Anda di halaman 1dari 3

Melakukan Sampling dengan Metode Judgement

Judgement sampling (purposive sampling) adalah teknik penarikan sampel yang


dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi
target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Bedanya, jika
dalam sampling stratifikasi penarikan sampel dari setiap subpopulasi dilakukan
dengan acak, maka dalam sampling kuota, ukuran serta sampel pada setiap sub-
sub populasi ditentukan sendiri oleh peneliti sampai jumlah tertentu tanpa acak.

Purposive sampling digunakan dalam kasus di mana spesialisasi otoritas dapat


memilih sampel lebih representatif yang dapat membawa hasil yang lebih akurat
dibandingkan dengan menggunakan teknik non-probability sampling lainnya.
Proses ini tidak melibatkan objek apapun, namun sengaja dipilih oleh masing-
masing individu dari populasi berdasarkan otoritas atau kewenangan peneliti dan
penilaian. Menurut Nurhayati (2008), ciri-ciri dari non probability sampling ini
adalah setiap anggota populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk
terpilih sebagai sampel, sifatnya subyektif, bias (kekeliruan) tidak dapat
diperkirakan besarnya, tidak dapat digunakan untuk estimasi parameter.

Desain judgemental sampling biasanya digunakan ketika sejumlah individu


memiliki sifat yang menarik. Desain ini merupakan satu-satunya teknik sampling
yang tepat dalam memperoleh informasi dari populasi yang sangat spesifik.
Judgement sampel juga biasa digunakan untuk mendapatkan informasi baru yang
representatif.

Adapun kelemahan pengambilan sampel dengan menggunakan metode sampling


ini adalah berhubungan dengan otoritas dan proses pengambilan sampel.
Keduanya saling berhubungan dengan kemampuan masing-masing individu dan
adanya bias yang menyertai teknik sampling ini. Sayangnya, belum ada cara untuk
mengevaluasi keandalan praktek para ahli atau otoritas. Cara terbaik untuk
menghindari kesalahan sampling adalah memilih yang terbaik dan otoritas
(kewenangan) yang paling berpengalaman.
Ketika datang ke proses sampling, biasanya bias terjadi karena tidak adanya
pengacakan yang digunakan dalam memperoleh sampel . Hal yang perlu
diperhatikan bahwa antar anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama
untuk terpilih. Konsekuensi dari hal tersebut adalah terjadi kekeliruan dari seluruh
populasi yang kemudian akan membatasi generalisasi dari hasil penelitian.

Menurut Nurhayati (2008), Penetapan besarnya ukuran sampel dapat dilakukan


apabila diketahui batas atas kesalahan pendugaan dan atas dasar informasi
keragaman dari anggota penyusun populasi dan tingkat ketelitian yang diinginkan.
Semakin besar keragaman dari anggota populasi maka semakin besar ukuran
sampel yang diperlukan, agar semakin banyak informasi yang dapat terambil.
Penarikan sampel yang berulang-ulang biasanya menghasilkan besaran suatu
karakteristik populasi yang berbeda-beda antar satu sampel ke sampel lainnya.
Dalam hal ini, standard error yang mencerminkan keheterogenan atau peluang
munculnya perbedaan dari satu sampel dengan sampel yang lain karena
perbedaan anggota yang terpilih dari berbagai sampel tersebut.

Contoh kasus penggunaan metode judgement sampling adalah sebagai berikut:


Penentuan lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu pada sentra
budidaya rumput laut di perairan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Provinsi
Sulawesi Tengah, Pengambilan sampel pada populasi yang tidak berdistribusi
normal misalnya populasi homogen maka jumlah sampel yang diperlukan 1% saja
sudah bisa mewakili. Jumlah pembudidaya rumput laut di Desa Lalombi sebanyak
60 orang pembudidaya yang masih aktif, responden dari pembudidaya diambil
sebanyak 6 orang dan 2 orang dari instansi terkait jadi keseluruhan responden
sebanyak 8 orang dengan penentuan responden yang dilakukan dengan
menggunakan metode judgement sampling. Waktu Penelitian berlangsung
selama 2 bulan dari bulan Februari sampai dengan Maret 2013. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan kajian pustakan dan Kajian lapangan. Data
dan informasi yang diambil antara lain deskripsi usaha, kegiatan usaha dan profil
pembudidaya. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan secara
keseluruhan usaha budi daya rumput laut termasuk kondisi lingkungan internal
dan eksternal yang sedang dialami oleh pembudidaya. Hasil identifikasi faktor
lingkungan internal dan eksternal usaha budidaya rumput laut di Banawa Selatan
selanjutnya dievaluasi dengan matriks IFE dan matriks EFE. Hasil evaluasi matrik
IFE dan EFE selanjutnya dipetakan menurut matriks IE untuk melihat posisi usaha
dalam suatu diagram. Untuk mempermudah perumusan alternatif strategi dan
strategi yang paling menarik bagi pengembangan usaha budidaya rumput laut di
Banawa selatan digunakan matriks SWOT dan matriks QSP.

Anda mungkin juga menyukai