Anda di halaman 1dari 30

1.

PENDAHULUAN
1.1. Baja Sebagai Bahan Bangunan
Baja adalah suatu jenis bahan bangunan yang berdasarkan pertimbangan ekonomi,
sifat, dan kekuatannya, cocok untuk pemikul beban. Oleh karena itu baja banyak dipakai
sebagai bahan struktur, misalnya untuk rangka utama bangunan bertingkat sebagai kolom
dan balok, sistem penyangga atap dengan bentangan panjang seperti gedung olahraga,
hanggar, menara antena, jembatan, penahan tanah, fondasi tiang pancang, bangunan
pelabuhan, struktur lepas pantai, dinding perkuatan pada reklamasi pantai, tangki-tangki
minyak, pipa penyaluran minyak, air, atau gas.
Beberapa keunggulan baja sebagai bahan struktur dapat diuraikan sebagai berikut.
Batang struktur dari baja mempunyai ukuran tampang yang lebih kecil daripada batang
struktur dengan bahan lain, karena kekuatan baja jauh lebih tinggi daripada beton maupun
kayu. Kekuatan yang tinggi ini terdistribusi secara merata. The Kozai Club (1983)
menyatakan kekuatan baja bervariasi dari 300 Mpa sampai 2000 Mpa. Kekuatan yang
tinggi ini mengakibatkan struktur yang terbuat dari baja lebih ringan daripada struktur
dengan bahan lain. Dengan demikian kebutuhan fondasi juga lebih kecil. Selain itu baja
mempunyai sifat mudah dibentuk. Struktur dari baja dapat dibongkar untuk kemudian
dipasang kembali, sehingga elemen struktur baja dapat dipakai berulang-ulang dalam
berbagai bentuk.
Fabrikasi struktur baja dapat dilakukan di bengkel-bengkel maupun pabrik dengan
mesin-mesin yang cukup terkendali memakai komputer, sehingga akurasi dan kecepatan
produksi yang baik dapat dicapai. Pengangkutan elemen-elemen struktur baja dari bengkel
ke lokasi pembangunan mudah dilakukan. Sangat jarang dijumpai kerusakan elemen struktur
baja sebagai akibat pengangkutan. Dua hal ini memberi keuntungan waktu pelaksanaan
bangunan menjadi singkat. Waktu pelaksanaan yang singkat ini secara teknis sangat
diperlukan dalam pembangunan struktur lepas pantai serta pelabuhan, sedang pada bangunan
gedung yang komersial dari sudut pandang ekonomi cukup menguntungkan, karena
bangunan yang dibuat dapat segera menghasilkan uang.
Penyambungan elemen struktur baja dapat dilakukan secara permanen memakai las,
.tanpa lubang-lubang perlemahan, sehinggga kekuatan sambungan tidak banyak berubah
dari kekuatan batang aslinya. Sekalipun kalau ditinjau dari tegangan residu, sebagai akibat
pendinginan yang tidak bersamaan serta pengerjaan secara dingin, sebenarnya pada baja
tersebut timbul tegangan residu. Pekerjaan las yang kurang baik dapat mengakibatkan
tegangan residu yang cukup besar yaitu sekitar 45% dari tegangan leleh baja. Hal ini berarti
bahwa sebelum dibebani, elemen struktur sudah mempunyai tegangan, sehingga kemam-
puan untuk memikul beban menjadi berkurang.
Baja sebagai bahan struktur juga mempunyai beberapa kelemahan. Salah satu kele-
mahan baja adalah kemungkinan terjadinya korosi, yang memperlemah struktur, mengurangi
keindahan bangunan, dan memerlukan beaya perawatan cukup besar secara periodik.
Matsushima dan Tamada (1989) menyatakan bahwa pemeliharaan jembatan dengan
pengecatan setiap 5 tahun akan memakan biaya 10 persen dari harga bangunan. Hal ini
berarti bahwa biaya 50 tahun pemeliharaan akan sama dengan biaya pembuatan jembatan
baru.
Kekuatan baja sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pada temperatur tinggi kekuatan
baja sangat rendah, sehingga pada saat terjadi kebakaran bangunan dapat runtuh sekalipun
tegangan yang terjadi hanya rendah. Kendala berikutnya, karena kekuatan baja sangat tinggi
maka banyak dijumpai batang-batang struktur yang langsing. Oleh karena itu bahaya tekuk
(buckling) mudah terjadi.

1
1.2. Sifat Mekanis Baja Struktural
Agar perancangan struktur dapat optimal, sehingga hasil rancangan cukup aman tetapi
tidak boross, maka sifat-sifat mekanis bahan perlu dipahami dengan baik. Jika sifat-sifat
bahan tersebut tidak dipahami dengan baik, hasil rancangan mungkin saja boros, atau
berbahaya. Berikut ini akan dibicarakan berbagai sifat mekanis baja struktural.
1.2.1. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan
Untuk memahami sifat-sifat baja struktural,kiranya perlu dipahami diagram tegangan-
regangan. Diagram ini menyajikan beberapa informasi penting tentang baja struktural dalam
berbagai tegangan. Cara perancangan struktur baja yang memuaskan baru dapat dikem-
bangkan setelah hubungan antara tegangan dan regangan dipahami dengan baik. Untuk
pembuatan diagram tegangan-regangan perlu diadakan pengujian spesimen bahan. Agar ada
persamaan persepsi dikalangan perencana bangunan, maka bentuk spesimen, ukuran, serta
prosedur pengujian harus didasarkan pada suatu peraturan/standar, misalnya PUBI, ASTM,
British Standard, ISO, Euro Standard, JIS, dan sebagainya.
Pengujian kuat tarik spesimen baja dapat dilakukan dengan universal testing machine
(UTM). Adapun bentuk spesimen untuk uji tarik dapat dilihat pada Gambar 1.1. Dengan
mesin itu spesimen ditarik dengan gaya yang berubah-ubah,dari nol diperbesar sedikit demi
sedikit sampai spesimen putus. Pada saat spesimen ditarik, besar gaya atau tegangan dan
perubahan panjang spesimen atau regangan dimonitor terus-menerus. Untuk mesin yang
mutakhir, biasanya mesin itu diperlengkapi dengan komputer yang dapat mencatat hasil
monitoring dengan baik. Data yang terkumpul selanjutnya dapat ditampilkan dalam bentuk
diagram yang dapat dilihat pada monitor. Diagram ini dapat diatur formatnya sesuai kebu-
tuhan, untuk dicetak pada kertas pakai printer atau plotter, dan datanya dapat disimpan di
dalam disk.

Gambar 1.1. Spesimen baja uji tarik

f
F

B E
A C

O

Gambar 1.2. Diagram tegangan-regangan baja

2
Diagram tegangan-regangan normal tipikal yang disajikan pada Gambar 1.2. memper-
lihatkan hubungan antara tegangan dan regangan pada OA linier. Pada fase tersebut pening-
katan tegangan proporssional dengan peningkatan regangan, sedang di atas A diagram sudah
tidak lagi linier yang berarti bahwa peningkatan tegangan sudah tidak proporsional dengan
peningkatan regangan. Oleh karena itu tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan batas
proporsional. (proporsional limit) atau batas sebanding, dan biasa diberi notasi fp. Pada
daerah proporsional (OA) berlaku hukum Hooke yang dinyatakan dengan Persamaan (1.1).
f=E .(1.1)
dengan : E = modulus elastisitas
f = tegangan
= regangan
Sedikit di atas titik A terdapat titik B dengan tegangan fe yang merupakan tegangan
batas elastis bahan. Suatu spesimen yang dibebani tarikan sedemikian sehingga tegangannya
belum melampaui fe, sekalipun mengalami perubahan panjang, tetapi panjang spesimen itu
akan kembali seperti semula apabila beban dilepaskan. Apabila pembebanan telah dilakukan
sehingga tegangan yang terjadi melampaui fe, maka pada saat beban dilepaskan panjang
spesimen tidak dapat kembali sepenuhnya seperti panjang semula. Pada umumnya tegangan
fp dan fe relatif cukup dekat, sehingga seringkali kedua tegangan tersebut dianggap sama.
Regangan () pada saat spesimen baja putus dapat dikaitkan dengan sifat liat/ulet baja.
Semakin tinggi regangan yang dicapai pada saat spesimen putus, maka keuletan baja itu
juga semakin tinggi. Pada umunya regangan baja pada saat spesimen putus berkisar sekitar
150200 kali regangan elastis e. Setelah titik B tegangan melampaui fe, dan baja mulai
leleh. Tegangan yang terjadi pada titik B disebut sebagai tegangan leleh baja l. Pada saat
leleh ini baja masih mempunyai tegangan, berarti baja masih mampu memberikan reaksi
atau perlawanan terhadap gaya tarik yang bekerja. Seperti terlihat pada Gambar 1.2. kurva
bagian leleh ini mula-mula mendekati datar, berarti tidak ada tambahan tegangan sekalipun
regangan bertambah terus. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Hooke sudah tidak berlaku
lagi setelah fase leleh dicapai. Bagian kurva yang datar ini berakhir pada saat mulai terjadi
pengerasan regangan (strain hardening).di titik C, tegangan naik lagi sehingga dicapai kuat
tarik (tensile strength) di titik D. Setelah itu kurva turun dan spesimen mengalami retak
(fracture) di titik E.
Diagram tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 1.2, dibuat berdasarkan data
yang diperoleh dari pengujian spesimen, dengan anggapan luas tampang spesimen tidak
mengalami perubahan selama pembebanan. Menurut hukum Hooke, suatu batang yang
dibebani tarikan secara uniaksial, luas tampangnya akan mengecil. Sebelum titik C, peru-
bahan luas tampang itu kurang signifikan, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan, tetapi
setelah sampai pada fase pengerasan regangan, tampang mengalami penyempitan yang
cukup berarti. Kalau penyempitan itu diperhitungkan, akan diperoleh kurva dengan garis
putus-putus (Gambar 1.2). Tinggi tegangan pada titik-titik A, B, C, D, dan E tersebut di atas
dipengaruhi oleh jenis baja. Jika diperhatikan Gambar 1.3, maka terlihat bahwa bagian
kurva untuk berbagai kualitas baja pada fase proporsional terletak pada satu garis lurus. Hal
ini memperlihatkan bahwa elastisitas baja (E) tidak dipengaruhi oleh tinggi tegangan leleh.
Dengan memperhatikan regangan baja sebelum putus dapat diketahui apakah baja
mempunyai sifat ulet (daktail) atau sebaliknya. Dari Gambar 1.3 terlihat bahwa baja yang
mempunyai kuat tarik tinggi pada umumnya regangan batasnya rendah atau getas, sedang
baja yang kuat tariknya rendah mempunyai regangan batas yang tinggi sehingga dapat
dinyatakan daktail. Pada umumnya E baja berkisar antara 190 210 Gpa.
Tatacara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung di Indonesia diatur
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-1729-2002), selanjutnya di dalam buku ini

3
standar tersebut dituliskan dengan SNI-2002. Sifat-sifat mekanis baja berdasarkan SNI-2002
pasal 5.1.3 ditentukan sebagai berikut:
Modulus elastisitas : E = 200 Gpa
Modulus Geser : G = 80.000 Mpa
Nisbah Poisoson : = 0,3
Koefisien pemuaian : = 12x10-6/oC
Sebagai bandingan, modulus elastisitas E berdasarkan British Standard 205 Gpa,
berdasarkan AISC 200 Gpa, sedang modulus geser G berdasarkan British Standard 81 Gpa,
sedang berdasarkan AISC 77 Gpa.


Gambar 1.3. Diagram tegangan-regangan tipikal berbagai baja
struktural

Teoritis tegangan leleh geser untuk pelat badan balok fv adalah 0,6 fy, sedang untuk
tampang pipa tegangan leleh geser adalah sebesar 0,36 fy. Hubungan antara tegangan geser v
dan perubahan sudut mempunyai diagram yang mirip dengan diagram tegangan-regangan,
dan dapat dinyatakan dengan Persamaan (1.2) dan Persamaan (1.3).
fv = G .(1.2)
E
G = ..(1.3)
2(1 + )
dengan : G = modulus geser
fv = tegangan geser
= angka Poisson
Untuk menentukan tinggi tegangan leleh fy dari diagram tegangan-regangan seringkali
terdapat kesulitan, apalagi jika alat uji tarik bahan tidak dilengkapi dengan komputer yang
dapat mencatat hasil pengujian secara akurat. Oleh karena itu sering dipakai asumsi bahwa
tegangan leleh adalah tegangan yang menimbulkan regangan tetap sebesar 0,2%, sehingga
tegangan leleh dapat ditentukan dengan menarik garis lurus sejajar garis kurva yang linier,
melalui titik pada sumbu X yang menunjukkan regangan 0,2% (Gambar 1.4).
Berdasarkan tinggi tegangan leleh, ASTM membagi baja dalam empat kelompok
sebagai berikut:

4
a. Carbon steels (baja karbon) dengan tegangan leleh 210280 Mpa.
b. High-strength low-alloy steels (baja paduan rendah berkekuatantinggi) dengan
tegangan leleh 280 490 Mpa.
c. Heat treated carbon and high-strength low alloy steels (baja paduan rendah
dengan perlakuan karbon panas) mempunyai tegangan leleh 322 700 Mpa.
d. Heat-treated constructional alloy steels (baja struktural paduan rendah dengan
perlakuan panas) dengan tegangan leleh 630 700 Mpa.

fy

0,2%

O

Gambar 1.4. Penentuan tegangan leleh

Seperti halnya dengan ASTM, SNI-2002 membedakan baja strukturalal berdasarkan


kekuatannya menjadi beberapa jenis yaitu Bj 34, Bj 37, Bj 41, Bj 50, dan Bj 55. Perencanaan
struktur baja di Indonesia dilakukan secara kuat batas dengan factor aman berdasarkan Load
Resistance Factored Design (LRFD). Adapun sifat mekanis berbagai jenis baja struktural
dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Sifat mekanis baja struktural

Jenis Baja Tegangan putus Tegangan leleh Peregangan


minimum, fu minimum, f y minimum
(MPa) (MPa) (%)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13

1.2.2. Tegangan Leleh Pengaruh Kombinasi Beban


Tegangan idiil fi adalah tegangan kombinasi yang terjadi akibat beberapa macam
tegangan yang bekerja bersamaan pada suatu titik, dengan arah lebih dari satu. Seperti
banyak dituliskan dalam berbagai buku mekanika bahan, tegangan-tegangan pada satu titik
dalam struktur dapat diuraikan menjadi tiga tergangan utama. Tegangan tarik atau tegangan
tekan yang bekerja pada tiga bidang yang saling tegak lurus dengan tegangan geser nol pada
baja struktural, leleh akan terjadi jika tegangan idiil fi mencapai tegangan leleh fy. Dalam hal
ini tegangan idiil fi dapat diperoleh dari kombinasi antara f1 , f2 , dan f3 pada Persamaan 1.5
sampai dengan Persamaan 1.10.

5
f i 2 = 0,5[(f1 f 2 ) 2 + (f 2 f3 ) 2 + (f3 f1 ) 2 ] .(1.5)

fy adalah tegangan leleh yang diperoleh dari pengujian tarik uniaksial. Hubungan ini biasa
disebut dengan kriteria leleh Henky Von Mises atau distorsi energi. Pemakaian terbanyak
didasarkan pada tegangan bidang, dengan tegangan utama yang tegaklurus bidang itu nol,
Persamaan 1.5 berubah menjadi Persamaan 1.6.

f i 2 = f12 + f 22 f1 f 2 .(1.6)

Persamaan 1.3 dapat disajikan dengan kurva interaksi tegangan-tegangan biaksial


tanpa dimensi seperti terlihat pada Gambar 1.5. Kurva itu memperlihatkan bahwa pada
keadaan fy sama dengan f2, maka leleh akan terjadi pada saat masing-masing komponen
tegangan mencapai tegangan leleh, sedang untuk f1 yang tidak sama dengan f2 tetapi
mempunyai tanda sama, maka lelah tidak akan terjadi pada tegangan yang sama atau kurang
dari tegangan leleh. Untuk tegangan f1 yang mempunyai tanda sama dengan f2, maka leleh
sudah terjadi sekalipun masing-masing komponen tegangan masih lebih rendah dari
tegangan leleh. Agar persyaratan stabilitas dicapai, maka tegangan idiil fi tidak boleh
melampaui fy. Jika tegangan idiil melampaui fy maka struktur akan mengalami kegagalan.

f2
fy
+1 f y2 = f12 + f 22 f1 f 2

-1 f1
+1
fy

-1

Gambar 1.5. Kurva interaksi tegangan biaksial

1.2.3. Pengaruh Temperatur


Perilaku baja struktural pada pembebanan secara singkat dengan temperatur tinggi
serupa dengan perilaku baja pada temperatur ruangan, tetapi bentuk diagram tegangan-
regangan dan nilai-nilainya berubah menjadi lebih rendah. Pada temperatur di atas 93o C,
diagram tegangan-regangan menjadi non linier. Jika temperatur naik lagi antara 430o540o
C, maka penurunan tegangan leleh maksimal.

Gambar 1.6. Kuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperatur

6
Pada temperature tinggi, elemen struktur dapat putus sekalipun tegangan yang terjadi
masih rerndah. The Kosai Club (1983) memperlihatkan pengaruh kenaikan temperatur
terhadap tegangan leleh dan kuat tarik seperti terlihat pada Gambar 1.6 dan Gambar 1.7.
Demikian juga modulus Elastisitas yang untuk berbagi macam kualitas baja kurang lebih
sama, mengalami penurunan jika temperatur dinaikkan akan berperilaku seperti Gambar 1.8
(Brockenbrough and Johnston, 1981). Perubahan modulus geser terhadap perubahan
temperatur serupa dengan perubahan modulus elastisitas, tetapi angka Poisson tidak
mengalami perubahan.

Gambar 1.7. Diagram tegangan-regangan baja SM58 pada temperatur tinggi

Gambar 1.8. Modulus elastisitas baja pada berbagai temperatur


Sifat baja struktural di bawah pembebanan dalam kurun waktu yang lama sangat
dipengaruhi oleh temperature secara signifikan. Jika beban yang lebih rendah dari beban
batas dikerjakan pada temperatur ruangan, spesimen berubah bentuk dengan cepat menuju
keadaan setimbang, setelah itu perubahan bentuk tidak berlanjut lagi. Jika pembebanan itu
dilakukan pada temperatur tinggi, maka mula-mula spesimen akan berubah bentuk secara
cepat, selanjutnya perubahan bentuk akan berlanjut terus secara lebih lambat. Suatu kurva
creep untuk baja yang dibebani tarikan secara konstan pada temperatur tinggi yang juga
konstan dapat dilihat pada Gambar 1.9.

Gambar 1.9. Sketsa kurva creep

7
Bentuk kurva creep untuk baja struktural yang dibebani dengan tegangan tekan pada
temperatur tinggi yang konstan, serupa dengan bentuk kurva creep tarik, tetapi tidak terdapat
daerah dengan perubahan bentuk meningkat seperti pada fase 3 kurva creep tarik. Creep ini
dapat mempercepat terjadinya buckling (lipat).
1.2.4. Pengaruh Kecepatan Regangan
Sifat mekanis yang telah dibicarakan di atas diukur dari pengujian bahan yang
dilakukan dengan kecepatan regangan rendah atau pembebanan statik. Menurut ASTM,
pembebanan statik adalah pembebanan dengan perubahan tegangan kurang dari 700 Mpa
permenit.
Seringkali penetapan sifat mekanis bahan dilakukan dengan pengujian tarik dengan
kecepatan tinggi, atau dengan benturan tarik atau tekan. Pengujian tarik dengan cepat
biasanya dilakukan dengan mesin uji tarik yang telah disesuaikan dengan gerakan cepat
memakai beban yang relatif merata. Sifat yang diperoleh dari tarikan cepat biasanya mirip
dengan hasil yang diperoleh dari pengujian tarik secara tumbukan. Selain itu juga telah
dibuktikan bahwa sifat dinamik tarik dan dinamik tekan logam tidak banyak berbeda. Oleh
karena itu hasil yang diperoleh dari pengujian dengan tumbukan (impact test) dapat dipakai
untuk melukiskan sifat umum baja pada kecepatan pembebanan tinggi. Kurva a dan b pada
Gambar 1.10 diperoleh dengan tumbukan berulang, kurva a diperoleh dari pengujian dengan
kecepatan pembebanan paling tinggi, sedang kurva c diperoleh dari pengujian dengan
kecepatan pembebanan rendah atau yang sering disebut dengan pembebanan statik. Tampak
bahwa pengujian statik memberi hasil lebih rendah daripada pengujian dengan kecepatan
tinggi.

Gambar 1.10. Diagram tegangan-regangan dinamik dan statik


1.2.5. Pengaruh Pengerjaan Secara Dingin.
Dalam fabrikasi elemen struktur, berbagai macam bentuk profil seringkali dibuat dari
pelat datar yang dilekukkan secara dingin pada temperatur ruang. Pelaksanaan semacam ini
akan menyebabkan perubahan bentuk inelastis yang menimbulkan regangan sisa (residual
strain) dan disertai dengan tegangan sisa (residual stress). Untuk memberi gambaran umum
pengaruh perubahan bentuk secara dingin, ditinjau suatu spesimen yang dibebani dengan
tarikan sampai terjadi perubahan bentuk plastis. Pembebanan ini dilakukan secara berulang-

8
ulang. Tampak pada Gambar 1.11. bahwa setiap beban dilepas, selalu ada regangan sisa,
sehingga setelah pembebanan dilakukan beberapa kali dicapai regangan batas bahan yang
apabila spesimen dibebani lagi, spesimen akan putus. Mengingat hal itu, maka dapat
dipahami banwa sifat batang struktur yang dibentuk secara dingin cukup rumit.

Gambar 1.11. Pengaruh pengerasan regangan

Seperti terlihat pada Gambar 1.11, jika spesimen baja dibebani sampai daerah plastis
atau pengerasan regangan, kemudian beban dilepas maka kurva pada pembebasan beban
akan sejajar dengan kurva bagian elastis. Oleh karena itu akan terdapat regangan yang
tertinggal setelah beban dilepas.
Suatu spesimen yang telah diregangkan sampai fase pengerasan regangan, beban
dilepas, selanjutnya spesimen disimpan beberapa hari yang disebut sebagai proses penuaan
regangan (strain aging) pada temperatur ruangan. Setelah itu diadakan pembebanan ulang,
maka terjadi peningkatan tegangan leleh dan kuat tarik, tetapi disertai penurunan regangan
putus. Peristiwa ini dilukiskan pada Gambar 1.12.

Gambar 1.12. Pengaruh penuaan regangan

9
1.2.6. Pengaruh Pembebanan Berulang
Dalam praktek sering dijumpai batang-batang struktur yang dibebani secara berulang-
ulang sehingga suatu saat tegangan yang terjadi positif dan tinggi, sedang saat lain
tegangannya rendah atau nol, atau bahkan sampai negatif. Pembebanan secara berulang-
ulang semacam ini dapat mengakibatkan batang struktur putus sekalipun tegangan yang
terjadi masih jauh dari tegangan leleh. Putusnya batang karena tegangan berulang-ulang ini
disebabkan oleh kelelahan (fatigue).
Pengujian kelelahan bahan di laboratorium dapat dilakukan dengan batang baja yang
dilenturkan dan diputar terhadap sumbunya, seperti terlihat pada Gambar 1.13. Putaran ini
akan mengakibatkan tegangan pada sebarang titik pada batang yang tidak di sumbu batang
akan berubah-ubah, suatu saat tegangan positif, sedang saat yang lain negatif. Besar tegangan
dapat dihitung berdasarkan kelengkungan serta momen inersia tampang batang. Semakin
besar kisaran tegangan, semakin rendah jumlah siklus yang diperlukan agar batang putus.
Hubungan antara jumlah siklus dan kisaran tegangan yang mengakibatkan batang putus ini
dapat dilihat pada Gambar 1.14. Dalam pengujian ini, karena batang diputar dengan garis
sumbu yang tetap, maka tegangan yang terjadi pada suatu titik pada tampang batang akan
berubah-ubah tandanya positif dan negatif. Perbandingan antara tegangan maksimum dan
minimum yang terjadi pada suatu titik (R) adalah -1. Semakin banyak jumlah siklus
pembebanan ulang, semakin rendah tegangan lelah. Jika tegangan batas lelah tidak
dilampaui, jumlah siklus pembebanan ulang dapat dilakukan tidak terbatas. Gambar 1.15
memperlihatkan bahwa spsimen baja T-1 yang diputar dengan jumlah siklus pembebanan
200.000 mempunyai tegangan batas lelah sebesar setengah kali kuat tarik bahan.

Gambar 1.13. Mesin putar spesimen

Gambar 1.14. Diagram tegangan leleh-N putar spesimen

10
Cara pengujian kelelahan dapat juga dilakukan dengan closed loop dynamic materials
testing system. Pada pengujian ini, spesimen dibebani dengan tekan dan tarik secara bergan-
tian. Pembebanan ini dilakukan berulang-ulang sampai spesimen putus. Hubungan antara
tegangan batas dan jumlah ulangan pembebanan diperlihatkan pada Gambar 1.15 Pada
percobaan ini dipakai perbandingan tegangan (R) 0, -1/2, dan -1. Perbandingan tegangan
R=0 berarti bahwa beban tarik sebesar P dan tekan 0, sedang R=-1/2 berarti beban tarik P
dan tekan -1/2 P.
. Dari Gambar 1.15. terlihat bahwa tinggi tegangan batas lelah pada jumlah siklus
pembebanan di atas 2.000.000 mendekati konstan, sedang pada jumlah siklus kurang dari
100.000 besar reduksi kekuatan dapat dipandang tidak begitu signifikan. Untuk memudahkan
analisis, diagram tegangan batas lelah dengan skala logaritmis, yang nonlinier sesuai Gambar
1.15 seringkali disederhanakan bentuknya menjadi beberapa penggal garis lurus seperti
Gambar 1.16.

Gambar 1.15. Diagram tegangan leleh-N tarik spesimen

Gambar 1.16. Diagram tegangan leleh-N tipikal

11
Gambar 1.17. Modifikasi Diagram Goodman
Pada perencanaan bangunan gedung pengaruh kelelahan ini seringkali diabaikan
karena dalam kurun waktu 20 tahun, siklus pembebanan 10 kali perhari hanya menghasilkan
73.000 siklus, sedang dalam perencanaan jembatan siklus pembebanan ini sangat perlu
diperhitungkan. Seringkali untuk keperluan perencanaan dipakai diagram Goodman yang
dimodifikasi seperti terlihat pada Gambar 1.17. Contoh diagram ini dibuat berdasarkan AISC
dan dapat dipakai untuk berbagai jumlah siklus pembebanan. Dari diagram ini diperlihatkan
bahwa untuk R di antara +1/2 dan +1, kelelahan tidak berpengaruh sepanjang tegangan
minimum kurang dari setengah tegangan maksimum dan mempunyai tanda sama. Untuk
pembebanan statik (R=+1) tegangan batas atas diperlihatkan dengan garis lurus mendatar
pada 0,6 kali tegangan leleh.

1.2.7. Pengaruh Keretakan Getas


Setelah temperatur diturunkan dengan tiba-tiba, maka peningkatan akan terjadi pada
tegangan leleh, kuat tarik, modulus elestisitas, dan tegangan lelah. Sebaliknya keuletan baja
yang diukur dari penyempitan tampang ataupun dari pertambahan panjang, turun akibat
penurunan temperatur. Lebih lanjut pada suatu temperatur tertentu yang relatif rendah, baja
struktural mungkin saja mengalami retak dengan sedikit atau tanpa perubahan bentuk plastis.
Keretakan yang terjadi karena tegangan tarik yang lebih rendah dari tegangan leleh,
biasanya disebut dengan keretakan getas. Keretakan getas (brittle fracture) umumnya terjadi
pada baja struktural jika terdapat kombinasi hal-hal yang merugikan dari tegangan tarik,
antara lain laju regangan pengaruh temperatur dan perubahan tampang secara mendadak.
Perubahan bentuk plastis hanya dapat terjadi jika terdapat tegangan geser. Tegangan geser
selalu terjadi pada pembebanan secara uniaksial atau biaksial, tetapi dalam tegangan triaksial
dengan ketiga tegangan sama besar tegangan geser menjadi nol. Oleh karena itu tegangan
tarik triaksial cenderung mengakibatkan keretakan getas, dan harus dihindari. Tegangan
triaksial dapat terjadi pada pembebanan uniaksial jika terdapat penyempitan tampang atau
perubahan bentuk tampang secara mendadak.
Keretakan getas dapat juga terjadi akibat pengerjaan secara dingin ataupun penuaan
regangan. Pembentukan secara dingin pengaruhnya dapat dikurangi dengan memilih jari-jari
pembentukan sedemikian sehingga regangan yang timbul terbatas.
Jika terdapat tegangan tarik sisa misalnya akibat pengelasan, maka tegangan sisa ini
dapat mengakibatkan tegangan yang jauh lebih besar dari tegangan akibat pembebanan.

12
Keretakan dapat terjadi jika tegangan sisa ini cukup tinggi. Untuk mengurangi pengaruh
tegangan sisa, pada baja struktural dapat dikenakan perlakuan panas (heat treatment).
1.2.8. Tegangan Sisa
Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang tertinggal pada batang struktur
setelah proses fabrikasi. Hal ini dapat dijelaskan oleh (a) pendinginan setelah penggilasn
profil, (b) pengerjaan secara dingin, (c) pelubangan atau pemotongan, dan (d) pengelasan.
Tegangan sisa yang perlu diperhatikan adalah akibat pendinginan dan pengelasan. Tegangan
sisa positif biasanya berada pada pertemuan plat, sedang tegangan tekan terdapat pada bagian
yang jauh dari pertemuan plat itu. Beberapa contoh bentuk distribusi tegangan sisa pada
tampang profil WF dapat dilihat pada Gambar 1.18. Sesuai dengan persyaratan kesetim-
bangan maka resultan gaya dan momen yang terdapat pada tampang profil adalah nol.
Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada
kekuatan elemen struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns),
maupun batang lentur. Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan
premature buckling, sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa
tegangan sisa yang terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan
leleh, hanya menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai
4 persen.

Gambar 1.18. Beberapa contoh distribusi tegangan sisa pada profil WF


Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada
kekuatan elemen struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns),
maupun batang lentur. Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan
premature buckling, sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa
tegangan sisa yang terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan

13
leleh, hanya menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai
4 persen.
1.3. Sifat Metalurgi Baja
Baja yang biasa dipakai untuk struktur rangka (frame) bangunan adalah baja karbon
(carbon steel) dengan kuat tarik sekitar 400 Mpa, sedang baja dengan kuat tarik lebih dari
500 MPa sampai 1000 MPa disebut dengan baja kekuatan tinggi (high strength steel). Baja
kekuatan tinggi dengan kekuatan 500600 MPa dibuat dengan paduan yang tepat ke dalam
baja. Baja kekuatan tinggi dengan kuat tarik 600 MPa atau lebih, dibuat dengan bahan
paduan disertai perlakuan panas (heat treatment).
Dalam banyak hal, fabrikasi struktur baja dilakukan dengan las, agar tidak terjadi
perlemahan akibat lubang baut. Oleh karena itu baja struktural tidak hanya dituntut
berkekuatan tinggi, tetapi juga harus dapat dilas. Sayangnya semakin tinggi kekuatan baja,
semakin sulit pengelasan dilakukan.
Beberapa pengaruh komponen baja terhadap sifat mekanis dan kemudahan penge-
lasan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Karbon (C) adalah komponen kimia pokok yang menentukan sifat baja. Semakin tinggi
kadar karbon di dalam baja, semakin tinggi kuat tarik serta tegangan leleh, tetapi koefisien
muai bahan turun, dan baja semaikn getas. Karbon mempunyai pengaruh yang paling
dominan terhadap sifat mampu las. Semakin tinggi kadar karbon menjadikan sifat mampu
las turun.
b. Mangan (Mn) menaikkan kekuatan dan kekerasan baja dan sedikit menurunkan koefisien
muai bahan, dan melawan terhadap kegetasan yang ditimbulkan oleh sulfur.
c. Silikon (Si) meningkatkan tegangan leleh, tetapi mengakibatkan kegetasan jika kadar
terlalu tinggi (2% atau lebih).
d. Pospor (P) dan sulfur (S) meningkatkan kegetasan baja sesuai dengan peningkatan
kadarnya. Keduanya cenderung memisah keluar (segregate) dari baja.
Faktor utama pada kemudahan pengelasan adalah nilai ekivalensi karbon Ceq dari
komponen kimia dalam baja. Baja berkekuatan tinggi cenderung mempunyai nilai ekivalensi
karbon tinggi. Jika Ceq melampaui batas tertentu (Ceq=0,390,43), merosotnya sifat mampu
las dapat diatasi dengan pra pemanasan pada daerah yang akan dilas. Ekivalensi karbon
dapat dihitung dengan persaaan berikut, dengan satuan persen berat:
1 1 1 1 1 1
Ceq = C + Mn + Si + Ni + Cr + Mo + V
6 24 40 5 4 14

1.4. Fabrikasi
.1.4.1. Proses Produksi Baja.
Baja dan besi cor merupakan perpaduan antara Fe dan C, dengan rumus kimia Fe3C.
Teoritis kandungan C pada baja dan besi cor adalah 6,67%, tetapi dalam praktek
kaaandungan C pada baja sebanyak 0,062 %, pada besi cor 25 %, sedang pada besi
murni maksimal 0,06 %.
Baja diproduksi dengan cara melebur biji besi yang diperoleh dari tambang dalam
tanur tinggi atau melebur kembali baja scraps dalam tanur pengolahan baja dengan bahan
dasar biji besi atau besi tua ditambah arang kayu, kokas, oksigen dan bahan imbuh diolah
dalam tanur temperatur tinggi. Arang kayu akan bertindak sebagai bahan bakar dan sekaligus
bahan reduksi, sesudah bereaksi dengan udara panas yang dihembuskan lewat pemanas
udara. Disini pemanasan diperoleh dengan pembakaran gas buang dari tanur. Hasil keluaran

14
dari tanur berupa massa-massa besi mentah dalam ukuran besar yang disebut pigs dan pig
irons. Besi mentah ini masih kotor dan mengandung karbon yang berlebihan. Kotoran dan
kelebihan karbon ini dihilangkan dengan cara menghaluskan besi tersebut. Untuk memper-
oleh mutu tinggi yang berkaitan dengan kekuatan, keliatan, sifat mampu las, dan ketahanan
terhadap karat, perlu ditambahkan elemen-elemen paduan. Beberapa elemen paduan ini
antara lain adalah tembaga, nikel, krom, mangan, molibden, pospor, silikon, belerang, titan,
columbium, dan vanadium. Pengolahan di dalam tanur ini menghasilkan ingot baja.

Gambar 1.19. Proses fabrikasi baja


Saat produksi baja dengan tanur oksigen dasar (basic oxygen furnace), tanur hearth
terbuka (open hearth furnace) dan tanur elektrik, terbentuk inklusi oksida, silikat, sulfida
alumina. Inklusi dapat dihindari dengan mengolah bahan mentah dalam tanur. Bahan mentah
dilebur dalam ruang vakum. Gas-gas terlarut naik dan mengapung pada permukaan logam
cair dan akhirnya masuk ke ruang vakum dalam tanur. Proses fabrikasi baja dapat dilihat
pada Gambar 1.19.
1.4.2. Bentuk Tampang Baja
Baja struktural diproduksi dalamberbagai bentuk seperti terlihat pada Gambar 1.20.
Bentuk umum

Gambar 1.20. Berbagai bentuk propil baja

15
1.5. Korosi dan Cara Pencegahannya
Teori tentang terjadinya korosi dapat diuraikan sebagai berikut. Dalam proses pembu-
atan baja, oksigen dipisahkan dari bijih besi secara paksa. Oleh karena itu secara alami, ada
suatu kecenderungan baja berusaha kembali mencapai bentuk yang lebih stabil yaitu oksida
besi (karat). Perubahan bentuk dari logam menjadi oksida dalam lingkungan yang induktif
dinamakan korosi.
Jika pada permukaan bajagilas terdapat air yang mengandung oksigen, maka akan
terjadi reaksi yang mengubah bijih besi yang mempunyai potensi korosi rendah menjadi
ferro hidroksida yang larut dalam air. Larutan ini bercampur dengan oksigen yang ada di
dalam air menghasilkan ferri hidroksida (karat). Reaksi ini terulang seiring dengan
perkembangan korosi. Keadaan lingkungan dengan kombinasi air dan oksigen yang berubah-
ubah, mempengaruhi kecepatan dan perkembangan korosi. Jika tidak terdapat oksigen dan
air, maka proses korosi tidak akan berjalan.
Mengingat korosi dapat menimbulkan kerugian yang besar, maka upaya harus
dilakukan untuk mencegah proses korosi pada elemen-elemen struktur. Banyak riset telah
dilakukan untuk hal tersebut, beberapa metoda pencegahan korosi telah dikembangkan untuk
mengengatasi permasalahan korosi. Sebagai contoh dapat disebutkan beberapa metode
berikut ini:
1.5.1. Metoda pencegahan korosi primair.
Biasanya metoda ini cukup mahal, yaitu dengan cara menambahkan elemen logam
tertentu untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi, sebagai contoh stainless steel dan
weathering steel.

1.5.2. Metoda pencegahan korosi sekunder,

Pencegahan korosi sekunder dapat dilakukan dengan cara:

(1) Coating, dilakukan untuk mengisolasi permukaan baja terhadap air yang mengandung
oksigen. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perlindungan sementara dapat
dilakukan dengan minyak atau paslin. Cara lain adalah dengan pengecatan yang perlu
dilakukan secara periodik. Perlindungan yang lebih permanen dapat dilakukan dengan
lapisan logam lain, seperti zink, timah, atau tembaga, dengan cara disepuh Perlindungan
terhadap korosi ini juga dapat dilakukan dengan cara lining dengan karet, plastik, atau
porselin.

(2) Electric protection , dilakukan jika pencegahan korosi sangat diperlukan mengingat
elemen struktur itu tidak dapat direparasi, sebagai contoh adalah tiang pancang. Dalam
hal ini pencegahan dapat dilakukan dengan perlindungan katodik (cathodic protection).

Dua pertiga wilayah Indonesia terdiri atas lautan, mempunyai iklim tropis dengan
kelembaban yang relatif tinggi, sehingga lingkungan ini sangat korosif. Lingkungan yang
sangat korosif ini akan semakin agresif jika terdapat senyawa-senyawa polutan yang berasal
dari industri seperti belerang dioksida, chlorida, sulfat, debu, dan lain sebagainya. Senyawa-
senyawa tersebut akan mempercepat laju korosi logam di udara, termasuk laju korosi
komponen bangunan yang terbuat dari baja atau metal. Berikut ini akan diuraikan beberapa
faktor yang ikut berperan pada proses korosi.

16
1.5.3. Pengaruh Suhu Udara

Perbedaan suhu udara antara siang dan malam di Indonesia yang beriklim tropis
cukup besar, berkisar antara 515o C. Suhu pada siang hari cukup tinggi sekitar 30o C,
tetapi pada malam hari suhu udara turun menjadi sekitar 20o C, sehingga uap air di udara
akan terkondensasi melekat pada permukaan bahan penutup atap dan dinding baja,
membentuk lapisan air yang bertindak sebagai elektrolit.

Suhu udara yang tinggi akan meningkatkan laju korosi yang cukup berarti.
Diperkirakan kenaikan suhu 10o C akan meningkatkan laju korosi dua kali lipat.

1.5.4. Pengaruh Kelembaban Relatif Udara

Pada siang hari, saat suhu udara tinggi, derajat kelembaban relatif udara rendah. Pada
malam hari, saat suhu udara rendah, derajat kelembaban relatif udara tinggi. Dengan
demikian terlihat bahwa derajat kelembaban relatif udara sangat dipengaruhi oleh suhu
udara.

Pada derajat kelembaban relatif udara rendah molekul-molekul air yang teradsorbsi
tidak cukup untuk membentuk lapisan air yang dapat bertindak sebagai elektrolit, pada
keadaan ini bahan penutup atap dan dinding baja tidak terkorosi. Pada derajat kelembaban
udara relatif di atas harga kritis (70%) kebasahan udara akan berpengaruh terhadap laju
korosi bahan penutup atap dan dinding baja. Sedang pada derajat kelembaban relatif udara
bernilai 80% baja akan mulai terkorosi. Dengan kata lain baja mempunyai derajat
kelembaban relatif kritis sebesar 80%.

Polutan agresif di udara akan menurunkan derajat kelembaban kritis baja. Misalnya
kandungan polutan 0,01% gas SO2 di udara menjadikan derajat kelembaban kritis baja turun
menjadi 60%. Di atas nilai ini laju korosi baja akan naik secara menyolok.

1.5.5. Pengaruh Arah Kecepatan Angin

Di daerah pantai dan daerah industri, angin membawa polutan-polutan agresif yang
berasal dari percikan garam yang berasal dari laut dan hasil buangan industri. Polutan-
polutan tersebut yang terbawa oleh angin akan kontak dengan permukaan bahan penutup
atap dan dinding baja. Oleh karena itu arah dan kecepatan angin di daerah pantai dan daerah
industri akan mempengaruhi laju korosi pada bahan penutup atap dan dinding baja yang
digunakan pada bangunan-bangunan di daerah tersebut.

1.5.6. Pengaruh Curah Hujan

Air hujan melarutkan oksigen dan polutan-polutan yang berbentuk padat maupun gas,
sehingga karak-teristik air hujan tergantung dari jenis polutan yang terlarut. Ada air hujan
yang jatuh pada permukaan atap atau dinding baja yang akan membentuk suatu lapisan
elektrolit.

17
Daya hantar lapisan elektrolit akan naik karena polutan-polutan agresif yang terlarut
dalam air hujan tersebut, sehingga laju korosi bahan penutup atap dan dinding baja akan
naik, terutama pada daerah-daerah genangan air, tempat garam terlarut akan terakumulasi.

1.5.7. Derajat Polusi Udara

Udara yang tercemar oleh beberapa senyawa dari hasil pembakaran atau buangan
industri akan mempercepat laju korosi bahan penutup atap dan dinding dari baja, yang
digunakan pada bangunan di daerah tersebut.

Beberapa materi pencemar seperti asap, pasir, gas SO2, H2S, dan NH3 akan berperan
banyak pada proses korosi bahan penutup atap dan dinding dari baja yang dilapisi oleh
partikel-partikel padat yang mengandung sulfat atau chlorida pada kelembaban tinggi atau
adanya air hujan akan membentuk lapisan elektrolit yang aktif dan sangat agresif.

Polutan lain yang mempercepat korosi bahan penutup atap dan dinding baja adalah
CO2. Di daerah industri atau daerah padat kendaraan bermotor, gas ini merupakan hasil
pembakaran bahan bakar yang mengandung belerang.

1.5.8. Percikan Air Garam Yang Berasal Dari Laut

Air garam yang berasal dari laut mengandung ion chlorida yang sangat agresif
terhadap korosi logam di lingkungan udara. Percikan air garam yang berasal dari ombak laut
berbentuk partikel halus yang terbawa angin akan melekat pada permukaan penutup atap dan
dinding baja.

1.5.9. Pipa Penyaluran Air Terpendam

Pengaliran air, minyak, dan gas seringkali memakai pipa baja yang ditanam di dalam
tanah. Korosi pada pipa-pipa pengaliran ini dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini.

a. Korosi sel makro terjadi jika sel makro terbentuk sebagai akibat perbedaan potensial
lokal, misalnya pipa panjang melewati beberapa lingkungan yang berbeda, atau bahan
pipa bermacam-macam. Korosi sel makro akibat perbedaan lingkungan terutama
disebabkan oleh perbedaan kandungan oksigen di dalam tanah. Sebagai contoh, pipa
tertanam melewati pasir dan lempung (Gambar 1.21). Kandungan udara pada lempung
rendah sehingga kadar oksigen juga rendah, sedang pada pasir terjadi kebalikannya.
Perbedaan kadar oksigen ini dapat mengakibatkan perbedaan potensi sampai 150 mV,
dengan anoda pada daerah lempung. Korosi paling parah terjadi pada perbatasan.
Menurut Okimoto, jika pipa tidak diisolasi terhadap lingkungan, laju korosi dapat
mencapai 0,4 mm per tahun.

Korosi sel makro dapat juga terjadi pada pipa yang sebagian berada di atas muka air
tanah, sedang sebagian lagi berada di bawah muka air tanah (Gambar 1.22). Pada kasus
ini konsentrasi oksigen di bawah muka air tanah rendah, sehingga bagian ini menjadi
anoda. Perbedaan potensial dapat mencapai 170 mV. Korosi terjadi sekitar muka air
tanah, dengan laju kortosi sekitar 0,47 mm per tahun.

18
Gambar 1.21. Korosi karena perbedaan jenis tanah

Gambar 1.22. Korosi pipa di sekitar muka air tanah

Perbedaan derajat pH lingkungan juga dapat mengakibatkan korosi sel makro. Sebagai
contoh pipa yang terpasang melewati tanah menembus beton terus ke tanah lagi (Gambar
1.23), dengan perbedaan potensial sekitar 320 mV.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang potensial beberapa macam logam
pada mortel semen, maka disajikan Tabel.2 berdasarakan uraian Okamoto.

Tabel 1.2. Potensial beberapa logam dalam mortel semen

Potensial (mV)
Jenis Metal
Di Air Laut Di Mortel Semen
Nikel -270 - 40
Tembaga -210 -200
Baja -720 -180
Timah -490 -980
Cadmium -760 -870
Timah -510 -650
Hitam -1060 -450
Zink

Sebagai contoh pemakaian dua bahan yang saling tidak cocok, sehingga mengakibatkan
terjadinya korosi yaitu pemasangan katup tembaga pada pipa baja. Contoh lain yang sering
kurang diperhatikan adalah pemakaian pipa hitam tanpa lapis pelindung, atau penyambungan
pipa lama dengan pipa baru. Pipa baru cenderung menjadi anoda, sehingga pipa baru dapat

19
mulai berkarat lebih cepat dari yang diperkirakan. Perhatian khusus perlu diberikan agar pipa
baja baru jangan sampai disambung dengan pipa lama yang terbuat dari baja tuang dengan
lapisan graphit.

Gambar 1.23. Korosi pada pipa yang menembus beton

Kebanyakan pipa penyalur yang penting dan modern dilindungi terhadap korosi secara
kombinasi seperti terlihat pada Gambar 1.24. Tiga alat pencegah korosi dikombinasikan,
yaitu isolasi terhadap struktur lain, pemakaian lapisan kuat, dan pemakaian perlindungan
katodik. Isolasi terhadap elemen struktur lain sangat perlu dilakukan untuk mencegah
terbentuknya sel-sel galvani makro di antara pipa dengan elemen struktur lain yang
cenderung mempercepat korosi. Tanpa isolasi, pelapisan pipa tidak akan efektif karena arus
galvani makro akan keluar lewat retakan lapis pelindung yang praktis tidak dapat
dihindarkan. Hal ini mengakibatkan korosi terjadi cukup parah pada daerah tertentu

Gambar 1.24. Pencegahan korosi dengan kombinasi isolasi, pelapisan, dan katoda

20
Gambar 1.25. Korosi karena celah lapis pelindung

Lapisan organik merupakan isolasi arus listrik yang efektif dipakai untuk memisahkan
antara permukaan pipa baja dengan tanah yang biasanya cukup korosif. Aspal yang
diperkuat dan lapis enamel sebagai lapis pelindung, kini mulai digeser oleh lapisan
polyethylene.

Lapisan pelindung dapat retak akibat benturan pada saat pemasangan pipa (Gambar
1.25). Untuk melindungi permukaan pipa baja yang terbuka ini biasanya dipasang
pelindung katodik.

Korosi temperatur tinggi terjadi pada pipa bawah tanah yang dipakai untuk mengalirkan
cairan panas, seperti air panas dan minyak mentah (crude oil), Semakin tinggi temperatur
cairan semakin tinggi pula laju korosi.

b. Korosi elektrolit banyak terjadi pada pipa yang berdekatan dengan jalur kereta rel bawah
tanah yang memakai tenaga listrik. Kebocoran arus listrik yang masuk ke dalam tanah,
menjalar ke pipa dan diteruskan ke setasiun daya. Korosi tidak terjadi di sekitar
kebocoran arus, tetapi terjadi di sekitar ujung-ujung pipa (Gambar 1.26).

Gambar 1.26. Korosi akibat berdekatan dengan rel kereta listrik

21
1.5.10. Pipa Pelayanan Bangunan

Masalah korosi yang serius dan paling sering terjadi pada bangunan adalah pada pipa
pelayanan. Kegagalan pipa air dan gas yang terlalu dini merupakan permasalahan yang
masih sering muncul. Laju korosi yang sampai beberapa mm/th dapat mengakibatkan pipa
berlubang-lubang hanya dalam waktu dua tahun. Kebanyakan korosi pipa pelayanan suatu
gedung disebabkan oleh kontak langsung antara pipa dengan tulangan beton (Gambar 1.27),
sedang korosi yang ditimbulkan oleh perbedaan macam tanah pada bangunan gedung
ternyata tidak banyak dijumpai, karena daerah pelayanan pipa di sekitar gedung tidaklah
luas, sehingga variasi tanah tidak signifikan.

Gambar 1.27. Korosi akibat kontak langsung antara pipa dan tulangan

Untuk menanggulangi korosi yang cepat pada pipa galvanis, agar tidak terjadi lubang-
lubang pada waktu yang dini, maka pipa pelayanan perlu diisolasi terhadap tulangan struktur
beton (Gambar 1.28). Pemakaian lapis orgnik sangat dianjurkan untuk meningkatkan
pencegahan terhadap proses korosi. Pipa penyaluran air yang dilas listrik dapat diserang
korosi pada bagian las sisi dalam, membentuk suatu alur. Hal ini disebabkan oleh pemanasan
secara lokal pada saat pengelasan yang disusul dengan proses pendinginan secara cepat,
mengakibatkan sifat metalurgi baja di sekitar las mengalami perbedaan dengan baja aslinya,
dan mudah terjadi korosi. Korosi pada daerah las terjadi cukup parah, dengan laju korosi
yang sangat tinggi, dapat mencapai beberapa mm/th. Masalah ini dapat diatasi dengan
memakai pipa yang berkekuatan tinggi. Pelapisan dengan polyethylene dan PVC pada pipa
baja sangat membantu pencegahjan terhadap korosi.

Gambar 1.28. Isolasi pipa terhadap tulangan beton

22
1.5.11. Pencegahan Korosi Pada Jembatan Baja

Jembatan baja mempunyai beberapa keunggulan terhadap jembatan beton. Jembatan


baja lebih ringan, lebih mudah dibuat, kekuatannya dapat lebih dipercaya. Berbagai hal ini
menjadikan jembatan baja lebih disukai, apalagi jembatan baja lebih indah dalam bentuk
serta warnanya.
Kebanyakan jembatan baja dilindungi terhadap korosi dengan pengecatan secara
berkala. Pengecatan ulang pada jembatan dengan laju korosi sedang biasanya dilakukan
setiap lima tahun.

Setelah perang dunia II banyak cat resin sintetis yang diperkenalkan. Cat dari jenis ini
jauh lebih tahan korosi bila dibandingkan dengan cat konvensional. Namun demikian tingkat
keawetannya masih sangat dipengaruhi oleh kesempurnaan pembersihan permukaan sebelum
pengecatan. Pemakaian cat terbaik sekalipun, jika tidak disertai pembersihan permukaan
sebagaimana mestinya, hasilnya akan sangat mengecewakan.

Tiga puluh tahun terakhir ini teknologi cat mengalami perkembangan cukup pesat,
sesuai dengan tuntutan yaitu awet, menarik, perawatan minimal, serta ekonomis. Sistem
tertentu memakai lapisan setebal 200 mikron atau lebih, dimaksudkan untuk memperpanjang
interval pengecatan ulang 10 sampai 15 tahun. Sebagai contoh, pemakaian cat yang
mengandung zink anorganik dengan film tebal dari cat phenolic resin, cat karet klorinat, atau
cat polyurethene resin. Penyemprotan zink-metal pada cat zink anorganik juga dikenal
sebagai prime coat.

Jika pengecatan tidak diperlukan, keuntungan secara ekonomis menjadi tak ternilai.
Suatu kenyataan pengecatan dapat dihindarkan dengan penggunaan baja tahan karat dengan
paduan rendah (low-alloy weathering steel), seperti tembaga )Cu), pospor (P), krom (Cr),
nikel (Ni), aluminium (Al), molybdenum (Mo), titanium (Ti). Salah satu atau beberapa aloi
tersebut dicampurkan pada baja. Setelah beberapa tahun, reaksi antara aloi dengan oksigen
yang terdapat di udara secara bebas, maka akan terbentuk suatu lapis tipis karat yang
menutup permukaan baja. Lapis karat tipis ini menghambat terjadinya korosi lebih lanjut.
Berbeda dengan karat pada umumnya, maka karat pada weathering steel ini berwarna coklat
tua dan menambah keindahan.

1.5.12. Korosi Pada Bangunan Lepas Pantai

Pembangunan samudera adalah salah satu tuntutan teknologi modern. Pembangunan


ini bertujuan meningkatkan manfaat sumber-sumber lautan, pengembangan energi lautan dan
pemanfaatan ruang samudera bagi kesejahteraan manusia. Struktur lepas pantai kebanyakan
dibuat dari baja, karena pertimbangan ekonomi, kemudahan fabrikasi, serta kemudahan
pemasangan.

Suatu kendala dijumpai dalam pemakaian baja di laut, karena baja mudah terserang
korosi, sedang lingkungan laut jauh lebih korosif jika dibandingkan dengan daratan. Korosi
pada air laut sangat rumit karena banyak faktor lingkungan berperan, seperti temperatur,

23
kadar garam. Oksigen yang larut, pH, gaya pukulan ombak dan arus, serta pencemaran
biologi. Korosi air laut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan logam.

Untunglah kemajuan teknologi saat ini telah menemukan langkah-langkah yang


diperlukan dalam penanggulangan korosi. Pada dasarnya ada empat metoda untuk mencegah
terjadinya korosi pad abaja di lingkungan lautan: (a) pemakaian lapis pelindung, (b)
perlindungan katodik, (c) peningkatan mutu rancangan, dan (d) modifikasi mutu baja. Sistem
penanggulangan korosi pada sebarang struktur dituntut untuk efektif, kemudahan dalam
fabrikasi dan pemeliharaan, serta ekonomi dalam keseluruhan.

Pertimbangan kemudahan pemeliharaan seringkali kurang diperhatikan dalam


pembangunan. Sekalipun suatu sistem mempunyai efektifitas yang tinggi pada saat awal,
tetapi efektifitas itu akan berkurang seiring dengan waktu, baik secara kimia, mekanika, atau
kombinasinya. Dengan demikian pemeliharaan sangat perlu dipertimbangkan dari segi biaya
serta kemudahannya. Sebagai contoh, jika tiang-tiang pancang sebagai struktur lepas pantai
dilindungi dengan lapis pelindung organik, maka dapat dipertanyakan bagaimana cara
inspeksi untuk mengetahui apakah lapis pelindung itu telah rusak. Lebih lanjut pemasangan
lapis pelindung yang baru sangatlah sulit, bahkan dapat dikatakan tidak mungkin dilak-
sanakan.

Lingkungan struktur lepas pantai dapat dibedakan dalam lima macam berdasarkan
posisinya terhadap permukaan air laut (Gambar 1.29), yaitu atmosfir, daerah percikan
((splash zone), permukaan pasang surut (tidal zone), di bawah permukaan (submerged zone),
dan daerah lumpur (mud zone).

Gambar 1.29. Pembagian zone dan tebal korosi relatif (Kure, NC)

Daerah percikan dan permukaan pasang surut. Dari dua daerah ini, daerah percikan
adalah bagian yang mengalami korosi sangat berat, sedang daerah permukaan pasang surut
relatif ringan untuk suatu batang struktur vertikal tanpa lapis pelindung, seperti tiang
pancang. Hal ini karena daerah permukaan pasang surut secara galvanis dilindungi oleh
bagian yang berada sedikit di bawahnya. Bagian yang tersebut belakangan ini laju korosinya
meningkat bersamaan dengan perlambatan korosi pada daerah permukaan pasang-surut.
Tetapi jika tiang pancang diberi lapis pelindung dari bahan yang dapat berfungsi sebagai

24
Lingkungan atmosfir. Bagia struktur di atas permukaan air yang langsung
berhubungan dengan atmosfir biasanya diberi lapis pelindung dari cat seperti pada struktur
baja di daratan. Sudah barang tentu cat yang dipakai harus mempunyai ketahanan yang tinggi
terhadap korosi, karena lingkungan lautan sangat korosif. Jembatan baja yang berdekatan
dengan pantai harus dilapis cat dengan tebal lebih dari 200 mikron. Cat yang dipakai harus
dipilihkan yang kuat, tahan lama, dan pemeliharaannya minimal. Spesifikasi tipikal adalah
cat anorganik dengan kadar zink cukup tinggi, atau penyemprotan zink dicampur lapisan
tebal cat resin sintetis.

Zone di bawah permukaan air laut. Bagian-bagian struktur baja yang sepenuhnya di
bawah muka air laut dapat dilindungi secara efektif memakai arus katoda (cathodic
protection), karena metal menerima arus searah dari lingkungan seperti proses pada katoda
sel listrik. Korosi pada lingkungan basah biasanya disertai penghentian arus searah yang
ditimbulkan oleh perbedaan potensial listrik pada sel korosi tertentu. Pemakaian arus dari
sumber luar cukup mampu menghentikan arus korosi dan mengembalikan aliran arus ke
dalam metal. Aspek teknologi yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana memberikan
arus yang rata ke setiap bagian struktur pada zone di bawah permukaan air laut dalam waktu
yang lama, dan bagaimana agar perawatan menjadi mudah. Bagian-bagian yang tidak cukup
menerima arus mulai mengalami korosi, sedang bagian yang menerima arus terlalu banyak
akan rusak karena tertutup bahan organik, dan pada beberapa kasus kerusakan baja
disebabkan oleh hidrogen yang terjadi di permukaan baja.

1.5.13. Korosi Pada Fondasi Tiang

Tidak seperti kasus perpipaan di bawah tanah yang dikelilingi dengan tanah terusik,
fondasi tiang yang secara seragam dikelilingi tanah tidak terusik biasanya korosinya sangat
rendah. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian the National Bureau of Standard (NBS) di
Amerika Serikat dan penelitian di Jepang menyatakan bahwa laju korosi rata-rata setelah
pipa dipancang selama 10 tahun adalah 0,01-0,02 mm per tahun. Korosi sedikit lebih besar
dijumpai pada kedalaman sampai 3 m dari permukaan tanah. Laju korosi hasil penelitian di
Jepang ini dapat dilihat pada Gambar 1.30.

Gambar 1.30. Laju korosi tiang pancang

25
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi korosi pada tiang pancang antara lain
adalah komposisi tanah, aerasi, kelembaban, aerasi, pH, keasaman, bakteri, temperatur, dan
sel-sel makro. Komponen tanah yang mempengaruhi korosi antara lain adalah sulfida,
hidrogen sulfida, asam belerang, dan zat organik. Semakin rendah pH suatu tanah, maka
semakin tinggi laju korosi tanah itu.

Dalam hal-hal tertentu, korosi yang parah dapat saja terjadi karena pengaruh galvanis
permukaan struktur atau elektrolisis arus menyimpang. Oleh karena itu evaluasi situasi
korosi sebelum pemasangan dapat dikatakan sangat perlu. Jika diantisipasi akan terjadi
korosi, maka dalam perancangan dapat dipertimbangkan pemakaian perlindungan katodik
pada fondasi tiang, atau pemakaian isolasi pada sambungan antara fondasi tiang dengan
struktur bawah tanah yang lain. Pemakaian cat pada fondasi tiang sebagai pencegah korosi
tidak akan memberikan hasil yang baik, karena pada saat pemancangan lapisan cat itu dapat
rusak.

1.5.14. Korosi Pada Tangki Minyak

Tangki minyak berhubungan langsung dengan tiga macam lingkungan yang korosif,
yaitu tanah dasar tangki, udara, serta air yang memisah dari minyak dan mengumpul di dasar
tangki. Korosi dapat menimbulkan lubang-lubang pada tangki dan mengakibatkan
kebocoran. Lubang-lubang itu selain menimbulkan kerugian minyak juga memacu bahaya
kebakaran. Selain itu lubang-lubang juga memperlemah struktur, sehingga dapat menga-
kibatkan keruntuhan pada saat terjadi gempa bumi.

Korosi pelat dasar tangki dapat dipercepat oleh arde yang terbuat dari tembaga.
Tembaga termasuk logam yang lebih mulia daripada baja dan mengakibatkan korosi
bimetalik pada baja. Kadang-kadang terjadi sel makro galvanis antara beberapa tangki yang
dihubungkan dengan pipa. Dalam kasus tertentu pelat dasar tangki menjadi anoda dari
komponen yang lain dan korosi terjadi lebih cepat.

Sisi luar tangki yang langsung berhubungan dengan udara biasanya dicat dan bebas
dari korosi sepanjang lapis cat cukup rapat. Udara sekitar tangki umumnya sangat korosif,
karena tangki biasanya berada di daerah industri yang udaranya banyak mengandung sulfur
dioksida, dan seringkali berdekatan pantai dengan udara mengandung chlorida cukup tinggi.
Korosi mudah terjadi pada bagian yang memungkinkan air hujan mengumpul dan tertahan
dalam waktu lama.

Korosi pada sisi pelat dalam tangki minyak terjadi di dasar dan menyerang pelat
tempat terkumpulnya air yang memisah dari minyak. Drainasi memang dapat dilakukan
dengan pipa secara periodik, tetapi permukaan pelat tetap berhubungan dengan air dalam
waktu yang lama, sehingga proses korosi tetap berlangsung Korosi tangki minyak yang
tidak dicat juga terjadi pada pengujian tekanan hidrostatis pada saat pembuatan. Pengisian
dan pengososngan tangki yang besar dapat memakan waktu sampai satu bulan. Korosi ini
akan semakin parah jika pengujian tekanan memakai air laut.

26
Tangki minyak terjadi kontak dengan tanah pada sisi luar pelat bagian bawah. Korosi
terjadi secara lokal, dengan kecepatan 0,1 0,5 mm/th, lebih rendah dari laju korosi pada
pipa pelayanan gas atau air yang kontak langsung dengan tulangan beton. Air hujan biasanya
hanya berpengaruh sekitar seperlima radius tangki dari sisi luar, akibat kurang sempurnanya
sealing . Potongan-potongan kayu yang tertinggal di bawah tangki dan kontak dengan pelat
dasar, mempunyai kontribusi dalam proses korosi, karena kayu itu meresap air hujan.

Setelah diuraikan berbagai masalah yang ada pada tangki minyak dari baja, berikut ini
akan diuraikan beberapa cara pencegahan korosi.

Pelat-pelat dasar tangki minyak disambung setelah ditempatkan pada posisi yang
direncanakan. Jika ada lapisan cat, maka lapisan cat ini akan terbakar sepanjang sambungan
las, sehingga cat tidak efektif lagi. Pemakaian cat setelah pengelasan tidak praktis, bahkan
dapat dikatakan tidak mungkin. Oleh karena itu cat biasanya tidak dipakai untuk hal tersebut.

Korosi pengaruh tanah dapat dikurangi dengan memberi lapisan yang sangat tahan
dan kedap air seperti aspal di atas tanah dasar tangki. Usaha lain yang cukup efektif dapat
dilakukan dengan perlindungan katodik, memakai arus listrik atau dengan mengorbankan
logam lain sebagai anoda. Untuk mencegah peresapan air hujan dari daerah sekeliling, maka
dipakai penutup berm dari bahan yang kedap air, fleksibel, dan anti retak.

1.5.15. Perkembangan Penaggulangan Korosi di Masa Depan

Di antara logam struktur, baja adalah yang paling banyak dipakai, tetapi dilain pihak
baja juga sebagai bahan yang paling mudah terserang korosi. Untunglah perkembangan ilmu
bahan dan teknologi penang-gulangan korosi telah membuat korosi dapat dikendalikan
dengan biaya yang relatif murah.

Pada dasarnya terdapat lima macam pendekatan untuk mencegah korosi pada baja.
Pemakaian lapis pelindung, pengaturan lingkungan, perlindungan katodik, peningkatan
perancangan, dan modifikasi mutu baja.

Suatu sistem penanggulangan korosi yang baik tidak hanya efektif, tetapi juga mudah
fabrikasinya, dapat diandalkan, ekonomis baik pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Dari
berbagai faktor ini, kemudahan pemeliharaan seringkali kurang diperhatikan pada saat
pelaksanaan.

Suatu contoh, pemeliharaan struktur lepas pantai, pemeriksaan lapis pelindung pada
bagian percikan, pelepasan lapis pelindung yang retak, persiapan permukaan baja,
pemasangan lapisan baru pada lautan terbuka mudah. Hal ini perlu difikirkan pada saat
permulaan.
Sekarang ini semakin banyak struktur baja diperengkapi dengan sistem pencegah
korosi yang baik, dan cara pemeliharaan yang mudah. Sekalipun demikian masih ada juga
struktur baja yang mengalami korosi, biasanya penyebabnya bukanlah pertimbangan
teknologi, tetapi pertimbangan sosial. Dengan kata lain resiko korosi telah disadari, tetapi

27
tidak ada langkah-langkah pencegahan dilakukan, Karena kurangnya dana. Selain itu
kasus lain terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang cara penanggulangan korosi. Oleh
karena itu pengetahuan tentang korosi cukup perlu untuk disebar luaskan.

1.6. Perlindungan Terhadap Api


Oleh karena kekuatan struktur turun drastis jika temperature tinggi, maka
perlindungan struktur baja terhadap api sangatlah penting. Menurut Muto (1990),
perkantoran perlu ketahanan terhadap api selama 1,5 jam untuk bagian struktur di atas
permukaan tanah, sedang untuk bagian di bawah tanah dituntut ketahanan selama dua jam.
Di Jepang persyaratan ketahanan api ini bervariasi dari 30 menit sampai tiga jam sesuai
macam struktur dan lokasinya.

Cara pertama untuk melindungi batang struktur baja dari bahaya kebakaran adalah
menyelubunginya dengan beton ringan. Pada penyelubungan ini agar beton tidak retak
karena muai/susut, maka perlu dipasang tulangan membujur dan sengkang non struktural
seperti terlihat pada Gambar 1.31.

Gambar 1.31. Kolom dan balok dilindungi beton ringan


Cara kedua untuk melindungi struktur baja dari bahaya kebakaran dilakukan dengan
jaringan kawat ayam yang dipasang menyelubungi batang struktur seperti terlihat pada
Gambar 1.32.

Gambar 1.32. Kolom dan balok diselubungi mortel ringan

28
Cara ketiga untuk melindungi struktur baja dari bahaya kebakaran dilakukan dengan
menutup permukaan baja dengan papan yang terbuat dari asbestos, atau kalsium silikat, atau
rockwool. Papan-papan tersebut ditempelkan pada permukaan baja dengan perekat water-
glass. Cara ini diperlihatkan pada Gambar 1.33, paku dan kelem untuk digunakan untuk
merangkai.

Gambar 1.33. Perlindungan dengan papan


Cara perlindungan struktur baja dari bahaya kebakaran yang keempat adalah dengan
penyemprotan (spray). Ada dua macam cara penyemprotan, yaitu penyemprotan kering dan
penyemprotan basah. Pada penyemprotan kering dipakai bahan kering seperti asbestos, atau
rockwool, dan bahan perekat cair yang disemprotkan masing-masing dari nosel yang berbeda
dengan udara bertekanan tinggi. Pada cara basah, bahan pelindung dan bahan perekat
disemprotkan dalam bentuk tercampur. Dalam kasus tertentu, bahan pelindung ini
disemprotkan langsung ke permukaan baja struktural, sedang pada kasus lain, seperti terlihat
pada Gambar 1.34, jaringan kawat ayam dipasang terlebih dahulu, kemudian bahan
pelindung disemprotkan.

Tebal lapis pelindung ini tergantung pada tuntutan ketahanan yang disyaratkan. Tebal
minimum untuk lapis pelindung tanpa tulangan adalah 8 mm, sedang untuk pelindung
dengan tulangan tebal minimum 15 mm. Pada lapis pelindung dengan tebal lebih dari 35
mm, selain jaringan kawat ayam disarankan agar dipasang jaringan tulangan yang dilas
(weldmesh).

Gambar 1.35. Perlindungan dengan bahan semprotan

29
Daftar Pustaka
Badan Stadardisasi Nasional, 2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002, Litbang Teknologi Permukiman, Bandung.
Brockenbrough, R.L., and Johnston, B.G., 1981, Steel Design Manual, United Steel
Corporation, Pitsburg.
Matsushima, I. and Tamada, A., 1989, Corrosion Protection of Steel Structures, Japan Iron
and Steel Exporters Assosiation, Tokyo.
Morisco, 1986, Inelastic Behaviour of Steel Beam Columns, Ph.D. Thesis, City University,
London.
Muto, Y., 1990, High Rise Steel Structures in Singapore and Neighbouring Countries,
Nippon Steel Corporation, Singapore.
Okamoto, K., Corrosion of Underground Pipeline and Cathodic Protection, Nakagawa
Corrosion Protecting Company Ltd., Tokyo.
The Kozai Club, 1983, Steel Construction Guidebook Civil Engineering, , Tokyo

30

Anda mungkin juga menyukai