Anda di halaman 1dari 19

Masalah Gizi dan

Pengaruhnya di Indonesia
Yehezkiel Wira Tanisa 102017118 | David Clinton Napitupulu 102018038
Batara Krisnawan Suseno 102018140 | Veronica Agrippina Franesta 102018019
Yulistina 102018044 | Angelique Agatha Suzanne 102018075
Michelle Amanda 102018122
Seorang perempuan 30 tahun, berpendidikan
rendah, menikah 7 tahun yang lalu. Memiliki
empat anak perempuan, di mana 2
diantaranya berusia di bawah lima tahun. Dia
melahirkan empat anak perempuan dengan
Skenario 9 harapan memiliki anak laki-laki. Tidak
melakukan KB karena takut komplikasinya.
Bermigrasi di daerah kumuh perkotaan dari
desa 5 tahun yang lalu dan suaminya adalah
buruh upahan harian.
01
RUMUSAN MASALAH
Perempuan 30th berpendidikan rendah, menikah 7
tahun lalu memiliki 4 anak perempuan dengan 2 anak
dibawah 5 tahaun, tidak KB karena takut komplikasi.
02
Bermigrasi dari desa 5 tahun yang lalu dan suaminya SASARAN BELAJAR
adalah buruh upahan harian
1. Mengidentifikasi masalah pangan dan gizi di masyarakat dan
menguraikan faktor yang mempengaruhi sebagai faktor risiko
masalah gizi di Indonesia
2. Sebutkan faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah
gizi
3. Menjelaskan keterkaitan faktor konsumsi pangan dan keadaan
infeksi dengan masalah gizi undernutrition
4. Menjelaskan keterkaitan faktor pelayanan kesehatan, sosial-
ekonomi dan budaya dengan masalah gizi
5. Menggambarkan program pangan dan gizi di Indonesia
Masalah Gizi

• FAO (2010–2012) : 870 juta per 7,1 miliar / 1 : 8 orang menderita


gizi buruk.
• Sebagian besar (sebanyak 852 juta) tinggal di negara-negara
berkembang.
• Anak-anak merupakan penderita gizi buruk terbesar di seluruh
dunia.
• Dilihat dari segi wilayah, >70% Asia, sedangkan 26% di Afrika dan
4% di Amerika Latin serta Karibia.
• Setengah dari 10,9 juta kasus kematian anak didominasi kasus gizi
buruk karenaberefek ke penyakit lainnya juga, seperti campak dan
malaria.

JME (2019) : STUNTING MAP


Masalah Gizi di Indonesia
Masalah yang telah dapat dikendalikan Masalah yang belum selesai

• Masalah Kurang Vitamin A (KVA)


• Masalah balita pendek (stunting)
• Masalah GAKY
• Balita Gizi Kurang/Buruk
• Anemia Gizi Besi

Masalah baru yang mengancam


Kegemukan akan menjadi faktor risiko yang
dapat memicu timbulnya gangguan
metabolic dan timbulnya penyakit
degeneratif sebagai dampaknya pada usia
selanjutnya.
Faktor Penyebab Masalah Gizi
Menurut UNICEF :
• Penyebab langsung : Kurang gizi secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan
dan adanya penyakit infeksi.
• Tingkat rumah tangga : Pada tingkat rumah tangga, kurang gizi disebabkan oleh rendahnya
ketahanan pangan rumah tangga, perawatan ibu dan anak tidak memadai, praktik pemberian
makanan dan perilaku, air yang buruk, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan tidak
memadai. Perawatan penting bagi anak meliputi pengasuhan pemberian makan, kesehatan,
kebersihan, stimulasi kognitif, dan praktik menyusui, sedangkan bagi ibu adalah perawatan selama
kehamilan (antenatal care) dan menyusui.
• Akar masalah : Kemiskinan merupakan penyebab pokok akar masalah kurang gizi dikaitkan
dengan pendapatan, dimana makin kecil pendapatan penduduk, semakin tinggi persentase anak
kurang gizi. Rendahnya tingkat pendapatan keluarga, berdampak terhadap rendahnya daya beli
keluarga tersebut, sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang tersedia dalam
rumah tangga dan pada akhirnya mempengaruhi asupan zat gizi.
Faktor lingkungan
Faktor Ekonomi
Faktor
Penyebab Faktor Sosial Budaya
Masalah
Gizi #2 Faktor Biologis/Keturunan
Faktor Religi
Faktor Konsumsi Pangan x Keadaan
Infeksi X Undernutrition
Faktor konsumsi pangan x
Undernutrition
 Konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan
komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu
beragam, sesuai kebutuhan, bersih, dan aman.
Pada tingkat makro, konsumsi makanan dipengaruhi oleh
ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat produksi
dan distribusi pangan.
Khusus untuk bayi dan anak telah dikembangkan standar
emas makanan bayi yaitu: (a) inisiasi menyusu dini. (b)
memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan. (c)
pemberian makanan pendamping ASI yang berasal dari
makanan keluarga, diberikan tepat waktu mulai bayi berusia 6
bulan. (d) ASI terus diberikan sampai anak berusia 2 tahun
Penyakit Infeksi x
Undernutrition
penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya kejadian
penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan.
Berbagai penyakit infeksi yang sering menyerang balita :
batuk, diare, sulit bernapas, sakit telinga, menangis
berlebihan, demam, kejang, ruam, sakit perut serta muntah.
Faktor ini banyak terkait mutu pelayanan kesehatan dasar
khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku
hidup sehat.
Kualitas lingkungan hidup : ketersediaan air bersih, sarana
sanitasi dan perilaku hidup sehat seperti kebiasaan cuci
tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak
merokok, sirkulasi udara dalam rumah dan sebagainya.
Keterkaitan Faktor Pelayanan Kesehatan, sosial-
ekonomi dan budaya dengan masalah gizi
Faktor pelayanan kesehatan
Tujuan utama pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan preventif (pencegahan)
dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Namun secara terbatas
pelayanan kesehatan masyarakat juga melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif (pemulihan). Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat
menyangkut kepentingan rakyat banyak, dengan wilayah yang luas dan banyak daerah yang
masih terpencil, sedangkan sumber daya pemerintah baik tenaga kesehatan dan fasilitas
kesehatan sangat terbatas, maka sering program pelayanan kesehatan tidak terlaksanakan
dengan baik. Berkaitan dengan perannya sebagai faktor penyebab tidak langsung timbulnya
masalah gizi, selain sanitasi dan penyediaan air bersih, kebiasaan mencuci tangan dengan
sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok dan memasak di dalam rumah, sirkulasi
udara dalam rumah yang baik, ruangan dalam rumah terkena sinar matahari dan
lingkungan rumah yang bersih.
Faktor Sosial Budaya
Berbeda lokasi berbeda pula cara masyarakat mendefinisikan makanan dan kecukupan gizi serta
menentukan pola makan. Orang Jawa belum merasa makan sebelum makan nasi, orang Papua terbiasa
makan berat dengan makan sagu. Tidak jarang masyarakat kita menganggap kalau belum mengonsumsi
nasi belum dianggap makan.

Pola pikir masyarakat masih beranggapan bahwa kebutuhan makan adalah dengan memakan makanan
yang tinggi atau kaya karbohidrat tanpa mempertimbangkan kecukupan gizi yang seimbang ini
menunjukkan bahwa aspek sosial budaya masih mendominasi perilaku dan kebiasaan makan yang
masyarakat Indonesia.

Sementara masalah gizi terjadi di banyak tempat di berbagai daerah di Indonesia, hanya sebagian pihak
yang memandangnya sebagai fenomena sosial. Sebagian lain masih menganggap hal ini sebagai fenomena
kesehatan semata. Tidak banyak yang menyadari luasnya dimensi masalah gizi dapat meliputi masalah
lingkungan dan ketersediaan pangan, pola asuh dan pendidikan, kondisi ekonomi dan budaya.
Hal mendasar dalam diagram tersebut adalah krisis politik dan
ekonomi yang pada akhirnya dapat menyebabkan timbulnya
masalah gizi.
Dengan mengacu pada Dasar pembangunan nasional, tujuan
pembangunan nasional, sebagaimana yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: Melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
Faktor berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Ketidakcakapan para pemimpin dalam mengelola negara
Ekonomi akan berdampak pada rendahnya mutu pendidikan, rendahnya
kualitas sumber daya manusia, menyebabkan negara tidak
mampu membuka lapangan kerja, yang berdampak pada
tingginya pengangguran, dan mengakibatkan munculnya
kemiskinan.
Keadaan masyarakat yang terdidik dan memiliki status ekonomi
yang baik, akan jauh lebih mampu menyediakan pangan,
mengasuh anak anaknya serta menjangkau pelayanan kesehatan
yang baik, yang pada akhirnya mencapai tingkat status gizi yang
baik.
Program Pangan dan Gizi di Indonesia
Gangguan Akibat Kurang Yodium
 Masalah kesehatan yang serius bagi masyarakat mengingat dampaknya terhadap kesehatan dan
kecerdasan yang mempengaruhi kelangsungan hidup serta kualitas sumber daya manusia.
 Disebabkan karena kurangnya cakupan konsumsi garam beryodium yang memenuhi syarat oleh
rumah tangga atau masyarakat dan didasarkan pada rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya garam beryodium bagi kesehatan dan kecerdasan manusia.
 Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah, rendahnya
produktivitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai permasalahan sosial ekonomi
masyarakat yang dapat menghambat laju Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
 Penanggulangan jangka panjang : suplementasi yodium melalui yodisasi garam, pemberian minyak
beryodium secara berkala, fortifikasi air, makanan atau bumbu-bumbu (saus) dengan yodium
dibeberapa provinsi
 Penanggulangan jangka pendek : distribusi garam beryodium di daerah endemik sedang dan
endemik berat serta peningkatan proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam dengan
kandungan yodium yang cukup.
Anemia Gizi Besi
 Anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk proses pembentukan sel darah
merah, karena cadangan zat besi kosong sehingga pembentukan hemoglobin berkurang.
 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa anemia merupakan salah satu masalah
kesehatan di seluruh dunia terutama di negara berkembang. Sebanyak 30% penduduk dunia
diperkirakan menderita anemia terutama remaja dan ibu hamil. Prevalensi anemia remaja di
dunia berkisar 40-88%. Data Riskesdas 2013 menyatakan prevalensi anemia di Indonesia yaitu
21,7% dengan penderita anemia berusia 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% pada penderita
berusia 15-24 tahun.
 Pemerintah Indonesia telah mencanangkan program pencegahan dan penanggulangan anemia
pada remaja putri dengan memberikan suplementasi zat besi-folat atau yang dikenal dengan
tablet tambah darah (TTD) sejak tahun 1997 yang diberikan secara harian saat remaja putri
berada dalam periode menstruasi. Sejak tahun 2016 pemerintah Indonesia menyesuaikan
dengan program pemberian TTD yang dicanangkan WHO tahun 2011 yaitu diberikan sepekan
sekali berbasis sekolah. Pemberian TTD berbasis sekolah didasarkan pada proporsi remaja putri
yang bersekolah sekitar 70 persen.
Keluarga
Berencana Mencegah
kehamilan yang
Mendorong
kecukupan ASI dan
pola asuh yang
tidak direncanakan
baik bagi anak

Menjaga Mencegah
kesehatan ibu penyakit menular
dan bayi seksual

Menurunkan
angka kematian
ibu dan bayi

Anda mungkin juga menyukai