PENDAHULUAN
Yaitu laporan atau catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis
sebagai hasil pemeriksaan, pengobatan, observasi atau wawancara dengan pasien.
Informasi ini tidak boleh disebarluaskan kepada pihak-pihak yang tidak
berwenang, karena menyangkut individu langsung si pasien. Walaupun begitu
perlu diketahui pula bahwa pemberitahuan keadaan sakit si pasien kepada pasien
maupun keluarganya oleh orang rumah sakit selain dokter yang merawat sama
sekali tidak diperkenankan. Pemberitahuan kepenyakitan kepada pasien/keluarga
menjadi tanggung jawab dokter dan pasien, pihak lain tidak memiliki hak sama
sekali.
e. Informasi yang tidak mengandung nilai kerahasiaan :
2. Pasal 3 :
Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam Pasal 1 ialah:
1. Tenaga kesehatan menurut Pasal 2 Undang-Undang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Th. 1963 No. 78)
2. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan
pemeriksaan, pengobatan dan / atau perawatan & orang lain yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
f. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)
Sesuai dengan PERMENKES No:575/MEN.KES/PER/IX/ 1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis.
Persetujuan Tindakan Medik/Informed Consent adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Tindakan medik adalah suatu
tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau terapeutik.
Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
Setiap pasien yang mendapat pelayanan di rumah sakit mempunyai hak
untuk memperoleh atau menolak pengobatan. Bila pasien dalam perwalian maka
walilah yang mengatasnamakan keputusan hak tersebut pada pasien.
Di Rumah Sakit Karitas hal mengenai keputusan pasien (atau wali) dapat
dikemukakan dengan 2 cara, yang lazim dikenal dengan persetujuan meliputi :
1. Persetujuan langsung, berarti pasien/wali segera menyetujui usulan
pengobatan yang ditawarkan pihak rumah sakit. Persetujuan dapat dalam
bentuk lisan atau tulisan.
2. Persetujuan secara tak langsung.
Tindakan pengobatan dilakukan dalam keadaan darurat atau
ketidakmampuan mengingat ancaman terhadap nyawa pasien.
Selain kedua jenis persetujuan di atas terdapat pula suatu jenis persetujuan
khusus dalam hal mana pasien/wali wajib mencantumkan pernyataan bahwa
kepadanya telah dijelaskan suatu informasi terhadap apa yang akan dilakukan oleh
tim medis, resiko dan akibat yang akan terjadi bilamana suatu tindakan diambil.
Persetujuan ini dikenal dengan istilah informed consent, hanya diperlukan
bilamana pasien akan dioperasi atau akan menjalani prosedur pembedahan
tertentu. Pemberian persetujuan atau penolakan terhadap perlakuan yang akan
diambil tersebut menjadi bukti yang sah bagi rumah sakit, pasien dan dokter.
Demi menjaga kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul-timbul maka
pihak Rumah Sakit melakukan dua kali pengambilan persetujuan (apabila ternyata
kemudian ada tindakan khusus) yaitu :
1. Disaat pasien akan dirawat : Penandatanganan dilakukan setelah pasien
mendapat penjelasan dari petugas penerima pasien di tempat pendaftaran.
Penandatanganan persetujuan disini adalah untuk pemberi persetujuan
dalam pelaksanaan prosedur diagnostik, pelayanan rutin rumah sakit dan
pengobatan medis umum.
2. Persetujuan khusus (Informed Consent) : sebelum dilakukannya suatu
tindakan medis di luar prosedur di atas misalnya pembedahan.
Ini sesuai PERMENKES No: 575/Men.Kes/Per/IX/1989 pada Pasal 3
bahwa setiap tindakan medik yang mengandung resiko tinggi harus dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
Dan pada Pasal 4 disebutkan informasi tentang tindakan medik harus
diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta.
Dokter yang menangani pasien harus menjelaskan hal-hal yang akan
dilakukannya secara jelas. Dalam hal ini, dokter jangan sekali-kali memberi
garansi kesembuhan pada pasien, tetapi didiskusikan dan dijelaskan keuntungan
yang diharapkan sehingga pasien dapat berpikir dan menetapkan keputusannya.
Dokter dapat meminta persetujuan kepada suami/isteri pasien, apabila pasien
karena mempengaruhi fungsi seksual atau reproduksi pasien atau tindakan yang
dapat mengakibatkan kematian janin dalam kandungan. Keputusan ini diambil
sebagai upaya hubungan kemanusiaan dan tidak mutlak untuk mengobati pasien .
Dalam masalah persetujuan ini rumah sakit sering menghadapi
permasalahan seperti untuk kasus otopsi dan adopsi. Pada dasarnya otorisasi
untuk otopsi, adopsi adalah sama seperti untuk operasi/pembedahan. Dalam hal
ini rumah sakit harus betul-betul terjamin keselamatannya melalui bukti-bukti
tanda tangan dari orang-orang yang berhak.
Berkas dari pasien yang akan diotopsi harus memiliki lembaran perintah
otopsi. Perintah pelaksanaan otopsi dapat ditinjau dalam dua kejadian:
1. Otopsi atas permintaan keluarga pasien, dimana didalamnya terdapat
tanda tangan keluarga pasien
2. Otopsi atas permintaan polisi untuk pembuktian
Adanya permintaan akan jenasah pasien, bagian tubuh tertentu, kremasi
ataupun pernyataan bahwa jenasah tidak diambil keluarga dan lain
sebagainya harus senantiasa dikuatkan oleh tanda tangan dari berbagai
pihak termasuk didalamnya saksi I, II sesuai dengan prosedur yang
berlaku. Dalam kaitan ini selain instansi kamar jenasah maka dalam
berkas rekam medispun juga harus memiliki dasar penguat dalam bentuk
formulir persetujuan yang telah di tanda tangani oleh pihak pihak yang
bersangkutan tersebut. Dalam hal kasus adopsi pihak-pihak yang
bersangkutan harus benar-benar bertanggung jawab untuk segera
menandatangani formulary atau keterangan adopsi. Pihak rumah sakit
harus melibatkan unsur saksi sebagai penguat disamping adanya
pernyataan resmi secara tertulis dari pihak yang menerima. Dalam hal
mana seorang anak tidak diambil oleh keluarganya maka pihak rumah
sakit dapat meneruskannya kepada yayasan atau badan resmi yang
berwenang dan dianggap sah oleh negara. Segala korespondensi yang
terjadi dalam hal adopsi harus amat dijaga kerahasiaannya. Pihak
Instalasi Rekam Medis harus dapat menjamin bahwa berkasnya telah
lengkap. Bilamana dirasakan perlu untuk menyendirikan laporan adopsi
dari berkas pencatatan pasien maka Kepala Instalasi Rekam Medis dapat
mengambil kebijaksanaan tersebut dan memberi kode tertentu dalam
berkas rekam medis pasien tersebut. Selanjutnya surat adopsi tersebut
disimpan dalam tempat khusus yang terkunci dan aman.
g. Pemberian Informasi Kepada Orang/Badan Yang Mendapat Kuasa
Berbicara tentang pemberian informasi, kadang-kadang membingungkan
bagi seorang petugas rekam medis, karena harus mempertimbangkan setiap situasi
bagi pengungkapan suatu informasi dari rekam medis. Permintaan terhadap
informasi ini banyak datang dari pihak ketiga yang akan membayar biaya, seperti :
asuransi, perusahaan yang pegawainya mendapatkan perawatan di rumah sakit,
dan lain-lain. Disamping itu pasien dan keluarganya, dokter dan staf medis,
dokter dan rumah sakit lain yang turut merawat seorang pasien, lembaga
pemerintahan dan badan-badan lain juga sering meminta informasi tersebut.
Meskipun kerahasiaan menjadi faktor terpenting dalam pengelolaan rekam medis,
akan tetapi harus diingat bahwa hal tersebut bukanlah faktor satu-satunya yang
menjadi dasar kebijaksanaan dalam pemberian informasi. Hal yang sama
pentingnya adalah dapat selalu menjaga/memelihara hubungan baik dengan
masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya ketentuan-ketentuan yang wajar dan
senantiasa dijaga bahwa hal tersebut tidak merangsang pihak peminta informasi
untuk mengajukan tuntutan lebih jauh kepada rumah sakit.
Seorang pasien dapat memberikan persetujuan untuk memeriksa isi rekam
medisnya dengan memberi surat kuasa. Orang-orang yang membawa surat kuasa
ini harus menunjukkan tanda pengenal (identitas) yang syah kepada pimpinan
rumah sakit, sebelum mereka diijinkan meneliti isi rekam medis yang diminta.
Badan-badan pemerintah seringkali meminta informasi rahasia tentang seorang
pasien. Apabila tidak ada undang-undang yang menetapkan hak satu badan
pemerintah untuk menerima informasi tentang pasien, mereka hanya dapat
memperoleh informasi atas persetujuan dari pasien yang bersangkutan
sebagaimana yang berlaku bagi badan-badan swasta. Jadi patokan yang perlu dan
harus senantiasa diingat oleh petugas rekam medis adalah : Surat persetujuan
untuk memberikan informasi yang ditandatangani oleh seorang pasien atau pihak
yang bertanggungjawab, selalu diperlukan, untuk setiap pemberian informasi dari
rekam medis, terutama dalam keadaan belum adanya peraturan perundangan yang
mengatur hak tersebut. Pada saat ini makin banyak usaha-usaha yang bergerak di
bidang asuransi, diantaranya ada asuransi sakit, kecelakaan, pengobatan asuransi
tenaga kerja dan lain-lain. Untuk dapat membayar klaim asuransi dari pemegang
polisnya perusahaan asuransi terlebih dahulu memperoleh informasi tertentu yang
terdapat dalam rekam medis seorang pasien selama mendapat pertolongan
perawatan di rumah sakit. Informasi ini hanya dapat diberikan apabila ada surat
kuasa/persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien yang bersangkutan.
Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi
sehingga makin banyak jumlah pemegang polis, rumah sakit harus mampu
mengadakan satu formulir standard yang memberikan perlindungan maksimum
kepada pasien dan mempercepat waktu pengisiannya oleh petugas rumah sakit.
Untuk melengkapi persyaratan bahwa surat kuasa/persetujuan harus
ditandatangani oleh yang bersangkutan, Rumah Sakit menyediakan formulir surat
kuasa, dengan demikian tanda tangan dapat diperoleh pada saat pasien tersebut
masuk dirawat.
Pimpinan rumah sakit dengan Instalasi Rekam Medis dan Komite Rekam
Medis, menetapkan suatu peraturan yang mengatur pemberian informasi yang
berasal dari rekam medis itu. Peraturan-peraturan tersebut disebarluaskan ke
dalam lingkungan kerja rumah sakit maupun perorangan atau organisasi-
organisasi yang sering berhubungan dengan nstalasi Rekam Medis untuk meminta
informasi yang berkaitan dengan rekam medis.
Ketentuan-ketentuan berikut secara umum dapat dijadikan pedoman
kecuali jika ada ketentuan-ketentuan khusus yang ditetapkan oleh peraturan
perundangan yang berlaku.
Ketentuan-ketentuan yang dimaksud ialah :
1. Setiap informasi yang bersifat medis yang dimiliki Rumah Sakit tidak
boleh disebarkan oleh pegawai Rumah Sakit, kecuali bila pimpinan
Rumah Sakit mengijinkan.
2. Rumah Sakit tidak boleh dengan sekehendaknya menggunakan rekam
medis dengan cara yang dapat membahayakan kepentingan pasien, kecuali
jika rumah sakit sendiri akan menggunakan rekam medis tersebut bila
perlu untuk melindungi dirinya atau mewakilinya.
3. Para asisten dan dokter yang bertanggungjawab boleh dengan bebas
berkonsultasi dengan Instalasi Rekam Medis dengan catatan yang ada
hubungan dengan pekerjaannya. Andaikata ada keragu-raguan dipihak staf
rekam medis, maka persetujuan masuk ketempat rekam medis itu boleh
ditolak dan persoalannya hendaknya diserahkan kepada keputusan
pimpinan rumah sakit. Bagaimanapun salinan rekam medis tidak boleh
dibuat tanpa persetujuan khusus dari kepala Instalasi Rekam Medis, yang
akan bermusyawarah dengan pimpinan rumah sakit jika ada keragu-
raguan. Tidak seorangpun boleh memberikan informasi lisan atau tertulis
dari pihak pimpinan rumah sakit (pengecualian : mengadakan diskusi
mengenai kemajuan dari pada kasus dengan keluarga atau wali pasien
yang mempunyai kepentingan yang syah).
4. Dokter tidak boleh memberikan persetujuan kepada perusahaan asuransi
atau badan lain untuk memperoleh rekam medis.
5. Badan-badan sosial boleh mengetahui isi data sosial dari rekam medis
apabila mempunyai alasan-alasan yang syah untuk memperoleh informasi,
namun untuk data medisnya tetap diperlukan surat persetujuan dari pasien
yang bersangkutan.
6. Permohonan pasien untuk memperoleh informasi mengenai catatan dirinya
diserahkan kepada dokter yang bertugas merawatnya.
7. Permohonan secara lisan, permintaan informasi sebaiknya ditolak, karena
cara permintaan harus tertulis.
8. Informasi rekam medis hanya dikeluarkan dengan surat kuasa yang
ditandatangani dan diberi tanggal oleh pasien (walinya jika pasien tersebut
secara mental tidak kompeten) atau keluarga terdekat kecuali jika ada
ketentuan lain dalam peraturan. Surat kuasa hendaklah juga ditandatangani
dan diberi tanggal oleh orang yang mengeluarkan rekam medis dan
disimpan di dalam berkas rekam medis tersebut.
9. Informasi di dalam rekam medis boleh diperlihatkan kepada perwalian
rumah sakit yang sah untuk melindungi kepentingan rumah sakit dalam
hal-hal yang bersangkutan dengan pertanggungjawaban.
10. Informasi boleh diberikan kepada rumah sakit, tanpa surat kuasa yang
ditandatangani oleh pasien berdasarkan permintaan dari rumah sakit yang
menerangkan bahwa si pasien sekarang dalam perawatan mereka.
11. Dokter-dokter dari luar rumah sakit yang mencari keterangan mengenai
pasien di rumah sakit, harus memiliki surat kuasa dari pasien tersebut.
Tidak boleh seorang beranggapan bahwa karena pemohon seorang dokter
ia seolah-olah lebih berhak untuk memperoleh informasi dari pemohon
yang bukan dokter. Rumah sakit dalam hal ini akan berusaha memberikan
segala pelayanan yang pantas kepada dokter luar, tetapi selalu berusaha
lebih memperhatikan kepentingan pasien dan rumah sakit.
12. Ketentuan ini tidak saja berlaku bagi Instalasi Rekam Medis, tetapi juga
berlaku bagi semua orang yang menangani rekam medis di Bagian
Perawatan, bangsal-bangsal dan lain-lain.
13. Rekam medis yang asli tidak boleh dibawa keluar rumah sakit, kecuali bila
atas perintah pengadilan, dengan surat kuasa khusus tertulis dari pimpinan
rumah sakit .
14. Rekam medis tidak boleh diambil dari tempat penyimpanan untuk dibawa
kebagian lain dari rumah sakit , kecuali jika diperlukan untuk transaksi
dalam kegiatan rumah sakit. Apabila mungkin rekam medis ini hendaknya
diperiksa dibagian setiap waktu dapat dikeluarkan bagi mereka yang
memerlukan.
15. Dengan persetujuan pimpinan Rumah Sakit, pemakaian rekam medis
untuk keperluan riset diperbolehkan. Mereka yang bukan dari staf medis
rumah sakit, apabila ingin melakukan riset harus memperoleh persetujuan
tertulis dari pimpinan rumah sakit.
16. Bila suatu rekam medis diminta untuk dibawa ke pengadilan segala ikhtiar
hendaklah dilakukan supaya pengadilan menerima salinan fotocopy rekam
medis yang dimaksud. Apabila hakim minta yang asli, tanda terima harus
diminta dan disimpan di folder sampai rekam medis yang asli tersebut
kembali.
17. Fakta bahwa seorang majikan telah membayar atau telah menyetujui untuk
membayar ongkos rumah sakit bagi seorang pegawainya, tidak dapat
dijadikan alasan bagi rumah sakit untuk memberikan informasi medis
pegawai tersebut kepada majikan tadi tanpa surat kuasa/ persetujuan
tertulis dari pasien atau walinya yang sah.
Pengesahan untuk memberikan informasi hendaklah berisi indikasi
mengenai periode-periode perawatan tertentu. Surat kuasa/persetujuan itu
hanya berlaku untuk informasi medis yang termasuk dalam jangka
waktu/tanggal yang ditulis didalamnya.
h. Rekam Medis Di Pengadilan
Penyuluhan informasi yang diambil dari rekam medis sebagai bukti dalam
suatu sidang pengadilan, atau didepan satu badan resmi lainnya, senantiasa
merupakan proses yang wajar. Sesungguhnya bahwa rekam medis disimpan dan
dijaga baik-baik bukan semata-mata untuk keperluan medis dan administratif,
tetapi juga karena isinya sangat diperlukan oleh individu dan organisasi yang
secara hukum berhak mengetahuinya. Rekam medis ini adalah catatan kronologis
yang tidak disangsikan kebenarannya tentang pertolongan, perawatan, pengobatan
seorang pasien selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Rekam medis ini
dibuat sebagai suatu prosedur rutin penyelenggara kegiatan rumah sakit.
Penyimpanan dan pemeliharaan merupakan satu bagian dari keseluruhan kegiatan
rumah sakit .Sebagai satu dalil yang umum dapat dikatakan setiap informasi di
dalam rekam medis dapat dipakai sebagai bukti, karena rekam medis adalah
dokumen resmi dalam kegiatan rumah sakit. Jika pengadilan dapat diyakinkan
bahwa rekam medis itu tidak dapat disangkal kebenarannya dan dapat dipercayai,
maka keseluruhan atau sebagian dari informasi dapat dijadikan bukti yang
memenuhi persyaratan. Apabila salah satu pihak bersengketa dalam satu acara
pengadilan menghendaki pengungkapan isi rekam medis di dalam sidang, ia
meminta perintah dari pengadilan kepada rumah sakit yang menyimpan rekam
medis tersebut. Rumah sakit yang menerima perintah tersebut wajib mematuhi
dan melaksanakannya.
Apabila ada keragu-raguan tentang isi perintah tersebut dapat diminta
seorang sanksi untuk datang dan membawa rekam medis yang diminta atau
memberikan kesaksian di depan sidang.Apabila diminta rekam medisnya saja
pihak rumah sakit dapat membuat fotocopy dari rekam medis yang diminta dan
mengirimkan kepada bagian Tata Usaha pengadilan. Dalam suatu kasus mungkin
sebagian dari rekam medis atau mungkin seluruh informasi dari rekam medis
dipergunakan. Hakim dan pembela bertanggungjawab untuk mengatasi setiap
perbedaan ketentuan perundangan dalam hal pembuktian. Tanggung jawab
seorang ahli rekam medis adalah berperan sebagai saksi yang obyektif.
Pihak rumah sakit tidak memperkirakan setiap saat, rekam medis yang
mana yang akan diminta oleh pengadilan. Oleh karena itu, setiap rekam medis kita
anggap dapat sewaktu-waktu dilihat /diperlukan untuk keperluan pemeriksaan
oleh hakim di pengadilan. Konsekuensinya, terhadap semua rekam medis pasien
yang telah keluar dari rumah sakit harus dilakukan analisa kuantitatif secara
seksama. Setiap isian/tulisan di dalam rekam medis yang dihapus, tanpa paraf,
dan setiap isian yang tidak ditandatangani ataupun tidak sesuai dengan ketentuan
rumah sakit harus ditolak dan dikembalikkan kepada pihak yang bersangkutan
untuk diperbaiki/dilengkapi. Kedudukan kepala Instalasi Rekam Medis
memberikan tanggung jawab / kepercayaan khusus di rumah sakit, dengan
demikian harus senantiasa menjaga agar rekam medis semuanya benar-benar
lengkap. Materi yang bukan bersifat medis harus ditinggal apabila rekam medis
diminta untuk keperluan pengadilan, kecuali jika diminta.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
SDM instalasi rekam medis Rumah Sakit Karitas berjumlah 12 orang dan
sesuai dengan struktur organisasi instalasi rekam medis terbagi menjadi 2 bagian
yaitu Pelaporan dan Penyimpanan, dan Koding.
Instalasi rekam medis Rumah Sakit Karitas dikepalai oleh seorang Kepala
Instalasi dengan pendidikan DIII Rekam Medis Adapun pendistribusian SDM
instalasi rekam medis adalah sebagai berikut :
NAMA JABATAN KUALIFIKASI Waktu JML
FORMAL & INFORMAL Kerja SDM
Kepala Rekam Medik DIII Rekam Medik 2,5 Tahun 1
SI Keperawatan 2 Tahun 1
Staf Penyimpanan
SLTA/SMK 24 Tahun 2
18 Tahun 1
DIII Rekam Medis
Staf Koding dan Verifikasi 3 Tahun 1
DIII Komputer
18 Tahun 1
Jumlah 12
C. Pengaturan jaga
BAB III
STANDAR FASILITAS
33
2 1 1118
0
0
3 8
2
3
1 2
3 0
\ 8
3 17 0
3 0
2 0
2 0
2 0
8 2
2
0
2
0
1 11 2 12 13 14 2
0
2
0
15
Keterangan Gambar
1. Pintu masuk ruang kerja petugas rekam medik
2. Meja Assembling
3. Jendela
4. Meja Administrasi
5. Meja Entri SIMRS
6. Jendela
7. Meja Kepala Unit Rekam Medik
8. Meja Pelaporan
9. Meja filling
10. Jendela
11. Rak Penyimpanan
12. Rak Penyimpanan
13. Rak Penyimpanan
14. Rak Penyimpanan
15. Jendela
16. Jendela
17. Rak Penyimpanan
18. Meja Penerimaan Status
19. Jendela
20. Pintu Ruang Ganti
Tata cara penerimaan pasien yang akan berobat ke poliklinik ataupun yang
akan dirawat adalah sebagian dari sistem prosedur pelayanan Rumah Sakit
Karitas. Dapat dikatakan bahwa disinilah pelayanan pertama kali yang diterima
oleh seorang pasien saat tiba di rumah sakit, maka tidaklah berlebihan bila
dikatakan bahwa di dalam tata cara penerimaan inilah seorang pasien
mendapatkan kesan baik ataupun tidak baik dari pelayanan rumah sakit. Tata cara
melayani pasien dapat dinilai baik bilamana dilaksanakan oleh petugas dengan
sikap yang ramah, sopan, tertib dan penuh tanggung jawab.
Dilihat dari segi pelayanan di rumah sakit, pasien yang datang dapat
dibedakan menjadi :
1. Pasien yang dapat menunggu ( pasien poliklinik)
a. Pasien berobat jalan yang datang dengan perjanjian.
b. Pasien yang datang tidak dalam keadaan gawat.
2. Pasien yang harus segera ditolong (pasien gawat darurat)
Sedangkan menurut jenis kedatangannya pasien dapat dibedakan menjadi :
1. Pasien baru : adalah pasien yang baru pertama kali datang ke Rumah Sakit
untuk keperluan berobat.
2. Pasien lama : adalah pasien yang pernah datang sebelumnya ke Rumah
Sakit untuk keperluan berobat
Kedatangan pasien ke Rumah Sakit dapat terjadi karena :
a. Dikirim oleh dokter praktek di luar Rumah Sakit
b. Dikirim oleh Rumah Sakit lain, Puskesmas, atau jenis pelayanan kesehatan
lainnya.
c. Datang atas kemauan sendiri.
4.1. Pelayanan Pendaftaran Rawat Jalan ( Registrasi )
4.1.1. Pasien baru
Setiap pasien baru diterima di registrasi dan akan diwawancarai oleh
petugas guna mendapatkan data identitas yang akan ditulis diberkas rekam medis
dan di entry pada sistim rumah sakit dalam komputer.
Setiap pasien baru akan memperoleh nomor rekam medis yang ditulis pada
kartu berobat pasien sebagai kartu pengenal, yang harus dibawa pada setiap
kunjungan berikutnya di Rumah Sakit Karitas, baik sebagai pasien berobat jalan
maupun sebagai pasien rawat inap.
Pasien baru dengan berkas rekam medisnya akan dikirim ke poliklinik
sesuai dengan yang dikehendaki pasien. Setelah mendapat pelayanan yang cukup
dari poliklinik, ada beberapa kemungkinan dari setiap pasien :
1. Pasien boleh langsung pulang.
2. Pasien diberi kartu perjanjian oleh petugas poliklinik untuk datang
kembali pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan. Kepada pasien
yang diminta datang kembali, harus lapor kembali ke bagian Registrasi.
3. Pasien dirujuk/dikirim ke rumah sakit lain.
4. Pasien harus dirawat.
Untuk pasien yang harus dirawat, dokter yang merujuk membuat surat
pengantar berisi alasan pasien harus dirawat inap, bisa berupa diagnosa, tindakan
medis, ataupun tindakan penunjang lainnya. Jika pasien yang harus dirawat,
rekam medisnya akan dikirim keruang perawatan.
4.1.2. Pasien lama
Pasien lama datang ke Registrasi dan akan diwawancarai oleh petugas,
guna mendapatkan informasi nomor rekam medis dari kartu berobat pasien, dan
tujuan berobat.Setelah menunjukkan kartu berobat pasien dan diketahui tujuan
berobatnya, pasien dipersilahkan menunggu untuk diregitrasi terlebih dahulu,
sementara rekam medisnya dimintakan oleh petugas registrasi ke bagian
penyimpanan berkas rekam medis. Pasien dipersilakan ke kasir(pasien umum)
atau dipersilakan ke poliklinik(pasien dengan asuransi). Setelah rekam medisnya
dikirim ke poliklinik, pasien akan mendapat pelayanan di poliklinik dimaksud.
4.1.3. Pasien Gawat Darurat
Berbeda dengan prosedur pelayanan pasien baru dan pasien lama yang
biasa, disini pasien ditolong terlebih dahulu baru penyelesaian administrasinya,
meliputi pendaftaran pasien baik baru maupun ulang seperti pasien datang tidak
dengan perjanjian. Di Rumah Sakit Karitas pendaftaran pasien darurat gawat
dilakukan di registrasi untuk pasien baru maupun pasien lama. Setelah mendapat
pelayanan yang cukup, ada beberapa kemungkinan dari setiap pasien :
1. Pasien bisa langsung pulang
2. Pasien dirujuk/dikirim ke rumah sakit lain.
3. Pasien harus dirawat :
a. Pasien yang sudah diseleksi dan membawa surat pengantar untuk dirawat,
keluarga pasien dapat menyelesaikan administrasinya di kasir IGD(pasien
umum).
b. Jika pasien sudah sadar dan ada keluarganya, petugas IGD mempersilakan
keluarga pasien untuk mendaftarkan pasien di bagian registrasi pasien
gawat darurat.
c. Petugas rekam medis mengecek data identitas di komputer untuk
mengetahui apakah pasien pernah dirawat/berobat di Rumah Sakit
Karitas.
d. Bagi pasien yang pernah berobat/dirawat maka rekam medisnya segera
dikirim ke ruang perawatan yang bersangkutan dan tetap memakai nomor
yang telah dimilikinya.
e. Bagi pasien yang belum pernah dirawat atau berobat di Rumah Sakit
Karitas maka diberikan nomor rekam medis baru.
4.2. Pelayanan Pendaftaran Rawat Inap (Admission)
Penerimaan pasien rawat inap dilakukan di Admission. Tata cara
penerimaan pasien rawat inap harus wajar sesuai dengan keperluannya.
Pembinaan dan pelaksanaan pekerjaan penerimaan pasien dengan baik
menciptakan tanggapan yang baik dari pasien-pasien yang baru masuk, menjamin
kelancaran dan kelengkapan catatan-catatan serta menghemat waktu dan tenaga.
Untuk lancarnya proses penerimaan pasien 4 hal berikut ini perlu diperhatikan,
yaitu :
1. Petugas yang kompeten.
2. Cara penerimaan pasien yang tegas dan jelas (clear cut).
3. Lokasi yang tepat dari bagian penerimaan pasien
Untuk memperlancar tugas-tugas bagian lain yang erat hubungannya
dengan proses penerimaan pasien, aturan penerimaan pasien perlu ditetapkan.
Aturan yang baik harus memenuhi hal-hal berikut :
1. Bagian penerimaan pasien bertanggung jawab sepenuhnya mengenai
pencatatan seluruh informasi yang berkenaan dengan diterimanya seorang
pasien di Rumah Sakit Karitas
2. Bagian penerimaan pasien harus segera memberitahukan bagian-bagian
lain terutama bagian yang berkepentingan langsung, setelah diterimanya
seorang pasien untuk dirawat.
3. Semua bagian harus memberitahukan bagian penerimaan pasien, apabila
seorang pasien diijinkan meninggalkan rumah sakit.
4. Membuat catatan yang lengkap, terbaca dan seragam harus disimpan oleh
semua bagian selama pasien dirawat.
5. Instruksi yang jelas harus diketahui oleh setiap petugas yang bekerja
dalam proses penerimaan dan pemulangan pasien.
Ketentuan Umum Penerimaan Pasien Rawat Inap :
1. Semua pasien yang menderita segala macam penyakit, selama ruangan dan
fasilitas yang memadai tersedia dapat diterima di Rumah Sakit Karitas.
2. Sedapat mungkin pasien diterima di Admission pada waktu yang telah
ditetapkan, kecuali untuk kasus gawat darurat dapat diterima setiap saat.
3. Tanpa diagnosa yang tercantum dalam surat permintaan dirawat, pasien
tidak dapat diterima.
4. Sedapat mungkin tanda tangan persetujuan untuk tindakan operasi dan
sebagainya (apabila dilakukan) dilaksanakan sebelum pasien dirawat.
5. Pasien dapat diterima, apabila :
a. Ada surat pengantar Rawat Inap dari dokter yang mempunyai
wewenang untuk merawat pasien di rumah sakit.
b. Dikirim oleh dokter poliklinik.
c. Dikirim oleh dokter Instalasi Gawat Darurat.
d. Pasien darurat gawat perlu diprioritaskan.
Prosedur pasien untuk dirawat inap :
1. Pasien yang sudah memenuhi syarat atau peraturan untuk dirawat, setiap
saat dapat menanyakan pada petugas Admission apakah ruangan yang
diperlukan sudah tersedia.
2. Apabila ruangan sudah tersedia :
a. Pasien segera mendaftar di Admission.
b. Pada saat mendaftar dia akan mendapat penerangan tentang :
1. Ruang Perawatan
2. Bagaimana cara pembayaran serta tarif-tarifnya.
3. Peraturan selama pasien dirawat.
c. Dibuatkan berkas rekam medis rawat inap yang minimal berisi :
Identitas pasien antara lain : Nama lengkap pasien, Jenis kelamin
pasien, Tempat Tanggal Lahir pasien, Alamat pasien dan keluarga
yang bertanggung jawab selama pasien dirawat, nomor rekam medis
pasien, dan nama ruangan dan kelas dan menandatangani lembar
informed consend
d. Jika pasien pernah berobat ke poliklinik atau pernah dirawat
sebelumnya maka petugas Admission menghubungi ruang
penyimpanan rekam medis untuk meminta berkas rekam medis
sebelumnya.
e. Waktu pasien tiba di Admission, pasien dan/atau keluarga yang
mewakili diberi tanda pengenal.
f. Setelah melakukan pendaftaran di Admission, pasien dan/atau keluarga
yang mewakili kembali menunggu di Poliklinik atau IGD untuk di
hantar ke ruangan rawat.
Prosedur selama pasien di ruang perawatan yang berkaitan dengan
rekam medis antara lain :
1. Pada waktu pasien tiba di ruang perawatan dan diterima oleh perawat
pasien diberi tanda pengenal.
2. Perawat menambah formulir-formulir yang diperlukan oleh dokter maupun
perawat sendiri
3. Selama perawatan, perawat mencatat semua data perawatan yang
diberikan dari mulai saat pasien tiba di ruang sampai pasien tersebut
pulang, dipindahkan atau meninggal.
4.3. Sistem Identifikasi Dan Penomoran
4.3.1. Sistem Penamaan
Sistem penamaan pada dasarnya untuk memberikan identitas kepada
seorang pasien serta untuk membedakan antara pasien yang satu dangan pasien
yang lainnya, sehingga mempermudah/memperlancar didalam memberikan
pelayanan rekam medis kepada pasien yang datang berobat ke rumah sakit. di
Rumah Sakit Karitas menggunakan sistem penamaan langsung yaitu yang ditulis
dalam data base adalah nama pasien sendiri berdasarkan kartu tanda pengenal dan
dapat ditambahkan sesuai dengan wawancara terakhir.
Prinsip utama yang harus ditaati oleh petugas pencatat adalah : nama
pasien harus lengkap, minimal terdiri dari dua suku kata. Dengan demikian, nama
pasien yang akan tercantum dalam rekam medis akan menjadi satu diantara
kemungkinan ini :
1. Nama pasien sendiri, apabila namanya sudah terdiri dari dua suku kata
atau lebih.
2. Nama pasien sendiri dilengkapi dengan nama suami, apabila pasien
seorang perempuan bersuami.
3. Nama pasien sendiri dilengkapi dengan nama orang tua (biasanya
nama ayah).
4. Bagi pasien yang mempunyai nama keluarga/marga, maka nama
keluarga/marga atau surename didahulukan dan kemudian diikuti
nama sendiri.
Dalam sistem penamaan pada rekam medis, diharapkan :
1. Nama ditulis dengan huruf cetak dan mengikuti ejaan yang
disempurnakan.
2. Sebagai pelengkap, bagi pasien perempuan diakhir nama lengkap
ditambah Ny. Atau Nn sesuai dengan statusnya.
3. Pencatuman titel selalu diletakkan sesudah nama lengkap pasien.
4. Perkataan Tuan, Saudara, Bapak, tidak dicantumkan dalam penulisan
nama pasien.
4.3.2. Sistem Penomoran
Rekam medis pada Rumah Sakit disimpan menurut nomor, yaitu
menggunakan Unit Numbering System sistem ini memberikan satu unit rekam
medis baik kepada pasien berobat jalan maupun pasien untuk dirawat.inap. Pada
saat seorang penderita berkunjung pertama kali ke Rumah Sakit Karitas apakah
sebagai penderita berobat jalan ataupun untuk dirawat inap, kepadanya diberikan
satu nomor (admitting number) yang akan dipakai selamanya untuk kunjungan
seterusnya, sehingga rekam medis penderita tersebut hanya tersimpan di dalam
satu berkas di bawah satu nomor.Kepada petugas yang melakukan pendaftaran,
diperintahkan agar selalu mengecek apakah seorang pengunjung sudah pernah
berkunjung ke Rumah Sakit Karitas. Seorang pasien yang sudah pernah
berkunjung ke Rumah Sakit Karitas sebelumnya tidak akan diberikan nomor baru,
karena rekam medisnya yang sekarang akan diberi nomor yang sama dengan
nomor yang telah dimiliki pada kunjungan yang lalu. Kadang-kadang terjadi
kekeliruan dimana seorang penderita diberikan lagi nomor yang baru, padahal ia
telah mempunyai nomor, kekeliruan ini dapat diperbaiki dengan membatalkan
nomor baru dan tetap menyimpan rekam medisnya pada nomor lama.
Sistem nomor unit yang digunakan mempengaruhi rencana perkembangan
ruang tempat penyimpanan. Perlu sekali ruang lowong pada rak penyimpanan
sebesar 25% karena tempat tersebut berguna untuk menyimpan rekam medis yang
makin tebal.Satu problem yang biasa timbul adalah bertambahnya satu rekam
medis menjadi berjilid-jilid, karena seringnya pasien tersebut mendapat pelayanan
(dirawat) di Rumah Sakit Karitas. Kadang-kadang begitu seringnya seorang
penderita di rawat sehingga rekam medisnya harus dibuat jilid yang baru, karena
terlalu tebal jika hanya satu jilid saja. Untuk mengingatkan petugas penyimpanan
tentang hal ini, maka pada setiap jilid harus dibuat catatan nomor jilid dan jumlah
jilidnya, misalnya : Jilid 1 dari 2; Jilid 2 dari 2.
Untuk pengambilan rekam medis yang tidak aktif dari rak penyimpanan
untuk dimusnahkan atau untuk dibuat microfilm, karena menggunakan sistem
unit, nomor-nomor rekam medis tidak menunjukkan tua atau mudanya satu rekam
medis sehingga untuk memilih rekam medis yang tidak aktif harus dilihat satu
persatu, tahun berapa seorang penderita terakhir dirawat atau berkunjung ke
poliklinik.Untuk sumber nomor Rumah Sakit Karitas membuat satu bank
nomor menggunakan sistem penomoran langsung (straigth digit) dengan
menentukan nomor awal dimulai dari 1 sampai dengan seterusnya. Bank nomor
dikeluarkan oleh sistem komputer yang secara otomatis akan mengeluarkan satu
nomor baru setiap entry data pasien.
4.3.3. Simbol Dan Tanda Khusus
Pada berkas rekam medis pasien tercantum simbol-simbol sebagai berikut:
1. Nomor Rekam Medis
Pada map sudah dicetak kotak untuk menuliskan nomor rekam medis
yang akan diisi oleh petugas rekam medis. Penulisan nomor harus dengan
tulisan yang jelas dan mudah dibaca, dapat dicetak atau ditulis tangan
menggunakan spidol jangan hanya menggunakan pulpen.
2. Tempat Menuliskan Nama pasien
Terdapat tempat untuk menuliskan nama pasien pada map rekam medis.
3. Tahun Awal Berkunjung
Terdapat kolom untuk mencentrang tahun awal berkunjungnya pasien.
4.4. Penyelesaian Dan Pengembalian Rekam Medis
4.4.1. Pengembalian Rekam Medis (Retrieval)
Permintaan-permintaan rutin terhadap rekam medis yang datang dari
poliklinik umum maupun spesialis setiap hari pada jam tertentu dapat dilakukan
melalui telepon, apabila sistem cetak permintaan secara komputerisasi sedang
rusak. Untuk melayani pasien perjanjian yang datang pada hari tertentu bertugas
mengisi Buku Permintaan. Petugas harus menulis dengan benar dan jelas nama
penderita dan nomor rekam medisnya.
Petugas dari bagian lain yang meminjam rekam medis harus datang sendiri
untuk mengambil rekam medis yang dipinjam ke bagian rekam medis. Isi buku
peminjaman rekam medis yang berisi nama peminjam, waktu peminjaman,
nomor rekam medis, nama pasien, nama orang yang meminjam, tanda tangan, dan
tanggal pengembalian yang diketahui oleh petugas fillig. Pada saat rekam
medisnya kembali, ditulis tanggal pengembalian rekam medis pada tabel dalam
buku peminjaman rekam medis yang artinya rekam medis sudah kembali.
4.5. Penyimpanan Rekam Medis
4.5.1. Sistem Sentralisasi
Sistem penyimpanan yang digunakan di Rumah Sakit Karitas adalah
sistem sentralisasi. Dengan cara sentralisasi terjadi penggabungan antara berkas
rekam medis rawat jalan dan rawat inap dalam satu tempat. Karena semua pasien
baik rawat jalan maupun rawat inap hanya memiliki satu nomor rekam medis.
Kebaikan dari system sentralisasi adalah :
1. Mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan dan
penyimpanan rekam medis , sehingga pasien dapat dilayani lebih
cepat.
2. Mengurangi jumlah biaya yang digunakan untuk peralatan dan
ruangan.
3. Tata kerja Dan peraturan mengenai kegiatan pencatatan medis mudah
distandarisasikan.
4. Memungkinkan peningkatan efisiensi kerja petugas penyimpanan.
5. Mudah menerapkan sistem unit record.
Kekurangan dari system sentralisasi adalah :
1. Petugas menjadi lebih sibuk, karena harus menangani unit rawat jalan
dan unit rawat inap.
2. Tempat penerimaan pasien harus bertugas selama 24 jam.
4.5.2. Fasilitas Fisik Ruang Penyimpanan
Alat penyimpanan yang baik, penerangan yang baik, pengaturan suhu
ruangan, pemeliharaan ruangan, perhatian terhadap faktor keselamatan, bagi suatu
kamar penyimpanan rekam medis sangat membantu memelihara dan mendorong
produktivitas kerja pegawai-pegawai yang bekerja di situ.
Alat penyimpan rekam medis yang dipakai adalah rak terbuka dan jarak
antara dua buah rak untuk lalu lalang, minimal kurang lebih selebar 90 cm.
4.5.3. Penunjuk Penyimpanan
Pada deretan berkas rekam medis yang disimpan di rak harus diberi tanda
penunjuk guna mempercepat pekerjaan menyimpan dan menemukan rekam
medis. Jumlah penunjuk tergantung dari rata-rata tebalnya sebagian besar map-
map rekam medis tersebut. Untuk berkas rekam medis yang tebalnya sedang
diberi penunjuk setiap 50 map. Makin tebal map-map rekam medis makin banyak
penunjuk harus dibuat. Rekam medis yang aktif lebih banyak memerlukan
penunjuk daripada rekam medis-rekam medis yang kurang aktif.
Alat penunjuk ini, agar dipilih model yang kuat tahan lama dan mudah
dilihat. Pinggir penunjuk ini harus lebih lebar, menonjol sehingga angka-angka
yang dicantumkan disitu gampang terlihat.
4.5.4. Sampul Pelindung Rekam Medis
Berkas Rekam medis harus diberi sampul pelindung untuk :
1. Memelihara keutuhan susunan lembaran-lemabaran rekam medis.
2. Mencegah terlepas atau tersobeknya lembaran, sebagai akibat sering
dibolak-baliknya lembaran tersebut.
Jenis sampul yang digunakan di Rumah Sakit Karitas adalah dalam bentuk
map, dimana map dilengkapi dengan penjepit (fastener) dibagian tengah untuk
mengikat lembaran-lembaran pada map dan bagian tengah map harus diberi
lipatan, sehingga memungkinkan bertambah tebalnya lembaran-lembaran yang
disimpan di dalamnya. Map penyimpan dapat dipesan dengan pencantuman
nomor-nomor yang dicetak, sehingga kelihatan rapi. Nomor harus jelas tertulis
pada setiap map.
4.6. Penghapusan Rekam Medis
4.6.1. Perencanaan Terhadap Rekam Medis Yang Tidak Aktif
Satu rencana yang pasti tentang pengelolaan rekam medis yang tidak aktif
(in active records) harus ditetapkan sehingga selalu tersedia tempat penyimpanan
untuk rekam medis yang baru.
Dari segi praktisnya dapat dikatakan, patokan utama untuk menentukan
rekam medis aktif atau tidak aktif adalah besarnya ruangan yang tersedia untuk
menyimpan rekam medis yang baru.Rekam medis dinyatakan tidak aktif apabila
selama 5 tahun terakhir rekam medis tersebut sudah tidak dipergunakan lagi.
Apabila ternyata sudah tidak tersedia lagi tempat penyimpanan rekam medis aktif,
harus dilaksanakan kegiatan menyisihkan rekam medis yang tidak aktif secara
sistematik seirama dengan pertambahan jumlah rekam medis baru. Rekam medis-
rekam medis yang tidak aktif, dapat disimpan di ruangan lain.
Rak-rak penyimpanan rekam medis tidak aktif dapat diletakkan di ruang
tersendiri yang sama sekali terpisah dari bagian pencatatan medik. Pada saat
diambilnya rekam medis tidak aktif, ditempat semula harus diletakkan tanda
keluar, hal ini mencegah pencarian yang berlarut-larut pada suatu waktu rekam
medis tidak aktif tersebut diperlukan.
1. Penyusutan (Retensi)
Penyusutan rekam medis adalah suatu kegiatan pengurangan arsip
dari rak penyimpanan dengan cara memindahkan arsip rekam medis in
aktif dari rak aktif ke rak in aktif dengan cara memilah pada rak
penyimpanan sesuai dengan tahun kunjungan.
Tujuan :
a. Mengurangi jumlah arsip rekam medis yang semakin bertambah.
b. Menyiapkan fasilitas yang cukup untuk tersedianya tempat
penyimpanan berkas rekam medis yang baru.
c. Tetap menjaga kualitas pelayanan dengan mempercepat penyiapan
rekam medis jika sewaktu-waktu diperlukan.
d. Menyelamatkan arsip yang bernilai guna tinggi serta mengurangi
yang tidak bernilai guna/nilai guna rendah atau nilai gunanya telah
menurun.
2. Jadwal Retensi Arsip (JRA)
Jadwal retensi arsip merupakan daftar yang berisikan sekurang-
kurangnya jenis arsip dan jangka waktu penyimpanannya sesuai dengan
kegunaannya.
Penentuan jangka waktu penyimpanan arsip (retensi arsip) ditentukan
atas dasar nilai kegunaan tiap-tiap arsip. Untuk menjaga obyektifitas
dalam menentukan nilai kegunaan tersebut, JRA disusun oleh suatu
kepanitiaan yang terdiri dari unsur komite rekam medis dan unit rekam
medis yang benar-benar memahami kearsipan, fungsi dan nilai arsip rekam
medis.
Rancangan JRA yang merupakan hasil kerja panitia perlu mendapat
persetujuan Direktur Rumah Sakit Karitas terlebih dahulu sebelum
dijadikan pedoman resmi jadwal retensi arsip yang diberlakukan. Setiap
ada perubahan JRA harus melalui prosedur yang sama dengan penyusunan
JRA
4.6.2. Pemusnahan Arsip
Adalah suatu proses kegiatan penghancuran secara fisik arsip rekam medis
yang telah berakhir fungsi dan nilai gunanya. Penghancuran harus dilakukan
secara total dengan cara membakar habis, mencacah atau daur ulang sehingga
tidak dapat lagi dikenal isi maupun bentuknya.
Tata cara pemusnahan rekam medis :
1. Rekam medis yang telah memenuhi syarat untuk dimusnahkan dilaporkan
kepada Direktur Rumah Sakit Karitas.
2. Direktur Rumah Sakit Karitas membuat Surat Keputusan tentang
Pemusnahan Rekam Medis dan menunjuk tim pemusnah, sekurang-
kurangnya beranggotakan: Bidang Pelayanan Medik, Unit Penyelenggara
Rekam Medis, Unit Pelayanan, Komite Medik.
3. Tim pemusnah melaksanakan dan membuat Berita Acara Pemusnahan
yang disahkan Direktur Rumah Sakit Karitas. Berita Acara dikirim kepada
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
4.7. Perekam Kegiatan Pelayanan Medis
4.7.1. Penanggung Jawab Pengisian Rekam Medis
Rumah Sakit Karitas sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang
melakukan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap wajib membuat rekam
medis.Tenaga yang berhak mengisi rekam medis di Rumah Sakit Karitas sesuai
ketentuan yang berlaku adalah :
1. Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter spesialis yang
melayani pasien di Rumah Sakit Karitas.
2. Dokter tamu yang merawat pasien di Rumah Sakit Karitas.
3. Tenaga para medis perawatan dan non perawatan yang terlibat langsung
dalam pelayanan antara lain : Perawat, Perawat Gigi, Bidan, Tenaga
Laboratorium Klinik, Gizi, Anastesi, Penata Rontgen, Rehabilitasi Medis,
Rekam Medis dan lain sebagainya.
Dalam hal dokter ke luar negeri maka yang melakukan tindakan/konsultasi
kepada pasien yang mengisi rekam medis adalah dokter yang ditunjuk oleh
Direktur Rumah Sakit Karitas.
4.7.2. Pencatatan (Recording)
Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas, tidak hanya
sekedar kegiatan pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai suatu
sistem penyelenggaraan rekam medis. Sedangkan kegiatan pencatatannya sendiri
hanya merupakan salah satu kegiatan dari pada penyelenggaraan rekam medis.
Penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang
dimulai pada saat diterimanya pasien di Rumah Sakit Karitas, diteruskan kegiatan
pencatatan data medik pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medis di
rumah sakit dan dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang
meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat
penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani
permintaan/peminjaman apabila dari pasien atau untuk keperluan lainnya.
Pencatatan disini dimaksudkan pendokumentasian segala informasi medis
seorang pasien ke dalam Rekam Medis. Pada dasarnya pendokumentasian
memuat data, yang akan menjadi bahan informasi. Data pasien dapat
dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu data sosial dan data medis. Data
sosial didapatkan pada saat pasien mendaftarkan diri ke tempat penerimaan
pasien. Data medis baru diperoleh dari pasien, apabila pasien telah memasuki unit
pelayanan kesehatan. Petugas di unit pelayanan adalah dokter dan ahli-ahli
profesi kesehatan lainnya (termasuk penunjangnya, seperti radiologi,
laboratorium, dan lain-lain) serta unit perawatan.
Untuk mendapatkan pencatatan data medis yang baik, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh dokter dan ahli-ahli di bidang kesehatan lainnya,
yaitu:
1. Mencatat secara tepat waktu;
2. Up to date;
3. Cermat dan lengkap;
4. Dapat dipercaya dan menurut kenyataan;
5. Berkaitan dengan masalah dan pokok perihalnya, sehingga tidak bertele-
tele; dan
6. Bersifat obyektif sehingga menimbulkan kesan jelas.
Kegiatan pencatatan ini melibatkan semua unit pelayanan di rumah sakit
yang memberika pelayanan ataupun tindakan kepada pasien.
Bentuk catatan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, yaitu catatan yang
bersifat kolektif dan catatan yang bersifat individual :
1. Catatan yang Bersifat Kolektif
Ini merupakan kumpulan catatan pasien-pasien yang dating ke unit
pelayanan. Catatan ini dalam bentuk buku yang sering disebut Buku
Register. Buku Register ini merupakan sumber utama data kegiatan rumah
sakit. Pemakaian buku register ini perlu dipertimbangkan secermat mungkin
dan tetap memperhatikan efisiensi di bidang pengelolaan data medis. Buku
register yang biasa diperlukan, diantaranya :
1. Buku Register Penerimaan Pasien Rawat Jalan;
2. Buku Register Pelayanan Pasien Rawat Jalan;
3. Buku Register Penerimaan Pasien Rawat Inap;
4. Buku Register Pelayanan Pasien Rawat Inap;
5. Buku Register Persalinan/Abortus;
6. Buku Register Pembedahan;
7. Buku Register Tindakan/Terapi/Diagnostik; dan
8. Buku Register Pemeriksaan Laboratorium.
9. Buku-buku register tersebut dikerjakan oleh petugas-petugas di
masing-masing unit pelayanannya.
Setiap hari petugas di unit pelayanan menyiapkan rekapitulasi yang
seiring disebut sensus harian. Sensus ini sangat berguna di dalam pengolahan
data medis selanjutnya yang digunakan sebagai bahan laporan rumah sakit.
2. Catatan yang Bersifat Individual
Catatan ini mendokumentasikan segala tindakan medik yang diberikan
kepada seorang pasien. Bentuk catatan ini berupa lembaran-lembaran yang
dinamakan rekam medis.
Pencatatan data medis ini dilakukan oleh petugas kesehatan yang
memberikan pelayanan/tindakan kepada pasien, yaitu Dokter Perawat/Bidan,
Tenaga Kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan medis kepada pasien,
serta petugas pencatatan medik sendiri.
Formulir rekam medis ini meliputi formulir untuk pasien rawat jalan dan
formulir untuk pasien yang dirawat inap. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989, tentang rekam medis/ medical
record maka :
a. Berkas Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
Isi berkas rekam medis untuk pasien rawat jalan memuat identitas
pasien, anamnese, diagnosis dan tindakan/pengobatan.
Berkas yang digunakan dapat dalam bentuk kartu yaitu Kartu
Pemeriksaan Pasien dimana informasi mengenai identitas pasien,
diagnosis dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien seperti anamnese,
terapi dicatat didalam kartu.
Data-data tertentu harus ditulis pada saat penderita masuk yang akan
dientry di komputer, dimasukkan pada saat pasien registrasi.
Penyimpanan identitas pasien ini mutlak karena adalah salah satu cara
untuk menunjang kelancaran pelayanan terhadap pasien, karena apabila
seorang pasien lupa membawa kartu berobat maka dengan sistem
komputerisasi akan membantu untuk mencarikan data pasien yang
diperlukan dengan cepat. Karena identitas pasien ini merupakan sumber
data yang selamanya harus disimpan, maka harus dibuat selengkap dan
sejelas mungkin. Data yang disimpan harus dibuat secara terperinci dan
lengkap, yaitu :
- Nomor Rekam Medis -
- Nama Pasien - Kelurahan
- Tanggal lahir - Kecamatan
- Agama - Identitas Org Tua
- Pendidikan -Tgl Berkunjung
- Alamat - Status Bayar
- RT/RW - Kode Diagnosa
- Kelurahan - Hasil Lab
- Kecamatan - Poli Klinik
- Identitas Orang tua - Terapi.
a. Nama
b. Tanggal Lahir
c. Pekerjaan
d. No. Telpon
Lembar ini berisi informasi tentang identitas pasien, cara masuk, dikirim
oleh serta berisi data pada saat pasien keluar hidup, meninggal, pulang
paksa atau rujuk (RM I terlampir).
Lembar ini merupakan informasi untuk mengindeks rekam medis, serta
menyiapkan laporan rumah sakit. Informasi identitas pasien sekurang-
kurangnya berisi hal-hal sebagai berikut:
- Nomor rekam medis pasien - Agama
- Nama pasien - Pendidikan
- Tanggal lahir dan umur - Pekerjaan
- Jenis Kelamin - Alamat
- Ruangan
Informasi lain yang perlu dicatat
- Status perkawinan - Diagnosa awal
- Cara Masuk - Diagnosa
akhir/tambahan
- Tanggal dan jam masuk - operasi / tindakan
- Nama penanggung jawab pasien dan alamat - Tranfusi
- Dokter yang menerima - Keadaan pasien
pulang
- Dokter DPJP/yang merawat - Cara pasien pulang
- Pemeriksaan terhadap pasien -Sebab Kematian
- Tanda tangan dokter
Informasi yang menyangkut identitas dan prosedur pada pasien masuk
dicatat oleh petugas penerimaan pasien, sedangkan informasi yang
diperoleh selama pasien dirawat sampai keluar dari ruang rawat inap
dilakukan oleh perawat di ruangan.
2) Formulir Keinginan Pasien Memilih DPJP ( Dokter Penanggung Jawab
Pasien )
Lembar yang berisikan tentang daftar nama DPJP dari mulai pasien masuk
sampai pasien keluar.
4) Surat perintah rawat inap
Daftar kurve memberikan gambaran kedaan pasien tentang suhu, nadi, dan
pernapasan pasien dan juga memberikan ganbaraan kepada dokter tentang
keadaan umum pasien. Pengisian tanda vital pasien diisi oleh perawat,
dimulai saat pasien mulai dirawat
Dalam daftar kurve ini juga dicatat:berat badan, tinggi badan, Tensi,
Muntah, BAB, BAK, Minum, Diet, Obat oral dan injeksi, cairan,
transfuse, tindakan.
18) Keseimbangan cairan
Lembar yang berisikan tentang identitas pasien dan jenis cairan yang
diberikan.
19) Daftar terafi/Obat
Setiap pasien yang akan melakukan tindakan medik atau operasi, petugas,
perawat atau tenaga medis lainnya menyiapkan control operasi yang
memuat:
a. Persetujuan tindakan kedokteran/medik ( Tambahan Pasien Bedah )
Lembar persetujuan ini diwajibkan bagi setiap pasien atau keluarga
pasien untuk menandatangani surat persetujuan sebagai bukti
tertulis bahwa pasien sebelum menerima tindakan medis telah
menyetujuai adanya tindakan medic terhadap pasien tersebut yang
ditandatangani oleh dokter sebagai pemberi informasi tentang
tindakan medis, dan perawat rumah sakit sebagi saksi serta pasien
atau keluarga sebagai wali.
b. Persetujuan Pembiusan
Lembar persetujuan ini diwajibkan bagi setiap pasien atau keluarga
pasien untuk menandatangani surat persetujuan sebagai bukti
tertulis bahwa pasien sebelum menerima tindakan medis telah
menyetujuai adanya tindakan pembiusan terhadap pasien tersebut
yang ditandatangani oleh dokter sebagai pemberi informasi tentang
tindakan medis, dan perawat rumah sakit sebagi saksi serta pasien
atau keluarga sebagai wali.
c. Pengkajian Prabedah
Lembar yang berisikan tentang data subjectif,data
objektif,diagnosis,rencana kerja, dan tanda tangan dokter DPJP
d. Pengkajian Pra Anestesi
Lembar ini berisikan tentang laergi obat pasien,tanggal,jam
pemeriksaan,tanda-tanda vital sebelum melakukan
tindakan,tanggal tindakan,obat yang sedang di
konsumsi,operator,pemeriksaan fisk, pemeriksaan penunjang
,cardiovascular
,hevato/gastrointestinal,neuro/muskuloskleletal,renal/endokrin,othe
rs,instruksi pra anestesi,rencana anestesi,kesimpulan anestesi,tanda
tangan dokter /penata anestesi.
e. Ceklis Keselamtan Operasi
Lembar yang beriskan tentang sebelum induksi anestesi ( Sign In
),sebelum insisi ( Time Out ), sebelum pasien meninggalka
ruangan operasi ( Sign Out )
f. Laporan Operasi
Lembar beriskan tentang nam operator,asisten instrument,diagnose
bedah ,tanggal pembedahan,diagnose pasca bedah,lam
pembedahan,tindakan pembedahan, klasifikasi, dokter
anestesi,penata anestesi,jenis anestesi,uraian pembedahan,jumlah
perdarahan,kompilkasi/penyulit saat pembedahan,catatan,jaringan
ke patologi,asal specimen, nama dan tanda tangan operator.
g. Rencana pasca operasi
Lembar yang berisikan tentangdiagnosa post operasi, dilakukan
operasi, instruksi post operasi, selang lambung/NGT
,drain,tampon,luka operasi,dauwer kateter,periksa
laboratorium,periksa radiologi,specimen operasi,catatan
khusus,jika terjadi emergenci hubungi,catatan, nama dan tanda
tangan operator.
h. Catatan anestesi
Lembar ini berisikan tentang rencana anestesi ( pra anestesi
),evaluasi pra induksi,daftar tilik keselamatan pasien,dan
induksi,monitoring intra anestesi
i. Catatan pengkajian pasca anestesi
Lembar ini berisikan pasien masuk jam berapa,scor aldrete pasca
anestesi, scor bromage pasca anestesi,scor steward
anestesi,monitoring pasca anestesi,pesanan anestesi.
j. Asuhan perawatan peri operative
Lembar ini berisikan tentang dokumentasi keperawatan pra operasi
(diisi oleh perawat ruangan), dokumentasi keperawatan pra operasi
( diisi oleh perawat ruangan dan kamar operasi), dokumentasi
keperawatan intra post operasi (diisi oleh perawat kamar
operasi), dokumentasi keperawatan paska operasi (diisi oleh
perawat ruang pemulihan), serah terima dengan ruangan rawat
Lembaran status bedah ( Tambahan Pasien Bedah )
k. Penandaan area operasi
Lembar ini berisikan temtang penandaan atau symbol pada area
tubuh yang akan dioperasi dengan tanda symbol yang ditetapkan
dengan menggunakan tinta parmanen,tanda tangan pasien /keluarga
pasien, tanda tangan dokter DPJP.
l. Kartu pemakaian obat /alat medik diruang operasi
Lembar ini berisikan tentang tanggal,jam, nama obat,jumlah satuan,
harga,dan keterangan.
Koor.
Medis Koor.
Verifikasi
Koor.
2. Perencanan
Staf pelaksana mendata kebutuhan bahan habis pakai maupun barang rumah
tangga dan alat tulis kantor setiap bulan. Kemudian mengajukan kebutuhan
tersebut ke bagian Koodinator dan kemudian di ajukan ke bagian Logistik
Umum. Rencana kebutuhan berdasar pemakaian bulan lalu.
3. Permintaan
Staf pelaksana mengajukan permintaan ke Koordinator dan Koordinator
mengajukan ke bagian logistic umum setiap kebutuhan yang sudah habis.
4. Penyimpanan dan Pemakaian
Penyimpanan stok ATK dan formulir di simpan di lemari pemakaian
perbulannya sesuai kebutuhan.
5. Pencatatan dan pelaporan
Safety Stok Jadwal Jangka waktu
Jenis Barang Nama Barang Pengambilan/Pengg Pemakaian Ket
Stok Satuan
antian Barang Barang
Pulpen hitam 3 buah 1x semiggu 2 minggu
Buku Expedisi 1 buah 1x seminggu 6 bulan
Spidol Permanen 6 buah 1x Seminggu 2 bulan
Tipex 1 buah 1x 3 minggu 3 bulan
Anak Hecter kecil 6 kotak 1x 2 minggu 2 bulan
Anak Hekter Besar 1 kotak 1x2 minggu 1 bulan
Label Stiker 3 bungkus 1x3 minggu 6 bulan
Barang Habis
Buku Standar Besar 6 buah 1x 2 minggu 1 bulan
Pakai
Buku Standar Kecil 2 buah 1x 2 bulan 6 bulan
RM 1 200 Lembar 1 sebulan 1 bulan
RM 2 200 Lembar 1 sebulan 1 bulan
Resume Medik Putih 200 Lembar 1 sebulan 1 bulan
Resume Medik BPJS 200 Lembar 1 sebulan 1 bulan
Perincian Biaya 5 Blok 1 sebulan 1 bulan
Materai 6000 50 Lembar 1x seminggu 1 bulan
Monitor 5 buah Jika Rusak Tahunan
Keyboard 5 buah Jika Rusak Tahunan
Barang Tahan Mouse 5 Buah Jika Rusak Tahunan
Pakai CPU 5 Buah Jika Rusak Tahunan
Stabilizer 4 Buah Jika Rusak Tahunan
UPS 5 Buah Jika Rusak Tahunan
Gunting 1 Buah Jika Rusak Tahunan
Pisau Kater 1 Buah Jika Rusak Tahunan
Penggaris 3 Buah Jika Rusak Tahunan
Hekter Kecil 5 Buah Jika Rusak Tahunan
Hekter Besar 1 Buah Jika Rusak Tahunan
Box File 1 Buah Jika Rusak Tahunan
Map Status 2 Buah Jika Rusak Tahunan
Meja Komputer 3 Buah Jika Rusak Tahunan
Meja Panjang 1 Buah Jika Rusak Tahunan
Kursi Putar 1 Buah Jika Rusak Tahunan
Kursi Kerja 6 Buah Jika Rusak Tahunan
Keranjang 3 Buah Jika Rusak Tahunan
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko,
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan
yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu
ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan
pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk
melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan pasien wajib diterapkan rumah
sakit dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi
Rumah Sakit.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut :
3) Standar I. Hak Pasien
Standar :
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
Kriteria :
1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang
rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
0
4) Standar II. Mendidik pasien dan keluarga
Standar :
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat :
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
3. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
4. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
5. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
6. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
7. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
8. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
5) Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
Kriteria:
Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
1. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan
sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan
dapat berjalan baik dan lancar.
2. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman
dan efektif.
6) Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar :
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :
1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain)
yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi
risiko bagi pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen
risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses
kasus risiko tinggi.
4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan,
agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
7) Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan
pasien
Standar :
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit .
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden.
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam
program keselamatan pasien.
4. Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang Analisis Akar Masalah Kejadian Nyaris Cedera
(Near miss) dan Kejadian Sentinel pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani Kejadian Sentinel (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan
Kejadian Sentinel.
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit
dengan pendekatan antar disiplin.
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan
keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
8) Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelas.
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan
dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
sesuai dengan tugasnya masing-masing.
2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien
dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman
yang jelas tentang pelaporan insiden.
3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
9) Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai
keselamatan pasien
Standar :
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria :
1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang
halhal terkait dengan keselamatan pasien.
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA