Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,
namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor,
oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor
yang terkait. Masalah gizi, meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan
pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan
pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana kekeringan,
perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga
memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Menyadari hal itu, peningkatan
status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota
masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Dalam
konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tetapi juga
masalah kemiskinan, pemerataan, dan masalah kesempatan kerja. Data WHO
tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang adalah sekitar 27% dari
populasi balita di negara-negara yang tergabung dalam SEARO (Bangladesh,
Bhutan, Korea, India, Indonesia, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri Lanka,
Thailand, Timor-Leste). Prevalensi gizi kurang yang tinggi yaitu lebih dari 35%
terdapat di Bangladesh, India, Nepal, dan Timor-Leste dan yang rendah dari 5%
yaitu Thailand (WHO, 2007).
Kekurangan gizi masih menjadi ancaman serius dunia. Laporan
independen bertajuk Global Nutrition Report 2016 yang disusun oleh
International Food Policy Research Institute mengungkapkan bahwa 44 persen
dari 129 negara yang disurvei mengalami tingkat kekurangan gizi dan problem
obesitas yang sangat serius. Malnutrisi memanifestasikan dirinya dalam berbagai
cara: tumbuh kembang anak menjadi lambat; rentan terhadap in feksi; dan saat
dewasa rentan obesitas dan atau darahnya mengandung terlalu banyak gula,
garam, lemak, atau kolesterol; atau mereka yang kekurangan vitamin atau mineral
penting. Malnutrisi bertanggung jawab untuk hampir separuh dari semua kematian
anak-anak di bawah usia lima tahun. Bersama-sama dengan pola makan yang
buruk, malnutrisi menjadi penyebab nomor satu beban penyakit global. Setidak
nya 57 negara mengalami tingkat serius dari baik dalam kekurangan gizi maupun
kelebihan berat badan atau obesitas pada orang dewasa. Sebanyak 13 negara,
termasuk Papua Nugini dan Eritrea serta Niger dan Malawi - di mana kerawanan
pangan merupakan masalah terbesar stunting atau kekerdilan diperkirakan baru
bisa diberantas dalam 122 tahun setelah 2030, yaitu pada 2152. Stunting adalah
hasil dari gizi buruk pada dua tahun pertama kehidupan anak, yang menyebabkan
pertumbuhan fisik serta perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak
terganggu. Papua Nugini sebagai sebuah Negara memiliki masalah yang cukup
serius di bidang kesehatan, dimana tingkat kesehatan disana masih sangat rendah.
Penyakit yang paling berbahaya disana adalah penyakit hepatitis, demam
berdarah, dan malaria. Tingkat kerentanan penduduk terhadap penyakit tersebut
menurut CIA termasuk sangat tinggi. Selain itu di Papua Nugini juga terdapat
HIV/AIDS yang menjadi masalah serius kesehatan disana. Tercatat 0.5% dari
penduduknya pada tahun 2012 menderita HIV/AIDS dan menempati peringkat 72
dunia. Jumlah kematian akibat HIV/AIDS pada tahun 2012 mencapai 1000 orang
dan penduduk yang hidup dengan penyakit HIV/AIDS sebayak 24.900 orang.
Selain masalah penyakt, masalah gizi juga terdapat disana, banyak bayi dibawah
usia 5 tahun yang kekurangan gizi, dimana 18,1% bayi dibawah 5 tahun
mengalami kekurangan gizi dan memiliki berat badan dibawah normal.
Dinegara Timor Leste, Dua dari lima orang penduduk dalam kondisi
miskin, pada umumnya penduduk yang tinggal di perdesaan terutama di wilayah
barat. Dua puluh persen penduduk hanya berpenghasilan US$1 per hari dan lebih
dari 60% kurang dari US$2 yang diperberat dengan tingginya angka
pengangguran (43%). Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingginya angka kematian dan kesakitan pada penduduk Timor-
Leste. Data terakhir, Timor-Leste menempati urutan ke 142 dari 177 negara
untuk Human Development Index. Di antara indikator kesehatan, ternyata angka
kematian bayi, angka kematian balita dan angka kematian ibu menunjukkan status
kesehatan penduduk yang memprihatinkan. Angka Kematian Bayi 88 per 1000
kelahiran hidup. Angka Kematian Neonatal 33 per 1000 kelahiran hidup dan
angka kematian balita adalah 130 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi
dan balita yang tinggi merupakan akibat dari tingginya proporsi anak yaitu lebih
dari separuh yang meninggal sebagai akibat dari malnutrisi atau gizi buruk, serta
kurang dari seperempat anak anak dengan gejala demam atau ISPA/ARI dibawa
ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang memadai
(BSP, 2007; MoH, 2007). Timor-Leste merupakan salah satu Negara dengan
Angka Kematian Ibu tertinggi di wilayah Asia Tenggara, dengan estimasi hingga
880 ibu meninggal dalam 100,000 kelahiran hidup. Dari sekitar 45,000 persalinan
setiap tahun, sekitar 400 orang meninggal, yang berarti lebih dari satu orang ibu
melahirkan yang meninggal setiap hari (BSP, 2007). Penyebab utama tingginya
kematian ibu adalah karena masalah yang berhubungan dengan komplikasi
kehamilan dan kelahiran bayi. Kondisi ini diperberat dengan besarnya proporsi
ibu hamil (90%) yang melahirkan di rumah dan hanya ditolong oleh tenaga tidak
terampil seperti dukun beranak yang tidak saja menimbulkan kematian pada ibu,
tapi juga pada neonatus/bayi. Satu dari 16 orang perempuan Timor meninggal
selama kehamilan.
Perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3,
yaitu: Masalah gizi yang secara public health sudah terkendali; Masalah yang
belum dapat diselesaikan (un-finished); dan Masalah gizi yang sudah meningkat
dan mengancam kesehatan masyarakat (emerging). Masalah gizi lain yang juga
mulai teridentifikasi dan perlu diperhatikan adalah defisiensi vitamin D (Depkes
RI, 2012). Jutaan anak berusia di bawah lima tahun mengalami permasalahan gizi
ganda (double burden) gizi lebih dan kurang. Sebagian anak mengalami obesitas,
namun sebagian lainnya mengalami stunting atau tubuh pendek, kurus, hingga
gizi buruk. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat bahwa 18,8 %
balita usia 0-5,9 bulan mengalami kurang gizi, 29% mengalami stunting akibat
kurang gizi menahun. Sementara di sisi lain, terdapat 1,6% balita yang mengalami
obesitas.
1.2 Tujuan Penulisan
a. Mengetahui masalah gizi di Papua Nugini, Timor Leste dan Indonesia
b. Membandingkan masalah gizi di Papua Nugini, Timor Leste dan Indonesia
c. Mengetahui prioritas gizi yang ada di Papua Nugini, Timor Leste dan
Indonesia
d. Mengetahui kebijakan gizi yang ada di Papua Nugini, Timor Leste dan
Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masalah Gizi di Papua Nugini, Timor Leste, dan Indonesia
A. Masalah Gizi di Papua Nugini
Papua Nugini atau Papua Guinea Baru adalah sebuah negara yang terletak
di bagian timur Pulau Papua dan berbatasan darat dengan Provinsi Papua
(Indonesia) di sebelah barat. Benua Australia di sebelah selatan dan negara-negara
Oseania berbatasan di sebelah selatan, timur, dan utara. Ibu kotanya, dan salah
satu kota terbesarnya, adalah Port Moresby. Papua Nugini adalah salah satu
negara yang paling bhinneka di Bumi, dengan lebih dari 850 bahasa lokal asli dan
sekurang-kurangnya sama banyaknya dengan komunitas-komunitas kecil yang
dimiliki, dengan populasi sekitar 6 juta jiwa. Papua Nugini juga salah satu negara
yang paling luas wilayah perkampungannya, dengan hanya 18% penduduknya
menetap di pusat-pusat perkotaan.Negara ini adalah salah satu negara yang paling
sedikit dijelajahi, secara budaya maupun geografis, dan banyak jenis tumbuhan
dan binatang yang belum ditemukan diduga ada di pedalaman Papua Nugini.
Sebagian besar penduduk menetap di dalam masyarakat tradisional dan
menjalankan sistem pertanian sederhana yang hanya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan sendiri. Masyarakat dan marga ini memiliki beberapa pengakuan
tersirat di dalam kerangka undang-undang dasar negara Papua Nugini. Undang-
Undang Dasar Papua Nugini (Pembukaan 5(4)) menyatakan harapan bagi
kampung dan komunitas tradisional untuk tetap menjadi satuan kemasyarakatan
yang lestari di Papua Nugini, dan untuk langkah-langkah aktif yang diambil untuk
melestarikannya. Dewan Perwakilan Rakyat Papua Nugini telah memberlakukan
beberapa undang-undang di mana sejenis "Tanah ulayat" diakui, artinya bahwa
tanah-tanah tradisional pribumi memiliki beberapa landasan hukum untuk
memproteksi diri dari campur tangan kaum pendatang yang bertindak berlebihan.
Tanah ulayat ini disebutkan melingkupi sebagian besar tanah yang dapat
digunakan di negara ini (sekitar 97% seluruh daratan) tanah yang dapat diolah
oleh kaum pendatang bisa saja berupa milik perseorangan di bawah syarat
pinjaman dari negara atau tanah milik pemerintah.
Kondisi geografi negara Papua Nugini beragam dan di beberapa tempat
sangat kasar. Sebuah barisan pegunungan memanjang di Pulau Papua, membentuk
daerah dataran tinggi yang padat penduduk. Hutan hujan yang padat dapat
ditemukan di dataran rendah dan daerah pantai. Rupa bumi yang sedemikian telah
membuatnya menjadi sulit bagi pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur
transportasi. Di beberapa daerah, pesawat terbang adalah satu-satunya modus
transportasi. Setelah diperintah oleh tiga kekuatan asing sejak 1884, Papua Nugini
merdeka dari Australia pada tahun 1975. Kini Papua Nugini masih menjadi bagian
dari dunia persemakmuran. Banyak penduduk hidup dalam kemiskinan yang
cukup buruk, sekitar sepertiga dari penduduk hidup dengan kurang dari US$ 1,25
per hari
a. Kualitas Fisik Manusia dan Penduduk Papua Nugini
1. Komposisi Penduduk
Penduduk Papua Nugini terdiri dari berbagai suku diantaranya yaitu Suku
Melanesia, Suku Papua, Suku Negrito, Suku Mikronesia, dan Polinesia. Bahasa
yang digunakan di Papua Nugini diantaranya yaitu Bahasa Tok Pisin, Bahasa
Ingrris, dan Bahasa Hirimotu yang merupakan bahasa resmi. Sekitar 836 bahasa
lokal juga terdapat disana dan lebih dari 1.000 bahasa dialog yang berbeda
terdapat disana. Jumlah penduduk Negara Papua Nugini menurut data Central
Inteligence Agency (CIA) pada bulan juli 2014 adalah sebesar 6.552.221 jiwa
dengan komposisi sebagai berikut:
Komposisi Penduduk Negara Papua Nugini
Kelompok Jumlah Penduduk
Jumlah Persentase
Umur Laki-Laki Perempuan
0-14 1.165.911 1.125.104 2.291.015 35
15-24 652.548 635.411 1.287.959 19.7
25-54 1.226.213 1.146.951 2.373.164 36.2
55-64 173.019 169.329 342.348 5.2
>65 134.396 123.329 257.698 3.8
Jumlah Total 3.352.087 3.200.124 6.552.221 100
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa penduduk di Papua Nugini lebih
banyak di dominasi oleh laki-laki. Selain itu, jumlah penduduk usia muda di
Papua Nugini juga sangat banyak, hampir sepertiga jumlah penduduknya adalah
usia muda dengan rata-rata umur penduduk papua nugini adalah 22,4 tahun.
Negara papua Nugini memiliki laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.84 %, ini
termasuk lebih kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Negara
Indonesia.
2. Beban Ketergantungan

Kelompok Umur Rasio ketergantungan Laki-laki Perempuan

0-14 tahun 57% 56% 58%

<64 tahun 6% 6% 13%

Jumlah 63% 62% 71%

Dari data diatas dapat dilihat bahwa angka ketergantungan di Papua nugini
cukup besar, dimana setiap 100 orang usia produktif menanggung sebanyak 71
orang usia non produktif. Beban ketergantungan yang ada di Papua Nugini sendiri
sebagian besar disumbang oleh usia belum produktif yakni antara 0-14 tahun. Ini
menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada usia ini cukup besar.
3. Tingkat Kelahiran dan Tingkat Kematian
Tingkat kelahiran : Tingkat kelahiran di Negara Papua Nugini adalah
24,89 per seribu penduduk pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kelahiran di Papua Nugini cukup tinggi. Dimana setiap wanita seumur
hidup rata-rata melahirkan anak sebanyak 3.24 bayi setiap wanita.
Tingkat Kematian: Negara Papua Nugini memiliki tingkat kematian yaitu
sebesar 6,53 kematian perseribu penduduk pertahun. Ini membuktikan
bahwa tingkat kematian di Papua Nugini tidak begitu besar. Selain itu
tingkat kematian bayi adalah sebanyak 39,67 per seribu kelahiran.
Sedangkan bayi yang lahir hidup kemudian meninggal adalah 230
perseribu kelahiran bayi hidup. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kesehatan bayi disana masih sangat rendah, dimana banyak sekali bayi
yang telah terlahir dengan sehat namun belum usia anak-anak sudah
meninggal.
4. Angka Kesakitan
Papua Nugini sebagai sebuah Negara memiliki masalah yang cukup serius
di bidang kesehatan, dimana tingkat kesehatan disana masih sangat rendah.
Penyakit yang paling berbahaya disana adalah penyakit hepatitis, demam
berdarah, dan malaria. Tingkat kerentanan penduduk terhadap penyakit tersebut
menurut CIA termasuk sangat tinggi. Selain itu di Papua Nugini juga terdapat
HIV/AIDS yang menjadi masalah serius kesehatan disana. Tercatat 0.5% dari
penduduknya pada tahun 2012 menderita HIV/AIDS dan menempati peringkat 72
dunia. Jumlah kematian akibat HIV/AIDS pada tahun 2012 mencapai 1000 orang
dan penduduk yang hidup dengan penyakit HIV/AIDS sebayak 24.900 orang.
Selain masalah penyakt, masalah gizi juga terdapat disana, banyak bayi dibawah
usia 5 tahun yang kekurangan gizi, dimana 18,1% bayi dibawah 5 tahun
mengalami kekurangan gizi dan memiliki berat badan dibawah normal.

5. Angka Harapan Hidup


Angka harapan hidup penduduk Papua Nugini yaitu 66.85 tahun dimana
harapan hidup penduduk perempuan adalah 69.19 tahun dan laki-laki 64.43 tahun.
Ini menunjukkan bahwa angka harapan hidup di papua nugini masih tergolong
rendah.

b. Kualitas Non Fisik Penduduk Papua Nugini


1. Produktifitas
Produktifitas penduuk Papua Nugini untuk saat ini belum ada data yang
akurat mengenai hal tersebut. Namun menurut Central Intelegence Agency
(CIA) produk yang dihasilkan oleh papua nugini adalah diantaranya produk
agrikultur seperti kopi, coklat, copra, kelapa sawit, the, gula, kentang manis, buah-
buahan, sayuran, vanilla dan lain-lain, serta produk industri seperti pengolahan
kopra, pemrosesan minyak sawit, industri perkayuan, petambangan ( emans,
perak, minyak bumi, gas bumi). Pertumbuhan industri yang ada di Papua Nugini
pada tahun 2013 yaitu sebesar 5,5% dengan keuntungan 4,077 juta dolar.
2. Kemandirian
Kemandirian penduduk papua nugini bisa dibilang cukup mandiri. Hal ini
terlihat dari pemenuhan kebutuhan yang mereka cukupi sendiri dimana ekspor
mereka lebih besar dibandingkan impor. Dimana ekspor Papua Nugini sebesar
53,6% dan impor hanya 49% pada taun 2013. Selain itu, sebagian besar penduduk
Papua Nugini bekerja di bidang pertanian sehingga masyarakatnya mandiri tidak
bergantung pada Negara.
3. Solidaritas
Sebagai Negara dengan sebagian penduduknya merupakan masyarakat
tradisional, penduduk Papua Nugini memiliki solidaritas yang tinggi. Seperti yang
kita tahu bahwa masyarakat tradisional memiliki solidaritas yang erat, begitu pula
dengan masyarakat papua nugini.
4. Kecerdasan/Pendidikan
Pendidikan di Papua Nugini belum ada catatan resmi mengenai hal
tersebut. Dari data CIA juga belum ada mengenai tingkat pendidikan di papua
nugini. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Papua Nugini belum mendapat
perhatian yang serius dan sulit untuk di data karena keterbatasan informasi.
B. Masalah Gizi di Timor Leste
Timor-Leste yang menempati separuh dari pulau Timor dengan luas
14,610 km persegi terbagi atas 13 distrik, 67 sub-distrik, 498 desa (suco) dan 2336
dusun (aldeias). Timor-Leste berpenduduk 1,015,187 pada tahun 2006. Lima
puluh lima persen penduduk bertempat tinggal di wilayah tengah, 20% di wilayah
barat dan 25% di wilayah timur Timor-Leste. Dua kota besar adalah Dili dan
Baucau yang dihuni sekitar 29% penduduk, sedangkan 70% tinggal di daerah
pedesaan. Terdapat 16 bahasa daerah, namun bahasa utama yang digunakan
adalah Tetum. Sebelum merdeka pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Leste
merupakan salah satu provinsi di Indonesia. Timor Leste disebut juga Timor
Lorosae yang artinya tanah matahari terbit.

a. Letak dan luas wilayah


Secara geografis, Timor Leste terletak di bagian timur Pulau Timor.
Daerah Timor Leste juga mencakup Pulau Kambing dan Kantong Ambeno
dengan luas wilayah 14.874 km2. Negara ini memiliki batas wilayah sebagai
berikut:
1) Sebelah utara: Pulau Alor dan Pulau Wetar.
2) Sebelah timur: Kepulauan Leti.
3) Sebelah selatan: Laut Timor.
4) Sebelah barat: Provinsi Nusa Tenggara Timur

b. Keadaan alam
Sebagian besar wilayah Timor Leste berupa pegunungan. Daerah
pegunungan terutama terdapat di daerah utara. Puncak tertinggi dari rangkaian
pegunungan di Timor Leste adalah di bagian pedalaman. Daerah sebelah selatan
berupa delta sungai dan rawa. Timor Leste juga memiliki daerah perbukitan.
Daerah ini ditumbuhi semak dan pohon ekaliptus. Timor Leste beriklim tropis.
Bagian sebelah selatan memiliki curah hujan yang lebih tinggi daripada daerah
lain. Namun demikian, daerah selatan memiliki musim kemarau yang lebih
panjang daripada daerah lain.
c. Keadaan penduduk
Jumlah penduduk Timor Leste sekitar 885.000 jiwa. Mereka terdiri dari
berbagai bangsa. Terdapat sekitar 15 kelompok suku bangsa di negara ini,
termasuk Indonesia dan Cina. Kegiatan ekonomi utama penduduk Timor Leste
adalah pertanian. Hasil utamanya adalah jagung, beras, singkong, millet, dan ubi.
Jagung merupakan hasil pertanian utama. Penduduk Timor Leste juga melakukan
usaha di bidang perkebunan. Hasilnya antara lain kopi, kelapa, cengkeh, dan kayu
cendana. Penduduk Timor Leste masih mengenal sistem barter. Sistem ini
terutama dilakukan penduduk yang tinggal di daerah pelosok.
d. Masalah Gizi dan Kesehatan di Timor Leste
Dua dari lima orang penduduk dalam kondisi miskin, pada umumnya
penduduk yang tinggal di perdesaan terutama di wilayah barat. Dua puluh persen
penduduk hanya berpenghasilan US$1 per hari dan lebih dari 60% kurang dari
US$2 yang diperberat dengan tingginya angka pengangguran (43%). Kondisi ini
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian dan
kesakitan pada penduduk Timor-Leste. Data terakhir, Timor-Leste menempati
urutan ke 142 dari 177 negara untuk Human Development Index(MoH, 2007).
Di antara indikator kesehatan, ternyata angka kematian bayi, angka
kematian balita dan angka kematian ibu menunjukkan status kesehatan penduduk
yang memprihatinkan. Angka Kematian Bayi 88 per 1000 kelahiran hidup. Angka
Kematian Neonatal 33 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita adalah
130 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi dan balita yang tinggi
merupakan akibat dari tingginya proporsi anak yaitu lebih dari separuh yang
meninggal sebagai akibat dari malnutrisi atau gizi buruk, serta kurang dari
seperempat anak anak dengan gejala demam atau ISPA/ARI dibawa ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang memadai (BSP, 2007;
MoH, 2007).
Timor-Leste merupakan salah satu Negara dengan Angka Kematian Ibu
tertinggi di wilayah Asia Tenggara, dengan estimasi hingga 880 ibu meninggal
dalam 100,000 kelahiran hidup. Dari sekitar 45,000 persalinan setiap tahun,
sekitar 400 orang meninggal, yang berarti lebih dari satu orang ibu melahirkan
yang meninggal setiap hari (BSP, 2007). Penyebab utama tingginya kematian ibu
adalah karena masalah yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan dan
kelahiran bayi. Kondisi ini diperberat dengan besarnya proporsi ibu hamil (90%)
yang melahirkan di rumah dan hanya ditolong oleh tenaga tidak terampil seperti
dukun beranak yang tidak saja menimbulkan kematian pada ibu, tapi juga pada
neonatus/bayi. Satu dari 16 orang perempuan Timor meninggal selama kehamilan.
Selain angka kematian yang tinggi pada bayi, balita dan ibu, angka
kesakitan penduduk juga cukup tinggi, terutama tuberculosis, penyakit yang
ditularkan melalui vektor, yaitu malaria, demam berdarah dan STI serta
HIV/AIDS. Tuberkulosis merupakan penyakit endemik di Timor-Leste, dengan
estimasi 140 kasus tuberculosis untuk setiap 100,000 penduduk. Dilaporkan
bahwa lebih dari 20-25% konsultasi di fasilitas kesehatan berhubungan langsung
dengan penyakit akibat nyamuk. Malaria falcifarum dan malaria vivax dicermati
lebih kurang sama, sedangkan Demam berdarah terjadi pada epidemik sporadik.
Begitu pula tentang masalah HIV/AIDS, walaupun data kurang adekuat, namun
tingkat perilaku yang berpotensi beresiko menunjukkan bahwa masalah ini akan
mempengaruhi semua usia.
Salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh tenaga kesehatan adalah
faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan. Ketika kunjungan rumah pada
pasien dengan masalah TBC di Aileu Vila, kondisi rumah yang memprihatinkan
dengan luas ruang yang amat terbatas. Rumah terlalu sempit untuk dihuni
keluarga besar, kurang ventilasi dan sinar matahari langsung yang bisa masuk ke
dalam rumah, serta lingkungan rumah yang kotor, ditambah lagi dengan perilaku
hidup sehat yang belum dimiliki. Kebiasaan hidup yang kurang mendukung
kesehatan, seperti tidak pernah menjemur kasur langsung di bawah sinar matahari,
kebersihan lingkungan dalam dan luar rumah tidak dipelihara dengan baik,
membuang sampah sembarangan dan tidak menerapkan prinsip prinsip
pencegahan penyakit dari seorang anggota keluarga kepada anggota keluarga yang
lain. Program DOTS yang tidak diimplementasikan secara benar, yaitu dengan
temuan kasus TB paru pada saat hari libur, pasien tidak diberi obat.
Masalah kesehatan dan risiko gangguan kesehatan yang sama, juga
ditemukan di Kecamatan Remexio saat kunjungan langsung pada September
2007. Terdapat banyak kasus kurang gizi pada semua kelompok umur, khususnya
anak anak dan perempuan. Kelemahan karena ketidaktahuan sebagai akibat dari
tingginya angka buta aksara atau rendahnya pendidikan dari sebagian besar
penduduk mempengaruhi kemampuan untuk memahami akibat dari perilaku yang
beresiko tinggi. Praktik budaya yang membahayakan seperti disparity dalam
proses pengambilan keputusan dan perilaku yang negatif untuk memperoleh
pelayanan kesehatan tampak mengkontribusi pada tidak optimalnya pemanfaatan
pelayanan kesehatan. Perempuan juga memiliki status yang rendah dalam
keluarga, ditambah lagi dengan beban kerja dan tanggung jawab rumah tangga
yang berat.
C. Masalah Gizi di Indonesia
Secara geografis wilayah Indonesia letaknya di antara dua benua dan dua
samudra, yaitu Benua Asia dengan Benua Australia. Sedangkan samudra yang
membatasi adalah Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak geografis ini
sangat memiliki pengaruh pada keberadaan wilayah Indonesia, baik dilihat dari
keadaan fisik dan sosial atau ekonomi dan politik. Lokasi geografis wilayah
Indonesia berada di kawasan Asia Tenggara. Posisi geografis wilayah Indonesia
berada di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan
Samudra Hindia. Batas-batas wilayah Indonesia secara geografis, sebelah utara
dengan Laut Andaman, Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Cina Selatan, negara
Malaysia, negara Filipina, Laut Sulawesi, dan Samudra Pasifik. Di sebelah selatan
berbatasan dengan Samudra Hindia, Laut Timor, negara Timor Leste, dan Laut
Arafura. Di sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia, dan di sebelah
timur berbatasan dengan negara Papua Nugini. Wilayah negara Indonesia
berbentuk Kepulauan (archipelago) dengan jumlah seluruh pulaunya 17.504 buah.
Luas wilayah Indonesia secara geografis 5.193.252 km2, dibagi atas wilayah
daratan seluas 1.904.569 km2 dan wilayah lautan seluas 3.288.683 km2. Sehingga
perbandingan antara luas wilayah daratan dan lautan 2:3.
Dewasa ini, Indonesia seperti negara-negara lainnya di dunia sedang
mengalami problem penduduk. Secara kuantitasnya terdapat tiga problem utama
penduduk yang dihadapi Indonesia, yaitu jumlah penduduk yang besar, tingkat
pertumbuhan penduduk tinggi, dan persebaran penduduk yang tidak merata.
Jumlah penduduk Indonesia berada pada urutan ke empat setelah negara Cina,
India, dan Amerika Serikat. Dari hasil pencacahan jiwa yang di lakukan di
Indonesia menunjukkan bahwa jumlah penduduknya terus bertambah.
Diperkirakan pada tahun 2005 kondisi jumlah penduduk Indonesia mencapai
241.973 jiwa. Jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara mengalami
perubahan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penduduk
yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan (migrasi).
Bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk dinamakan pertumbuhan
penduduk. Kondisi laju pertumbuhan di Indonesia terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Sebagai contoh laju pertumbuhan penduduk Indonesia antara
tahun 1990-2000 sebesar 1,49%, lalu antara tahun 2000-2003 terjadi kenaikan,
yakni mencapai 1,5%. Berikut ini disajikan peta pertumbuhan penduduk
Indonesia tahun 1990-2000 dan tahun 2000-2003. Indonesia memiliki masalah
persebaran penduduk yang tidak merata dari tiap pulau dan provinsinya.
Persebaran penduduk berkaitan dengan kepadatan penduduk. Kepadatan
penduduk adalah angka yang menunjukkan perbandingan jumlah rata-rata
penduduk dalam satuan wilayah seluas satu kilometer persegi. Faktor-faktor
lingkungan geografis yang mempengaruhi persebaran penduduk, antara lain
lokasi, iklim, relief, tanah, sumber daya alam, sumber daya air, dan kebudayaan.
b. Kualitas Penduduk Menyangkut problem kondisi kualitas penduduk yang di
hadapi oleh Indonesia, antara lain meliputi kondisi tingkat pendidikan, kesehatan,
dan perekonomian. Masalah yang dihadapi bidang pendidikan di Indonesia, yaitu
masih rendahnya tingkat pendidikan yang dicirikan oleh jumlah fasilitas dan
prasarana yang belum tersebar merata, anggapan pendidikan bukan hal penting,
dan pendapatan per kapita penduduk yang masih rendah sehingga banyak anak
putus sekolah. Permasalahan di bidang kesehatan, yaitu masih buruknya kondisi
gizi untuk kebutuhan ibu dan bayi, sehingga tingkat kematian bayi masih tinggi,
angka usia harapan hidup rendah, kondisi lingkungan masih rendah menyebabkan
timbulnya bermacam-macam penyakit, seperti DBD dan flu burung, ketersediaan
fasilitas dan prasarana kesehatan masih minim terutama di daerah-daerah
terpencil. Di bidang perekonomian, yaitu masih rendahnya daya beli masyarakat
pada kebutuhan barang-barang pokok disebabkan tingkat pendapatan per kapita
rata-rata masyarakat masih di bawah standar kelayakan hidup, tingkat
pengangguran tinggi sebab pertambahan jumlah penduduk tidak diimbangi
dengan penyediaan lapangan pekerjaan.
a. Permasalahan Gizi yang ada di Indonesia
Masalah gizi makro di Indonesia dan di negara berkembang pada
umumnya adalah Kurang Energi dan Protein (KEP) dan sejak beberapa decade ini
perlahan bergeser menjadi masalah gizi ganda. Selain masalah gizi makro, bangsa
Indonesia masih dihadapkan pula pada masalah gizi mikro yang permasalahannya
terus berkembang, dimulai dari masalah Anemia Gizi Besi, Kekurangan Vitamin
A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), dan akhir-akhir ini
mulai lebih diteliti gangguan akibat kekurangan Zink, Folat maupun Selenium.
Masalah gizi di Indonesia dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kemiskinan,
kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, keluarga berencana, dan faktor lainnya.
Oleh karena itu permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari
berbagai sektor yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi. Upaya
percepatan perbaikan gizi akan diarahkan pada penyusunan program prioritas di
kementerian terkait, mobilisasi sumber dana, sarana dan daya, advokasi serta
pendidikan masyarakat untuk program perbaikan gizi.

b. Prevalensi Masalah Gizi Mikro Di Indonesia


Anemia Gizi Besi
Anemia gizi besi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan/atau
vitamin B12, semuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan
hayati rendah, dan kecacingan yang masih tinggi. Dampak kekurangan zat besi
pada ibu hamil dapat diamati dari besarnya angka kesakitan dan kematian
maternal, antara lain pendarahan pascapartum (disamping eklampsia, dan penyakit
infeksi) dan plasenta previa yang semuanya bersumber pada anemia defisiensi.
(Arisman, 2009). Berdasarkan survey RISKESDAS 2007, diketahui bahwa
anemia masih mengenai berbagai golongan umur dengan prevalensi anemia
tertinggi di Indonesia terjadi pada balita dengan rentang usia 1-4 tahun yaitu
sebesar 27,7%. Dalam Unicef, 2005 menuliskan bahwa resiko kematian tertinggi
karena anemia terjadi saat kehamilan. Unicef menyebutkan bahwa saat kehamilan
30 kali lebih besar terjadi pada ibu hamil yang berada dinegara berkembang
dibanding di negara maju. Secara keseluruhan terjadinya anemia saat kehamilan
merupakan Indikator yang baik untuk wanita hamil. Anemia yang moderate dan
parah merupakan akibat dari asupan zat besi yang tidak memadai dan adanya
infeksi yang terjadi pada ibu hamil. Survey Unicef, 2005 menunjukkan bahwa
hampir seluruh populasi yang disurvey secara global di hampir semua negara di
dunia terkena anemia. Angka prevalensi anemia secara global diseluruh dunia
dari tahun 1995-2005 adalah tertinggi pada anak usia pra sekolah sebanyak
76,1%, ibu hamil 69%, wanita usia subur 73,5%, sedikit rendah pada anak usia
sekolah 33% dan laki-laki 40,2% serta pada usia lanjut 39,1%. (Unicef, 2005).
Khusus untuk wilayah Asia Tenggara dan Western Pacific memiliki prevalensi
anemia tertinggi untuk anak prasekolah, wanita hamil dan wanita usia subur.
Kejadian anemia yang terjadi Apabila dibandingkan pada beberapa negara terlihat
bahwa persentase anemia tertinggi pada ibu hamil tahun 1990 terjadi di Papuan
Nugini yang hampir mencapai 80%, Indonesia sekitar 60%, dan yang terendah
adalah <20% di Negara Thailand dan <10% di Malaysia. Sekitar tahun 2003
negara Myanmar menunjukkan prevalensi anemia tertinggi yaitu >70%.

Kekurangan Vitamin A (KVA)


Berdasarkan survey pada beberapa wilayah di dunia, secara global terlihat
bahwa untuk anak usia prasekolah dan wanita hamil diperoleh data sebagai
berikut : rabun senja adalah 54% dan 55%, dan dengan data survey serum retinol
76% dan 19%. Oleh WHO wilayah cakupan bervariasi dimana untuk buta senja
anak usia sekolah tertinggi di Asia Tenggara (82,4%) dan Pasifik barat (87,3%),
dan sangat rendah di Eropa (1%) dan nihil di Amerika (0%). Sedangkan untuk
buta senja pada wanita hamil adalah tertinggi di Asia Tenggara (96,8%) dan
terendah di Eropa.
Gangguan Akibat Kekurangan yodium (GAKY)
Kekurangan yodium sesungguhnya telah mendunia dan bukan hanya masalah
gangguan gizi di Indonesia. Berdasarkan taksiran WHO dan UNICEF, sekitar satu
juta penduduk di Negara yang tengah berkembang berisiko mengalami
kekurangan yodium, semata karena kesalahan mereka memilih tempat bermukim
di tanah yang tidak cukup mengandung yodium. Dalam skala global, GAKY telah
menjadi masalah di lebih kurang 118 negara, yang mencederai 1572 juta orang.
Sekitar 12% penduduk dunia (atau sekitar 655 juta orang) menderita gondok, 11,2
juta mengalami cretin, dan 43 juta menderita gangguan mental dengan berbagai
tingkatan (Arisman, 2009). Berdasarkan survey yang dilakukan bahwa defisiensi
Iodium masih merupakan masalah bagi sekitar 45 negara di dunia. Defisiensi
iodium merupakan masalah bagi Negara berkembang dan beberapa Negara maju
didunia. Faktanya, bahkan negara Eropa diperkirakan memiliki prevalensi intake
iodium yang kurang memadai sekitar 52%.

Kekurangan Mineral Mikro lainnya (Zinc, Folat, dll)


Menurut Global Report, 2009 bahwa defisiensi vitamin A dan zinc
merupakan bagian yang paling berbahaya untuk anak, karena mereka rentan
terhadap penyakit campak, diare dan malaria. 20-24% kematian anak-anak
dikarenakan ke-3 penyakit tersebut, salah satunya disebabkan karena
ketidakcukupan intake vitamin A dan Zinc. Defisiensi vitamin A umumnya
hampir mengenai sekitar 670.000 anak balita didunia dan defisiensi zinc hampir
sekitar 450.000 anak. Kira-kira sepertiga dari anak-anak berusia 5 tahun di dunia
memiliki intake yang tidak adekuat terhadap vitamin A dan Zinc. Penelitian
menunjukkan bahwa penyakit diare menyebabkan 18% kematian pada anak-anak
dibawah lima tahun. Studi menunjukkan bahwa Zinc , terutama dengan pemberian
rehidrasi terapi oral, dapat menurunkan insiden diare pada anak hingga 27% dan
ternyata dapat pula menurunkan insiden infeksi gangguan pernafasan akut hingga
15%.

2.2 Program Pelayanan Kesehatan di Papua Nugini, Timor Leste dan


Indonesia
A. Program Kesehatan Papua Nugini
Ketika menyangkut kesehatan dan gizi, Papua Nugini tetap menjadi
salah satu negara dengan kinerja paling buruk di kawasan Asia Timur Pasifik.
Inilah sebabnya mengapa UNICEF mendukung upaya Pemerintah untuk fokus
pada perawatan bayi baru lahir, imunisasi dan gizi.
Perawatan yang baru lahir
Kematian neonatal berkontribusi secara signifikan terhadap tingkat
kematian balita di Papua Nugini. Memperbaiki intervensi perawatan bayi baru
lahir di negara ini adalah cara utama untuk mengurangi angka kematian balita dan
membantu menjaga agar anak tetap sehat. UNICEF mendukung Departemen
Kesehatan Nasional untuk meluncurkan sebuah paket perawatan bayi baru lahir
yang sangat penting di negara ini. Ini termasuk dukungan UNICEF untuk rencana
tindakan lima tahun ditambah dengan penyelesaian kebijakan nasional perawatan
bayi yang baru lahir. UNICEF juga mendukung Pemerintah untuk melaksanakan
pelatihan, pembinaan dan pendampingan petugas kesehatan. UNICEF juga
mendukung pelatih yang menyediakan pelatihan di tempat untuk petugas
kesehatan dari ruang persalinan. Setelah diujicobakan pada tahun 2014, inisiatif
ini sekarang berkembang dengan tujuan untuk mencakup seluruh negara. UNICEF
bekerja sama dengan WHO untuk memajukan agenda perawatan bayi yang baru
lahir di PNG.
Nutrisi
Di bidang gizi, UNICEF dan mitra lainnya telah meningkatkan upaya
untuk memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan gizi anak-anak dan ibu-ibu. Ini
termasuk dengan menyediakan suplemen gizi (misalnya Vitamin A yang
ditujukan untuk anak-anak, asam folat besi kepada wanita hamil dan suplemen
seng untuk diare) dan perawatan cacing untuk menghilangkan kelaparan. UNICEF
juga membantu Pemerintah memperkenalkan penanganan komprehensif
malnutrisi akut akut untuk mengurangi kematian anak-anak, termasuk pelatihan
profesional kesehatan. Pada saat yang sama, sumbangan makanan terapeutik
untuk membantu memberi makan yang paling membutuhkan telah dikirim ke 15
rumah sakit di seluruh negeri. Selain itu, UNICEF bekerja sama dengan
Pemerintah di tingkat nasional dan sub-nasional untuk memperkuat kapasitas
untuk mengatasi masalah gizi, dan untuk membantu melindungi anak-anak selama
1000 hari pertama kehidupan kritis.
Imunisasi
Di bidang imunisasi, UNICEF telah mengarahkan upaya untuk
meningkatkan kapasitas petugas kesehatan dalam mengelola imunisasi rutin.
Beberapa provinsi telah didukung untuk memperbarui pengetahuan petugas
kesehatan tentang imunisasi rutin, pengelolaan rantai dingin dan vaksin melalui
serangkaian pelatihan penyegaran. UNICEF membantu Pemerintah mendapatkan
vaksin rutin, dengan dukungan dari GAVI, sekaligus membimbing Pemerintah
dalam pengadaan peralatan rantai dingin. UNICEF juga telah memberikan
dukungan teknis dan finansial kepada Pemerintah untuk mencapai eliminasi
tetanus ibu dan bayi baru lahir (MNTE). Meskipun ada tantangan besar seperti
akses geografis yang buruk dan sumber daya keuangan dan manusia yang
terbatas, seluruh negara telah berhasil menyelesaikan putaran pertama vaksinasi
TT untuk wanita usia subur (14-45 tahun) dengan cakupan lebih dari 80% di
seluruh negeri. Pendekatan ini akan diperkuat selama tahun-tahun mendatang
untuk memastikan pencapaian total MNTE. UNICEF juga berpasangan dengan
WHO untuk memanfaatkan sepenuhnya dukungan GAVI dan melengkapi
pengenalan beberapa vaksin baru di negara ini. Vaksin pneumokokus telah
diperkenalkan dan diluncurkan secara progresif. Dua vaksin baru tambahan
(measles-rubella dan IPV) juga diperkenalkan. UNICEF juga melakukan
pemantauan dan evaluasi program imunisasi secara berkala untuk memastikan
setiap anak tercapai.

B. Program Kesehatan Timor Leste


Pemerintah Timor-Leste komit untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang berkualitas secara efisien dan efektif dalam upaya mengatasi berbagai
masalah kesehatan yang dialami penduduk. Kementrian Kesehatan telah
menginisiasi program pembangunan nasional kesehatan untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan
MDGs yang ditargetkan pada tahun 2015. Program kesehatan nasional yang sudah
ditetapkan Pemerintah Timor-Leste adalah:
1. Program Kesehatan Ibu dan Anak yang mencakup pelayanan obstetrik
darurat dasar, asuhan esensial pada bayi baru lahir, Manajemen Terpadu
Balita Sakit (IMCI), pilihan pelayanan kesehatan reproduktif.
2. Program promosi, perlindungan dan pencegahan yang mencakup; program
imunisasi nasional, penggunaan kelambu, pendidikan tentang nutrisi dan
promosi untuk pertumbuhan dan gizi sehat, kesehatan jiwa, alkohol,
penyalahgunaan obat dan tembakau, STIs, HIV/AIDS, perawatan mata,
perawatan mulut, air minum yang aman dan pengamanan makanan,
vitamin A dan suplemen zat besi serta yodium.
3. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Epidemik.
4. Program Manajemen Terpadu beberapa Penyakit tertentu, seperti; Malaria,
Demam berdarah, HAST [STIs & HIV/AIDS & TB], Lepra, Infeksi
Saluran Pernafasan, diare, penyakit parasit, hipertensi dan diabetes,
penyakit terkait dengan kebiasaan merokok.
5. Pelayanan darurat pada kasus trauma dan kecelakaan, seperti; kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan di rumah dan tempat kerja.

C. Program Kesehatan Indonesia


Ada tiga masalah gizi yang sudah dapat dikendalikan, yaitu Kekurangan
Vitamin A pada anak Balita, Gangguan Akibat Kurang Iodium dan Anemia Gizi
pada anak 2-5 tahun. Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada
anak Balita sudah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui
distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi konsumsi
makanan sumber vitamin A. Dua survei terakhir tahun 2007 dan 2011
menunjukkan, secara nasional proporsi anak dengan serum retinol kurang dari 20
ug sudah di bawah batas masalah kesehatan masyarakat, artinya masalah kurang
vitamin A secara nasional tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penanggulangan GAKI dilakukan sejak tahun 1994 dengan mewajibkan semua
garam yang beredar harus mengandung iodium sekurangnya 30 ppm. Data status
Iodium pada anak sekolah sebagai indikator gangguan akibat kurang Iodium
selama 10 tahun terakhir menunjukkan hasil yang konsisten. Median Ekskresi
Iodium dalam Urin (EIU) dari tiga survai terakhir berkisar antara 200-230 g/L,
dan proporsi anak dengan EIU <100 g/L di bawah 20%. Secara nasional masalah
gangguan akibat kekurangan Iodium tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Masalah gizi ketiga yang sudah bisa dikendalikan adalah anemia gizi
pada anak 2-5 tahun. Prevalensi anemia pada anak mengalami penurunan, yakni
51,5% (1995) menjadi 25,0% (2006) dan 17,6% (2011) (Kemenkes RI, 2012).
BAB III
PEMBAHASAN
Papua Nugini sebagai sebuah Negara memiliki masalah yang cukup serius
di bidang kesehatan, dimana tingkat kesehatan disana masih sangat rendah.
Penyakit yang paling berbahaya disana adalah penyakit hepatitis, demam
berdarah, dan malaria. Tingkat kerentanan penduduk terhadap penyakit tersebut
menurut CIA termasuk sangat tinggi. Selain itu di Papua Nugini juga terdapat
HIV/AIDS yang menjadi masalah serius kesehatan disana. Tercatat 0.5% dari
penduduknya pada tahun 2012 menderita HIV/AIDS dan menempati peringkat 72
dunia. Jumlah kematian akibat HIV/AIDS pada tahun 2012 mencapai 1000 orang
dan penduduk yang hidup dengan penyakit HIV/AIDS sebayak 24.900 orang.
Selain masalah penyakt, masalah gizi juga terdapat disana, banyak bayi dibawah
usia 5 tahun yang kekurangan gizi, dimana 18,1% bayi dibawah 5 tahun
mengalami kekurangan gizi dan memiliki berat badan dibawah normal.

Dua dari lima orang penduduk dalam kondisi miskin, pada umumnya
penduduk yang tinggal di perdesaan terutama di wilayah barat. Dua puluh persen
penduduk hanya berpenghasilan US$1 per hari dan lebih dari 60% kurang dari
US$2 yang diperberat dengan tingginya angka pengangguran (43%). Kondisi ini
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian dan
kesakitan pada penduduk Timor-Leste. Data terakhir, Timor-Leste menempati
urutan ke 142 dari 177 negara untuk Human Development Index. Di antara
indikator kesehatan, ternyata angka kematian bayi, angka kematian balita dan
angka kematian ibu menunjukkan status kesehatan penduduk yang
memprihatinkan. Angka Kematian Bayi 88 per 1000 kelahiran hidup. Angka
Kematian Neonatal 33 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita adalah
130 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi dan balita yang tinggi
merupakan akibat dari tingginya proporsi anak yaitu lebih dari separuh yang
meninggal sebagai akibat dari malnutrisi atau gizi buruk, serta kurang dari
seperempat anak anak dengan gejala demam atau ISPA/ARI dibawa ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang memadai.
Masalah gizi makro di Indonesia dan di negara berkembang pada
umumnya adalah Kurang Energi dan Protein (KEP) dan sejak beberapa decade ini
perlahan bergeser menjadi masalah gizi ganda. Selain masalah gizi makro, bangsa
Indonesia masih dihadapkan pula pada masalah gizi mikro yang permasalahannya
terus berkembang, dimulai dari masalah Anemia Gizi Besi, Kekurangan Vitamin
A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), dan akhir-akhir ini
mulai lebih diteliti gangguan akibat kekurangan Zink, Folat maupun Selenium.
Masalah gizi di Indonesia dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kemiskinan,
kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, keluarga berencana, dan faktor lainnya.
Oleh karena itu permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari
berbagai sektor yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi. Upaya
percepatan perbaikan gizi akan diarahkan pada penyusunan program prioritas di
kementerian terkait, mobilisasi sumber dana, sarana dan daya, advokasi serta
pendidikan masyarakat untuk program perbaikan gizi.
Setiap negara mempunyai program yang berbeda untuk mengatasi masalah
gizi dinegaranya, dibandingkan dengan Papua Nugini dan Timor Leste kesehatan
dan gizi di Indonesia masih tergolong baik dan layak karena di Indonesia ada
banyak program dan regulasi yang mengatur masalah kesehatan dan gizi, serta
sumber daya alam dan sumber daya manusia yang jauh lebih baik kualitasnya
dibanding dengan Papua Nugini dan Timor Leste
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penyakit yang paling berbahaya di Papua Nugini adalah penyakit hepatitis,
demam berdarah, dan malaria. Tingkat kerentanan penduduk terhadap
penyakit tersebut menurut CIA termasuk sangat tinggi. Selain itu di Papua
Nugini juga terdapat HIV/AIDS yang menjadi masalah serius kesehatan
disana.
Indikator kesehatan di Timor Leste diantaranya angka kematian bayi,
angka kematian balita dan angka kematian ibu menunjukkan status
kesehatan penduduk yang memprihatinkan. Angka Kematian Bayi 88 per
1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Neonatal 33 per 1000 kelahiran
hidup dan angka kematian balita adalah 130 per 1000 kelahiran hidup.
Angka kematian bayi dan balita yang tinggi merupakan akibat dari
tingginya proporsi anak yaitu lebih dari separuh yang meninggal sebagai
akibat dari malnutrisi atau gizi buruk, serta kurang dari seperempat anak
anak dengan gejala demam atau ISPA/ARI dibawa ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang memadai.
Masalah gizi makro di Indonesia dan di negara berkembang pada
umumnya adalah Kurang Energi dan Protein (KEP), masalah gizi mikro
yang permasalahannya terus berkembang, dimulai dari masalah Anemia
Gizi Besi, Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan
Iodium (GAKI), dan akhir-akhir ini mulai lebih diteliti gangguan akibat
kekurangan Zink, Folat maupun Selenium.
Papua Nugini tetap menjadi salah satu negara dengan kinerja paling buruk
di kawasan Asia Timur Pasifik. UNICEF mendukung upaya Pemerintah
untuk fokus pada perawatan bayi baru lahir, imunisasi dan gizi.
6. Program kesehatan nasional yang sudah ditetapkan Pemerintah Timor
Leste adalah: Program Kesehatan Ibu dan Anak, Program promosi,
perlindungan dan pencegahan yang mencakup; program imunisasi
nasional, penggunaan kelambu, pendidikan tentang nutrisi dan promosi
untuk pertumbuhan dan gizi sehat, kesehatan jiwa, alkohol,
penyalahgunaan obat dan tembakau, STIs, HIV/AIDS, perawatan mata,
perawatan mulut, air minum yang aman dan pengamanan makanan,
vitamin A dan suplemen zat besi serta yodium, Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Epidemik, Program Manajemen Terpadu beberapa
Penyakit tertentu, Pelayanan darurat pada kasus trauma dan kecelakaan

Ada tiga masalah gizi yang sudah dapat dikendalikan, yaitu Kekurangan
Vitamin A pada anak Balita, Gangguan Akibat Kurang Iodium dan
Anemia Gizi pada anak 2-5 tahun. Penanggulangan masalah Kurang
Vitamin A (KVA) pada anak Balita sudah dilaksanakan secara intensif
sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan,
dan peningkatan promosi konsumsi makanan sumber vitamin A.
4.2 Saran
Indonesia perlu meningkatkan program yang berhubungan dengan
kesehatan dan gizi sehingga angka kesakitan dan kematian dapat segera di
atasi
Indonesia perlu memperkuat regulasi dan kebijakan yang berhubungan
dengan gizi agar Indonesia masalah gizi yang menyebabkan menurunnya
kuaitas sumber daya manusianya
Perlunya kerja sama dengan negara-negara tetangga ataupun negara
lainnya untuk saling membantu dalam masalah gizi global.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/17/01/06/ojcb46-malnutrisi-
masih-jadi-problem-dunia

http://indonesiannursing.com/kondisi-kesehatan-dan-keperawatan-di-timor-leste/

http://kataloggeografi.blogspot.co.id/2014/07/papua-nugini.html
Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan
Dasar . Jakarta

http://materipelajaranterbaruips.blogspot.com/2016/03/letak-luas-batas-wilayah-
keadaan-alam_92.html

https://www.google.com/search?q=status+gizi+timor+leste&ie=utf-8&oe=utf-
8&client=firefox-b

http://www.depkes.go.id/article/print/15021300004/status-gizi-pengaruhi-kualitas-
bangsa.html

https://ugm.ac.id/id/berita/13208-jutaan.balita.di.indonesia.mengalami.masalah.gizi

https://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/masalah-masalah-gizi-di-indonesia-
2/

https://www.scribd.com/document/239378330/MASALAH-GIZI-DI-
INDONESIA#

https://www.unicef.org/png/activities_4364.html

http://kataloggeografi.blogspot.co.id/2014/07/perbandingan-kualitas-manusia-
dan.html

Anda mungkin juga menyukai