Anda di halaman 1dari 160

Modul 1 : Bangunan Struktur Baja

Tujuan Umum:
- Mahasiswa memahami jenis baja dan tipe profil baja
- Mahasiswa memahami jenis-jenis bangunan struktur baja
- Mahasiswa memahami karakteristik bangunan struktur baja
- Mahasiswa memahami keunggulan dan kelemahan bangunan struktur baja

Pendahuluan
Baja tersedia dalam berbagai bentuk penampang yang sering dikenal dengan profil. Berdasarkan
cara pembentukan penampang profil baja, dikenal 2 macam baja, yaitu Hot Rolled Sections dan
Cold Rolled Sections. Baja tipe hot rolled section dibentuk (rolled) pada kondisi panas
sedangkan baja tipe cold rolled section dibentuk pada kondisi dingin. Contoh bentuk profil baja
dari masing-masing tipe baja ditunjukkan pada Gambar 1.1

Beam Column Channel sections

Zed sections

Special sections
Channel Angles

Compound sections

Tess Bulb flat

Shell Rail

Hollow sections

1
Gambar 1.1 Gambar 10.1 Rotasi sambungan balok-kolom kakuBentuk profil baja tipe Hot dan
Cold Rolled Sections

Baja telah digunakan sebagai bahan konstruksi pada berbagai infrastruktur bangunan, antara
lain: bangunan gedung, jembatan, turap baja, dll.

1. Bangunan gedung struktur baja


Bangunan gedung struktur baja dijumpai pada bangunan workshop, stadion, struktur kilang
minyak lepas pantai, hotel, gudang, gedung perkantoran, dsb. Bangunan gedung struktur baja
memiliki struktur rangka utama dari baja, yaitu kolom, balok, lantai, atap, dll. Dikenal dua sistem
struktur rangka baja pada gedung, yaitu moment resisting frame dan braced frame. Dalam istilah
indonesia dikenal dengan struktur portal bergoyang dan tak-bergoyang.

Centre Pompidou, Paris, France Opera de la Bastille, Paris, France


Gambar 1.2

2. Jembatan baja
Dikenal berbagai tipe jembatan baja, yaitu:
- Jembatan Gelagar
Gambar 1.3

3
Gambar 1.4

4
- Jembatan Rangka

Gambar 1.5 Jembatan Rangka

5
-
- Gambar 1.6 Jembatan Rangka

6
- Suspension Bridges

Gambar 1.7 Suspension Bridges


- Cable Stayed bridges

Gambar 1.8 Cable Stayed bridges

6
- Jembatan Kantilever

Gambar 1.9 Jembatan Kantilever


-

- Gambar 1.10 Jembatan Kantilever


7
-
- Jembatan Pelengkung

8
G
a
- m
Tura b
p G
a
baja a
r
m
b
1
a
.
r
1
1
1
.
J
1
e
2
m
b
T
a
u
t
r
a
a
n
p
P
b
e
a
l
j
e
a
n
g
k
-
u
n
g

9
3. Instalasi pengeboran minyak lepas pantai

Gambar 1.13 Instalasi pengeboran minyak lepas pantai

4. Keunggulan dan kelemahan

Gambar 1.14

1
0
Modul 2 : Karakteristik Baja

Tujuan Umum:

- Mahasiswa memahami perilaku tegangan regangan baja


- Mahasiswa memahami pengaruh temperatur terhadap baja
- Mahasiswa memahami tegangan sisa pada baja
- Mahasiswa memahami korosi pada struktur baja

Untuk memahami sifat-sifat baja struktural,kiranya perlu dipahami diagram tegangan-


regangan. Diagram ini menyajikan beberapa informasi penting tentang baja struktural dalam
berbagai tegangan.

1. Perilaku tegangan regangan (uji tarik) baja


Pengujian kuat tarik spesimen baja dapat dilakukan dengan universal testing machine
(UTM). Adapun bentuk spesimen untuk uji tarik dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dengan mesin
itu spesimen ditarik dengan gaya yang berubah-ubah,dari nol diperbesar sedikit demi sedikit
sampai spesimen putus. Pada saat spesimen ditarik, besar gaya atau tegangan dan perubahan
panjang spesimen atau regangan dimonitor terus-menerus.

f
F

D
B E
A
C

O

Gambar 2.1 Diagram tegangan-regangan baja

10
2. Keuletan bahan
Diagram tegangan-regangan normal tipikal yang disajikan pada Gambar 2.2. memper-
lihatkan hubungan antara tegangan dan regangan pada OA linier. Pada fase tersebut pening-katan
tegangan proporssional dengan peningkatan regangan, sedang di atas A diagram sudah tidak lagi
linier yang berarti bahwa peningkatan tegangan sudah tidak proporsional dengan peningkatan
regangan. Oleh karena itu tegangan pada titik A disebut sebagai tegangan batas proporsional.
(proporsional limit) atau batas sebanding, dan biasa diberi notasi fp. Pada daerah proporsional
(OA) berlaku hukum Hooke yang dinyatakan dengan:
f=E
dengan : E = modulus elastisitas, f = tegangan dan  = regangan
Sedikit di atas titik A terdapat titik B dengan tegangan fe yang merupakan tegangan batas elastis
bahan. Suatu spesimen yang dibebani tarikan sedemikian sehingga tegangannya belum
melampaui fe, sekalipun mengalami perubahan panjang, tetapi panjang spesimen itu akan
kembali seperti semula apabila beban dilepaskan. Apabila pembebanan telah dilakukan sehingga
tegangan yang terjadi melampaui fe, maka pada saat beban dilepaskan panjang spesimen tidak
dapat kembali sepenuhnya seperti panjang semula. Pada umumnya tegangan fp dan fe relatif
cukup dekat, sehingga seringkali kedua tegangan tersebut dianggap sama. Regangan () pada
saat spesimen baja putus dapat dikaitkan dengan sifat liat/ulet baja. Semakin tinggi regangan
yang dicapai pada saat spesimen putus, maka keuletan baja itu juga semakin tinggi. Pada
umunya regangan baja pada saat spesimen putus berkisar sekitar 150—200 kali regangan elastis
e. Setelah titik B tegangan melampaui fe, dan baja mulai leleh. Tegangan yang terjadi pada titik
B disebut sebagai tegangan leleh baja l. Pada saat leleh ini baja masih mempunyai tegangan,
berarti baja masih mampu memberikan reaksi atau perlawanan terhadap gaya tarik yang bekerja.
Seperti terlihat pada Gambar 2.2. kurva bagian leleh ini mula-mula mendekati datar, berarti
tidak ada tambahan tegangan sekalipun regangan bertambah terus. Hal ini menunjukkan
bahwa hukum Hooke sudah tidak berlaku lagi setelah fase leleh dicapai. Bagian kurva yang
datar ini berakhir pada saat mulai terjadi pengerasan regangan (strain hardening).di titik C,
tegangan naik lagi sehingga dicapai kuat tarik (tensile strength) di titik D. Setelah itu kurva
turun dan spesimen mengalami retak (fracture) di titik E.

11
Diagram tegangan-regangan seperti terlihat pada Gambar 2.2, dibuat berdasarkan data
yang diperoleh dari pengujian spesimen, dengan anggapan luas tampang spesimen tidak
mengalami perubahan selama pembebanan. Menurut hukum Hooke, suatu batang yang dibebani
tarikan secara uniaksial, luas tampangnya akan mengecil. Sebelum titik C, perubahan luas
tampang itu kurang signifikan, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan, tetapi setelah sampai
pada fase pengerasan regangan, tampang mengalami penyempitan yang cukup berarti. Kalau
penyempitan itu diperhitungkan, akan diperoleh kurva dengan garis putus-putus (Gambar 2.1).
Tinggi tegangan pada titik-titik A, B, C, D, dan E tersebut di atas dipengaruhi oleh jenis baja.
Jika diperhatikan Gambar 2.2, maka terlihat bahwa bagian kurva untuk berbagai kualitas baja
pada fase proporsional terletak pada satu garis lurus. Hal ini memperlihatkan bahwa elastisitas
baja (E) tidak dipengaruhi oleh tinggi tegangan leleh.
Dengan memperhatikan regangan baja sebelum putus dapat diketahui apakah baja
mempunyai sifat ulet (daktail) atau sebaliknya. Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa baja yang
mempunyai kuat tarik tinggi pada umumnya regangan batasnya rendah atau getas, sedang baja
yang kuat tariknya rendah mempunyai regangan batas yang tinggi sehingga dapat
dinyatakan
daktail. Pada umumnya E baja berkisar antara 190 – 210 Gpa.

Gambar 2.2 Diagram tegangan-regangan tipikal berbagai baja struktural


12
Berdasarkan tinggi tegangan leleh, ASTM membagi baja dalam empat kelompok
sebagai berikut:

a. Carbon steels (baja karbon) dengan tegangan leleh 210—280 Mpa.


b. High-strength low-alloy steels (baja paduan rendah berkekuatantinggi) dengan
tegangan leleh 280 – 490 Mpa.
c. Heat treated carbon and high-strength low alloy steels (baja paduan rendah dengan
perlakuan karbon panas) mempunyai tegangan leleh 322 – 700 Mpa.
d. Heat-treated constructional alloy steels (baja struktural paduan rendah dengan
perlakuan panas) dengan tegangan leleh 630 – 700 Mpa.

Tabel 2.1 Tegangan leleh pada berbagai jenis baja


Jenis Baja Tegangan putus Tegangan leleh Peregangan
minimum, fu minimum, f y minimum
(MPa) (%)
(MPa)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13

3. Perilaku temperatur tinggi


Perilaku baja struktural pada pembebanan secara singkat dengan temperatur tinggi serupa
dengan perilaku baja pada temperatur ruangan, tetapi bentuk diagram tegangan-regangan dan
o
nilai-nilainya berubah menjadi lebih rendah. Pada temperatur di atas 93 C, diagram tegangan-
o
regangan menjadi non linier. Jika temperatur naik lagi antara 430 —540o C, maka penurunan
tegangan leleh maksimal.

13
Gambar 2.3 Diagram Kuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperatur

Gambar 2.4 Diagram tegangan-regangan baja SM58 pada temperatur tinggi

14
Gambar 2.5 Diagram Modulus elastisitas baja pada berbagai temperatur

Gambar 2.6 Sketsa kurva creep

4. Pekerjaan dingin dan pengerasan tegangan

Dalam fabrikasi elemen struktur, berbagai macam bentuk profil seringkali dibuat dari
pelat datar yang dilekukkan secara dingin pada temperatur ruang. Pelaksanaan semacam
ini akan menyebabkan perubahan bentuk inelastis yang menimbulkan regangan sisa
(residual strain) dan disertai dengan tegangan sisa (residual stress). Untuk memberi
gambaran umum pengaruh perubahan bentuk secara dingin, ditinjau suatu spesimen yang
dibebani dengan tarikan sampai terjadi perubahan bentuk plastis. Pembebanan ini

15
dilakukan secara berulang-ulang. Tampak pada Gambar 2.7 bahwa setiap beban dilepas,
selalu ada regangan sisa, sehingga setelah pembebanan dilakukan beberapa kali dicapai
regangan batas bahan yang apabila spesimen dibebani lagi, spesimen akan putus.
Mengingat hal itu, maka dapat dipahami banwa sifat batang struktur yang dibentuk secara
dingin cukup rumit.

Gambar 2.7 Pengaruh pengerasan regangan

5. Kekuatan Letih (fatique)


Dalam praktek sering dijumpai batang-batang struktur yang dibebani secara berulang-
ulang sehingga suatu saat tegangan yang terjadi positif dan tinggi, sedang saat lain tegangannya
rendah atau nol, atau bahkan sampai negatif. Pembebanan secara berulang-ulang semacam ini
dapat mengakibatkan batang struktur putus sekalipun tegangan yang terjadi masih jauh dari
tegangan leleh. Putusnya batang karena tegangan berulang-ulang ini disebabkan oleh kelelahan
(fatigue). Pengujian kelelahan bahan di laboratorium dapat dilakukan dengan batang baja yang
dilenturkan dan diputar terhadap sumbunya.

16
Gambar 2.8 Sketsa Mesin putar spesimen

Gambar 2.9 Diagram tegangan leleh-N putar spesimen

17
Gambar 2.10 Diagram tegangan leleh-N tarik spesimen

6. Resistensi korosi dan baja lapuk


Jika pada permukaan baja gilas terdapat air yang mengandung oksigen, maka akan terjadi
reaksi yang mengubah bijih besi yang mempunyai potensi korosi rendah menjadi ferro
hidroksida yang larut dalam air. Larutan ini bercampur dengan oksigen yang ada di dalam air
menghasilkan ferri hidroksida (karat). Reaksi ini terulang seiring dengan perkembangan korosi.
Keadaan lingkungan dengan kombinasi air dan oksigen yang berubah-ubah, mempengaruhi
kecepatan dan perkembangan korosi. Jika tidak terdapat oksigen dan air, maka proses korosi
tidak akan berjalan.
Mengingat korosi dapat menimbulkan kerugian yang besar, maka upaya harus dilakukan
untuk mencegah proses korosi pada elemen-elemen struktur. Banyak riset telah dilakukan untuk
hal tersebut, beberapa metoda pencegahan korosi telah dikembangkan untuk mengengatasi
permasalahan korosi.

a. Metoda pencegahan korosi primair.


Biasanya metoda ini cukup mahal, yaitu dengan cara menambahkan elemen logam
tertentu untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi, sebagai contoh stainless steel dan
weathering steel.

18
b. Metoda pencegahan korosi sekunder,
Pencegahan korosi sekunder dapat dilakukan dengan cara:
(1) Coating, dilakukan untuk mengisolasi permukaan baja terhadap air yang mengandung
oksigen. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perlindungan sementara dapat dilakukan
dengan minyak atau paslin. Cara lain adalah dengan pengecatan yang perlu dilakukan secara
periodik. Perlindungan yang lebih permanen dapat dilakukan dengan lapisan logam lain, seperti
zink, timah, atau tembaga, dengan cara disepuh Perlindungan terhadap korosi ini juga dapat
dilakukan dengan cara lining dengan karet, plastik, atau porselin.
(2) Electric protection , dilakukan jika pencegahan korosi sangat diperlukan mengingat
elemen struktur itu tidak dapat direparasi, sebagai contoh adalah tiang pancang. Dalam hal ini
pencegahan dapat dilakukan dengan perlindungan katodik (cathodic protection).
Dua pertiga wilayah Indonesia terdiri atas lautan, mempunyai iklim tropis dengan
kelembaban yang relatif tinggi, sehingga lingkungan ini sangat korosif. Lingkungan yang sangat
korosif ini akan semakin agresif jika terdapat senyawa-senyawa polutan yang berasal dari
industri seperti belerang dioksida, chlorida, sulfat, debu, dan lain sebagainya. Senyawa-senyawa
tersebut akan mempercepat laju korosi logam di udara, termasuk laju korosi komponen bangunan
yang terbuat dari baja atau metal. Berikut ini akan diuraikan beberapa faktor yang ikut berperan
pada proses korosi.

c. Tegangan Sisa

Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang tertinggal pada batang struktur
setelah proses fabrikasi. Hal ini dapat dijelaskan oleh (i) pendinginan setelah penggilasn profil,
(ii) pengerjaan secara dingin, (iii) pelubangan atau pemotongan, dan (iv) pengelasan. Tegangan
sisa yang perlu diperhatikan adalah akibat pendinginan dan pengelasan. Tegangan sisa positif
biasanya berada pada pertemuan plat, sedang tegangan tekan terdapat pada bagian yang jauh dari
pertemuan plat itu. Beberapa contoh bentuk distribusi tegangan sisa pada tampang profil WF
dapat dilihat pada Gambar 2.11. Sesuai dengan persyaratan kesetim-bangan maka resultan gaya
dan momen yang terdapat pada tampang profil adalah nol.

19
Dalam analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan
elemen struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns), maupun
batang lentur. Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature
buckling, sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa
yang terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya
menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen. Dalam
analisis tampang secara plastis maka tegangan sisa tidak berpengaruh pada kekuatan elemen
struktur, baik pada batang tarik, batang tekan yang pendek (stocky culmns), maupun batang
lentur.

Pada elemen struktur tekan tegangan sisa ini dapat mengakibatkan premature buckling,
sekalipun demikian penelitian Morisco (1986) memperlihatkan bahwa tegangan sisa yang
terdistribusi linier, dengan tegangan sisa ekstrim 30 persen dari tegangan leleh, hanya
menimbulkan penurunan kapasitas batang tekan dari profil WF, antara 0 sampai 4 persen.

20
Distribusi Tegangan Distribusi Tegangan
Bentuk Profil Pada sayap Pada badan

W 8x67

W 4x13

W 8x31

W 12x65

W 14x426

Gambar 2.11 Beberapa contoh distribusi tegangan sisa pada profil WF

21
d. Retakan getas akibat efek temperatur, efek tegangan multiaksial, efek ketebalan,
efek pembebanan dinamik
Setelah temperatur diturunkan dengan tiba-tiba, maka peningkatan akan terjadi pada
tegangan leleh, kuat tarik, modulus elestisitas, dan tegangan lelah. Sebaliknya keuletan baja yang
diukur dari penyempitan tampang ataupun dari pertambahan panjang, turun akibat penurunan
temperatur. Lebih lanjut pada suatu temperatur tertentu yang relatif rendah, baja struktural
mungkin saja mengalami retak dengan sedikit atau tanpa perubahan bentuk plastis.
Keretakan yang terjadi karena tegangan tarik yang lebih rendah dari tegangan leleh, biasanya
disebut dengan keretakan getas. Keretakan getas (brittle fracture) umumnya terjadi pada baja
struktural jika terdapat kombinasi hal-hal yang merugikan dari tegangan tarik, antara lain laju
regangan pengaruh temperatur dan perubahan tampang secara mendadak. Perubahan bentuk
plastis hanya dapat terjadi jika terdapat tegangan geser. Tegangan geser selalu terjadi pada
pembebanan secara uniaksial atau biaksial, tetapi dalam tegangan triaksial dengan ketiga
tegangan sama besar tegangan geser menjadi nol. Oleh karena itu tegangan tarik triaksial
cenderung mengakibatkan keretakan getas, dan harus dihindari. Tegangan triaksial dapat terjadi
pada pembebanan uniaksial jika terdapat penyempitan tampang atau perubahan bentuk tampang
secara mendadak.
Keretakan getas dapat juga terjadi akibat pengerjaan secara dingin ataupun penuaan
regangan. Pembentukan secara dingin pengaruhnya dapat dikurangi dengan memilih jari-jari
pembentukan sedemikian sehingga regangan yang timbul terbatas.
Jika terdapat tegangan tarik sisa misalnya akibat pengelasan, maka tegangan sisa ini dapat
mengakibatkan tegangan yang jauh lebih besar dari tegangan akibat pembebanan. Keretakan
dapat terjadi jika tegangan sisa ini cukup tinggi. Untuk mengurangi pengaruh tegangan sisa, pada
baja struktural dapat dikenakan perlakuan panas (heat treatment).
Modul 3 : Konsep perencanaan struktur baja

Tujuan Umum:
- Mahasiswa memahami stabilitas struktur baja
- Mahasiswa memahami Kekuatan ultimit dan kekuatan nominal baja
- Mahasiswa memahami Perancangan kekuatan baja
- Mahasiswa memahami Konsep ASD dan LRFD
- Mahasiswa memahami pembebanan struktur baja

1. Stabilitas struktur
Tujuan dasar perencanaan struktur adalah menghasilkan struktur yang dapat dipergu-
nakan sesuai tujuan pembangunan secara aman, nyaman, ekonomis baik dalam pembuatan
maupun perawatan. Berbagai aturan perencanaan dibuat sebagai pentunjuk bagi perencanaan
agar dapat memenuhi tujuan dasar tersebut. Perencanaan kuno lebih didasarkan pada empiris,
sangat dipengaruhi pengalaman-pengalaman sebelumnya. Apabila pengalaman sebelumnya
menunjukkan bahwa ukuran-ukuran suatu struktur terlalu kecil sehingga bangunan roboh, maka
pada perencanaan berikutnya ukuran komponen struktur diperbesar, sebaliknya apabila
penggunaan ukuran batang struktur dapat menghasilkan bangunan yang kokoh, maka
perencanaan berikutnya cenderung dicoba ukuran yang lebih kecil agar diperoleh bangunan
yang lebih ekonomis.

2. Kekuatan ultimit dan kekuatan nominal


Teori elastis adalah teori yang pertama dipakai untuk perencanaan berdasarkan metoda
hitungan. Teori itu cukup lama dipakai dalam perencanaan struktur, bahkan sampai saat ini teori
tersebut masih banyak digunakan, sedang teori baru yang didasarkan pada kuat batas (teori
ultimit) secara berangsur-angsur menggantikannya
Prosedur perencanaan dengan kuat batas menuntut perencanaan untuk mempertim-
bangkan berbagai kondisi yang dapat ditetapkan sebagai kegagalan sesuai dengan kriteria kuat
batas. Dalam hal ini kegagalan dapat dibedakan dalam dua hal. Kegagalan jenis pertama terjadi
karena struktur kurang mampu menahan beban yang bekerja, sehingga terjadi keruntuhan.
Kegagalan ini sangat erat berkaitan dengan keselamatan, dan ditandai dengan terjadinya putus,
retak, lekukan, lengkungan, keruntuhan, atau ketidak stabilan elemen struktur. Dalam hal
tertentu, perlu juga dipertimbangkan kemungkinan kegagalan retak akibat kelelahan (fatigue)
atau retak karena bahan mempunyai sifat getas (brittle). Oleh karena itu dalam perencanaan
harus diperhitungkan berbagai beban yang mungkin akan bekerja pada bangunan yang akan
dibuat.
Kegagalan kedua terjadi karena struktur kurang mampu-layan, sehingga tidak dapat
difungsikan sesuai tujuan pembuatan. Suatu struktur yang kuat belum tentu mempunyai sifat
mampu-layan. Deformasi, lendutan, serta getaran yang berlebihan dapat merusakkan komponen
bangunan lain. Lendutan yang besar pada jembatan akan mengurangi kenyamanan penumpang
kendaraan yang lewat, menimbulkan kekhawatiran, menimbulkan gaya pusingan yang
memperberat beban. Selain itu lendutan yang berlebihan juga akan mengurangi keindahan
bangunan.
Sekalipun banyak kasus yang perlu dipertimbangkan di dalam perencanaan, dalam
banyak hal perencanaan cukup dilakukan berdasarkan kekuatan dan stabilitas, setelah itu baru
dilakukan pengecekan untuk meyakini bahwa lendutan tidak melampaui batas.
Dalam praktek, pengujian laboratorium tentang sifat mekanis bahan, seperti kuat tarik
dan tegangan leleh baja dari sejumlah sampel, hasilnya sangat bervariasi, sehingga kekuatan
struktur yang dihasilkan tentunya juga demikian. Selain itu, beban yang bekerja pada struktur
yang dirancang juga bervariasi. Dengan demikian perencanaan struktur menghadapi
permasalahan kuantitas yang tidak pasti, baik tentang kekuatan maupun besarnya beban.
Perhitungan harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa pengaruh beban benar-benar tidak akan
melampaui batas kekuatan struktur, sehingga tidak terjadi keruntuhan. Pendekatan ini yang
disajikan secara skematis pada Gambar 3.1. memperlihatkan secara hipotetis kurva distribusi
frekuensi pengaruh beban serta kekuatan elemen struktur. Kedua kurva saling berpotongan,
menunjukkan bahwa pada daerah terarsir pengaruh beban lebih besar dari kekuatan elemen
struktur, sehingga struktur akan mengalami kegagalan. Kemungkinan kegagalan tersebut
memang ada, namun suatu resiko yang secara statistik dapat dipertanggung jawabkan harus
diambil, kalau tidak ingin suatu pemborosan.
Gambar 3.1 Probabilitas daya tahan dan efek beban

Prosedur perencanaan dengan kuat batas dapat diringkas sebagai berikut:


 Tetapkan batas-batas yang perlu dicek berkaitan dengan perilaku struktur.
 Pada setiap batas, tetapkan langkah-langkah tepat yang perlu dipertimbangkan.
 Menggunakan model struktur yang tepat untuk perencanaan, dengan memper-hitungkan variasi
berbagai parameter, seperti perilaku bahan dan data geometri, periksa bahwa tidak ada satupun
batas yang terlampaui.

3. Perancangan kekuatan baja


Variabel beban/aksi adalah hanya salah satu aspek ketidak pastian yang berkaitan dengan
perilaku struktur. Satu aspek lain yang juga penting adalah variabel bahan struktur yang
berkaitan dengan kuat rancang. Untuk baja struktural, kuat rancang seringkali diperhitungkan
berdasarkan tegangan leleh atau tegangan batas. Kuat rancang ini didefinisikan sebagai kuat
karakteristik dibagi dengan suatu faktor aman parsial tertentu. Perilaku bahan yang lain adalah
modulus elastis (E), modulus geser (G), angka Poison ( ), serta koefiseien muai () akibat
perubahan temperatur.

4. Konsep ASD dan LRFD


ASD (Allowable Stress Design AISC-USA) merupakan konsep perancangan baja awal
yang hingga sekarang masih banyak diaplikasikan. Konsep Allowable Strength Design (ASD)
adalah: The nominal strength is divided by a safety factor and the resulting allowable strength is
then required to equal or exceed the required strength determined by structural analysis for the
appropriate ASD load combination specified by the applicable building code. Dalam ASD beban
diperhitungkan adalah beban kerja (working load). Gaya-gaya dalam yang terjadi pada elemen
dihitung dan dibandingkan dengan tegangan ijin bahan (allowable stress).
Konsep ASD sebelum tahun 2005.
Konsep ASD lama mengacu pada perencanaan elastis, yaitu memastikan semua tegangan
yang terjadi () di bawah tegangan ijin (  ). Adapun yang dimaksud dengan tegangan ijin
adalah tegangan leleh dibagi dengan safety faktor. Sehingga berlaku:
 l
   , di mana   , Fs adalah angka aman (safety factor)
Fs

AISC-ASD Code terakhir adalah tahun 1989, setelah itu tidak ada publikasi Code terbaru.
Code yang keluar berikutnya tahun 2005 adalah AISC-LRFD singkatan dari Load and
Resistance Factor Design. Konsep LRFD adalah: The nominal strength is multiplied by a
resistance factor, and the resulting design strength is then required to equal or exceed the
required strength determined by structural analysis for the appropriate LRFD load combination
specified by the applicable building code. Syarat kekuatan struktur adalah :
Pu 
Pn
Mu M
n

Vu  Vn

Pu, Mu dan Vu adalah gaya-gaya akibat beban terfaktor pada kombinasi pembebanan, dan
Pn, Mn dan Vn adalah gaya-gaya nominal hasil perhitungan daya dukung dari profil baja terpilih
ASD dan LRFD sebenarnya sama-sama memakai konsep perencanaan yang sama
menggunakan nominal strength hanya beda soal resistance factor, safety factor dan tentunya
juga load combination yang dipakai. Meskipun ketiga faktor tersebut berbeda, tetapi keduanya
telah dikalibrasi agar mempunyai tingkat keamanan yang sama terhadap suatu kondisi
pembebanan yang tertentu.
Dengan memperhitungkan kondisi inelastis maka perilaku keruntuhan struktur dapat
dideteksi terlebih dahulu, apakah perilakunya daktail atau tidak. Kondisi tersebut sangat penting
untuk mengantisipasi adanya beban tak terduga, yang mungkin saja bisa terjadi, contoh yang
umum adalah beban gempa, blasting (ledakan) dan sebagainya.
5. Model struktur
Model struktur baja untuk bangunan gedung berbentuk struktur portal penahan momen
(moment resisting frame), portal dengan sistem pengaku (braced frame), portal gabungan
(dengan dinding geser). Untuk struktur jembatan dapat berupa jembatan sistem gelagar
sederhana, gelagar menerus, struktur rangka, struktur kabel, dsb. Sedangkan pada struktur turap
berupa sistem kantilever dengan profil khusus turap yang memiliki kekakuan lateral yang tinggi.
Contoh-contoh model struktur untuk bangunan gedung ditunjukkan pada Gambar 3.2 di bawah
ini.

Gambar 3.2 Struktur portal baja gedung bertingkat


Gambar 3.3 Sistem rangka portal baja

6. Beban
Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau
penurunan. Beban dapat dibedakan sebgai beban langsung dan tidak langsung, dapat bersifat
permanen seperti berat sendiri struktur serta perlengkapan tetap, dan beban tidak tetap, seperti
pengaruh angin, gempa, salju, tumbukan, ledakan, dan sebagainya.
Beban Berdasarkan SNI 2002
Perencanaan suatu struktur untuk keadaan-keadaan stabil batas, kekuatan batas, dan
kemampuan-layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat
dari beban-beban berikut ini:
beban hidup dan mati seperti disyaratkan pada SNI 03-1727-1989 atau penggantinya;
untuk perencanaan keran (alat pengangkat), semua beban yang relevan yang disyaratkan pada
SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
untuk perencanaan pelataran tetap, lorong pejalan kaki, tangga, semua beban yang relevan yang
disyaratkan pada SNI 03-1727-1989, atau penggantinya;
untuk perencanaan lift, semua beban yang relevan yang disyaratkan pada SNI 03-1727-1989,
atau penggantinya;
 pembebanan gempa sesuai dengan SNI 03-1726-1989, atau penggantinya;
 beban-beban khusus lainnya, sesuai dengan kebutuhan.

Kombinasi Pembebanan

Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu memikul
semua kombinasi pembebanan di bawah ini:
1,4D
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) + (  L L atau 0,8W)
1,2D + 1,3 W +  L L + 0,5 (La atau H)

1,2D  1,0E +  L L

0,9D  (1,3W atau 1,0E)

Keterangan:
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding,
lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak
termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain
28
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan
material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air
W adalah beban angin
E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–1989, atau
penggantinya dengan,

L = 0,5 bila L < 5 kPa, dan L = 1 bila L  5 kPa.


Aksi-aksi lainnya
Setiap aksi yang dapat mempengaruhi kestabilan, kekuatan, dan kemampuan-layan struktur,
termasuk yang disebutkan di bawah ini, harus diperhitungkan:
 gerakan-gerakan pondasi;
 perubahan temperatur;
 deformasi aksial akibat ketaksesuaian ukuran;
 pengaruh-pengaruh dinamis;
 pembebanan pelaksanaan.
Jika ada pengaruh struktural akibat beban yang ditimbulkan oleh fluida (F), tanah (S), genangan
air (P), dan/atau temperatur (T) harus ditinjau dalam kombinasi pembebanan di atas dengan
menggunakan faktor beban: 1,3F, 1,6S, 1,2P, dan 1,2T,sehingga menghasilkan kombinasi
pembebanan yang paling berbahaya.

Gaya-gaya horisontal minimum yang perlu diperhitungkan


Pada struktur bangunan berlantai banyak harus dianggap bekerja gaya-gaya horisontal fiktif
masing-masing sebesar 0,002 kali beban vertikal yang bekerja pada setiap lantai. Gaya-gaya
horisontal fiktif ini harus dianggap bekerja bersama-sama hanya dengan beban mati dan beban
hidup rencana dari SNI 03-1727-1989, atau penggantinya dan dibandingkan dengan Persamaan
2-5 dan 2-6 untuk keadaan-keadaan kekuatan batas dan kemam-puan-layan batas. Gaya-gaya
horisontal fiktif ini tidak boleh dimasukkan untuk keadaan kestabilan batas.

7. Keadaan kekuatan batas


Komponen struktur beserta sambungannya harus direncanakan untuk keadaan kekuatan batas
sebagai berikut:

29
 beban-beban dan aksi-aksi harus ditentukan sesuai dengan Butir 2.6.1 dan 2.6.3 dan beban-
beban keadaan kekuatan batas harus ditentukan sesuai dengan Butir 2.6.2;
 pengaruh-pengaruh aksi trfaktor (Ru) sebagai akibat dari beban-beban keadaan batas harus
ditentukan dengan analisis sesuai Butir 7;
 kuat rencana (Rn) harus ditentukan dari kuat nominal (Rn), dikalikan dengan faktor reduksi
() yang tercantum pada Tabel 2-2;
 semua komponen struktur dan sambugan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga kuat
rencana (Rn) tidak kurang dari pengaruh aksi terfaktor (Ru), yaitu: Ru < Rn.

8. Keadaan kemampuan-layan batas


Sistem struktur dan komponen struktur harus direncanakan untuk mempunyai
kemampuan-layan batas dengan mengendalikan atau membatasi lendutan dan getaran
Kemampuan layan batas ini juga berlaku untuk setiap baut. Di samping itu untuk bangunan baja
diperlukan perlindungan terhadap korosi secukupnya. Kesemuanya itu harus sesuai dengan
persyaratan yang relevan pada.
Batas-batas lendutan

Batas-batas lendutan untuk keadaan kemampuan-layan batas harus sesuai dengan


struktur, fungsi penggunaan, sifat pembebanan, serta elemen-elemen yang didukung oleh
struktur tersebut. Batas lendutan maksimum diberikan dalam Tabel 3.1.
1
Tabel 3.1 Batas lendutan maksimum .
Komponen struktur dengan beban tidak Beban tetap Beban
terfaktor sementara
Balok pemikul dinding atau finishing L/360 -
yang getas
Balok biasa L/240 -
Kolom dengan analisis orde pertama saja h/500 h/200
Kolom dengan analisis orde kedua h/300 h/200

30
Getaran balok-balok
Balok-balok yang mendukung lantai atau mesin-mesin harus diperiksa untuk meyakinkan
bahwa getaran yang diakibatkan oleh mesin-mesin atau lalu-lintas kendaraan atau pejalan kaki
tidak berakibat buruk terhadap kemampuan-layan struktur. Dalam hal ada kemungkinan bahwa
suatu bangunan harus menerima getaran yang diakibatkan misalnya oleh gaya-gaya angin atau
mesin-mesin, harus diambil tindakan untuk mencegah ketidaknyamanan atau perasaan tidak
aman, kerusakan terhadap struktur, atau gangguan terhadap fungsi asalnya.
Keadaan kemampuan-layan batas baut
Pada suatu sambungan yang harus menghindari terjadinya slip pada taraf beban rencana,
maka alat-alat sambung harus dipilih sesuai dengan sambungan tipe friksi dengan baut mutu
tinggi atau las.

Perlindungan terhadap korosi


Dalam hal pekerjaan baja pada suatu bangunan harus menghadapi lingkungan yang korosif,
pekerjaan baja tersebut harus diberi perlindungan terhadap korosi. Tingkat perlindungan yang
digunakan harus ditentukan berdasarkan pertimbangan atas fungsi bangunan, pemeliharaan, dan
kondisi iklim/cuaca serta kondisi setempat lainnya.

Keadaan kekuatan dan kemampuan-layan batas dengan percobaan beban


Dengan tidak mengabaikan berbagai persyaratan, keadaan kekuatan batas, keadaan kemampuan
layan batas suatu bangunan atau suatu komponen struktur atau sambungan dapat direncanakan
untuk keadaan kekuatan batas atau kemampuan-layan batas atau kedua-duanya, dengan
percobaan beban sesuai ketentuan. Bila prosedur alternatif ini yang diambil, persyaratan-
persyaratan yang relevan tetap berlaku.

Kebakaran
Bangunan, komponen-komponen struktur, dan sambungan-sambungannya harus direncanakan
sesuai dengan Butir 14 (SNI-2002).

31
Gempa
Dalam hal gempa menjadi suatu pertimbangan perencanaan , seperti yang ditentukan pada SNI
03-1726-1989, atau penggantinya, bangunan dan komponen-komponen strukturnya harus
direncanakan sesuai dengan Butir 15 (SNI-2002).

Persyaratan perencanaan lainnya


Persyaratan-persyaratan selain yang dinyatakan pada SNI-2002 Pasal 6.2.3, seperti perbedaan
penurunan, keruntuhan bertahap, dan semua persyaratan kinerja khusus, harus dipertimbangkan
bila relevan dan, bila dianggap perlu, harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur sesuai
dengan prinsip-prinsip standar ini dan prinsip-prinsip rekayasa yang baku.
Tabel 3.2 Faktor reduksi () untuk keadaan kekuatan batas.
Butir SNI-2002 Faktor
Kuat rencana untuk
terkait reduksi
Komponen struktur yang memikul lentur:
balok 8.1, 8.2 & 8.3 0,90
balok pelat berdinding penuh 8.4 0,90
pelat badan yang memikul geser 8.8 & 8.9 0,90
pelat badan pada tumpuan 8.10 0,90
pengaku 8.11, 8.12, & 8.13 0,90
Komponen struktur yang memikul gaya
tekan aksial:
kuat penampang 9.1 & 9.2 0,85
kuat komponen struktur 9.1 & 9.3 0,85
Komponen struktur yang memikul gaya
tarik aksial:
terhadap kuat tarik leleh 10.1 & 10.2 0,90
terhadap kuat tarik fraktur 10.1 & 10.2 0,75
Komponen struktur yang memikul aksi-
aksi kombinasi:
kuat lentur atau geser 11.3 & 11.4 0,90
 kuat tarik 11.3 & 11.4 0,90
kuat tekan 11.3 & 11.4 0,85
Komponen struktur komposit:
kuat tekan 12.3 0,85
kuat tumpu beton 12.3.4 0,60
kuat lentur dengan distribusi tegangan 12.4.2.1 & 0,85
plastik 12.4.2.3
kuat lentur dengan distribusi tegangan 12.4.2.1 & 12.4.3 0,90
elastik

32
Butir SNI-2002 Faktor
Kuat rencana untuk
terkait reduksi
Sambungan baut:
baut yang memikul geser 13.2.2.1 0,75
baut yang memikul tarik 13.2.2.2 0,75
baut yang memikul kombinasi geser dan
tarik 13.2.2.3 0,75
lapis yang memikul tumpu 13.2.2.4 0,75
Sambungan las:
las tumpul penetrasi penuh 13.5.2.7 0,90
las sudut dan las tumpul penetrasi 13.5.3.10 0,75
sebagian 13.5.4 0,75
las pengisi
33
Modul 4 dan Modul 5 : Batang tarik

Tujuan Umum:
- Memahami dasar perancangan struktur rangka batang
- Memahami konsep dasar perancangan batang tarik
- Memahami cara perancangan batang tarik

1. Batang Tarik
Pendahuluan
Struktur tarik adalah bagian dari struktur bangunan yang menerima beban normal tarik secara
aksial. Batang tarik terdapat pada bagian bangunan :
Struktur utama :
- Jembatan rangka
- Jembatan gantung
- Rangka kuda-kuda atap
- Rangka menara
Struktur sekunder :
- Ikatan angin atap/jembatan
- Ikatan rem pada jembatan
- Ikatan penggantung gording

2. Profil baja yang sering digunakan untuk batang tarik

Batang bulat Siku Siku ganda


Plat strip

34
Siku bertolak kanal Kanal ganda Kanal tersusun
belakang

Penampang W Penampang S Penampang boks


(sayap lebar) (standar Amerika) (tersusun)

Gambar 3.1 Profil baja untuk batang tarik

35
3. Kuat tarik rencana
Batang tarik adalah batang yang mendukung gaya diakibatkan oleh bekerjanya gaya
tarik aksial pada ujung-ujung batang. Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
– Leleh penampang pada daerah yang jauh dari sambungan
– Fraktur pada penampang efektif pada lubang-lubang baut di sambungakn
– Keruntuhan blok geser pada lubang-lubang baut di sambungan
fy
fy fy
T2 > T1 T2 > T1

T1 T2

y
y y
fy

T3 > T2 T3 > T2

y
Gambar 4.2
Kapasitas tarik ditinjau dari kapasitas pada kondisi leleh dan pada kondisi perlemahan
akibat adanya sambungan. Berdasarkan SNI 03-1729-2002 dalam perancangan komponen
struktur kuat tarik rencana batang ϕNn harus lebih besar atau sama dengan gaya tarik aksial
terfaktor Nu:
Nu N 4.1
n

ϕNn nilai terendah di antara dua perhitungan menggunakan harga-harga ϕ dan ϕNn di bawah
ini:
 = 0.9
N n  Ag f 4.2
y
dan
 = 0.75
N n  Ae f u 4.3

dengan:
2
Ag adalah luas penampang bruto, mm
2
Ae adalah luas penampang efektif, mm
fy adalah tegangan leleh, MPa
fu adalah tegangan tarik putus, MPa

4. Penampang efektif
Berdasarkan SNI 03-1729-2002 akibat adanya sambungan, batang tarik mengalami
pengurangan luas. Akibat pengurangan luasan, luas batang yang bekerja memikul gaya
disebut sebagai luas penampang efektif yang besarnya ditentukan berdasarkan jenis
sambungannya. Luas penampang efektif komponen struktur yang mengalami gaya tarik
ditentukan sebagai berikut:
Ae = AU 4.4
dengan: A = luas penampang profil baja, mm2
U = faktor reduksi = 1 - (x / L) ≤ 0.9, x adalah eksentrisitas sambungan,
jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang
disambung dengan bidang sambungan, mm
a. Kasus gaya tarik hanya disalurkan oleh baut
1) A = Ant
adalah luas penampang netto terkecil antara potongan 1-3 dan potongan 1-2-3
Potongan 1-3: Ant  Ag - n d t
4.5
2
Potongan 1-2-3: Ant  Ag - n d t + s t
4 4.6
u

36
Keterangan
Ag : luas penampang bruto, mm2

t : tebal penampang, mm
d : diameter lubang, mm
n : banyaknya lubang dalam garis potongan
s : jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu komponen
struktur, mm
u : jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu komponen
struktur

tebal = t

1
u
Nu 2 Nu
u
3

Gambar 4.3 Pemotongan luas netto pada perlubangan profil (SNI-03-1729-2002)

2) Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh kurang 15% luas penampang
utuh.

b. Kasus gaya tarik disalurkan oleh las memanjang


Bila gaya tarik hanya disalurkan oleh pengelasan memanjang ke komponen
struktur yang bukan pelat, atau oleh kombinasi pengelasan memanjang dan melintang:
2

37
A  Ag : luas penampang bruto komponen struktur, mm .
c. Kasus gaya tarik disalurkan oleh las melintang
Bila gaya tarik hanya disalurkan oleh pengelasan melintang:
A adalah jumlah luas penampang netto yang dihubungkan secara langsung dan U
sebesar 1.0

38
d. Kasus gaya tarik disalurkan oleh las sepanjang dua sisi
Bila gaya tarik disalurkan ke sebuah komponen struktur pelat dengan pengelasan
sepanjang kedua sisi pada ujung pelat, dengan l > w:
2
A : luas pelat, mm
untuk 2w > l > 1.5w U = 0.87 4.7
untuk 1.5w > l > w U = 0.75
4.8
Keterangan
l : panjang pengelasan, mm
w : lebar pelat (jarak antar sumbu pengelasan), mm

5. Batas Kelangsingan
Batas kelangsingan yang dianjurkan dalam peraturan ditentukan berdasarkan
pengalaman, engineering judgement, dan kondisi-kondisi praktis untuk :
– Menghindari kesulitan handling dan meminimalkan kerusakan dalam fabrikasi,
transportasi dan tahap konstruksi
– Menghindari kendor (sag yang berlebih) akibat berat sendiri batang
– Menghindari getaran
Batas kelangsingan, , ditentukan sebagai berikut :
max ≤ 240 ; untuk struktur utama
max ≤ 300 ; untuk struktur sekunder
Dimana : angka kelangsingan :  = L/r
L = panjang batang tarik
r = jari-jari girasi = √(I/A)
Batas kelangsingan untuk batang bulat : L/D ≤ 500 ; D = diameter batang
Langkah-langkah dalam perencanaan batang tarik sebagai berikut: :

MULAI

Nu

39
Baut: Profil :
d, n, l, x, s, g hg, fy, fu, t, rmin, L

Tidak

Tidak Kc .L
Batang Primer ≤ 300
rmin

Ya

Kc .L ≤ 240 Tidak
rmin
Ya

2
hn = h - n.d + (s /2.g)

An = h n . t

U = 1- (x/l) ≤ 0,9

φ.Nn = 0,9.Ag.fy

atau

Tidak
Nu ≤ φ.Nn

Ya

Profil Dipakai

SELESAI

Gambar 4.4 Flow chart perencanaan batang tarik

40
Contoh hitungan batang tarik:
Gaya tarik = 2665,39 N
Lebar profil (b) = 60 mm
Tebal profil(t) = 6 mm
Tinggi total profil (hg) = 114 mm
rmin = 11,7 mm
Luas (Ag) = 691 mm2
Panjang batang (L) = 1087,30167 mm
fy = 245 Mpa
fu = 370 Mpa
E = 200000 Mpa
Diameter baut = 12,7 mm
Langkah perhitungan :
a. Menentukan faktor kelangsingan:
L.K c
 < 300
rmin
1087,30167x1
  92,9  300 , Oke
11,7
b. Menghitung besarnya nilai Nu:
 Nn = Ag . fy
Nn = 691 x 245
Nn = 169295 N
N u = φ x Nn = 0,9 x 169295
Nu = 152365,5 N
 Nn = Ae . fu
Nn = An . U . fu
An = hn . t = (114 - (12,7 + 2)) x 6
2
An = 602,8 mm
U = 1 , karena berada pada titik berat profil maka x diambil =0,9 (syarat
x
l minimum)
U = 0,9
Nn = 602,8 x 0,9 x 370
Nn = 223036 N
N u = φ x Nn
Nu = 0,75 x 223036
Nu = 150549,3 N
Digunakan nilai Nu = 150549,3 N

c. Cek kekuatan
N u ≤ φ Nn
2665,39 < 150549,3 → Syarat kekuatan terpenuhi.

d. Cek terhadap luas bersih


Luas netto > 85% luas profil
(114 - (12,7 +2)) x tebal > 85% x 691
595,8 > 587,35 → Syarat luas terpenuhi.
Modul 6 dan Modul 7: Batang Tekan

Tujuan Umum:

- Memahami dasar perancangan struktur rangka batang


- Memahami pengaruh kelangsingan terhadap stabilitas batang
- Memahami konsep dasar perancangan batang tekan
- Memahami cara perancangan batang tekan tunggal
- Memahami cara perancangan batang tekan tersusun

1. Batang Tekan
Batang tekan adalah batang struktur yang mengalami gaya aksial tekan. Keadaan yang
sebenanya di konstruksi, batang yang mengalami gaya aksial tekan juga mengalami momen
lentur, gaya lintang, dan torsi. Beberapa contoh profil untuk batang tekan disajikan pada Gambar
6.1

Gambar 6.1 Profil untuk batang tekan


Pada struktur truss yang berpengaruh besar hanya gaya aksial tekan sehingga
perancangan batang tekan hanya memperhitungkan gaya aksial tekan saja. Mode batang
tekan tidak hanya disebabkan oleh kelelehan bahan tetapi juga disebabkan oleh sepeti pada Gambar
6.2
fcr daerah leleh
daerah inelastik

fy
daerah elastik

λc
0 0.25 1.25

Gambar 6.2 Kurva hubungan λc dan fy batang tekan (SNI 03-1729-2002)

Akibat adanya tekuk, dalam perancangan batang tekan harus memperhitungan faktor
tekuk. Faktor tekuk memiliki keterkaitan dengan besarnya kelangsingan batang. Berdasarkan
SNI 03-1729-2002 suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban
terfaktor N u , harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Nu   n N n
Keterangan
n : faktor reduksi kekuatan batang tekan, n = 0.85
Nn : kuat tekan nominal komponen struktur

b. Syarat kelangsingan struktur tekan.


Kelangsingan komponen struktur tekan
  200 .
c. Batang tersusun
Batang tekan sering dibuat sebagai batang tersusun yang dimana batang-batang utama
dihubungkan dengan pelat kopel atau batang diagonal. Beberapa konfigurasi batang tekan
tersusun disajikan pada Gambar 6.3. Komponen struktur tersusun dari beberapa elemen yang
disatukan pada seluruh panjangnya boleh dihitung sebagai komponen struktur tunggal. Pada
komponen struktur tersusun yang terdiri dari beberapa elemen yang dihubungkan pada tempat-
tempat tertentu, kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan.
Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen struktur itu; sedangkan,
sumbu bebas bahan adalah sumbu yang sama sekali tidak, atau hanya memotong sebagian dari
elemen komponen struktur itu.

y y y
l l l

a
y l
x x x x x x
x x
l l l l
y y y
a a a
m=2
m=2 m=2 m=2
(a) (b) (c) (d)
y y
l
l

x x
x x
44
a a l
a a a l
y y
m=3 m=4
(e)
(f)
Gambar 6.3 Batang tekan tersusun

Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen struktur (Gambar 6.3)
xx adalah sumbu bahan,
yy adalah sumbu bebas bahan,
ll adalah sumbu minimum dari elemen komponen struktur,
adalah pelat kopel.
Kelangsingan pada arah tegak lurus sumbu xx dihitung dengan persamaan:

 Lkx
x
rx

Keterangan:
Lkx adalah panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah tegak lurus sumbu xx,
dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada, dan kondisi jepitan ujung-ujung
komponen struktur, mm
rx adalah jari-jari girasi komponen struktur tersusun terhadap sumbu x x, mm
Untuk batang tekan dengan profil tersusun dengan penghubung pelat kopel dan batang
diagonal harus memenui persyaratan
x  1.2l
iy  1.2l , dan
l  50 , dengan
Lk

rmin

Lk
x 
rx

45
Lk
y 
r
y

Ll
l 
rmin

m 2
iy   y2  l
2

Lk adalah panjang tekuk batang tekan L  kL dengan k adalah faktor tekuk batang tekan yang
k

nilainya berdasarkan Tabel 6.1, m adalah jumlah profil tersusun dan rmin, rx, ry masing-masing
adalah jari-jari girasi minimum, jari-jari girasi sumbu x dan y.

Tabel 6.1 Faktor tekuk batang tekan (SNI-03-1729-2002)

Y
l
l

46
X X
m=2
l l
Gambar 6.4 Penampang profil tunggal dan profil tersusun (SNI-03-1729-2002)
Nilai Nn
a. Untuk batang tekan profil tunggal kuat tekan batang adalah
Ag f y
Nn 

b. Untuk batang tekan profil tersusun nilai kuat tekan nominal diambil nilai terkecil dari
Ag f y
Nn 
x
Ag f y
Nn 
iy
dengan
c  0.25   
1

1.43
0.25   1.2   
c 1.6  0.67c

2
c  1.2    1.25c

Lk fy
  c
r E

2. Pelat Kopel
Untuk batang yang mengalami gaya yang besar perancangan profil tersusun dapat
diterapkan karena memiliki luasan dan momen inersia yang lebih besar. Pelat kopel berfungsi
47
untuk menyatukan profil-profil yang disusun menjadi kesatuan, sehingga batang mampu

48
memikul beban. Pada kondisi terpasang dalam struktur pelat kopel bekerja menahan gaya geser
dan momen lentur. Berdasarkan SNI-03-1729-2002 dalam perancangan pelat kopel harus
memenuhi persamaan :

Ip I
 10 1
a L1

Dan juga harus memenuhi persamaan


k nE
 
1.1
w
fy

dengan
h
w  kn  5 
5
tw a / h 
Keterangan

Ip : momen inersia pelat kopel

a : jarak antara pusat luasan profil

I1 : momoen inersia minimum profil

L1 : jarak antar pelat kopel

t : tebal pelat kopel

h : tinggi pelat kopel


Gambar 6.5 Profil tersusun dihubungkan dengan pelat kopel (SNI-03-1729-2002)

Agar komponen struktur stabil maka nilai ix dan iy pada persamaan harus memenuhi:
iy  50

ix  50

49
ix  1.2l
iy  1.2l

Pada komponen struktur tersusun yang tidak mempunyai sumbu bahan, harus dianggap bekerja
gaya lintang pada kedua arah sumbu penampangnya:
Dxu  0.02 Nu
Dyu  0.02 Nu

Kuat geser pelat kopel ditentukan dengan


Vn  0.6 f y
Aw

Sehingga rasio gaya geser yang bekerja dengan kuat geser yang telah dikalikan faktor reduksi ϕ
= 0.9 harus kurang dari satu

50
Vu
1
Vn

3. Batang Diagonal
Batang tekan tersusun sering dibuat dengan penghubung batang utama dengan batang
diagonal sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6.6. Terdapat beberapa orientasi pemasangan
batang diagonal.

Gambar 6.6 Batang tersusun dengan penghubung batang diagonal


2 m 2
Syarat kelangsingan adalah iy  y  l
2
Kelangsingan λl dihitung dengan:

3 3
ALd ALd Aa
l   atau l   
zAd Ll a zAd Ll a 2 Ah L
2 2

4. Langkah-langkah perencanaan batang tekan digambarkan pada Gambar 6.7.

MULAI

Nu

L, rmin, E, fy, Ag, kc

Tidak kc .L
λ= ≤ 200
rmin
Ya
 fy
c  .
 E

Tidak 0,25 < λc < 1,2 Tidak


λc ≤ 0,25

Ya Ya
2
ω=1 1,43 ω = 1,25.λc

1,6 
0,67.c 5

φ.Nn = 0,85.Ag.(fy/ω)

Tida
Gambar 6.7 Flow Chart Perencanaan Batang Tekan

1. Contoh hitungan perencanaan batang tekan profil tunggal:

Diketahui:
Gaya tekan = 839,28 N
Lebar profil (b) = 60 mm
Tebal profil (t) = 6 mm
Tinggi total profil (hg) = 114 mm
rmin = 11,7 mm
Luas (Ag) = 691 mm2
Panjang batang (L) = 1087,30167 mm
fy = 245 Mpa
fu = 370 Mpa
E = 200000 Mpa
Diameter baut = 12,7 mm

52
Langkah perhitungan :
a. Menentukan faktor kelangsingan:
L.K c
 < 200
rmin
1087,30167x1
  92,9  200, Oke
11,7
b. Menghitung nilai λc dan ω:
 fy
c  .
 E
92,9 245
 
.c
 2.105
λc = 1,035, karena nilak λc berada diantara 0,25 dan 1,2 , maka besarnya ω dihitung
dengan rumus berikut :
1,43 1,43
 
1,6  1,6  0,67x1,035
0,67.c
ω = 1,6
c. Cek kekuatan
Nu ≤ φ Nn
839,28 N < 0,85 x Nn
fy
0,85 x Nn = 0,85 x Ag .

691x245
0,85 x = 91203,209 > 839,28 N, Syarat kekuatan terpenuhi.
1,6
2. Contoh hitungan batang tersusun dengan plat kopel

Sebuah kolom dengan ujung-ujung berupa sendi memiliki panjang 5 m. Kolom


mendukung beban sentris 450 KN. Kolom tersebut dirancang dengan dua buah profil kanal yang
dirangkai dengan plat kopel. Baja yang digunakan mutu BJ 37 dengan fy = 240 MPa. Tentukan
ukuran profil kanal yang memenuhi syarat.

280 mm
Y
53
180 mm

X
Gambar 6.8

Penyelesaian:
Pada kasus ini ukuran profil yang akan digunakan ditentukan secara coba-coba.
Meskipun demikian untuk awal penentuan dapat dilakukan pendekatan dengan cara menghitung
kebutuhan luas penampang profil yang didasarkan pada tegangan leleh baja, A  Nu / f y . Luas

A selanjutnya dibagi 2 (profil dobel) yang dicari profil dengan luas penampang > A/2.

Dicoba ukuran profil C18


Data (dari tabel)
2
A = 2800 mm
h = 180 mm
b = 70 mm
e = 19,2 mm
4 4
Ix = 1350.10 mm
4 4
Iy = 114.10 mm
ix = 69,5 mm iy =
20,2 mm
Penampang tersusun
4 4 4
Ix = 2.1350.10 = 2700.10 mm
2
Atotal = 2.2800 = 5600 mm
Perhitungan tekuk arah sumbu x – x :

54
Ix 2700.104 = 69,5 mm
ix  
A total 5600

Lkx 5000
x    71,9424
ix 69,5

ix fy 240
  71,9424

0,7932
c 
 E  200000

1,43
Nilai  c terletak antara 0,25 <  c < 1,2 sehingga nilai 
1,6  0,67c
ix

1,43
ix  = 1,3383
1,6  0,67.0,7932
Ag . fy 5600.240
Nn    1.004.243,773 N = 1004,243 KN > 450 KN ..... Ok
ix 1,3383

Perhitungan tekuk arah sumbu y – y:


4 2 4
Iy = 2.114.10 + 2.2800 (140/2 + 19,2) = 46837184 mm
Iy 46837184
iy    91,45372
Atotal 5600

L ky 5000
y    54,6725
i y 91,45372
Dirancang  iy =  x

2 m 2
iy   y  l  x
2

2 m 2
54,6725  l  71,9424, nilai m = 2 maka dapat diperoleh,
2
 l = 46,6614 ≤ 50
Ll Ll
l   46,6614  , diperoleh l = 944,580 mm
L
imin 20,2
Jumlah plat kopel = 50000/944,580 + 1 = 6,2933 buah
Dibulatkan menjadi 7 buah plat kopel
Jarak antar plat kopel = 5000/7 = 714,2857 mm
l

714,2857
l  35,3607 < 50 ……. OK
20,2
Syarat:  ix > 1,2  l
 iy > 1,2  l
 l < 50

Dibandingkan kembali nilai  iy dan  x


 x = 71,9424
iy  54,67252  35,36072  65,1111

Diperoleh nilai  iy <  x maka yang menentukan adalah arah sumbu x - x.

3. Contoh hitungan perencanaan batang tersusun dirangkai batang diagonal

Sebuah kolom panjang 7,5 m dirancang sebagai batang tersusun dari 4 profil siku 110 x
110 x 10 mm. Batang perangkai dengan menggunakan batang diagonal dari plat ukuran
60x8mm2. Baja mutu BJ 37 dengan fy 240 MPa dan E = 200 GPa. Tentukan gaya aksial tekan
yang dapat didukung oleh kolom tersebut.

y l
a
y l l y
m = 2 m = 2 m = 2
l 2
250 mm

x a x
x x x x
l l
y
y y
a
mm** m* = 2 m* = 2
== 22

l y l
m = 2 m = 2
l
x

300(am)m (b) (c) 56


y
57
Gambar 6.9
Penyelesaian:
Batang tersusun tidak memiliki sumbu bahan.
Berdasarkan tabel profil diperoleh data profil siku 110x110x10 mm sebagai berikut:
4 4
iy = iy = 33,6 mm Ix = Iy = 239.10 mm
2
i = 21,6 mm A = 2120 mm
i = 42,3 mm ex = ey = 30,7 mm
Perhitungan nilai Inersia profil tersusun yang tidak memiliki sumbu bahan:
2 2
Atotal = 4.2120 mm = 8480 mm
4 2 6 4
Ix = 4.239.10 + 4.2120.(125 – 30,7) = 84,9683.10 mm
4 2 6 4
Iy = 4.239.10 + 4.2120.(150 – 30,7) = 130,2515.10 mm

Ix 84,9683.106
ix    100,0092mm
A total 8480

Iy 130,2515.106
iy    123,9348mm
Atotal 8480

Tekuk tegak lurus terhadap sumbu x – x adalah;

58
2 m 2
     untuk soal ini nilai m = 4
ix x l
2
Lkx 75000
x    74,9257
i x 100,0092

Nilai  l diambil berdasar rumus :


3
A.Ld
l   , untuk soal ini nilai z = 2
zAd .Ll .a 2

Ld  1252  (300  2.30,7)2  269,3603mm


ax = (250 – 2.30,7) = 188,600 mm

2
luas batang diagonal (Ad) = 60.8 =480 mm
3
8480.269,3603
l    13,8421mm
2.480.250.188,600
2

2
Luas batang tersusun = 2120 mm

4
ix  74,2572  13,84212  76,7939
2
Syarat  ix > 1,2  l
76,7939 > 16,6105 memenuhi...!

Tekuk tegak lurus terhadap sumbu y – y adalah sbb:

2 m 2
 iy   y  l
2
L ky 75000
y    60,5157
i y 123,9348

Ld  1252  (250  2.30,7)2  226,2630mm


ay = (300 – 2.30,7) = 238,600 mm
8480.226,36303
l   8,4291
2.480.250.238.60
02
4
iy  60,51572  2
8,4291  61,6786
2
Syarat  iy > 1,2  l
61,6786 > 10,1149 memenuhi syarat...!
Diperoleh  ix >  iy sehingga  ix menentukan.
L ky f y
c  karena Lky/ry adalah  y sudah terhitung sebagai  iy maka persamaan dapat ditulis
ry E

sebagai:

iy fy
c  . Pada kasus ini tekuk arah x – x lebih menentukan sehingga nilai  ix yang lebih
 E

 fy
menentukan, maka c   ix
 E
76,7939 240
c  = 0,8464
 200000
1,43
Nilai  c terletak antara 0,25 <  c < 1,2 sehingga nilai 
ix 1,6  0,67c

1,43
ix  = 1,3844
1,6  0,67.0,8464
sehingga kemampuan dukung tekan batang tersusun dihitung sbb:
Ag . fy 8480.240
Nn    1.470.026 N = 1470,026 KN
ix 1,3844
Nu =  Nn → dengan  = 0,85 (untuk komponen tekan), diperoleh
Nu = 0,85.1470,026 KN = 1249,522 KN

Jadi, kemampuan dukung ultimit batang tekan tersusun terhadap beban tekan sentris adalah
sebesar 1249,522 KN.
Selanjutnya perlu dihitung persyaratan adanya syarat kuat perlu untuk batang diagonal yang
Du
mendukung gaya sebesar Su  (pada kasus ini n = 2). Gaya ini selanjutnya digunakan
nSin
untuk ceking stabilitas batang diagonal, terutama stabilitas terhadap gaya tekan. Panjang batang
diagonal dihitung guna menentukan kelangsingan. Dari kelangsingan dapat ditentukan .
Selanjutnya kuat dukung batang diagonal (Nud) dapat dihitung dan diperbandingkan dengan Su.
Syarat Nud > Su. Pada soal ini, besarnya Du tidak diketahui sehingga persyaratan stabilitas batang
diagonal tidak dapat dihitung.
Modul 8 : Batang Tekan Berdasarkan AISC LRFD dan SNI 2002
1. Batang Tekan
Batang tekan adalah batang struktur yang mengalami gaya aksial tekan. Keadaan

sebenanya di konstruksi, batang yang mengalami gaya aksial tekan juga mengalami

lentur, gaya lintang, dan torsi. Pada struktur truss yang berpengaruh besar hanya gaya

tekan sehingga perancangan batang tekan hanya memperhitungkan gaya aksial tekan

Mode kelelehan batang tekan tidak hanya disebabkan oleh kelelehan bahan tetapi juga
.
disebabkan oleh tekukan sepeti pada

fcr daerah leleh


daerah inelastik

fy
daerah elastik

λc
0 0.25 1.25

Gambar 8.1 Kurva kelelehan batang tekan (SNI 03-1729-2002)


Akibat adanya tekuk, dalam perancangan batang tekan harus memperhitungan faktor
tekuk. Faktor tekuk memiliki keterkaitan dengan besarnya kelangsingan batang. Berdasarkan
SNI 03-1729-2002 suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban
terfaktor N u , harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Nu   n N n
Keterangan
n : faktor reduksi kekuatan batang tekan, n = 0.85
Nn : kuat tekan nominal komponen struktur
b. Syarat kelangsingan struktur tekan.
Kelangsingan komponen struktur tekan
  200 .
Untuk batang tekan dengan profil tersusun dengan penghubung pelat kopel harus memenui
persyaratan
x  1.2l
iy  1.2l

dan
l  50
dengan
Lk
 8.1
rmin
Lk
x 
rx 8.2
Lk
y 
ry
8.3
Ll
l 
rmin 8.4

m 2
iy   y2  l
2 8.5
Lk adalah panjang tekuk batang tekan Lk  kL dengan k adalah faktor tekuk batang tekan

yang nilainya berdasarkan Tabel 8.1, m adalah jumlah profil tersusun dan rmin, rx, ry masing-
masing adalah jari-jari girasi minimum, jari-jari girasi sumbu x dan y.
Tabel 8.1 Faktor tekuk batang tekan (SNI-03-1729-2002)

Gambar 8.2 Penampang profil tunggal dan profil tersusun (SNI-03-1729-2002)


Nilai Nn
Untuk batang tekan profil tunggal kuat tekan batang adalah
Ag f y
Nn 
 8.6

Untuk batang tekan profil tersusun nilai kuat tekan nominal diambil nilai terkecil dari
Ag f y
Nn 
x
Ag f y
Nn 
iy
dengan
c  0.25    1

1.43
0.25  c  1.2   
1.6  0.67c

c  1.2    1.25
2
c 8.7

Lk fy
 
c E
r 8.8
Modul 9 : Sambungan Baut I

1. Penjelasan Umum
Struktur baja tersusun dari batang-batang yang dibuat secara fabrikasi ataupun di
bengkel dengan panjang tertentu. Pelaksanaan konstruksi struktur baja berupa perakitan
batang-batang baja yang sudah ditentukan dimensinya. Berbeda dengan struktur beton,
dimana pelaksanaannya berupa perakitan tulangan dan pengecoran beton ditempat.
Sehingga terdapat perbedaan pada kedua tipe struktur tersebut. Struktur beton bersifat
monolit antar elemen struktur sehingga tidak perlu komponen sambungan, sedangkan
struktur baja memerlukan komponen sambungan.
Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan diperlukannya sambungan;

a. Batang kurang panjang


Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa struktur baja terbatas dengan panjang
batang baja yang dapat disediakan.

b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen lain


Struktur gelagar jembatan baja memiliki komponen berupa gelagar melintang yang
mendukung beban dari pelat lantai jembatan selanjutnya beban diteruskan ke gelagar
memanjang untuk disalurkan ke tumpuan. Antara gelagar melintang dan memanjang
diperlukan komponen sambungan.

c. Sambungan struktur truss


Struktur truss terdiri dari batang-batang baja yang disusun memenuhi kaidah
kesetabilan struktur untuk mendukung gaya-gaya aksial murni. Join-join dari struktur
truss merupakan sambungan yang mampu mendukung beban dari batang-batang
struktur.

d. Sambungan sebagai sendi


Tumpuan struktur jembatan baja biasanya berupa sendi dan rol. Untuk membuat
kondisi yang diidealisasikan sebagai sendi dan rol terlaksana di lapangan sambungan
dapat memberikan perilaku tersebut.

65
e. Sambungan untuk membentuk batang tersusun
Batang komponen struktur truss yang mengalami gaya aksial tidak begitu besar
namun tekuknya besar, perlu dibuat dengan batang tersusun. Batang tersusun terdiri
atas dua batang atau lebih yang disatukan untuk menghasilkan momen inersia yang
besar. Untuk menyatukan batang tersusun dipelukan sambungan.

f. Terdapat perubahan tampang


Pada struktur rafter, ujung balok yang menumpu kolom mengalami momen negatif
yang besar. Untuk menghemat kebutuhan baja, biasanya dimensi batang dipertebal
pada bagian yang mengalami momen negatif tersebut. Penebalan dilakukan dengan
menyambungkan batang yang sama dengan batang yang dipertebal dipotong secara
diagonal.

Sampai saat ini sambungan yang banyak ditemui pada struktur baja berupa
sambungan las, baut, dan paku keling.

2. Konsep Perancangan Sambungan

a. Kegagalan sambungan merupakan kegagalan struktur dalam memikul beban

b. Gaya yang bekerja tergantung dari pemodelan yang diidealisasikan;

 Jepit
 Sendi
 Rol

3. Klasifikasi Sambungan

a. Sambungan kaku
Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen
struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu
berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur

66
Gambar 9.1 Sambungan kaku

b. Sambungan semi kaku


Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara
komponen struktur yang disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat diukur
terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya,
dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan
eksperimental

Gambar 9.2 Sambungan semi kaku

c. Sambungan sendi
Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada momen.
Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang

67
diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur
terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai
kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang
bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya.

Gambar 9.3 Sambungan sendi

4. Kuat Rencana Sambungan Baut


Pada struktur truss sambungan baut bekerja menyalurkan gaya aksial pada batang
ke pelat buhul. Baut dipasang di lubang yang disediakan secara tegak lurus terhadap
pelat buhul dan batang. Jumlah baut dalam sambungan minimal ada 2 buah. Pada
kondisi layan baut mengalami gaya geser sedangkan lubang profil dan pelat buhul
mengalami gaya desak. Dalam perancangan sambungan baut harus dilakukan analisis
terhadap kuat geser dan kuat tumpu.
Berdasarkan persyaratan SNI 03-1729-2002 suatu baut memikul beban
terfaktor, Ru.
Ru  
Rn
b
Rn  nr1 fu Ab

Keterangan ϕ : faktor reduksi kekuatan


Rn : Kapasitas geser nominal baut
r1 = 0,5 untuk koefisien baut tanpa ulir pada bidang geser
r2 = 0,4 untuk koefisien baut ulir pada bidang geser
f ub : kuat tarik baut (MPa)
Ab : luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
n : jumlah baut
68
Kapasitas tumpu baut dirumuskan
Rn  2,4d b t p f u
b
Keterangan fu : kuat tarik baut (MPa)
db : diameter baut pada daerah tak berulir
tp : tebal pelat
fu : kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat

5. Sambungan Batang Aksial Murni


Sambungan ini banyak dijumpai pada struktur truss. Gaya aksial yang bekerja
pada batang diteruskan oleh sistem sambungan untuk didistribusikan ke batang lain
melalui titik buhul. Kekuatan sambungan ditentukan oleh kapasitas geser dan tumpu dari
masing-masing baut. Ilustrasi mekanisme sambungan batang aksial murni disajikan pada

Gambar 9.4
.
mb  Ru Tu
T
Ru  u
mb
Dengan: mb = jumlah baut
Ru = Beban terfaktor tiap baut
Tu = Gaya aksial terfaktor

Gambar 9.4 Sambungan batang aksial murni

6. Pengurangan Luas Penampang Batang Tarik Akibat Sambungan Baut


Berdasarkan SNI 03-1729-2002 akibat adanya sambungan, batang tarik
mengalami pengurangan luas. Akibat pengurangan luasan, luas batang yang bekerja
memikul gaya disebut sebagai luas penampang efektif yang besarnya ditentukan

69
berdasarkan jenis sambungannya. Luas penampang efektif komponen struktur yang
mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut:
Ae = AU
dengan:
A = luas penampang profil baja, mm2
U = faktor reduksi = 1 - (x / L) ≤ 0,9, x adalah eksentrisitas sambungan, jarak
tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang
disambung dengan bidang sambungan, mm
Kasus gaya tarik hanya disalurkan oleh baut

A = Ant
adalah luas penampang netto terkecil antara potongan 1-3 dan
potongan 1-2-3

70
Potongan 1-3: Ant  Ag - n d t
2
Potongan 1-2-3: Ant  Ag - n d t +  s t
4u
Keterangan
2
Ag : luas penampang bruto, mm
t : tebal penampang, mm
d : diameter lubang, mm
n : banyaknya lubang dalam garis potongan
s : jarak antara sumbu lubang pada arah sejajar sumbu
komponen struktur, mm
u : jarak antara sumbu lubang pada arah tegak lurus sumbu
komponen struktur

Gambar 9.5 Pemotongan luas netto pada perlubangan profil (SNI-03-1729-2002)

71
Dalam suatu potongan jumlah luas lubang tidak boleh kurang 15% luas penampang
utuh.
7. Tata Letak Baut
a. Jarak antar baut
Jarak antar baut (s) lebih besar dari tiga kali diameter baut (db), dan lebih kecil dari
lima belas kali tebal pelat paling tipis (tp) dan kurang dari 200 mm.
3db < s < 15tp dan 200 mm

b. Jarak tepi baut


Jarak minimum baut terhadap tepi sambungan (s1) ditentukan seperti pada Tabel 9.1
Tabel 9.1
Tepi dipotong dengan Tepi dipotong dengan Tepi profil bukan hasil
tangan mesin potongan
1,75 db 1,50 db 1,25 db

Dengan db adalah diameter baut yang tak berulir


Jarak maksimum baut maksimum untuk arah sejajar gaya aksial kurang dari empat
kali tebal pelat tertipis mm dalam sambungan ditambah 100 dan kurang dari 200
mm. Sedangkan untuk arah tegak lurus gaya harus lebih kecil dari dua belas kali
tebal pelat tertipis dalam sambungan dan kurang dari 150 mm.
1,5db < s1 < (4tp+100) dan 200 mm
1,5db < s2 < 12tp dan 150 mm

S = jarak antara baut


S1= jarak antara baut terluar ke tepi plat yang terbebani
S2= jarak antara baut terluar ke tepi plat yang tidak terbebani
Gambar 9.6 Jarak antar baut
c. Bagan Alir Perancangan Sambungan Baut

Baca profil terpilih dari keluaran

d,t,fu

Input Beban Ultimit, Ru

Input properties baut; db, fub

Jumlah baut minimal 2

(mb= 2)

mb= mb+1

Hitung jumlah baut berdasarkan kuat


rencana baut diambil terkecil dari

 Rn   mb n r1bf u
Ab
 Rn  mb 2.4d b t p f u

TIDAK
 Rn  Ru

YA
Selesai

Gambar 9.7 Bagan alir perancangan sambungan yang mengalami gaya aksial
Modul 10 : Sambungan II

1. Penjelasan Umum
Struktur baja tersusun dari batang-batang yang dibuat secara fabrikasi ataupun di
bengkel dengan panjang tertentu. Pelaksanaan konstruksi struktur baja berupa perakitan
batang-batang baja yang sudah ditentukan dimensinya. Berbeda dengan struktur beton,
dimana pelaksanaannya berupa perakitan tulangan dan pengecoran beton ditempat.
Sehingga terdapat perbedaan pada kedua tipe struktur tersebut. Struktur beton bersifat
monolit antar elemen struktur sehingga tidak perlu komponen sambungan, sedangkan
struktur baja memerlukan komponen sambungan.
Berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan diperlukannya sambungan;
a. Batang kurang panjang
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa struktur baja terbatas dengan panjang
batang baja yang dapat disediakan.

b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen lain


Struktur gelagar jembatan baja memiliki komponen berupa gelagar melintang yang
mendukung beban dari pelat lantai jembatan selanjutnya beban diteruskan ke gelagar
memanjang untuk disalurkan ke tumpuan. Antara gelagar melintang dan memanjang
diperlukan komponen sambungan.

c. Sambungan struktur truss


Struktur truss terdiri dari batang-batang baja yang disusun memenuhi kaidah
kesetabilan struktur untuk mendukung gaya-gaya aksial murni. Join-join dari struktur
truss merupakan sambungan yang mampu mendukung beban dari batang-batang
struktur.

d. Sambungan sebagai sendi


Tumpuan struktur jembatan baja biasanya berupa sendi dan rol. Untuk membuat
kondisi yang diidealisasikan sebagai sendi dan rol terlaksana di lapangan sambungan
dapat memberikan perilaku tersebut.
e. Sambungan untuk membentuk batang tersusun
Batang komponen struktur truss yang mengalami gaya aksial tidak begitu besar
namun tekuknya besar, perlu dibuat dengan batang tersusun. Batang tersusun terdiri
atas dua batang atau lebih yang disatukan untuk menghasilkan momen inersia yang
besar. Untuk menyatukan batang tersusun dipelukan sambungan.

f. Terdapat perubahan tampang


Pada struktur rafter, ujung balok yang menumpu kolom mengalami momen negatif
yang besar. Untuk menghemat kebutuhan baja, biasanya dimensi batang dipertebal
pada bagian yang mengalami momen negatif tersebut. Penebalan dilakuakan dengan
menyambungkan batang yang sama dengan batang yang dipertebal dipotong secara
diagonal.
Sampai saat ini sambungan yang banyak ditemui pada struktur baja berupa
sambungan las, baut, dan paku keling.

2. Konsep Perancangan Sambungan


Kegagalan sambungan merupakan kegagalan struktur dalam memikul beban
Gaya yang bekerja tergantung dari pemodelan yang diidealisasikan;
 Jepit
 Sendi
 Rol

3. Klasifikasi Sambungan
a. Sambungan kaku
Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen
struktur yang disambung. Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu
berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur. Momen
sambungan = 90 % sampai 100%.
Gambar 10.1 Rotasi sambungan balok-kolom kaku

profil T atau potongan T


T
profil T atau potongan T
Profil
ᴦL T

baut baut baut baut


balok balok

profil T atau potongan las


kolom T profil T atau potongan T
T kolom T
Stiffener jika diperlukan

Las tumpul

Plat pengisi tipis untuk


las baut menyesuaikan penambahan bidang
sambungan

plat
Batang
penahan/ganjal

Gambar 10.2. Sambungan balok-kolom kaku

b. Sambungan semi kaku


Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara
komponen struktur yang disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat diukur
terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya,
dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan
eksperimental. Momen sambungan = 20% sampai 90%

Gambar 10.3. Rotasi sambungan semi kaku balok-kolom


End plate
Profil L

Baut End plate Baut

Kolom
Las Kolom
Profil L

Plat beton Shear connection


Kolom

Penulangan untuk memikul tarik


akibat momen
Balok

Baut mutu tinggi


HSB

Gambar 10.4 Sambungan semi kaku balok kolom

c. Sambungan sendi
Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada momen.
Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang
diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur
terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai
kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang
bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya.

Bracing

Gambar 10.5 Rotasi sambungan sendi balok-kolom


Top L

Baut

profil T Seat L

Top L

Baut
Profil penguat T Seat T
Las

Gambar 10.6. Sambungan sendi balok-kolom

4. Kuat Rencana Sambungan Baut


Pada struktur truss sambungan baut bekerja menyalurkan gaya aksial pada batang
ke pelat buhul. Baut dipasang di lubang yang disediakan secara tegak lurus terhadap
pelat buhul dan batang. Jumlah baut dalam sambungan minimal ada 2 buah. Pada
kondisi layan baut mengalami gaya geser sedangkan lubang pofil dan pelat buhul
mengalami gaya desak. Dalam perancangan sambungan baut harus dilakukan analisis
terhadap kuat geser dan kuat tumpu.
Berdasarakan persyaratan SNI 03-1729-2002 suatu baut memikul beban
terfaktor, Ru.
Ru   Rn
b
Rn  nr1 fu Ab

Keterangan ϕ : faktor reduksi kekuatan


Rn : Kapasitas geser nominal baut
r1 = 0,5 untuk koefisien baut tanpa ulir pada bidang geser
r2 = 0,4 untuk koefisien baut ulir pada bidang geser
f ub : kuat tarik baut (MPa)
Ab : luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
n : jumlah baut
Kapasitas tumpu baut dirumuskan
Rn  2,4d b t p f u
b
Keterangan fu : kuat tarik baut (MPa)
db : diameter baut pada daerah tak berulir
tp : tebal pelat
fu : kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat

5. Sambungan Mendukung Momen


Baut mengalami geser dan tumpu

Sambungan yang mendukung momen dapat dijumpai pada hubungan balok-kolom struktur
kolom struktur portal kaku. Ketika memikul momen kelompok baut memberikan reaksi
yang membentuk momen perlawanan. Reaksi (Ri) tersebut mrupakan penjumlahan gaya
reaksi masing-masing baut dikalikan jarak baut terhadap pusat luasan baut (ri) . Ilustrasi
penjelasan ini disajikan pada

1
r1 r2
R1  Rmaks M1  Rmaks
rmaks rmaks
r2 r22
R M2 
maks
Gambar 10.7 maks

r3 R r3 2
R3  maks M3 Rmaks
rmaks rmaks
r6 r6 2
R6  Rmaks M6 Rmaks
rmaks rmaks
Gambar 10.7 Sambungan yang Mendukung Momen

i n
M M
i
i 1

Rmaks i n
M We 
Rmaks
r1 2
2
r 
2 r ...... r6
2
 r i
2

2 3
rmaks rmaks i 1

M rmaks
Rmaks  i n

r
i 1
i2

M ymaks
Rh maks  i n

 (x
i 1
i
2
 yi2 )

M xmaks
Rv maks  i n

 (x
i 1
i
2
 yi2 )

2
 W
Rmaks  Rh2 maks v maks  Rd
R

 n
2
 W
Rmaks  R 2
h maks   Rv maks   Vd

 n

dengan: W : Beban luar


e : Eksentrisitas beban dengan pusat berat baut
Ri : Gaya yang dipikul tiap-tiap baut
Mi : Momen yang dipikul tiap-tiap baut
ri : Jarak baut terhadap pusat kelompok baut
6. Tata Letak Baut
Jarak antar baut
Jarak antar baut (s) lebih besar dari tiga kali diameter baut (db), dan lebih kecil dari
lima belas kali tebal pelat paling tipis (tp) dan kurang dari 200 mm.
3db < s < 15tp dan 200 mm
Jarak tepi baut
Jarak minimum baut terhadap tepi sambungan (s1) ditentukan seperti pada Tabel
10.1

Tabel 10.1
Tepi dipotong dengan Tepi dipotong dengan Tepi profil bukan hasil
tangan mesin potongan
1,75 db 1,50 db 1,25 db

Dengan db adalah diameter baut yang tak berulir


Jarak maksimum baut maksimum untuk arah sejajar gaya aksial kurang dari empat
kali tebal pelat tertipis mm dalam sambungan ditambah 100 dan kurang dari 200
mm. Sedangkan untuk arah tegak lurus gaya harus lebih kecil dari dua belas kali
tebal pelat tertipis dalam sambungan dan kurang dari 150 mm.
1,5db < s1 < (4tp+100) dan 200 mm
1,5db < s2 < 12tp) dan 150 mm

S = jarak antara baut


S1= jarak antara baut terluar ke tepi plat yang terbebani
S2= jarak antara baut terluar ke tepi plat yang tidak terbebani

Gambar 10.8 Jarak antar baut


Bagan Alir Perancangan Sambungan Baut

Baca profil terpilih dari keluaran

d,t,fu

Input Beban Ultimit, Ru

Input properties baut; db, fub

Jumlah baut minimal 2

(mb= 2)

mb= mb+1

Hitung jumlah baut berdasarkan kuat


rencana baut diambil terkecil dari

 Rn   mb n r1bf u
Ab

 Rn  mb 2.4d b t p
fu
TIDAK
 Rn  Ru

YA
Selesai

Gambar 10.9 Bagan alir perancangan sambungan


Plat penyambung

Elemen yang Elemen yang


disambung disambung

Profil WF Profil WF

Plat pengisi
Plat penyambung

Elemen yang Elemen yang


disambung disambung

Plat penyambung
Profil siku

Las memanjang

Gambar 10.10
Baut mutu normal (baut hitam)

 Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu normal atau tinggi.
 Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai A307,
Dan merupakan jenis baut yang paling murah
 Namun baut ini belum tentu menghasilkan sambungan paling murah karena
banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan.
 Pemakaian, terutama pada struktur yang ringan, batang sekunder atau pengaku,
platform, gording, rusuk dinding.
 Mutu baut dapat dibaca di bagian kepala baut, misalnya tertulis 8.8 artinya
tegangan leleh baut = 8 x 8 x 100 = 6400 kg/cm2
 Baut mutu normal dipasang kencang tangan, tanpa gaya tarik awal dan merupakan
tipe tumpu

Mutu
baut

Merk
baut

Gambar 10.11 Contoh kepala baut


Baut mutu tinggi / High tension bolt (HTB)
 Sambungan baut mutu tinggi mengandalkan gaya tarik awal yang terjadi karena
pengencangan awal
 Gaya tersebut akan memberikan friksi, sehingga sambungan baut mutu tinggi,
hingga taraf gaya tertentu dapat merupakan tipe friksi. Sambungan jenis ini baik
untuk gaya bolak balik.
 Untuk taraf gaya yang lebih tinggi, sambungan tersebut merupakan tipe tumpu
 Baut mutu tinggi dipasang dengan mula mula melakukan kencang tangan dan
diikuti dengan setengah putaran setelah kencang tangan. Atau menggunakan
kunci torsi yang telah dikalibrasi sehingga menghasilkan setengah putaran setelah
kencang tangan.
 Diameter yang paling sering digunakan pada konstruksi gedung adalah ¾ inci dan
7/8 inci.
 Diameter yang paling sering digunakan pada konstruksi jembatan adalah 7/8 inci
dan 1 inci.
 Saat ini sambungan baut lebih ekonomis daripada keling.

Tabel 10.2 Spesifikasi baut dan paku keling
Kuat tarik
Baut Mutu db (mm) Proof Stress
min, fu
(MPa)
(MPa)
A307 Normal 6,35-10,4 - 60
A325 Tinggi 12,7-25,4 585 825
28,6-38,1 510 725
A490 Tinggi 12,7-38,1 825 1035
Keling Normal - 370
Perhitungan proof load
Perhitungan proof load adalah sebagai berikut :
proof load = Proof Stress x As

Di mana : db = diameter nominal baut


n = jumlah ulir per mm
 Proof stress A307 adalah 70% x fu
 Proof stress A490 adalah 80% x fu

Tabel 10.3 Data data teknis baut HTB

Tegangan geser
Tegangan tarik ijin
Baut Mutu ijin
(kg/cm2)
(kg/cm2)
A307 Normal 960 1600
A325 Tinggi 1225 3080
A490 Tinggi 1540 3780

Tabel 10.4 Gaya pratarik awal


Diameter A325 A490
HTB (mm) (ton) (ton)
12 5,3 6,7
16 8,5 10,7
19 12,5 15,6
22 17,3 21,8
25 22,7 28,5
29 24,9 35,6
32 31,6 45,4
35 37,8 53,8
Extended
Las di site
end plate

Baut Las

Las di bengkel Las di site


Batang
Kolom Kolom
Baut di site penahan/ganjal

Las
Plat penyambung

Kolom
Las

Gambar 10.12
Modul 11 : Contoh Sambungan Baut

Contoh 1 Sambungan Baut :


Hitung Beban kerja tarik maksimum sambungan tipe tumpu berikut, yang menyatukan dua buah
b
pelat (BJ 37) berukuran 16 x 200 mm. Baut yang digunakan berdiameter 22 mm, fu = 825 Mpa
dan tanpa ulir dalam bidang geser. Beban hidup yang bekerja besarnya 3 kali beban mati

40 75 40

T
T 200

16
T
T

Gambar 11.1

Periksa kekuatan pelat terlebih dahulu, lakukan analisa seperti batang tarik
2
– Ag = 16(200) = 3200 mm
2
– An = 3200 – 2 (22 _ 3,2) .16 = 2393,6 mm
2
– Ae = An = 2393,6 mm
Leleh :  Tn =  fy Ag = 0,90 (240)(3200) = 69,12 ton
Fraktur :  Tn =  fu Ae = 0,75 (370)(2393,6) = 66,42 ton
b 2)
Geser :  Rn =  0,5 fu m Ab = 0,75 (0,5) (825)(1)(1/4  22 = 11,76 ton/baut
Tumpu :  Rn =  2,4 db tp fup = 0,75 (2,4) (22)(16)(370) = 23,44 ton/baut
Tahanan Geser menentukan, sehingga tahanan untuk 4 baut :
Tn = 4 x 11,76 = 47,04 ton
Dari 3 kemungkinan tersebut Tn = 47,04 ton yang menentukan
1,2 D + 1,6 (3D) = 6 D
D < 7,84 dan dan L < 23,52 ton

contoh 2 Sambungan Baut :


Pelat baja BJ 37 ukuran 200mmx10mm disambung dengan dua pelat 200mmx6mm,
menggunakan baut hitam diameter 19mm. Rencanakan sambungan tsb.
Diameter lubang = db + 1 = 20 mm
Dicoba dalam satu tampang ada dua baut
Lebar pelat neto bn = 200 – 2x20 = 160 mm
2
An = bn x t = 160 x 10 = 1600 mm
2
Ag = 200 x 10 = 2000 mm

Gambar 11.2

Nu = ff x An x fu = 0.75 x 1600 x 370 = 444000 N


Nu = ff x Ag x fy = 0.9 x 2000 x 240 = 432000 N
Kekuatan baut:
2 2 2
Ab = 2x0.25 x p x d = 2x0.25xpx19 = 567.059 mm
Kuat geser Vd =  x r1 x fu x m x Ab
= 0,75x0,5x370x 2 x 567.059 = 78679.44 N
Kuat tumpu Rd = 2,4  db tp fu = 2,4x0,75x19x10x370
= 126540 N
Jumlah baut n = Nu / Vd = 5.49  6 buah

Contoh 3 Sambungan Baut :


Pelat baja BJ 37 ukuran 100mmx12mm disambung dengan dua pelat 100mmx8mm,
menggunakan baut hitam diameter 16mm. Rencanakan sambungan tsb.
Diameter lubang = db + 1 = 17 mm
Dicoba dalam satu tampang ada dua baut
Lebar pelat neto bn = 100 – 2x17 = 66 mm
An = bn x t = 66 x 12 = 792 mm2
Ag = 100 x 12 = 1200 mm2

Gambar 11.3

Nu = ff x An x fu = 0.75 x 792 x 370 = 219780 N


Nu = ff x Ag x fy = 0.9 x 1200 x 240 = 259200 N
Kekuatan baut:
Ab = 2 x 0.25 x p x d2 = 2x0.25xpx162 = 201.06 mm2
Kuat geser Vd = ff x r1 x fu x Ab = 0,75x0,5x370x201,06
= 55794,816 N
Kuat tumpu Rd = 2,4 ff db tp fu = 2,4x0,75x16x12x370
= 127872 N
Jumlah baut n = Nu / Vd = 3, 93  4 buah
Modul 12 : Sambungan Paku Keling (Riveted Joints)

Jenis sambungan dengan menggunakan paku keling, merupakan sambungan tetap karena
sambungan ini bila dibuka harus merusak paku kelingnya dan tidak bisa dipasang lagi, kecuali
mengganti paku kelingnya dengan yang baru.
Pemakaian paku keling ini digunakan untuk :
- Sambungan kuat dan rapat, pada konstruksi boiler ( boiler, tangki dan pipa-pipa tekanan
tinggi ).
- Sambungan kuat, pada konstruksi baja (bangunan, jembatan dan crane ).
- Sambungan rapat, pada tabung dan tangki ( tabung pendek, cerobong, pipa-pipa tekanan).
- Sambungan pengikat, untuk penutup chasis ( mis ; pesawat terbang).
Sambungan paku keling ini dibandingkan dengan sambungan las mempunyai keuntungan yaitu :
Sambungan keling lebih sederhana dan murah untuk dibuat.

Pemeriksaannya lebih mudah


Sambungan keling dapat dibuka dengan memotong kepala dari paku keling tersebut.

Bila dilihat dari bentuk pembebanannya, sambungan paku keling ini dibedakan yaitu :
Pembebanan tangensial.

Pembebanan eksentrik.

1. Pembebanan Tangensial
Pada jenis pembebanan tangensial ini, gaya yang bekerja terletak pada garis kerja
resultannya, sehingga pembebanannya terdistribusi secara merata kesetiap paku keling yang
digunakan.
Bila ditinjau dari jumlah deret dan baris paku keling yang digunakan, maka kampuh keling
dapat dibedakan yaitu :

a. Kampuh Bilah Tunggal dikeling Tunggal


b. Kampuh Bilah Tunggal dikeling Ganda

c. Kampuh Bilah Ganda dikeling Tunggal

d. Kampuh Bilah Ganda dikeling Ganda

Gambar 12.1
2. Perencanaan Sambungan Paku Keling

a. Kampuh Bilah Tunggal Dikeling Tunggal

Gambar 12.2
Bila paku tersebut mendapat pembebanan seperti terlihat pada Gambar 12.2, maka seluruh
penampang dari paku tersebut akan putus tergeser bila tidak mampu menahan gaya luar yang
diberikan pada kedua ujung plat tersebut.
Tegangan yang terjadi pada penampang bahan yaitu :
Tegangan Geser :
F
g  (N / mm2 )
A
Bila diameter paku adalah (d), maka luas penampang yang akan putus adalah :

 .d 2
A
4
Sehingga :
F F 4F
g 


A 2  .d 
2

.d
4
Maka diameter paku keling :

4.F
d
 . g

Untuk menentukan ukuran plat yang sesuai yaitu :


Bila tebal plat (t) dan lebar plat (b), maka plat tersebut akan putus tertarik, bila tidak mampu
menahan gaya luar yang diberikan. Sehingga tegangan yang terjadi pada penampang plat yaitu
tegangan tarik.
 
F
 (N / mm2 ) dimana :  = tegangan tarik izin
A
F = gaya luar yang bekerja
A = luas penampang plat yang akan putus.
Untuk luas penampang yang kemungkinan akan putus adalah :
A=(b–d)t
 F
Maka : t 
(b  d )
Contoh soal : t
Dua buah plat akan disambung dengan kampuh bilah tunggal dikeling tunggal, direncanakan
2
menerima beban sebesar 10 kN. Bila bahan plat mempunyai tegangan tarik izin 137,3 N/mm
2
dan bahan paku dengan tegangan geser izinnya 109,8 N/mm serta tebal plat 4 mm.

Tentukanlah : a. Diameter paku keling yang sesuai.


b. Lebar plat yang dibutuhkan.
Penyelesaian :
Diketahui : F = 10 kN = 10000 N ; t = 4mm
2
= 137,3 N/mm
2
= 109,8 N/mm
Ditanya : a) d ? b) b ?
4.F 4.10000
Jawab : a. d = = 10,77 mm = 11 mm
 .
 . 109,8
g

b. t  F b F db  11  29,2mm
10000
(b  d )t t. 4.137,3
t

b. Kampuh Bilah Tunggal Dikeling Tunggal Satu baris


Bila kampuh bila tunggal dikeling tungga satu baris seperti terlihat pada Gambar 12.3. Dimana
tegangan yang terjadi, pada paku keling yaitu :

g F
A
Plat tersebut akan terpisah bila gaya luar (F) mampu memutuskan kedua luas penampang paku.
Bila jumlah paku (z) buah maka plat tersebut akan terpisah jika gaya (F) luar tidak mampu
memutuskan sebanyak luas penampang paku.

Gambar 12.3
Untuk luas penampang paku yang akan putus pada sistem pada sistem sambungan jenis ini sama
dengan jumlah paku yang dipergunakan ( z = n) yaitu :

A = n x luas penampang paku yang putus.

 .d
2
A  n.
4
Sehingga :
F F 4F
g   2 
A  .d n. .d
2
n.
4
Maka diameter paku keling :
4.F
d
n. . g

Untuk menentukan ukuran plat yang sesuai yaitu :


Bila tebal plat (t) dan lebar plat (b), jarak antara masing-masing sumbu paku (p), dan jumlah
paku dalam satu baris (z), maka plat tersebut akan putus tertarik, bila tidak mampu menahan
gaya luar yang diberikan. Sehingga tegangan yang terjadi pada penampang plat yaitu tegangan
tarik.
 F 
 2
(N / mm ) dimana :  = tegangan tarik izin
A
F = gaya luar yang bekerja
A = luas penampang plat yang akan putus.
Untuk luas penampang yang kemungkinan akan putus adalah :
A = ( b – z.d ) t, dimana b = z.p
A = ( z.p – z.d) .t jadi A = z ( p – d) .t

F F
Maka :   p d
z.( p  d )t z.t. t
Biaya harga P = 3.d + 5 (mm)
Contoh Soal :
Dua buah plat akan disambung dengan kampuh bilah tunggal dikeling tunggal satu baris,
direncanakan menerima beban sebesar 10 kN. Bila bahan plat mempunyai tegangan tarik izin
2 2
137,3 N/mm dan bahan paku dengan tegangan geser izinnya 109,8 N/mm , tebal plat 5 mm dan
jumlah paku yang digunakan sebanyak 2 buah.

Tentukanlah : a. Diameter paku keling yang sesuai.


b. Lebar plat yang dibutuhkan.
c. Jarak antara paku.

Penyelesaian :
Diketahui : F = 10 kN = 10000 N ; t = 5 mm ; n=z = 2 buah
2
= 137,3 N/mm
2
= 109,8 N/mm
Ditanya : a) d ? b) b ? c) p ?
Jawab : a. ) Diameter paku keling
4 .F 4.10000
d   = = 7,6 mm = 8 mm
n. . 2. .
g
109,8
b.) Jarak antara paku
p = 3. d + 5 (mm) = 3 (8) + 5 = 29 mm
Periksa ;

F 10000 
   50 /  t  t
2

 2(29  N mm
t 8).5
z.( p  d )t
2 2
50 N/mm < 137,8 N/mm ---- Aman
c.) Lebar plat yang dibutuhkan :
b=z.p = 2 .(29mm) = 58 mm
c. Kampuh bilah tunggal dikeling ganda.

Gambar 12.4
Untuk jenis sambungan kampuh bilah tunggal di keling ganda seperti terlihat pada Gambar 12.4,
maka kedua plat tersebut terpisah bila mampu memutuskan dua baris penampang, jika jumlah
paku (n) buah maka paku terasabut akan putus tergeser, maka yang terjadi pada bahan adalah
tegangan geser.

A = n x luas penampang paku yang putus.


 .d 2
A  n.
4

100
1001
S
e F 4F
hi F
n. .
n  d
2

g 
g .A
a d
: 2
n
.4

101
1011
Maka diameter paku keling :
4.F
d
n. . g

Untuk menentukan ukuran plat yang sesuai yaitu :


Bila tebal plat (t) dan lebar plat (b), jarak antara masing-masing sumbu paku (p), dan jumlah
paku dalam satu baris (z1), maka plat tersebut akan putus tertarik, bila tidak mampu menahan
gaya luar yang diberikan. Sehingga tegangan yang terjadi pada penampang plat yaitu tegangan
tarik.

 F 2 
  A (N / mm ) dimana :  = tegangan tarik izin

F = gaya luar yang bekerja


A = luas penampang plat yang akan putus.
Untuk luas penampang yang kemungkinan akan putus adalah :
A = ( b – z1.d ) t, dimana b = z1.p
A ( z1.p – z1.d) .t jadi A = z1 ( p – d) .t

F F
Maka :   p d
z 1 .(p  d )t z1 .t.t
Biasaya harga P = 3.d + 5 (mm)
Contoh soal .
Dua buah plat disambung seperti terlihat pada Gambar 12.4 diatas dimana pada kedua ujungnya
2
bekerja gaya sebesar 10000( N ). Bila Tegangan yang di izinkan untuk plat 137.9 N/mm
2
tegangan geser izin untuk bahan paku 109.8 N/mm . Jumlah paku keling yang di gunakan
berjumlah 6 buah serta ketebalan plat 5 mm.

Ditanyakan :
a. Diameter paku keling.
b. Jarak antara paku .
c. Lebar plat yang dibutuhkan .

102
1021
Penyelesaian :
Diketahui : F = 10 kN = 10000 N ; t = 5 mm
2
= 137,9 N/mm
2
= 109,8 N/mm
n = 6 buah ; z1 =3 buah
Ditanya : a) d ? b) p ? c) b ?
Jawab : a. ) Diameter paku keling
4.F 4.10000
d = = 4,4 mm = 5 mm

6. .
n. . g
109,8
b.) Jarak antara paku
p = 3. d + 5 (mm) = 3 (5) + 5 = 20 mm

Periksa ;

F 10000
 t 2
z1.( p  d )t 3(20  5).5
 44,44N / mm

44,44N /  137,8N /   t   t aman
mm2 mm2
d.) Lebar plat yang dibutuhkan :
b = z1 . p = 3 (20) = 60 mm

d. Kampuh Bilah Ganda Dikeling Tunggal


Gambar 12.5
Sistem penyambung kampuh bilah berganda dikeling tunggal seperti terlihat pada Gambar 12.5,
maka kedua plat tersebut akan terpisah, bila gaya luar mampu memutuskan dua luas penampang
setiap paku keling tersebut, maka banyak luas penampang paku yang akan di putus ( n ) adalah
:
n = 2. z
Karena paku tersebut putus tergeser , maka tegangan gesernya adalah :

A = n x luas penampang paku yang putus, oleh karena n = 2.z


maka :
 .d2  2.d 2 .d
A  n.  2.z  z
4 4 2
Sehingga :
F F 2F
g   2 
A  .d 2 z. .d
z.
2
Maka diameter paku keling :
2.F
d
z. . g

Menentukan lebar minimal plat.


Pada sistem sambungan ini , kemungkinan plat yang putus tertarik yaitu plat yang akan di
sambung itu sendiri (plat bagain tengah ) . bila lebar plat (b) dan tebal (t) serta jarak antara
sumbu paku (p), maka luas penampang plat yang akan putus bila jumlah paku dalam satu baris
(z1) adalah :
 F 
 (N / mm2 ) dimana :  = tegangan tarik izin
A
F = gaya luar yang bekerja
A = luas penampang plat yang akan putus.
Untuk luas penampang yang kemungkinan akan putus adalah :
A = ( b – z1.d ) t, dimana b = z1.p
A ( z1.p – z1.d) .t jadi A = z1 ( p – d) .t

F F
Maka :   p d
z1 .( p  d )t z1 .t. t
t
Biasaya harga P = 3.d + 5 (mm)
Contoh soal :
Dua buah plat disambung dengan sistem kampuh bilah berganda dikeling tunggal seperti
Gambar 12.5 , di mana mendapat pembebanan sebesar 10000 (N) . Bila tegangan tarik izin
untuk bahan plat 137,3 N/mm2 . dan tegangan geser izin untuk bahan paku adalah 109,8
N/mm2. Untuk plat tebal 5 mm dan jumlah paku yang akan di pasang 2 buah dalam satu baris .
Ditanyakan : a. Diameter paku keling
b. Jarak antara sumbu paku keling
d. Lebar plat yang di butuhkan.

Penyelesaian :
Diketahui : F = 10 kN = 10000 N ; t = 5 mm
2
= 137,9 N/mm ; z1 = 2 buah
2
= 109,8 N/mm
n = 4 buah
Ditanya : a) d ? b) b ? c) p ?
Jawab : a. ) Diameter paku keling

2.F 2.10000
d = = 5,4 mm = 5,5 mm

2. .
z. . g
109,8
b.) Jarak antara paku
p = 3. d + 5 (mm) = 3 (5,5) + 5 = 21,5 mm
Periksa ;

F 10000
t    62,5N / mm
2
z1 .( p  d )t 2(21,5  5,5).5

  t   t aman
e.) Lebar plat yang dibutuhkan :
b = z1 . p = 2 (21,5) = 43 mm
Modul 13 : Sambungan Las

Sambungan las menghubungkan profil dengan pelat penyambung melalui lekatan


logam yang telah dileburkan dengan dipanasi. Pada konstruksi baja las yang digunakan
adalah jenis las listrik karena memiliki kuat tarik minimum yang cukup tinggi. Kuat tarik
minimum dari las ditentukan oleh elektroda yang digunakan. Beberapa macam elektroda las
disajikan dalam Tabel 13.1.
Tabel 13.1 Tipe Elektroda las (Padosbajayo, 1994)
Tegangan leleh minimum Kuat tarik minimum
Elektroda
(Ksi) (MPa) (Ksi) (Ksi)
E 60αβ 50 354 67 460
E 70αβ 57 495 70 485
E 80αβ 67 460 72 495
E 100αβ 87 600 100 690
E 110αβ 97 670 110 760

Sambungan las memiliki beberapa macam jenis yaitu las tumpul, las sudut, las baji,
dan pasak. Penggunaan jenis las tergantung pada posisi pemasangan sambungan. Dalam
program komputer ini digunakan jenis sambungan las sudut karena pada struktur kuda-kuda
baja sambungan yang mudah dilaksanakan di lapangan adalah jenis las sudut. Berdasarkan
SNI-03-1729-2002 dalam pemasangan las sudut terdapat ketentuan-ketentuan geometri las
sebagai berikut:

1. Ukuran minimum las sudut


Tabel 13.2 Ukuran minimum las sudut (SNI-03-1729-2002)

tebal pelat paling tebal Ukuran minimum


(tp ,mm) las sudut (a, mm)
t< 7 3
7 < t < 10 4
10 < t < 15 5
15 < t 6
Untuk komponen dengan tebal kurang dari 6.4 mm, diambil setebal komponen

Untuk komponen lebih tebal dari 6.4 mm, diambil setebal komponen dikurangi 1.6 mm

2. Kuat rencana sambungan las sudut


Kuat rencana sambungan las sudut per satuan panjang diambil nilai terkecil dari
kuat rencana las dan bahan dasar. Kuat rencana las sudut diformulasikan sebagai
berikut:
.Rw  0.75.t e 0.6 f (las) 13.1
uw
(bahan dasar) 13.2
.Rw  0.75.t e 0.6 f
u

Dalam kondisi layan kuat rencana las harus lebih besar sama dengan beban terfaktor
per satuan panjang las.
Rn Ru 13.3
Keterangan, Aw : luas efektif las
fuw : kuat tarik putus logam las
te : tebal efektif las
a : tebal las
3. Berbagai Bagian Las
Berikut adalah gambar-gambar bagian las

Convex fillet

Concave fillet

Comer joint with but and fillet welds


Convex and concave fillets

Toe (jari) Face (permukaan)


Root (akar)
Toe (jari)

Toe (jari)

Face (permukaan)
Toe (jari)
Toe (jari)
Face (permukaan)

Toe (jari)

Root (akar)

Heat afected zone


(Zone yang dipengaruhi panas)
Gambar 13.1 Berbagai bagian las

Las Tumpul
Las tumpul dengan serong tunggal Las tumpul dengan serong ganda
(Single bevel butt weld) (Double bevel butt weld)

Las tumpul dengan V tunggal Las tumpul dengan V ganda


(Single V butt weld)
(Double V butt weld)

Las tumpul dengan J tunggal Las tumpul dengan J ganda


(Single J butt weld) (Double J butt weld)

Gambar 13.2 Macam macam tepi serong


• Las Tumpul Penetrasi Penuh: las tumpul di mana terdapat penyatuan antara las dan bahan
induk sepanjang kedalaman penuh sambungan.
• Las Tumpul Penetrasi Sebagian: las tumpul di mana kedalaman penetrasi lebih kecil
daripada kedalaman penuh sambungan.

4. Ukuran Las
Ukuran las adalah jarak antara permukaan luar las (tidak termasuk perkuatannya) terhadap
kedalaman penetrasinya yang terkecil. Khusus sambungan antara dua bagian yang membentuk T
atau siku, ukuran las penetrasi penuh adalah tebal bagian yang menumpu.
Tebal Rencana Las
Tebal rencana las ditetapkan sebagai berikut:
Las Tumpul Penetrasi Penuh: tebal rencana las untuk las tumpul penetrasi penuh adalah ukuran
las;
Las Tumpul Penetrasi Sebagian: tebal rencana las untuk las tumpul penetrasi sebagian ditetapkan
sesuai dengan ketentuan dibawah ini:
Sudut antara bagian yang disambung 60
Satu sisi: tt =(d - 3) mm
Dua sisi: tt =(d3 + d4 - 6) mm
Sudut antara bagian yang disambung > 60
Satu sisi: tt =d mm
Dua sisi: tt =(d3 + d4) mm
dengan d adalah kedalaman yang dipersiapkan untuk las (d3 dan d4 adalah nilai untuk tiap sisi
las).
Panjang efektif
Panjang efektif las tumpul adalah panjang las ukuran penuh yang menerus.
Luas efektif
Luas efektif las tumpul adalah perkalian panjang efektif dengan tebal rencana las

5. Peralihan tebal atau lebar


Sambungan las tumpul antara bagian yang tebalnya berbeda atau lebarnya tidak sama yang
memikul gaya tarik harus mempunyai peralihan halus antara permukaan dan ujung. Peralihan
harus dibuat dengan melandaikan bagian yang lebih tebal atau dengan melandaikan permukaan
las atau dengan kombinasi dari keduanya, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 13.2.
Kelandaian peralihan antara bagian-bagian tidak boleh lebih tajam dari 1:1.
Kekuatan las tumpul penetrasi penuh
Kuat las tumpul penetrasi penuh ditetapkan sebagai berikut:
Bila sambungan dibebani dengan gaya tarik atau gaya tekan aksial terhadap luas efektif maka,

110
1101
 y Rnw  0,9t t f (bahan dasar)
y

y  0,9t t f (las)
Rnw yw

111
1111
Baca profil terpilih dari keluaran

d, fu, t( tmin=3) Input

properties las; fuw

Menentukan tebal
pengelasan awal

aw = 3

aw = aw + 1
t< 7 aw > 3
TIDAK
7 < t < 10 aw > 4
10 < t < 15 aw > 5
15 > t aw > 5

YA

TIDAK
aw < 6.4 aw < t aw = aw - 1
aw > 6.4 aw < (t-1.6)

YA

Dicoba

lw = 20

Gambar 13.3 Flowchart


1

lw = l w + 1

Hitung kuat rencana sambungan las


berdasarkan kuat rencana las diambil
terkecil dari

 Rw  0.75t e 0.6 f uw l w

 Rw  0.75t e 0.6 f u
lw

TIDAK
 Rn  N u

YA
Selesai

13.4 Bagan Gambar alir perancangan sambungan las


Modul 14 : Contoh Hitungan Sambungan Las

Contoh 1 Hitungan Sambungan Las


Tentukan ukuran dan tebal las sudut pada sambungan lewatan berikut ini. Sambungan menahan
beban tarik D = 10 ton dan L = 30 ton. Diketahui fuw = 490 MPa; fu = 400 Mpa.

Gambar 14.1

Persayaratan Ukuran Las :


Maksimum = tebal pelat – 1,6 mm = 14,4 mm
Minimum = 6 mm
Gunakan Las Ukuran 10 mm
te = 0,707 a = 0,707 x 10 = 7,07 mm
Kuat Rencana las sudut ukuran 10 mm per mm panjang:
Rnw  te 0,6 f uw   0,75160,6  490  1558,935N
/ mm Kapasitas Las ini tidak boleh melebihi kuat geser
pelat: MaxRnw  t 0,6 f u   0,75160,6  400 
2880N / mm
Beban tarik terfaktor Tu
Tu  1,2D  1,6L  1,210  1,630  60ton
Panjang total las yang dibituhkan Lw
60.104
Lw   384,8 mm  390 mm
1558,935
Jika las sudut yang digunakan hanya berupa las memanjang saja pada batang tari data, panjang
tiap las sudut tidak boleh kurang dari jarak tegak lurus di anatasa keduanya dan panjang total
tdak melebihi 1,5 kali panjang dibutuhkan. Oleh karena itu untuk persoalan di atas, maka diambil
panjang tiap sisi adalah 250 mm dapat pula digabung antara las memanjang dan las melintang
yang dapat mengurangi sambungan lewatan
Gambar 14.2
Contoh 2 Hitungan Sambungan Las
Rencanakan sambungan las sudut untuk menahan gaya tarik sekuat profil siku
L 100.100.10 dari BJ 37. Mutu las fuw = 490 MPa

Gambar 14.3
Hitung tahanan rencana dari profil siku, diambil harga terkecil dari :
Tn  0,90 f y  0,902401920  41,472 ton
Ag
Tn  0,75 f u Ae  0,753700,851920  45,288 ton
Sambungan akan didesain terhadap Tn  41,472 ton

Pilih ukuran las dan hitung Rnw

Ukuran minimum = 4 mm
Ukuran maksimum = 10 – 1,6 = 8,4 mm
Pakai ukuran las 4 mm
Rnw  t e 0,60 f uw  0,750,707 40,60490  623,6N / mm
maxRnw  t0,60 f u  0,75100,60370  1665N / mm
F2  Rnw Lw2  623,6 100  6,236 ton
T .e F2 41,47228,2 6,236
F      8,58 ton
1
d 2 100 2
F3  41,472  8,58  6,236  26,656 ton
F1 8,58 104
L w1    137,58  140mm
Rnw 623,6
F3 26,656104
Lw3    427,45  430mm
Rnw 623,6

Gambar 14.4

Anda mungkin juga menyukai