1. Produktivitas adalah konsep universal, dimaksudkan untuk menyediakan semakin banyak barang dan
jasa untuk semakin banyak orang dengan menggunakan sedikit sumber daya.
2. Produktivitas berdasarkan atas pendekatan multidisiplin yang secara efektif merumuskan tujuan
rencana pembangunan dan pelaksanaan cara-cara produktif dengan menggunakan sumber daya secara
efektif dan efisien namun tetap menjaga kualitas.
3. Produktivitas terpadu menggunakan keterampilan modal, teknologi manajemen, informasi, energi, dan
sumber daya lainnya untuk mutu kehidupan yang mantap bagi manusia melalui konsep produktivitas
secara menyeluruh.
4. Produktivitas berbeda di masing-masing negara dengan kondisi, potensi, dan kekurangan serta harapan
yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan dalam jangka panjang dan pendek, namun masing-
masing negara mempunyai kesamaan dalam pelaksanaan pendidikan dan komunikasi.
5. Produktivitas lebih dari sekedar ilmu teknologi dan teknik manajemen akan tetapi juga mengandung
filosofi dan sikap mendasar pada motivasi yang kuat untuk terus menerus berusaha mencapai mutu
kehidupan yang baik.
Sinungan (1995: 18) menjelaskan produktivitas dalam beberapa kelompok sebagai berikut :
1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah ratio apa yang dihasilkan (output)
terhadap keseluruhan peralatan produksi yang digunakan.
2. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
3. Produktivitas merupakan interaksi terpadu serasi dari tiga faktor esensial, yakni : Investasi termasuk
pengetahuan dan tekhnologi serta riset, manajemen dan tenaga kerja.
Dari sejumlah teori yang dideskripsikan untuk memperoleh dukungan teoritik penyusunan konsep operasional
variabel penelitian, menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah (dalam Umar, 2001: 11) menjelaskan
ada enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja yaitu Sikap Kerja, Tingkat keterampilan,
Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan, Manajemen produktivitas, Efisiensi tenaga kerja dan
Kewiraswastaan.
Dengan pandangan ini terdapat enam dimensi yaitu : dimensi Sikap Kerja, dimensi Tingkat keterampilan,
dimensi Hubungan antara lingkungan kerja, dimensi Manajemen produktivitas, dimensi Efisiensi tenaga kerja
dan dimensi Kewiraswastaan maka disusun konsep operasional variabel produktivitas kerja sebagai berikut :
1. Dimensi Sikap Kerja dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari indikator-
indikator sikap dalam melayani, sikap dalam melaksanakan pekerjaan, dan sikap melakukan inisiatif
kerja.
2. Dimensi Tingkat Ketrampilan dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari
indikator-indikator ketrampilan pencapaian tugas, ketrampilan melaksanakan program, dan
ketrampilan mengevaluasi pencapaian program.
3. Dimensi Hubungan antara lingkungan kerja dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang
terdiri dari indikator-indikator hubungan kerja dengan pimpinan, hubungan kerja dengan antar bagian,
dan hubungan kerja dengan rekan sekerja.
4. Dimensi Manajemen Produktivitas dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari
indikator-indikator koordinasi pekerjaan, komunikasi antar bagian, dan tanggungjawab pekerjaan.
5. Dimensi Efisiensi tenaga kerja dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari
indikator-indikator jumlah tenaga kerja, pemanfaatan tenaga kerja, dan pemanfaatan waktu tenaga
kerja.
6. Dimensi Kewiraswastaan dioperasionalkan menjadi 3 indikator penelitian yang terdiri dari indikator-
indikator kemampuan melihat potensi daerah, kemampuan melihat potensi diri, dan kemampuan
melihat potensi organisasi.
Secara umum yang dimaksud dengan produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai
(output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Konsep produktivitas dikembangkan
untuk mengukur besarnya kemampuan menghasilkan nilai tambah atas komponen masukan yang digunakan
(Cahyono, 1996: 281). Secara sederhana produktivitas yang dimaksud disini adalah perbandingan ilmu
hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang digunakan selama kegiatan
berlangsung.
Dewan Produktivitas Nasional Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia dalam kaitannya dengan
pengertian produktivitas tenaga kerja sebagai berikut:
Produksi dan produktivitas merupakan dua pengertian yang berbeda. Peningkatan produksi menunjukkan
pertambahan jumlah hasil yang dipakai, sedangkan peningkatan produktivitas mengandung pengertian
pertambahan dan perbaikan cara produksi. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan
produktivitas. Karena produksi dapat meningkatkan walaupun produktivitasnya tetap ataupun menurun.
Pengertian produktivitas tersebut di atas menguraikan peningkatan produksi maupun peningkatan
produktivitas yang pada dasarnya menjadi peran utama adalah sumber daya manusia dalam proses
peningkatan produktivitas, karena alat produksi dan teknologi pada hakekatnya merupakan hasil kerja
manusia. Sehingga peningkatan produktivitas dapat dilihat dalam 3 bentuk yaitu:
Adapun pengertian produktivitas kerja menurut Nawawi (1990: 97) sebagai berikut:
Produktivitas kerja adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber
kerja yang digunakan (input). Produktivitas kerja dikatakan tinggi jika hasil yang diperoleh lebih besar
daripada sumber kerja yang digunakan. Sebaliknya produktivitas kerja dikatakan rendah, jika hasil yang
diperoleh lebih kecil dari sumber kerja yang digunakan.
Dari pengertian produktivitas kerja di atas, produktivitas kerja mengandung pengertian perbandingan antara
hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja menekankan pada hasil kerja dalam organisasi yang
merupakan perwujudan tujuan-tujuannya, sedangkan hasil kerja tersebut bisa bersifat material dan non
material. Dengan demikian produktivitas kerja digambarkan melalui tingkat keberhasilan dalam mencapai
tujuan organisasi.
Konsep produktivitas erat hubungannya dengan efisiensi dan efektivitas (Gomes, 2000). Efektivitas dan
efisiensi yang tinggi akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Dan jika efektivitas dan efisiensi rendah,
maka diasumsikan telah terjadi kesalahan manajemen. Jika efektivitas tinggi tetapi efisiensi rendah
dimungkinkan terjadi pemborosan (biaya tinggi), sementara bila efisiensi tinggi namun efektivitas rendah,
berati tidak tercapai sasaran atau terjadinya penyimpangan dari target.
Timpe (1989) juga mengemukakan ciri-ciri seorang pegawai yang produktif yaitu: Pertama, lebih dari
memenuhi kualifikasi pekerjaan, artinya produktivitas tinggi tidak mungkin tercapai jika kualifikasi pegawai
rendah. Pengamatan yang khas adalah: (1) cerdas dan dapat belajar dengan cepat; (2) kompeten secara
profesional atau teknis; (3) kreatif dan inovatif, (4) memahami pekerjaaan; (5) bekerja dengan cerdik,
menggunakan logika, mengorganisasi pekerjaan dengan efisien, selalu memperhatikan kinerja rancangan,
mutu, kehandalan, pemeliharaan, kemananan, pembiayaan, dan penjadwalan; (5) selalu mencari perbaikan
tetapi tahu kapan harus berhenti; (6) dianggap bernilai oleh atasannya; (7) mempunyai catatan prestasi yang
berhasil; dan (8) selalu meningkatkan diri.
Kedua, bermotivasi tinggi, yang dalam hal ini pengamatan yang khas adalah: (1) dapat memotivasi diri
sendiri; (2) tekun; (3) mempuanyai kemauan keras untuk bekerja; (4) bekerja efektif dengan atau tanpa
atasan; (5) melihat hal-hal yang harus dikerjakan dan mengambil tindakan yang perlu, (6) menyukai
tantangan, (7) selalu ingin bertanya; (8) memperagakan ketidakpuasan yang konstruktif dan selalu
memikirkan perbaikan; (9) berorientasi pada sasaran atau pencapaian hasil; (10) selalu tepat waktu; (11)
merasa puas jika telah mengerjakan dengan baik; (12) memberikan andil lebih dari yang diharapkan; dan
(13) percaya bahwa kerja wajar sehari perlu dimbangi dengan gaji wajar untuk sehari.
Ketiga, mempunyai orientasi pekerjaan yang positif. Hal ini dapat diamati dari: (1) menyukai pekerjaannya
dan membanggakannya; (2) menetapkan standar yang tinggi; (3) mempunyai kebiasaan kerja yang baik; (4)
selalu terlihat dalam pekerjaannya; (5) cermat, dapat dipercaya, dan konsisten; (6) menghormati manajemen
dan tujuannya; (7) mempunyai hubungan baik dengan manajemen; (8) dapat menerima pengarahan; dan (9)
luwes dan dapat menyesuaikan diri.
Keempat, dewasa. Dalam hal ini pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten.
Kedewasaan pegawai dapat diamati melalui: (1) integritas tinggi; (2) mempunyai rasa tanggung jawab yang
kuat; (3) mengetahui kelemahan atau kekuatan sendiri; (4) mandiri, percaya diri, dan disiplin diri; (5) pantas
memperoleh harga diri; (6) mantap secara emosional dan percaya diri, (7) dapat bekerja efektif di bawah
tekanan; (8) dapat belajar dari pengalaman; dan (9) mempunyai ambisi yang kuat.
Kelima, dapat bergaul dengan efektif. Pengamatannya yang khas adalah: (1) memperagakan kecerdasan
sosial; (2) pribadi yang menyenangkan; (3) berkomunikasi dengan efektif (jelas dan cermat, terbuka
terhadap saran dan pendengar yang baik); (4) bekerja produktif dalam rangka upaya tim; dan (5)
memperagakan sikap positif dan antusiaisme.
Suatu tinjauan pada studi produktivitas menunjukkan bahwa kecakapan manajemen yang bertanggung jawab
adalah satu faktor terpenting dalam mencapai produktivitas tinggi pada organisasi yang berdasarkan
teknologi (Timpe, 1989). Sejak tahun 1973, Hughes Aircraft Company, sebuah perusahaan elektronik
berteknologi tinggi dengan 77.000 pekerja, telah melakukan studi ekstensif dengan tujuan
mengoptimisasikan produktivitas dalam perusahaan yang berteknologi tinggi dan menyimpulkan bahwa
faktor-faktor dasar yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas secara keseluruhan harus dilengkapi
dengan faktor-faktor yang digunakan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi.
Timpe (1989) meninjau ratusan penemuan studi dan wawasan dari ribuan manajer yang berpartisipasi dalam
suatu seminar tentang produktivitas, mengemukakan tujuh kunci untuk mencapai produktivitas yang tinggi
yaitu: (1) keahlian, manajemen yang bertanggung jawab; (2) kepemimpinan yang luar biasa; (3)
kesederhanaan organisasional dan operasional; (4) kepegawaian yang efektif; (5) tugas yang menantang; (6)
perencanaan dan pengendalian tujuan; dan (7) pelatihan manajerial khusus.
Dalam hal ini sehubungan dengan judul terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
Masing-masing variabel tersebut akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut:
1. Pengawasan sebagai variabel bebas (X), dengan indikator sebagai berikut :
a. Penetapan standar kerja.
- Adanya penentuan waktu, pada saat kapan dimulainya kegiatan dan kapan harus selesai (jadwal kerja).
- Adanya pelaksanaan tugas yang sudah ditentukan (job description).
b. Pengukuran hasil kerja.
- Memeriksa hasil-hasil kerja yang dilaksanakan oleh seluruh pegawai.
- Tingkat kepatuhan terhadap instruksi yang diberikan.
- Tingkat kesesuaian waktu yang diberikan untuk mengerjakan pekerjaan.
c. Tindakan koreksi/perbaikan.
- Adanya solusi yang diberikan pimpinan apabila terjadi kesalahan atau kendala pada saat pelaksanaan kegiatan.
- Menegur pihak yang melakukan penyimpangan.
- Adanya sanksi yang diberikan pimpinan apabila terjadi kesalahan seperti datang terlambat, tugas tidak selesai
pada waktunya, tidak hadir tanpa alasan, dsb.
d. Umpan balik.
- Monitoring pelaksanaan kerja.
- Menyampaikan umpan balik dengan cara yang tepat.
2. Produktivitas kerja sebagai variabel terikat (Y), dengan indikator sebagai berikut :
a. Efektifitas kerja meliputi :
Universitas Sumatera Utara
- Kualitas kerja yaitu mutu dari pekerjaan yang dihasilkan/ baik atau tidaknya mutu yang dihasilkan.
- Kuantitas kerja yaitu menyangkut pencapaian target, hasil kerja yang sesuai dengan rencana organisasi.
- Ketepatan waktu yaitu penyelesaian kerja yang harus sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan.
b. Efisiensi kerja.
- Banyak atau sedikitnya kesalahan yang dilakukan dalam bekerja.
- Penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik.
- Penghematan dDalam hal ini sehubungan dengan judul terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (X) dan
variabel terikat (Y). Masing-masing variabel tersebut akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut:
1. Pengawasan sebagai variabel bebas (X), dengan indikator sebagai berikut :
a. Penetapan standar kerja.
- Adanya penentuan waktu, pada saat kapan dimulainya kegiatan dan kapan harus selesai (jadwal kerja).
- Adanya pelaksanaan tugas yang sudah ditentukan (job description).
b. Pengukuran hasil kerja.
- Memeriksa hasil-hasil kerja yang dilaksanakan oleh seluruh pegawai.
- Tingkat kepatuhan terhadap instruksi yang diberikan.
- Tingkat kesesuaian waktu yang diberikan untuk mengerjakan pekerjaan.
c. Tindakan koreksi/perbaikan.
- Adanya solusi yang diberikan pimpinan apabila terjadi kesalahan atau kendala pada saat pelaksanaan kegiatan.
- Menegur pihak yang melakukan penyimpangan.
- Adanya sanksi yang diberikan pimpinan apabila terjadi kesalahan seperti datang terlambat, tugas tidak selesai
pada waktunya, tidak hadir tanpa alasan, dsb.
d. Umpan balik.
- Monitoring pelaksanaan kerja.
- Menyampaikan umpan balik dengan cara yang tepat.
2. Produktivitas kerja sebagai variabel terikat (Y), dengan indikator sebagai berikut :
a. Efektifitas kerja meliputi :
Universitas Sumatera Utara
- Kualitas kerja yaitu mutu dari pekerjaan yang dihasilkan/ baik atau tidaknya mutu yang dihasilkan.
- Kuantitas kerja yaitu menyangkut pencapaian target, hasil kerja yang sesuai dengan rencana organisasi.
- Ketepatan waktu yaitu penyelesaian kerja yang harus sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan.
b. Efisiensi kerja.
- Banyak atau sedikitnya kesalahan yang dilakukan dalam bekerja.
- Penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik.
- Penghematan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan.
c. Semangat kerja.
- Kecenderungan pegawai untuk bekerja lebih keras.
- Adanya pemberian penghargaan untuk memotivasi pegawai.
d. Disiplin kerja.
- Kepatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan.
- Adanya pemberian sanksi kepada pegawai yang melanggar peraturan. alam melaksanakan tugas/pekerjaan.
c. Semangat kerja.
- Kecenderungan pegawai untuk bekerja lebih keras.
- Adanya pemberian penghargaan untuk memotivasi pegawai.
d. Disiplin kerja.
- Kepatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan.
- Adanya pemberian sanksi kepada pegawai yang melanggar peraturan. 2. Motivasi kerja
Indikator yang digunakan dalam variabel motivasi adalah sebagai berikut :
a. Tingkat tanggung jawab terhadap pekerjaan
b. Dorongan organisasi terhadap anggotanya
c. Tingkat kemampuan memotivasi diri
d. Kebutuhan fisiologis
e. Kebutuhan psikologis
f. Kebutuhan penghargaan
g. Tingkat pemberian sanksi
Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia.
Motivasi ini merupakan suatu proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang
kita inginkan. Seorang karyawan mungkin menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan baik,
mungkin pula tidak. Maka dari itu hal tersebut merupakan salah satu tugas dari seorang pimpinan untuk bisa
memberikan motivasi (dorongan) kepada bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan arahan yang diberikan.
Motivasi adalah juga subyek membingungkan, karena motif tidak dapat diamati atau diukur secara langsung,
tetapi harus disimpulkan dari perilaku orang yang tampak.
Motivasi seperti yang telah disebutkan diatas, akan mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi
dengan bawahannya yang selanjutnya akan menentukan efektivitas manajer. Ada dua faktor yang
mempengaruhi tingkat prestasi seseorang, yaitu kemampuan individu dan pemahaman tentang perilaku untuk
mencapai prestasi yang maksimal atau disebut juga persepsi peranan. Dimana antara motivasi, kemampuan
dan persepsi peranan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi.
Motivasi dapat juga disebut dengan istilah kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), atau
dorongan (drive), yang semuanya ini mempunyai pengertian yang sama yaitu sebagai suatu keadaan yang ada
pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan suatu kegiatan guna mencapai keinginan atau tujuan.
Dorongan ini biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku.
PENTINGNYA MOTIVASI
Dalam bab IX ini akan dibahas berbagai permasalahan tentang pengarahan dan pengembangan
organisasi, termasuk didalamnya bagaimana menggerakkan para anggotanya untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, bagaimana memotivasi para anggotanya, bagaimana mengadakan komunikasi didalam
organisasi, bagaimana mengadakan perubahan dan pengembangan dalam organisasi dan bagaimana mengatasi
segala konflik yang ada dalam organisasi.
Kemampuan seorang manajer untuk memotivasi dan mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi
sangatlah penting karena akan menentukan efektifitas manajer. Dan ini bukan satu-satunya faktor yang
mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Manajer yang dapat melihat motivasi sebagai suatu sistem akan
mampu meramalkan perilaku dari bawahannya.
Pandangan motivasi dalam organisasi dapat dilihat dari tiga jenis teori motivasi yang ada, yaitu :
Model Tradisional
Tidak lepas dari teori manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh Frederic Winslow Taylor. Model ini
mengisyaratkan bagaimana manajer menentukan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan dengan sistem
pengupahan insentif untuk memacu para pekerja agar memberikan produktivitas yang tinggi.
Teori produktivitas memandang bahwa tenaga kerja pada umumnya malas dan hanya dapat dimotivasi
dengan memberikan penghargaan dalam wujud materi (uang). Pendekatan ini cukup efektif dalam banyak
situasi sejalan dengan peningkatan efisiensi. Disini pemutusan hubungan kerja sudah merupakan suatu
kebiasaan dan para pekerja akan mencari jaminan daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara.
TEORI-TEORI MOTIVASI
TEORI-TEORI ISI
Memusatkan pada penyebab perilaku terjadi dan berhenti yang terpusat pada kebutuhan, motif yang
mendorong, menekan, memacu dan menguatkan karyawan melakukan kegiatan, juga berhubungan dengan
faktor-faktor eksternal yang berupa insentif yang menyarankan, mendorong, menyebabkan dan
mempengaruhi untuk melaksanakan suatu kegiatan. Penekanannya pada pengertian faktor-faktor internal dan
kebutuhan. Ada tiga macam teori yang dipakai dalam teori isi, antara lain :
3. Teori Prestasi
Ada korelasi positif antar kebutuhan berprestasi dengan prestasi dan sukses pelaksanaan. McClelland
mengemukakan bahwa usahawan, ilmuwan dan profesional mempunyai tingkat motivasi prestasi diatas rata-
rata. Orang yang berorientasi prestasi mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat
dikembangkan, yaitu :
o Menyukai pengambilan resiko yang layak sebagai fungsi keterampilan, menyukai tantangan dan
menginginkan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang dicapai.
o Punya kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak dan menghadapi resiko yang sudah
diperhitungkan.
o Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakan.
o Punya keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan organisasional.
TEORI-TEORI PROSES
Berkenaan dengan bagaimana perilaku timbul dan dijalankan. Adapun teori-teori yang berkenaan
dengan teori-teori proses yaitu :
Teori Pengharapan (Expectancy theory)
Dimana individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila :
o Kemungkinan usaha mereka mengarah ke prestasi yang tinggi.
o Kemungkinan mencapai hasil yang menguntungkan.
o Hasil-hasil tersebut akan menjadi pada keadaan keseimbangan, penarik efektif bagi mereka.
Menurut Victor Vroom (teori nilai pengharapan Vroom) orang dimotivasi untuk bekerja bila :
o Usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu.
o Menilai balas jasa dari hasil usahanya.
Teori Keadilan
Orang akan selalu membandingkan antara masukan dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan
usaha dengan hasil atau penghargaan yang diterima. Keyakinan tentang adanya ketidakadilan akan
berpengaruh pada perilaku pelaksana kegiatan. Faktor kunci bagi manajer yaitu mengetahui apakah
ketidakadilan dirasakan, bukan apakah ketidakadilan secara nyata ada. Teori keadilan ini memberikan
implikasi bahwa penghargaan harus diberikan sesuai yang dirasa adil oleh individu yang bersangkutan.
manajemen sumber daya manusia
Minggu, 24 Maret 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi pada dasarnya merupakan kerjasama dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan. Menurut
Sutarto (dalam Usman, 2009:146) organisasi adalah kumpulan orang, proses pembagian kerja, dan sistem kerja sama
atau sistem sosial. Defenisi yang dikemukakan Sutarto menekankan kepada tiga hal yaitu :
1. adanya kumpulan orang,
2. ada proses pembagian kerja antara orang-orang tersebut, dan
3. ada sistem kerjasama atau sistem sosial di antara orang-orang tersebut.
Dalam mencapai tujuannya, organisasi memerlukan berbagai macam sumber daya. Mulai dari sumber daya manusia,
peralatan, mesin, keuangan, dan sumber daya informasi. Setiap sumber daya memiliki tugas dan fungsinya masing-
masing. Sebagai suatu sistem, sumber daya-sumber daya tersebut akan berinteraksi dan saling bekerja sama
sehingga tujuan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
Sumber daya manusia sebagai salah satu sumber daya yang ada dalam organisasi memegang peranan yang penting
dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia menggunakan sumber daya-sumber daya
lain yang dimiliki oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuan.
Mesin-mesin berteknologi canggih sekalipun tidak akan ada artinya, jika sumber daya manusia yang menjalankannya
tidak berkualifikasi untuk mengerjakannya. Demikian juga dengan sumber daya informasi. Sebaik dan selengkap
apapun informasi yang diterima oleh organisasi, tidak akan berarti apa-apa, jika kualitas sumber daya manusia yang
ada tidak mampu menterjemahkannya menjadi informasi yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan
organisasi.
Sumber daya manusia adalah penduduk yang siap, mau dan mampu memberikan sumbangan terhadap usaha
mencapai tujuan organisasional. Dalam ilmu kependudukan, konsep sumber daya manusia ini dapat disejajarkan
dengan konsep tenaga kerja (manpower) yang meliputi angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja.
Angkatan kerja yang bekerja disebut juga dengan pekerja. (Ndraha, 1999).
B. Identifikasi Masalah
Pertanyaan mendasar adalah mengapa manajemen sumber daya manusia menjadi begitu penting bagi organisasi?
Barangkali hal ini terkait dengan keinginan semua manajer yang tidak ingin karyawannya melakukan kesalahan.
Misalnya, seorang manajer tentu saja tidak ingin (1) mempekerjakan orang yang salah untuk pekerjaan tersebut, (2)
mengalami proses penggantian karyawan yang tinggi, (3) orang-orang yang diandalkan tidak melakukan yang
terbaik, (4) menghabiskan waktu untuk wawancara yang tidak berguna, (5) membuat perusahaan dituntut oleh
pengadilan karena tindakan diskriminatif, (6) membuat perusahaan diawasi oleh pengawas undang-undang keamaan
pekerjaan federal karena tidak memerhatikan keamanan, (7) mengakibatkan sebagian karyawan berpikir bahwa gaji
mereka tidak adil dan tidak sebanding dengan karyawan lain dalam organisasi, (8) membiarkan kurangnya pelatihan
mengakibatkan berkurangnya efektivitas, dan (9) melakukan praktik pekerjaan yang tidak adil. (Dessler, 2006:5).
Siagian (1995) melihat adanya suatu fenomena adminsitratif yang belum pernah terlihat sebelumnya, yaitu semakin
besarnya perhatian dan semakin banyaknya pihak yang menyadari pentingnya manajemen sumber daya manusia.
Politisi, tokoh industri, para pembentuk opini seperti pimpinan media massa, para birokrat di lingkungan
pemerintahan, dan para ilmuwan yang menekuni berbagai cabang ilmu terutama ilmu-ilmu sosial menunjukkan
perhatian yang semakin besar terhadap manajemen sumber daya manusia.
Penerapan manajemen sumber daya manusia sebagai salah satu bidang kajian manajemen di lapangan, juga
menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang ada pada umumnya, seperti perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengontrolan dan sebagainya. Hanya saja, dalam manajemen sumber daya manusia, kajian manajemen
lebih diarahkan dan dititikberatkan kepada manusia sebagai salah satu sumber daya dalam organisasi. Hal ini akan
berkaitan erat nantinya dengan manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, yang memiliki berbagai macam
kebutuhan yang ingin dipenuhinya dengan bergabung ke dalam organisasi.
Flippo (1994) mengidentifikasi, setidaknya ada sepuluh fungsi-fungsi yang dijalankan oleh manajemen sumber daya
manusia. Flippo membaginya ke dalam dua kelompok besar, yaitu fungsi-fungsi manajemen, dan fungsi-fungsi
operasional. Fungsi-fungsi manajemen yang diterapkan dalam manajemen sumber daya manusia terdiri dari :
1. perencanaan (planning),
2. pengorganisasian (organizing),
3. pengarahan (directing), dan
4. pengendalian (controlling).
Adapun fungsi-fungsi operasional yang dijalankan oleh manajemen sumber daya manusia yaitu,
1. pengadaan tenaga kerja (procurement),
2. pengembangan (development),
3. kompensasi,
4. integrasi,
5. pemeliharaan (maintenance), dan
6. pemutusan hubungan kerja (separation).
Salah satu kegiatan penting yang dilakukan dalam manajemen sumber daya manusia khususnya dalam fungsi
perencanaan yaitu analisis pekerjaan. Dengan menganalisis suatu pekerjaan, akan diketahui tugas-tugas apa yang
akan dilakukan dalam pekerjaan itu, apa kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh sumber daya manusia
yang akan menduduki posisi itu.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini , agar memahami apa itu Manajemen Sumber Daya manusia , mengetahui fungsi-
fungsi MSDM , mengetahui apa itu klasifikasi pekerjaan , mengtahui tentang rekrutmen .
BAB II
PEMBAHASAN
Tindakan manajerial membutuhkan kesadran akan apa yang disebut tugas manajerial. Amstrong (2003:9)
menegasakan bahwa tugas seorang manajer bukan sekedar membagi tugas secara teoritis ke dlam elemen-elemen
yang sangat beragam, namun ada baiknya menganggap manajemen sebagai sesuatu yang berkenaan dengan tugas-
tugas :
1. Membuat segala tugas dan permasalahan selesai.
2. Manjaga momentum dan membuat segala sesuatu terjadi.
3. Mancari tahu hal-hal yang sedang terjadi.
4. Breaksi terhadap situasi dan maslah baru.
5. Merespon berbagai kebutuhandan permintaan.
Keberadaan manusia dalam manajemen bukanlah asset belaka , namun keberadaan manusia juga sebagai partner.
Dengan demikian, sekelompok manusia yang dikelola dalam MSDM adalah partner kolektif. Manajer bukanlah aktor
tunggal yang boleh semena-mena mengklaim kesuksesan pencapaian tujuan sebagai pencapaian sendiri. Setiap
partner harus dipastikan dalam kondisi menikmati setiap pencapaian tujuan tujuan.
Menurut Amstrong (2003) manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai pendekatan stratejik dan
koheren untuk mengelola asset paling berharga milik organisasi, orang-orang yang bekerja dalam organisasi, baik
secra individu maupun kolektif dan memberikan sumbangan untuk mncapai sasaran organisasi. Sedangkan menurut
Umar (2004) mendefinisikan MSDM sebagai bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada
unsur sumber daya manusia.
Menurut Marwansyah (2010:3), manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber
daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia,
rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian
kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial.
Manajemen Sumber daya manusia sering disebut juga dengan manajemen personalia. Manajemen personalia
merupakan proses manajemen yang diterapkan terhadap personalia yang ada di organisasi. Menurut Flippo
(1994:5), manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas
pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja
dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat.
Sastrohadiwiryo (2002) menggunakan istilah manajemen tenaga kerja sebagai pengganti manajemen sumber daya
manusia. Menurutnya, manajemen tenaga kerja merupakan pendayagunaan, pembinaan, pengaturan, pengurusan,
pengembangan unsur tenaga kerja, baik yang berstatus sebagai buruh, karyawan, maupun pegawai dengan segala
kegiatannya dalam usaha mencapai hasil guna dan daya guna yang sebesar-besarnya, sesuai dengan harapan usaha
perorangan, badan usaha, perusahaan, lembaga, maupun instansi.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan terhadap sumber daya manusia dalam organisasi
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien
Secara umum sumber daya yang ada dalam organisasi antaralain adalah sumber daya manusia, sumber daya modal,
sumber daya lingkungan, sumber daya teknologi, dan sumber daya bahan-bahan material. Apabila akan
dikelompokkan secara sederhana, maka sumber daya sumber daya tersebut dapat dikelompokkan secara
sederhana, maka sumber daya sumber daya tersebut dapat dikelompokkan dalam sumber daya manusia dan
sumber daya bukan manusia. Dengan demikian, semua sumber daya baik itu sumber daya modal , teknologi, mesin ,
bahan-bahan material dapat dikelompokkan menjadi sumber daya bukan manusia.
Sumber daya akal, sumber daya perasaan, sumber daya keinginan, sumber daya kemampuan, sumber daya
keterampilan, sumber daya pengetahuan, dorongan daya dan karya merupakan unsur-unsur yang dapat digali dan
dikembangkan dari sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya manusia dengan demikian, memerlukan
perhatian yang penting terhadap rasio, rasa dan karsa sebagai asset yang dapat memberikan konstribusi leih dalam
pencapaian tujuan organisasi.
b) Pengorganisasian
Pengorganisasian menyangkut kepada penyusunan serangkaian tindakan yang telah ditentukan, sehingga dapat
dilaksanakan dengan baik. Manajemen sumber daya manusia merancang struktur hubungan antara pekerjaan,
sumber daya manusia, dan faktor-faktor fisik yang akan dilibatkan. Para manajer harus hati-hati terhadap hubungan
yang rumit yang ada di antara satu unit khusus dan unit-unit organisasi lainnya.
c) Pengarahan
Fungsi pengarahan ini menyangkut kepada pelaksanaan rencana yang telah disusun dan telah diorganisasikan.
Dalam fungsi pengarahan ini, terdapat pemotivasian, pelaksanaan pekerjaan, pemberian perintah, dan sebagainya.
Intinya bagaimana menyuruh orang untuk bekerja secara efektif.
d) Pengendalian
Pengendalian berarti pengamatan atas tindakan dan perbandingannya dengan rencana dan perbaikan atas setiap
penyimpangan yang mungkin terjadi. Pada saat-saat tertentu juga diadakan penyusunan kembali rencana-rencana
dan penyesuaiannya terhadap penyimpangan yang tidak dapat diubah.
b) Pengembangan
Pengembangan sumber daya manusia merupakan peningkatan keterampilan melalui pelatihan yang perlu untuk
prestasi kerja yang tepat. Pengembangan sumber daya manusia ini diperlukan karena adanya perubahan-perubahan
teknologi, reorganisasi pekerjaan, dan tugas manajemen yang semakin rumit.
c) Kompensasi
Kompensasi dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan layak kepada sumber daya manusia atas sumbangan
mereka kepada pencapaian tujuan organisasi. Kompensasi ini berkaitan erat dengan pokok-pokok seperti evaluasi
pekerjaan, kebijakan pengupahan, sistem pengupahan, dan lain sebagainya.
d) Pengintegrasian
Integrasi merupakan usaha untuk menghasilkan rekonsiliasi (kecocokan) yang layak atas kepentingan-kepentingan
perorangan, masyarakat dan organisasi. Adanya tumpang tindih kepentingan yang cukup berarti antara perorangan,
masyarakat dan organisasi, menyebabkan perlukan mempertimbangkan perasaan, dan sikap personalia dalam
menerapkan asas-asas dan kebijakan organisasi.
e) Pemeliharaan
Fungsi pemeliharaan ini terkait dengan bagaimana usaha untuk mengabadikan keadaan baik yang sudah tercipta.
Memiliki angkatan kerja yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk bekerja perlu di pelihara dengan baik.
f) Pemisahan (separation)
Pemisahan merupakan fungsi terakhir dari manajemen sumber daya manusia. Hal ini berkaitan dengan memutuskan
hubungan kerja dengan sumber daya manusia yang ada, dan mengembalikannya kepada masyarakat. Pemutusan
hubungan kerja ini bisa terjadi karena pensiun, pemberhentian sementara, penempatan luar, meninggal dunia, dan
pemecatan.
Analisis pekerjaan merupakan bagian dari perencanaan sumber daya manusia. Menurut Flippo (1994), Analisis
pekerjaan adalah proses mempelajari dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan operasi dan
tanggung jawab suatu pekerjaaan tertentu. Flippo menekankan bahwasanyaa ada dua kegiatan utama dalam
analisis pekerjaan, yaitu mengumpulkan informasi tentang operasi dan tanggung jawab suatu pekerjaan dan
mempelajarinya lebih mendalam.
Menurut Dessler (2006) analisis pekerjaan merupakan prosedur yang dilalui untuk menentukan tanggung jawab
posisi-posisi yang harus dibuatkan stafnya , dan karakteristik orang-orang yang bekerja untuk posisi-posisi tersebut.
Analisis pekerjaan memberikan informasi yang digunakan untuk membuat deskripsi pekerjaan (daftar tentang
pekerjaan tersebut), dan spesifikasi pekerjaan (jenis orang yang harus dipekerjakan untuk pekerjaan tersebut). Oleh
sebab itu, menurut Dessler penyelia atau spesialis dalam sumber daya manusia biasanya mengumpulkan beberapa
informasi berikut melalui analisis pekerjaan, diantaranya : (1) aktivitas pekerjaan, (2) perilaku manusia, (3) mesin,
perangkat, peralatan dan bantuan pekerjaan, (4) standar prestasi, (5) konteks pekerjaan, dan (6) persyaratan
manusia.
Sedangkan menurut Flippo (1994), hasil-hasil dari analisis pekerjaan, seperti uraian dan spesifikasi pekerjaan akan
dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. pengabsahan atas prosedur-prosedur pengangkatan
2. pelatihan,
3. evaluasi pekerjaan
4. penilaian prestasi
5. pengembangan karir
6. organisasi
7. perkenalan
8. penyuluhan
9. hubungan perburuhan, dan
10. penataan kembali pekerjaan.
Sebuah penelitian yang dikemukakan oleh Flippo terhadap 899 perusahaan menunjukkan bahwa hasil proses analisis
pekerjaan dipergunakan untuk, membuat rincian kerja (75%), pelatihan (60%), penyusunan tingkat upah dan gaji
(90%), menilai personalia (60%), pemindahan dan promosi (70%), pengorganisasian (50%), orientasi karyawan baru
(36%), penyuluhan (25%), dan seterusnya.
Metode kuesioner digunakan sebagai alat pengumpul data secara tertulis dibagikan kepada tenaga kerja operasional
atau para kepala departemen, untuk mengisi keterangan dan fakta yang diharapkan.
Pada umumnya kuesinoer memuat :
1. pertanyaan mengenai pekerjaan yang dilakukan,
2. tanggung jawab yang diberikan
3. kecakapan, keahlian, atau pelatihan yang diperlukan
4. kondisi yang diharapkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dan
5. figur atau jenis yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut.
Metode wawancara dilakukan denga tenaga kerja operasional atau dengan kepala departemen mereka, dan dapat
juga dengan kedua-duanya. Di samping itu, para penyelia sering ditugaskan untuk memperoleh data analisis
pekerjaan. Keuntungan dari metode ini adalah penyajian keterangan dan fakta dari pihak pertama. Namun metode
ini sangat membutuhkan waktu yang cukup lama.
Metode selanjutnya yang dapat digunakan dalam analisis data yaitu metode pencatatan rutin. Dalam metode ini,
tenaga kerja diperintahkan mencatat hal yang dikerjakan tiap hari secara rutin, alokasi yang dibutuhkan, saat dimulai
dan saat akhir tiap-tiap tugas itu dilakukan. Alokasi waktu yang lama, dan pengerjaan yang cermat dan rutin
merupakan kelemahan dari metode ini.
Metode observasi pada umumnya dilakukan oleh job analyst yang sebelumnya memperoleh pelatihan dan upgrading
secara khusus. Metode observasi biasanya tidak dilakukan bersamaan dengan metode wawancara job analyst
mengadakan observasi terhadap masing-masing pekerjaan dan mengadakan wawancara dengan tenaga operasional
serta kepala departemen mereka.
Klasifikasi pekerjaan memiliki kedudukan yang penting dalam analisis pekerjaan kareana hubungannya yang erat
dengan analisis pekerjaan dalam aktifitas perencanaan SDM. Klasifikasi pekerjaan baik berdasarkan tingkat tanggung
jawab maupun jenis kerja merupakan aktivitas utama kedua yang sangat penting dan dikehendaki bagi pengawasan
eksternal, keadilan penggejian, dan efesiensi (gomes, 1995 :94).
Peran pelamar yang datang ke perusahaan tentunya perlu identifikasi dengan rinci mengenai pengetahuan dan
keterampilannya untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya dengan baik. Untuk itu klasifikasi
pekerjaan akan mendukung proses ini karean telah dikategorisasikannya kebutuhan-kebutuhan akan SDM, rumusan
atas tugas-tugas dari setiap pekerjaan atau kedudukan pekerjaan dan berbagai perangkat realistik yang dibutuhkan.
Analisis keterampilan biayanya sangat diperlukan khusunya pada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat manual dan
administratif. Identifikasi yang hendak ditemukan dalam analisis keterampilan yang harus dipenuhi untuk pekerjan-
pekerjaan tertentu. Analisis keterampilan diperlukan karena adanya tuntutan akan keterampilan dan pengetahuan
tertentu dan tidak hanya menganalisis hal-hal yang dilakukan oleh pemegang pekerjaan tersebut.
Analsis keterampilan sangat diperlukan baik menurut tujuanrekrutmen maupun menurut tujuan pelatihan. Tujan
rekrutmen menyebabkan perlunya dilakukan analisis keterampilan untuk memperoleh individu yang memenuhu
persyaratan keterampilan yang bersifat khusus tertentu (specific). Sedangkan tujuan pelatihan perlu didukung oleh
analisis keterampilan untuk memperoleh kriteria spesifik pembelajran.
Pendekatan analisi untuk menetapkan persyaratan keterampilan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut ; (Amstrong,2003)
1. Mengidentifikasi dan mnguraikan setiap tugas.
2. Menjabarkan setiap tugas kedalam unsur-unsurnya.
3. Menentukan urutan dimana tugas dan unsur tersebut dilakukan.
4. Menentukan apa yang harus diketahui oleh pemegang pemgang pekerjaan dan apa yang harus dilakukan oleh
mereka untuk melaksanakn setiap tugas dan seluruh uraian tugas dengan memuaskan.
L. Analisis Peran
Pekerjaan dan keterampilan karyawan belum btentu mencerminkan peran yang diemban oleh karyawan tersebut.
Seringkali pengertian dari analisis pekerjaan dan analisis peran bercampur aduk, padahal keduanya sama sekali
berbeda pengertiannya. Amstrong(2003: 97) menyatakan bahwa pengertian analisis peran lebuh luas dibandingkan
dengan ruang lingkup pengertian nalisis pekerjaan, meskipun analisis peran dan analisis pekerjaan keduanya
bertumpu dari titik yang sama, yaitu penenuan tujuan dan keseluruhan peran yang menyebabkan kedua analisis
diproses dengan menjabarkannya tujuan dana keseluruhan peran ke dalam unsur-unsur utama.
Selanjutnya Amstrong (99-101) mengemukakan daftar periksa unuk melakukan analisis peran sebagai berikut :
1. Konstribusi apa yang dapat diberikan oleh pern tersebut untuk mencapai tujuan tim atau departemen ?
2. Dalam bidang hasil kunci (key result area) apa saja yang pemegang peran yanag diharapkan dapat mencarikan
hasil dan konstribusinya ?
3. Faktor keberhasilan suskses kritis ( critical succes factor )apa saja yang mempengaruhi tingkat konstribusi
pemegang peran tersebut ?
4. Ukuran apa sajakah yanag dapat digunakan untuk pencapaian hasil dari peran tersebut ?
5. Seberapa jauh pemegang peran dituntut untuk fleksibel dalam menjalankan perannya ?
6. Tekanan dan tuntutan apa saj yang harus dihadapi oleh pemegang peran ?
7. Sejauh mana tingkat kekeburan peran tersebut ? tingkat kekaburan akan menyulitkan untuk menentukan peran
sebenarnya yang dipegang oleh seseorang. Kekaburan ini biasanya muncuk dikarenakan terjadinya perubahan situasi
atau tuntutan lingkungan.
8. Apa peran tersebut menuntut pemegangnya untuk berhubungan erat dengan orang lain ?
9. Sejauh mana pemegang peran bergantung pada orang lain ( sebutkan siapa saja) agara dapat berkonstribusi
secara efektif ?
10. Masalah khas apa saja yang harus diselesaikan oleh para pemegang peran masalah yang dihadapaiu sendiri
atau dalam hubungannya dengan orang lain ?
11. Apakah pemegang peran tersebut harus menghadapi prioritas yang saling bertentangan (sebutkan) ?
12. Berapa jam biasanya waku yang diperlukan pleh pemegang peran untuk mengidentifikasi kekeliruan atau
kesalahan dalam sebuah bidang kunci ?
13. Seberapa jauhkah peran menurut pemikiran strategis dari pemegangnya ?
14. Seberapa besar kepemimpinan yang dituntut dari peran tersebut ?
15. Seberapa jauh pemegang peran harus menjadi anggota tim yang baik ?
16. Bagaimana, dan di dalam bidang apa, pemegang peran dituntut untuk berinovasi ?
17. Berapa besar kebebasan yang dimiliki oleh pemegang peran ?
Kinerja seseorang tidak hanya ditentukan dari kualitas pekerjaannya. Penghargaan atas peran yang dapat
meningkatkan kinerja organisasi secera keseluruhan harus juga diperhatikan. Pada saat organisasi membutuhkan
penciptaan peran-peran yang diperlukan untuk pengolahan kinerja, maka nalisi peran amat diperlukan. Peran
seseorang semakin meningkat apabila kompetensi seseorang juga tepat, dalam peran tersebut. Untuk itu, analisis
peran juga harus disertai dangan kesesuaiannya dengan kompetensi seseorang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan bab-bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulkan sebagai berikut.
Manajemen sumber daya manusia adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengontrolan terhadap sumber daya manusia dalam organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Fungsi-fungsi manajemen yang diterapkan dalam manajemen sumber daya manusia terdiri dari, (1) perencanaan
(planning), (2) pengorganisasian (organizing), (3) pengarahan (directing), dan (4) pengendalian (controlling). Adapun
fungsi-fungsi operasional yang dijalankan oleh manajemen sumber daya manusia yaitu, (1) pengadaan tenaga kerja
(procurement), (2) pengembangan (development), (3) kompensasi, (4) integrasi, (5) pemeliharaan (maintenance),
dan (6) pemutusan hubungan kerja (separation).
Salah satu kegiatan penting yang dilakukan dalam manajemen sumber daya manusia khususnya dalam fungsi
perencanaan yaitu analisis pekerjaan. Dengan menganalisis suatu pekerjaan, akan diketahui tugas-tugas apa yang
akan dilakukan dalam pekerjaan itu, apa kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh sumber daya manusia
yang akan menduduki posisi itu.
B. Saran
Dalam makalah ini penulis menyarankan agar manajemen sumber daya manusia hendaknya dijalankan dengan
sebaik mungkin, mengingat begitu pentingnya peran dan fungsi sumber daya manusia dalam rangka pencapaian
tujuan yang ditetapkan organisasi. Perkembangan psikologi manusia perlu menjadi perhatian utama bagi manajer
sumber daya manusia, dalam rangka melakukan manajemen terhadap sumber daya manusia dalam organisasi.
PENDAHULUAN
1.2 Permasalahan
1 Apa pengertian motivasi?
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau pemberian daya penggerak
yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan
terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.
Menurut Edwin B Flippo (dalam Malayu 2005:143)
Motivasi adalah suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara
berhasil, sehingga para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.
Menurut American Encyclopedia (dalam Malayu 2005:143)
Motivasi sebagai kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentang) dalam diri seseorang
yang membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya.
Wikipedia bahasa Indonesia
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah dan ketekunan.
Robbins, 2001:166
Motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual.
Hasibuan, 2003
Motivasi adalah mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan agar mereka mau
bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan
organisasi.
Sondang P. Siagian
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela untuk
menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya,
dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Benis
. The proses by which an agent induces a subordinate to behave in a desired manner (proses dengan
mana seorang agen menyebabkan bawahan bertingkah laku menurut satu cara tertentu).
Roach & Behling, 1984:46
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas sebuah kelompok yang terorganisasi menuju
pencapaian suatu tujuan.
Stogdill, 1974:411
Kepemimpinan adalah pengawalan dan pemeliharaan suatu struktur dalam tahapan dan interaksi.
Hempill & Coons, 1957:7
Kepemimpinan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju
suatu tujuan bersama.
George R. Terry dalam bukunya Principle og Management
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan
kelompok.
Howard H. Hoyt dalam bukunya Aspect of Modern Public Administration
Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan untuk membimbing.
Janda, 1960:358
Kepemimpinan adalah suatu jenis hubungan kekuasaan yang ditandai dengan persepsi anggota kelompok
bahwa anggota kelompok yang lain mempunyai hak untuk merumuskan pola perilaku dari anggota yang
pertama dalam hubungannya dengan kegiatan sebagai anggota kelompok.
BAB 3
PEMBAHASAN
Keempat hal tersebut sangat mempengaruhi semangat kerja pegawai dalam melaksanakan tugas
dan pekerjaannya.
Dalam suatu organisasi sumber daya manusia sangat menentukan keberhasilan atau ketidak
berhasilan suatu organisasi. Kedudukan manusia dalam hal ini pegawai yaitu orang-orang yang bergabung
dalam organisasi adalah sangat penting sebagai pendukung tercapainya tujuan organisasi tempat mereka
bekerja. Menyadari hal tersebut peranan kepemimpinan sebagai pemimpin dan manajer adalah sangat
mutlak. Dalam upaya mempengaruhi perilaku pegawai, pemimpin menggunakan pendekatan pola
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas pegawai dan hubungan manusia. (initiating structure dan
consideration).
Initiating structure adalah cara kepemimpinan melukiskan hubungannya dengan pegawai dalam
mengorganisasi kerja, hubungan kerja dan tujuan. Kepemimpinan pada posisi tingkat tinggi dalam initiating
structur untuk memberi perintah kepada pegawai melaksanakan tugas. Sedangkan consideration,
hubungan kerja atas dasar kepercayaan, menghargai gagasan pegawai, menunjukkan kepedulian,
kesejahteraan, keamanan, dan kepuasan pegawai.
Dalam organisasi terjadi saling berinteraksi sesama pegawai dengan pemimpin. Kondisi yang
demiklian akan memungkinkan terwujudnya iklim organisasi, iklim organisasi adalah lingkungan manusia di
dalam mana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka. Iklim dapat mempengaruhi motivasi
dan kepuasan kerja. Hal itu dengan membentuk harapan pegawai tentang konsekuensi yang akan timbul
dari berbagai tindakan. Harapan menimbulkan motivasi atau mendorong pegawai melakukan kegiatan-
kegiatan guna mencapai tujuan, dalam rangka memenuhi kebutuhan mulai dari kebutuhan fisiologis, sosial,
rasa aman, penghargaan dan aktualisasi diri. Terpenuhinya kebutuhan sesuai harapan mendatangkan
kepuasan kerja.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Motivasi merupakan kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang
memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.
Kepemimpinan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan dan mempengaruhi
aktivitas suatu kelompok yang dipimpinnya sehingga mereka mau bekerja sama sehingga tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan secara bersama-sama akan tercapai dan terjadi hubungan komunikasi yang baik
antar pemimpin dan anggotanya.
Disadari bahwa tingkat kepuasan individu manusia berbeda-beda, begitu pula dengan tingkat
kebutuhan manusia juga berlainan. Hal itu perlu dipahami oleh seorang wirausaha di dalam memotivasi
pekerjanya. Disamping itu pula, seorang wirausaha perlu mengenali kekuatan motif diri sendiri sehingga
dapat menjaga keseimbangan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Seorang wirausaha sebagai pemimpin dalam usahanya, harus memahami tentang motivasi.
Pekerjaan seorang pemimpin yang paling penting antara lain adalah bagaimana dia bisa memotivasi orang
yang dipimpin untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pencapaian tujuan inilah yang menjadi patokan atau
ukuran keberhasilan bagi seorang wirausaha.
4.2 Saran
Kita sebagai calon pemimpin (wirausaha) sebaiknya harus mampu menimbulkan semangat
kerja dan membuat hubungan yang baik dengan pegawai agar bisnis yang diusahakan dapat berhasil. Dan
yang terpenting pula harus menjadi pemimpin yang amanat, adil dan bertangggung jawab.
Dorongan organisasi terhadap anggotanya
Pengarahan
Fungsi pengarahan ini menyangkut kepada pelaksanaan rencana yang telah disusun dan telah
diorganisasikan. Dalam fungsi pengarahan ini, terdapat pemotivasian, pelaksanaan pekerjaan, pemberian
perintah, dan sebagainya. Intinya bagaimana menyuruh orang untuk bekerja secara efektif.
Kompensasi
Kompensasi dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan layak kepada sumber daya manusia atas
sumbangan mereka kepada pencapaian tujuan organisasi. Kompensasi ini berkaitan erat dengan pokok-
pokok seperti evaluasi pekerjaan, kebijakan pengupahan, sistem pengupahan, dan lain sebagainya.
A. Pendahuluan
Teori psikologi manusia dalam konteks membicarakan hubungan pribadi dengan perilaku individu pada
mulanya dipelopori oleh Carl Rogers. Namun teori ini, baru popular setelah Abraham Maslow mengembangkan teori
motivasinya. Maslow berpendapat bahwa motivasi seseorang merupakan dasar seseorang untuk berperilaku.
Sedangkan motivasi manusia itu sendiri adalah manifestasi dari apa yang disebut dengan kebutuhan.
B. Teori Maslow
Maslow merumuskan jenjang kebutuhan (hierarcy of need) manusia ke dalam lima tingkatan.
1. Kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan pertama/dasar manusia yang harus dipenuhi.
Sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (tempat tinggal) dan kebutuhan biologis lainnya merupakan
kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi. Setelah kebutuhan ini terpenuhi, maka manusia akan berusaha
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya.
2. Kebutuhan akan rasa aman. Manusia memerlukan keselamatan dan keamanan (safety and security) di segala
bidang. Bebas dari segala rasa takut dan memperoleh keselamatan diri, pekerjaan, harta, dan benda. Manusia
dalam kehidupannya menginginkan kepastian masa depan, terutama di hari tua. Setelah kebutuhan ini
terpenuhi, maka akan timbul motivasi untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi lagi.
3. Kebutuhan sosial (social affilition). Manusia ingin diakui sebagai anggota masyarakat yang berperan aktif
dalam kehidupan sosial. Manusia merasa diperlukan dan memerlukan masyarakat. Bila kebutuhan ini dapat
dipenuhi, maka kebutuhan keempat akan berusaha dipenuhi oleh manusia.
4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem/recognition). Manusia ingin memperoleh penghargaan dan
penghormatan dari orang lain. Rasa penghormatan ini akan menumbuhkan berbagai perasaan positif seperti
percaya diri, prestise, wibawa, dan lain-lain. Setelah memperoleh kebutuhan ini, maka akan timbul motivasi
untuk memenuhi kebutuhan terakhir.
5. Kebutuhan pengembangan dan aktualisasi diri (self Actualization). Setelah memenuhi semua kebutuhannya,
manusia akan terpacu untuk melakukan sesuatu dalam rangka mengembangkan diri dan berbuat untuk diri
sendiri sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Teori Maslow ini perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat, Perpusnas RI, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, dan semua pihak yang ingin pustakawan bekerja secara profesional menjadi agen informasi,
ilmuwan, dan pendidik. Penerapan teori Maslow untuk memberdayakan pustakawan secara profesional adalah
sebagai berikut :
1. Kebutuhan dasar seorang pustakawan harus dapat terpenuhi. Pustakawan berhak untuk memperoleh
kesejahteraan yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Gaji dan tunjangan fungsional pustakawan harus
mampu mencukupi kebutuhan dasar seperti : makan, pakaian, perumahan,dan kebutuhan pokok lainnya.
Terpenuhinya kebutuhan pokok ini diharapkan akan memacu motivasi pustakawan untuk meningkatkan
kinerjanya.
2. Pustakawan harus merasa aman dalam melaksanakan tugasnya. Pustakawan perlu diberi rasa aman untuk
mengumpulkan angka kredit yang dibutuhkan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. Pustakawan
harus dibebaskan dari rasa takut tidak dapat memenuhi target angka kredit yang disyaratkan. Telaah ulang
kebijakan pemerintah terhadap angka kredit pustakawan ini penting untuk dilakukan, agar pustakawan
memperoleh kepastian dalam kenaikan pangkat, dan masa depannya.
3. Pustakawan sebagai agen informasi pantas memperoleh pengakuan dari pemerintah dan
masyarakat. Keberadaan jabatan fungsional pustakawan hingga saat ini belum memperoleh pengakuan
penuh dari pemerintah kabupaten/kota. Terbukti masih sedikitnya usaha yang serius untuk mengadakan
formasi pustakawan pada saat penerimaan CPNS, baik pustakawan untuk perpustakaan umum
kabupaten/kota maupun untuk perpustakaan sekolah. Rekrutmen CPNS oleh pemerintah kabupaten/kota
untuk formasi pustakawan dari kalangan S-1 dan D-3 ilmu perpustakaan merupakan langkah awal untuk
pengakuan tersebut.
4. Penghargaan pemerintah kepada pustakawan masih perlu ditingkatkan. Pustakawan mesti dihargai
sebagaimana pemerintah menghargai jabatan struktural dan jabatan fungsional yang lain semacam guru,
dosen, widyaiswara, dan dokter. Penghargaan dapat berwujud materiil maupun non materiil. Penghargaan
materiil dapat berupa tunjangan jabatan fungsional yang layak, fasilitas kendaraan operasional, dan insentif
khusus dari pemerintah daerah. Penghargaan non materiil dapat berupa beasiswa tugas belajar D-3, S-1, S-2,
dan bahkan S-3 perpustakaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pustakawan. Selain itu
penghargaan non materiil juga dapat berupa pemberian kesempatan kepada pustakawan yang memiliki
prestasi dan pangkat yang memenuhi syarat untuk dipromosikan menduduki jabatan struktural eselon IV, III,
dan II di bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi.
5. Setelah empat kebutuhan terdahulu terpenuhi, maka pustakawan barulah dapat melakukan aktualisasi diri
dengan melakukan berbagai kegiatan pengembangan profesi. Pengembangan profesi menuju agen informasi,
ilmuwan, dan pendidik yang prefesional diharapkan dapat memberikan sejumlah umpan balik positif kepada
pustakawan berupa citra positif di masyarakat. Semakin tinggi peradaban manusia, maka kebutuhan akan
aktualisasi diri akan semakin penting.
C. Teori Dua Faktor
Selain Abaraham Maslow, Frederick Herzberg juga mengembangkan teori motivasi yang terkenal dengan teori dua
fakor. Menurut Herzberg terdapat dua faktor yang berbeda, yang menyentuh perilaku manusia dalam tugas
pekerjaannya sehari-hari, yaitu :
Faktor hygiene, yang menyentuh manusia melalui rasa puas dan tidak puas dalam pekerjaannya dalam kaitan dengan
lingkungan kerjanya.
Faktor Motivator, yang menyentuh manusia melaui rasa cinta/senang dan tidak cinta/senang bekerja dan dapat
meningkatkan/menurunkan produktivitas kerja.
mempertahankan tingkat kepuasan kerja. Tetapi jika faktor hygiene ini diturunkan dapat mengakibatkan
menurunnya produktivitas. Faktor hygiene meliputi lingkungan kerja, kebijaksanaan dan administrasi pekerjaan,
pengawasan, kondisi kerja, hubungan antar personal, uang, status, dan keamanan.
Motivator menyentuh rasa kecintaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Faktor ini menyentuh rasa puas
terhadap keberhasilan, kecintaan kepada profesi, pengakuan, memperoleh pengalaman bekerja yang memberi
tantangan dan tanggung jawab. Faktor motivator meliputi pekerjaan itu sendiri, prestasi kerja, pengakuan, tantangan
kerja, peningkatan tanggung jawab, pertumbuhan dan pengembangan.
Faktor hygiene mencerminkan sesuatu yang tidak dapat dipengaruhi secara langsung oleh pustakawan,
melainkan merupakan produk dari institusi yang menaungi pustakawan. Jadi, faktor hygiene merupakan kewajiban
pemerintah untuk memenuhinya. Untuk meminimalkan dampak negative dari faktor hygiene terhadap produktivitas
seorang pustakawan, faktor motivator dapat memberi peran yang cukup besar, karena faktor motivator sesungguhnya
berada dalam diri seorang pustakawan.
Pustakawan harus menjadi pribadi yang dewasa (mature), yang dalam melaksanakan tugas tidak terpengaruh
oleh faktor-faktor hygiene. Jangan sampai karena ketiadaan salah satu faktor hygiene misalnya kesejahteraan kurang
layak menjadikan seorang pustakawan pribadi yang belum dewasa (immature) yang mudah terombang-ambing oleh
perubahan faktor hygiene. Douglas Mc. Gregor mengatakan bahwa faktor hygiene mencerminkan pribadi yang belum
dewasa, sedangkan faktor motivator mencerminkan pribadi yang telah dewasa.
D. Kesimpulan
Teori psikologi manusia dapat menjadi cermin bagi pustakawan sekaligus bagi para pejabat struktural di
lingkungan perpustakaan untuk menjalin kerja sama yang baik. Bagi pustakawan, teori psikologi manusia merupakan
sarana untuk lebih mengenal potensi diri. Potensi diri inilah yang akan sangat berguna dalam menghadapi tantangan
yang kian hari tentu kian berat. Sementara itu, bagi para pejabat strukural dapat memberikan arah guna menghasilkan
kebijakan yang menguatkan potensi pustakawan. Bukan sekedar menyalahkan melainkan memberikan solusi yang
realistis dan kondusif
PENDAHULUAN
Suatu perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya, baik perusahaan yang bergerak dibidang pabrikan
maupun jasa akan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Satu hal yang harus
diperhatikan bersama yaitu bahwa keberhasilan berbagai aktivitas didalam perusahaan dalam mencapai tujuan
bukan hanya tergantung pada pada keunggulan teknologi, dana operasi yang tersedia, sarana ataupun
prasarana yang dimiliki, malainkan juga tergantung pada aspek sumber daya manusia. Faktor sumber daya
manusia ini merupakan elemen yang harus diperhatikan oleh perusahaan, terutama bila mengingat bahwa era
perdagangan bebas akan segera dimulai, dimana iklim kompetisi yang dihadapi akan sangat berbeda. Hal ini
memaksa setiap perusahaan harus dapat bekerja dengan lebih efisien, efektif dan produktif. Tingkat kompetisi
yang tinggi ini akan memacu tiap perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam
lingkungan persaingan yang tinggi yang dalam hal ini berarti perusahaan harus memberikan perhatian pada
aspek sumber daya manusia. Jadi manusia dapat dipandang sebagai faktor penentu karena ditangan
manusialah segala inovasi akan direalisir dalam upaya mewujudkan tujuan perusahaan.
Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang diharapkan organisasi dapat memberikan andil positif
terhadap semua kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuannya, setiap karyawan diharapkan memiliki
motivasi kerja yang tinggi yang diharapkan nantinya akan meningkatkan disiplin kerja yang tinggi. Motivasi
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pihak manajemen bila mereka menginginkan
setiap karyawan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan perusahaan, karena dengan
motivasi, seorang karyawan akan memiliki semangat yang tinggi dalam melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya. Tanpa motivasi, seorang karyawan tidak dapat memenuhi tugasnya sesuai standar atau bahkan
melampaui standar karena apa yang menjadi motif dan motivasinya dalam bekerja tidak terpenuhi. Sekalipun
seorang karyawan memiliki kemampuan operasional yang baik bila tidak memiliki motivasi dalam bekerja,
hasil akhir dari pekerjaannya tidak akan memuaskan
Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar
dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok.
Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur,
maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Kurang pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak
tindakan indisipliner. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak pimpinan sebaiknya memberikan
program orientasi kepada tenaga perawat/bidan yang baru pada hari pertama mereka bekerja, karena
perawat/bidan tidak dapat diharapkan bekerja dengan baik dan patuh, apabila peraturan/prosedur atau
kebijakan yang ada tidak diketahui, tidak jelas, atau tidak dijalankan sebagai mestinya. Selain memberikan
orientasi, pimpinan harus menjelaskan secara rinci peraturan peraturan yang sering dilanggar, berikut rasional
dan konsekwensinya. Demikian pula peraturan/prosedur atau kebijakan yang mengalami perubahan atau
diperbaharui, sebaiknya diinformasikan kepada staf melalui diskusi aktif.
Tindakan disipliner sebaiknya dilakukan, apabila upaya pendidikan yang diberikan telah gagal, karena tidak
ada orang yang sempurna. Oleh sebab itu, setiap individu diizinkan untuk melakukan kesalahan dan harus
belajar dari kesalahan tersebut. Tindakan indisipliner sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang bijaksana
sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku menurut tingkat pelanggaran dan klasifikasinya
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam materi mengenai Disiplin Kerja pada Mata
Kuliah manajemen Sumber Daya lanjutan.
BAB II
DISIPLIN KERJA
A. Pengertian
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manager untuk berkomunikasi dengan karyawan
agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatakan
kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma social yang
berlaku. Sebagai contoh, beberapa karyawan terbiasa terlambat untuk bekerja, mengabaikan prosedur
keselamatan, melalaikan pekerjaan detail yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, tindakan yang tidak sopan
ke pelanggan, atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi,
terutama pada peringatan yang bersifat spesifikterhadap karyawan yang tidak mau berubah sifat dan
perilakunya. Penegakan disiplin karyawan biasanya dilakukan oleh penyelia. Sedangkan kesadaran adalah
sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya.
Sehingga seorang karyawan yang dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan
konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya.
Dalam kaitannya dengan disiplin kerja, Siswanto (1989) mengemukakan disiplin kerja sebagai suatu sikap
menghormati, menghargai patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak menerima sanksi-sanksi apabila ia
melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Sementara itu, Jerry Wyckoff dan Barbara C.
Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses bekerja yang mengarah kepada ketertiban dan
pengendalian diri.
Dari beberapa pengertian yang diungkapkan di atas tampak bahwa disiplin pada dasarnya merupakan tindakan
manajemen untuk mendorong agar para anggota organisasi dapat memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan
yang berlaku dalam suatu organisasi, yang di dalamnya mencakup: (1) adanya tata tertib atau ketentuan-
ketentuan; (2) adanya kepatuhan para pengikut; dan (3) adanya sanksi bagi pelanggar
Pada bagian lain, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) menyebutkan bahwa disiplin kerja adalah
kesadaran, kemauan dan kesediaan kerja orang lain agar dapat taat dan tunduk terhadap semua peraturan dan
norma yang berlaku, kesadaaran kerja adalah sikap sukarela dan merupakan panggilan akan tugas dan
tanggung jawab bagi seorang karyawan. Karyawan akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan
baik dan bukan mematuhi tugasnya itu dengan paksaan. Kesediaan kerja adalah suatu sikap perilaku dan
perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai seorang karyawan. Karyawan harus memiliki
prinsip dan memaksimalkan potensi kerja, agar karyawan lain mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa
disiplin dalam bekerja.
Menurut Wayne Mondy dan Robert M. Noe (1990) disiplin adalah status pengendalian diri seseorang
karyawan, sebagai tanda ketertiban dan kerapian dalam melakukan kerjasama dari sekelompok unit kerja di
dalam suatu organisasi (someone status selfcontrol as orderliness sign order and accuration in doing
cooperation from a group of unit work in a organization)
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu perusahaan. Menurut
Gouzali Saydam (1996:202), faktor-faktor tersebut antara lain:
Disiplin Retributif (Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah
Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu karyawan mengoreksi perilakunya yang
tidak tepat.
Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama
tindakan-tindakan disipliner.
Prespektif Utilitarian (Utilitarian Prespective), yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada sat
kosekuensi-kosekuensi tindakan disiplin melibihi dampak-dampak negatifnya.
Jackclass (1991) membedakan disiplin dalan dua kategori, yaitu self dicipline dan social dicipline. Self
dicipline merupakan disiplin pribadi karyawan yang tercermin dari pribadinya dalam melakukan tugas kerja
rutin yang harus dilaksanakan, sedangkan social dicipline adalah pelaksanaan disiplin dalam organisasi secara
keseluruhan.
Menurut Daniel M. Colyer. 1991), disiplin pada umumnya termasuk dalam aspek pengawasan yang sifatnya
lebih keras dan tegas (hard and coherent). Dikatakan keras karena ada sanksi dan dikatakan tegas karena
adanya tindakan sanksi yang harus dieksekusi bila terjadi pelanggaran.
Terdapat dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu : (1) disiplin preventif dan (2) disiplin korektif (Sondang
P. Siagaan, 1996). Disiplin preventif adalah tindakan yang mendorong para karyawan untuk taat kepada
berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan
penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan prilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi, untuk
mencegah jangan sampai para karyawan berperilaku negatif. Keberhasilan penerapan pendisiplinan karyawan
(disiplin preventif) terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Dalam hal ini terdapat tiga hal yang
perlu mendapat perhatian manajemen di dalam penerapan disiplin pribadi, yaitu :
Triguno (2000) menyebutkan bahwa tujuan pokok dari pendisiplinan preventif adalah untuk mendorong
karyawan agar memiliki disiplin pribadi yang tinggi, agar peran kepemimpinan tidak terlalu berat dengan
pengawasan, yang dapat mematikan prakarsa, kreativitas serta partisipasi sumber daya manusia.
1. Para anggota organisasi perlu didorong, agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara
logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya.
2. Para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang
harus dipenuhi. Penjelasan dimaksudkan seyogyanya disertai oleh informasi yang lengkap mengenai
latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif.
3. Para karyawan didorong, menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam rangka ketentuan-
ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
Disiplin korektif adalah upaya penerapan disiplin kepada karyawan yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran
atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan dan kepadanya
dikenakan sanksi secara bertahap. Horald D. Garret. (1994) menyebutkan bahwa bila dalam instruksinya
seorang karyawan dari unit kelompok kerja memiliki tugas yang sudah jelas dan sudah mendengarkan masalah
yang perlu dilakukan dalam tugasnya, serta pimpinan sudah mencoba untuk membantu melakukan tugasnya
secara baik, dan pimpinan memberikan kebijaksanaan kritikan dalam menjalankan tugasnya, namun seseorang
karyawan tersebut masih tetap gagal untuk mencapai standar kriteria tata tertib, maka sekalipun agak enggan,
maka perlu untuk memaksa dengan menggunakan tindakan korektif, sesuai aturan disiplin yang berlaku.
Tindakan sanksi korektif seyogyanya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang paling ringan hingga yang
paling berat. Sayles dan Strauss menyebutkan empat tahap pemberian sanksi korektif, yaitu: (1) peringatan
lisan (oral warning), (2) peringatan tulisan (written warning), (3) disiplin pemberhentian sementara (discipline
layoff), dan (4) pemecatan (discharge).
Di samping itu, dalam pemberian sanksi korektif seyogyanya memperhatikan tiga hal berikut: (1) karyawan
yang diberikan sanksi harus diberitahu pelanggaran atau kesalahan apa yang telah diperbuatnya; (2) kepada
yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri dan (3) dalam hal pengenaan sanksi terberat, yaitu
pemberhentian, perlu dilakukan wawancara keluar (exit interview) pada waktu mana dijelaskan antara lain,
mengapa manajemen terpaksa mengambil tindakan sekeras itu.
Burack (1993) mengingatkan bahwa pemberian sanksi korektif yang efektif terpusat pada sikap atau perilaku
seseorang dalam unit kelompok kerja yang melakukan kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja dan bukan
karena kepribadiannya.
Untuk itu, dalam penerapan sanksi korektif hendaknya hati-hati jangan sampai merusak seseorang maupun
suasana organisasi secara keseluruhan. Dalam pemberian sanksi korektif harus mengikuti prosedur yang benar
sehingga tidak berdampak negatif terhadap moral kerja anggota kelompok. Ada beberapa pengaruh negatif
bilamana tindakan sanksi korektif dilakukan secara tidak benar, yaitu: (1) disiplin manajerial, (2) disiplin tim,
(3) disiplin diri. (Robert F. Hopkins, 1996). Pengaruh negatif atas penerapan tindakan sanksi korektif yang
tidak benar akan berpengaruh terhadap kewibawaan manajerial yang akan jadi menurun, demikian juga dalam
tindakan sanksi korektif dalam tim yang tidak benar dapat berakibat terhadap kurangnya partisipasi karyawan
terhadap organisasi, dimana kerja tim akan menjadi tidak bersemangat dalam melaksanakan tugas kerja
samanya, dan menjadi tercerai berai karena kesalahan tindakan disiplin tim.
Terdapat tiga konsep dalam pelaksanaan tindakan disipliner: aturan tungku panas (hot stove rule),
tindakan disiplin progresif, (progressive discipliner), dan tindakan disiplin positif (positive discipliner).
Pendekatan-pendekatan aturan tungku panas dan tindakan disiplin progresif berfokus pada perilaku masa lalu.
Sedangkan pendekatan disiplin positif berorientasi ke masa yang akan datang dalam bekerja sama dengan para
karyawan untuk memecahkan masalah-masalah sehingga masalah itu tidak akan timbul lagi.
Pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner disebut sebagai aturan tungku panas (hot stove rule).
Menurut pendekatan ini, tindakan disipliner haruslah memiliki konsekuensi yang analog dengan menyentuh
sebuah tungku panas:
Membakar dengan segera. Jika tindakan disipliner akan diambil, tindakan itu harus dilaksanakan
segera sehingga individu memahami alas an tindakan tersebut. Dengan berlalunya waktu, orang
memiliki tendensi meyakinkan mereka sendiri bahwa dirinya tidak salah yang cenderung
sebagian menghapuskan efek-efek disipliner yang terdahulu.
Memberi peringatan. Hal ini penting untuk memberikan peringatan sebelumnya bahwa hukuman
akan mengikuti perilaku yang tidak dapat diterima. Pada saat seseorang bergerak semakin dekat
dengan tungku panas, maka diperingatkan oleh panasnya tungku tersebut bahwa mereka akan
terbakar juka mereka menyentuhnya, dan oleh karena itu ada kesempatan menghindari terbakar
jika mereka memilih demikian.
Memberikan hukuman yang konsisten. Tindakan disipliner haruslah konsisten ketika setiap orang
yang melakukan tindakan yang sama akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Seperti
pada tungku panas, dan pada periode waktu yang sama, akan terbakar pada tingkat yang sama
pula. Disiplin yang konsisten berarti :
- Setiap karyawan yang terkena hukuman disiplin harus menerimanya/menjalaninya.
- Setiap karyawan yang melakukan pelanggaran yang sama akan mendapatkan ganjaran
disiplin yang sama.
Meskipun pendekatan tungku panas memiliki beberapa kelebihan, pendekatan ini juga memiliki
kelemahan-kelemahan. Jika keadaan yang mengelilingi semua situasi disipliner adalah sama, tidak aka nada
masalah dengan pendekatan ini. Meskipun begitu, situasi-situasi sering sungguh berbeda, dan banyak variable
yang mungkin ada dalam setiap kasus disipliner individu. Sebagai contoh, apakah organisasi menghukum
karyawan yang loyal dan telah bekerja selama dua puluh tahun sama dengan individu yang baru bekerja selama
satu bulan ? Dengan demikian, penyelia sering menjumpai bahwa ia tidak mampu bersikap konsisten dan
impersional dalam mengambil tindakan disipliner. Karena situasi berbeda-beda, tindakan disipliner progresif
mungkin lebih realistik dan lebih menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan.
Tindakan disiplin progresif (progressive discipliner) dimaksudkan untuk memastikan bahwa terdapat
hukuman minimal yang tepat terhadap setiap pelanggaran. Tujuan tindakan ini adalah membentuk program
disiplin yang berkembang mulai dari hukuman yang ringan hingga yang sangat keras. Disiplin progresif
dirancang untuk memotivasi karyawan agar mengoreksi kekeliruannya secara sukarela. Penggunaan tindakan
ini meliputi serangkaian pertanyaan mengenai kerasnya pelanggaran. Manajer hendaknya mengajukan
pertanyaan-pertanyaan ini secara berurutan untuk menentukan tindakan.
Pedoman-pedoman
yang dianjurkan
untuk tindakan
disiplinerbagi pelanggaran-pelanggaran yang membutuhkan pertama: suatu peringatan lisan, kedua: suatu
peringatan tertulis, dan ketiga: terminasi.
Kegagalan melapor kerja satu atau dua hari berturut-turut tanpa adanya pemberitahuan.
Dalam contoh ini, seorang karyawan yang tidak hadir tanpa izin akan mendapatkan peringatan lisan
pada saat pertama kali hal ini terjadi dan peringatan tertulis untuk yang kedua kalinya; yang ketiga kalinya,
karyawan akan diberhentikan. Perkelahian di tempat kerja adalah suatu pelanggaran yang biasanya berakibat
pemberhentian dengan segera. Bagaimanapun, pedoman spesifik untuk berbagai pelanggaran haruslah disusun
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi. Sebagi contoh, merokok di daerah yang terlarang dapat
menjadi dasar bagi pemecatan langsung didalam perusahaan-perusahaan yang mudah terbakar atau meledak.
Di lain pihak, pelanggaran yang sama mungkin tidak begitu serius di dalam sebuah pabrik yang menghasilkan
produk-produk beton. Pada dasarnya hukuman haruslah tepat untuk memusatkan perhatian pada kerasnya
pelanggaran.
Dlam banyak situasi, hukuman tidaklah memotivasi karyawan mengubah suatu perilaku. Namun,
hukuman hanya mengejar seseorang agar takut atau membenci alikaso hukuman yang dijatuhkan penyelia.
Penakanan pada hukuman ini dapat mendorong para karyawan untuk menipu penyelia mereka daripada
mengoreksi tindakan-tindakannya. Tindakan disipliner positif dimaksudkan untuk menutupi kelemahan tadi,
yaitu mendorong karyawan memantau perilaku-perilaku mereka sendiri dan memikul tanggung jawab atas
konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan mereka. Disiplin posirif bertumpukan pada konsep bahwa
para karyawan mesti memikul tanggung jawab atas tingkah laku pribadi mereka dan persyaratan-persyaratan
pekerjaan.
Prasyarat yang perlu bagi disiplin positif adalah pengkonsumsikan persyaratan-persyaratan pekerjaan
dan peraturan-peraturan kepada para karyawan. Setiap orang mesti mengetahui, pada saat diangkat jadi
pegawai dan seterusnya, apa yang diharapkan oleh penyelia dan manajemen. Standar-standar kinerja
hendaklah wajar, dapat dicapi dengan upaya yang masuk akal, dan konsisten dari satu pekerjaan ke pekerjaan
lainnya. Penyelia seyogyanya mengkonsumsikan jenis perilaku karyawan yang diharapkan daripada sekedar
membeberkan daftar larangan yang berlimpah.
Tindakan disiplin positif adalah serupa dengan disiplin progresif dalam hal bahwa tindakan ini juga
menggunakan serentetan langkah yang akan meningkatkan urgensi dan kerasnya hukuman sampai langkah
terakhir, yakni pemecatan. Sungguhpun begitu, disiplin positif mengganti hokum yang digunakan dalam
disiplin progresif dengan sesi-sesi konseling antara karyawan dan penyelia. Sesi-sesi ini dimaksudkan agar
karyawan belajar dari kekeliruan-kekeliruan silam dan memulai rencana untuk membuat suatu perubahan
positif dalam perilakunya. Alih-alih tergantung pada ancaman-ancaman dan hukuman-hukuman, penyelia
memakai keahlian-keahlian konseling untuk memotivasi para karyawan supaya berubah. Alih-alih
menimpakan kesalahan pada karyawan, penyelia menekankan pemecahan masalah secara koboratif.
Pelanggaran kerja adalah setiap ucapan, tulisan, perbuatan seorang pegawai yang melanggar peraturan
disiplin yang telah diatur oleh pimpinan organisasi.
Sedangkan sanksi pelanggaran adalah hukuman disiplin yang dijatuhkan pimpinan organisasi kepada
pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur pimpinan organisasi.
Ada beberapa tingkat dan jenis sanksi pelanggaran kerja yang umumnya berlaku dalam suatu oranisasi
yaitu:
Teguran lisan,
Teguran tertulis,
Penurunan gaji,
Penurunan pangkat,
Pemberhentian,
Pemecatan.
1) Standar disiplin
Beberapa standar dasar disiplin berlaku bagi semua pelanggaran aturan, apakah besar atau kecil. Semua
tindakan disipliner perlu mengikuti prosedur minimum; aturan komunikasi dan ukuran capaian. Tiap
karyawan dan penyelia perlu memahami kebijakan perusahaan serta mengikuti prosedur secara penuh.
Karyawan yang melanggaran aturan diberi kesempatan untuk memperbaiki perilaku mereka. Para
manajer perlu mengumpulkan sejumlah bukti untuk membenarkan disiplin. Bukti ini harus secara hati-
hati didokumentasikan sehingga tidak bias untuk diperdebatkan. Sebagai suatu model bagaimana
tindakan disipliner harus diatur adalah:
Apabila seorang karyawan melakukan suatu kesalahan, maka karyawan harus konsekuen terhadap
aturan pelanggaran;
Apabila tidak dilakukan secara konsekuen berarti karyawan tersebut melecehkan peraturan yang telah
ditetapkan;
Ke dua hal di atas akan berakibat pemutusan hubungan kerja dan karyawan harus menerima hukuman
tersebut.
Jika pencatatan tidak adil/syah menurut undang-undang atau pengecualian ketenagakerjaan sesuka hati.
Untuk itu pengadilan memerlukan bukti dari pemberi kerja untuk membuktikan sebelum karyawan
ditindak. Standar kerja tersebut dituliskan dalam kontrak kerja.
Menurut Alex S. Nitisemito (1984:119-123) ada beberapa hal yang dapat menunjang keberhasilan dalam
pendisiplinan karyawan yaitu:
a. Ancaman
Dalam rangka menegakkan kedisiplinan kadang kala perlu adanya ancaman meskipun ancaman yang
diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, tetapi lebih bertujuan untuk mendidik supaya bertingkah
laku sesuai dengan yang
kita harapkan.
b. Kesejahteraan
Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi perlu kesejahteraan yang
cukup yaitu besarnya upah yang mereka terima, sehingga minimal mereka dapat hidup secara layak.
c. Ketegasan
Jangan sampai kita membiarkan suatu pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan atau membiarkan
pelanggaran tersebut berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
d. Partisipasi
Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi maka para karyawan akan merasa bahwa peraturan tentang
ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.
Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktek, maka kedisiplinan hendaknya dapat menunjang
tujuan perusahaan serta sesuai dengan kemampuan dari karyawan.
f. Keteladanan Pimpinan
Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan sehingga keteladanan pimpinan
harus diperhatikan.
Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan disiplin kerja secara
tepat. Jika karyawan melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu sering terlambat atau membolos kerja,
berkelahi, tidak jujur atau bertingkah laku lain yang dapat merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus
turun tangan. Kesalahan semacam itu harus dihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkah laku seperti
itu tidak terulang.
Hukuman harus dijatuhkan sesegera mungkin setelah terjadi pelanggaran Jangan sampai terlambat, karena
jika terlambat akan kurang efektif.
d. Disiplin Harus Didahului Peringatan Dini
Dengan peringatan dini dimaksudkan bahwa semua karyawan hams benar-benar tahu secara pasti tindakan-
tindakan mana yang dibenarkan dan mana yang tidak.
Konsisten artinya seluruh karyawan yang melakukan pelanggaran akan diganjar hukuman yang sama. Jangan
sampai terjadi pengecualian, mungkin karena alasan masa kerja telah lama, punya keterampilan yang tinggi
atau karena mempunyai hubungan dengan atasan itu sendiri.
Seorang atasan sebaiknya jangan menegakkan disiplin dengan perasaan marah atau emosi. Jika ada perasaan
semacam ini ada baiknya atasan menunggu beberapa menit agar rasa marah dan emosinya reda sebelum
mendisiplinkan karyawan tersebut. Pada akhir pembicaraan sebaiknya diberikan suatu pengarahan yang
positif guna memperkuat jalinan hubungan antara karyawan dan atasan.
Hukuman itu setimpal artinya bahwa hukuman itu layak dan sesuai dengan tindak pelanggaran yang
dilakukan. Tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat. Jika hukuman terlalu ringan, hukuman itu akan
dianggap sepele oleh pelaku pelanggaran dan jika terlalu berat mungkin akan menimbulkan kegelisahan dan
menurunkan prestasi.
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Seorang yang beberapa kebutuhannya
tidak terpenuhi secara umum akan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya terlebih
dahulu.
Misalnya, seorang yang kekurangan makanan, keselamatan, dan cinta biasanya akan mencari makanan terlebih dahulu
daripada mencari cinta.
Kebutuhan fisiologis hal yang penting untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam kebutuhan
fisiologis, yaitu kebutuhan akan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi,
kebutuhan eliminasi urin dan fekal, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan tempat tinggal, kebutuhan temperatur,
serta kebutuhan seksual. Penting untuk mempertahankan kebutuhan tersebut guna kelangsungan hidup manusia.
Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya / kecelakaan. Kolcaba
(1992, dalam Potter & Perry, 2006) mengungkapkan kenyamanan / rasa nyaman adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang
melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas,
dan makna kehidupan).
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi,
temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah keselamatan dan rasa aman dari berbagai
aspek, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas,
kecelakaan dan infeksi, bebas dari rasa takut dan cemas, serta bebas dari ancaman keselamatan dan psikologi pada
pengalaman yang baru atau tidak dikenal.
Keracunan
1. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri sendiri dari kecelakaan
2. Menjaga keselematan klien yang gelisah selama berada di tempat tidur
3. Menjaga keselamatan klien dari infeksi dengan mempertahankan tehnik aseptik
4. Menjaga keselamatan klien yang dibawa dengan kursi roda.
Menghindari kecelakaan:Mengunci roda kereta dorong saat berhenti, tempat tidur dalam keadaan rendah dan ada
penghalang pada pasien yang gelisah,bel berada pada tempat yang mudah dijangkau, kereta dorong ada
penghalangnya.
5. Mencegah kecelakaan pada pasien yang mengunakan alat listrik misal;suction, kipas angin, dan lain-lain.
6. Mencegah kecelakaan pada klien yang menggunakan alat yang mudah meledak seperti; tabung oksigen
7. Memasang label pada obat, botol,dan obat-obatan yang mudah terbakar
8. Melindungi semaksimal mungkin klien dari infeksi nosokomial seperti penempatan klien terpisah antara infeksi dan
non-infeksi
9. Mempertahakn ventilasi dan cahaya yg adekuat
1. Mencegah terjadinya kebakaran akibat pemasangan alat bantu penerangan
11. Mempertahankan kebersihan lantai ruangan dan kamar mandi
12. Menyiapkan alat pemadam kebakaran dalam keadaan siap pakai dan mampu menggunakannya
13. Mencegah kesalahan prosedur ; identitas klien harus jelas.
3) Kebutuhan Rasa Cinta, Memiliki, dan Dimiliki (Love and Belonging Needs)
Manusia pada umumnya membutuhkan perasaan bahwa mereka dicintai oleh keluarga mereka dan diterima
oleh teman sebaya dan masyarakat. Kebutuhan ini secara umum meningkat setelah kebutuhan fisiologis dan
keselamatan terpenuhi hanya pada saat individu merasa selamat dan aman, mereka mempunyai waktu dan energi
untuk mencari cinta dan rasa memiliki serta untuk membagi cinta tersebut dengan orang lain. Kebutuhan ini meliputi
memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain, kehangatan,
persahabatan, serta mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok dan lingkungan sosialnya.
Harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki
kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Kebutuhan ini meliputi perasaan tidak bergantung pada orang
lain, kompeten, serta penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kebutuhan ini meliputi kemampuan untuk dapat mengenal diri dengan baik (mengenal dan memahami
potensi diri), belajar memenuhi kebutuhan sendiri sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif,
serta mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya.
a. Gambaran diri
Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar (Stuart dan Sundeen, 1991). Sikap tersebut
mencakup: persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa
lalu. Setiap perubahan tubuh akan berpengaruh terhadap kehidupan individu. Gambaran diri berhubungan
erat dengan kepribadian,cara individu memandang diri berdampak penting pada apek pisikologinya,individu yang
berpandangan realistik terhadap diri,menerima,menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman,terhindar dari rasa
cemas,dan meningkatkan harga diri individu yang stabil,realistis dan konsisten terhadap gambaran diri akan memiliki
kemampuan yang mantap terhadap realisasi sehingga memacu sukses dalam hidup.
b. Ideal Diri
Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standart pribadi (Stuart dan Sundeen,
1991). Standart tersebut berhubungan dengan tipe orang, tentang yang di inginkan, sejumlah aspirasi, cita-cita,nilai
yang ingin di capai. Ideal diri berpengaruh terhadap perwujudan dan cita-cita,harapan pribadi berdasarkan norma
social (keluarga, budaya) dan kepada siapa ia ingin lakukan.
c. Harga Diri
Pengertian harga diri secara bahasa adalah kehormatan-diri, orang yang memiliki harga diri bagus adalah
orang yang mengalami hubungan yang positif, punya perasaan positif, serta penilaian yang bagus terhadap dirinya
(self concept), sehingga akan melahirkan sikap dan tindakan yang positif, terpuji dan terhormat.
d. Peran
Peran merupakan pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang di harapkan dari seseorang berdasarkan posisinya
di masyarakat. Peran yang baik adalah peran yang tak menyalahi aturan yang benar, memenuhi kebutuhan dan sinkron
dengan ideal diri.
e. Identitas
Menurut Stuart dan Sundeen (1991), identitas adalah kesadaran akan diri yang bersumber dari obsesi dan
penilaian yang merupakan sistesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh
a. Memandang diri berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.
b. Memiliki kemandirian, mengerti dan percaya diri, yang timbul dari perasaan berharga, berkemampuani suatu
kesela dan dapat menguasai diri.
c. Mengenal diri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain .
g. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
1. Penyakit.
Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis
maupun psikologis, karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari
biasanya.
2. Hubungan Keluarga.
Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya,
merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain.
3. Konsep Diri.
Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan makna
dan keutuhan bagi seseorang. Konsep diri yang sehat menghasilkan perasaan positif tentang diri. Orang yang merasa
positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang
sehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
4. Tahap Perkembangan.
Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut
memiliki kebutuhan dasar yang berbeda, baik kebutuhan psikologis, biologis, sosial, maupun spiritual, mengingat
berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.