Anda di halaman 1dari 32

Tata Cara dan Contoh Pembagian Waris

Secara Islam
ِ ‫ْــــــــــــــــم اﷲِالرَّحْ َم ِن اار‬
‫َّحيم‬ ِ ‫بِس‬
Keutamaan Hukum Waris Secara Islam

Hukum Kewarisan menurut hukum Islam sebagai salah satu


bagian dari hukum kekeluargaan (Al-ahwalus Syahsiyah) sangat
penting dipelajari agar supaya dalam pelaksanaan pembagian
harta warisantidak terjadi kesalahan dan dapat dilaksanakan
dengan seadil-adilnya, sebab dengan mempelajari hukum kewarisan
Islam maka bagi ummat Islam, akan dapat menunaikan hak-hak
yang berkenaan dengan harta warisan setelah ditinggalkan
oleh muwarris (pewaris) dan disampaikan kepada ahli waris yang
berhak untuk menerimanya. Dengan demikian seseorang dapat
terhindar dari dosa yakni tidak memakan harta orang yang
bukan haknya, karena tidak ditunaikannya hukum Islam  mengenai
kewarisan. Hal ini lebih jauh ditegaskan oleh rasulullah Saw. Yang
artinya:
“Belajarlah Al Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan
belajarlah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena
sesungguhnya aku seorang yang akan mati, dan ilmu akan
terangkat, dan bisa jadi akan ada dua orang berselisih, tetapi tak
akan mereka bertemu seorang yang akan
mengabarkannya (HR. Ahmad, Turmudzi dan An Nasa’I”).

1. Materi Pendukung Tata Cara Pembagian Waris


Untuk dapat membagi waris secara benar, perlu membekali diri
dengan pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
persiapan dan tata aturan sebelum membagikan waris. Ada baiknya
anda membaca postingan saya sebelumnya, yakni :
Pengertian Harta Warisan
Pengertian ahli Waris Menurut Hukum Islam
Klasifikasi Ahli Waris Dalam Keluarga
'Aul, Radd. dll.
Setelah dipahami penjelasannya, mulailah belajar menganalisa
contoh-contoh kasus pembagian waris dengan berbagai variannya.
2. Metode dan tahapan membagi warisnya, adalah:
1. Inventarisir siapa saja ahli waris yang beroleh bagian.
2. Tentukan bagian masing-masing ahli waris.
3. Jika jumlah bagian total belum bulat, samakan penyebutnya.
4. Jika penyebut sudah sama dan jumlah bagian sudah bulat,
jadikanlah masing-masing ke bentuk persen agar lebih mudah
dipahami.

3. Contoh - Contoh Cara Pembagian Waris Islami

Grafik Silsilah Kelurga


Di dalam sebuah keluarga besar terdiri dari seorang bapak/kakek,
ibu/nenek, suami, isteri,  anak laki-laki, dan 2 anak perempuan,
bagaimanakah cara pembagian warisnya jika salah satu dari mereka
mati ?
(Status ahli waris bisa berubah sesuai atau dinisbatkan dengan si
mati).

Soal 1. Jika (C)suami meninggal dunia, siapa sajakah ahli warisnya,


dan berapakah bagiannya ?
Gambar 1. Tata Cara Pembagian Waris.

Penjelasan:
-Sisa 13 harus dibagi rata menjadi 4 (2 bagian untuk anak
perempuan+2 bagian untuk seorang anak laki-laki).
-Kalau tidak bulat hasilnya, kalikan saja 13 x 4, kalikan juga hasil
bagian ahli waris lain dan penyebutnya dengan angka yang sama:
4.
Mudah kan ?

Soal 2. Bagaimana jika (A) bapak yang meninggal dunia, siapa saja
ahli warisnya, dan berapa bagian masing-masing ?

Gambar 2. Penyelesaian Soal 2

Penjelasan:
Kolom A. Status ahli waris harus selalu dinisbatkan dengan si mati.
Karena yang meninggal bapak maka terjadi perubahan status:        
"Ibu" berubah menjadi "isteri (nya si mati)".   "Suami" berubah
menjadi "Anak (nya si mati)". B2 tidak dapat karena cuma besan -
D bukan ahli waris karena menantu - E,F,G, dalam hal ini adalah
cucu, tidak mendapat bagian waris karena terhalang oleh bapaknya
(C).
Kolom B,C dan D rasanya cukup mudah dipahami.
Soal 3. Jika yang meninggal adalah E (Anak Laki-laki) siapa sajakah
ahli warisnya, dan berapa bagian masing-masing ?
Penjelasan: 
Kolom A. (C) "Suami" berubah menjadi "Bapak (nya si mati)". (D)
"Isteri " berubah Menjadi "Ibu (nya si mati)". F dan G berubah
menjadi "Saudara perempuan (nya si mati)".
Gambar 3. Penyelesaian soal 3.

Kolom B. Mestinya ibu mendapat bagian 1/3 karena si mati tidak


punya anak, tetapi karena si mati memiliki 2 saudara atau lebih ( di
sini F dan G) maka bagian ibu menjadi 1/6. (Q.S. An-Nisa: 11).
Akan halnya saudara-saudara perempuan, mereka tidak mendapat
bagian karena terhalangoleh "Bapak", kehadiran mereka hanya
mengurangi bagian ibu dari 1/3 menjadi 1/6.
Soal 4.
Assalamu'alaikum wr.wb ustaz yg dirahmati Allah.
Ibu sy wafat 15 thn yg lalu saat itu msh ada kakek&nenek. Namun
saat itu warisan belum dibagi. Kemudian ayah sy wafat 1 tahun yg
lalu dg meninggalkan istri (tanpa anak) & selama menikah dg beliau
tidak ada aset yg bertambah hanya menyewa tanah untuk berkebun
(lahan produktif). Saat ini kami ingin membagi warisan. Kami 3
bersaudara. 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Bagaimana
pembagian warisan mengingat kami belum berniat menjual aset-
aset (tanah &rumah) yg org tua tinggalkan. Apakah ibu tiri & nenek
(dr ibu) masih dapat hak waris? 
Sy minta arahan dr ustaz. 
Jazakumullah khairan katsiro.
Jawab:
'Alaikum salam wr. wb. 
Terima kasih telah memberi kesempatan saya untuk membantu
menyelesaikan masalah waris pada keluarga anda.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembagian waris
menurut hukum Islam, diantaranya:
1. Yang disebut HARTA WARISAN adalah : semua harta peninggalan
dari si mati (saja), baik dari perolehan, peninggalan, pemberian
atau dari jalan manapun yang telah dinyatakan sah sebagai milik
ybs. jadi pisahkan dulu, mana yang harta milik ayah, dan mana
yang milik ibu.
2. Jika yang meninggal lebih dari satu orang dengan ahli waris yang
berbeda, maka proses pembagiannya dipisahkan berdasarkan
urutan kronologis kematian.
A. DATA INPUT:
     * Yang meninggal: ibu dan ayah.
     * Ahli waris: kakek (ayahnya ibu anda), nenek (ibunya ibu
anda), ayah, isteri (ibu tiri anda), anak laki-laki dan anak
perempuan 
     * Harta pusaka : rumah dan tanah.
B. PERTANYAAN:
     [1].Cara pembagian waris keluarga anda
     [2].Waktu pembagian: jika belum berniat menjual harta pusaka.
     [3].Apakah ibu tiri dan nenek dari ibu masih dapat hak waris ?
C. JAWABAN:
[1]. Cara pembagian waris dalam keluarga anda adalah,sbb.:
      1.A. Ketika ibu anda meninggal dunia (lihat lampiran tabel 1)
      1.B. Ketika ayah anda meninggal dunia (lihat lampiran tabel 2)

[2]. Waktu pembagian waris:


     - Jika memungkinkan, sebaiknya harta warisan dibagikan
secepatnya, agar para ahli waris sempat menikmati hak bagiannya,
disamping mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian
hari. 
     - Akan tetapi jika karena alasan tertentu hendak ditunda, silakan
saja asal semua ahli waris menyepakatinya, dan tidak ada
kekhwatiran ada kemudharatan/kerugian.
[3]. -Ibu tiri tidak mendapat waris jika yang meninggal adalah anak
tiri, tetapi jika yang meninggal adalah suaminya, maka dia beroleh
bagian waris karena statusnya sebagai "Isteri" (lihat tabel 2).
     - Nenek dari ibu mendapatkan waris jika ibu anda yang
meninggal (karena ibu anda adalah anaknya- tabel 1), tetapi jika
yang meninggal dunia adalah ayah anda, si nenek tidak mendapat
bagian, kerena ayah anda adalah "menantu." (tabel - 2).
SARAN:
Sebaiknya saat pembagian warisan, dibuatkan
semacam berita acara yang ditandatangani semua ahli waris dan
para saksi, untuk menghindari pengingkaran, sengketa dan tuntutan
di kemudian hari.
Semoga bermanfaat.

Soal 5.
Assalaamu'alaikum. Wr. Wb.
Selamat siang pak Ustadz. Terimakasih atas responnya. Saya
mengirim infaq dengan maksud meminta bantuan pak ustadz atas
masalah pembagian waris menurut islam .
Adapun kronologisnya sebagai berikut :
Pada saat ibu saya meninggal, hal2 yang ditinggalkan adalah :
- Bapak saya
- Harta yg didapat selama pernikahan bpk ibu sebesar 250jt rupiah. 
-4 anak laki2 dan 6 anak perempuan.
- kedua orangtua ibu .
Selama hidup ibu saya adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Sepeninggal ibu, 2 anak laki dan kedua orang tua ibu meninggal
dunia.
Kemudian bapak saya menikah lagi dengan ibu baru dan dikaruniai
1 anak perempuan dan 1 anak laki. Kemudian Bapak saya
meninggal dunia dengan harta yang ditinggalkan selama menikah
dengan ibu baru tsb sebesar 150jt rupiah. Pekerjaan ibu baru
adalah juga ibu rumah tangga. Saat meninggal kedua orang tua dari
bpk saya sdh meninggal duluan.
Dengan kronologis tersebut mohon bantuan ustadz bagaimana
pembagian warisnya.
Atas bantuan ustadz kami ucapkan terimakasih.
Wass. Wr. Wb.
Jawab.
'Alaikum salam Wr. Wb.
Ibu xxx yang dirahmati Allah, terima kasih ibu telah menghubungi
kami dan berkomitmen dengan pembagian waris berdasarkan
syari'at Islam. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan
dengan pembagian waris ini, diantaranya:
1. Bahwa yang dimaksud harta warisan adalah harta peninggalan
yang sah menjadi milik si mati (saja), bukan harta gono-
gini sebagaimana yang dipakai dalam hukum adat dan hukum waris
negara (KHI). Hitunglah berapa kira-kira besaran saham
(kepemilikan ibu anda dalam 250 juta itu), jika sulit, bisa diambil
kesepakatan dengan semua ahli waris, hal ini dibenarkan menurut
syari'at, (silakan baca artikel kami, ( Harta Gono-Gini )
Untuk pembagian waris kasus keluarga anda, silakan anda cari tahu
kepemilikan saham masing-masing alm./almarhumah; saya akan
berasumsi bahwa 250 juta yang pertama milik ibu semua, dan 150
juta yang kedua adalah milik bapak semua; anda cukup
memperhatikan prosentase perolehan masing-masing ahli waris.
2. Bahwa yang dimaksud ahli waris adalah orang yang mempunyai
hubungan keluarga, perkawinan, serta masih hidup saat pewaris
meninggal dunia. Maka 2 saudara laki-laki sekandung anda yang
meninggal sebelum bapak, hanya mendapat bagian dari warisan ibu
saja, yang bagiannya diserahkan kepada ahli warisnya.
INPUT DATA: (Kasus I):
1. Pewaris: ibu
2. Harta warisan: Rp. 250 juta.(belum dipilah berapa yang milik ibu)
3. Ahli waris: 
   - Suami
   - Ayah
   - Ibu
   - 4 Anak laki-laki
   - 6 Anak perempuan
INPUT DATA (Kasus II): 
1. Pewaris: Bapak
2. Harta Warisan: Rp. 150 juta (belum dipilah berapa yang milik
bapak)
3. Ahli Waris: 
   - Isteri (kedua):
   - 3 Anak laki-laki
   - 7 Anak perempuan
PERTANYAAN:
   - Bagaimana pembagian warisnya ?
JAWABAN:
A. Saat Ibu meninggal dunia, ahli waris dan bagiannya adalah, sbb.:
Keterangan:
- Anak laki-laki dan perempuan mendapat sisa (ashabah) sebesar
5/12, dengan komposisi bagian anak laki-laki = 2x bagian anak
perempuan. 
- Karena 5 tidak bisa dibagi 12, maka 12-nya dikali jumlah bagian
anak =14 (lihat kolom X); dan bagian ahli waris yang lain juga
mengikuti dikalikan 14.
B. Saat bapak meningal dunia, maka ahli waris dan pembagian
warisnya adalah sbb.:

Keterangan:
- Kolom x adalah jumlah bagian untuk semua anak, = 13.
- Sisa untuk anak 7/8 tidak bisa dibagi 13, maka 13 dikalikan 8,
perolehan waris isteri juga dikali 13 agar imbang.
Demikianlah ibu xxxyang bisa saya bantu, jika ada hal yang ingin
ditanyakan lagi jangan segan untuk menghubungi 0856 xxxxxxxx  
tanpa harus memberi infaq lagi. Semoga Allah memberihidayah dan
rahmatNya kepada kita semua, amin. Allaahu a'lam.
Saya cukupkan dulu, kiranya metodenya bisa dimengerti, dan
contoh-contohnya bisa mewakili untuk soal-soal yang sejenis.
Semoga Bermanfaat.
Ingin konsultasi waris online ? klik di sini.
                      ‫ ُﺳﺒْﺤَﺎ َﻧﻚَ ﺍﻟﻠَّ ُﻬﻢَّ َﻭ ِﺑﺤَﻤْﺪ َِﻙ ﺃَ ْﺷ َﻬﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟ َﻪ ﺇِﻻَّ ﺃَ ْﻧﺖَ ﺃَﺳْ ﺘ َْﻐﻔِﺮ َُﻙ َﻭﺃَ ُﺗﻮْﺏُ ﺇِ َﻟﻴْﻚ‬        
      “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sumber: 
Fikih Sunnah 14, Sayyid Sabiq, Penerbit: PT.Al-Ma'arif, Bandung.
Al-Fara'id, A.Hassan, Penerbit: Pustaka Progressif
Artikel Terkait:

Hukum Waris Bagi Khuntsa (Banci, Wa...

Hukum Waris Anak Dalam Kandungan (H...

Hukum Waris Orang Yang Hilang dan M...

Cara Membagi Harta Warisan Yang Ber...


Cara Pembagian Waris Jika Harta Leb...

Ayat dan Hadits Sumber Rujukan Pem...

Terima kasih.

'Alaikum salam wr. wb.

1. Pembagian waris dilaksanakan jika pewaris telah Klasifikasi


Ahli Waris Dalam Keluarga
‫ﷲالرَّ حْ َم ِن اارَّ حِيم‬
ِ ‫ــــــــــــــــم ا‬
ِ ْ‫ِبس‬
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima harta
peninggalan (mewarisi) dari orang yang meninggal, baik karena
hubungan keluarga, pernikahan, maupun karena memerdekakan
hamba sahaya (wala’).
“Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris. 

1. Syarat Terjadinya Pewarisan


Pada dasarnya persoalan waris-mewarisi selalu identik
dengan perpindahan kepemilikan sebuah benda, hak dan tanggung
jawab dari pewaris kepada ahli warisnya. Dan dalam hukum waris
Islampenerimaan harta warisan didasarkan pada asas ijbari, yaitu
harta warisan berpindah dengan sendirinya menurut ketetapan Allah
SWT tanpa digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli waris.
Pengertian tersebut akan terwujud jika syarat dan rukun mewarisi
telah terpenuhi dan tidak terhalang mewarisi.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembagian
harta warisan. Syarat-syarat tersebut selalu mengikuti rukun, akan
tetapi sebagian ada yang berdiri sendiri.
Tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga
syarat tersebut adalah:
1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy,
hukmy  (misalnya dianggap telah meninggal) maupun secara taqdiri.
2. Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu
pewaris meninggal dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-
masing. 

2. Rukun-Rukun Waris
Adapun rukun waris harus terpenuhi pada saat pembagian
harta warisan. 
Rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada
tiga macam, yaitu :
1. Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau
orang
yang mewariskan hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar
telah meninggal dunia. Kematian seorang muwaris itu, menurut
ulama dibedakan menjadi 3 macam :
a) Mati Haqiqy  (mati sejati). Mati haqiqy (mati sejati) adalah
matinya muwaris yang diyakini tanpa membutuhkan putusan hakim
dikarenakan kematian tersebut disaksikan oleh orang banyak
dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang
jelas dan nyata. 
b) Mati Hukmy ( mati menurut putusan hakim atau yuridis). Mati
hukmy (mati menurut putusan hakim atau yuridis) adalah
suatu kematian yang dinyatakan atas dasar putusan hakim karena
adanya beberapa pertimbangan. Maka dengan putusan hakim
secara yuridis muwaris dinyatakan sudah meninggal meskipun
terdapat kemungkinan muwaris masih hidup. Menurut pendapat
Malikiyyah dan Hambaliyah, apabila lama meninggalkan tempat itu
berlangsung selama 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati. Menurut
pendapat ulama mazhab lain, terserah kepada ijtihad hakim dalam
melakukan pertimbangan dari berbagai
macam segi kemungkinannya.
c) Mati Taqdiry (mati menurut dugaan). Mati taqdiry (mati menurut
dugaan) adalah sebuah kematian (muwaris) berdasarkan dugaan
keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul perutnya
atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan
mati, maka dengan dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh
pemukulan terhadap ibunya.
2. Waris (ahli waris), yaitu orang yang dinyatakan mempunyai
hubungan kekerabatan baik hubungan darah (nasab), hubungan
sebab semenda atau perkawinan, atau karena memerdekakan
hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya muwaris,
ahli waris diketahui benar-benar dalam keadaan hidup. Termasuk
dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam kandungan (al-haml).
Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu: antara
muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.
3. Maurus atau tirkah, yaitu harta peninggalan si mati setelah
dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan hutang, dan
pelaksanaan wasiat.

3. Pembagian / Penggolongan Ahli Waris


Ahli waris atau anggota keluarga yang berhak mendapatkan bagian
warisan terdiri dari beberapa golongan, yakni ashhabul furudh dan
ashabah.
1. Ashhabul Furuudh:  Adalah ahli waris yang mempunyai bagian
tertentu, misalnya 1/8, 1/6, 1/4, 1/3,1/2 dan 2/3. yang termasuk
ashhabul furuudh ada 12 golongan (4 laki-laki dan 8
permpuan).  Dari golongan laki-laki:   1. bapak 2. kakek shahih dan
seterusnya ke atas 3.saudara laki-laki se-ibu 4. suami. Dari
golongan perempuan:  1. isteri, 2. anak perempuan, 3.saudara
perempuan sekandung, 4.saudara perempuan sebapak, 5. saudara
perempuan se-ibu, 6.cucu perempuan (dari anak laki-laki), 7. ibu,
8. nenek serta  seterusnya ke atas. 
2. 'Ashabah : adalah mereka yang mendapatkan sisa setelah
ashabul furuudh    mendapatkan  bagian yang telah
ditentukan.  Terbagi menjadi 2 jenis: 1. 'Ashabah Nasabiyah
(karena jalurketurunan), 2.'Ashabah Sababiyah (karena sebab
tertentu)
1. 'Ashabah Nasabiyah: 
1.'Ashabah bi nafsih ('Ashabah dengan
sendirinya / otomatis). Yakni semua laki-laki yang nasabnya
dengan si mayit tidak diselingi oleh perempuan.   Kriterianya adalah
karena ke-anak-an, ke-bapak-an, ke-saudara-an dan ke-paman-
an. Urutannya berdasarkan prioritas, sbb,:
 Anak laki-laki
 Cucu laki-laki (dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah
 Bapak
 Kakek seterusnya sampai ke atas.
 Saudara laki-laki sekandung.
 Saudara laki-laki se-bapak.
 Keponakan laki-laki (dari saudara laki-laki sekandung)
 Keponakan laki-laki (dari saudara laki-laki se-bapak).
 Paman sekandung (saudara laki-laki bapak, sekandung).
 Paman se-bapak (saudara laki-laki bapak, se-bapak).
 Sepupu laki-laki (anak paman sekandung)
 Sepupu laki-laki (anak paman se-bapak).
 Laki-laki atau perempuan yang memerdekakan.
 'Ashabah laki-laki yang memerdekakan,
2.  'Ashabah bi Ghairih  ("Ashabah karena orang lain). Yakni
perempuan yang menjadi 'ashabah karena adanya laki-laki yang
sederajat.
Anggotanya :
 Anak perempuan, 2 orang perempuan atau lebih(jika bertemu
anak laki-laki). Keterangan : jika anak perempuan sendirian dia
mendapat 1/2 bagian warisan, tapi jika ada ahli waris anak laki-laki,
anak perempuan menjadi 'ashabah; bagiannya menjadi 1/2 dari
bagian anak laki-laki.
 Seorang anak perempuan (jika bertemua anak laki-laki) atau
cucu perempuan (dari anak laki-laki). jika bertemu cucu laki-laki
(dari anak laki-laki).
 Seorang saudara perempuan atau saudara-saudara
perempuan sekandung; jika bertemu saudara/saudara-saudara laki-
laki sekandung.
 Seorang saudara perempuan (jika bertemu seorang saudara
laki-laki); atau saudara-saudara perempuan se-bapak (jika bertemu
saudara-saudara laki-laki se-bapak)
3.  'Ashabah Ma'a Ghairih (Menjadi 'Ashabah bersama orang lain).
         Yakni setiap perempuan yang memerlukan perempuan lain
untuk menjadi 'ashabah. Anggotanya:
 Saudara perempuan sekandung seorang atau lebiih bersama
dengan anak perempuan atau cucu perempuan (dari anak laki-laki).
 Saudara perempuan se-bapak seorang atau lebih bersama
dengan anak perempuan atau cucu perempuan (dari anak laki-laki).
2. 'Ashabah Sababiyah :
    Adalah maula (tuan) yang memerdekakan . Bila orang yang
memerdekakan tidak ada,  maka  warisan itu bagi 'ashabahnya
yang laki-laki.
Ikhtisar Ringkas Ashhabul Furudh dan 'Ashabah.

Contoh untuk pemahaman:


Jika seseorang  meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris
sbb.:
1. Ibu
2. Anak Laki-laki
3. 2 Anak perempuan
4. Bapak
Penjelasan/Pemecahan ;
1. Ibu adalah ashhabul furuudh- telah ditetapkan bagiannya- jika
si mati ada meninggalkan anak maka bagian ibu adalah 1/6 dari
harta pusaka.
2. Anak laki-laki dan bapak asalnya adalah 'ashabah bi nafsih,
tetapi karena anak laki-laki prioritasnya lebih tinggi, maka bapak
berubah menjadi ashhabul fururdh; bahwa jika yang meninggal
mempunyai anak, maka bagian bapak adalah 1/6 dari harta pusaka.
3. Anak perempuan asalnya adalah ashhabul furuudh,
tetapi karena ada anak laki-laki (sederajat), maka posisinya
menjadi 'ashabah bi ghairih (karena ada orang lain)
4. Posisi bapak adalah ashhabul furuudh, yakni mendapat bagian
1/6. Jika tidak ada anak laki-laki, posisi bapak adalah 'ashobah
(mengambil semua sisa).maka hasil bagian untuk ahli waris di atas
adalah, sbb.:

Contoh Pembagian Waris Keluarga.


Keterangan : 
 Penyebut 6 adalah agar bisa dibagi 6
 Sisa 'ashabah setelah diambil bagian untuk ibu (1)  dan bapak
(1) adalah 4.
 Laki-laki mendapat 2x bagian perempuan, maka 4 dibagi 4=1;
tiap anak perempuan dapat 1/6 anak laki-laki 2x1/6= 2/6
Mudah kan ?
Cobalah berlatih membagi waris sendiri dengan download di
Microsoft excel anda, klik Software Pembagi Waris..

insyaallah saya akan membantu semampunya.


Ingin konsultasi waris online ? klik di sini
 ‫ﻙ َﻭﺃَﺗُﻮْ ﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ‬
َ ‫ﻙ ﺃَ ْﺷﻬَ ُﺪ ﺃَ ْﻥ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَ ْﻧﺖَ ﺃَ ْﺳﺘَ ْﻐﻔِ ُﺮ‬
َ ‫ ُﺳ ْﺒ َﺤﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُ َّﻢ َﻭﺑِ َﺤ ْﻤ ِﺪ‬    
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan
bertaubat kepada-Mu.”
Sumber:
Ilmu Fara'idh, A.Hasan
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1-2006-anissofiat-1298-
bab2l_21-0.pdf            
Artikel Terkait:

Pengertian Ahli Waris Menurut Hukum...


Pengertian Harta Warisan / Pusaka Y...

Hukum Waris Islam dan Ancaman Bila ...

Pengertian Penghalang Waris (Hajib)...


Hukum Wasiat Dan Ketentuannya Menur...

Jumlah Maksimal Bolehnya Berwasiat ...

Cara Membagi Harta Warisan Yang


BAGIAN

Bersisa
‫ﷲالرَّ حْ َم ِن اارَّ حِيم‬
ِ ‫ــــــــــــــــم ا‬
ِ ْ‫ِبس‬

Setelah artikel sebelumnya membahas harta warisan


yang lebih sedikitdibanding jumlah ahli waris, kali ini
saya sajikan artikel lawannya, yakni jikajumlah harta
warisan masih sisa setelah dibagi-bagikan kepada
ahli waris, namanya juga ada kelebihan sudah
pasti menyenangkan bagi para ahli warisnya.- Sudah dapat bagian
pribadi, masih ditambah dengan tambahan dari sisa yang tidak
habis terbagi . Ambil  contoh misalnya jika ahli waris hanya seorang
ibu dan seorang anak perempuan, atau digambarkan sbb.:

Setelah masing-masing ahli waris mendapatkan bagiannya,


diberikan kepada siapakah sisanya ? Sisa pusaka ini disebut
dengan"Radd." Radd adalah membagi sisa pusaka kepada ahli
waris, menurut bagian masing-masing (proporsional).
Kata radd berarti i'aadah(mengembalikan), dan kata radd juga
berarti sharf (memulangkan kembali). Yang dimaksud radd menurut
para ahli fuqaha (ahli fikih) ialah pengembalian apa yang tersisi dari
bagian dzawul furudh nasabiyyah kepada mereka sesuai dengan
besar-kecilnya bagian mereka bila tidak ada orang lain yang berhak
untuk menerimanya. 
Ar-radd adalah berkurangnya pembagi (jumlah bagian fardh) dan
bertambahnya bagian para ahli waris. Hal ini disebabkan
sedikitnya ashhabul furudh sedangkan jumlah seluruh bagiannya
belum mencapai nilai 1, sehingga disana ada harta warisan yang
masih tersisa, sementara tidak ada seorangpun ashabah disana
yang berhak menerima sisa harta waris. Maka dalam keadaan
seperti ini kita harus menurunkan atau mengurangi pembaginya
sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah ashhabul
furudh yang ada, meskipun akhirnya bagian mereka menjadi
bertambah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ar-radd
adalah kebalikan dari al-’aul.

1. Rukun Radd
Radd tidak akan terjadi kecuali bila ada tiga rukun:

1. Adanya fardh (Ashhabul Fardh / ahli waris yang berhak mewarisi)

2. Adanya sisa peninggalan harta (setelah dibagikan).

3. Tidak adanya ahli waris 'ashabah (yang berhak mengambil sisa).


Tambahan dari penulis:
- Selain dari kaidah di atas, untuk melihat suatu pembagian
termasuk radd atau bukan, lihatlah hasil dari "bagian asal", jika
hasilnya tidak bulat/hasil baginya kurang dari 1 (misalnya kurang
dari: 6/6, 12/12, 24/24, dsb.) maka dipastikan itu adalah jenis
pembagian radd.
- Pada pembagian radd dengan ahli waris
tanpa suami atau isteri, maka jumlah penyebut langsung dirubah
menjadi jumlah bagian para ahli waris. (lihat gambar 3.pada kolom
"Model Radd", semula bagiannya 1/3 +1/6; karena 1 = 3 =4, maka
dengan radd langsung menjai 1/4 = 3/4).
- Pada pembagian radd dimana ahli warisnya terdapat suami/isteri,
maka jumlahkan bagian semua ahli waris, sisanya dibagikan kepad
ahli waris selain suami/isteri saja (lihat "contoh soal" nomor 3 atau
gambar 5).

2. Ahli Waris yang Berhak Mendapat ar-Radd


Ar-radd dapat terjadi dan melibatkan semua ashhabul furudh, kecuali
suami dan istri. Adapun ashhabul furudh yang dapat menerima ar-radd
hanya ada delapan orang, yakni:
1.          Anak perempuan
2.          Cucu perempuan keturunan anak laki-laki
3.          Saudara perempuan sekandung
4.          Saudara perempuan seayah
5.          Ibu kandung
6.          Nenek sahih (ibu dari bapak)
7.          Saudara perempuan seibu
8.          Saudara laki-laki seibu
Adapun mengenai ayah dan kakek, sekalipun keduanya
termasuk ashhabul furudh dalam beberapa keadaan tertentu, mereka
tidak bisa mendapatkan ar-radd. Sebab dalam keadaan bagaimanapun,
bila dalam pembagian hak waris terdapat salah satunya, maka tidak
mungkin ada ar-radd, karena keduanya akan menerima waris sebagai
ashabah.

3. Ahli Waris yang Tidak Mendapat ar-Radd


Adapun ahli waris dari ashhabul furudh yang tidak bisa mendapatkan ar-
radd hanyalah suami dan istri. Hal ini disebabkan kekerabatan keduanya
bukanlah karena nasab, akan tetapi karena
kekerabatan sababiyah (karena sebab), yaitu adanya ikatan tali
pernikahan. Dan kekerabatan ini akan putus karena kematian, maka dari
itu mereka (suami dan istri) tidak berhak mendapatkan ar-radd. Mereka
hanya mendapat bagian sesuai bagian yang menjadi hak masing-masing.
Maka apabila dalam suatu keadaan pembagian waris terdapat kelebihan
atau sisa dari harta waris, suami atau istri tidak mendapatkan bagian
sebagai tambahan.

4. Pendapat Para Ulama Tentang Radd


Tidak ada nash yang menjadi rujukan masalah radd; oleh sebab itu
para ulama berselisih pendapat tentang radd ini. Macam
pendapatnya adalah sebagai berikut:

1. Tidak adanya radd terhadap seorangpun di antara ashhabul


furudh; dan sisa harta sesudah ashhabul furudh mengambil furudh
(bagian-bagian) mereka itu diserahkan kepada Baitulmal, bila tidak
ada ahli waris 'ashabah. (Pendapat Zaid bin Tsabit, yang diikuti
oleh 'Urwah, Az-Zuhri, Malik dan Asy-Syafi'i).
2. Adanya radd bagi ashhabul furudh termasuk kepada suami-
isteri, menurut kadar bagian masing-masing. (Pendapat Utsman).
3. Radd itu diberikan kepada semua ashhabul furudh, kecuali
suami-isteri, ayah dan kakek. Maka radd diberikan kepada 8
(delapan) golongan: 1. Anak perempuan, 2. Anak perempuan dari
anak laki-laki (cucu perempuan dari anak laki-laki), 3.Saudara
perempuan sekandung, 4.Saudara perempuan se-bapak, 5.Ibu,
6.Nenek, 7.Saudara laki-laki se-bapak dan 8.Saudara perempuan
se-ibu. (Pendapat Umar, Ali, jumhur sahabat dan tabi'in. Dan
inilahmadzhab Abu Hanifah, Ahmad dan pendapat yang dipegangi
bagi aliran Syafi'i serta sebagian pengikut Malik, ketika baitulmal
rusak). Dan pendapat inilah yang terpilih. Mereka berkata: Radd
itu tidak diberikan kepada suami-isteri, karena radd dimiliki dengan
jalan rahim, sedang suami-isteri itu tidak mempunyai hubungan
rahim kecuali hanya sebab perkawinan; radd juga tidak diberikan
kepada bapak dan kakek, karena radd ini ada bila tidak ada ahli
waris 'ashhabah, sedang bapak dan kakek termasuk ahli waris
'ashhabah yang mengambil sisa dengan jalan ta'shib dan bukan
dengan cara radd.    

5. Contoh-Contoh Pembagian Radd           


1. Penyelesaian soal radd gambar 1 di atas
Jawab: 

Contoh soal di atas harus diselesaikan dengan metode Radd karena


setelah harta dibagikan kepada ahli waris, masih bersisa (1/6 + 1/2
= 4/6), masih ada sisa 2/6 yang harus dibagikan kepada ahli waris
secara proporsional.  Model penyelesaian di atas adalah model
proses penjelasan, dalam prakteknya bisa disederhanakan menjadi
seperti berikut:
2. Seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan para ahli
waris: 3 nenek dan 3 saudara se-ibu. Berapakah bagian waris
masing-masing ?

Jawab:

3. Seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris:


Isteri, anak perempuan dan cucu perempuan. Berapakah bagian
masing-masing ahli waris ?

Jawab: 

Keterangan:

* Sisa setelah dibagikan secara fardh adalah 5, bagian yang lebih


itu masuk pada anak dan cucu, tidak pada isteri. Kita lihat, bagian
anak  3 kali lebih banyak dari cucu (12 banding 4). Ini berarti
sesudah dikeluarkan bagian isteri (1/8) sisanya terbagi 4 (3 + 1).
Maka agar dapat angka bulat, 4 kita kalikan 8, menjadi 32.

Sehingga isteri mendapat bagian: 1/8 dari 32   =  4 ................ ..


(32-4) sisanya = 28 

Anak Perempuan  mendapat     : 3/4 dari sisa  = 21          

Cucu Perempuan mendapat      : 1/4 dari sisa  =  7     +

                                                                           32

Betapapun saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi artikel


ini masih tetap belum sempurna dalam penyajiannya. Maka jika
anda masih belum paham juga, itu karena kekurangan saya.
Teruslah belajar dan berlatih ilmu fara'idh. anda juga bisa berlatih
menjadi pembagi warisdengan mendownload program aplikasi di
microsoft excel anda, klik Software Pembagi Waris Otomatis.

Semoga bermanfaat.

                      ‫ ُﺳﺒْﺤَﺎ َﻧﻚَ ﺍﻟﻠَّ ُﻬﻢَّ َﻭ ِﺑﺤَﻤْﺪ َِﻙ ﺃَ ْﺷ َﻬﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟ َﻪ ﺇِﻻَّ ﺃَ ْﻧﺖَ ﺃَﺳْ ﺘ َْﻐﻔِﺮ َُﻙ َﻭﺃَ ُﺗﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ‬             
      “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”

Sumber :
Fikih Sunnah 14, Sayyid Sabiq

Cara Pembagian Waris Jika Harta


WARIS

Lebih Sedikit Dari Bagian Ahli Waris


ِ ‫ْــــــــــــــــم اﷲِالرَّحْ َم ِن اار‬
‫َّحيم‬ ِ ‫بِس‬

Al-’aul adalah bertambahnya pembagi (jumlah bagian fardh)


sehingga menyebabkan berkurangnya bagian para ahli waris. Hal ini
disebabkan banyaknya ashhabul furudh  sedangkan jumlah seluruh
bagiannya telah melebihi nilai 1, sehingga di antara ashhabul furudh
tersebut ada yang belum menerima bagian yang semestinya. Maka
dalam keadaan seperti ini kita harus menaikkan atau menambah
pembaginya sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah
ashhabul furudh yang ada, meskipun akhirnya bagian mereka
menjadi berkurang.
Di dalam kaidah ilmu Fara'id, bagian-bagian yang didapat oleh ahli
waris ditetapkan dalam bentukpecahan matematika seperti: 1/2,
1/3, 1/6, 2/3. 1/8 dsb. Seringkali pembagian waris bisa terbagi
habis, baik secara alamiah ataupun karena adanya 'ashabah atau
ahli waris yang menghabiskan sisa. Tetapi bisa juga terjadi
pembagian waris yang hasilnya tidak bisa habis secara tuntas alias
masih bersisa atau malah kurang, baik karena bagian ahli waris
lebih sedikit dibanding bagian harta pusaka atau sebaliknya lebih
banyak. Postingan kali ini akan menghususkan pada pembahasan
jika bagian warisan lebih sedikit dibanding bagian ahli waris. Untuk
mengatasi masalah tersebut, di dalam ilmu Fara'idh dikenal istilah
pemecahannya yang disebut  'Aul.
1. Pengertian 'Aul
'Aul secara bahasa berarti irtifa' atau mengangkat. Dikatakan 'aalal
miizaan bila timbangan itu naik, terangkat. Kata 'aul ini kadang
berarti cenderung kepada perbuatan aniaya (curang). Arti ini
ditunjukkan di dalam firman Allah swt.
    ‫ َذٲل َِك أَ ۡد َن ٰ ٓى أَاَّل َتعُولُو ْا‬ 
Artinya: "Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya." (Q.S.An-Nisa : 3).
Menurut para fuqaha, 'aul ialah bertambahnya saham Ashhabul
furudh dan berkurangnya kadar peneriman warisan mereka. Hal ini
terjadi ketika makin banyaknya ashhabul furudh sehingga harta
yang dibagikan habis, padahal di antara mereka ada yang belum
menerima bagian. Dalam keadaan seperti ini kita harus menaikkan
atau menambah pokok masalahnya (penyebut) sehingga seluruh
harta waris dapat mencukupi jumlah ashhabul furudh yang ada.
Contoh dan penjelasan mudah:
jika ahli waris terdiri dari suami dan 2 orang saudara perempuan
sekandung/se-bapak.
menurut ilmu fara'idh, bagian ahli waris adalah:
- Suami: 1/2
- 2 Sdr.sekandung: 2/3; Padahal 1/2 ditambah 2/3 hasilnya tidak
bisa bulat menjadi 1, maka di sinilah metode 'aul diterapkan.

Gambar 1. Contoh Metode 'Aul dan Istilah Bilangan


Pecahan

Kalaulah tidak di'aulkan dan tidak dibagi sebagaimana contoh yang


ditunjukkan di atas itu, tentu tidak dapat keberesan, dan
kekurangan tidak dapat ditutupi.

2. Sejarah Awal Mula Diterapkannya 'Aul


Pada masa Rasulullah saw. sampai masa kekhalifahan Abu Bakar
ash-Shiddiq r.a. kasus ‘aul tidak pernah terjadi. Masalah ‘aul
pertama kali muncul pada masa khalifah Umar bin Khathab
r.a.. Ibnu Abbas berkata, "Orang yang pertama kali menambahkan
pembagi (yakni ‘aul) adalah Umar bin Khathab. Dan hal itu ia
lakukan ketika fardh yang harus diberikan kepada ahli waris
bertambah banyak."
Riwayat kejadiannya adalah: Seorang wanita wafat dan
meninggalkan suami dan dua orang saudara perempuan sekandung.
Yang masyhur dalam ilmu faraid, bagian yang mesti diterima suami
adalah 1/2, sedangkan bagian dua saudara perempuan sekandung
2/3. Dengan demikian, berarti pembilangnya melebihi pembaginya,
karena 1/2 + 2/3 = 7/6. Namun demikian, suami tersebut tetap
menuntut haknya untuk menerima setengah dari harta waris yang
ditinggalkan istri, begitupun dua orang saudara perempuan
sekandung, mereka tetap menuntut dua per tiga yang menjadi hak
waris keduanya.

Menghadapi hal demikian Umar pun berkata, "Sungguh aku tidak


mengerti, siapakah di antara kalian yang harus didahulukan, dan
siapa yang diakhirkan. Sebab bila aku berikan hak suami, pastilah
saudara perempuan sekandung pewaris akan dirugikan karena
berkurang bagiannya. Begitu juga sebaliknya, bila aku berikan
terlebih dahulu hak kedua saudara perempuan sekandung pewaris
maka akan berkuranglah bagian suami." Umar kemudian
mengajukan persoalan ini kepada para sahabat Rasulullah saw.. Di
antara mereka ada Abbas bin Abdul Muthalib dan Zaid bin
Tsabit mengusulkan kepada Umar agar menggunakan metode ‘aul.
Umar menerima anjuran tersebut dan berkata: "Tambahkanlah hak
para ashhabul furudh akan fardh-nya." Para sahabat menyepakati
langkah tersebut, dan menjadilah hukum tentang ‘aul
(penambahan) fardh ini sebagai keputusan yang disepakati
sebagian besar sahabat Nabi saw., kecuali Ibnu ‘Abbas yang tidak
menyetujui adanya ‘aul ini.
Dikatakan pula bahwa yang memberikan pertimbangan itu
ialah 'Ali. Sementara yang lain mengatakan bahwa yang
memberikan pertimbangan itu Zaid bin Tsabit. Wallahu a'lam.

3. Masalah Yang Bisa Di'aulkan


Sesudah diperiksa dan diteliti oleh ulama fara'idh, maka terdapat
kesimpulan bahwa 'aul itu hanya ada di masalah / bilangan
berpenyebut 6. 12. dan 24 saja, lainnya tidak bisa.
 Penyebut 6 kadang di'aulakan menjadi 7, 8, 9 atau 10.(lihat
gambar 2)
 Penyebut 12 terkadang di'aulkan menjadi 13, 15, dan
terkadang jadi 17.(lihat gambar 3)
 Penyebut 24 hanya bisa di'aulkan menjadi 27 saja.(lihat gambar
4)

4. Contoh-Contoh Masalah 'Aul


1. Telah mati seorang perempuan dengan meninggalkan seorang
suami, dua orang saudara perempuan sekandung, dua orang
saudara perempuan se-ibu, dan ibu. Masalah demikian
dinamakan masalah Syuraihiyah, sebab si suami itu mencaci
maki Syuraih, hakim yang terkenal itu, dimana si suami ini diberi
bagian 3/10 oleh Syuraih, padahal seharusnya dia mendapatkan
5/10 (lihat gambar 2 di bawah). Lalu dia mengelilingi kabilah-
kabilah sambil mengatakan: "Syuraih tidak memberikan kepadaku
separuh dan tidak pula sepertiga." Ketika Syuraih mengetahui hal
itu, dia memanggilnya untuk menghadap, dan memberikan
hukuman  ta'zir kepadanya, kata Syuraih: "Engkau buruk bicara,
dan menyembunyikan 'aul."

Gambar 2. Pemecahan Masalah Syuraihiyah - Penyebut 6

2. Seseorang telah meninggal dunia dengan meninggalkan ahli


waris: suami, ibu dan 2 anak perempuan. Hitunglah berapa bagian
masing-masing ahli waris.
Gambar 3. Pemecahan Masalah 'Aul - Penyebut 12

3. Seorang suami telah mati, sedang ia meninggalkan seorang


isteri, 2 anak perempuan, seorang bapak seorang ibu. Masalah ini
dinamakan masalah mimbariyah, sebab 'Ali bin Abi Thalib r.a.
tengah berada di atas mimbar di Kufah, dan dia mengatakan di
dalam khutbahnya: "Segala puji bagi Allah yang telah memutuskan
dengan kebenaran secara pasti, dan membalas setiap orang dengan
apa yang dia usahakan, dan kepada-Nya tempat bepulang dan
kembali," lalu dia ditanya tentang masalah itu, mak dia menjawab
di tengah-tengah khutbahnya: "Dan isteri itu, seperdelapannya
menjadi sepersembilan", kemudian dia melanjutkan khutbahnya.

Gambar 4. Metode Pemecahan Mimbariyah - Penyebut 24

.
‫ﻙ َﻭﺃَﺗُﻮْ ﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ‬
َ ‫ ُﺳﺒ َْﺤﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُ َّﻢ َﻭﺑِ َﺤ ْﻤ ِﺪﻙَ ﺃَ ْﺷﻬَ ُﺪ ﺃَ ْﻥ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَ ْﻧﺖَ ﺃَ ْﺳﺘَ ْﻐﻔِ ُﺮ‬                              
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan
bertaubat kepada-Mu.” 
Cobalah berlatih membagi waris sendiri dengan download di Microsoft excel
anda, klik Software Pembagi Waris..
Cara Membagi Warisan
Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti
rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya
pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah menggunakan
Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).

Beikut ini cara membagi waris dan siapa saja yang berhak mendapatkannya,,

Ada dua jalur untuk mendapatkan warisan secara adil, yaitu melalui pewarisan
absentantio dan pewarisan testamentair. Pewarisan absentantio merupakan warisan
yang didapatkan didapatkan berdasarkan Undang-undang. Dalam hal ini sanak keluarga
pewaris (almarhum yang meninggalkan warisan) adalah pihak yang berhak menerima
warisan.

Mereka yang berhak menerima dibagi menjadi empat golongan, yaitu anak, istri atau
suami, adik atau kakak, dan kakek atau nenek. Pada dasarnya, keempatnya adalah
saudara terdekat dari pewaris .

Sedangkan pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan penunjukan ahli waris


berdasarkan surat wasiat. Dalam jalur ini, pemberi waris akan membuat surat yang
berisi pernyataan tentang apa yang akan dikehendakinya setelah pemberi waris
meninggal nanti. Ini semua termasuk persentase berapa harta yang akan diterima oleh
setiap ahli waris.

Siapa Yang Tidak Berhak Menerima Warisan?

Meskipun seseorang sebenarnya berhak mendapatkan warisan baik secara absentantio


atau testamentair tetapi di dalam KUH Perdata telah ditentukan beberapa hal yang
menyebabkan seorang ahli waris dianggap tidak patut menerima warisan.

Kategori pertama adalah orang yang dengan putusan hakim telah telah dinyatakan
bersalah dan dihukum karena membunuh atau telah mencoba membunuh pewaris.
Kedua adalah orang yang menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat
atau dengan memakai kekerasan telah menghalang-halangi pewaris untuk membuat
surat wasiat menurut kehendaknya sendiri. Ketiga adalah orang yang karena putusan
hakim telah terbukti memfitnah orang yang meninggal dunia dan berbuat kejahatan
sehingga diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih. Dan keempat, orang yang
telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat dari pewaris.

Dengan dianggap tidak patut oleh Undang-Undang bila warisan sudah diterimanya
maka ahli waris terkait wajib mengembalikan seluruh hasil dan pendapatan yang telah
dinikmatinya sejak ia menerima warisan.

Pengurusan Harta Warisan


Masalah warisan biasanya mulai timbul pada saat pembagian dan pengurusan harta
warisan. Sebagai contoh, ada ahli waris yang tidak berbesar hati untuk menerima
bagian yang seharusnya diterima atau dengan kata lain ingin mendapatkan bagian yang
lebih. Guna menghindari hal tersebut, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan oleh
Anda yang kebetulan akan mengurus harta warisan, khususnya untuk harta warisan
berupa benda tidak bergerak (tanah dan bangunan).

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat Surat Keterangan Kematian di
Kelurahan/Kecamatan setempat. Setelah itu membuat Surat Keterangan Waris di
Pengadilan Negeri setempat atau Fatwa Waris di Pengadilan Agama setempat, atau
berdasarkan Peraturan Daerah masing-masing. Dalam surat/fatwa tersebut akan
dinyatakan secara sah dan resmi siapa-siapa saja yang berhak mendapatkan warisan
dari pewaris.

Apabila di antara para ahli waris disepakati bersama adanya pembagian warisan, maka
kesepakatan tersebut wajib dibuat dihadapan Notaris. Jika salah satu pembagian yang
disepakati adalah pembagian tanah maka Anda harus melakukan pendaftaran di Kantor
Pertanahan setempat dengan melampirkan Surat Kematian, Surat Keterangan Waris
atau Fatwa Waris, dan surat Wasiat atau Akta Pembagian Waris bila ada.

Satu bidang tanah bisa diwariskan kepada lebih dari satu pewaris. Bila demikian maka
pendaftaran dapat dilakukan atas nama seluruh ahli waris (lebih dari satu nama). Nah,
dengan pembagian waris yang dilakukan berdasarkan Undang-Undang maka
diharapkan bisa meminimalkan adanya gugatan dari salah satu ahli waris yang merasa
tidak adil dalam pembagiannya.

Empat Golongan yang Berhak Menerima Warisan

A. GOLONGAN I
Dalam golongan ini, suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris yang berhak
menerima warisan. Dalam bagan di atas yang mendapatkan warisan adalah istri/suami
dan ketiga anaknya. Masing-masing mendapat ¼ bagian.

Ayah
Ibu
Pewaris
Saudara
Saudara

B. GOLONGAN II
Golongan ini adalah mereka yang mendapatkan warisan bila pewaris belum mempunyai
suami atau istri, dan anak. Dengan demikian yang berhak adalah kedua orangtua,
saudara, dan atau keturunan saudara pewaris.
Dalam contoh bagan di atas yang mendapat warisan adalah ayah, ibu, dan kedua
saudara kandung pewaris. Masing-masing mendapat ¼ bagian. Pada prinsipnya bagian
orangtua tidak boleh kurang dari ¼ bagian

C. GOLONGAN III
kakek
nenek
kakek
nenek

Dalam golongan ini pewaris tidak mempunyai saudara kandung sehingga yang
mendapatkan waris adalah keluarga dalam garis lurus ke atas, baik dari garis ibu
maupun ayah.

Contoh bagan di atas yang mendapat warisan adalah kakek atau nenek baik dari ayah
dan ibu. Pembagiannya dipecah menjadi ½ bagian untuk garis ayah dan ½ bagian untuk
garis ibu.

D. GOLONGAN IV
Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga sedarah dalam garis
atas yang masih hidup. Mereka ini mendapat ½ bagian. Sedangkan ahli waris dalam
garis yang lain dan derajatnya paling dekat dengan pewaris mendapatkan ½ bagian
sisanya.
Catatan bagi ahli waris bahwa sebelum melakukan pembagian warisan, ahli waris harus
bertanggungjawab terlebih dahulu kepada hutang-piutang yang ditinggalkan oleh
pewaris semasa hidupnya.

Diposkan oleh nusti123 di 08.45 

LAKI DAN PEREMPUAN BISA BERBEDA


"Alaikum salam wr. wb.
Saudara, saya tidak bisa memperoses pertanyaan anda
karena tidak tahu anda sendiri berjenis kelamin apa,
laki-laki atau perempuan. Kalau anonim kan bersifat
umum, kecuali kalau ada anonimah....

meninggal dunia, jika masih hidup itu disebut hibah.


Dalam kasus anda, jika ibu telah meninggal dan ahli
warisnya hanya 10 anak saja (ibu tidak mempunyai
suami dan orang tua) maka pembagiannya:
- 6 Anak laki-laki masing-masing mendapat: 1/8
(12,5%).
- 4 Anak perempuan masing-masing mendapat: 1/16
(6,25%).
2. Pemberian dikala pemilik masih hidup (hibah)
diperbolehkan selama adil atau merata atau ada
keikhlasan dari anak yang lain.
Balas

Anda mungkin juga menyukai