Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa
pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal.
Menurut Dorland, Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang
terletak pada mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid
terjadi ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari
hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan
superior.
Hemoroid bukan penyakit yang fatal, tetapi sangat mengganggu kehidupan.
Sebelumnya hemorroid ini dikira hanya timbul karena stasis aliran darah daerah
pleksus hemorroidalis, tetapi ternyata tidak sesederhana itu.
Tingginya prevalensi hemorrhoid disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
kurangnya konsumsi makanan berserat, konstipasi, usia, keturunan, kebiasaan duduk
terlalu lama, peningkatan tekanan abdominal karena tumor, pola buang air besar yang
salah, hubungan seks peranal, kurangnya intake cairan, kurang olah raga dan
kehamilan.
Sebuah penelitian di Amerika Utara pada tahun 2008 menunjukkan bahwa
14,8% orang dewasa mengalami konstipasi. Angka ini lebih tinggi daripada penyakit
kronis lainnya seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes melitus, sementara konstipasi
merupakan salah satu faktor risiko dari kejadian hemoroid.
Tumor rektum juga dapat memicu terjadinya hemoroid. Berdasarkan data yang
diperoleh dari United States Cancer Statistics pada tahun 2007 terdapat 142.672 orang
yang didiagnosa menderita tumor rektum di Amerika Serikat, dengan rincian 72.755
pria dan 69.917 wanita. Sementara itu penelitian yang dilakukan di Hemorrhoid Care
Medical Clinic didapatkan hasil bahwa sebanyak 90% pasien tumor rektum juga
menderita hemoroid.

1
Selain kedua hal di atas, kebiasaan duduk terlalu lama juga merupakan faktor
penyebab kejadian hemoroid. Hal tersebut dapat dicegah dengan melakukan aktivitas
fisik ringan seperti berolahraga, karena dapat melemaskan dan mengurangi ketegangan
otot. Sebuah penelitian di Australia pada tahun 2004 menunjukkan bahwa sebanyak
43% orang dewasa tidak gemar berolahraga. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko
terhadap masalah kesehatan, salah satunya adalah hemoroid.
Prevalensi hemorrhoid di Indonesia juga tergolong cukup tinggi. Di RSCM
Jakarta pada dua tahun terakhir, hemorrhoid mendominasi sebanyak 20% dari pasien
kolonoskopi. Sedangkan di RS Bhakti Wira Tamtama Semarang pada tahun 2008 dari
1575 kasus di instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemoroid mencapai 16% dari
seluruh total kasus di instalasi tersebut. Penelitian yang dilakukan pada penderita
hemoroid di rumah sakit tersebut diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara
riwayat keluarga dan konstipasi dengan kejadian hemoroid.
Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2005
juga menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar 31,4% orang Indonesia
berusia 21-30 tahun menderita Iritable Bowel Syndrome yang dapat disebabkan oleh
hemoroid.
Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia
seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah dari orang-
orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemorrhoid. Suatu penelitian yang
dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
tingkat kejadian hemoroid lebih besar pada usia lebih dari 45 tahun. Hal tersebut
dikarenakan orang lanjut usia sering mengalami konstipasi, sehingga terjadi penekanan
berlebihan pada pleksus hemorrhoidalis karena proses mengejan.
Namun sekarang ini terjadi perubahan pola hidup manusia. Perubahan ini
meliputi perubahan pola makan yang cenderung lebih menyukai makanan siap saji
yang tinggi lemak, garam dan rendah serat serta kurangnya aktivitas fisik manusia,
terlebih lagi pada usia produktif (21-30 tahun). Usia produktif adalah usia ketika
seseorang masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Sehingga dalam rentang
usia tersebut seseorang akan cenderung aktif bekerja dan rentan terjadi perubahan pola
hidup seperti yang telah diuraikan di atas. Hal tersebut tentunya juga dapat memicu
terjadinya hemoroid

2
1.2 Tujuan Laporan Kasus
1. Untuk mengetahui pengertian hemoroid.
2. Untuk mengetahui etiologi dan klasifikasi dari hemoroid.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinik, diagnosa dan penatalaksanaan dari hemoroid.

1.3 Manfaat Laporan Kasus


Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hemoroid.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. R
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Rengat
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal MRS : 7 Februari 2017

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Benjolan yang keluar dari anus
2.2.2 Riwayat perjalanan penyakit
Pasien datang dengan keluhan benjolan yang keluar dari anus. Keluhan benjolan
tersebut mulai dirasakan pasien sejak 3 tahun yang lalu. Mula-mula keluar benjolan kecil
dan semakin lama semakin bertambah membesar. Benjolan tersebut mulanya bisa masuk
sendiri setelah BAB, namun lama kelamaan benjolan lebih sering tidak dapat kembali
masuk sendiri sehingga pasien menggunakan jari tangannya untuk memasukkan benjolan
tersebut. Benjolan terasa tidak nyaman. Pasien juga mengeluhkan keluar darah pada saat
BAB berwarana merah segar dan tidak tercampur dengan feses. Pasien sudah pernah
berobat sebelumnya tetapi keluhan tidak berkurang
Pasien buang air besarnya masih teratur namun bila buang air besar harus berlama-
lama jongkok di toilet dan harus mengejan. Pasien tidak mengeluh perutnya kembung atau
mules, nyeri didaerah perut, tidak merasa mual atau muntah, tidak mengeluh nafsu makan
turun, maupun berat badan turun. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan ukuran feses.

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS dirasakan benjolan sulit masuk sendiri, lebih
sering dimasukkan menggunakan jari tangan dan keluar darah merah segar menetes di
akhir BAB dan tidak bercampur dengan fesesnya.

4
2.2.3 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat konstipasi disangkal
Riwayat perubahan pola defekasi disangkal
Riwayat BAB seperti kotoran kambing disangkal
Riwayat tumor rektum disangkal
Riwayat penyakit hepar disangkal
Riwayat batuk lama disangkal
Riwayat gangguan buang air kecil disangkal
Riwayat pembedahan disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran komposmentis GCS 15

Tanda vital

TD : 110/80 mmHg

Nadi : 89 x/menit

Nafas : 22 x / menit

T : 36,6 C

Pemeriksaan Kepala dan Leher

Kepala dalam batas normal


Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, diameter 3
mm, reflek cahaya +/+.
Leher : pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

Thorax

Paru Inspeksi : gerakkan dinding dada simetris

Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : sonor

Auskultasi :vesikuler, ronki -/- , wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

5
Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : denyut jantung 100x/menit, gallop (-)

Abdomen Inspeksi : cembung

Auskultasi : Bising Usus normal

Palpasi : supel, nyeri tekan tidak ada, hepatosplenomegali (-)

Perkusi : tympani normal

Status lokalis:
Regio Anorectal

inspeksi : tampak benjolan yang


keluar dari anus dengan
ukuran 1 x 0,5 x 0,5 cm ,
berwarna biru, edem,
ulkus(-) hiperemis( -),
darah (-)
Palpasi : teraba benjolan konsistensi
kenyal, batas tegas,
permukaan rata, nyeri tekan
(-), benjolan dapat
dimasukkan.

Rectal Toucher : tonus sphingter ani baik, mukosa rektum licin, terdapat
massa, konsistensi kenyal dengan diameter 1cm, tidak ada nyeri tekan dan pada
sarung tangan darah (-), lendir (+), feses (+).

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2

2.4 Diagnosis kerja


Hemoroid interna grade II-III

2.5 Pemeriksaan penunjang


Lab. Darah rutin
15/10/2016
HB 15,7 g/dl
HT 43,6 %
MCV 94,4 fl
6
MCH 34,0 pg
MCHC 36,0 g/dl
Leukosit 6800
Trombosit 189.000
BT 03.15
CT 05.12
Gol. darah O+

2.6 Diagnosis akhir


Hemoroid interna grade II-III.

2.7 Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 tpm
- Dulcolax 1x1 tab
- Rendam PK pagi-sore

2.8 Follow Up
Tanggal dan jam Follow up

08-02-2017 KU : benjolan yang keluar masuk dari anus


Jam 08.00 WIB Kes : Composmentis GCS :
TD : 120/80 mmHg R
N : 88x/i
T : 36,5 C
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Hb : 15,7 gr%
Leukosit : 6.800 /mm3
Trombosit : 189.000 /mm3
Hematokrit : 43,6 vol%
D/ Hemoroid interna grade II-III
T/
IVFD RL 20 tetes / menit
Diet makanan cair tinggi serat
Dulcolax tab 1x1
Rendam PK pagi-sore
Pro Hemoroidektomi

Tanggal dan jam Follow up


7
09-02-2017 KU : benjolan yang keluar dari anus
Jam 08.00 WIB Kes : Composmentis GCS :
TD : 120/80 mmHg R
N : 88x/i
T : 36,5 C
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Hb : 15,7 gr%
Leukosit : 6.800 /mm3
Trombosit : 189.000 /mm3
Hematokrit : 43,6 vol%
D/ Hemoroid interna grade II-III
T/
IVFD RL 20 tetes / menit
Diet makanan cair tinggi serat
Dulcolax tab 1x1
Rendam PK pagi-sore
Pro Hemoroidektomi
Dilakukan operasi hemoroidektomi pukul 11.00
Pasien berbaring diatas meja operasi dengan posisi litotomi. Lalu
dilakukan anestesi spinal
Dilakukan desinfeksi
Diidentifikasi plexus hemoroid jam 3,7,11
Rawat perdarahan
T/
IVFD RL 10 tetes/menit
Diet makanan cair
Inj ceftriaxone 2x1gr
Inj ketorolac 3x1 amp

Tanggal dan jam Follow up

10-02-2017 KU : nyeri pada luka post op, demam


Jam 08.00 WIB Kes : Composmentis GCS :
TD : 110/80 mmHg R
N : 90x/i
T : 37,9 C
S/L a.r anorectal
I : rembesan (-), hematom(-)

8
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Hb : 15,7 gr%
Leukosit : 6.800 /mm3
Trombosit : 189.000 /mm3
Hematokrit : 43,6 vol%
D/Post Hemoroidektomi a/i Hemoroid interna grade II-III Hari 1
T/
IVFD RL 20 tetes/menit
Diet makanan cair
Inj ceftriaxone 2x1gr
Inj ketorolac 3x1 amp
Inj Ranitidin 2x1 amp

Tanggal dan jam Follow up

11-02-2017 KU : nyeri pada luka post op


Jam 08.00 WIB Kes : Composmentis GCS :
TD : 110/80 mmHg R
N : 88x/i
T : 36,5 C
S/L a.r anorectal
I : rembesan (-), hematom(-)

Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Hb : 15,7 gr%
Leukosit : 6.800 /mm3
Trombosit : 189.000 /mm3
Hematokrit : 43,6 vol%
D/Post Hemoroidektomi a/i Hemoroid interna grade II-III hari II
T/
IVFD RL 20 tetes/menit
Diet makanan lunak
Inj ceftriaxone 2x1gr
Inj ketorolac 3x1 amp
Inj Ranitidin 2x1 amp
GV dan buka tampon
Rendam PK pagi-sore

9
Tanggal dan jam Follow up

13-02-2017 KU : nyeri pada luka post op


Jam 08.00 WIB Kes : Composmentis GCS :
TD : 110/80 mmHg R
N : 90x/i
T : 36,5 C
S/L a.r anorectal
I : rembesan darah(-), hematom(-), luka tampak kering

Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Hb : 15,7 gr%
Leukosit : 6.800 /mm3
Trombosit : 189.000 /mm3
Hematokrit : 43,6 vol%
D/Post Hemoroidektomi a/i Hemoroid interna grade II-III hari ke IV
T/
Ciprofloksasin 2x500 mg
Ranitidin 2x150mg
Parasetamol 3x500mg
Rendam PK pagi-sore
Rencana pulang

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Hemoroid
3.1.1 Definisi Hemoroid
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa
rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular
ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari hemoroid adalah dilatasi
varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior (Dorland, 2002).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di
daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat
lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak
dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).
3.1.2 Faktor resiko
Hemoroid memiliki faktor resiko yang cukup banyak antara lain kurangnya
mobilisasi, konstipasi, cara buang air besar yang tidak benar, kurang minum, kurang
memakan makanan berserat (sayur dan buah), faktor genetika, kehamilan, penyakit yang
meningkatkan tekanan intraabdomen (tumor abdomen, tumor usus), dan sirosis hati
(Simadibrata, 2006). Konstipasi merupakan etiologi hemoroid yang paling sering.
Konstipasi terjadi apabila feses menjadi terlalu kering, yang timbul karena defekasi yang
tertunda terlalu lama. Jika isi kolon tertahan dalam waktu lebih lama dari normal, jumlah
H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses menjadi kering dan keras.
Kejadian hemoroid umumnya sebanding pada laki-laki maupun perempuan. Sekitar
setengah orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid. Hemoroid juga
terjadi pada wanita hamil. Pada wanita hamil, janin pada uterus, serta perubahan hormonal,
menyebabkan pembuluh darah hemoroidalis meregang. Semua vena dapat diperparah saat
terjadinya tekanan selama persalinan. Hemoroid pada wanita hamil hanya merupakan
komplikasi yang bersifat sementara.
3.1.3 Gejala Klinis
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba dan
Abbas, 2007) yaitu:
11
a. Hemoroid internal
1. Prolaps dan keluarnya mukus.
2. Perdarahan.
3. Rasa tak nyaman.
4. Gatal.

b. Hemoroid eksternal
1. Rasa terbakar.
2. Nyeri ( jika mengalami trombosis).
3. Gatal.
3.1.4 Klasifikasi Hemoroid dan Derajatnya
Berdasarkan letaknya, hemoroid dibagi menjadi 3 yaitu hemoroid eksterna, interna,
dan campuran. Dikatakan eksterna karena benjolan terletak dibawah linea pectinea.
Hemoroid eksterna mempunyai 3 bentuk yaitu bentuk hemoroid biasa yang letaknya distal
linea pectinea, bentuk trombosis, dan bentuk skin tags. Biasanya benjolan pada hemoroid
eksterna akan keluar dari anus bila mengedan, tapi dapat dimasukkan kembali dengan jari.
Rasa nyeri pada perabaan menandakan adanya trombosis, yang biasanya disertai penyulit
seperti infeksi atau abses perianal. Berlawanan dengan hemoroid eksterna, benjolan pada
hemoroid interna terletak diatas linea pectinea. Hemoroid interna merupakan benjolan dari
vena hemoroidalis internus yang dilapisi epitel dari mukosa anus. Pada posisi litotomi,
benjolan paling sering terdapat pada jam 3, 7, dan 11. Ketiga letak itu dikenal dengan three
primary haemorrhoidal areas (Felix, 2006). Hemoroid interna dapat prolaps saat
mengedan dan kemudian terperangkap akibat tekanan sfingter anus sehingga terjadi
pembesaran mendadak yang edematosa, hemoragik, dan sangat nyeri. Kedua klasifikasi
hemoroid tersebut memiliki pembuluh darah yang melebar, berdinding tipis, dan mudah
berdarah, kadang-kadang menutupi perdarahan dari lesi proksimal yang lebih serius
(Robbins, 2007). Derajat hemoroid interna dibagi berdasarkan gamabaran klinis, yaitu:
1. Derajat 1 : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus.
Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2. Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri
ke dalam anus secara spontan.
3. Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari.
4. Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami trombosis dan infark.
12
Untuk melihat resiko perdarahan hemoroid, dapat dideteksi oleh adanya stigma perdarahan
berupa bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid.

Gambar. Klasifikasi Hemoroid

3.1.5 Patofisiologi hemoroid


Hemoroid dikatakan sebagai penyakit keturunan. Namun sampai saat ini belum
terbukti kebenarannya. Akhir-akhir ini, keterlibatan bantalan anus (anal cushion) makin
dipahami sebagai dasar terjadinya penyakit ini. Bantalan anus merupakan jaringan lunak
yang kaya akan pembuluh darah. Agar stabil, kedudukannya disokong oleh ligamentum
Treitz dan lapisan muskularis submukosa. Bendungan dan hipertrofi pada bantalan anus
menjadi mekanisme dasar terjadinya hemoroid. Pertama, kegagalan pengosongan vena
bantalan anus secara cepat saat defekasi. Kedua, bantalan anus terlalu mobile, dan ketiga,
bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus yang ketat. Akibatnya, vena intramuskular
kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses pembendungan diatas diperparah lagi apabila
seseorang mengedan atau adanya feses yang keras melalui dinding rektum (Felix, 2006).
Selain itu, gangguan rotasi bantalan anus juga menjadi dasar terjadinya keluhan hemoroid.
Dalam keadaan normal, bantalan anus menempel secara longgar pada lapisan otot sirkuler.
Ketika defekasi, sfingter interna akan relaksasi. Kemudian, bantalan anus berotasi ke arah
luar (eversi) membentuk bibir anorektum. Faktor endokrin, usia, konstipasi dan mengedan
yang lama menyebabkan gangguan eversi pada bantalan tersebut. Mitos di masyarakat
yang mengatakan, hemoroid mudah terjadi pada ibu hamil ternyata benar. Tak pelak,
kehamilan menjadi faktor pencetus hemoroid. Mengapa demikian? Pertama, hormon
kehamilan mengurangi fungsi penyokong dari otot dan ligamentum di sekitar bantalan.
Kedua, terjadi peningkatan vaskuler di daerah pelvis. Ketiga, seringnya terjadi konstipasi
13
pada masa kehamilan. Dan terakhir adalah kerusakan kanalis anus saat melahirkan
pervaginam.

3.1.6 Rectal Toucher


Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih posisi pasien sbb:
a. Left lateral prone position
Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan
rektum. Tetapi pada posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.
b. Litothomy position
Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak
memerlukan pemeriksaan anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan
prostat dan vesika seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritoneal.
c. Knee-chest position
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
d. Standing elbow-knee position
Posisi ini jarang digunakan.
Pemeriksaan :
1. Mintalah pasien mengosongkan kandung kemih
2. Persilahkan pasien untuk berbaring dengan salah satu posisi diatas
3. Minta pasien untuk menurunkan pakaian dalam hingga regio analis terlihat
jelas
4. Mencuci tangan
5. Menggunakan sarung tangan

14
6. Menggunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan
7. Inspeksi regio analis, perhatikan apakah ada kelainan
8. Penderita diminta mengedan, letakkan ujung jari telunjuk kanan pada anal
orificium dan tekanlah dengan lembut sampai sfingter relaksasi. Kemudian
fleksikan ujung jari dan masukkan jari perlahan-lahan sampai sebagian
besar jari berada di dalam canalis analis.
9. Palpasi daerah canalis analis, nilailah ada kelainan
10. Pada laki-laki: gunakan prostat disebelah ventral sebagai titik acuan
Pada wanita: gunakan serviks uteri disebelah ventral sebagai titik acuan
11. Menilai tonus sfingter ani
12. Menilai struktur dalam rektum yang lebih dalam
13. Menilai ampula rekti kolaps atau tidak
14. Pemeriksaan khusus:
- Prostat: nilailah ketiga lobus prostat, fisura mediana, permukaan prostat
(halu/bernodul), konsistensi (elastis, keras, lembut, fluktuan), bentuk
(bulat/datar), ukuran (normal, hyperplasia, atrofi), sesitivitasdan mobilitas.
- vesikula seminalis: normalnya tidak teraba, apabila terdapat kelainan akan
terabapada superior prostat disekitar garis tengah . Nilailah distensi,
sensitivitas, ukuran, konsistensi, indurasi dan nodul.
- uterus dan adneksa: periksa dan nilai kavun douglas pada forniks posterior
vagina
15. Setelah selesai, keluarkan jari telunjukdari rectum, perhatikan apakah pada
sarung tangan terdapat bekas feses, darah dan lendir
16. Cuci tangan yang masih menggunakan sarung tangan dengan air mengalir
17. Buka sarung tangan dan tempatkan pada wadah yang disediakan
18. Bersihkan pasien dengan larutan antiseptik disekitar regio analis
19. Beritahukan pasien bahwa pemeriksaan sudah selesai dan persilahkan
pasien untuk duduk ditempat yang sudah disediakan
20. Dokumentasi hasil pemeriksaan.
3.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Anal canal dan rektum diperiksa menggunakan anoskopi dan sigmoideskopi.
Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran

15
hemoroid. Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk
mengevaluasi hemoroid. Allonso-Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person menyatakan
bahwa ketika dibandingkan dengan sigmoideskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan
presentasi lebih tinggi terhadap lesi didaerah anorektal.
Cara pemeriksaan dengan anoskopi adalah pasien dalam posisi litotomi, Anoskop
dan penyumbatnya dimasukkan kedalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
pasien disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang
menonjol kedalam lumen. Apabila pasien diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid
akan membesar dan penonjolan akan lebih nyata.
Dengan menggunakan sigmoideskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk
kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tidak nyaman
seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan
barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur diatas 50
tahun dan pada pasien dengan perdarahanmenetap setelah dilakukan pengobatan terhadap
hemoroid.

3.1.8 Diagnosis
Diagnosis hemoroid ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan klinis dari
hemoroid berdasarkan klasifikasi hemoroid (derajat 1 sampai dengan derajat 4), dan
pemeriksaan anoskopi/kolonoskopi. Karena hemoroid disebabkan adanya tumor didalam
abdomen atau usus proksimal, agar lebih teliti selain memastikan diagnosis hemoroid,
dipastikan juga apakah di usus halus atau di kolon ada kelainan misal, tumor atau colitis.
Untuk memastikan kelainan di usus halus diperlukan pemeriksaan rontgen usus halus atau
enteroskopi. Sedangkan untuk memastikan kelainan di kolon diperlukan pemeriksaan
rontgen Barium enema atau kolonoskopi total.
3.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat
dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat dari pada hemoroid.

Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan

16
konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi
seperti kodein. Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat
dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat awal
hemoroid. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan pada
penatalaksanaan awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski
belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut. Kombinasi antara anestesi lokal,
kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman
pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi
efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena,
mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui
bagaimana mekanismenya.
Pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan
konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST (Hemorrhoid Institute of
South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.
Prinsip dari tindakan invasif ada 2 yaitu fiksasi dan eksisi. Fiksasi dilakukan pada
derajat I dan II. Dan selebihnya adalah eksisi (Felix, 2006). Fiksasi terdiri dari:.
1. Skleroterapi. Dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Metode ini menggunakan
zat sklerosan yang disuntikan para vasal. Setelah itu, sklerosan merangsang
pembentukan jaringan parut sehingga menghambat aliran darah ke vena-vena
hemoroidalis. Akibatnya, perdarahan berhenti. Sklerosan yang dipakai adalah 5%
phenol in almond oil dan 1% polidocanol. Metode ini mudah dilaksanakan, aman
dan memberikan hasil baik.

17
2. Rubber band ligation. Kerja dari metode ini adalah akan mengobliterasi lokal vena
hemoroidalis sampai terjadi ulserasi (7-10 hari) yang diikuti terjadinya jaringan parut
(3-4 minggu). Prosedur ini dilakukan pada hemoroid derajat 1-3.
3. Infrared thermocoagulation. Prinsipnya adalah mendenaturasi protein melalui efek
panas dari infrared, yang selanjutnya mengakibatkan jaringan terkoagulasi. Untuk
mencegah efek samping dari infrared berupa kerusakan jaringan sekitar yang sehat,
maka jangka waktu paparan dan kedalamannya perlu diukur akurat. Metode ini
diperuntukkan pada derajat 1-2.
4. Laser haemorrhoidectomy. Metode ini mirip dengan infrared. Hanya saja
mempunyai kelebihan dalam kemampuan memotong. Namun, biayanya mahal.
5. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Metode ini menjadi pilihan
utama saat terjadi perdarahan karena dapat mengetahui secara tepat lokasi arteri
hemoroidalis yang hendak dijahit.
6. Cryotherapy. Metode ini kurang direkomendasikan karena seringkali kurang akurat
dalam menentukan area freezing.
Sedangkan eksisi dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu St. Marks Milligan
Morgan Technique, Submucosal Haemorrhoidectomy (Parks method), dan yang terbaru
adalah Circular Stapler Anopexy (teknik Longo). Teknik Circular Stapler Anopexy atau
dikenal dengan Procedure for Prolapse and Haemorrhoids (PPH) baru dikembangkan
sekitar tahun 1993. Teknik ini bekerja dengan mendorong jaringan hemoroid yang merosot
ke arah atas dan dijahitkan ke selaput lendir dinding anus. Kemudian sebuah gelang dari
bahan titanium diselipkan di jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk
mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. PPH memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan operasi konvensional diantaranya, nyeri minimal karena tindakan dilakukan
di luar bagian sensitif, tindakan cepat karena hanya menghabiskan 12-45 menit, dan pasien
dapat pulih lebih cepat pasca operasi. Namun risiko perdarahan, trombosis, serta
penyempitan saluran anus masih dapat terjadi.
Kontraindikasi PPH adalah fistula anus, bengkak, gangren, penyempitan anus,
prolaps jaringan hemoroid yang tebal, serta pada pasien dengan gangguan koagulasi
(pembekuan darah) (Felix, 2006). Komplikasi yang dapat timbul pasca tindakan invasif
adalah perdarahan sekunder, selulitis, abses, fistula, fissura, dan inkontinensia. Hemoroid
bukan penyakit yang tak mungkin dicegah. Dengan mengkonsumsi tinggi serat seperti

18
banyak sayur dan buah akan membuat feses lembek sehingga tidak perlu mengedasaat
buang air besar (Felix, 2006).
Pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan:
1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah- buahan,
sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal
ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan
dan tekanan pada vena anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan
buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari
mengedan.

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada anamnesis diketahui pasien mengeluhkan benjolan yang keluar dari anus
sejak 3 tahun yang lalu. Adanya benjolan yang keluar dari anus kita berfikir pada beberapa
kemungkinan penyakit. Penyakit tersebut antara lain hemoroid, karsinoma kolorektum dan
prolaps rektum. Selanjutnya pasien mengatakan Mula-mula keluar benjolan kecil dan
semakin lama semakin bertambah membesar. Benjolan tersebut mulanya bisa masuk
sendiri setelah BAB, namun lama kelamaan benjolan lebih sering tidak dapat kembali
masuk sendiri sehingga pasien menggunakan jari tangannya untuk memasukkan benjolan
tersebut. Benjolan terasa tidak nyaman. Pasien juga mengeluhkan keluar darah berwarana
merah segar diakhir BAB dan tidak tercampur dengan feses.

Pasien buang air besarnya masih teratur namun bila buang air besar harus berlama-
lama jongkok di toilet dan harus mengejan. Pasien tidak mengeluh perutnya kembung atau
mules, tidak mengeluh nyeri didaerah perut, tidak merasa mual atau muntah, tidak
mengeluh nafsu makan turun, maupun berat badan turun. Pasien tidak mengeluh adanya
perubahan ukuran feses.

Dari data anamnesis tersebut, beberapa kemungkinan penyakit dapat disingkirkan.


Pada pasien prolaps rektum mukosa rektum keluar saat defekasi dan masuk kembali tanpa
menimbulkan nyeri, kadang diperlukan dorongan tangan. Pada sebagian pasien, mukosa
yang prolaps tersebut tidak dapat kembali walau didorong. Hal ini akan menyebabkan
udem, nyeri dan seringkali berdarah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penonjolan rectum dan lipatan mukosa
konsentrik. Masa dapat di reposisi. Teraba dua dinding pada palpasi, teraba sulcus.
Inkarserasi atau strangulasi, ulkus mukosa dengan perdarahan, tampak posisi anus normal
tidak versi. RT, pinggir anus beralur, tonus spingter ani kurang karena kurangnya daya
tahan jaringan penunjang rektum yang biasanya disertai dengan peninggian tekanan
intraabdomen. Pada pasien ini tidak didiagnosis prolaps recti karena prolaps recti seluruh
dinding akan prolaps sedangkan pada hemoroid hanya mukosa saja yang prolaps dan data
tanda dan gejala tidak mendukung.

20
Sedangkan pada pasien karsinoma kolorektum dijadikan diagnosis banding karena
adanya keluhan berupa benjolan yang keluar dari anus. Diagnosis karsinoma kolorektum
ini disingkirkan karena pada anamnesis tidak ditemukan darah bercampur dengan feses,
tidak ditemukan feses seperti kotoran kambing, tidak terjadi penurunan berat badan secara
drastis, tidak terjadi perubahan pola defekasi, pasca defekasi tidak ada perasaan tidak puas
atau rasa penuh, tidak ada mengeluhkan nyeri perut, anoreksia, tidak ada keluhan nyeri
didaerah umbilicus maupun di epigastrium dan dari pemeriksaan fisik tidak didapatakan
masa pada abdomen, apabila ada gelaja-gejala obstruksi dari inspeksi dapat ditemukan
dinding abdomen distensi, darm countour, darm steifung. Dari palpasi ditemukan masa
abdomen dan hipertympani pada perkusi abdomen, auskultasi bising usus bisa ditemukan
peningkatan peristaltik usus yang kemudian diikuti dengan barborigmi (bunyi yang
ditimbulkan akibat udara yang melalui usus), metalic sound dan penurunan serta
menghilangnya peristaltik bisa juga ditemukn nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen
apabila terjadi perforasi usus.

Pada pemeriksaan RT bisa ditemukan tumor maligna (massa berbenjol-benjol


dengan striktura) direktum dan rektosigmoid teraba keras dan pada sarung tangan dapat
ditemukan lendir darah bercampur feses.

Hemoroid Prolaps rectum Ca rektum


Anamnesis Anamnesis Anamnesis
Adanya penonjolan Adanya penonjolan Adanya penonjolan
massa dari anus, bisa massa dari anus, nyeri massa dari anus,
keluar masuk sendiri atau saat BAB, sensasi perubahan pada
dimasukkan defekasi terhambat, kebiasaaan BAB atau
menggunakan jari tangan, perasaan defekasi tidak adanya darah pada feses,
keluar darah dari anus lancar, keluar lendir atau baik darah segar atau
tetapi tidak bercampur darah, dan pada massa berwarna hitam, diare,
feses, rasa tidak nyaman prolaps yang lebih besar konstipasi atau merasa
dan terkadang nyeri, biasanya penderita bahwa isi perut tidak
adanya riwayat gangguan kehilangan keinginan benar-benar kosong saat
defekasi. untuk defekasi. BAB, ukuran feses yang
PF PF lebih kecil dari biasanya,
Inspeksi: tampak Inspeksi: tampak penurunan berat badan
adanya benjolan penonjolan yang tidak
pada anus, mukosa rektum, diketahuisebabnya, rasa
penonjolan diatas penebalan letih dan lesu.
linea konsentris cincin PF
dentate/dibawah, mukosa, mukosa Inspeksi: tampak
benjolan berwarna warna merah benjolan tidak
21
kebiru-biruan. muda dan beraturan pada
RT: tonus mengkilat. anus
sphingter ani Terlihat adanya RT: tonus sfingter ani
biasanyabaik, sulkus antara keras/lembek. Mukosa
mukosa rektum lubang anus dan kasar, kaku biasanya
licin, terdapat rectum. Kadang tidak dapat digeser.
massa, konsistensi juga tampak Ampula rektum
kenyal pada ulserasi rektum kolaps/kembung, terisi
sarung tangan dan penurunan feses atau tumor yang
darah (+), lendir sfingter anus. dapat teraba ataupun
(-), feses (-). RT : teraba tidak. Jika dapat teraba
pinggir anus biasanya benjolan teraba
beralur dan tonus berbenjol-benjol, nyeri,
sfingter lemah. immobile. dan pada
Dari sarung sarung tangan dapat
tangan kadang ditemukan lendir darah
terdapat lendir bercampur feses.

Pada pasien ini didiagnosa hemoroid grade II-III dengan alasan adanya benjolan di
anus terasa tidak nyaman. Adanya darah segar yang menetes di akhir BAB, darah tidak
bercampur dengan feses dan tidak berlendir. Adanya benjolan yang keluar dari anus setiap
BAB yang kadang masih bisa masuk sendiri kadang harus dimasukkan menggunakan jari
tangan. Tidak ada riwayat perubahan pola defekasi tidak ada riwayat bab seperti kotoran
kambing. Dari pemeriksaan fisik tampak benjolan yang keluar dari anus dengan ukuran 1 x
0,5 cm , ulkus (-), hiperemis (-), darah (-), tidak teraba massa yang berbenjol-benjol, tidak
udem, teraba benjolan konsistensi kenyal, batas tegas, permukaan rata, nyeri tekan,
benjolan dapat dimasukkan.
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini adalah hemoroidektomi. Terapi bedah
sesuai dengan teori dimana terapi bedah dipilih untuk pederita hemoroid interna derajat II
berulang, hemoroid derajat III-IV dengan gejala, mukosa rektum menonjol keluar anus,
hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura, kegagalan
penatalaksanaan konservatif dan permintaan pasien. Pada pasien ini sebagai mana
dijelaskan diatas, pasien telah menderita keluhan seperti ini selama 3 tahun dan sudah
pernah berobat tetapi keluhan tetap ada, jadi tatalaksananya sudah tepat.
Persiapan sebelum dilakukan operasi hemoroid menggunakan metode Bowel Prep
yaitu: Bowel management program yang terdiri atas diet (pasien diet makanan cair tinggi
serat), cairan, serat tambahan, pelicin feses, dilakukan kilsma atau enema pagi-sore dan
22
perubahan perilaku defekasi. Selain itu lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara
merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari selama 2-3 hari dengan
larutan kalium permanganat (PK) 1:10.000(1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter air),
dengan perendaman ini eksudat atau sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Karena jika
tidak dibersihkan eksudat atau sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa
gatal bila dibiarkan. Teknik operasi yang digunakan diRSUD Indrasari adalah Rubber
band ligation yang telah dimodifikasi. Setelah dilakukan operasi pasien diintruksikan
untuk diet makanan cair dan melakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam
anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari selama 2-3 haridengan larutan kalium
permanganat (PK) 1:10.000(1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter air).

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Daniel, W.J., 2010. Anorectal Pain, Bleeding, and Lumps. Australian Family
Physician 39 (6): 376-381.

2. Pigot, F., Siproudis L., and Allaert, F.A, 2005. Risk Factor Associated with
Hemorrhoidal Symptoms in Specialized. Gastroenterology Clin Biol 29 (12):
1270 -1274.

3. Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.6. Jakarta:
EGC.

4. Strate, L.L., Ayanlan, J.Z., Kotier, G., Syngal, S., 2008. Risk F aktor for
Mortality
in Lower Intestinal Bleeding. Clin Gastroenterol Hepatol 6 (9): 955-1004.

5. World Gastroenterological Organisation. World Gastroenterological


Organisation Practice Guidelines: Constipation. World Gastroenterological
Organisation. Available from:
http://www.worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/05co
nstipation.pdf [Accessed 12 Desember 2016]
6. Wim de jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta:EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai