Anda di halaman 1dari 16

PANDANGAN ULAMA TENTANG TRADISI, RITUS DAN IBADAH

Dosen Pengampu: S. Nor Hasanah, S.Pd. I., M. Pd

Disusun Oleh:

Nazwa Azzahra 12201011

Safitri Ida Dalilah 12201023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas


rahmatnya dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
tepat pada waktunya dan tidak lupa pula shalawat serta salam kita hanturkan kepada
Baginda Rasulullah Shalallahu’ Alaihi Wasalam, dan keluarganya, sahabatnya,
serta kepada para pengikutnya hingga akhir zaman.

Adapun judul dari makalah kami ini ialah “Pandangan ulama tentang
tradisi, ritus dan ibadah”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
persyaratan dari Mata Kuliah Ibadah dan Ritual Keagamaan agar menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan bagi yang menulis ataupun yang membaca. Dan
diampu oleh Ibu S. Nor Hasanah, S.Pd.I., M.Pd.

Tentunya dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari kesalahan ataupun
kekurangan dari penulis. Oleh karena itu, kami sangat berharap para pembaca dapat
memberikan kritik serta saran tentunya untuk membangun dan mendorong kami
agar bisa membuat makalah ini menjadi yang lebih baik.

Pontianak, 18 september 2023

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................2


DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB I .............................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. Latar Belakang ..................................................................................................4
B. Rumusan Masalah .............................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan ..........................................................................................5
BAB II ...........................................................................................................................6
PEMBAHASAN ............................................................................................................6
A. Adat Istiadat ......................................................................................................6
B. Budaya ...............................................................................................................7
C. Ritual Keagamaan .............................................................................................8
D. Perbedaan Dari Ritual Keagamaan, Adat Istiadat, dan Budaya .....................9
E. Pandangan ulama’ tentang tradisi, ritus dan ibadah ..................................... 11
BAB III ........................................................................................................................ 15
PENUTUP ................................................................................................................... 15
KESIMPULAN ....................................................................................................... 15
SARAN .................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara majemuk yang mana terdiri dari berbagai
suku, bangsa, agama, dan bahasa. Dari berbagai macam tersebut maka
timbulah suatu ciri khas dan kebiasaan dari berbagai daerah masing-masing
baik adat istiadat maupun kebiasaan-kebiasaan lainnya. Dari berbagai adat
istiadat tersebut kita sebagai generasi penerus sangatlah harus
mempertahankan nilai budaya dan melestarikannya agar tidak luntur dan
hilang.
Agama dan budaya merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan
dalam kehidupan masyarakat sehingga menimbulkan berbagai macam
penilaian, sehingga ketika kita menempatkan agama dan budaya dalam
kehidupan sehari-harinya, seringkali timbul kebingungan. Hubungan antara
kebudayaan dan agama merupakan dua unsur yang dapat dibedakan namun
tidak dapat dipisahkan, walaupun kebudayaan didasarkan pada agama dan
dapat berubah seiring waktu dan tempat, namun tidak dapat menjadi
landasan agama. Pada saat yang sama, agama itu sendiri mempunyai nilai
mutlak dan tidak akan berubah karena perubahan waktu dan lingkungan.
Allah telah memerintahkan, menasihati ataupun melarang
hambanya untuk melakukan sesuatu yang tanpa ada tujuannya. Firman
Tuhan: “Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu
diantaranya dengan sia-sia”. Ritual islam adalah suatu yang penting yang
tidak hanya mempunyai nilai fisik akan tetapi juga menjelaskan aspek
spiritual tertentu, sikap hal-hal tertentu membuat hidup lebih bermakna
setelah kita memahami dan mengamalkan semangat yang terkandung
didalamnya.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu adat istiadat, budaya dan ritual keagamaan?
b. Apa perbedaan dari adat istiadat, budaya dan ritual keagamaan?
c. Bagaimana pandangan ulama tentang tradisi, ritus dan ibadah?

C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk menjelaskan apa saja pengertian adat istiadat, budaya dan ritual
keagamaan.
b. Untuk mengetahui perbedaan adat istiadat, budaya dan ritual
keagamaan.
c. Untuk mengetahui bagaimana pandangan ulama terhadap tradisi, ritus
dan ibadah.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Adat Istiadat
Adat istiadat adalah segala kebiasaan yang dilakukan turun-temurun
dan bersifat kekal dari generasi ke generasi lainnya sebagai suatu warisan
dari leluhur. Adat istiadat juga dapat menjadikan suatu daerah memiliki
cirikhas masing-masing, dan apabila suatu daerah tersebut tidak
melaksanakannya maka ada yang mempercayai akan terkena masalah dan
menanggung sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat. 1
Menurut Jalaluddin Tunsam, adat berasal dari Bahasa arab ‫عادات‬,
merupakan bentuk jamak dari ‫ َعادَة‬yang artinya cara atau kebiasaan. Di
Indonesia kata “adat” baru digunakan pada sekitar akhir abad 19, kata ini
hanya dikenal masyarakat Melayu setelah pertemuan budayanya dengan
agama islam sekitar abad ke 16.
Adat atau dalam Bahasa arab disebut ‘uruf, jika dilihat dari segi
istilah berarti perbuatan yang secara terus-menerus dan berulang-ulang
dikerjakan atau dilakukan oleh manusia 2. Tetapi ada pendapat lain yang
mengatakan bahwa ‘uruf adalah sesuatu yang telah dikenal masyarakat dan
kebiasaan yang dilakukan mereka baik tindakan/perbuatan dan perkataan3.
Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf: 199:
َ‫ع ِن ْال َجا ِه ِليْن‬ ْ ‫َوأْ ُم ْر ِب ْالعُ ْرفِ َواَع ِْر‬
َ ‫ض‬

Artinya:

“Dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan


orang-orang yang bodoh”.

Maksud dari ayat diatas jika dilihat dari padangan tafsir Al-Madinah
Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan

1
Munir Salim, BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI PERWUJUDAN IKATAN ADAT-ADAT
MASYARAKAT ADAT NUSANTAR, 2017, vol. 6 No. 1, hal. 4
2
Jurjani, Syarif, Ali bin Muhamad, at-Ta’rifat, al Haramain, Singapora Jeddah, hal. 146
3
Depag, Ushul Fiqih, Jakarta, 1986, hal. 150
Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Univ
Islam Madinah, yaitu:

“Hai Muhammad, permudahlah dalam berinteraksi dengan manusia, Dan


terimalah dari mereka amalan yang mampu mereka lakukan serta janganlah
meminta sesuatu yang memberatkan mereka agar mereka tidak menjauh
darimu. Jadilah orang yang lembut dalam berinteraksi dengan pengikutmu,
perintah orang lain untuk melakukan amal kebaikan, yaitu segala amalan
yang diakui syariat sebagai amalan baik, karena amalan itu akan mudah
diterima. Dan lakukanlah bagi orang lain perbuatan berupa mengajarkan
ilmu, menyuruh kebaikan, menyambung silaturahim, berbakti kepada orang
tua, mendamaikan orang yang berselisih, atau melarang perbuatan buruk.

Dan karena Rasulullah pasti menghadapi gangguan dari orang


bodoh dan jahil, maka Allah memerintahkannya untuk berpaling dari orang-
orang yang tidak memahami nilai dari sesuatu, seseorang, atau ucapan
mereka yang merupakan bentuk dari kejahilan4.

B. Budaya
Pengertian dari budaya ini sangatlah amat banyak, jika dilihat dalam
kehidupan sehari-hari budaya tersebut berkaitan dengan ras, bangsa, atau
etnis. Contohnya seperti orang sunda watak dan perilakunya dipengaruhi
budaya sunda dan macam-macam suku lainnya. Setiap kebudayaan itu
berbeda-beda, salah satunya seperti budaya Indonesia yang sangat identik
atau dikenal yaitu batik.
Sebenarnya konsep budaya ini sangatlah sulit didefinisikan, karena
budaya merupakan nama abstrak untuk fenomena multidimensional yang
mana sangat luas dan kompleks. Para ahli telah melakukan pengembangan
definisi budaya dari berbagai pendapat, maka pada tahun 1952 ada 2 orang
ahli antropologi yaitu, A.L. Kroeber dan C.Kluckhohn mencoba
mengumpulkan definisi budaya keseluruhan dan terkumpul 160 buah yang

4
https://tafsirweb.com/2653-surat-al-araf-ayat-199.html
berbeda-beda. Ternyata kata budaya berkaitan dengan aspek kehidupan baik
aspek material seperti makanan dan pakaian, aspek sosial yaitu masyarakat,
organisasi pemerintahan/struktur pemerintahan, aspek perilaku manusia dan
aspek-aspek lainnya5.
Tetapi jika dilihat dari segi etimologis kata “budaya” atau “culture”
dalam Bahasa inggris berasal dari Bahasa latin “colere” yang berarti
mengelolah atau mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan alam. Dalam
bahasa Indonesia, kata budaya (nominalisasi: kebudayaan) berasal dari
bahasa Sanskerta “buddhayah” yaitu bentuk jamak dari kata buddhi (budi
atau akal). Penjelasan lain tentang etimologi kata “budaya” yakni sebagai
perkembangan dari kata majemuk “budi daya” yang berarti pemberdayaan
budi yang berwujud cipta, karya dan karsa 6.

C. Ritual Keagamaan
Ritual beragama memiliki makna bagi penganutnya yang tersimpan
dalam pengalamannya yang tentu saja tidak dapat diungkapkan dengan kata
tetapi dapat dirasakan, maka makna ritual keagamaan adalah sebuah
keyakinan atau kepercayaan. Namun, dalam ritual keagamaan ini
melibatkan aktivitas tradisi masyarakat yang mana ritual tersebut terjadi
proses akulturasi antara agama dan budaya lokal (kolaborasi).
Ritual dipahami sebagai suatu tindakan yang bersifat mengikat
dengan adanya komunikasi dua arah antara manusia dan tuhan, ritual dapat
dilakukan sendiri maupun secara bersama disuatu tempat contohnya sholat.
Sholat dapat dilakukan sendiri dirumah dan dapat juga dilakukan
berjama’ah di mesjid atau surau. Selain itu agama lain juga melakukan
ibadahnya sesuai agama yang mereka anut masing-masing ditempat yang
telah ditetapkan. Maka dari itu, bahwasanya islam mencerminkan
bagaimana ibadah atau ritual keagamaan dapat dilakukan dimana saja, tetapi

5
R. Kusherdyana, Pemahaman Lintas Budaya, hal. 3
6
R. Kusherdyana, Pemahaman Lintas Budaya, hal. 3-4
dengan syarat tempat yang digunakan layak dan suci dari benda-benda yang
najis. 7

D. Perbedaan Dari Ritual Keagamaan, Adat Istiadat, dan Budaya


a. Ritual Kagamaan
Setiap bentuk praktik keberagamaan, baik tindakan keagamaan
maupun ritual, yang dimana pelaksanaannya diatur oleh ajaran agama
sebagai bentuk ibadah, pengabdian atau ekspresi rasa syukur,
ketundukkan yang mana dilakukan oleh seseorang hambanya kepada
Allah swt, dalam merealisasikan ajaran-ajarannya dan menjalankan
hidup secara religius, memiliki unsur-unsur yakni:
1. Dalam ritus mengandung unsur penyembahan atau ketundukan
atas rasa maupun ungkapan perasaan bersyukur sebagai
makhluk diciptakan.
2. Allah sebagai tujuan akhir atau disebut dengan the final purpose
of islamic rites yang dimana apabila sikap atau perilaku yang di
dalamnya telah adanya memuat unsur penyembahan, pemujaan
dan lain-lain yang bukan ditujukan kepada Allah swt maka
perilaku tersebut bukan lah termasuk dalam klasifikasi ritus
islam.
3. Adanya sistem pemisahan yang mana disebut system of
separation menjelaskan antara yang mana suci dan yang tidak
suci, yakni ritus dilaksanakan pada tempat atau waktu tertentu
yang di sucikan atau dilarang karena tidak di sucikan.
4. Konsekuensi adanya perbedaan antara yang suci dan yang tidak
suci atau secred and profane dimana perilaku-perilaku riual atau
ritus selalu terkait dengan hukum islam yang ditetapkan oleh
ulama fuqaha’ dikategorikan menjadi lima yakni, wajib, sunnah,
haram, makruh dan mubah. Misalnya pelaksanaan berkorban

7
Setiyani, Wiwik (2021). Studi Ritual Keagamaan. Pustaka IDEA, Surabaya. Hal 45-46
pada hari raya id’adha adalah dianjurkan, sedangkan
menyembah selain allah adalah dosa dan dilarang. 8
b. Adat Istiadat

Dalam istilah Bahasa arab, dikenal sebagai istilah adat atau urf’ yang
berarti tradisi. Menurut ulama, adat atau tradisi dapat dijadikan sebagai
dasar untuk hukum syara’ yang apabila tradisi tersebut telah berlaku dan
secara umum di Masyarakat setempat. Dan sebaliknya jika tradisi tidak
berlaku secara umum, makai a tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
menentukan boleh atau tidaknya tradisi tersebut dilakukan. 9

Sedangkan jika ditinjau dari segala ke abshannya, urf atau adat dibagi
menjadi dua, yakni:

1. Urf shahih, yakni suatu hal yang baik menjadikan kebiasaan suatu
Masyarakat, tidak bertentangan dengan ajaran agama, sopan, santun
dan budaya yang leluhur.
2. Urf fasid (adat kebiasaan yang tidak benar), suatu yang menjadi
kebiasaan yang sampai pada penghalalan sesuatu yang diharamkan
oleh allah (bertentangan dengan ajaran agama), undang-undang
negara dan sopan santun. 10

Adapun adat kebiasaan atau urf yang bisa dijadikan sebagai salah satu
dasar yang bisa dijadikan pijakan untuk menentukan hukum, diharuskan
memenuhi empat syarat sebagai berikut:

a. Tidak bertentangan dengan salah satu teks (nash) syariat.


b. Adat itu harus berlaku atau diberlakukan secara konstan dan
menyeluruh atau minimal dilakukan oleh kalangan mayoritas
(aghlabiyyah).

8
Ulya (2013). Ritus dalam keberagaman islam: Relevansi ritus dalam kehidupan masa kini. Kudus.
Fikrah, Vol. 1. No. 1. Hal 197-199
9
Fadal, Moh. Kurdi (2008). Ushul fiqh, Jakarta: PT Kencana. Hal 69
10
Effendi, M.zein Satria (2008). Kaidah-kaidah fikih, Jakarta: CV. Artha Rivera. Hal 154-155
c. Keberadaan adat kebiasaan itu, harus sudah terbentuk bersama
dengan pelaksaannya.
d. Tidak ada perbuataan atau ucapannya yang berlawanan dengan nilai-
nilai substansial yang dikandung oleh adat.11
c. Budaya
Adapun yang dapat membedakan dari ketiga hal tersebut adalah
budaya memiliki karakteristik sendiri, yaitu:
1. Budaya Dipelajari
2. Budaya adalah sosial
3. Budaya dibagikan
4. Budaya ditularkan
5. Budaya itu berkelanjutan
6. Budaya bersifat akumulatif
7. Budaya terintegrasi
8. Budaya pasti berubah
9. Budaya bervariasi dari masyarakat ke masyarakat
10. Budaya memuaskan
11. Budaya terkait dengan masyarakat

E. Pandangan ulama’ tentang tradisi, ritus dan ibadah

a. Tradisi
Secara etimologis tradisi berasal dari berasal dari kata latin traditum,
yaitu sesuatu yang dapat diteruskan (transmitted) dari zaman terdahulu
sampai lah masa sekarang. Menurut G Kartasapoetra dan Kartini,
mengatakan bahwa tradisi ialah kebiasaan berupa adat istiadat yang selalu
dipelihara dari turun temurun yang berkaitan dengan kepercayaan dan

11
Agung Setiyawan. (2012). Budaya Lokal Dalam Perspektif Agama: Legitimasi Hukum Adat (urf)
dalam islam. Yogyakarta. ESENSIA. Vol. XIII No.2. hal 128-129.
keyakini masing-masing. Jadi tradisi ini merupakan warisan yang
diturunkan kepada generasi berikutnya untuk dilakukan terus menerus. 12
Dalam bahasa arab tradisi juga disebut seperti al-adab ataupun urf
yaitu berupa perilaku maupun kegiatan yang dilakukan sehari-hari
dikalangan masyarakat. Tradisi ini muncul dari perkembangan perilaku
masyarakat yang melakukan interaksi dan proses sosial sehungga lahir
norma-norma dalam kelompok tersebut dan melembaga dilingkungan
himpunan kelompok tersebut secara terstruktur.
Relasi hukum islam dengan tradisi ini sering ini sering dikait-
kaitkan dengan dua hukum yang keduanya adalah hukum yang saling
bertentangan. Pertama yaitu hukum sunnah yang secara termilogi diartikan
oleh Abu al-Baqa dalam kitab kuliyyat diartikan sebagai suatu jalan
walaupun tidak diridhoi oleh Allah. Sedangkan secara terminologi sunah
diartikan sebagai jalan yang diridhoi Allah yang ditempuh dalam
menjalankan agama, yaitu sesuatu yang pernah dilakukan Rasulullah saw
dan para sahabatnya yang pandai dalam urusan agama karena dalam suatu
Hadist Rasul saw:
‫عليكم بسنتي و سنة الخلفاء الراشدين من بعد‬
‫ي‬

“Hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah khulafa’


ar-rasyidin setelahlu”
Dari hadist tersebut telah jelas bahwa sunnah adalah segala sesuatu
yang tidak hanya dilakukan rasulullah saw, melainkan juga segala sesuatu
yang dilakukan para sahabat Rasul (khulafa’ ar-rasyidin). Sedangkan secara
urf (tradisi), sunnah adalah suatu ajaran yang diikuti secara konsisten oleh
para pengikut, baik nabi ataupun wali. 13

12
Sholahuddin Al Ayubi (2008). Islam: Tradisi, Ritual dan Masyarakat. Banten, AL-FATH. Vol. 02.
No. 02. Hal 226
13
Ahmad Zulkifli & Ashif Az-Zafi (2020). Tradisi Nahdlatul Ulama Dalam Perspektif Hukum Islam.
Kudus. Wahana Akademika: Jurnal studi dan Sosial. Vol 7. No 1. Hal 6-7
Para ulama menetapkan bahwasanya sebuah tradisi yang bisa
dijadikan sebagai sebuah pedoman hukum yakni:
a. tradisi yang telah berjalan sejak lama yang dikenal oleh masyarakat
umum.
b. Diterima oleh akal sehat sebagai sebuah tradisi yang baik.
c. Tidak bertentangan dengan nash Al-Quran dan hadist Nabi saw.

Menurut para ulama, adat atau tradisi dijadikan sebagai dasar untuk
menetapkan hukum syara’ apabila tradisi tersebut telah berlaku secara
umum dimasyarakat tertentu. Sebaliknya jika tradisi tidak berlaku secara
umum, maka ia tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan
boleh atau tidaknya tradisi tersebut dilakukan. 14

b. Ritus

Ritus atau ritual keagamaan secara umum, yang tentunya melibatkan


perbuatan (action) maupun upacara-upacara keagamaan (ceremonies)
dalam rangka doa, pujian, pengabdian kepada tuhan yang Maha Suci dan
Murni Dzat-nya. Hal ini kadang dilakukan secara berkelompok, namun
sering juga dilakukan secara individu, pada waktu yang telah ditentukan
(bisa seharian – mingguan – bulanan – tahunan) dibeberapa tempat
(walaupun tidak mutlak), selalu berulang terus menerus.

Ritus atau ritual hampir berada dan melekat pada seluruh perilaku
keberagaman yang merupakan aktualisasi konkret dari kepercayaan atau
keimanan seseorang kepada tuhannya.15

c. Ibadah

Secara etimologis, kata ibadah merupakan bentuk mashdar dari kata-


kata abada yang tersusun dari huruf ain, ba dan dal. Artinya kata tersebut

14
Moh Winaldi, Rusli Takunas & Rustam (2021). Pandangan Islam terhadap Ritual adat Sasampe
di Desa Tonuson Kecamatan Totikum Selatan Kabupaten Banggai Kepulauan, Palu. AL-TAWJIH,
Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 2. No. 1 hal 97-98
15
Ulya (2013). Ritus dalam keberagaman islam: Relevansi ritus dalam kehidupan masa kini.
Kudus. Fikrah, Vol. 1. No. 1. Hal 199
mempunyai dua makna pokok yang tampak bertentangan atau bertolak
belakang. Pertama, mengandung pengertian lin wa zull yakni: kelemahan
atau kelembutan. Kedua, mengandung perngertian syiddat wa qilazh yakni:
kekerasan atau kekasaran.

Secara istilah, para ulama tidak mempunyai formulasi yang disepakati


tentang pengertian ibadah. Dengan demikian, ibadah secara termilogis
ditemukan dalam ungkapan yang berbeda-beda. Dalam halini, Prof. Dr. TM.
Hasbi Ash-Shaddieqy dalam mengutip beberapa pendapat, ditemukan
pengertian ibadah yang beragam yakni:

Ulama Akhlak mengartikan ibadah dengan:

‫لعمل بالطا عة البدنية و القيام بالشرائع‬


Mengerjakan segala tha’at badaniyah dan menyelenggaran segala
syariat (hukum).
Ulama fikih mengartikan ibadah dengan:
‫ما اد يت ا بتغا ء لو جه هلل و طلبا لثو به في اال‬
‫خرة‬
Segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan allah dengan
mengharapkan pahalanya di akhirat.

Selanjutnya ulama tafsir, misalnya Prof. Dr. M. Quraish shihab, MA.


Menyatakan bahwasanya: “ibadah adalah suatu bentuk ketundukan dan ketaatan
yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa pengagungan yang bersemai
dalam lubuh hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. 16

16
Abd. Muin Salim, (2012). Fiqh Siyasah: Konsepsi kekuasaan politik dalam Al-Quran. Jakarta.
RajaGrafindo. Hal 150
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Adat istiadat merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan secara turun-
temurun dan diwariskan kepada generasi-generasi lainnya, adat istiadat inilah yang
menjadikan suatu daerah tersebut memiliki cirikhas dan ada beberapa masyarakat
yang menekankan apabila adat tersebut tidak dilaksanakan maka aka nada dampak
atau musibah yang diterima. Sedangkan budaya ini cenderung mempengaruhi gaya
hidup manusia seperti gaya berpakaian yang mengikuti kebudayaan di daerahnya,
gaya Bahasa atau gaya bicara, dan lain sebagainya. Kemudian ritual keagamaan
atau ritus, hal ini amat berkaitan dengan agama jadi segala sesuatu ritual yang
menyambungkan dengan agama masing-masing seperti ibadah masing-masing
agama memiliki ritual atau ibadah untuk menyembah tuhannya. Maka ritus ini
dikatakan suatu tindakan yang bersifat mengikat dengan adanya komunikasi dua
arah antara manusia dan tuhannya, dengan segala ritual atau ibadah yang mereka
percayai masing-masing.
Perbedaan dari ketiga hal ini tentu saja ada, sudah terlihat dari pengertian
masing-masing kemudian adanya karakteristik, syarat, dan unsur masing-masing
walaupun ketiga hal tersebut jika dilihat amatlah tidak berbeda jauh. Menurut para
ahli ulama bahwasanya tradisi dan budaya akan berubah seiring berjalan nya waktu
akan tetapi berbeda dengan ritual keagamaan tidak akan berubah karena mutlak dari
allah,baik itu wajib maupun sunnah. Jika dilakukan akan mendapatkan pahala, jika
tidak dilakukan tidak mengapa.

SARAN
Demikian makalah ini disusun, sebagai catatan penutup bahwa pemakalah
menyadari akan banyaknya kekurangan dan kelemahan pada makalah ini, oleh
karena itu penulis berharap agar adanya kritik, saran atau masukkan yang bersifat.
membangun untuk perbaikkan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Muin Salim, (2012). Fiqh Siyasah: Konsepsi kekuasaan politik dalam Al-
Quran. Jakarta. RajaGrafindo.
Agung Setiyawan. (2012). Budaya Lokal Dalam Perspektif Agama: Legitimasi
Hukum Adat (urf) dalam islam. Yogyakarta. ESENSIA. Vol. XIII No.2.
Ahmad Zulkifli & Ashif Az-Zafi (2020). Tradisi Nahdlatul Ulama Dalam
Perspektif Hukum Islam. Kudus. Wahana Akademika: Jurnal studi dan
Sosial. Vol 7.
Depag, Ushul Fiqih, Jakarta, 1986
Effendi, M.zein Satria (2008). Kaidah-kaidah fikih, Jakarta: CV. Artha Rivera.
Fadal, Moh. Kurdi (2008). Ushul fiqh, Jakarta: PT Kencana.
Jurjani, Syarif, Ali bin Muhamad, at-Ta’rifat, al Haramain, Singapora Jeddah
Moh Winaldi, Rusli Takunas & Rustam (2021). Pandangan Islam terhadap Ritual
adat Sasampe di Desa Tonuson Kecamatan Totikum Selatan Kabupaten
Banggai Kepulauan, Palu. AL-TAWJIH, Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 2.
No. 1
Munir Salim, BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI PERWUJUDAN IKATAN
ADAT-ADAT MASYARAKAT ADAT NUSANTAR, 2017, vol. 6 No. 1
R. Kusherdyana, Pemahaman Lintas Budaya
Setiyani, Wiwik (2021). Studi Ritual Keagamaan. Pustaka IDEA, Surabaya
Sholahuddin Al Ayubi (2008). Islam: Tradisi, Ritual dan Masyarakat. Banten, AL-
FATH. Vol. 02. No. 02.
Ulya (2013). Ritus dalam keberagaman islam: Relevansi ritus dalam kehidupan
masa kini. Kudus. Fikrah, Vol. 1. No. 1
https://tafsirweb.com/2653-surat-al-araf-ayat-199.html

Anda mungkin juga menyukai