Pertanyaan Dari:
Siti Aminah, Jl. Kaliurang Yogyakarta
(disidangkan pada Jumat, 19 Rabiul Akhir 1429 H / 25 April 2008 M)
Pertanyaan:
Saya SA, suami saya ZP meninggal dunia pada Oktober 2007. Saya adalah isteri kedua,
menikah dengan beliau pada tahun 1980. Dikaruniai seorang anak perempuan FZ.
Sebelum menikah dengan saya, beliau telah menikah dengan seorang perempuan
bernama MS, yang meninggal dunia pada tahun 1977. Dari perkawinan ini dikaruniai lima
orang anak, yang pertama laki-laki bernama DZ, yang kedua laki-laki bernama SZ, yang
ketiga perempuan bernama MZ, yang keempat laki-laki bernama AZ, dan yang kelima laki-
laki bernama NZ.
Semua anak-anak almarhum baik dari perkawinan dengan isteri pertama maupun dengan
saya sudah menikah atau berkeluarga. Namun DZ anak pertama beliau sudah meninggal pada
tahun 2003 dan meninggalkan seorang isteri dan dua orang anak perempuan.
Alhamdulillah dalam kehidupan kami cukup harmonis baik dengan almarhum suami,
maupun dengan anak-anak beliau dan anak kami sendiri. Nyaris tidak terasa ada ibu tiri, anak
tiri, dan saudara lain ibu.
Saat kami menikah, almarhum sudah memiliki rumah yang kami tempati sekarang
seorang diri (hanya dengan seorang pembantu). Rumah tersebut dibangun selama perkawinan
dengan isteri pertama.
Di saat kami menikah almarhum juga mempunyai tabungan sebesar Rp. 10.000.000,-
yang kemudian tabungan itu selalu bertambah, dan pada tahun 1985 almarhum membeli tanah
seharga Rp. 15.000.000,-. Pada tahun 1995 di atas tanah itu oleh almarhum dibangun sebuah
rumah dan dilengkapi dengan perabotnya. Rumah ini sekarang kami sewakan. Pada saat
meninggal beliau juga meninggalkan tabungan sebesar Rp. 20.000.000,-. Selain itu almarhum
juga memiliki sawah dan kebun warisan di kampung halamannya. Luas sawah kurang lebih
3.000 m2, sedangkan kebunnya kurang lebih 4.000 m2.
Kami semua sepakat untuk membagi harta warisan secara Islam. Mohon dijelaskan cara
pembagiannya. Termasuk untuk isteri dan anak dari DZ yang telah meninggal terlebih dahulu.
Saya sekarang masih menerima pensiun janda, apakah juga termasuk harta waris yang harus
dibagi? Terimakasih.
Jawaban:
Untuk menjawab pertanyaan yang saudara ajukan, perlu kiranya kami susun sistematika
jawaban sebagai berikut agar lebih mudah untuk dipahami dan akan sangat membantu dalam
menentukan jumlah kekayaan ZP (suami) yang diwariskan dan siapa saja pewarisnya.
A. Penyelesaian harta peninggalan MS (isteri pertama) secara Islam.
B. Kedudukan cucu bersama keberadaan anak-anak.
C. Kedudukan isteri dari DZ (anak pertama yang meninggal sebelum ZP) atau Menantu dari
ZP.
D. Status gaji pensiun, apakah termasuk harta waris atau bukan.
E. Pembagian harta warisan ZP secara Islam.
A. Penyelesaian Harta Peninggalan MS (Isteri Pertama) secara Islam
Dengan meninggalnya MS, secara hukum akan terjadi peristiwa pewarisan, yang
diwarisi adalah harta MS dan pewarisnya adalah suami dan anak-anaknya. Harta MS
terdiri dari:
1. Harta bawaan, yakni harta milik MS yang diperoleh atau dimiliki sebelum perkawinan
dengan ZP, dan harta yang diperoleh sebagai hadiah dan warisan.
2. Separoh dari harta bersama dengan ZP, yakni harta yang didapatkan oleh ZP dan MS
semenjak akad perkawinan dilangsungkan sampai dengan akhir hayat MS. Ketentuan
ini didasarkan kepada pasal 96 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi:
Apabila terjadi cerai mati maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang
hidup lebih lama. Dengan ketentuan tersebut ZP memperoleh separuh harta bersama,
sedang separuhnya lagi adalah menjadi harta MS yang kemudian akan menjadi bagian
dari harta peninggalan yang akan diwarisi oleh ahli warisnya.
Jadi keseluruhan harta peninggalan MS adalah separuh harta bersama dengan ZP
ditambah dengan harta bawaan jika ada.
Sebelum harta dibagikan kepada ahli waris terlebih dahulu digunakan untuk biaya
perawatan jenazah seperti biaya untuk membeli kain kafan, ongkos menggali kuburan dan
lain-lain, membayar hutang jika MS mempunyai hutang, baik hutang kepada Allah SWT
seperti zakat yang belum terbayar, nadzar yang belum terlaksana dan sebagainya maupun
hutang kepada sesama; dan untuk menunaikan wasiat jika MS pernah berwasiat selama
hidupnya. Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. [QS. an-Nisa (4):
12]
Setelah harta peninggalan dikurangi dengan biaya-biaya perawatan jenazah dan
selainnya seperti yang telah disebutkan di atas, maka langkah selanjutnya adalah
membagikannya kepada ahli waris, yang dalam hal ini yaitu: ZP sebagai suami serta DZ,
SZ, MZ, AZ, dan NZ sebagai anak-anaknya. Dapat digambarkan dengan diagram sebagai
berikut:
ZP MS
DZ SZ MZ AZ NZ
Cara Pembagian:
1. Suami (ZP) mendapatkan dari seluruh harta waris yang ditinggalkan MS,
berdasarkan firman Allah SWT di dalam QS. an-Nisa (4): 12 seperti tersebut di atas.
2. Sisanya yaitu dari harta waris yang ditinggalkan MS dibagikan kepada lima orang
anaknya dengan ketentuan bagian untuk seorang anak laki-laki sama dengan bagian
untuk dua orang anak perempuan, atau dengan kata lain bagian seorang anak laki-laki
dua kali bagian seorang anak perempuan. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah di
dalam QS. an-Nisa (4): 11.
Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian waris untuk) anak-
anakmu, yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan. [QS. an-Nisa (4): 11]
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa:
a. Bagian untuk empat orang anak laki-laki adalah 4x2=8
b. Bagian untuk seorang anak perempuan adalah 1x1=1
Jumlah =9
Untuk menetapkan bagian masing-masing dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagian untuk empat orang anak laki-laki adalah 8/9 x (sisa dari harta waris
peninggalan MS). Jadi bagian untuk setiap anak laki-laki adalah x bagian empat
orang anak laki-laki.
2) Sedangkan bagian untuk seorang anak perempuan adalah 1/9 x (sisa dari harta
waris peninggalan MS).
Contoh Pembagian:
1. Seandainya harta bawaan MS (baik berupa tanah, kebun, uang tabungan dan lain-lain)
sebesar Rp. 120.000.000,-.
2. Seandainya harta bersama, yang dari pertanyaan dapat diketahui berupa:
a. Rumah yang saat ini ditempati oleh SA, misalnya seharga Rp. 120.000.000,-, yang
berarti separohnya untuk MS sebesar Rp. 60.000.000,-.
b. Tabungan sebesar Rp. 10.000.000,-, yang berarti separohnya untuk MS sebesar
Rp. 5.000.000,-.
Jadi, jumlah separoh harta bersama yang menjadi bagian MS sebesar Rp. 65.000.000,-,
sama dengan bagian ZP sebesar Rp. 65.000.000,-.
3. Biaya perawatan jenazah dan selainnya sebesar Rp. 5.000.000,-.
Dengan demikian dapat ditentukan bahwa harta waris peninggalan MS adalah harta
bawaan ditambah separoh harta bersama dikurangi biaya perawatan jenazah dan
selainnya, dengan rumus berikut ini:
a. Harta bawaan Rp. 120.000.000,- + separoh harta bersama Rp. 65.000.000,-
= Rp. 185.000.000,-
b. Biaya perawatan jenazah dan selainnya = Rp. 5.000.000,- _
Harta waris peninggalan MS = Rp. 180.000.000,-
Penyelesaian:
1. Bagian ZP (suami) adalah x Rp. 180.000.000,- = Rp. 45.000.000,-.
2. Bagian lima orang anak adalah x Rp. 180.000.000,- = Rp. 135.000.000,-.
3. Bagian empat orang anak laki-laki adalah 8/9 x Rp. 135.000.000,- = Rp. 120.000.000,-
Jadi, bagian setiap anak laki-laki adalah x Rp. 120.000.000,- = Rp. 30.000.000,-.
4. Bagian seorang anak perempuan adalah 1/9 x Rp. 135.000.000,- = Rp. 15.000.000,-.
Dari uraian tersebut dapatlah diketahui bahwa dengan meninggalnya MS, maka ZP
memiliki harta berupa separoh harta bersama sebesar 65 juta dan bagian harta warisan MS
sebesar 45 juta serta harta bawaan lain seperti sawah 3.000 m2 dan kebun 4.000 m2.
ZP SA
Isteri DZ
DZ
SZ MZ AZ NZ FZ
Anak DZ Anak DZ
C. Kedudukan Isteri dari DZ (Anak Pertama yang meninggal sebelum ZP) atau
Menantu dari ZP.
Dalam hukum waris isteri memperoleh bagian disebabkan karena hubungan
pernikahan, bukan karena hubungan nasab. Oleh karena itu, dengan meninggalnya ZP,
isteri dari DZ (menantu ZP) tidak termasuk ahli waris ZP (lihat gambar di atas). Namun ia
memperoleh bagian dari harta peninggalan DZ selaku suami yang meninggal lebih dulu
(meninggal tahun 2003) daripada ZP (meninggal tahun 2007). Begitu pula keberadaan ZP
sebagai ayah juga berhak menerima harta peninggalan DZ yang akan mempengaruhi
jumlah harta ZP.
Cara Pembagian:
1. Isteri (SA) mendapatkan 1/8 dari seluruh harta warisan yang ditinggalkan ZP,
berdasarkan firman Allah SWT:
Artinya: ... Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika
kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan .... [QS. an-Nisa (4):
12]
2. Sisanya yakni 7/8 dari harta waris peninggalan ZP dibagi untuk bagian enam orang
anak, diselesaikan dengan cara sebagai berikut:
a. Bagian tiga orang anak laki-laki (SZ, AZ, dan NZ), adalah 3x2= 6
b. Bagian dua orang anak perempuan (MZ dan FZ) adalah 2x1= 2
Jumlah = 10
Untuk menetapkan bagian masing-masing dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagian untuk tiga orang anak laki-laki adalah 6/10 x 7/8 (sisa dari harta waris
peninggalan ZP). Jadi bagian untuk setiap anak laki-laki adalah 1/3 x bagian tiga
orang anak laki-laki.
2) Bagian untuk dua orang anak perempuan adalah 2/10 x 7/8 (sisa dari harta waris
peninggalan ZP). Jadi bagian untuk setiap anak perempuan adalah x bagian dua
orang anak perempuan.
3) Bagian untuk dua cucu perempuan (anak dari DZ) yang menggantikan atau
menempati kedudukan ayahnya adalah 1/10 x 7/8 (sisa dari harta waris
peninggalan ZP). Jadi bagian untuk setiap cucu perempuan (anak DZ) x bagian
DZ.
Contoh Pembagian:
1. Harta ZP yang berupa harta bawaan, yaitu harta milik ZP sebelum perkawinan dengan
SA misalnya Rp. 150.000.000,- beserta bagian warisan dari MS sebesar Rp.
45.000.000,-, di luar sawah dan kebun. Jumlahnya adalah Rp. 195.000.000,-.
Penyelesaian:
1. Bagian SA (isteri) adalah 1/8 x Rp. 320.000.000,- = Rp. 40.000.000,-.
2. Bagian enam orang anak adalah 7/8 x Rp. 320.000.000,- = Rp. 280.000.000,-.
3. Bagian tiga orang anak laki-laki adalah 6/10 x Rp. 280.000.000,- = Rp. 168.000.000,-.
Jadi, bagian setiap anak laki-laki adalah 1/3 x Rp. 168.000.000,- = Rp. 56.000.000,-.
4. Bagian dua orang anak perempuan adalah 2/10 x Rp. 280.000.000,- = Rp.
56.000.000,-. Jadi, bagian setiap anak perempuan adalah x Rp. 56.000.000,- = Rp.
28.000.000,-.
5. Bagian dua cucu perempuan (anak DZ) adalah 2/10 x Rp. 280.000.000,- = Rp.
56.000.000,-. Jadi, bagian setiap cucu perempuan adalah x Rp. 56.000.000,- = Rp.
28.000.000,-.
Untuk sawah 3.000 m2 dan kebun 4.000 m2 yang juga merupakan harta waris
peninggalan ZP, pembagiannya dapat mengikuti contoh di atas.
PEMBAGIAN WARISAN
Pertanyaan dari J, di Madura (nama dan alamat diketahui redaksi)
Disidangkan pada: Jumat, 19 Shafar 1428 H / 9 Maret 2007 M
Pertanyaan:
C H
E F
J
Urut-urutan yang meninggal dunia:
Pertama :B
Kedua :D
Ketiga :G
Keempat :A
Kelima :C
Untuk selanjutnya, terlebih dahulu kami sampaikan bahwa dalam
pembagian harta waris menurut Hukum Islam, adalah karena meninggal
dunia orang yang mewariskan harta (muwarrits). Oleh karena itu untuk
menjawab pertanyaan saudara akan kami lakukan dengan melihat secara
kronologis terjadinya kematian orang yang mewariskan hartanya itu,
sehingga urut-urutannya adalah sebagai berikut:
A. Kematian B (isteri pertama); dengan diagram susunan kerabat yang menjadi ahli waris
sebagaimana yang saudara sebutkan yaitu:
A B
C
luar diagram tersebut masih memungkinkan adanya ahli waris yang dapat menerima pembagian harta waris, yaitu ayah,
ibu, kakek dan nenek dari B jika mereka masih hidup di saat B meninggal dunia. Namun jika
sudah tidak ada, maka ahli warisnya hanyalah A suami dan C anak laki-laki, sebagaimana yang
saudara sebutkan.
ara pembagiannya: Jika ahli warisnya memang hanya suami dan seorang anak laki-laki, maka pembagiannya adalah
sebagai berikut:
(suami) memperoleh , berdasarkan firman Allah:
Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya. [QS. an-Nisa (4): 12]
(anak laki-laki) adalah ashabah bin-nafsi, sehingga ia memperoleh harta waris yang ditinggalkan setelah dikurangi oleh
bagian ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu (furudlul muqaddarah) yang dalam hal ini
adalah A yang telah memperoleh bagian. Dengan demikian bagian C adalah selebihnya yaitu
bagian dari seluruh harta waris.
B. Kematian D (isteri kedua); susunan ahli waris dapat dilukiskan dalam diagram sebagai berikut:
A D
E F
luar diagram tersebut masih memungkinkan ahli waris lain untuk memperoleh bagian harta waris, kecuali saudara laki-
laki seibu, saudara perempuan seibu dan cucu perempuan. Namun jika ahli warisnya memang
seperti yang saudara sebutkan, maka mereka itu ialah: A (suami) serta E dan F (dua orang anak
perempuan)
ara pembagiannya:
(suami) memperoleh .
dan F (dua orang anak perempuan) memperoleh 2/3. Berdasarkan firman Allah:
tinya: dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua (maksudnya dua atau lebih), maka bagi mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan. [QS. an-Nisa (4): 11]
ara menghitungnya yakni dengan menyamakan penyebut dua bagian itu, yaitu angka dan angka 2/3, angka
penyebutnya adalah 12; sehingga menjadi:
(suami) memperoleh 3/12
dan F (dua orang anak perempuan) memperoleh 8/12
ka dijumlahkan menjadi 11/12. Dengan demikian maka terjadilah kelebihan (radd)1/12. Kelebihan ini diberikan kepada E
dan F, karena menurut Jumhur Fuqaha suami atau isteri tidak memperoleh bagian kelebihan
(radd).
C E F
hli warisnya yaitu C (seorang anak laki-laki) serta E dan F (dua orang anak perempuan).
arta warisnya adalah semua harta A yang terdiri dari: harta bawaan (bila ada) dan harta bersama yang diperoleh dari
perkawinan dengan B, dengan D dan dengan G.
ara pembagiannya yakni dengan memberikan bagian harta waris untuk seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan. Ketentuan ini didasarkan kepada firman Allah:
Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu
bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan.
[QS. an-Nisa (4): 11]
engan ketentuan tersebut, maka C memperoleh dari harta peninggalan A, sedangkan E dan F masing-masing
memperoleh harta peninggalan A. Terhadap pembagian harta waris yang akan diberikan
kepada C, maka pemberian oleh A kepada C yang dilakukan semasa A masih hidup,
diperhitungkan kepada warisan, artinya dimasukkan dalam perhitungan dari harta waris yang
diterima oleh C. Hal ini didasarkan kepada pasal 211 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan:
Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.
E. Kematian C. Tidak saudara jelaskan ketika C meninggal dunia, apakah tidak ada ahli waris lain
selain J? Misalnya apakah isterinya masih hidup atau sudah meninggal dunia. Jika ketika C
meninggal dunia isterinya masih hidup, maka ahli warisnya adalah isteri dan J anak
perempuannya, sehingga dalam pembagian harta waris, isteri meperoleh 1/8 dan J seorang anak
perempuan memperoleh dari harta waris yang ditinggalkan oleh C. Ketentuan ini didasarkan
kepada firman Allah:
Artinya: Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta
yang ditinggalkan. [QS. an-Nisa (4): 12]
Artinya: Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta. [QS. an-
Nisa(4): 11]
alam perhitungan dilakukan dengan menyamakan angka penyebutnya, yaitu angka dan 1/8, maka penyebutnya adalah
angka 8, sehingga isteri memperoleh 1/8 dan J seorang anak perempuan memperoleh 4/8. Jika
dijumlahkan menjadi 5/8, sehingga masih ada kelebihan (radd) sebanyak 3/8. Kelebihan ini
diberikan kepada J, sebab isteri tidak berhak mendapat radd.
ka ketika C meninggal dunia, hanya meninggalkan ahli waris J seorang anak perempuan, tidak ada yang lain, maka J
memperoleh ditambah dengan kelebihan (radd) harta waris yang ditinggalkan oleh C. Atau
dengan kata lain semua harta peninggalan C diwarisi oleh J.
Perlu kami sampaikan bahwa harta peninggalan dapat dibagikan
kepada ahli waris apabila telah dikurangi dengan hutang baik hutang
kepada orang lain maupun hutang kepada Allah, misalnya zakat, kifarah
atau nadzar yang belum ditunaikan, serta wasiyat bila ada.
Demikianlah yang dapat kami jelaskan berdasarkan keterangan ahli
waris yang telah saudara sampaikan kepada kami; dan apabila dalam kasus-
kasus pembagian harta waris tersebut masih ada ahli waris yang lain tentu
akan menjadi berbeda dalam perhitungannya. *dw)
Wallahu alam bish-shawab.