kurus, gerak peristaltik usus dapat terlihat.
Bila terjadi strangulasi, nyeri akan meningkat dalam intensitas, menetap (tidak
lagi bersifat kolik) dan menjadi terlokalisasi, yang disertai dengan peningkatan
suhu tubuh dan leukositosis. Dua tanda terakhir ini umumnya muncul pada fase
akhir dari strangulasi sehingga menandakan terlambatnya diagnosis. Bising usus
yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis obstruksi usus.
Diagnosis obstruksi mekanis usus halus komplit nonstarngulasi ditegakkan
dengan pemeriksaan radiologis yaitu step-ladder patern dengan gas usus negative
dibagian distal obstruksi. Gamaran ini tidak didapatkan pada tipe obstruksi
parsial. Bila gambaran radiologis normal sama sekali padahal terdapat gejala
obstruksi mekanis, strangulasi mungkin sudah terjadi.
Bila obstruksi kompilt atau dicurigai terjadi strangulasi, operasi tidak boleh
ditunda. Persiapan operasi meliputi dekompresi dengan NGT suction,
keseimbangan cairan dan elektrolit (terutama perhatikan kadar kalium plasma
pasien karena pasien umumnya akan mengalami hipokalemia karena muntah),
serta pemberian antibiotik spektrum luas (apabila terjadi strangulasi). Terapi non
operatif hanya diperuntukkan bagi pasien dengan:
Obstruksi parsial pasca opeasi seelumnya, kecuali pasca operasi pada
adneksa
Obstruksi parsial berulang
Obstruksi parsial akibat peritonitis difusa
Obstruksi parsial akibat metastasis intra-abdominal.
Terapi non operatif ini, berupa dekompresi dengan NGT panjang (Miller-Abbott
atau Cantor tube). Tetapi non operatif dilaksanakan selama 24 sampai 48 jam.
Bila tidak berhasil atau muncul tanda-tanda strangulasi maka operasi harus
dilakukan.
5. Manajemen Nyeri Pasca Operasi
1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri
a. Ketidakpercayaan
Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang diderita pasien dapat
mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal,
mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri
pasien, dan mengatakan kepada pasien bahwa perawat mengkaji rasa
nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyeri.
b. Kesalahpahaman
Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan
mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien
bahwa nyeri yang dialami bersifat individual dan hanya pasien yang
tahu secara pasti tentang nyerinya.
c. Ketakutan
Memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien
dengan menganjurkan pasien untuk mengekspresikan bagaimana
mereka menangani nyeri.
d. Kelelahan
Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya,
kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang
cukup.
e. Kebosanan
Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri
dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik. Beberapa
teknik pengalih perhatian adalah bernapas pelan dan berirama, memijat
secara perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan musik,
membayangkan hal-hal yang menyenangkan, dan sebagainya.
2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti:
a. Teknik latihan pengalihan
Menonton TV
Berbincang-bincang dengan orang lain
Mendengarkan musik
b. Teknik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas
Mengisi paru-paru dengan udara, menghembuskannya secara
perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung,
serta mengulangi hal yang sama sambil berkonsentrasi hingga
didapat rasa nyaman, tenang, dan rileks.
c. Stimulasi kulit
Menggosok secara halus pada daerah nyeri
Menggosok punggung
Menggunakan air hangat dan dingin
Memijat dengan air mengalir
3. Pemberian analgetik, yang dilakukan mengganggu atau memblok
transmisi stimulasi agar terjadi perubahan persepsi dengan cara
mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgetiknya adalah narkotika
dan bukan narkotika. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan
tekanan darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital, seperti
respirasi. Jenis bukan narkotika yang paling banyak dikenal di
masyarakat adalah Aspirin, Asetaminofen, dan bahan antiinflamasi non
steroid. Golongan Aspirin (Asetysalicylic acid) digunakan untuk
memblok rangsangan pada sentral dan perifer, kemungkinan menghambat
sintesis prostaglandin yang memiliki khasiat setelah 15-20 menit dengan
efek puncak obat sekitar 1-2 hours. Aspirin juga menghambat agregasi
trombosit dan antagonis lemah terhadap vitamin K, sehingga dapat
meningkatkan waktu perdarahan dan protombin jika diberikan dalam
dosis yang besar. Golongan Asetaminofen sama dengan Aspirin, tetapi
tidak menimbulkan perubahan kadar protombin dan jenis Non Steroid
Anti Inflammatory Drugs (NSAID), juga dapat menghambat
prostaglandin dan dosis yang rendah dapat berfungsi sebagai analgetik.
Kelompok obat ini meliputi Ibuprofen, Mefenamic acid, Fenoprofen,
Naprofen, Zomepirac dan lainnya.
4. Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan menghambat atau mengubah
stimulasi nyeri yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode
stimulus listrik meliputi:
Transcutaneus electrical stimulator (TENS) digunakan untuk
mengontrol stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan
menempatkan beberapa electrode di luar.
Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat
stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang diimplan di
bawah kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukkan ke
dalam kulit pada daerah epidural dan kolumna vertebrae.
Stimulator kolumna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat
penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit intra klavikula
atau abdomen, yaitu electrode ditanam melalui pembedahan pada
dorsum sumsum tulang belakang.
Terapi Relaksasi yang bias diterapkan
Terapi atau tekhnik nafas dalam guna mengurangi atau
mengontrol rasa nyeri yang di rasa datang tiba-tiba.
Terapi pengalihan nyeri dengan cara mengalihkan focus bukan
pada rasa nyeri, melainkan pada fokus yang lain seperti
berbincang-bincang, menonton televise, mendengarkan musik,
atau hal lain sehingga dapat mengalihkan perhatian dari nyeri.
Tekhnik pemijitan atau pengurutan secara halus pada bagian yang
dirasa nyeri, dengan cara mengurut secara melingkar di sekitar
area luka yang di rasa nyeri dengan sentuhan lembut.
6. Tahap-Tahap Mobilisasi pada Pasien Pasca Operasi
Mobilisasi pasca operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca
pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan
pernapasan, latihan batuk efektif, dan menggerakkan tungkai) sampai
dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan
berjalan keluar kamar (Smeltzer, 2001).
Tahap-tahap mobilisasi pada pasien pasca operasi meliputi (Cetrione, 2009) :
a. Pada saat awal (6 sampai 8 jam setelah operasi), pergerakan fisik bisa

dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan tangan dan kaki yang

bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan oto-totot termasuk juga

menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan.

b. Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan sudah

bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan fase selanjutnya

duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan di

lantai sambil digerak-gerakkan.

c. Pada hari kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat di kamar

atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, semestinya memang

sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya

ke toilet atau kamar mandi sendiri.

Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera

mungkin, hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien pasca operasi untuk

mengembalikan fungsi pasien kembali normal.

Pendidikan Kesehatan Pasien Pasca Operatif


Pasca operasi pasien membutuhkan informasi tentang aktivitas yang dapat mereka
lakukan selama pemulihan di rumah. Hal tersebut merupakan informasi yang
sangat penting untuk semua klia yang menjalani pembedahan dan terutama untuk
klien yang akan menjalani pembedahan di pusat pembedahan sehari. Diskusikan
hal-hal berikut ini dengan klien dan keluarga, yaitu:
Makanan. Awalnya makan dalam porsi kecil karena obat anestesi dan obat
nyeri memperlambat pengosongan lambung.
Defekasi. Konstipasi sering terjadi akibat penurunan motolitas
gastroinstestinal yang disebabkan oleh banyak hal (misal anastesi, penuruna
aktivitas, obat nyeri). Diskusikan strategi untuk mencegah konstipasi
Aktivitas seksual. Keintiman seperti pelukan dan ciuman diperbolehkan bagi
klien bila mereka ingin melakukannya. Hubungan seksual baru dapat
dilakukan setelah selang waktu tertentu. Pada saat nyeri luka dan nyeri tekan
hilang (2-4 minggu), insisi sudah cukup kuat untuk hubungan seksual.
Perawatan luka, diskusikan pertanyaan yang berkaitan dengan kekuatan luka,
nyeri, dan infeksi
Angkat beban. Batasan berat yang dapat diangkat harus spesifik, bila sesuai.
Kaitkan batasan berat dengan benda sehari-hari (missal, berat satu gallon susu
sekitar 4 kg)
Nyeri. Berikan informasi tentang obat nyeri klien. Minta klien untuk
menjelaskan aktivitas harian mereka dan diskusikan cara untuk menghindari
atau mengurangi yang membuat nyeri
Mandi. Tanyakan kepada ahli bedah tentang mandi karena ada beberapa luka
yang diertahankan tetap kering. Bila memungkinkan, informasikan kepada
klien untuk mandi shower, biarkan air membersihkan bagian atas luka
sebentar (2-3 menit) dan tepuk-tepuk dengan daerah insisi dengan lembut
sampai kering
Infeksi. Diskusikan tanda dan gejala infeksi luka dan kapan klien harus
menghubungi dokter
Aktivitas. Nasehati klien bahwa ia akan mudah lelah dan beritahu untuk
merencanakan aktivitas ringan dengan waktu istirahat yang sering

Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus mempertimbangkan 4 hal


berikut:
1. Home care preparation
Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu kondisi klien.
Contoh : klien harus diatas kursi roda/pakai alat bantu jalan, buat agar lantai
rumah tidak licin. Kita harus juga memastikan ada yang merawat klien di
rumah.
2. Client/family education
Berikan edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang
harus dilakukan atau dihindari kepada keluarga klien, terutama orang yang
merawat klien.
3. Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan interpersonal
sosial dan aspek psikososial klien tetap terjaga.
4. Health care resources
Pastikan bahwa klien atau keluarga mengetahui adanya pusat layanan
kesehatan yang terdekat dari rumah klien, seperti rumah sakit, puskesmas dan
lain-lain. Jadi jika dalam keadaan darurat bisa segera ada pertolongan.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah MJ, Amir A.Etika Kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta
;EGC :2001
Nurdadi S. Pembedahan Karena permintaan pasien.Jakarta: POGI JAYA ;
2008
Rasjidi,Imam. Laparotomi kealainan. Jakarta. Sagung seto. 2009
RESUME RESPONSI

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

MANAJEMEN PASCA OPERASI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

ENDAR GIRI BUDIHARTO

NIM 22020112120006

DEPARTEMEN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG, 2017

Anda mungkin juga menyukai