PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,
namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor,
oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor
yang terkait. Masalah gizi, meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan
pangan, pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan
pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis (bencana kekeringan,
perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga
memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Menyadari hal itu, peningkatan
status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota
masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Dalam
konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tetapi juga
masalah kemiskinan, pemerataan, dan masalah kesempatan kerja. Data WHO
tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang adalah sekitar 27% dari
populasi balita di negara-negara yang tergabung dalam SEARO (Bangladesh,
Bhutan, Korea, India, Indonesia, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri Lanka,
Thailand, Timor-Leste). Prevalensi gizi kurang yang tinggi yaitu lebih dari 35%
terdapat di Bangladesh, India, Nepal, dan Timor-Leste dan yang rendah dari 5%
yaitu Thailand (WHO, 2007).
Kekurangan gizi masih menjadi ancaman serius dunia. Laporan
independen bertajuk Global Nutrition Report 2016 yang disusun oleh
International Food Policy Research Institute mengungkapkan bahwa 44 persen
dari 129 negara yang disurvei mengalami tingkat kekurangan gizi dan problem
obesitas yang sangat serius. Malnutrisi memanifestasikan dirinya dalam berbagai
cara: tumbuh kembang anak menjadi lambat; rentan terhadap in feksi; dan saat
dewasa rentan obesitas dan atau darahnya mengandung terlalu banyak gula,
garam, lemak, atau kolesterol; atau mereka yang kekurangan vitamin atau mineral
penting. Malnutrisi bertanggung jawab untuk hampir separuh dari semua kematian
anak-anak di bawah usia lima tahun. Bersama-sama dengan pola makan yang
buruk, malnutrisi menjadi penyebab nomor satu beban penyakit global. Setidak
nya 57 negara mengalami tingkat serius dari baik dalam kekurangan gizi maupun
kelebihan berat badan atau obesitas pada orang dewasa. Sebanyak 13 negara,
termasuk Papua Nugini dan Eritrea serta Niger dan Malawi - di mana kerawanan
pangan merupakan masalah terbesar stunting atau kekerdilan diperkirakan baru
bisa diberantas dalam 122 tahun setelah 2030, yaitu pada 2152. Stunting adalah
hasil dari gizi buruk pada dua tahun pertama kehidupan anak, yang menyebabkan
pertumbuhan fisik serta perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak
terganggu. Papua Nugini sebagai sebuah Negara memiliki masalah yang cukup
serius di bidang kesehatan, dimana tingkat kesehatan disana masih sangat rendah.
Penyakit yang paling berbahaya disana adalah penyakit hepatitis, demam
berdarah, dan malaria. Tingkat kerentanan penduduk terhadap penyakit tersebut
menurut CIA termasuk sangat tinggi. Selain itu di Papua Nugini juga terdapat
HIV/AIDS yang menjadi masalah serius kesehatan disana. Tercatat 0.5% dari
penduduknya pada tahun 2012 menderita HIV/AIDS dan menempati peringkat 72
dunia. Jumlah kematian akibat HIV/AIDS pada tahun 2012 mencapai 1000 orang
dan penduduk yang hidup dengan penyakit HIV/AIDS sebayak 24.900 orang.
Selain masalah penyakt, masalah gizi juga terdapat disana, banyak bayi dibawah
usia 5 tahun yang kekurangan gizi, dimana 18,1% bayi dibawah 5 tahun
mengalami kekurangan gizi dan memiliki berat badan dibawah normal.
Dinegara Timor Leste, Dua dari lima orang penduduk dalam kondisi
miskin, pada umumnya penduduk yang tinggal di perdesaan terutama di wilayah
barat. Dua puluh persen penduduk hanya berpenghasilan US$1 per hari dan lebih
dari 60% kurang dari US$2 yang diperberat dengan tingginya angka
pengangguran (43%). Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingginya angka kematian dan kesakitan pada penduduk Timor-
Leste. Data terakhir, Timor-Leste menempati urutan ke 142 dari 177 negara
untuk Human Development Index. Di antara indikator kesehatan, ternyata angka
kematian bayi, angka kematian balita dan angka kematian ibu menunjukkan status
kesehatan penduduk yang memprihatinkan. Angka Kematian Bayi 88 per 1000
kelahiran hidup. Angka Kematian Neonatal 33 per 1000 kelahiran hidup dan
angka kematian balita adalah 130 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi
dan balita yang tinggi merupakan akibat dari tingginya proporsi anak yaitu lebih
dari separuh yang meninggal sebagai akibat dari malnutrisi atau gizi buruk, serta
kurang dari seperempat anak anak dengan gejala demam atau ISPA/ARI dibawa
ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang memadai
(BSP, 2007; MoH, 2007). Timor-Leste merupakan salah satu Negara dengan
Angka Kematian Ibu tertinggi di wilayah Asia Tenggara, dengan estimasi hingga
880 ibu meninggal dalam 100,000 kelahiran hidup. Dari sekitar 45,000 persalinan
setiap tahun, sekitar 400 orang meninggal, yang berarti lebih dari satu orang ibu
melahirkan yang meninggal setiap hari (BSP, 2007). Penyebab utama tingginya
kematian ibu adalah karena masalah yang berhubungan dengan komplikasi
kehamilan dan kelahiran bayi. Kondisi ini diperberat dengan besarnya proporsi
ibu hamil (90%) yang melahirkan di rumah dan hanya ditolong oleh tenaga tidak
terampil seperti dukun beranak yang tidak saja menimbulkan kematian pada ibu,
tapi juga pada neonatus/bayi. Satu dari 16 orang perempuan Timor meninggal
selama kehamilan.
Perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3,
yaitu: Masalah gizi yang secara public health sudah terkendali; Masalah yang
belum dapat diselesaikan (un-finished); dan Masalah gizi yang sudah meningkat
dan mengancam kesehatan masyarakat (emerging). Masalah gizi lain yang juga
mulai teridentifikasi dan perlu diperhatikan adalah defisiensi vitamin D (Depkes
RI, 2012). Jutaan anak berusia di bawah lima tahun mengalami permasalahan gizi
ganda (double burden) gizi lebih dan kurang. Sebagian anak mengalami obesitas,
namun sebagian lainnya mengalami stunting atau tubuh pendek, kurus, hingga
gizi buruk. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat bahwa 18,8 %
balita usia 0-5,9 bulan mengalami kurang gizi, 29% mengalami stunting akibat
kurang gizi menahun. Sementara di sisi lain, terdapat 1,6% balita yang mengalami
obesitas.
1.2 Tujuan Penulisan
a. Mengetahui masalah gizi di Papua Nugini, Timor Leste dan Indonesia
b. Membandingkan masalah gizi di Papua Nugini, Timor Leste dan Indonesia
c. Mengetahui prioritas gizi yang ada di Papua Nugini, Timor Leste dan
Indonesia
d. Mengetahui kebijakan gizi yang ada di Papua Nugini, Timor Leste dan
Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masalah Gizi di Papua Nugini, Timor Leste, dan Indonesia
A. Masalah Gizi di Papua Nugini
Papua Nugini atau Papua Guinea Baru adalah sebuah negara yang terletak
di bagian timur Pulau Papua dan berbatasan darat dengan Provinsi Papua
(Indonesia) di sebelah barat. Benua Australia di sebelah selatan dan negara-negara
Oseania berbatasan di sebelah selatan, timur, dan utara. Ibu kotanya, dan salah
satu kota terbesarnya, adalah Port Moresby. Papua Nugini adalah salah satu
negara yang paling bhinneka di Bumi, dengan lebih dari 850 bahasa lokal asli dan
sekurang-kurangnya sama banyaknya dengan komunitas-komunitas kecil yang
dimiliki, dengan populasi sekitar 6 juta jiwa. Papua Nugini juga salah satu negara
yang paling luas wilayah perkampungannya, dengan hanya 18% penduduknya
menetap di pusat-pusat perkotaan.Negara ini adalah salah satu negara yang paling
sedikit dijelajahi, secara budaya maupun geografis, dan banyak jenis tumbuhan
dan binatang yang belum ditemukan diduga ada di pedalaman Papua Nugini.
Sebagian besar penduduk menetap di dalam masyarakat tradisional dan
menjalankan sistem pertanian sederhana yang hanya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan sendiri. Masyarakat dan marga ini memiliki beberapa pengakuan
tersirat di dalam kerangka undang-undang dasar negara Papua Nugini. Undang-
Undang Dasar Papua Nugini (Pembukaan 5(4)) menyatakan harapan bagi
kampung dan komunitas tradisional untuk tetap menjadi satuan kemasyarakatan
yang lestari di Papua Nugini, dan untuk langkah-langkah aktif yang diambil untuk
melestarikannya. Dewan Perwakilan Rakyat Papua Nugini telah memberlakukan
beberapa undang-undang di mana sejenis "Tanah ulayat" diakui, artinya bahwa
tanah-tanah tradisional pribumi memiliki beberapa landasan hukum untuk
memproteksi diri dari campur tangan kaum pendatang yang bertindak berlebihan.
Tanah ulayat ini disebutkan melingkupi sebagian besar tanah yang dapat
digunakan di negara ini (sekitar 97% seluruh daratan) tanah yang dapat diolah
oleh kaum pendatang bisa saja berupa milik perseorangan di bawah syarat
pinjaman dari negara atau tanah milik pemerintah.
Kondisi geografi negara Papua Nugini beragam dan di beberapa tempat
sangat kasar. Sebuah barisan pegunungan memanjang di Pulau Papua, membentuk
daerah dataran tinggi yang padat penduduk. Hutan hujan yang padat dapat
ditemukan di dataran rendah dan daerah pantai. Rupa bumi yang sedemikian telah
membuatnya menjadi sulit bagi pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur
transportasi. Di beberapa daerah, pesawat terbang adalah satu-satunya modus
transportasi. Setelah diperintah oleh tiga kekuatan asing sejak 1884, Papua Nugini
merdeka dari Australia pada tahun 1975. Kini Papua Nugini masih menjadi bagian
dari dunia persemakmuran. Banyak penduduk hidup dalam kemiskinan yang
cukup buruk, sekitar sepertiga dari penduduk hidup dengan kurang dari US$ 1,25
per hari
a. Kualitas Fisik Manusia dan Penduduk Papua Nugini
1. Komposisi Penduduk
Penduduk Papua Nugini terdiri dari berbagai suku diantaranya yaitu Suku
Melanesia, Suku Papua, Suku Negrito, Suku Mikronesia, dan Polinesia. Bahasa
yang digunakan di Papua Nugini diantaranya yaitu Bahasa Tok Pisin, Bahasa
Ingrris, dan Bahasa Hirimotu yang merupakan bahasa resmi. Sekitar 836 bahasa
lokal juga terdapat disana dan lebih dari 1.000 bahasa dialog yang berbeda
terdapat disana. Jumlah penduduk Negara Papua Nugini menurut data Central
Inteligence Agency (CIA) pada bulan juli 2014 adalah sebesar 6.552.221 jiwa
dengan komposisi sebagai berikut:
Komposisi Penduduk Negara Papua Nugini
Kelompok Jumlah Penduduk
Jumlah Persentase
Umur Laki-Laki Perempuan
0-14 1.165.911 1.125.104 2.291.015 35
15-24 652.548 635.411 1.287.959 19.7
25-54 1.226.213 1.146.951 2.373.164 36.2
55-64 173.019 169.329 342.348 5.2
>65 134.396 123.329 257.698 3.8
Jumlah Total 3.352.087 3.200.124 6.552.221 100
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa penduduk di Papua Nugini lebih
banyak di dominasi oleh laki-laki. Selain itu, jumlah penduduk usia muda di
Papua Nugini juga sangat banyak, hampir sepertiga jumlah penduduknya adalah
usia muda dengan rata-rata umur penduduk papua nugini adalah 22,4 tahun.
Negara papua Nugini memiliki laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.84 %, ini
termasuk lebih kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Negara
Indonesia.
2. Beban Ketergantungan
Dari data diatas dapat dilihat bahwa angka ketergantungan di Papua nugini
cukup besar, dimana setiap 100 orang usia produktif menanggung sebanyak 71
orang usia non produktif. Beban ketergantungan yang ada di Papua Nugini sendiri
sebagian besar disumbang oleh usia belum produktif yakni antara 0-14 tahun. Ini
menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada usia ini cukup besar.
3. Tingkat Kelahiran dan Tingkat Kematian
Tingkat kelahiran : Tingkat kelahiran di Negara Papua Nugini adalah
24,89 per seribu penduduk pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kelahiran di Papua Nugini cukup tinggi. Dimana setiap wanita seumur
hidup rata-rata melahirkan anak sebanyak 3.24 bayi setiap wanita.
Tingkat Kematian: Negara Papua Nugini memiliki tingkat kematian yaitu
sebesar 6,53 kematian perseribu penduduk pertahun. Ini membuktikan
bahwa tingkat kematian di Papua Nugini tidak begitu besar. Selain itu
tingkat kematian bayi adalah sebanyak 39,67 per seribu kelahiran.
Sedangkan bayi yang lahir hidup kemudian meninggal adalah 230
perseribu kelahiran bayi hidup. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kesehatan bayi disana masih sangat rendah, dimana banyak sekali bayi
yang telah terlahir dengan sehat namun belum usia anak-anak sudah
meninggal.
4. Angka Kesakitan
Papua Nugini sebagai sebuah Negara memiliki masalah yang cukup serius
di bidang kesehatan, dimana tingkat kesehatan disana masih sangat rendah.
Penyakit yang paling berbahaya disana adalah penyakit hepatitis, demam
berdarah, dan malaria. Tingkat kerentanan penduduk terhadap penyakit tersebut
menurut CIA termasuk sangat tinggi. Selain itu di Papua Nugini juga terdapat
HIV/AIDS yang menjadi masalah serius kesehatan disana. Tercatat 0.5% dari
penduduknya pada tahun 2012 menderita HIV/AIDS dan menempati peringkat 72
dunia. Jumlah kematian akibat HIV/AIDS pada tahun 2012 mencapai 1000 orang
dan penduduk yang hidup dengan penyakit HIV/AIDS sebayak 24.900 orang.
Selain masalah penyakt, masalah gizi juga terdapat disana, banyak bayi dibawah
usia 5 tahun yang kekurangan gizi, dimana 18,1% bayi dibawah 5 tahun
mengalami kekurangan gizi dan memiliki berat badan dibawah normal.
b. Keadaan alam
Sebagian besar wilayah Timor Leste berupa pegunungan. Daerah
pegunungan terutama terdapat di daerah utara. Puncak tertinggi dari rangkaian
pegunungan di Timor Leste adalah di bagian pedalaman. Daerah sebelah selatan
berupa delta sungai dan rawa. Timor Leste juga memiliki daerah perbukitan.
Daerah ini ditumbuhi semak dan pohon ekaliptus. Timor Leste beriklim tropis.
Bagian sebelah selatan memiliki curah hujan yang lebih tinggi daripada daerah
lain. Namun demikian, daerah selatan memiliki musim kemarau yang lebih
panjang daripada daerah lain.
c. Keadaan penduduk
Jumlah penduduk Timor Leste sekitar 885.000 jiwa. Mereka terdiri dari
berbagai bangsa. Terdapat sekitar 15 kelompok suku bangsa di negara ini,
termasuk Indonesia dan Cina. Kegiatan ekonomi utama penduduk Timor Leste
adalah pertanian. Hasil utamanya adalah jagung, beras, singkong, millet, dan ubi.
Jagung merupakan hasil pertanian utama. Penduduk Timor Leste juga melakukan
usaha di bidang perkebunan. Hasilnya antara lain kopi, kelapa, cengkeh, dan kayu
cendana. Penduduk Timor Leste masih mengenal sistem barter. Sistem ini
terutama dilakukan penduduk yang tinggal di daerah pelosok.
d. Masalah Gizi dan Kesehatan di Timor Leste
Dua dari lima orang penduduk dalam kondisi miskin, pada umumnya
penduduk yang tinggal di perdesaan terutama di wilayah barat. Dua puluh persen
penduduk hanya berpenghasilan US$1 per hari dan lebih dari 60% kurang dari
US$2 yang diperberat dengan tingginya angka pengangguran (43%). Kondisi ini
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian dan
kesakitan pada penduduk Timor-Leste. Data terakhir, Timor-Leste menempati
urutan ke 142 dari 177 negara untuk Human Development Index(MoH, 2007).
Di antara indikator kesehatan, ternyata angka kematian bayi, angka
kematian balita dan angka kematian ibu menunjukkan status kesehatan penduduk
yang memprihatinkan. Angka Kematian Bayi 88 per 1000 kelahiran hidup. Angka
Kematian Neonatal 33 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita adalah
130 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi dan balita yang tinggi
merupakan akibat dari tingginya proporsi anak yaitu lebih dari separuh yang
meninggal sebagai akibat dari malnutrisi atau gizi buruk, serta kurang dari
seperempat anak anak dengan gejala demam atau ISPA/ARI dibawa ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang memadai (BSP, 2007;
MoH, 2007).
Timor-Leste merupakan salah satu Negara dengan Angka Kematian Ibu
tertinggi di wilayah Asia Tenggara, dengan estimasi hingga 880 ibu meninggal
dalam 100,000 kelahiran hidup. Dari sekitar 45,000 persalinan setiap tahun,
sekitar 400 orang meninggal, yang berarti lebih dari satu orang ibu melahirkan
yang meninggal setiap hari (BSP, 2007). Penyebab utama tingginya kematian ibu
adalah karena masalah yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan dan
kelahiran bayi. Kondisi ini diperberat dengan besarnya proporsi ibu hamil (90%)
yang melahirkan di rumah dan hanya ditolong oleh tenaga tidak terampil seperti
dukun beranak yang tidak saja menimbulkan kematian pada ibu, tapi juga pada
neonatus/bayi. Satu dari 16 orang perempuan Timor meninggal selama kehamilan.
Selain angka kematian yang tinggi pada bayi, balita dan ibu, angka
kesakitan penduduk juga cukup tinggi, terutama tuberculosis, penyakit yang
ditularkan melalui vektor, yaitu malaria, demam berdarah dan STI serta
HIV/AIDS. Tuberkulosis merupakan penyakit endemik di Timor-Leste, dengan
estimasi 140 kasus tuberculosis untuk setiap 100,000 penduduk. Dilaporkan
bahwa lebih dari 20-25% konsultasi di fasilitas kesehatan berhubungan langsung
dengan penyakit akibat nyamuk. Malaria falcifarum dan malaria vivax dicermati
lebih kurang sama, sedangkan Demam berdarah terjadi pada epidemik sporadik.
Begitu pula tentang masalah HIV/AIDS, walaupun data kurang adekuat, namun
tingkat perilaku yang berpotensi beresiko menunjukkan bahwa masalah ini akan
mempengaruhi semua usia.
Salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh tenaga kesehatan adalah
faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan. Ketika kunjungan rumah pada
pasien dengan masalah TBC di Aileu Vila, kondisi rumah yang memprihatinkan
dengan luas ruang yang amat terbatas. Rumah terlalu sempit untuk dihuni
keluarga besar, kurang ventilasi dan sinar matahari langsung yang bisa masuk ke
dalam rumah, serta lingkungan rumah yang kotor, ditambah lagi dengan perilaku
hidup sehat yang belum dimiliki. Kebiasaan hidup yang kurang mendukung
kesehatan, seperti tidak pernah menjemur kasur langsung di bawah sinar matahari,
kebersihan lingkungan dalam dan luar rumah tidak dipelihara dengan baik,
membuang sampah sembarangan dan tidak menerapkan prinsip prinsip
pencegahan penyakit dari seorang anggota keluarga kepada anggota keluarga yang
lain. Program DOTS yang tidak diimplementasikan secara benar, yaitu dengan
temuan kasus TB paru pada saat hari libur, pasien tidak diberi obat.
Masalah kesehatan dan risiko gangguan kesehatan yang sama, juga
ditemukan di Kecamatan Remexio saat kunjungan langsung pada September
2007. Terdapat banyak kasus kurang gizi pada semua kelompok umur, khususnya
anak anak dan perempuan. Kelemahan karena ketidaktahuan sebagai akibat dari
tingginya angka buta aksara atau rendahnya pendidikan dari sebagian besar
penduduk mempengaruhi kemampuan untuk memahami akibat dari perilaku yang
beresiko tinggi. Praktik budaya yang membahayakan seperti disparity dalam
proses pengambilan keputusan dan perilaku yang negatif untuk memperoleh
pelayanan kesehatan tampak mengkontribusi pada tidak optimalnya pemanfaatan
pelayanan kesehatan. Perempuan juga memiliki status yang rendah dalam
keluarga, ditambah lagi dengan beban kerja dan tanggung jawab rumah tangga
yang berat.
C. Masalah Gizi di Indonesia
Secara geografis wilayah Indonesia letaknya di antara dua benua dan dua
samudra, yaitu Benua Asia dengan Benua Australia. Sedangkan samudra yang
membatasi adalah Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak geografis ini
sangat memiliki pengaruh pada keberadaan wilayah Indonesia, baik dilihat dari
keadaan fisik dan sosial atau ekonomi dan politik. Lokasi geografis wilayah
Indonesia berada di kawasan Asia Tenggara. Posisi geografis wilayah Indonesia
berada di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan
Samudra Hindia. Batas-batas wilayah Indonesia secara geografis, sebelah utara
dengan Laut Andaman, Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Cina Selatan, negara
Malaysia, negara Filipina, Laut Sulawesi, dan Samudra Pasifik. Di sebelah selatan
berbatasan dengan Samudra Hindia, Laut Timor, negara Timor Leste, dan Laut
Arafura. Di sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia, dan di sebelah
timur berbatasan dengan negara Papua Nugini. Wilayah negara Indonesia
berbentuk Kepulauan (archipelago) dengan jumlah seluruh pulaunya 17.504 buah.
Luas wilayah Indonesia secara geografis 5.193.252 km2, dibagi atas wilayah
daratan seluas 1.904.569 km2 dan wilayah lautan seluas 3.288.683 km2. Sehingga
perbandingan antara luas wilayah daratan dan lautan 2:3.
Dewasa ini, Indonesia seperti negara-negara lainnya di dunia sedang
mengalami problem penduduk. Secara kuantitasnya terdapat tiga problem utama
penduduk yang dihadapi Indonesia, yaitu jumlah penduduk yang besar, tingkat
pertumbuhan penduduk tinggi, dan persebaran penduduk yang tidak merata.
Jumlah penduduk Indonesia berada pada urutan ke empat setelah negara Cina,
India, dan Amerika Serikat. Dari hasil pencacahan jiwa yang di lakukan di
Indonesia menunjukkan bahwa jumlah penduduknya terus bertambah.
Diperkirakan pada tahun 2005 kondisi jumlah penduduk Indonesia mencapai
241.973 jiwa. Jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara mengalami
perubahan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penduduk
yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan (migrasi).
Bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk dinamakan pertumbuhan
penduduk. Kondisi laju pertumbuhan di Indonesia terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Sebagai contoh laju pertumbuhan penduduk Indonesia antara
tahun 1990-2000 sebesar 1,49%, lalu antara tahun 2000-2003 terjadi kenaikan,
yakni mencapai 1,5%. Berikut ini disajikan peta pertumbuhan penduduk
Indonesia tahun 1990-2000 dan tahun 2000-2003. Indonesia memiliki masalah
persebaran penduduk yang tidak merata dari tiap pulau dan provinsinya.
Persebaran penduduk berkaitan dengan kepadatan penduduk. Kepadatan
penduduk adalah angka yang menunjukkan perbandingan jumlah rata-rata
penduduk dalam satuan wilayah seluas satu kilometer persegi. Faktor-faktor
lingkungan geografis yang mempengaruhi persebaran penduduk, antara lain
lokasi, iklim, relief, tanah, sumber daya alam, sumber daya air, dan kebudayaan.
b. Kualitas Penduduk Menyangkut problem kondisi kualitas penduduk yang di
hadapi oleh Indonesia, antara lain meliputi kondisi tingkat pendidikan, kesehatan,
dan perekonomian. Masalah yang dihadapi bidang pendidikan di Indonesia, yaitu
masih rendahnya tingkat pendidikan yang dicirikan oleh jumlah fasilitas dan
prasarana yang belum tersebar merata, anggapan pendidikan bukan hal penting,
dan pendapatan per kapita penduduk yang masih rendah sehingga banyak anak
putus sekolah. Permasalahan di bidang kesehatan, yaitu masih buruknya kondisi
gizi untuk kebutuhan ibu dan bayi, sehingga tingkat kematian bayi masih tinggi,
angka usia harapan hidup rendah, kondisi lingkungan masih rendah menyebabkan
timbulnya bermacam-macam penyakit, seperti DBD dan flu burung, ketersediaan
fasilitas dan prasarana kesehatan masih minim terutama di daerah-daerah
terpencil. Di bidang perekonomian, yaitu masih rendahnya daya beli masyarakat
pada kebutuhan barang-barang pokok disebabkan tingkat pendapatan per kapita
rata-rata masyarakat masih di bawah standar kelayakan hidup, tingkat
pengangguran tinggi sebab pertambahan jumlah penduduk tidak diimbangi
dengan penyediaan lapangan pekerjaan.
a. Permasalahan Gizi yang ada di Indonesia
Masalah gizi makro di Indonesia dan di negara berkembang pada
umumnya adalah Kurang Energi dan Protein (KEP) dan sejak beberapa decade ini
perlahan bergeser menjadi masalah gizi ganda. Selain masalah gizi makro, bangsa
Indonesia masih dihadapkan pula pada masalah gizi mikro yang permasalahannya
terus berkembang, dimulai dari masalah Anemia Gizi Besi, Kekurangan Vitamin
A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), dan akhir-akhir ini
mulai lebih diteliti gangguan akibat kekurangan Zink, Folat maupun Selenium.
Masalah gizi di Indonesia dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kemiskinan,
kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, keluarga berencana, dan faktor lainnya.
Oleh karena itu permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari
berbagai sektor yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi. Upaya
percepatan perbaikan gizi akan diarahkan pada penyusunan program prioritas di
kementerian terkait, mobilisasi sumber dana, sarana dan daya, advokasi serta
pendidikan masyarakat untuk program perbaikan gizi.
Dua dari lima orang penduduk dalam kondisi miskin, pada umumnya
penduduk yang tinggal di perdesaan terutama di wilayah barat. Dua puluh persen
penduduk hanya berpenghasilan US$1 per hari dan lebih dari 60% kurang dari
US$2 yang diperberat dengan tingginya angka pengangguran (43%). Kondisi ini
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian dan
kesakitan pada penduduk Timor-Leste. Data terakhir, Timor-Leste menempati
urutan ke 142 dari 177 negara untuk Human Development Index. Di antara
indikator kesehatan, ternyata angka kematian bayi, angka kematian balita dan
angka kematian ibu menunjukkan status kesehatan penduduk yang
memprihatinkan. Angka Kematian Bayi 88 per 1000 kelahiran hidup. Angka
Kematian Neonatal 33 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita adalah
130 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi dan balita yang tinggi
merupakan akibat dari tingginya proporsi anak yaitu lebih dari separuh yang
meninggal sebagai akibat dari malnutrisi atau gizi buruk, serta kurang dari
seperempat anak anak dengan gejala demam atau ISPA/ARI dibawa ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang memadai.
Masalah gizi makro di Indonesia dan di negara berkembang pada
umumnya adalah Kurang Energi dan Protein (KEP) dan sejak beberapa decade ini
perlahan bergeser menjadi masalah gizi ganda. Selain masalah gizi makro, bangsa
Indonesia masih dihadapkan pula pada masalah gizi mikro yang permasalahannya
terus berkembang, dimulai dari masalah Anemia Gizi Besi, Kekurangan Vitamin
A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), dan akhir-akhir ini
mulai lebih diteliti gangguan akibat kekurangan Zink, Folat maupun Selenium.
Masalah gizi di Indonesia dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kemiskinan,
kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, keluarga berencana, dan faktor lainnya.
Oleh karena itu permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari
berbagai sektor yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi. Upaya
percepatan perbaikan gizi akan diarahkan pada penyusunan program prioritas di
kementerian terkait, mobilisasi sumber dana, sarana dan daya, advokasi serta
pendidikan masyarakat untuk program perbaikan gizi.
Setiap negara mempunyai program yang berbeda untuk mengatasi masalah
gizi dinegaranya, dibandingkan dengan Papua Nugini dan Timor Leste kesehatan
dan gizi di Indonesia masih tergolong baik dan layak karena di Indonesia ada
banyak program dan regulasi yang mengatur masalah kesehatan dan gizi, serta
sumber daya alam dan sumber daya manusia yang jauh lebih baik kualitasnya
dibanding dengan Papua Nugini dan Timor Leste
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penyakit yang paling berbahaya di Papua Nugini adalah penyakit hepatitis,
demam berdarah, dan malaria. Tingkat kerentanan penduduk terhadap
penyakit tersebut menurut CIA termasuk sangat tinggi. Selain itu di Papua
Nugini juga terdapat HIV/AIDS yang menjadi masalah serius kesehatan
disana.
Indikator kesehatan di Timor Leste diantaranya angka kematian bayi,
angka kematian balita dan angka kematian ibu menunjukkan status
kesehatan penduduk yang memprihatinkan. Angka Kematian Bayi 88 per
1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Neonatal 33 per 1000 kelahiran
hidup dan angka kematian balita adalah 130 per 1000 kelahiran hidup.
Angka kematian bayi dan balita yang tinggi merupakan akibat dari
tingginya proporsi anak yaitu lebih dari separuh yang meninggal sebagai
akibat dari malnutrisi atau gizi buruk, serta kurang dari seperempat anak
anak dengan gejala demam atau ISPA/ARI dibawa ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang memadai.
Masalah gizi makro di Indonesia dan di negara berkembang pada
umumnya adalah Kurang Energi dan Protein (KEP), masalah gizi mikro
yang permasalahannya terus berkembang, dimulai dari masalah Anemia
Gizi Besi, Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan
Iodium (GAKI), dan akhir-akhir ini mulai lebih diteliti gangguan akibat
kekurangan Zink, Folat maupun Selenium.
Papua Nugini tetap menjadi salah satu negara dengan kinerja paling buruk
di kawasan Asia Timur Pasifik. UNICEF mendukung upaya Pemerintah
untuk fokus pada perawatan bayi baru lahir, imunisasi dan gizi.
6. Program kesehatan nasional yang sudah ditetapkan Pemerintah Timor
Leste adalah: Program Kesehatan Ibu dan Anak, Program promosi,
perlindungan dan pencegahan yang mencakup; program imunisasi
nasional, penggunaan kelambu, pendidikan tentang nutrisi dan promosi
untuk pertumbuhan dan gizi sehat, kesehatan jiwa, alkohol,
penyalahgunaan obat dan tembakau, STIs, HIV/AIDS, perawatan mata,
perawatan mulut, air minum yang aman dan pengamanan makanan,
vitamin A dan suplemen zat besi serta yodium, Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Epidemik, Program Manajemen Terpadu beberapa
Penyakit tertentu, Pelayanan darurat pada kasus trauma dan kecelakaan
Ada tiga masalah gizi yang sudah dapat dikendalikan, yaitu Kekurangan
Vitamin A pada anak Balita, Gangguan Akibat Kurang Iodium dan
Anemia Gizi pada anak 2-5 tahun. Penanggulangan masalah Kurang
Vitamin A (KVA) pada anak Balita sudah dilaksanakan secara intensif
sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan,
dan peningkatan promosi konsumsi makanan sumber vitamin A.
4.2 Saran
Indonesia perlu meningkatkan program yang berhubungan dengan
kesehatan dan gizi sehingga angka kesakitan dan kematian dapat segera di
atasi
Indonesia perlu memperkuat regulasi dan kebijakan yang berhubungan
dengan gizi agar Indonesia masalah gizi yang menyebabkan menurunnya
kuaitas sumber daya manusianya
Perlunya kerja sama dengan negara-negara tetangga ataupun negara
lainnya untuk saling membantu dalam masalah gizi global.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/17/01/06/ojcb46-malnutrisi-
masih-jadi-problem-dunia
http://indonesiannursing.com/kondisi-kesehatan-dan-keperawatan-di-timor-leste/
http://kataloggeografi.blogspot.co.id/2014/07/papua-nugini.html
Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan
Dasar . Jakarta
http://materipelajaranterbaruips.blogspot.com/2016/03/letak-luas-batas-wilayah-
keadaan-alam_92.html
https://www.google.com/search?q=status+gizi+timor+leste&ie=utf-8&oe=utf-
8&client=firefox-b
http://www.depkes.go.id/article/print/15021300004/status-gizi-pengaruhi-kualitas-
bangsa.html
https://ugm.ac.id/id/berita/13208-jutaan.balita.di.indonesia.mengalami.masalah.gizi
https://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/masalah-masalah-gizi-di-indonesia-
2/
https://www.scribd.com/document/239378330/MASALAH-GIZI-DI-
INDONESIA#
https://www.unicef.org/png/activities_4364.html
http://kataloggeografi.blogspot.co.id/2014/07/perbandingan-kualitas-manusia-
dan.html