Anda di halaman 1dari 11

PEMBAGIAN WARISAN

Pertanyaan Dari:
Siti Aminah, Jl. Kaliurang Yogyakarta
(disidangkan pada Jumat, 19 Rabiul Akhir 1429 H / 25 April 2008 M)

Pertanyaan:

Saya SA, suami saya ZP meninggal dunia pada Oktober 2007. Saya adalah isteri kedua,
menikah dengan beliau pada tahun 1980. Dikaruniai seorang anak perempuan FZ.
Sebelum menikah dengan saya, beliau telah menikah dengan seorang perempuan
bernama MS, yang meninggal dunia pada tahun 1977. Dari perkawinan ini dikaruniai lima
orang anak, yang pertama laki-laki bernama DZ, yang kedua laki-laki bernama SZ, yang
ketiga perempuan bernama MZ, yang keempat laki-laki bernama AZ, dan yang kelima laki-
laki bernama NZ.
Semua anak-anak almarhum baik dari perkawinan dengan isteri pertama maupun dengan
saya sudah menikah atau berkeluarga. Namun DZ anak pertama beliau sudah meninggal pada
tahun 2003 dan meninggalkan seorang isteri dan dua orang anak perempuan.
Alhamdulillah dalam kehidupan kami cukup harmonis baik dengan almarhum suami,
maupun dengan anak-anak beliau dan anak kami sendiri. Nyaris tidak terasa ada ibu tiri, anak
tiri, dan saudara lain ibu.
Saat kami menikah, almarhum sudah memiliki rumah yang kami tempati sekarang
seorang diri (hanya dengan seorang pembantu). Rumah tersebut dibangun selama perkawinan
dengan isteri pertama.
Di saat kami menikah almarhum juga mempunyai tabungan sebesar Rp. 10.000.000,-
yang kemudian tabungan itu selalu bertambah, dan pada tahun 1985 almarhum membeli tanah
seharga Rp. 15.000.000,-. Pada tahun 1995 di atas tanah itu oleh almarhum dibangun sebuah
rumah dan dilengkapi dengan perabotnya. Rumah ini sekarang kami sewakan. Pada saat
meninggal beliau juga meninggalkan tabungan sebesar Rp. 20.000.000,-. Selain itu almarhum
juga memiliki sawah dan kebun warisan di kampung halamannya. Luas sawah kurang lebih
3.000 m2, sedangkan kebunnya kurang lebih 4.000 m2.
Kami semua sepakat untuk membagi harta warisan secara Islam. Mohon dijelaskan cara
pembagiannya. Termasuk untuk isteri dan anak dari DZ yang telah meninggal terlebih dahulu.
Saya sekarang masih menerima pensiun janda, apakah juga termasuk harta waris yang harus
dibagi? Terimakasih.

Jawaban:

Untuk menjawab pertanyaan yang saudara ajukan, perlu kiranya kami susun sistematika
jawaban sebagai berikut agar lebih mudah untuk dipahami dan akan sangat membantu dalam
menentukan jumlah kekayaan ZP (suami) yang diwariskan dan siapa saja pewarisnya.
A. Penyelesaian harta peninggalan MS (isteri pertama) secara Islam.
B. Kedudukan cucu bersama keberadaan anak-anak.
C. Kedudukan isteri dari DZ (anak pertama yang meninggal sebelum ZP) atau Menantu dari
ZP.
D. Status gaji pensiun, apakah termasuk harta waris atau bukan.
E. Pembagian harta warisan ZP secara Islam.
A. Penyelesaian Harta Peninggalan MS (Isteri Pertama) secara Islam
Dengan meninggalnya MS, secara hukum akan terjadi peristiwa pewarisan, yang
diwarisi adalah harta MS dan pewarisnya adalah suami dan anak-anaknya. Harta MS
terdiri dari:
1. Harta bawaan, yakni harta milik MS yang diperoleh atau dimiliki sebelum perkawinan
dengan ZP, dan harta yang diperoleh sebagai hadiah dan warisan.
2. Separoh dari harta bersama dengan ZP, yakni harta yang didapatkan oleh ZP dan MS
semenjak akad perkawinan dilangsungkan sampai dengan akhir hayat MS. Ketentuan
ini didasarkan kepada pasal 96 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi:
Apabila terjadi cerai mati maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang
hidup lebih lama. Dengan ketentuan tersebut ZP memperoleh separuh harta bersama,
sedang separuhnya lagi adalah menjadi harta MS yang kemudian akan menjadi bagian
dari harta peninggalan yang akan diwarisi oleh ahli warisnya.
Jadi keseluruhan harta peninggalan MS adalah separuh harta bersama dengan ZP
ditambah dengan harta bawaan jika ada.
Sebelum harta dibagikan kepada ahli waris terlebih dahulu digunakan untuk biaya
perawatan jenazah seperti biaya untuk membeli kain kafan, ongkos menggali kuburan dan
lain-lain, membayar hutang jika MS mempunyai hutang, baik hutang kepada Allah SWT
seperti zakat yang belum terbayar, nadzar yang belum terlaksana dan sebagainya maupun
hutang kepada sesama; dan untuk menunaikan wasiat jika MS pernah berwasiat selama
hidupnya. Allah SWT berfirman:






Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. [QS. an-Nisa (4):
12]
Setelah harta peninggalan dikurangi dengan biaya-biaya perawatan jenazah dan
selainnya seperti yang telah disebutkan di atas, maka langkah selanjutnya adalah
membagikannya kepada ahli waris, yang dalam hal ini yaitu: ZP sebagai suami serta DZ,
SZ, MZ, AZ, dan NZ sebagai anak-anaknya. Dapat digambarkan dengan diagram sebagai
berikut:

ZP MS

DZ SZ MZ AZ NZ

Cara Pembagian:
1. Suami (ZP) mendapatkan dari seluruh harta waris yang ditinggalkan MS,
berdasarkan firman Allah SWT di dalam QS. an-Nisa (4): 12 seperti tersebut di atas.
2. Sisanya yaitu dari harta waris yang ditinggalkan MS dibagikan kepada lima orang
anaknya dengan ketentuan bagian untuk seorang anak laki-laki sama dengan bagian
untuk dua orang anak perempuan, atau dengan kata lain bagian seorang anak laki-laki
dua kali bagian seorang anak perempuan. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah di
dalam QS. an-Nisa (4): 11.



Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian waris untuk) anak-
anakmu, yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan. [QS. an-Nisa (4): 11]
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa:
a. Bagian untuk empat orang anak laki-laki adalah 4x2=8
b. Bagian untuk seorang anak perempuan adalah 1x1=1
Jumlah =9
Untuk menetapkan bagian masing-masing dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagian untuk empat orang anak laki-laki adalah 8/9 x (sisa dari harta waris
peninggalan MS). Jadi bagian untuk setiap anak laki-laki adalah x bagian empat
orang anak laki-laki.
2) Sedangkan bagian untuk seorang anak perempuan adalah 1/9 x (sisa dari harta
waris peninggalan MS).

Contoh Pembagian:
1. Seandainya harta bawaan MS (baik berupa tanah, kebun, uang tabungan dan lain-lain)
sebesar Rp. 120.000.000,-.
2. Seandainya harta bersama, yang dari pertanyaan dapat diketahui berupa:
a. Rumah yang saat ini ditempati oleh SA, misalnya seharga Rp. 120.000.000,-, yang
berarti separohnya untuk MS sebesar Rp. 60.000.000,-.
b. Tabungan sebesar Rp. 10.000.000,-, yang berarti separohnya untuk MS sebesar
Rp. 5.000.000,-.
Jadi, jumlah separoh harta bersama yang menjadi bagian MS sebesar Rp. 65.000.000,-,
sama dengan bagian ZP sebesar Rp. 65.000.000,-.
3. Biaya perawatan jenazah dan selainnya sebesar Rp. 5.000.000,-.
Dengan demikian dapat ditentukan bahwa harta waris peninggalan MS adalah harta
bawaan ditambah separoh harta bersama dikurangi biaya perawatan jenazah dan
selainnya, dengan rumus berikut ini:
a. Harta bawaan Rp. 120.000.000,- + separoh harta bersama Rp. 65.000.000,-
= Rp. 185.000.000,-
b. Biaya perawatan jenazah dan selainnya = Rp. 5.000.000,- _
Harta waris peninggalan MS = Rp. 180.000.000,-

Penyelesaian:
1. Bagian ZP (suami) adalah x Rp. 180.000.000,- = Rp. 45.000.000,-.
2. Bagian lima orang anak adalah x Rp. 180.000.000,- = Rp. 135.000.000,-.
3. Bagian empat orang anak laki-laki adalah 8/9 x Rp. 135.000.000,- = Rp. 120.000.000,-
Jadi, bagian setiap anak laki-laki adalah x Rp. 120.000.000,- = Rp. 30.000.000,-.
4. Bagian seorang anak perempuan adalah 1/9 x Rp. 135.000.000,- = Rp. 15.000.000,-.
Dari uraian tersebut dapatlah diketahui bahwa dengan meninggalnya MS, maka ZP
memiliki harta berupa separoh harta bersama sebesar 65 juta dan bagian harta warisan MS
sebesar 45 juta serta harta bawaan lain seperti sawah 3.000 m2 dan kebun 4.000 m2.

B. Kedudukan Cucu Bersama Keberadaan Anak-anak


ZP memiliki dua cucu perempuan dari DZ (anak pertama ZP) yang telah meninggal
lebih dulu. Kedudukan kedua cucu perempuan tersebut tetap memperoleh bagian harta
peninggalan ZP sebagai pengganti kedudukan ayahnya (DZ). Hal ini didasarkan pada
Kompilasi Hukum Islam pasal 185 ayat 1, yang menyatakan: Ahli waris yang meninggal
lebih dulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya .
Oleh sebab itu, jumlah ahli waris dari ZP selain isterinya (SA) tetap enam orang
dengan rincian yaitu: empat orang anak laki-laki dari ZP (tiga orang anak laki-laki yang
masih hidup dan DZ yang sudah meninggal, kedudukannya ditempati dua anak
perempuannya), dan dua orang anak perempuan (satu orang anak perempuan dari MS
yaitu MZ dan satu orang anak perempuan dari SA yaitu FZ). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat gambar berikut.

ZP SA

Isteri DZ
DZ

SZ MZ AZ NZ FZ

Anak DZ Anak DZ

C. Kedudukan Isteri dari DZ (Anak Pertama yang meninggal sebelum ZP) atau
Menantu dari ZP.
Dalam hukum waris isteri memperoleh bagian disebabkan karena hubungan
pernikahan, bukan karena hubungan nasab. Oleh karena itu, dengan meninggalnya ZP,
isteri dari DZ (menantu ZP) tidak termasuk ahli waris ZP (lihat gambar di atas). Namun ia
memperoleh bagian dari harta peninggalan DZ selaku suami yang meninggal lebih dulu
(meninggal tahun 2003) daripada ZP (meninggal tahun 2007). Begitu pula keberadaan ZP
sebagai ayah juga berhak menerima harta peninggalan DZ yang akan mempengaruhi
jumlah harta ZP.

D. Status Harta Pensiun


Harta pensiun tidak termasuk dalam kategori harta waris, tetapi merupakan hak
isteri. Selain itu jatah pensiun juga akan terhenti pada saat janda tersebut kembali
menikah atau meninggal dunia, serta hak dana pensiun untuk isteri tidak dapat diwariskan
kepada anak-anaknya.

E. Pembagian Harta Warisan ZP secara Islam


Sebelum melakukan pembagian harta warisan ZP, perlu diketahui pula harta
bersama milik ZP dan SA sebagai pasangan suami-isteri, yang masing-masing berhak atas
separoh bagian dari harta bersama tersebut. Separoh menjadi milik ZP yang kemudian
akan diwariskan, dan separoh yang lain menjadi bagian SA.
Sebenarnya, untuk menghitung harta bersama ZP dengan SA, tidak berbeda dengan
penyelesaian harta bersama antara ZP dengan MS. Namun dalam pertanyaan yang
diajukan, ada hal yang kurang jelas berkenaan dengan pembelian tanah seharga Rp.
15.000.000,-. Apakah pembelian tanah itu murni dari harta bersama antara ZP dan SA
ataukah di dalamnya termasuk tabungan Rp. 10.000.000,- yang merupakan harta bersama
antara ZP dengan MS? Kalau murni harta bersama antara ZP dengan SA, maka tinggal
dibagi sama besar antara ZP dengan SA. Tetapi, jika termasuk tabungan Rp. 10.000.000,-,
maka perlu dikurangi terlebih dahulu dengan separoh harta bersama ZP dengan MS yang
menjadi bagian MS sebesar Rp. 5.000.000,- dan separoh lagi sebagai harta bawaan ZP
sebesar Rp. 5.000.000,-, sehingga harta bersama antara ZP dengan SA sebesar Rp.
5.000.000,- dari harga tanah Rp. 15.000.000,-. Dengan demikian, separoh harta bersama
yang menjadi bagian SA adalah Rp. 2.500.000,-.
Adapun rumah yang didirikan di atas tanah yang telah dibeli tersebut beserta
perabotnya merupakan harta bersama ZP dengan SA, misalnya seharga Rp. 100.000.000,-,
maka bagian ZP dan SA masing-masing Rp. 50.000.000,-. Selain itu, masih ada tabungan
lain ZP yang diasumsikan sebagai harta bersama sebesar Rp. 20.000.000,-, sehingga
bagian ZP dan SA masing-masing Rp. 10.000.000,-.
Dengan demikian, jelaslah bahwa harta bersama ZP dengan SA adalah sebesar Rp.
125.000.000,- yang terdiri dari:
a. Tabungan sebesar Rp. 5.000.000,-
b. Rumah senilai Rp. 100.000.000,-
c. Tabungan lain sebesar Rp. 20.000.000,-
Dari harta bersama itu, masing-masing mendapat separoh bagian harta bersama, sehingga
bagian ZP sebesar Rp. 62.500.000,- dan bagian SA sebesar Rp. 62.500.000,-.

Cara Pembagian:
1. Isteri (SA) mendapatkan 1/8 dari seluruh harta warisan yang ditinggalkan ZP,
berdasarkan firman Allah SWT:




Artinya: ... Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika
kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan .... [QS. an-Nisa (4):
12]
2. Sisanya yakni 7/8 dari harta waris peninggalan ZP dibagi untuk bagian enam orang
anak, diselesaikan dengan cara sebagai berikut:

a. Bagian tiga orang anak laki-laki (SZ, AZ, dan NZ), adalah 3x2= 6

b. Bagian dua orang anak perempuan (MZ dan FZ) adalah 2x1= 2

c. Bagian dua orang cucu yang menggantikan ayahnya adalah 1x2= 2

Jumlah = 10
Untuk menetapkan bagian masing-masing dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagian untuk tiga orang anak laki-laki adalah 6/10 x 7/8 (sisa dari harta waris
peninggalan ZP). Jadi bagian untuk setiap anak laki-laki adalah 1/3 x bagian tiga
orang anak laki-laki.
2) Bagian untuk dua orang anak perempuan adalah 2/10 x 7/8 (sisa dari harta waris
peninggalan ZP). Jadi bagian untuk setiap anak perempuan adalah x bagian dua
orang anak perempuan.
3) Bagian untuk dua cucu perempuan (anak dari DZ) yang menggantikan atau
menempati kedudukan ayahnya adalah 1/10 x 7/8 (sisa dari harta waris
peninggalan ZP). Jadi bagian untuk setiap cucu perempuan (anak DZ) x bagian
DZ.

Contoh Pembagian:

1. Harta ZP yang berupa harta bawaan, yaitu harta milik ZP sebelum perkawinan dengan
SA misalnya Rp. 150.000.000,- beserta bagian warisan dari MS sebesar Rp.
45.000.000,-, di luar sawah dan kebun. Jumlahnya adalah Rp. 195.000.000,-.

2. Harta ZP yang berupa separoh harta bersama, meliputi:

a. Separoh harta bersama dengan MS sebesar Rp. 65.000.000,-.

b. Separoh harta bersama dengan SA sebesar Rp. 62.500.000,-.

Jumlah keseluruhan separoh harta bersama milik ZP adalah Rp. 127.500.000,-.


3. Biaya perawatan jenazah dan selainnya sebesar Rp. 2.500.000,-.
Dengan demikian dapat ditentukan bahwa harta waris peninggalan ZP adalah harta
bawaan ditambah separoh harta bersama dikurangi biaya perawatan jenazah dan
selainnya, dengan rumus berikut ini:
a. Harta bawaan Rp. 195.000.000,- + separoh harta bersama Rp. 127.500.000,-
= Rp. 322.500.000,-
b. Biaya perawatan jenazah dan selainnya = Rp. 2.500.000,- _
Harta waris peninggalan MS = Rp. 320.000.000,-

Penyelesaian:
1. Bagian SA (isteri) adalah 1/8 x Rp. 320.000.000,- = Rp. 40.000.000,-.
2. Bagian enam orang anak adalah 7/8 x Rp. 320.000.000,- = Rp. 280.000.000,-.
3. Bagian tiga orang anak laki-laki adalah 6/10 x Rp. 280.000.000,- = Rp. 168.000.000,-.
Jadi, bagian setiap anak laki-laki adalah 1/3 x Rp. 168.000.000,- = Rp. 56.000.000,-.
4. Bagian dua orang anak perempuan adalah 2/10 x Rp. 280.000.000,- = Rp.
56.000.000,-. Jadi, bagian setiap anak perempuan adalah x Rp. 56.000.000,- = Rp.
28.000.000,-.
5. Bagian dua cucu perempuan (anak DZ) adalah 2/10 x Rp. 280.000.000,- = Rp.
56.000.000,-. Jadi, bagian setiap cucu perempuan adalah x Rp. 56.000.000,- = Rp.
28.000.000,-.
Untuk sawah 3.000 m2 dan kebun 4.000 m2 yang juga merupakan harta waris
peninggalan ZP, pembagiannya dapat mengikuti contoh di atas.

Wallahu alam bish-shawab. *putm)

PEMBAGIAN WARISAN
Pertanyaan dari J, di Madura (nama dan alamat diketahui redaksi)
Disidangkan pada: Jumat, 19 Shafar 1428 H / 9 Maret 2007 M

Pertanyaan:

Saya sangat mengharap bantuan penjelasan, bagaimana menurut


agama pembagian harta waris yang saya hadapi saat ini dan sekarang sudah
menjadi masalah di Pengadilan, yang saya maksud begini.
A (ayah) kawin dengan B (ibu) mempunyai 8 anak (2 orang laki-laki
dan 6 orang perempuan) yang hidup cuma 1 orang adalah (C/lakilaki).
Kemudian ibu (B) C meninggal dunia, meninggalkan harta hasil gono gini A
dan B yaitu, sebidang tanah, rumah diatas tanah ini dengan isinya.
Setelah itu A kawin lagi dengan D (tidak menempati tanah dan rumah
tersebut) dan mempunyai 2 orang anak perempuan yaitu, E dan F,
kemudian isteri yang kedua (D) meninggal dunia, sedangkan C hidup/ikut
juga bersama isteri yang ke-2 itu. Beberapa hari setelah D meninggal dunia,
kedua anaknya (E dan F) diboyong ke rumah peninggalan isteri I (B), disitu
mereka E dan F tinggal dengan bibinya (adik dari ayah/A). A kawin lagi
dengan G (isteri ketiga) di tempat lain, C juga ikut/hidup bersama dengan
isteri ke-3 dan akhirnya G meninggal dunia.
Harta gono gini antara A dan D dan juga antara A dan G banyak.
Sebelum A meninggal, C sudah diberi tanah kering diatas segel tertulis
sedangkan tanah sawah (pemberiannya dengan tidak tertulis). Kemudian C
kawin dengan H, pada waktu/saat A masih kawin dengan isteri ke-3 (G),
akhirnya perkawinannya C+H punya anak perempuan yaitu (J). Pada waktu J
berusia 1 tahun, A meninggal dunia karena sakit. Setelah lewat 40 hari A
meninggal, C meninggal karena kena setrum listerik, dengan meninggalkan
seorang anak yatim yaitu (J) juga dengan banyak meninggalkan harta, yaitu
harta waris dari A yang belum dibagi, kecuali tanah yang pakai surat diatas
segel tadi itu.
Yang saya tanyakan, bagaimana cara pembagian harta-harta ini?
1. Apakah harta hasil gono gini dari isteri yang I (pertama) juga harus dibagi ke E dan F?
2. Apakah hanya harus dimiliki J kanena sebagai anak dari C?
3. Jika harus dibagi bagaimana pembagiannya?
4. Apakah J harus mendapat lagi dari sisa harta yang belum dibagi? Karena yang belum dibagi itu
masih ada 4x dari apa yang telah diberikan langsung pada C, atau bagaimana pembagian yang
benar menurut Islam atau pemerintah? Sebagai anak yatim J ditelantarkan oleh bibi-bibinya
tersebut, yaitu (E+F).
Mohon penjelasannya, tolong didahulukan dari yang lain, karena
penjelasan ini akan J jadikan petunjuk dalam sidang di pengadilan yang
sudah berlangsung ini.
Atas segala bantuannya J ucapkan terima kasih, semoga betul-betul
akan menjadi acuan penjelasan J di pengadilan nanti.
Jawaban:

Dari keterangan saudara tentang hubungan dalam keluarga dapat


kami gambarkan dalam diagram sebagai berikut:

G (istri ke-3) D (istri ke-2) A B (istri ke-1)

C H

E F

J
Urut-urutan yang meninggal dunia:
Pertama :B
Kedua :D
Ketiga :G
Keempat :A
Kelima :C
Untuk selanjutnya, terlebih dahulu kami sampaikan bahwa dalam
pembagian harta waris menurut Hukum Islam, adalah karena meninggal
dunia orang yang mewariskan harta (muwarrits). Oleh karena itu untuk
menjawab pertanyaan saudara akan kami lakukan dengan melihat secara
kronologis terjadinya kematian orang yang mewariskan hartanya itu,
sehingga urut-urutannya adalah sebagai berikut:

A. Kematian B (isteri pertama); dengan diagram susunan kerabat yang menjadi ahli waris
sebagaimana yang saudara sebutkan yaitu:

A B

C
luar diagram tersebut masih memungkinkan adanya ahli waris yang dapat menerima pembagian harta waris, yaitu ayah,
ibu, kakek dan nenek dari B jika mereka masih hidup di saat B meninggal dunia. Namun jika
sudah tidak ada, maka ahli warisnya hanyalah A suami dan C anak laki-laki, sebagaimana yang
saudara sebutkan.

arta warisnya, yaitu :


1. Harta bawaaan B ( jika ada).
Hal ini didasarkan kepada Pasal 87 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam: Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri
dan harta yang diperoleh oleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah
penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian
perkawinan.
2. dari harta yang diperoleh selama perkawinan antara A dan B (harta bersama atau gono
gini).
Hal ini didasarkan kepada Pasal 96 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam: Apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta
bersama menjadi hak pasangan yang masih hidup. Dengan demikian, harta bersama
selebihnya diberikan kepada A (suami).
di harta warisnya adalah yang tersebut pada nomor 1 ditambah yang tersebut pada nomor 2.

ara pembagiannya: Jika ahli warisnya memang hanya suami dan seorang anak laki-laki, maka pembagiannya adalah
sebagai berikut:
(suami) memperoleh , berdasarkan firman Allah:




Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya. [QS. an-Nisa (4): 12]
(anak laki-laki) adalah ashabah bin-nafsi, sehingga ia memperoleh harta waris yang ditinggalkan setelah dikurangi oleh
bagian ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu (furudlul muqaddarah) yang dalam hal ini
adalah A yang telah memperoleh bagian. Dengan demikian bagian C adalah selebihnya yaitu
bagian dari seluruh harta waris.

B. Kematian D (isteri kedua); susunan ahli waris dapat dilukiskan dalam diagram sebagai berikut:

A D

E F

luar diagram tersebut masih memungkinkan ahli waris lain untuk memperoleh bagian harta waris, kecuali saudara laki-
laki seibu, saudara perempuan seibu dan cucu perempuan. Namun jika ahli warisnya memang
seperti yang saudara sebutkan, maka mereka itu ialah: A (suami) serta E dan F (dua orang anak
perempuan)

arta warisnya, yaitu:


1. Harta bawaan D (jika ada).
2. dari harta yang diperoleh selama perkawinan antara A dan D (harta bersama atau gono
gini). Dalam menghitung harta bersama, didasarkan kepada Pasal 94 ayat (2) Kompilasi
Hukum Islam: Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai
isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya
akad perkawinan yang kedua, ketiga atau yang keempat.

ara pembagiannya:
(suami) memperoleh .
dan F (dua orang anak perempuan) memperoleh 2/3. Berdasarkan firman Allah:


tinya: dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua (maksudnya dua atau lebih), maka bagi mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan. [QS. an-Nisa (4): 11]
ara menghitungnya yakni dengan menyamakan penyebut dua bagian itu, yaitu angka dan angka 2/3, angka
penyebutnya adalah 12; sehingga menjadi:
(suami) memperoleh 3/12
dan F (dua orang anak perempuan) memperoleh 8/12
ka dijumlahkan menjadi 11/12. Dengan demikian maka terjadilah kelebihan (radd)1/12. Kelebihan ini diberikan kepada E
dan F, karena menurut Jumhur Fuqaha suami atau isteri tidak memperoleh bagian kelebihan
(radd).

C. Kematian G (isteri ketiga).


etika G meninggal dunia hendaknya diteliti ahli warisnya selain A sebagai suaminya. Kalau memang masih ada ahli waris
yang lain, maka harta waris dibagi kepada ahli waris yang berhak menerima bersama dengan A
sebagai suaminya. Tetapi apabila memang ketika G meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris
kecuali A sebagai suaminya, maka A satu-satunya ahli waris. Jika A sebagai satu-satunya ahli
waris, maka bagian A sebagai suami dan G meninggal dunia tanpa anak, maka bagian A adalah
dari harta waris yang ditinggalkan oleh G. Ketentuan ini didasarkan kepada firman Allah:



Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. [QS. an-Nisa (4): 12]
elebihnya tidak diberikan kepada A sebagai suami, karena suami tidak dapat memperoleh kelebihan (radd) dan tidak
dapat pula menjadi ashabah (ahli waris) yang menghabiskan semua sisa harta waris. Separoh
selebihnya yang diberikan kepada suami, diberikan kepada dzawul arham (kerabat yang tidak
termasuk ahli waris yang memperoleh bagian tertentu dan juga bukan ahli waris yang menjadi
ashabah).
edangkan harta warisnya adalah harta bawaan G (bila ada) dan dari harta bersama yang diperoleh selama perkawinan
antara A dan G (gono gini).

D. Kematian A, dengan diagram susunan ahli wari sebagai berikut:

C E F

hli warisnya yaitu C (seorang anak laki-laki) serta E dan F (dua orang anak perempuan).
arta warisnya adalah semua harta A yang terdiri dari: harta bawaan (bila ada) dan harta bersama yang diperoleh dari
perkawinan dengan B, dengan D dan dengan G.
ara pembagiannya yakni dengan memberikan bagian harta waris untuk seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan. Ketentuan ini didasarkan kepada firman Allah:



Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu
bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan.
[QS. an-Nisa (4): 11]
engan ketentuan tersebut, maka C memperoleh dari harta peninggalan A, sedangkan E dan F masing-masing
memperoleh harta peninggalan A. Terhadap pembagian harta waris yang akan diberikan
kepada C, maka pemberian oleh A kepada C yang dilakukan semasa A masih hidup,
diperhitungkan kepada warisan, artinya dimasukkan dalam perhitungan dari harta waris yang
diterima oleh C. Hal ini didasarkan kepada pasal 211 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan:
Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.

E. Kematian C. Tidak saudara jelaskan ketika C meninggal dunia, apakah tidak ada ahli waris lain
selain J? Misalnya apakah isterinya masih hidup atau sudah meninggal dunia. Jika ketika C
meninggal dunia isterinya masih hidup, maka ahli warisnya adalah isteri dan J anak
perempuannya, sehingga dalam pembagian harta waris, isteri meperoleh 1/8 dan J seorang anak
perempuan memperoleh dari harta waris yang ditinggalkan oleh C. Ketentuan ini didasarkan
kepada firman Allah:


Artinya: Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta
yang ditinggalkan. [QS. an-Nisa (4): 12]


Artinya: Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta. [QS. an-
Nisa(4): 11]
alam perhitungan dilakukan dengan menyamakan angka penyebutnya, yaitu angka dan 1/8, maka penyebutnya adalah
angka 8, sehingga isteri memperoleh 1/8 dan J seorang anak perempuan memperoleh 4/8. Jika
dijumlahkan menjadi 5/8, sehingga masih ada kelebihan (radd) sebanyak 3/8. Kelebihan ini
diberikan kepada J, sebab isteri tidak berhak mendapat radd.
ka ketika C meninggal dunia, hanya meninggalkan ahli waris J seorang anak perempuan, tidak ada yang lain, maka J
memperoleh ditambah dengan kelebihan (radd) harta waris yang ditinggalkan oleh C. Atau
dengan kata lain semua harta peninggalan C diwarisi oleh J.
Perlu kami sampaikan bahwa harta peninggalan dapat dibagikan
kepada ahli waris apabila telah dikurangi dengan hutang baik hutang
kepada orang lain maupun hutang kepada Allah, misalnya zakat, kifarah
atau nadzar yang belum ditunaikan, serta wasiyat bila ada.
Demikianlah yang dapat kami jelaskan berdasarkan keterangan ahli
waris yang telah saudara sampaikan kepada kami; dan apabila dalam kasus-
kasus pembagian harta waris tersebut masih ada ahli waris yang lain tentu
akan menjadi berbeda dalam perhitungannya. *dw)
Wallahu alam bish-shawab.

Anda mungkin juga menyukai