BIDANG KEGIATAN :
PKM KARSA CIPTA
Diusulkan oleh:
Siti Nurjannah 115130100111001 (angkatan 2011)
Andri Julianto 115130101111002 (angkatan 2011)
Yumeida Noor Ilma 115130101111020 (angkatan 2011)
Ahmad Aufal Marom 135060707111050 (angkatan 2013)
Mohamad Rifan 135010100111008 (angkatan 2013)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
Malang, 3 Juli 2015
JOS (JATROPHA OPERATION SUTURE): INOVASI BENANG JAHIT
OPERASI BERBAHAN GEL Jatropha multifida
ABSTRAK
Disusun oleh: Siti N., Andri J., Yumeida N. I., Ahmad A. M., Mohamad R.
Pembimbing: drh. Tiara Widyaputri
Universitas Brawijaya
e-mail: 115130100111001@mail.ub.ac.id
iii iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
ABSTRAK............................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
BAB 3. METODE.................................................................................................5
BAB 4. HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS.............................6
BAB 5. PENUTUP................................................................................................10
LAMPIRAN..........................................................................................................11
iv
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dan hewan sering kali mengalami luka yang cukup serius baik
karena trauma, kecelakaan, aktivitas atau pasca operasi. Kejadian luka di
Indonesia sebesar 25,4%, dengan kejadian tertinggi di provinsi Sulawesi Tengah
sebesar 33.3% dan beberapa kasus tersebut memerlukan penanganan jahitan guna
mencegah pendarahan (Dudley, 2000). Permintaan akan benang jahit operasi di
Indonesia pun meningkat seiring bertambahnya populasi. Benang jahit operasi
yang digunakan dalam menjahit luka antara lain benang terserap (absorbable
suture) yang dapat diserap oleh jaringan. Contoh absorbable suture yakni cat gut.
Namun benang ini memiliki beberapa kelemahan yakni mudah larut dalam cairan
dan memerlukan penanganan simpul khusus. Selain itu jika pasien mengalami
demam, infeksi, defisiensi protein, atau apabila luka operasi dalam kondisi basah
akan menyebabkan kecepatan penyerapannya bertambah. Akibatnya terjadi
komplikasi post operasi, karena kekuatan benang berkurang sebelum jaringan
mengalami penyembuhan. Kemudian mulai dikembangkan benang operasi
absorbable berbahan sintetis. Namun memiliki kelemahan yakni menimbulkan
reaksi inflamasi dan harganya mahal sekitar dua ratus ribu rupiah per 70 cm serta
masih sedikitnya industri yang memproduksi sehingga Indonesia masih
bergantung pada produk impor.
Program ini berinovasi mengembangkan benang jahit operasi berbahan
getah jarak (Jatropha multifida) yang sering digunakan masyarakat Indonesia
untuk menutup luka terbuka dengan judul JOS (Jatropha Operation Suture):
Inovasi Benang Jahit Operasi Berbahan Gel Jatropha Multifida. Berdasarkan
analisa bahan, diketahui jatropha multifida mengandung senyawa antiinflamasi
dan analgesik yang tidak hanya dapat menutup luka namun dapat membantu
kesembuhan luka lebih efektif dari benang jahit operasi lainnya.
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari
program ini adalah untuk:
a. Menghasilkan produk benang jahit operasi berbahan Jatropha multifida yang
memiliki kualitas baik
2
1.5 Luaran
Luaran dari program ini antara lain:
1. Produk benang jahit operasi berbahan getah jarak (Jatropha multifida) yang
efektif dalam mempercepat kesembuhan luka, dapat diserap, murah, aman,
dan berbasis kearifan lokal namun berdaya saing global.
2. Publikasi
3. Draf paten
2. Asal Bahan
Menurut Dudley et al., (2000) berdasarkan asal bahan, benang dibedakan
menjadi absorbable suture (terserap) yang terdiri dari benang alami (natural) dan
buatan (sintetis) serta nonabsorbable suture yang terdiri dari benang alami
(natural) dan buatan (sintetis).
a. Absorbable suture alami (natural)
Contoh benang alami yakni Plain Cat Gut dan Chromic Cat Gut. Plain
Cat Gut berasal dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang ini hanya memiliki
daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan diabsorbsi secara sempurna dalam
waktu 70 hari. Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat
gut, namum dilapisi dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu
absorbsinya sampai 90 hari.
b. Absorbable suture buatan (sintetis)
Benang absorbable sintetis adalah benang- benang yang dibuat dari bahan
sintetis, seperti Polyglactin (Vicryl atau Safil), Polyglycapron (Monocryl atau
Monosyn), dan Polydioxanone (PDS II). Benang jenis ini memiliki daya pengikat
lebih lama, yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari.
c. Nonabsorbable suture alami (natural)
Benang non absorbable alami seperti silk (sutera) yang terbuat dari protein
organik bernama fibroin di dalam serabut sutera hasil produksi ulat sutera.
d. Nonabsorbable suture buatan (sintetis)
Benang non absorbable sintetis seperti benang nylon (merk dagang
Ethilon atau Dermalon), Polyester (merk dagang Mersilene) dan Poly propylene
(merk dagang Prolene).
3. Serat Benang
Berdasarkan serat, benang dibagi menjadi monofilamen (serat tunggal)
dan multifilamen (serat banyak). Benang serat tunggal umumnya lebih lentur
namun kekuatan simpulnya (knotting security) lebih kecil, sehingga simpul jahitan
mudah terbuka. Keunggulannya yakni bekas jahitan (stitching mark) halus.
Benang serat banyak memiliki kekuatan simpul yang lebih baik, karena jalinan
seratnya membuat benang lebih kesat dan menggigit. Benang serat banyak dibagi
menjadi dua, yaitu braided yang berupa benang anyaman seperti rambut dikepang
(contohnya polyester, polyglycolic acid, polyamide (polyfilament dan sutera), dan
twisted dimana jalinan benang terdiri dari serat-serat yang dililit/dipilin
(contohnya katun dan linen).
4. Pelapisan (coated)
Pelapisan benang bertujuan untuk mendapatkan benang yang lebih kesat
sehingga kekuatan simpulnya lebih baik, mengamankan jalinan benang agar lebih
rapi dan kokoh, menutup celah-celah (pore) pada anyaman sehingga tidak terdapat
tempat berkembangnya bakteri, dan meminimalisasi reaksi jaringan. Polyglycolic
acid dan polydioxanone merupakan benang berserat banyak (multifilamen) dan
4
berlapis. Sutera diberi lapisan lilin agar benang lebih kaku untuk menutup celah-
celah pada benang.
5. Ukuran Benang (size)
Benang dengan ukuran besar dipakai untuk menjahit struktur yang keras
sedangkan untuk menjahit struktur halus, misalnya pada operasi mata, digunakan
benang-benang mulai dari ukuran 00000 (5/0) hingga 7/0. Untuk bedah mikro,
dipakai benang ukuran 8/0 hingga 10/0.
6. Kekuatan Regangan (Tensile Strength)
Tensile strength didefinisikan sebagai beban yang diberikan per unit area
dan dinyatakan dalam psi atau kg/cm2 atau bisa juga didefinisikan sebagai
kekuatan yang dibutuhkan untuk memutuskan jahitan yang dinyatakan dengan lb
atau kg. Makin kuat tensile strength suatu benang, makin besar pula dayanya
dalam merapatkan luka. Benang jenis ini terutama dipakai untuk menahan luka
didaerah yang bebannya tinggi, misalnya abdomen dan ekstremitas. Umumnya
tensile strength paling baik pada benang stainless steel, sedang pada benang
sintetis dan paling lemah pada benang alami.
7. Reaksi Jaringan (Tissue Reaction)
Reaksi jaringan terhadap benang penjahit luka berlangsung selama 1-3 hari
tergantung dari bentuk fisik benang (monofilament, braided) atau dari struktur
kimianya. Reaksi berupa penyerapan atau penyingkiran material benang. Makin
cepat penyerapan, makin besar reaksi seluler jaringannya. Bahan alami cenderung
untuk merangsang reaksi lekosit polimorfonuklear (PMN) dan makrofag,
sedangkan bahan sintetis merangsang reaksi makrofag dan sel raksasa (giant cell).
Besarnya reaksi jaringan akan memperlambat penyembuhan luka.
8. Keamanan Simpul (Knotting Security)
Makin kasar serat suatu benang, makin tinggi pula koefisien gesekannya
(coefficient of friction). Pelapisan benang juga ikut berperan, lilin yang dipakai
melapisi sutera akan menyebabkan benang lebih kesat, sehingga simpulnya tak
mudah longgar. Namun, kelenturan (pliability) benang berserat banyak lebih kecil
dari benang berserat tunggal, sehingga lebih susah dimanipulasi sewaktu
penjahitan. Selain koefisien gesekan, jenis dan jumlah ikatan simpul juga
memegang peranan dalam menentukan keamanan suatu simpul. Untuk kulit pada
daerah yang ketegangannya tinggi (misalnya daerah abdomen dan ekstremitas),
digunakan benang dengan keamanan simpul yang baik. Biasanya kepentingan
estetis menjadi nomor dua pada daerah ini.
dibuka sehingga aman digunakan oleh personil bedah, reaksi minimal pada
jaringan dan tidak cenderung meningkatkan pertumbuhan bakteri, non-alergenik
serta non-karsinogenik (Duddley, et al., 2000).
BAB 3. METODE
3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan
Program ini dilaksanakan selama tiga bulan sejak bulan Maret hingga Mei
2015 di Laboratorium Biofisika FMIPA UB, Laboratorium Instrumentasi Kimia
FMIPA UB, Laboratorium FTP UB, serta Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan
Serat Karangploso Malang.
b. Uji Tarik
Uji tarik dilakukan dengan menggunakan alat tensile strength. Benang
berukuran 7 cm dijepit pada kedua ujungnya. Kemudian ditarik hingga sampel
benang putus. Nilai kekuatan tarik memiliki satian newton.
c. Uji FT-IR
Sampel yang digunakan untuk uji FT-IR yakni adonan bahan sebelum
dicetak yang berupa pasta. Pasta ditempatkan ke dalam sel holder, kemudian
dicari spektrum yang sesuai. Hasilnya didapat berupa spektrum hubungan antara
bilangan gelombang dengan intensitas. Spektrum FTIR dari poliblen direkam
menggunakan spektrofotometer FTIR Shimadzu 8400 pada suhu ruang.
d. Uji Kelarutan
Uji kelarutan digunakan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan benang
terdegradasi sempurna di dalam tubuh. Sebagai pengganti cairan tubuh digunakan
PBS (Phosphat Buffer Saline). Sampel benang direndam dalam PBS kemudian
dihitung waktu hingga benang larut dalam PBS.
e. Uji Reaksi Jaringan
Uji reaksi jaringan bertujuan untuk menguji fungsi benang jahit secara
langsung pada jaringan hewan coba. Hewan coba yang digunakan dalam uji ini
adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar betina berumur 12 minggu. Uji
ini dilakukan dengan membedah perut tikus, kemudian luka bedah dijahit dengan
benang JOS. Jahitan diamati setiap hari hingga luka menutup sempurna.
d. Hari ke-3 pasca operasi e. Hari ke-4 pasca operasi f. Hari ke-5 pasca operasi
Luka terlihat menutup pada hari ke-5 pasca operasi. Selama masa
penyembuhan terjadi inflamasi (radang) yang minimal. Reaksi radang memiliki
ciri yakni bengkak, berwarna kemerahan, hangat, nyeri, dan fungsi jaringannya
terganggu. Pada luka hewan coba ciri-ciri tersebut tidak begitu terlihat jelas. Hal
ini membuktikan bahwa getah jarak dapat berperan sebagai antiinflamasi,
sehingga penyembuhan luka lebih optimal karena baik benang ataupun luka tidak
mengalami regangan yang berlebihan. Benang terlihat hilang (terserap sempurna)
pada hari ke 10 dan sembuh total pada hari ke-12.
2. Benang JOS telah dipublikasikan oleh beberapa media cetak yakni Majalah
Tempo, Koran Harian Surya, dan Mimbar serta media online seperti
PrasetyaOnline.com, tempo.com, antaranews.com, wartakesehatan.com,
tribunnews.com, beritacenter.com, topikharian.com, indonesiaheadlines.com,
tokohindonesia.com, dan topcareermagazine.com. Artikel dari program ini
dapat digunakan sebagai acuan pengembangan produk benang absorbable
yang murah, aman, efektif, berbasis kearifan lokal namun berdaya saing
global.
3. Meningkatkan nilai ekonomis dan fungsi tanaman jarak (Jatropha multifida)
yang banyak ditemukan di Indonesia.
4. Strategi pengembangan ke depan yakni akan menjalin kerjasama dengan
kementrian riset dan pendidikan tinggi, balai tekstil bandung, serta industri
farmasi.
10
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Benang yang dihasilkan memiliki penampakan fisik bening dan lentur.
Hasil pengujian kekuatan dengan uji tarik sebesar 8 Newton. Hasil dari uji FT-IR
sampel menunjukkan adanya beberapa gugus fungsi. Gugus tersebut antara lain
gugus karbonil (C=O), gugus alkana (C=C), gugus hidroksil (O=H), sedangkan uji
kelarutan sampel larut dalam PBS setelah 12 hari. Hasil uji reaksi jaringan dengan
menjahitkan benang pada luka bedah hewan coba menunjukkan inflamasi
(radang) yang minimal.
5.2 Saran
Saran untuk kegiatan berikutnya yakni:
a. Polimer yang digunakan sebaiknya asam poliglikolat (PGA), asam poliglaktik
(PLA), polidioksanon (PDS), atau poliglekapron karena memiliki sifat fisik
dan kimia yang lebih baik dari pada polivinil alkohol.
b. Benang dibuat menggunakan mesin extruder dengan metode wet spinning
agar bentuk lebih sempurna dan dapat menyesuaikan dengan ukuran standard.
c. Perlu adanya uji daya simpan atau kadaluarsa.
d. Perlu adanya inovasi mesin pembuat benang operasi yang cocok digunakan
dalam skala laboratorium di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sari F dan M. Shofi. 2010. Ekstraksi Zat Aktif Antimikroba dari Tanaman Yodium
(Jatropha multifida) sebagai Bahan Baku Alternatif Antibiotik Alami. Fak.
Teknik: Universitas Diponegoro
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. EGC
Singer A.J. dan A.B. Dagum. 2008. Current management of acute cutaneous
wounds. N Engl J Med. 2008;359(10):10371046. doi:
10.1056/NEJMra0707253
Partogi, D. 2008. Tekhnik Eksisi. USU e-repository
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penggunaan dana
No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
1 ATK 120.000
2 Bahan 6.870.000
3 Alat 114.000
7 Sewa lab 800.000
8 Uji FT-IR, Tarik, Kelarutan 100.000
9 Hewan Coba 500.000
10 Transportasi 500.000
Jumlah 9.004.000