Tujuan Umum:
- Mahasiswa memahami jenis baja dan tipe profil baja
- Mahasiswa memahami jenis-jenis bangunan struktur baja
- Mahasiswa memahami karakteristik bangunan struktur baja
- Mahasiswa memahami keunggulan dan kelemahan bangunan struktur baja
Pendahuluan
Baja tersedia dalam berbagai bentuk penampang yang sering dikenal dengan profil. Berdasarkan
cara pembentukan penampang profil baja, dikenal 2 macam baja, yaitu Hot Rolled Sections dan
Cold Rolled Sections. Baja tipe hot rolled section dibentuk (rolled) pada kondisi panas
sedangkan baja tipe cold rolled section dibentuk pada kondisi dingin. Contoh bentuk profil baja
dari masing-masing tipe baja ditunjukkan pada Gambar 1.1
Zed sections
Special sections
Channel Angles
Compound sections
Shell Rail
Hollow sections
1
Gambar 1.1 Gambar 10.1 Rotasi sambungan balok-kolom kakuBentuk profil baja tipe Hot dan
Cold Rolled Sections
Baja telah digunakan sebagai bahan konstruksi pada berbagai infrastruktur bangunan, antara
lain: bangunan gedung, jembatan, turap baja, dll.
2. Jembatan baja
Dikenal berbagai tipe jembatan baja, yaitu:
- Jembatan Gelagar
Gambar 1.3
3
Gambar 1.4
4
- Jembatan Rangka
5
-
- Gambar 1.6 Jembatan Rangka
6
- Suspension Bridges
6
- Jembatan Kantilever
8
G
a
- m
Tura b
p G
a
baja a
r
m
b
1
a
.
r
1
1
1
.
J
1
e
2
m
b
T
a
u
t
r
a
a
n
p
P
b
e
a
l
j
e
a
n
g
k
-
u
n
g
9
3. Instalasi pengeboran minyak lepas pantai
Gambar 1.14
1
0
Modul 2 : Karakteristik Baja
Tujuan Umum:
f
F
D
B E
A
C
O
10
2. Keuletan bahan
Diagram tegangan-regangan normal tipikal yang disajikan pada Gambar 2.2. memper-
lihatkan hubungan antara tegangan dan regangan pada OA linier. Pada fase tersebut pening-katan
tegangan proporssional dengan peningkatan regangan, sedang di atas A diagram sudah tidak lagi
linier yang berarti bahwa peningkatan tegangan sudah tidak proporsional dengan peningkatan
regangan. Oleh karena itu tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan batas proporsional.
(proporsional limit) atau batas sebanding, dan biasa diberi notasi fp. Pada daerah proporsional
(OA) berlaku hukum Hooke yang dinyatakan dengan:
f=E
dengan : E = modulus elastisitas, f = tegangan dan = regangan
Sedikit di atas titik A terdapat titik B dengan tegangan fe yang merupakan tegangan batas elastis
bahan. Suatu spesimen yang dibebani tarikan sedemikian sehingga tegangannya belum
melampaui fe, sekalipun mengalami perubahan panjang, tetapi panjang spesimen itu akan
kembali seperti semula apabila beban dilepaskan. Apabila pembebanan telah dilakukan sehingga
tegangan yang terjadi melampaui fe, maka pada saat beban dilepaskan panjang spesimen tidak
dapat kembali sepenuhnya seperti panjang semula. Pada umumnya tegangan fp dan fe relatif
cukup dekat, sehingga seringkali kedua tegangan tersebut dianggap sama. Regangan () pada
saat spesimen baja putus dapat dikaitkan dengan sifat liat/ulet baja. Semakin tinggi regangan
yang dicapai pada saat spesimen putus, maka keuletan baja itu juga semakin tinggi. Pada
umunya regangan baja pada saat spesimen putus berkisar sekitar 150—200 kali regangan elastis
e. Setelah titik B tegangan melampaui fe, dan baja mulai leleh. Tegangan yang terjadi pada titik
B disebut sebagai tegangan leleh baja l. Pada saat leleh ini baja masih mempunyai tegangan,
berarti baja masih mampu memberikan reaksi atau perlawanan terhadap gaya tarik yang bekerja.
Seperti terlihat pada Gambar 2.2. kurva bagian leleh ini mula-mula mendekati datar, berarti
tidak ada tambahan tegangan sekalipun regangan bertambah terus. Hal ini menunjukkan
bahwa hukum Hooke sudah tidak berlaku lagi setelah fase leleh dicapai. Bagian kurva yang
datar ini berakhir pada saat mulai terjadi pengerasan regangan (strain hardening).di titik C,
tegangan naik lagi sehingga dicapai kuat tarik (tensile strength) di titik D. Setelah itu kurva
turun dan spesimen mengalami retak (fracture) di titik E.
11
Diagram tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 2.2, dibuat berdasarkan data
yang diperoleh dari pengujian spesimen, dengan anggapan luas tampang spesimen tidak
mengalami perubahan selama pembebanan. Menurut hukum Hooke, suatu batang yang dibebani
tarikan secara uniaksial, luas tampangnya akan mengecil. Sebelum titik C, perubahan luas
tampang itu kurang signifikan, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan, tetapi setelah sampai
pada fase pengerasan regangan, tampang mengalami penyempitan yang cukup berarti. Kalau
penyempitan itu diperhitungkan, akan diperoleh kurva dengan garis putus-putus (Gambar 2.1).
Tinggi tegangan pada titik-titik A, B, C, D, dan E tersebut di atas dipengaruhi oleh jenis baja.
Jika diperhatikan Gambar 2.2, maka terlihat bahwa bagian kurva untuk berbagai kualitas baja
pada fase proporsional terletak pada satu garis lurus. Hal ini memperlihatkan bahwa elastisitas
baja (E) tidak dipengaruhi oleh tinggi tegangan leleh.
Dengan memperhatikan regangan baja sebelum putus dapat diketahui apakah baja
mempunyai sifat ulet (daktail) atau sebaliknya. Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa baja yang
mempunyai kuat tarik tinggi pada umumnya regangan batasnya rendah atau getas, sedang baja
yang kuat tariknya rendah mempunyai regangan batas yang tinggi sehingga dapat
dinyatakan
daktail. Pada umumnya E baja berkisar antara 190 – 210 Gpa.
13
Gambar 2.3 Diagram Kuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperatur
14
Gambar 2.5 Diagram Modulus elastisitas baja pada berbagai temperatur
Dalam fabrikasi elemen struktur, berbagai macam bentuk profil seringkali dibuat dari
pelat datar yang dilekukkan secara dingin pada temperatur ruang. Pelaksanaan semacam
ini akan menyebabkan perubahan bentuk inelastis yang menimbulkan regangan sisa
(residual strain) dan disertai dengan tegangan sisa (residual stress). Untuk memberi
gambaran umum pengaruh perubahan bentuk secara dingin, ditinjau suatu spesimen yang
dibebani dengan tarikan sampai terjadi perubahan bentuk plastis. Pembebanan ini
15
dilakukan secara berulang-ulang. Tampak pada Gambar 2.7 bahwa setiap beban dilepas,
selalu ada regangan sisa, sehingga setelah pembebanan dilakukan beberapa kali dicapai
regangan batas bahan yang apabila spesimen dibebani lagi, spesimen akan putus.
Mengingat hal itu, maka dapat dipahami banwa sifat batang struktur yang dibentuk secara
dingin cukup rumit.
16
Gambar 2.8 Sketsa Mesin putar spesimen
17
Gambar 2.10 Diagram tegangan leleh-N tarik spesimen
18
b. Metoda pencegahan korosi sekunder,
Pencegahan korosi sekunder dapat dilakukan dengan cara:
(1) Coating, dilakukan untuk mengisolasi permukaan baja terhadap air yang mengandung
oksigen. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perlindungan sementara dapat dilakukan
dengan minyak atau paslin. Cara lain adalah dengan pengecatan yang perlu dilakukan secara
periodik. Perlindungan yang lebih permanen dapat dilakukan dengan lapisan logam lain, seperti
zink, timah, atau tembaga, dengan cara disepuh Perlindungan terhadap korosi ini juga dapat
dilakukan dengan cara lining dengan karet, plastik, atau porselin.
(2) Electric protection , dilakukan jika pencegahan korosi sangat diperlukan mengingat
elemen struktur itu tidak dapat direparasi, sebagai contoh adalah tiang pancang. Dalam hal ini
pencegahan dapat dilakukan dengan perlindungan katodik (cathodic protection).
Dua pertiga wilayah Indonesia terdiri atas lautan, mempunyai iklim tropis dengan
kelembaban yang relatif tinggi, sehingga lingkungan ini sangat korosif. Lingkungan yang sangat
korosif ini akan semakin agresif jika terdapat senyawa-senyawa polutan yang berasal dari
industri seperti belerang dioksida, chlorida, sulfat, debu, dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa
tersebut akan mempercepat laju korosi logam di udara, termasuk laju korosi komponen bangunan
yang terbuat dari baja atau metal. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang ikut berperan
pada proses korosi.
c. Tegangan Sisa
Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang tertinggal pada batang struktur
setelah proses fabrikasi. Hal ini dapat dijelaskan oleh (i) pendinginan setelah penggilasn profil,
(ii) pengerjaan secara dingin, (iii) pelubangan atau pemotongan, dan (iv) pengelasan. Tegangan
sisa yang perlu diperhatikan adalah akibat pendinginan dan pengelasan. Tegangan sisa positif
biasanya berada pada pertemuan plat, sedang tegangan tekan terdapat pada bagian yang jauh dari
pertemuan plat itu. Beberapa contoh bentuk distribusi tegangan sisa pada tampang profil WF
dapat dilihat pada Gambar 2.11. Sesuai dengan persyaratan kesetim-bangan maka resultan gaya
dan momen yang terdapat pada tampang profil adalah nol.
19
Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan
elemen struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns), maupun
batang lentur. Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature
buckling, sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa
yang terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya
menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen. Dalam
analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan elemen
struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns), maupun batang
lentur.
Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling,
sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang
terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya
menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen.
20
Distribusi Tegangan Distribusi Tegangan
Bentuk Profil Pada sayap Pada badan
W 8x67
W 4x13
W 8x31
W 12x65
W 14x426
21
d. Retakan getas akibat efek temperatur, efek tegangan multiaksial, efek ketebalan,
efek pembebanan dinamik
Setelah temperatur diturunkan dengan tiba-tiba, maka peningkatan akan terjadi pada
tegangan leleh, kuat tarik, modulus elestisitas, dan tegangan lelah. Sebaliknya keuletan baja yang
diukur dari penyempitan tampang ataupun dari pertambahan panjang, turun akibat penurunan
temperatur. Lebih lanjut pada suatu temperatur tertentu yang relatif rendah, baja struktural
mungkin saja mengalami retak dengan sedikit atau tanpa perubahan bentuk plastis.
Keretakan yang terjadi karena tegangan tarik yang lebih rendah dari tegangan leleh, biasanya
disebut dengan keretakan getas. Keretakan getas (brittle fracture) umumnya terjadi pada baja
struktural jika terdapat kombinasi hal-hal yang merugikan dari tegangan tarik, antara lain laju
regangan pengaruh temperatur dan perubahan tampang secara mendadak. Perubahan bentuk
plastis hanya dapat terjadi jika terdapat tegangan geser. Tegangan geser selalu terjadi pada
pembebanan secara uniaksial atau biaksial, tetapi dalam tegangan triaksial dengan ketiga
tegangan sama besar tegangan geser menjadi nol. Oleh karena itu tegangan tarik triaksial
cenderung mengakibatkan keretakan getas, dan harus dihindari. Tegangan triaksial dapat terjadi
pada pembebanan uniaksial jika terdapat penyempitan tampang atau perubahan bentuk tampang
secara mendadak.
Keretakan getas dapat juga terjadi akibat pengerjaan secara dingin ataupun penuaan
regangan. Pembentukan secara dingin pengaruhnya dapat dikurangi dengan memilih jari-jari
pembentukan sedemikian sehingga regangan yang timbul terbatas.
Jika terdapat tegangan tarik sisa misalnya akibat pengelasan, maka tegangan sisa ini dapat
mengakibatkan tegangan yang jauh lebih besar dari tegangan akibat pembebanan. Keretakan
dapat terjadi jika tegangan sisa ini cukup tinggi. Untuk mengurangi pengaruh tegangan sisa, pada
baja struktural dapat dikenakan perlakuan panas (heat treatment).
Modul 3 : Konsep perencanaan struktur baja
Tujuan Umum:
- Mahasiswa memahami stabilitas struktur baja
- Mahasiswa memahami Kekuatan ultimit dan kekuatan nominal baja
- Mahasiswa memahami Perancangan kekuatan baja
- Mahasiswa memahami Konsep ASD dan LRFD
- Mahasiswa memahami pembebanan struktur baja
1. Stabilitas struktur
Tujuan dasar perencanaan struktur adalah menghasilkan struktur yang dapat dipergu-
nakan sesuai tujuan pembangunan secara aman, nyaman, ekonomis baik dalam pembuatan
maupun perawatan. Berbagai aturan perencanaan dibuat sebagai pentunjuk bagi perencanaan
agar dapat memenuhi tujuan dasar tersebut. Perencanaan kuno lebih didasarkan pada empiris,
sangat dipengaruhi pengalaman-pengalaman sebelumnya. Apabila pengalaman sebelumnya
menunjukkan bahwa ukuran-ukuran suatu struktur terlalu kecil sehingga bangunan roboh, maka
pada perencanaan berikutnya ukuran komponen struktur diperbesar, sebaliknya apabila
penggunaan ukuran batang struktur dapat menghasilkan bangunan yang kokoh, maka
perencanaan berikutnya cenderung dicoba ukuran yang lebih kecil agar diperoleh bangunan
yang lebih ekonomis.
AISC-ASD Code terakhir adalah tahun 1989, setelah itu tidak ada publikasi Code terbaru.
Code yang keluar berikutnya tahun 2005 adalah AISC-LRFD singkatan dari Load and
Resistance Factor Design. Konsep LRFD adalah: The nominal strength is multiplied by a
resistance factor, and the resulting design strength is then required to equal or exceed the
required strength determined by structural analysis for the appropriate LRFD load combination
specified by the applicable building code. Syarat kekuatan struktur adalah :
Pu
Pn
Mu M
n
Vu Vn
Pu, Mu dan Vu adalah gaya-gaya akibat beban terfaktor pada kombinasi pembebanan, dan
Pn, Mn dan Vn adalah gaya-gaya nominal hasil perhitungan daya dukung dari profil baja terpilih
ASD dan LRFD sebenarnya sama-sama memakai konsep perencanaan yang sama
menggunakan nominal strength hanya beda soal resistance factor, safety factor dan tentunya
juga load combination yang dipakai. Meskipun ketiga faktor tersebut berbeda, tetapi keduanya
telah dikalibrasi agar mempunyai tingkat keamanan yang sama terhadap suatu kondisi
pembebanan yang tertentu.
Dengan memperhitungkan kondisi inelastis maka perilaku keruntuhan struktur dapat
dideteksi terlebih dahulu, apakah perilakunya daktail atau tidak. Kondisi tersebut sangat penting
untuk mengantisipasi adanya beban tak terduga, yang mungkin saja bisa terjadi, contoh yang
umum adalah beban gempa, blasting (ledakan) dan sebagainya.
5. Model struktur
Model struktur baja untuk bangunan gedung berbentuk struktur portal penahan momen
(moment resisting frame), portal dengan sistem pengaku (braced frame), portal gabungan
(dengan dinding geser). Untuk struktur jembatan dapat berupa jembatan sistem gelagar
sederhana, gelagar menerus, struktur rangka, struktur kabel, dsb. Sedangkan pada struktur turap
berupa sistem kantilever dengan profil khusus turap yang memiliki kekakuan lateral yang tinggi.
Contoh-contoh model struktur untuk bangunan gedung ditunjukkan pada Gambar 3.2 di bawah
ini.
6. Beban
Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau
penurunan. Beban dapat dibedakan sebgai beban langsung dan tidak langsung, dapat bersifat
permanen seperti berat sendiri struktur serta perlengkapan tetap, dan beban tidak tetap, seperti
pengaruh angin, gempa, salju, tumbukan, ledakan, dan sebagainya.
Beban Berdasarkan SNI 2002
Perencanaan suatu struktur untuk keadaan-keadaan stabil batas, kekuatan batas, dan
kemampuan-layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat
dari beban-beban berikut ini:
beban hidup dan mati seperti disyaratkan pada SNI 03-1727-1989 atau penggantinya;
untuk perencanaan keran (alat pengangkat), semua beban yang relevan yang disyaratkan pada
SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
untuk perencanaan pelataran tetap, lorong pejalan kaki, tangga, semua beban yang relevan yang
disyaratkan pada SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
untuk perencanaan lift, semua beban yang relevan yang disyaratkan pada SNI 03-1727-1989,
atau penggantinya;
pembebanan gempa sesuai dengan SNI 03-1726-1989, atau penggantinya;
beban-beban khusus lainnya, sesuai dengan kebutuhan.
Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu memikul
semua kombinasi pembebanan di bawah ini:
1,4D
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) + ( L L atau 0,8W)
1,2D + 1,3 W + L L + 0,5 (La atau H)
1,2D 1,0E + L L
Keterangan:
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding,
lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak
termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain
28
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan
material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air
W adalah beban angin
E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–1989, atau
penggantinya dengan,
29
beban-beban dan aksi-aksi harus ditentukan sesuai dengan Butir 2.6.1 dan 2.6.3 dan beban-
beban keadaan kekuatan batas harus ditentukan sesuai dengan Butir 2.6.2;
pengaruh-pengaruh aksi trfaktor (Ru) sebagai akibat dari beban-beban keadaan batas harus
ditentukan dengan analisis sesuai Butir 7;
kuat rencana (Rn) harus ditentukan dari kuat nominal (Rn), dikalikan dengan faktor reduksi
() yang tercantum pada Tabel 2-2;
semua komponen struktur dan sambugan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga kuat
rencana (Rn) tidak kurang dari pengaruh aksi terfaktor (Ru), yaitu: Ru < Rn.
30
Getaran balok-balok
Balok-balok yang mendukung lantai atau mesin-mesin harus diperiksa untuk meyakinkan
bahwa getaran yang diakibatkan oleh mesin-mesin atau lalu-lintas kendaraan atau pejalan kaki
tidak berakibat buruk terhadap kemampuan-layan struktur. Dalam hal ada kemungkinan bahwa
suatu bangunan harus menerima getaran yang diakibatkan misalnya oleh gaya-gaya angin atau
mesin-mesin, harus diambil tindakan untuk mencegah ketidaknyamanan atau perasaan tidak
aman, kerusakan terhadap struktur, atau gangguan terhadap fungsi asalnya.
Keadaan kemampuan-layan batas baut
Pada suatu sambungan yang harus menghindari terjadinya slip pada taraf beban rencana,
maka alat-alat sambung harus dipilih sesuai dengan sambungan tipe friksi dengan baut mutu
tinggi atau las.
Kebakaran
Bangunan, komponen-komponen struktur, dan sambungan-sambungannya harus direncanakan
sesuai dengan Butir 14 (SNI-2002).
31
Gempa
Dalam hal gempa menjadi suatu pertimbangan perencanaan , seperti yang ditentukan pada SNI
03-1726-1989, atau penggantinya, bangunan dan komponen-komponen strukturnya harus
direncanakan sesuai dengan Butir 15 (SNI-2002).
32
Butir SNI-2002 Faktor
Kuat rencana untuk
terkait reduksi
Sambungan baut:
baut yang memikul geser 13.2.2.1 0,75
baut yang memikul tarik 13.2.2.2 0,75
baut yang memikul kombinasi geser dan
tarik 13.2.2.3 0,75
lapis yang memikul tumpu 13.2.2.4 0,75
Sambungan las:
las tumpul penetrasi penuh 13.5.2.7 0,90
las sudut dan las tumpul penetrasi 13.5.3.10 0,75
sebagian 13.5.4 0,75
las pengisi
33
Modul 4 dan Modul 5 : Batang tarik
Tujuan Umum:
- Memahami dasar perancangan struktur rangka batang
- Memahami konsep dasar perancangan batang tarik
- Memahami cara perancangan batang tarik
1. Batang Tarik
Pendahuluan
Struktur tarik adalah bagian dari struktur bangunan yang menerima beban normal tarik secara
aksial. Batang tarik terdapat pada bagian bangunan :
Struktur utama :
- Jembatan rangka
- Jembatan gantung
- Rangka kuda-kuda atap
- Rangka menara
Struktur sekunder :
- Ikatan angin atap/jembatan
- Ikatan rem pada jembatan
- Ikatan penggantung gording
34
Siku bertolak kanal Kanal ganda Kanal tersusun
belakang
35
3. Kuat tarik rencana
Batang tarik adalah batang yang mendukung gaya diakibatkan oleh bekerjanya gaya
tarik aksial pada ujung-ujung batang. Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
– Leleh penampang pada daerah yang jauh dari sambungan
– Fraktur pada penampang efektif pada lubang-lubang baut di sambungakn
– Keruntuhan blok geser pada lubang-lubang baut di sambungan
fy
fy fy
T2 > T1 T2 > T1
T1 T2
y
y y
fy
T3 > T2 T3 > T2
y
Gambar 4.2
Kapasitas tarik ditinjau dari kapasitas pada kondisi leleh dan pada kondisi perlemahan
akibat adanya sambungan. Berdasarkan SNI 03-1729-2002 dalam perancangan komponen
struktur kuat tarik rencana batang ϕNn harus lebih besar atau sama dengan gaya tarik aksial
terfaktor Nu:
Nu N 4.1
n
ϕNn nilai terendah di antara dua perhitungan menggunakan harga-harga ϕ dan ϕNn di bawah
ini:
= 0.9
N n Ag f 4.2
y
dan
= 0.75
N n Ae f u 4.3
dengan:
2
Ag adalah luas penampang bruto, mm
2
Ae adalah luas penampang efektif, mm
fy adalah tegangan leleh, MPa
fu adalah tegangan tarik putus, MPa
4. Penampang efektif
Berdasarkan SNI 03-1729-2002 akibat adanya sambungan, batang tarik mengalami
pengurangan luas. Akibat pengurangan luasan, luas batang yang bekerja memikul gaya
disebut sebagai luas penampang efektif yang besarnya ditentukan berdasarkan jenis
sambungannya. Luas penampang efektif komponen struktur yang mengalami gaya tarik
ditentukan sebagai berikut:
Ae = AU 4.4
dengan: A = luas penampang profil baja, mm2
U = faktor reduksi = 1 - (x / L) ≤ 0.9, x adalah eksentrisitas sambungan,
jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang
disambung dengan bidang sambungan, mm
a. Kasus gaya tarik hanya disalurkan oleh baut
1) A = Ant
adalah luas penampang netto terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3
Potongan 1-3: Ant Ag - n d t
4.5
2
Potongan 1-2-3: Ant Ag - n d t + s t
4 4.6
u
36
Keterangan
Ag : luas penampang bruto, mm2
t : tebal penampang, mm
d : diameter lubang, mm
n : banyaknya lubang dalam garis potongan
s : jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu komponen
struktur, mm
u : jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu komponen
struktur
tebal = t
1
u
Nu 2 Nu
u
3
2) Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh kurang 15% luas penampang
utuh.
37
A Ag : luas penampang bruto komponen struktur, mm .
c. Kasus gaya tarik disalurkan oleh las melintang
Bila gaya tarik hanya disalurkan oleh pengelasan melintang:
A adalah jumlah luas penampang netto yang dihubungkan secara langsung dan U
sebesar 1.0
38
d. Kasus gaya tarik disalurkan oleh las sepanjang dua sisi
Bila gaya tarik disalurkan ke sebuah komponen struktur pelat dengan pengelasan
sepanjang kedua sisi pada ujung pelat, dengan l > w:
2
A : luas pelat, mm
untuk 2w > l > 1.5w U = 0.87 4.7
untuk 1.5w > l > w U = 0.75
4.8
Keterangan
l : panjang pengelasan, mm
w : lebar pelat (jarak antar sumbu pengelasan), mm
5. Batas Kelangsingan
Batas kelangsingan yang dianjurkan dalam peraturan ditentukan berdasarkan
pengalaman, engineering judgement, dan kondisi-kondisi praktis untuk :
– Menghindari kesulitan handling dan meminimalkan kerusakan dalam fabrikasi,
transportasi dan tahap konstruksi
– Menghindari kendor (sag yang berlebih) akibat berat sendiri batang
– Menghindari getaran
Batas kelangsingan, , ditentukan sebagai berikut :
max ≤ 240 ; untuk struktur utama
max ≤ 300 ; untuk struktur sekunder
Dimana : angka kelangsingan : = L/r
L = panjang batang tarik
r = jari-jari girasi = √(I/A)
Batas kelangsingan untuk batang bulat : L/D ≤ 500 ; D = diameter batang
Langkah-langkah dalam perencanaan batang tarik sebagai berikut: :
MULAI
Nu
39
Baut: Profil :
d, n, l, x, s, g hg, fy, fu, t, rmin, L
Tidak
Tidak Kc .L
Batang Primer ≤ 300
rmin
Ya
Kc .L ≤ 240 Tidak
rmin
Ya
2
hn = h - n.d + (s /2.g)
An = h n . t
U = 1- (x/l) ≤ 0,9
φ.Nn = 0,9.Ag.fy
atau
Tidak
Nu ≤ φ.Nn
Ya
Profil Dipakai
SELESAI
40
Contoh hitungan batang tarik:
Gaya tarik = 2665,39 N
Lebar profil (b) = 60 mm
Tebal profil(t) = 6 mm
Tinggi total profil (hg) = 114 mm
rmin = 11,7 mm
Luas (Ag) = 691 mm2
Panjang batang (L) = 1087,30167 mm
fy = 245 Mpa
fu = 370 Mpa
E = 200000 Mpa
Diameter baut = 12,7 mm
Langkah perhitungan :
a. Menentukan faktor kelangsingan:
L.K c
< 300
rmin
1087,30167x1
92,9 300 , Oke
11,7
b. Menghitung besarnya nilai Nu:
Nn = Ag . fy
Nn = 691 x 245
Nn = 169295 N
N u = φ x Nn = 0,9 x 169295
Nu = 152365,5 N
Nn = Ae . fu
Nn = An . U . fu
An = hn . t = (114 - (12,7 + 2)) x 6
2
An = 602,8 mm
U = 1 , karena berada pada titik berat profil maka x diambil =0,9 (syarat
x
l minimum)
U = 0,9
Nn = 602,8 x 0,9 x 370
Nn = 223036 N
N u = φ x Nn
Nu = 0,75 x 223036
Nu = 150549,3 N
Digunakan nilai Nu = 150549,3 N
c. Cek kekuatan
N u ≤ φ Nn
2665,39 < 150549,3 → Syarat kekuatan terpenuhi.
Tujuan Umum:
1. Batang Tekan
Batang tekan adalah batang struktur yang mengalami gaya aksial tekan. Keadaan yang
sebenanya di konstruksi, batang yang mengalami gaya aksial tekan juga mengalami momen
lentur, gaya lintang, dan torsi. Beberapa contoh profil untuk batang tekan disajikan pada Gambar
6.1
fy
daerah elastik
λc
0 0.25 1.25
Akibat adanya tekuk, dalam perancangan batang tekan harus memperhitungan faktor
tekuk. Faktor tekuk memiliki keterkaitan dengan besarnya kelangsingan batang. Berdasarkan
SNI 03-1729-2002 suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban
terfaktor N u , harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Nu n N n
Keterangan
n : faktor reduksi kekuatan batang tekan, n = 0.85
Nn : kuat tekan nominal komponen struktur
y y y
l l l
a
y l
x x x x x x
x x
l l l l
y y y
a a a
m=2
m=2 m=2 m=2
(a) (b) (c) (d)
y y
l
l
x x
x x
44
a a l
a a a l
y y
m=3 m=4
(e)
(f)
Gambar 6.3 Batang tekan tersusun
Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen struktur (Gambar 6.3)
xx adalah sumbu bahan,
yy adalah sumbu bebas bahan,
ll adalah sumbu minimum dari elemen komponen struktur,
adalah pelat kopel.
Kelangsingan pada arah tegak lurus sumbu xx dihitung dengan persamaan:
Lkx
x
rx
Keterangan:
Lkx adalah panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah tegak lurus sumbu xx,
dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada, dan kondisi jepitan ujung-ujung
komponen struktur, mm
rx adalah jari-jari girasi komponen struktur tersusun terhadap sumbu x x, mm
Untuk batang tekan dengan profil tersusun dengan penghubung pelat kopel dan batang
diagonal harus memenui persyaratan
x 1.2l
iy 1.2l , dan
l 50 , dengan
Lk
rmin
Lk
x
rx
45
Lk
y
r
y
Ll
l
rmin
m 2
iy y2 l
2
Lk adalah panjang tekuk batang tekan L kL dengan k adalah faktor tekuk batang tekan yang
k
nilainya berdasarkan Tabel 6.1, m adalah jumlah profil tersusun dan rmin, rx, ry masing-masing
adalah jari-jari girasi minimum, jari-jari girasi sumbu x dan y.
Y
l
l
46
X X
m=2
l l
Gambar 6.4 Penampang profil tunggal dan profil tersusun (SNI-03-1729-2002)
Nilai Nn
a. Untuk batang tekan profil tunggal kuat tekan batang adalah
Ag f y
Nn
b. Untuk batang tekan profil tersusun nilai kuat tekan nominal diambil nilai terkecil dari
Ag f y
Nn
x
Ag f y
Nn
iy
dengan
c 0.25
1
1.43
0.25 1.2
c 1.6 0.67c
2
c 1.2 1.25c
Lk fy
c
r E
2. Pelat Kopel
Untuk batang yang mengalami gaya yang besar perancangan profil tersusun dapat
diterapkan karena memiliki luasan dan momen inersia yang lebih besar. Pelat kopel berfungsi
47
untuk menyatukan profil-profil yang disusun menjadi kesatuan, sehingga batang mampu
48
memikul beban. Pada kondisi terpasang dalam struktur pelat kopel bekerja menahan gaya geser
dan momen lentur. Berdasarkan SNI-03-1729-2002 dalam perancangan pelat kopel harus
memenuhi persamaan :
Ip I
10 1
a L1
dengan
h
w kn 5
5
tw a / h
Keterangan
Agar komponen struktur stabil maka nilai ix dan iy pada persamaan harus memenuhi:
iy 50
ix 50
49
ix 1.2l
iy 1.2l
Pada komponen struktur tersusun yang tidak mempunyai sumbu bahan, harus dianggap bekerja
gaya lintang pada kedua arah sumbu penampangnya:
Dxu 0.02 Nu
Dyu 0.02 Nu
Sehingga rasio gaya geser yang bekerja dengan kuat geser yang telah dikalikan faktor reduksi ϕ
= 0.9 harus kurang dari satu
50
Vu
1
Vn
3. Batang Diagonal
Batang tekan tersusun sering dibuat dengan penghubung batang utama dengan batang
diagonal sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6.6. Terdapat beberapa orientasi pemasangan
batang diagonal.
3 3
ALd ALd Aa
l atau l
zAd Ll a zAd Ll a 2 Ah L
2 2
MULAI
Nu
Tidak kc .L
λ= ≤ 200
rmin
Ya
fy
c .
E
Ya Ya
2
ω=1 1,43 ω = 1,25.λc
1,6
0,67.c 5
φ.Nn = 0,85.Ag.(fy/ω)
Tida
Gambar 6.7 Flow Chart Perencanaan Batang Tekan
Diketahui:
Gaya tekan = 839,28 N
Lebar profil (b) = 60 mm
Tebal profil (t) = 6 mm
Tinggi total profil (hg) = 114 mm
rmin = 11,7 mm
Luas (Ag) = 691 mm2
Panjang batang (L) = 1087,30167 mm
fy = 245 Mpa
fu = 370 Mpa
E = 200000 Mpa
Diameter baut = 12,7 mm
52
Langkah perhitungan :
a. Menentukan faktor kelangsingan:
L.K c
< 200
rmin
1087,30167x1
92,9 200, Oke
11,7
b. Menghitung nilai λc dan ω:
fy
c .
E
92,9 245
.c
2.105
λc = 1,035, karena nilak λc berada diantara 0,25 dan 1,2 , maka besarnya ω dihitung
dengan rumus berikut :
1,43 1,43
1,6 1,6 0,67x1,035
0,67.c
ω = 1,6
c. Cek kekuatan
Nu ≤ φ Nn
839,28 N < 0,85 x Nn
fy
0,85 x Nn = 0,85 x Ag .
691x245
0,85 x = 91203,209 > 839,28 N, Syarat kekuatan terpenuhi.
1,6
2. Contoh hitungan batang tersusun dengan plat kopel
280 mm
Y
53
180 mm
X
Gambar 6.8
Penyelesaian:
Pada kasus ini ukuran profil yang akan digunakan ditentukan secara coba-coba.
Meskipun demikian untuk awal penentuan dapat dilakukan pendekatan dengan cara menghitung
kebutuhan luas penampang profil yang didasarkan pada tegangan leleh baja, A Nu / f y . Luas
A selanjutnya dibagi 2 (profil dobel) yang dicari profil dengan luas penampang > A/2.
54
Ix 2700.104 = 69,5 mm
ix
A total 5600
Lkx 5000
x 71,9424
ix 69,5
ix fy 240
71,9424
0,7932
c
E 200000
1,43
Nilai c terletak antara 0,25 < c < 1,2 sehingga nilai
1,6 0,67c
ix
1,43
ix = 1,3383
1,6 0,67.0,7932
Ag . fy 5600.240
Nn 1.004.243,773 N = 1004,243 KN > 450 KN ..... Ok
ix 1,3383
L ky 5000
y 54,6725
i y 91,45372
Dirancang iy = x
2 m 2
iy y l x
2
2 m 2
54,6725 l 71,9424, nilai m = 2 maka dapat diperoleh,
2
l = 46,6614 ≤ 50
Ll Ll
l 46,6614 , diperoleh l = 944,580 mm
L
imin 20,2
Jumlah plat kopel = 50000/944,580 + 1 = 6,2933 buah
Dibulatkan menjadi 7 buah plat kopel
Jarak antar plat kopel = 5000/7 = 714,2857 mm
l
714,2857
l 35,3607 < 50 ……. OK
20,2
Syarat: ix > 1,2 l
iy > 1,2 l
l < 50
Sebuah kolom panjang 7,5 m dirancang sebagai batang tersusun dari 4 profil siku 110 x
110 x 10 mm. Batang perangkai dengan menggunakan batang diagonal dari plat ukuran
60x8mm2. Baja mutu BJ 37 dengan fy 240 MPa dan E = 200 GPa. Tentukan gaya aksial tekan
yang dapat didukung oleh kolom tersebut.
y l
a
y l l y
m = 2 m = 2 m = 2
l 2
250 mm
x a x
x x x x
l l
y
y y
a
mm** m* = 2 m* = 2
== 22
l y l
m = 2 m = 2
l
x
Ix 84,9683.106
ix 100,0092mm
A total 8480
Iy 130,2515.106
iy 123,9348mm
Atotal 8480
58
2 m 2
untuk soal ini nilai m = 4
ix x l
2
Lkx 75000
x 74,9257
i x 100,0092
2
luas batang diagonal (Ad) = 60.8 =480 mm
3
8480.269,3603
l 13,8421mm
2.480.250.188,600
2
2
Luas batang tersusun = 2120 mm
4
ix 74,2572 13,84212 76,7939
2
Syarat ix > 1,2 l
76,7939 > 16,6105 memenuhi...!
2 m 2
iy y l
2
L ky 75000
y 60,5157
i y 123,9348
sebagai:
iy fy
c . Pada kasus ini tekuk arah x – x lebih menentukan sehingga nilai ix yang lebih
E
fy
menentukan, maka c ix
E
76,7939 240
c = 0,8464
200000
1,43
Nilai c terletak antara 0,25 < c < 1,2 sehingga nilai
ix 1,6 0,67c
1,43
ix = 1,3844
1,6 0,67.0,8464
sehingga kemampuan dukung tekan batang tersusun dihitung sbb:
Ag . fy 8480.240
Nn 1.470.026 N = 1470,026 KN
ix 1,3844
Nu = Nn → dengan = 0,85 (untuk komponen tekan), diperoleh
Nu = 0,85.1470,026 KN = 1249,522 KN
Jadi, kemampuan dukung ultimit batang tekan tersusun terhadap beban tekan sentris adalah
sebesar 1249,522 KN.
Selanjutnya perlu dihitung persyaratan adanya syarat kuat perlu untuk batang diagonal yang
Du
mendukung gaya sebesar Su (pada kasus ini n = 2). Gaya ini selanjutnya digunakan
nSin
untuk ceking stabilitas batang diagonal, terutama stabilitas terhadap gaya tekan. Panjang batang
diagonal dihitung guna menentukan kelangsingan. Dari kelangsingan dapat ditentukan .
Selanjutnya kuat dukung batang diagonal (Nud) dapat dihitung dan diperbandingkan dengan Su.
Syarat Nud > Su. Pada soal ini, besarnya Du tidak diketahui sehingga persyaratan stabilitas batang
diagonal tidak dapat dihitung.
Modul 8 : Batang Tekan Berdasarkan AISC LRFD dan SNI 2002
1. Batang Tekan
Batang tekan adalah batang struktur yang mengalami gaya aksial tekan. Keadaan
sebenanya di konstruksi, batang yang mengalami gaya aksial tekan juga mengalami
lentur, gaya lintang, dan torsi. Pada struktur truss yang berpengaruh besar hanya gaya
tekan sehingga perancangan batang tekan hanya memperhitungkan gaya aksial tekan
Mode kelelehan batang tekan tidak hanya disebabkan oleh kelelehan bahan tetapi juga
.
disebabkan oleh tekukan sepeti pada
fy
daerah elastik
λc
0 0.25 1.25
a. Nu n N n
Keterangan
n : faktor reduksi kekuatan batang tekan, n = 0.85
Nn : kuat tekan nominal komponen struktur
b. Syarat kelangsingan struktur tekan.
Kelangsingan komponen struktur tekan
200 .
Untuk batang tekan dengan profil tersusun dengan penghubung pelat kopel harus memenui
persyaratan
x 1.2l
iy 1.2l
dan
l 50
dengan
Lk
8.1
rmin
Lk
x
rx 8.2
Lk
y
ry
8.3
Ll
l
rmin 8.4
m 2
iy y2 l
2 8.5
Lk adalah panjang tekuk batang tekan Lk kL dengan k adalah faktor tekuk batang tekan
yang nilainya berdasarkan Tabel 8.1, m adalah jumlah profil tersusun dan rmin, rx, ry masing-
masing adalah jari-jari girasi minimum, jari-jari girasi sumbu x dan y.
Tabel 8.1 Faktor tekuk batang tekan (SNI-03-1729-2002)
Untuk batang tekan profil tersusun nilai kuat tekan nominal diambil nilai terkecil dari
Ag f y
Nn
x
Ag f y
Nn
iy
dengan
c 0.25 1
1.43
0.25 c 1.2
1.6 0.67c
c 1.2 1.25
2
c 8.7
Lk fy
c E
r 8.8
Modul 9 : Sambungan Baut I
1. Penjelasan Umum
Struktur baja tersusun dari batang-batang yang dibuat secara fabrikasi ataupun di
bengkel dengan panjang tertentu. Pelaksanaan konstruksi struktur baja berupa perakitan
batang-batang baja yang sudah ditentukan dimensinya. Berbeda dengan struktur beton,
dimana pelaksanaannya berupa perakitan tulangan dan pengecoran beton ditempat.
Sehingga terdapat perbedaan pada kedua tipe struktur tersebut. Struktur beton bersifat
monolit antar elemen struktur sehingga tidak perlu komponen sambungan, sedangkan
struktur baja memerlukan komponen sambungan.
Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan diperlukannya sambungan;
65
e. Sambungan untuk membentuk batang tersusun
Batang komponen struktur truss yang mengalami gaya aksial tidak begitu besar
namun tekuknya besar, perlu dibuat dengan batang tersusun. Batang tersusun terdiri
atas dua batang atau lebih yang disatukan untuk menghasilkan momen inersia yang
besar. Untuk menyatukan batang tersusun dipelukan sambungan.
Sampai saat ini sambungan yang banyak ditemui pada struktur baja berupa
sambungan las, baut, dan paku keling.
Jepit
Sendi
Rol
3. Klasifikasi Sambungan
a. Sambungan kaku
Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen
struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu
berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur
66
Gambar 9.1 Sambungan kaku
c. Sambungan sendi
Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada momen.
Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang
67
diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur
terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai
kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang
bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya.
Gambar 9.4
.
mb Ru Tu
T
Ru u
mb
Dengan: mb = jumlah baut
Ru = Beban terfaktor tiap baut
Tu = Gaya aksial terfaktor
69
berdasarkan jenis sambungannya. Luas penampang efektif komponen struktur yang
mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut:
Ae = AU
dengan:
A = luas penampang profil baja, mm2
U = faktor reduksi = 1 - (x / L) ≤ 0,9, x adalah eksentrisitas sambungan, jarak
tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang
disambung dengan bidang sambungan, mm
Kasus gaya tarik hanya disalurkan oleh baut
A = Ant
adalah luas penampang netto terkecil antara potongan 1-3 dan
potongan 1-2-3
70
Potongan 1-3: Ant Ag - n d t
2
Potongan 1-2-3: Ant Ag - n d t + s t
4u
Keterangan
2
Ag : luas penampang bruto, mm
t : tebal penampang, mm
d : diameter lubang, mm
n : banyaknya lubang dalam garis potongan
s : jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu
komponen struktur, mm
u : jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu
komponen struktur
71
Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh kurang 15% luas penampang
utuh.
7. Tata Letak Baut
a. Jarak antar baut
Jarak antar baut (s) lebih besar dari tiga kali diameter baut (db), dan lebih kecil dari
lima belas kali tebal pelat paling tipis (tp) dan kurang dari 200 mm.
3db < s < 15tp dan 200 mm
d,t,fu
(mb= 2)
mb= mb+1
Rn mb n r1bf u
Ab
Rn mb 2.4d b t p f u
TIDAK
Rn Ru
YA
Selesai
Gambar 9.7 Bagan alir perancangan sambungan yang mengalami gaya aksial
Modul 10 : Sambungan II
1. Penjelasan Umum
Struktur baja tersusun dari batang-batang yang dibuat secara fabrikasi ataupun di
bengkel dengan panjang tertentu. Pelaksanaan konstruksi struktur baja berupa perakitan
batang-batang baja yang sudah ditentukan dimensinya. Berbeda dengan struktur beton,
dimana pelaksanaannya berupa perakitan tulangan dan pengecoran beton ditempat.
Sehingga terdapat perbedaan pada kedua tipe struktur tersebut. Struktur beton bersifat
monolit antar elemen struktur sehingga tidak perlu komponen sambungan, sedangkan
struktur baja memerlukan komponen sambungan.
Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan diperlukannya sambungan;
a. Batang kurang panjang
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa struktur baja terbatas dengan panjang
batang baja yang dapat disediakan.
3. Klasifikasi Sambungan
a. Sambungan kaku
Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen
struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu
berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur. Momen
sambungan = 90 % sampai 100%.
Gambar 10.1 Rotasi sambungan balok-kolom kaku
Las tumpul
plat
Batang
penahan/ganjal
Kolom
Las Kolom
Profil L
c. Sambungan sendi
Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada momen.
Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang
diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur
terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai
kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang
bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya.
Bracing
Baut
profil T Seat L
Top L
Baut
Profil penguat T Seat T
Las
Sambungan yang mendukung momen dapat dijumpai pada hubungan balok-kolom struktur
kolom struktur portal kaku. Ketika memikul momen kelompok baut memberikan reaksi
yang membentuk momen perlawanan. Reaksi (Ri) tersebut mrupakan penjumlahan gaya
reaksi masing-masing baut dikalikan jarak baut terhadap pusat luasan baut (ri) . Ilustrasi
penjelasan ini disajikan pada
1
r1 r2
R1 Rmaks M1 Rmaks
rmaks rmaks
r2 r22
R M2
maks
Gambar 10.7 maks
r3 R r3 2
R3 maks M3 Rmaks
rmaks rmaks
r6 r6 2
R6 Rmaks M6 Rmaks
rmaks rmaks
Gambar 10.7 Sambungan yang Mendukung Momen
i n
M M
i
i 1
Rmaks i n
M We
Rmaks
r1 2
2
r
2 r ...... r6
2
r i
2
2 3
rmaks rmaks i 1
M rmaks
Rmaks i n
r
i 1
i2
M ymaks
Rh maks i n
(x
i 1
i
2
yi2 )
M xmaks
Rv maks i n
(x
i 1
i
2
yi2 )
2
W
Rmaks Rh2 maks v maks Rd
R
n
2
W
Rmaks R 2
h maks Rv maks Vd
n
Tabel 10.1
Tepi dipotong dengan Tepi dipotong dengan Tepi profil bukan hasil
tangan mesin potongan
1,75 db 1,50 db 1,25 db
d,t,fu
(mb= 2)
mb= mb+1
Rn mb n r1bf u
Ab
Rn mb 2.4d b t p
fu
TIDAK
Rn Ru
YA
Selesai
Profil WF Profil WF
Plat pengisi
Plat penyambung
Plat penyambung
Profil siku
Las memanjang
Gambar 10.10
Baut mutu normal (baut hitam)
Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu normal atau tinggi.
Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai A307,
Dan merupakan jenis baut yang paling murah
Namun baut ini belum tentu menghasilkan sambungan paling murah karena
banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan.
Pemakaian, terutama pada struktur yang ringan, batang sekunder atau pengaku,
platform, gording, rusuk dinding.
Mutu baut dapat dibaca di bagian kepala baut, misalnya tertulis 8.8 artinya
tegangan leleh baut = 8 x 8 x 100 = 6400 kg/cm2
Baut mutu normal dipasang kencang tangan, tanpa gaya tarik awal dan merupakan
tipe tumpu
Mutu
baut
Merk
baut
Tegangan geser
Tegangan tarik ijin
Baut Mutu ijin
(kg/cm2)
(kg/cm2)
A307 Normal 960 1600
A325 Tinggi 1225 3080
A490 Tinggi 1540 3780
Baut Las
Las
Plat penyambung
Kolom
Las
Gambar 10.12
Modul 11 : Contoh Sambungan Baut
40 75 40
T
T 200
16
T
T
Gambar 11.1
Periksa kekuatan pelat terlebih dahulu, lakukan analisa seperti batang tarik
2
– Ag = 16(200) = 3200 mm
2
– An = 3200 – 2 (22 _ 3,2) .16 = 2393,6 mm
2
– Ae = An = 2393,6 mm
Leleh : Tn = fy Ag = 0,90 (240)(3200) = 69,12 ton
Fraktur : Tn = fu Ae = 0,75 (370)(2393,6) = 66,42 ton
b 2)
Geser : Rn = 0,5 fu m Ab = 0,75 (0,5) (825)(1)(1/4 22 = 11,76 ton/baut
Tumpu : Rn = 2,4 db tp fup = 0,75 (2,4) (22)(16)(370) = 23,44 ton/baut
Tahanan Geser menentukan, sehingga tahanan untuk 4 baut :
Tn = 4 x 11,76 = 47,04 ton
Dari 3 kemungkinan tersebut Tn = 47,04 ton yang menentukan
1,2 D + 1,6 (3D) = 6 D
D < 7,84 dan dan L < 23,52 ton
Gambar 11.2
Gambar 11.3
Jenis sambungan dengan menggunakan paku keling, merupakan sambungan tetap karena
sambungan ini bila dibuka harus merusak paku kelingnya dan tidak bisa dipasang lagi, kecuali
mengganti paku kelingnya dengan yang baru.
Pemakaian paku keling ini digunakan untuk :
- Sambungan kuat dan rapat, pada konstruksi boiler ( boiler, tangki dan pipa-pipa tekanan
tinggi ).
- Sambungan kuat, pada konstruksi baja (bangunan, jembatan dan crane ).
- Sambungan rapat, pada tabung dan tangki ( tabung pendek, cerobong, pipa-pipa tekanan).
- Sambungan pengikat, untuk penutup chasis ( mis ; pesawat terbang).
Sambungan paku keling ini dibandingkan dengan sambungan las mempunyai keuntungan yaitu :
Sambungan keling lebih sederhana dan murah untuk dibuat.
Bila dilihat dari bentuk pembebanannya, sambungan paku keling ini dibedakan yaitu :
Pembebanan tangensial.
Pembebanan eksentrik.
1. Pembebanan Tangensial
Pada jenis pembebanan tangensial ini, gaya yang bekerja terletak pada garis kerja
resultannya, sehingga pembebanannya terdistribusi secara merata kesetiap paku keling yang
digunakan.
Bila ditinjau dari jumlah deret dan baris paku keling yang digunakan, maka kampuh keling
dapat dibedakan yaitu :
Gambar 12.1
2. Perencanaan Sambungan Paku Keling
Gambar 12.2
Bila paku tersebut mendapat pembebanan seperti terlihat pada Gambar 12.2, maka seluruh
penampang dari paku tersebut akan putus tergeser bila tidak mampu menahan gaya luar yang
diberikan pada kedua ujung plat tersebut.
Tegangan yang terjadi pada penampang bahan yaitu :
Tegangan Geser :
F
g (N / mm2 )
A
Bila diameter paku adalah (d), maka luas penampang yang akan putus adalah :
.d 2
A
4
Sehingga :
F F 4F
g
A 2 .d
2
.d
4
Maka diameter paku keling :
4.F
d
. g
g F
A
Plat tersebut akan terpisah bila gaya luar (F) mampu memutuskan kedua luas penampang paku.
Bila jumlah paku (z) buah maka plat tersebut akan terpisah jika gaya (F) luar tidak mampu
memutuskan sebanyak luas penampang paku.
Gambar 12.3
Untuk luas penampang paku yang akan putus pada sistem pada sistem sambungan jenis ini sama
dengan jumlah paku yang dipergunakan ( z = n) yaitu :
.d
2
A n.
4
Sehingga :
F F 4F
g 2
A .d n. .d
2
n.
4
Maka diameter paku keling :
4.F
d
n. . g
Penyelesaian :
Diketahui : F = 10 kN = 10000 N ; t = 5 mm ; n=z = 2 buah
2
= 137,3 N/mm
2
= 109,8 N/mm
Ditanya : a) d ? b) b ? c) p ?
Jawab : a. ) Diameter paku keling
4 .F 4.10000
d = = 7,6 mm = 8 mm
n. . 2. .
g
109,8
b.) Jarak antara paku
p = 3. d + 5 (mm) = 3 (8) + 5 = 29 mm
Periksa ;
F 10000
50 / t t
2
2(29 N mm
t 8).5
z.( p d )t
2 2
50 N/mm < 137,8 N/mm ---- Aman
c.) Lebar plat yang dibutuhkan :
b=z.p = 2 .(29mm) = 58 mm
c. Kampuh bilah tunggal dikeling ganda.
Gambar 12.4
Untuk jenis sambungan kampuh bilah tunggal di keling ganda seperti terlihat pada Gambar 12.4,
maka kedua plat tersebut terpisah bila mampu memutuskan dua baris penampang, jika jumlah
paku (n) buah maka paku terasabut akan putus tergeser, maka yang terjadi pada bahan adalah
tegangan geser.
100
1001
S
e F 4F
hi F
n. .
n d
2
g
g .A
a d
: 2
n
.4
101
1011
Maka diameter paku keling :
4.F
d
n. . g
F 2
A (N / mm ) dimana : = tegangan tarik izin
Ditanyakan :
a. Diameter paku keling.
b. Jarak antara paku .
c. Lebar plat yang dibutuhkan .
102
1021
Penyelesaian :
Diketahui : F = 10 kN = 10000 N ; t = 5 mm
2
= 137,9 N/mm
2
= 109,8 N/mm
n = 6 buah ; z1 =3 buah
Ditanya : a) d ? b) p ? c) b ?
Jawab : a. ) Diameter paku keling
4.F 4.10000
d = = 4,4 mm = 5 mm
6. .
n. . g
109,8
b.) Jarak antara paku
p = 3. d + 5 (mm) = 3 (5) + 5 = 20 mm
Periksa ;
F 10000
t 2
z1.( p d )t 3(20 5).5
44,44N / mm
44,44N / 137,8N / t t aman
mm2 mm2
d.) Lebar plat yang dibutuhkan :
b = z1 . p = 3 (20) = 60 mm
Penyelesaian :
Diketahui : F = 10 kN = 10000 N ; t = 5 mm
2
= 137,9 N/mm ; z1 = 2 buah
2
= 109,8 N/mm
n = 4 buah
Ditanya : a) d ? b) b ? c) p ?
Jawab : a. ) Diameter paku keling
2.F 2.10000
d = = 5,4 mm = 5,5 mm
2. .
z. . g
109,8
b.) Jarak antara paku
p = 3. d + 5 (mm) = 3 (5,5) + 5 = 21,5 mm
Periksa ;
F 10000
t 62,5N / mm
2
z1 .( p d )t 2(21,5 5,5).5
t t aman
e.) Lebar plat yang dibutuhkan :
b = z1 . p = 2 (21,5) = 43 mm
Modul 13 : Sambungan Las
Sambungan las memiliki beberapa macam jenis yaitu las tumpul, las sudut, las baji,
dan pasak. Penggunaan jenis las tergantung pada posisi pemasangan sambungan. Dalam
program komputer ini digunakan jenis sambungan las sudut karena pada struktur kuda-kuda
baja sambungan yang mudah dilaksanakan di lapangan adalah jenis las sudut. Berdasarkan
SNI-03-1729-2002 dalam pemasangan las sudut terdapat ketentuan-ketentuan geometri las
sebagai berikut:
Untuk komponen lebih tebal dari 6.4 mm, diambil setebal komponen dikurangi 1.6 mm
Dalam kondisi layan kuat rencana las harus lebih besar sama dengan beban terfaktor
per satuan panjang las.
Rn Ru 13.3
Keterangan, Aw : luas efektif las
fuw : kuat tarik putus logam las
te : tebal efektif las
a : tebal las
3. Berbagai Bagian Las
Berikut adalah gambar-gambar bagian las
Convex fillet
Concave fillet
Toe (jari)
Face (permukaan)
Toe (jari)
Toe (jari)
Face (permukaan)
Toe (jari)
Root (akar)
Las Tumpul
Las tumpul dengan serong tunggal Las tumpul dengan serong ganda
(Single bevel butt weld) (Double bevel butt weld)
4. Ukuran Las
Ukuran las adalah jarak antara permukaan luar las (tidak termasuk perkuatannya) terhadap
kedalaman penetrasinya yang terkecil. Khusus sambungan antara dua bagian yang membentuk T
atau siku, ukuran las penetrasi penuh adalah tebal bagian yang menumpu.
Tebal Rencana Las
Tebal rencana las ditetapkan sebagai berikut:
Las Tumpul Penetrasi Penuh: tebal rencana las untuk las tumpul penetrasi penuh adalah ukuran
las;
Las Tumpul Penetrasi Sebagian: tebal rencana las untuk las tumpul penetrasi sebagian ditetapkan
sesuai dengan ketentuan dibawah ini:
Sudut antara bagian yang disambung 60
Satu sisi: tt =(d - 3) mm
Dua sisi: tt =(d3 + d4 - 6) mm
Sudut antara bagian yang disambung > 60
Satu sisi: tt =d mm
Dua sisi: tt =(d3 + d4) mm
dengan d adalah kedalaman yang dipersiapkan untuk las (d3 dan d4 adalah nilai untuk tiap sisi
las).
Panjang efektif
Panjang efektif las tumpul adalah panjang las ukuran penuh yang menerus.
Luas efektif
Luas efektif las tumpul adalah perkalian panjang efektif dengan tebal rencana las
110
1101
y Rnw 0,9t t f (bahan dasar)
y
y 0,9t t f (las)
Rnw yw
111
1111
Baca profil terpilih dari keluaran
Menentukan tebal
pengelasan awal
aw = 3
aw = aw + 1
t< 7 aw > 3
TIDAK
7 < t < 10 aw > 4
10 < t < 15 aw > 5
15 > t aw > 5
YA
TIDAK
aw < 6.4 aw < t aw = aw - 1
aw > 6.4 aw < (t-1.6)
YA
Dicoba
lw = 20
lw = l w + 1
Rw 0.75t e 0.6 f uw l w
Rw 0.75t e 0.6 f u
lw
TIDAK
Rn N u
YA
Selesai
Gambar 14.1
Gambar 14.3
Hitung tahanan rencana dari profil siku, diambil harga terkecil dari :
Tn 0,90 f y 0,902401920 41,472 ton
Ag
Tn 0,75 f u Ae 0,753700,851920 45,288 ton
Sambungan akan didesain terhadap Tn 41,472 ton
Ukuran minimum = 4 mm
Ukuran maksimum = 10 – 1,6 = 8,4 mm
Pakai ukuran las 4 mm
Rnw t e 0,60 f uw 0,750,707 40,60490 623,6N / mm
maxRnw t0,60 f u 0,75100,60370 1665N / mm
F2 Rnw Lw2 623,6 100 6,236 ton
T .e F2 41,47228,2 6,236
F 8,58 ton
1
d 2 100 2
F3 41,472 8,58 6,236 26,656 ton
F1 8,58 104
L w1 137,58 140mm
Rnw 623,6
F3 26,656104
Lw3 427,45 430mm
Rnw 623,6
Gambar 14.4