Anda di halaman 1dari 9

Draft : Buya HMA.

;- […]

PIAGAM MINANGKABAU
RUMUSAN PENJABARAN DAN
OPERASIONAL KOMPILASI HUKUM
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK
BASANDI KITABULLAH DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT ADAT
MINANGKABAU, ALAS PIJAK
PENYUSUNAN KEBIJAKAN
PEMERINTAH DAERAH
DI PROPINSI SUMATERA BARAT

Hukum Adat bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah


sesungguhnya yang menjalin hubungan dengan Allah Tuhan Yang
Maha Esa, hubungan antara sesama manusia manusia, serta
hubungan antar lingkungan dengan alam semesta sebagai
ciptaan Allah Yang Maha Kuasa. Inilah yang jadi ciri pertanda jati
diri masyarakat adat Minangkabau, sebagai pandangan dunia
dan pandangan hidup, yang dapat member arah dan pegangan
perilaku serta perbuatan masyarakatnya.

Secara strategis hubungan itu sangat berperan sebagai


pengembangan jati diri kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apalagi ketika berhadapan dengan pengaruh budaya asing yang
tidak selaras dengan falsafah hidup bernegara bangsa Indonesia,
Pancasila.

Hubungan antar masyarakat adat Minangkabau sebagai bangsa


Indonesia telah merajut jalinan kebudayaan bangsa Indonesia
yang bhinneka bentuknya, sangat berperan guna pengembangan
dan pembinaan identitas dan menjadi perekat kekuatan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Adat bersendi syarak dan syarak bersendi Kitabullah (ABS-SBK) di


Minangkabau telah menjadi rujukan dari etika bagi seluruh sistim
masyarakat adat Minangkabau, seperti sistim social, sistim
ekonomi, sistim politik, sistim hokum, sistim pendidikan, dan lain-
lainnya guna meningkatkan kemampuan generasi bangsa dalam
menyerap ilmu dan teknologi, dan memperkuat ketahanan
nasional berasakan Pancasila, dan di dalam menyikapi kehidupan
ekonomi, social dan politik Internasional.

Menghadapi hubungan dengan kebudayaan asing yang tidak


terelakan itu, masyarakat adat Minangkabau dalam Provinsi
Sumatera Barat, berupaya menyumbangkan nilai-nilai ajaran
adatnya yang berfilosfi “Alam Takambang Jadikan Guru”,
suatu konsep kemanusiaan yang egaliter sebagai pencerminan
dari ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mereka anut.

Penjabarannya
Masyarakat Sumatera Barat sebagai masyarakat yang beradat
dan beragama, meyakini bahwa Kebenaran Yang Benar, berada di
Jalan Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan itu pula, masyarakat
adat Minangkabau melihat dirinya dan kiat melihat alam dan
perubahan yang terjadi dengan penjiwaan egaliter, bahwa “jika
bermain dengan alam, patah tumbuh hilang berganti, pusaka
lama tidak berubah”, yang artinya setiap yang bersifat
instrumental dapat berubah, namun yang fundamental tak
terganti.

Filosofi “Alam Takambang Jadikan Guru”, adalah satu konsep


pandangan dunia dan pandangan hidup yang dikotomis menurut
alurnya yang harmonis, yang diterjemahkan berupa dinamika
dalam sistem musyawarah dan mufakat berdasarkan alur dan
patut, yaitu etika hukum yang layak dan benar.

Adat Bersendi Syarak, Syarak bersendi Kitabullah (ABS-SBK)


Masyarakat Adat Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat,
mendorong terjaganya kebudayaan nasional bangsa Indonesia
yang dapat berperan aktif dalam perkembangan kebudayaan
dunia yang maju. Selalu mengikut sertakan seluruh warga
masyarakat sebagai satu mekanisme yang telah ditetapkan dan
disepakati. Dalam hubungan kekuasaan pemerintahan, maka
pemimpin dilihat sebagai “orang yang didahulukan selangkah,
ditinggikan seranting”, karena dalam hubungan kepemimpinan
alurnya adalah “kemenakan beraja kepada mamak, mamak
beraja kepada penghulu, penghulu beraja kepada muifakat,
mufakat beraja kepada Yang Benar, Yang Benar berdiri
sendirinya”.

Dalam mengayuh kehidupan social ekonomi, Masyarakat Adat


Minangkabau dengan Adat Bersendi Syarak, dan Syarak Bersendi
Kitabullah (ABS-SBK), mendorong pertumbuhan dan
perkembangan semangat percaya diri yang egaliter untuk
menghapus sikap feodalisme lama ataupun baru, dengan
memacu peningkatan usaha dan pemilikan modal atas asas
kebersamaan. Harapan ini akan diraih dengan upaya terus
menerus meningkatkan kualitas generasi bangsa yang aktif,
kreatif, mempunyai kemampuan adaptasi dalam perkembangan
dan kemajuan ilmu dan teknologi, serta sikap beridispiln bagi
peningkatan etos kerja, memiliki keimanan yang kuat dan ibadah
yang terjaga sebagai insan Indonesia yang bertakwa dan
berakhlak mulia.

Masyarakat di Provinsi Sumatera Barat, yang hidup dalam


lingkungan Masyarakat Adat Minangkabau, menyadari bahwa
nilai-nilai budaya daerahnya selalu akan berorientasi ke masa
depan dengan nilai-nilai yang lebih baik.

Masyarakat Sumatera Barat, mesti mengarifi semua benturan


budaya luar yang tidak jelas arahnya yang menyebabkan bangsa
Indonesia pada umumnya, dan masyarakat Sumatera Barat yang
beradat dan beragama pada khususnya, mengalami erosi nilai
dan etika budaya bangsa, yang sangat berakibat kepada
pencapaian masa depan yang lebih baik akan menempuh jalan
yang lebih sulit dan rumit. Oleh karena itu diperlukan satu sikap
dan keberanian moral dalam menetapkan garis kebijakan dan
kebijaksanaan social politik dan kebudayaan dalam mengangkal
terjadinya erosi nilai-nilai, etika berbangsa dan erosi kepercayaan
dan keimanan itu.

Operasionalnya

Masyarakat Sumatera Barat dengan ABSSBK sangat potensial


membentuk generasi Minangkabau yang maju di tengah
kehidupan budaya modern.

Falsafah Masyarakat Adat Minangkabau dengan ABS-SBK


mengandung etika hokum yang rasional, seperti diungkapkan
dalam kaedah adat Minangkabau “hukum adat bersendi syarak,
adalah hukum bersendi kepada alur dan patut, serta patut yang
mungkin, sesuai dengan yang ditetapkan oleh syarak mangato
adat memakaikan”. Padanya terpateri nilai budaya yang egaliter,
mengandung prinsip mengahargai orang lain dan lingkungannya,
serta membangkitkan daya juang kompetitif tanpa merusak
eksistensi diri dan lingkungannya.

GAMBARAN BUDAYA MINANGKABAU


SEBELUM DAN SESUDAH ABS-SBK

Usulan bagi Satu Pendekatan


Sebelum peristiwa Piagam Sumpah SatieBukik Marapalam, budaya Minangkabau
dapat digambarkan lewat diagram di bawah ini.

GAMBARAN BUDAYA MINANG KETIKA ADAT BERSUMBER DARI


NAN BANA, NAN BADIRI SANDIRINYO (SEBELUM ABS-SBK)
NAN-BANA,
NAN BADIRI
SANDIRINYO •Nan Rancak dan Nan Elok
•Tanah Ulayat
ALAM •Harta milik kaum
TAKAMBANG •Hukum/Cupak
Sikap Umum
•Tigo Tungku Sajarangan
Animis, Hindu, •Balai Adat
Budha Filsafah berdasar •Taratak, Nagari
Dilestarikan lewat logika

Adat Nan Sabana Adat


(Pandangan Dunia & Memengaruhi
Praktek-2 Pandangan Hidup)
penyembahan

Sarana
Pengungkapan Tata-cara •Adat istiadat
•Musyawarah Muapakaik
Pergaulan
•Sistim kekeluargaan
Masyarakat •Matrilinial
•Pangulu
•Mamak, Tungganai,
Seni Musik/ Benda & •Pidato Adaik
Bahasa Seni Tari/ Bangunan •Komunikasi informal
(Rumah Bagonjong) •Komunikasi non-verbal
Seni Beladir
Direkam lewat

Kato Pusako

Sastera
Lisan

Filsul dan pemikir yang merenda Adat Minangkabau telah mengakui dan memahami
keberadaan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo. Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo
termasuk Alam Terkembang yang menjadi Guru. Dari pemahaman bagaimana Alam
Terkembang bekerja, termasuk di dalam diri manusia dan masyarakatnya,
direndalah Adat Minangkabau. Konsep dasar Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana
Adat) kemudian menjadi kesadaran kolektif berupa Pandangan Dunia dan
Pandangan Hidup (PDPH) manusia dan masyarakat Minangkabau. Di samping itu,
pengaruh kepercayaan lama serta Hindu dan Budha telah mewarnai tata-cara dan
praktek penyembahan yang kita belum memiliki catatan yang lengkap tentang itu.

Konsep dasar PDPH (Adat Nan Sabana Adat) itu diungkapkan lewat Bahasa,
terutama Bahasa Lisan (Sesungguhnya Minangkabau pernah memiliki tulisan
berupa adaptasi dari Huruf Pallawa dari India (pengaruh agama Hindu/Budha).
Keseluruhan pepatah, petatah petitih, mamang, bidal, pantun yang berisikan
gagasan-gagasan bijak itu dikenal sebagai Kato Pusako. Kato Pusako itu yang
kemudian dilestarikan secara formal lewat pidato-pidato Adat dalam berbagai
upacara Adat. Sastera Lisan juga merekam Kato Pusako dala kemasan cerita-cerita
rakyat, seperti Cindua Mato, dll.

PDPH Masyarakat Minangkabau juga diungkapkan seni musik (saluang, rabab), seni
pertunjukan (randai), seni tari (tari piriang), dan seni bela diri (silek dan
galombang). Benda-benda budaya (karih, pakaian pangulu, mawara dll), bangunan
(rumah bagonjong)
serta artefak lain-lain mengungkapkan wakil fisik dari konsep PDPH Adat
Minangkabau. sehingga masing-masing menjadi lambang dengan berbagai makna.

Konsep PDPH yang merupakan inti Adat Minangkabau (Adat Nan Sabana Adat)
memengaurhi sikap umum dan tata-cara pergaulan, yang lebih dikenal sebagai Adat
nan Diadatkan dan Adat nan Taradat.

Peristiwa yang menghasilkan Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam telah


merubah konstruksi gagasan dasar dan penerapannya dalam Adat Minangkabau.
Tampaknya dahulu itu tekah terjadi asimilasi (atau pemesraan) yang cukup padu
antara Islam dengan Kitabullah serta Adat Nan Sabana Adat (Konsep Dasar Adat
sebagai PDPH) yang selanjutnya memengaruhi Adat Nan Taradat dan Adat Istiadat.
GAMBARAN BUDAYA MINANG BERDASAR SUMPAH SATIE ABS-SBK

ALLAH S.W.T

•Nan Rancak dan Nan Elok


KITABULLAH •Tanah Ulayat
Peta Alam Semest
(Al-Qu’an & ALAM SEMESTA •Harta milik kaum
&Petunjuk/Pedoman
Sunnah Rasul Sikap Umum •Hukum/Cupak
Hidup Manusia
•Tigo Tungku Sajarangan
•Balai Adat
•Musajik/Surau
Dilestarikan lewat
•Taratak, Nagari

ABS-SBK SEBAGAI
PANDANGAN DUNIA &
Memengaruhi
PANDANGAN HIDUP
Ibadah Mahdah
Di Masjid/Surau

Sarana
Pengungkapan Tata-cara •Musyawarah/mupakaik
•Adat istiadat
Pergaulan
•Sistim kekeluargaan
Masyarakat •Matrilinial
•Pangulu
•Mamak, Tungganai,
Seni Musik/ Benda & •Pidato Adaik
Bahasa Bangunan •Komunikasi informal
Seni Tari/
Seni Beladir (Rumah Bagonjong) •Komunikasi non-verbal
Direkam lewat

Kato Pusako

Sastera
Lisan

ABS-SBK sekarang menjadi konsep dasar Adat (Adat Nan Sabana Adat)
diungkapkan, antara lain lewat Bahasa, yang direkam sebagai Kato Pusako. ABS
SBK memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan masyarakat.

Barangkali langkah yang perlu kita lalui adalah:


1) Kompilasi
2) Kategorisasi
3) Kajian:
1. Tema
2. Aspek kehidupan perorangan
3. Aspek-aspek kehidupan masyarakat
4. Simpulan: Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup Dasar Masyarakat
(Bagaimana Adat Minangkabau menyatu-padukan aplikasinya dengan
Kitabullah atau bagaimana Islam diamalkan dalam konteks budaya
Minangkabau)
H Mas’oed Abidin, Padang , 7 April 2008

Anda mungkin juga menyukai