Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH BUDAYA MELAYU

“ADAT YANG TERADATKAN”

Dosen Pembimbing : Drs. Emrizal Mahidin Tambusai, M.Si


Disusun Oleh : M. Alief Wiratama (2101113692)
Kelas : Budaya Melayu A
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Pekanbaru, 24 Oktober 2021
Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I :
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN...................................................................................................................5
1. Pengertian Adat yang Teradatkan..............................................................................................5
2. Contoh Adat yang Teradatkan..................................................................................................5
3. Sanksi Pelanggaran....................................................................................................................6
BAB IV : KESIMPULAN...................................................................................................................7
BAB I

PENDAHULUAN

Adat adalah kebiasaan yang sudah menjadi identitas komunitas suatu suku dalam menuruti
aturan dari hasil kesepakatan dalam hubungan dengan pencipta, sesama manusia, dan
lingkungan. Adat harus dipatuhi, mengandung sanksi atas pelanggaran, dan diwariskan secara
turun-temurun.
Kedatangan Islam di alam Melayu membawa konsep adat ke dalam makna yang lebih luas
dan mendalam. Mencakup keseluruhan cara hidup, yang sekarang ditakrif sebagai
“kebudayaan”, yakni yang berhubungan dengan undang-undang; sistem masyarakat, upacara,
dan segala bentuk kebiasaan masyarakat.
Adat sebagai kelakuan dan kebiasaan yang dianggap benar, misalnya menghormati orang
yang lebih tua. Adat sebagai prinsip asal-usul alam, misalnya ‘adat api membakar ‘adat air
membasah, dan ‘hidup dikandung adat, mati dikandung tanah Adat sebagai hukum dan
undang-undang dalam negara dan masyarakat umum, misalnya hukuman yang dikenakan
terhadap kesalahan dalam masyarakat, atau undang-undang adat dalam masyarakat adat
perpatih, serta berbagai hukum kanon lama dari zaman Melaka hingga sekarang. Adat dalam
arti upacara seringkali disebut adat-istiadat. Dalam bentuk ini, adat berada dalam lingkup
kepercayaan, agama, dan magis.
Di dalam adat istiadat Melayu Riau, masing masing wilayah budaya mempunyai konsep yang
beragam. Namun, secara umum terdapat empat konsep adat yaitu adat yang sebenar adat, adat
yang diadatkan, adat yang teradatkan. dan adat istiadat.
Dalam pembahasan kali ini, konsep adat yang akan dibahas adalah adat yang teradatkan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Adat yang Teradatkan


Adat yang teradat merupakan aturan budi pekerti sehingga membuat penampilan manusia
yang berbudi bahasa. Dipelihara dari zuriat (generasi) kepada zuriat berikutnya, sehingga
menjadi resam (tradisi) budi pekerti orang Melayu. Adat ini merupakan konsensus bersama
yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentuhan sikap dan tindakan dalam
menghadapi setiap peristiwa 221/503 masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Nonsensus
dijadikan pegangan bersama, sehingga merupakan kebiasaan turun-temurun. Oleh karena itu,
“adat yang teradat” dapat berubah sesuai dengan nilai-nilai baru yang berkembang.
Adat yang teradat ini merupakan konsep masyarakat Melayu terhadap kesinambungan dan
perubahan, yang merupakan respons terhadap dimensi ruang dan waktu yang dijalani
manusia di dunia ini. Manusia, alam, dan seisinya, pastilah berubah menurut waktu dan
zamannya.
2. Contoh Adat yang Teradatkan
Menurut Lah Husni, perubahan adat hanya terjadi dalam bentuk ragam, bukan dalam hakiki
dan tujuan semula. Umpamanya jika dahulu orang memakai tengkuluk atau ikat kepala dalam
suatu perhelatan adat, kemudian sekarang memakai kopiah itu menjadi pakaian yang teradat.
Jika dahulu berjalan berkeris atau disertai pengiring, sekarang tidak lagi. Jika dulu warna
kuning hanya raja yang boleh memakainya, sekarang siapa pun boleh memakainya (Lah
Husni, 1986:62).
Dahulu kala dalam adat perkawinan Melayu digunakan serunai untuk mengiringi
persembahan tari inai, maka sekarang alat musik ini digantikan oleh akordion. Kalau dahulu
orang Melayu selalu menggunakan teater makyong, kini lebih sering menonton drama serial
di televisi-televisi. Jikalau dahulu kala orang Melayu bertanam padi di sawah dan
memanennya dengan disertai acara mengirik padi kemudian dijemur dan ditumbuk, kini pada
masa panen padi tersebut tidak lagi diirik, langsung diolah dengan mesin pengirik, dan
kemudian digiling. Kalau dahulu anak-anak muda melayu bercinta malu-malu, kini sudah
berubah yakni terang-terangan bergandeng tangan.
Adat yang teradat misalnya aturan panggilan dalam keluarga, masyarakat dan kerajaan,
seperti misalnya panggilan ayah, bapak, abah, ibu, emak, abang, kakak, puan, tuan, encik,
tuan guru, engku, paduka, datuk, nenek, dan nenek moyang.
Adat di dalam hubungan komunikasi merangkup 4 panduan, yaitu:
a) Kata mendaki, yakni adab bertutur terhadap orang tua-tua yang harus dihormati dan
disegani. Orang tua-tua dalam hal ini tidak saja terbatas tua dalam artian umur, tetapi
juga kepada guru, pimpinan, ataupun rasi yang lebih tinggi, yaitu saudara yang secara
umur lebih mudah tetapi secara garis keturunan lebih tinggi, misalnya adik ibu yang
usianya lebih muda. Di dalam interaksi sehari-hari, penggunaan kata pada kata
mendaki hendaklah terkesan meninggikan martabat atau dengan gaya menghormati.
b) Kata melereng yakni adab berbicara dengan orang semenda. Caranya tidak boleh
langsung begitu saja. Terhadap orang semenda dalam masyarakat adat, di samping
dipanggil dengan gelar juga dipakai gaya berkias atau kata perlambangan. Gunanya
untuk menjaga perasaan dalam rangka menghormati orang semenda tersebut.
c) Kata mendatar, yakni cara berkomunikasi terhadap teman sebaya. Dalam keadaan ini
kita boleh bebas memakai kata-kata dan gaya. Mulai dari gaya terus terang, jenaka,
kiasan bahkan juga saran dan sindiran atau kritik, sesuai dengan ruang, waktu, dan
medan berkomunikasi.
d) Kata menurun, yakni cara berkomunikasi dengan kanak-kanak atau pada orang yang
usianya lebih muda. Dibawah oarang yang usianya kepada seseroang yang
seseterhadap.

3. Sanksi Pelanggaran
Pelanggaran terhadap adat mengandung sanksi seberat kedua tingkat adat.. Jika terjadi
pelanggaran, maka orang yang melanggar hanya ditegur atau dinasihati oleh pemangku adat
atau orang-orang yang dituakan dalam masyarakat. Namun, si pelanggar tetap dianggap
sebagai orang yang kurang adab atau tidak tahu adat. Ketentuan adat seperti ini biasanya
tidak tertulis, sehingga pengukuhannya dilestarikan dalam ungkapan yang disebut “pepatah
adat” atau “undang adat”. Apabila terjadi suatu kasus, maka diadakan musyawarah yang
menggunakan “ungkapan adať” yang disebut “bilang undang”.
BAB IV

KESIMPULAN

Adat yang teradat merupakan aturan budi pekerti sehingga membuat penampilan manusia
yang berbudi bahasa. Dipelihara dari zuriat (generasi) kepada zuriat berikutnya, sehingga
menjadi resam (tradisi) budi pekerti orang Melayu. Perubahan adat hanya terjadi dalam
bentuk ragam, bukan dalam hakiki dan tujuan semula. Umpamanya jika dahulu orang
memakai tengkuluk atau ikat kepala dalam suatu perhelatan adat, kemudian sekarang
memakai kopiah itu menjadi pakaian yang teradat.
Pelanggaran terhadap adat mengandung sanksi seberat kedua tingkat adat.. Jika terjadi
pelanggaran, maka orang yang melanggar hanya ditegur atau dinasihati oleh pemangku adat.
Namun, si pelanggar tetap dianggap sebagai orang yang kurang adab atau tidak tahu adat.
Ketentuan adat seperti ini biasanya tidak tertulis, sehingga pengukuhannya dilestarikan dalam
ungkapan yang disebut “pepatah adat” atau “undang adat”.
DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Al. 2018. Pendidikan Budaya Melayu Buku Pegangan Guru. Pekanbaru : Lembaga
Adat Melayu Riau.
Takari, Muhammad. 2019. Memahami Adat dan Budaya Melayu. Medan : Majelis Adat
Budaya Melayu Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai