Anda di halaman 1dari 17

TUGAS AGAMA TATA KRAMA DARI BERBAGAI SUKU DI

INDONESIA

D
I
S
U
S
U
N

NAMA :

Erlangga Sakti Ayu Rantika

Kuku Rian Alzena Kamalia

M. Arkan Arya Zahra Shabrina

Razzidan Nabila Balqis

Yayang Nicho Syahputra

Kanaya M. Rangga Jaya

Nabila Intan

Intan Zafira
Alsa Azhari
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………...1

BAB I Pendahuluan…………………………………………………………2
A. Latar Belakang…………………………………………………………..2
B. Tujuan……………………………………………………………………..3

BAB II Pembahasan………………………………………………………...3
A. Tata Krama Suku Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam……...3
B. Tata Krama Suku Di Provinsi Sumatra Utara……………………….4
C. Tata Krama Suku Di Provinsi Sumatra Barat……………………….5
D. Tata Krama Suku Di Provinsi DI Yogyakarta..………………………6
E. Tata Krama Suku Di Provinsi Sumatra Selatan…………………….7
F. Tata Krama Suku Di Provinsi Bali……………….……………………8
G. Tata Krama Suku Di Provinsi Kalimantan Barat…………...………9
H. Tata Krama Suku Di Provinsi DKI Jakarta…………………………10
I. Tata Krama Suku Di Provinsi Sulawesi Selatan…...……………..11
J. Tata Krama Suku Di Provinsi Gorontalo……………...…………...12

BAB III Penutup……………………………………………………..13


A. Kesimpulan……………………………………………………………13
B. Saran…………………………………………………………………...14
Kata Pengantar

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-


‫َعلَ ْي ُك ْم ٱل َّساَل ُم‬
Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan
sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 3 Februari 2023


Penyusun

1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tata krama merupakan norma-norma pergaulan yang berkaitan dengan kebiasaan
dalam bertindak maupun bertutur kata yang berlaku atau di sepakati dalam
lingkungan pergaulan antar manusia setempat. Norma-norma dalam pergaulan ini
menjadi penting untuk dipahami agar terjalin hubungan yang baik dan harmonis di
dalam lingkungan pergaulan.

Tata krama mengandung nilai-nilai yang berlaku khusus pada daerah tertentu. Oleh
karena itu, sangat mungkin tata krama satu daerah akan berbeda dengan daerah
lain. Meskipun demikian, maksud dan tujuan adanya tata krama semuanya dalam
rangka mewujudkan hubungan yang harmonis dan rasa tenteram di dalam
kehidupan bermasyarakat.

Melalui tata krama, dimaksudkan agar seluruh lapisan anggota masyarakat akan
merasa nyaman. Dengan tata krama, orang yang lebih muda dapat menghargai
yang lebih tua, demikian sebaliknya orang yang lebih tua dapat menyayangi yang
lebih muda. Rasa menghormati, menghargai, dan menyayangi tersebut kemudian
tercermin dalam perilaku, penampilan, dan perkataan yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Rasulullah saw bersabda:

) ‫ َم ْن ل َ ْم يَ ْر َح ْم َص ِغرْي َ اَن َوي َ ْع ِر ْف َح َّق َك ِبرْي َ اَن فَلَيْ َس ِمنَّا ( رواه ابو داود‬: ‫قَا َل ا ْب ُن الرَّس ْ حِ َع ِن النَّيِب ِ ّ ﷺ قَا َل‬
Artinya: Ibnu Sarh berkata: Dari Nabi saw. beliau bersabda: Siapa yang tidak
menyayangi orang yang kecil di antara kami dan tidak mengerti hak orang yang
lebih besar di antara kami, maka ia bukan dari golongan kami." (HR. Abu Dawud)

Dalam kehidupan sehari-hari, sering disebut kata etika. Etika memiliki makna yang
sama dengan tata krama. Etika artinya norma-norma, nilai- nilai moral, kaidah-
kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Etika adalah
aturan perilaku, adat kebiasan manusia dalam pergaulan antarsesama. Pergaulan
hidup di masyarakat harus berdasarkan etika dan tata krama yang berlaku. Etika
dan tata krama pergaulan ini harus dipegang teguh supaya kepentingan setiap
anggota masyarakat tidak terganggu. Terganggunya kepentingan masyarakat ini
akan memicu konflik bahkan perpecahan.

Tata krama atau etika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pada berbagai
tempat dan situasi, seperti dalam bergaul di sekolah, di rumah, di masyarakat,
bahkan di media sosial. Secara lebih rinci, tata krama meliputi tata krama dalam
berkomunikasi lisan maupun tulisan, dalam bersikap, dan dalam berpakaian.

B. Tujuan
Penelitian ini adalah untuk mengetahui Tata Krama dari suku bangsa
yang ada di Indonesia dari sabang sampai marauke.

BAB II
Pembahasan

A. Tata Krama Suku Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


Provinsi Aceh memiliki budaya yang relatif tinggi. Kebudayaan ini pada
dasarnya diwarnai ajaran Agama Islam, namun demikian pengaruh
Agama Hindu yang telah berurat berakar sebelum masuknya Islam
masih tetap berpengaruh. Hal ini terlihat baik dalam adat istiadat,
kesenian maupun kehidupan sehari-hari. Kesenian tradisional Aceh
mempunyai identitas yang religius, komunal, demokratik dan heroik.
Kesusastraan Aceh ada dalam bahasa Aceh dan Melayu (jawi)
sementara bahasa Arab baik kata maupun ibaratnya banyak sekali
mempengaruhi Kesusastraaan Aceh.

 Suku Gayo
Masyarakat Gayo memiliki sistem kekerabatan yang masih
dipertahankan dan masih menjadi ikutan serta panduan dalam acara
adat dan agama. Hal ini menunjukkan bahwa jalur kekerabatan
masih dianggap penting. Sistem kekerabatan suku Gayo
memperlihatkan konsep kehidupan keluarga dan social yang diikat
oleh ajaran leluhur, terlihat dari cara keluarga besar mengambil
keputusan bersama sesuai dengan pepatah adat. Konsep sistem
kekerabatan suku Gayo dibagi menjadi dua yaitu keluarga inti (batih)
dan keluarga luas.

 Suku Alas
Upacara adat istiadat yang ada dalam masyarakat suku Alas adalah
'Turun Mandi', 'Sunat Khitan', 'Perkawinan', dan 'Kematian'.
Pada setiap kegiatan ini dikenal beberapa budaya tolong menolong
yang dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan posisinya dalam
struktur kekerabatan.
3
B. Tata Krama Suku Di Provinsi Sumatra Utara
 Suku Batak

Orang Batak hidup dalam sebuah fundamen dasar yang disebut “Dalihan
Natolu”: tiga tungku yang menghidupi tata mikro-sosial individu dalam
interaksinya dengan orang Batak lainnya.

 Keharusan untuk Somba Marhula-hula, atau menghormati saudara pihak dan semarga
dengan isteri (dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan)
 Keharusan untuk Manat Mardongan Tubu, atau menjaga persaudaraan dengan
saudara se-marga (dengan tujuan agar terhindar dari perseteruan)
 Keharusan untuk Elek Marboru, atau mengasihi saudara dan semarga dengan pihak
suami (dengan tujuan memperoleh berkah).

 Suku Melayu

Masyarakat Mandailing sangat kental dengan peraturan adat yang


melekat di dalam kehidupan masyarakatnya. Begitu juga segala
peraturan yang ada di dalam masyarakat tidak terlepas dengan
hukum dan norma adat. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk
mengetahui segala bentuk peraturan adat yang hidup di dalam
masyarakat Mandailing, serta cara pembentukan peraturan adat
Mandailing, dengan menggunakan Normatif dan Empiris  dengan
penelitian yang dilakukan di Desa Pidoli Dolok dengan metode
pengamatan, survei lapangan dan juga wawancara. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pembentukan peraturan
adat dilakukan oleh raja dengan persetujuan dari mora, kahanggi
dan  anak boru
 Suku Nias
Huo-huo hada, tata krama berbicara adat yang sopan santun dan
penuh dengan wibawa. Orang Nias sudah meniru gaya pidato dalam
menyampaikan sambutannya dalam setiap pesta apapin di Nias.
Seharusnya tata caranya dirubah dan tetap mempertahankan gaya
HUO HUO HADA NIAS, NIFAEMA-EMA LI. Pantun Nias sangat
indah dan mengandung ilmu pengetahuan sosial, budi pekerti yang
tinggi,  namun tradisi itu akan segera hilang.

C. Tata Krama Suku Di Provinsi Sumatra Barat


 Suku Minangkabau
Pergaulan menurut adat minangkabau terkenal sangat halus dan tinggi.
Halus dan tinggi maksudnya adalah memiliki nilai-nilai yang sangat
luhur dan penuh dan menjaga pergaulan dalam adat Minang seperti :

Nak aluih baso jo basi,

Nak luruih rantangkan tali,

Nak tinggi naikkan budi,

Nak kayo kuek mencari.

Nak aluih baso jo basi maksudnya adalah, kalau berbincang-bincang jangan


dengan cara kasar. Teatpi bertuturlah dengan bahasa yang halus dan lemah
lembut.

Dalam pergaulan kita perlu menjaga perasaan orang lain. Bila tak pandai
menjaga perasaan orang lain, orang lain akan tersinggung, orang lain akan
marah.

Salah satu cara untuk menjaga perasaan orang lain adalah dengan bertutur kata
dengan sopan, dengan halus dan lemah-lembut. Kita perlu memilki tatakrama
atau sopan santun yang memilki tingkah laku dan tutur kata yang baik. Kita
harus pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Dalam hidup kita perlu bergaul. Kita perlu berhubungan dengan orang lain,
karena kita tidak bisa hidup sendirian tanpa pertolongan orang lain. Kita saling
membutuhkan, karena itu, pergaulan harus selalu dijaga.

Untuk menjaga pergaulan agar tetap baik, basa-basi memang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari.

Sopan snatun sangat penting bagi orang Minangkabau, karena orang Minang
suka meranatu. Tentunya ia banyak bergaul dengan orang lain.

D. Tata Krama Suku Di Provinsi DI Yogyakarta

 Suku Jawa
Tata krama adalah suatu aturan yang diwariskan turun temurun untuk
mengatur hubungan antara individu satu dengan individu lainnya.

Tata krama bertujuan untuk menimbulkan saling pengertian, hormat-


menghormati dan penghargaan menurut adat yang berlaku di suatu
masyarakat. Tata krama umumnya mengandung nilai lokal, yaitu
hanya berlaku pada daerah tertentu saja. Untuk itulah tata krama satu
suku bangsa dan yang lainnya bisa berbeda-beda.

Tata krama yang akan kita bahas adalah tata krama Jawa. Dalam tata
krama Jawa, ada etika dan sopan santun yang harus dipenuhi. Ini tidak
terlepas dari sifat halus dan kasar. Tata krama jawa mengatur semua
hubungan mencakup antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan
lingkungan dan manusia dengan manusia yang lainnya. Etika yang
ada antara manusia dan manusia dibedakan dalam tata krama Jawa.

Antara orang muda kepada orang tua memiliki etika tersendiri,


berbeda dengan etika yang ada antar orang yang sebaya atau antara
orang yang lebih tua ke orang yang lebih muda. Dengan
pengelompokan ini membuat manusia Jawa diharuskan berbicara dan
berperilaku dengan melihat posisi, peran serta kedudukan dirinya di
hadapan orang lain.
Tata krama ini tidak hanya tampak pada tiga jenis bahasa yang
digunakan yakni Krama Alus, Krama Madya dan Ngoko. Tata krama
ini juga diwujudkan dalam gerakan dan bahasa tubuh merupakan
isyarat yang dipahami secara universal.

Dengan melihat dari kejauhan saja kita bisa tahu posisi seseorang
terhadap orang lainnya dari gesture atau gerak badannya cara
berbicaranya. Tata krama yang menonjol dalam keluarga Jawa adalah
adanya perbedaan dalam percakapan sehari-hari dengan keragaman
bahasa yang digunakan.

E. Tata Krama Suku Di Provinsi Sumatra Selatan


 Suku Palembang
Ngidang merupakan tata cara penyajian makanan saat ada acara
sedekahan (kendurian) dan pernikahan, yang dilakukan secara lesehan
dengan membagi setiap hidangan atau kelompok hanya terdiri atas
delapan orang. Hidangan digelar pada selembar kain dengan tempat nasi
berupa nampan ditempatkan pada bagian tengah. Dalam tiap hidangan itu
terdapat beberapa komponen penting selain nasi putih atau nasi minyak
yang berada di tengah hidangan, ada “iwak” atau lauk seperti rendang,
malbi, opor, ayam kecap, kemudian “pulur” terdiri dari buah-buahan dan
sayuran seperti nanas, acar, dan sambal. Tata cara bersantap secara
Islami tentunya akan benar-benar terasa dalam tradisi ini. Bagaimana
yang muda akan mempersilakan terlebih dulu para orangtua untuk
mengambil nasi, sembari menyiapkan piring dan air minumnya.

Sebagai penutup, biasanya yang empu rumah akan mengeluarkan kuliner


khas Palembang berasa manis seperti kue serikaya hijau. Saat ini
biasanya dimanfaatkan para undangan untuk saling bersenda gurau.

 Suku Komering

Kawin atau menyunat anak harus kenduri sesuai dengan Adat orang itu. kalu
belum ada kenduri penganten laki-laki perempuan belum boleh diberi gelaran,
serta adat orang itu di-schort selama ia belum memenuhi kewajibannya. Kalau
kematian juga membayar harga adatnya kepada Raja adat dan uang ini dibagi
kepada keluarga adat. Menurut adat anak orang ada adat Lampung harus kawin
dengan anak orang yang setingkat dengan adatnya serta musti kenduri.
Inilah yang menyebabkan zaman dahulu itu bujang atau gadis sampai tua banyak
yang tidak kawin dan inilah pula yang menyebabkan orang-orang banyak belahan,
umpama si-A mau mendapat mantu tetapi onskos tidak ada, ia pergi ke-kisam
pinjam 1000 uang dulu, sesudah sehari perkawinan anaknya maka si-A seberanak
pergi ke-kisam membuatkan orang yang punya uang kebun kopi seperti 2000
batang dalam jangka 4 tahun misalnya.
Anak gadis dengan anak bujang tunggal kampung tidak berpacar-pacaran apalagi
mau kawin, kalau kejadian juga maka kedua belah pehak membasuh kampung
dengan didenda memotong seekor kambing, untuk mengundang penduduk
kampung itu. begitu pula kalau ada bujang dari dusun lain, tinggal menumpang
pada salah satu rumah pada suatu kampung dalam dusun itu harus mematuhi
peraturan ini.

F. Tata Krama Suku Di Provinsi Bali


 Suku Madura
Bahasa yang pada umumnya merupakan cara berkomunikasi,
berbicara bagi masyarakat Sumenep yang merupakan cerminan
tatakrama suku bangsa Madura memiliki tingkatan tutur yang
merupakan wujud hormat kepada yang diajak bicara. Bahasa dan
cara berbicara bagi suku bangsa Madura yang diikuti oleh gerak-
gerik atau sikap yang menandakan bagaimana seharusnya orang
menghormati kepada orang lain.

Tatakrama lain yang jarang diperhatikan adalah cara duduk dan


berdiri, bersalaman, bertegur sapa dan sebagimana merupakan
sikap bagaimana orang menyadari diri sendiri dalam berhadapan
dengan orang lain.

Banyak orang-orang Madura melakukan migrasi karena alasan


berdagang, sekolah dan sebagainya lalu lalang dari Madura ke
Surabaya (Jawa) sehingga mobilitas itu akan banyak mempengaruhi
bentuk tatakrama terutama yang dianggap baku.
Suku Madura merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang
mencintai nilai-nilai kebudayaannya sehingga mereka tidak suka
begitu saja membiarkan kebudayaannya terkikis pengaruh dari luar,
mengingat kebudayaannya itu identitas suku bangsa.

G. Tata Krama Suku Di Provinsi Kalimantan Barat


 Suku Dayak
Tata krama atau adat sopan santun merupakan salah satu aspek
dalam kehidupan manusia yang harus di patuhi demi keharmonisan
dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Kita dapat
mengetahui bahwa tatakrama suku bangsa Dayak Kanayatn di
Kabupaten Pontianak ini difokuskan pada delapan macam
tatakrama yaitu tatakrama menghormat kepada orang tua dan yang
dituakan, tatakrama bertamu, tatakrama bersalaman, tatakrama
makan dan minum, tatakrama berpakaian dan berdandan,
tatakrama bertegur sapa, tatakrama berbicara serta tatakarama adat
yang lazim berlaku dalam masyarakat ini.

 Suku Tidung
tata krama yang berlaku pada suku Tidung,fungsi dan manfaat tata
krama, perubahan-perubahan yang telah terjadi pada tata krama
dan dampaknya terhadap tingkah laku. Metode yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif.
Tidung adalah suku asli Kalimantan yang beragama Islam, atau
bagian dari Dayak khususnya Dayak Murut di Tarakan, Kalimantan
Utara. Nama Tidung juga menunjukkan kepada sebuah kerajaan
yang kental dengan nuansa keislaman, yaitu kerajaan Tidung. Suku
Tidung merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian Utara
Kalimantan. Ia juga merupakan suku anak Negeri di Sabah. Jadi,
Suku Tidumg merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia
maupun di Malaysia (Negeri Sabah). Dalam penelitian ini
menemukan bahwa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku
Tidung masih memelihara norma-norma atau aturan-aturan yang
mereka sebut dengan tata krama.Tata krama itu berlaku baik di
dalam kehidupan keluarga inti, keluarga luas dan di dalam
masyarakat. Tata krama ini mengatur dalam sendi-sendi kehidupna
masyarakat, diantaranya tata krama dalam bersalaman, tata krama
dalam hal makan dan minum, tata krama berpakaian dan tata
kraman dalam hal pelaksanaan upacara perkawinan.

H. Tata Krama Suku Di Provinsi DKI Jakarta


 Betawi

Kebudayaan yang masih melekat pada kelurgaku mayoritas adalah


kebudayaan betawi, ayahku dari jawa timur dan ibuku asli orang betawi, dan
keluargaku tinggal di bogor cileungsi, Keluarga kami selalu berkumpul
bersama setiap malam atau waktu gajian berlangsung bergilir membelikan
makanan untuk makan bersama dan canda tawa untuk mempererat
kebersamaan keluarga. Keluargaku di ajarkan jika ada tamu atau saudara
untuk bertemu berkumpul bersama untuk berbincang dengan tamu itu tata
krama yang di ajarkan di keluargaku, berbicara sopan santun dan tidak boleh
berbicara kasar, lebih sopan terhadap yang lebih tua atau (permisi) .

kebudayaan yang sering di lakukan oleh orang tuaku adalah ngater atau
mengantar, tradisi ini masih sering di gunakan pada orang tuaku bukan
hanya acara penting saja melainkan berbagi dengan saudara yang rumahnya
cukup dekat atau tetangga rumah. Bahkan setiap bulan adik dari mamahku
(tante dan om) dan mamahku juga bergantian berkunjung ke rumah nenekku
nganter untuk orang tua (nenekku) dan bergatian menengoki/menjenguk
orang tua. Pada saat lebaran juga tradisi mengantar makanan ke rumah orang
tua masih di lestarikan oleh keluarga besarku, kami sekeluarga besar
ngumpul disana bersilaturahmi dan sungkeman dari yang muda ke yang
lebih tua dan membagikan duit lebaran bagi yang sudah kerja ke anak- anak
atau saudara adalah tradisi di keluarga besar kami.

Kebiasaan orang jawa terkenal orangnya yang sangat ramah, mudah akrap
bergaul dan mudah di kenal banyak orang, pekerja keras, tanggung jawab.
orang jawa yang di kenal sangat ramah walau dia tidak kenal tetapi bapakku
menyapa atau terseyum walau tidak kenal orang tersebut. Bapakku berpesan
“Gak ada salahnya berbuat baik sesama saudara” itu yag sering di katakan
bapakku ketika banyak sekali yang minta bantuan kepada bapakku, dan dari
sanalah keluargaku di ajarkan ketika kita selalu baik sesama saudara akan
mendapat buah dari hasil kebaikan itu sendiri.

10

I. Tata Krama Suku Di Provinsi Sulawesi Selatan


1. Suku Bugis
Tata krama makan pada masyarakat Bugis di Desa Leppangeng,
Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone. Jenis penelitian ini adalah
kualitatif dengan menggunakan data lapangan sebagai sumber
primer dan data Pustaka sebagai sumber sekunder untuk
menguatkan temuan data. Pendekatan penelitian yang digunakan
adalah antropologi budaya. Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi dan wawancara di lapangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tata krama makan masyarakat Bugis di
Leppangeng masih dipertahankan secara turun temurun, meskipun
ada perubahan-perubahan nilai akibat pengaruh modernisasi. Waktu
makan dan minum adalah pagi, siang, dan malam. Ada pun
tempatnya di ruang dapur rumah dan terkadang di teras rumah yang
digunakan sebagai tempat sarapan. Pakaian dikenakan pada saat
makan menggunakan pakaian rapi dan sopan. Laki-laki dewasa juga
menggunakan peci. Tata cara makan biasanya mendahulukan
kelompok laki-laki dewasa atau tamu, lalu kelompok perempuan.
Masyarakat Bugis pedesaan umumnya menggunakan kappar (baki)
dalam menyuguhkan menu makanan dan duduk melingkarinya. Isi
kappar terdiri nasi, lauk pauk dan sayur yang di tata dalam bakul
untuk nasi dan mangkuk atau piring untuk sayur dan laukpauk.
Sikap pada waktu makan dan minum harus menggunakan tangan
kanan. Pada saat makan, tidak diperbolehkan banyak berbicara
terutama berbicara buruk, dilarang makan dan minum dengan
berjalan atau berdiri, karena dianggap tidak beretika. Adapun, yang
berteriak memanggil pada saat makan, maka tidak diperbolehkan
menjawab, karena dianggap ganjen. Larangan tersebut, karena
dikhawatirkan berdampak buruk pada sistem pencernaan.

11

J. Tata Krama Suku Di Provinsi Gorontalo

 Suku Gorontalo

adanya Adapun adat adik agar anak-anak anaknya anggota


keluarga apabila artinya aturan ayah bagian bahkan Begitu berada
berjalan berlaku bertamu bertemu berupa bila buah budaya
Bulotalangi cara celana cucu cukup dahulu dianggap digunakan
dilakukan dimana dipakai disampaikan disebut ditegur dengan
sapaan duduk dulunya generasi muda golongan Gorontalo halnya
isteri istilah jalan jenis jumlah kakak kakek kaki kanan kebiasaan
kehidupan kekerabatan keluar kemeja kepala kerabat kiri lainnya
laki-laki lama langsung lapisan lingkungan keluarga makan
makanan Manado maupun memakai memberi memberikan memiliki
menegur menggunakan menghormati mengucapkan salam
menunjukkan menyampaikan minum misalnya muda mulai nama
nasehat nenek pakaian panjang pejabat penduduk penghormatan
perempuan perkembangan perubahan pesta petani pria putih
remaja saat salam salupe sambil sang sebanyak sehari-hari Selain
selalu selamanya seseorang sesuai setempat sikap sistem sopan
santun sosial suami suku suku bangsa Gorontalo Sulawesi Utara
tamu tangan tatakrama berbicara tatakrama bersalaman Tatakrama
bertegur sapa terdapat terjadi terutama tetap tuanya upacara yakni

12

BAB III
Penutup
A. KESIMPULAN

Menyusun Makalah ini bukanlah perkara susah tapi bukan berarti


mudah. Demikian kesimpulan yang didapat dari Penelitian tentang
Tata Krama Suku-Suku yang ada di indonesia. Seperti yang
diungkapkan oleh Noorca M. Massardi. “Menulis tidak pernah
menjadi sesuatu yang mudah. Akan tetapi tidak pula hal susah”

Menyusun makalah ini memerlukan ketekunan dan kedisiplinan.


Meskipun banyak yang mengungkapkan bahwa menulis
merupakan kegiatan yang bergantung pada ide dan kelancaran
penulis dalam melahirkan ide. Tetapi menulis perlu dilakukan
secara disiplin. Tanpa kedisiplinan, penyusun tidak akan
menghasilkan karya.

Dari penelitian ini ditemukan bahwa kedisiplinan merupakan


bagian penting dalam menulis. Kedisiplinan penulis dalam menulis
akan berpengaruh terhadap proses berkarya sang penulis. Untuk itu
perlu diterapkan kedisiplinan dalam menulis.

13

B. Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang
kami miliki, baik dari tulisan maupun bahasan yang kami
sajikan, oleh karena itu mohon di  berikan sarannya agar
kami bisa membuat makalah lebih baik lagi , dan semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi
wawasan kita dalam memahami paragraf.
Wassalamualaikum wr. wb

Medan, 3 Februari 2023


Penyusun.
14

Anda mungkin juga menyukai