Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA


JUDUL PROGRAM :

JOS (JATROPHA OPERATION SUTURE): INOVASI BENANG JAHIT


OPERASI BERBAHAN GEL Jatropha multifida

BIDANG KEGIATAN :
PKM KARSA CIPTA

Diusulkan oleh:
Siti Nurjannah 115130100111001 (angkatan 2011)
Andri Julianto 115130101111002 (angkatan 2011)
Yumeida Noor Ilma 115130101111020 (angkatan 2011)
Ahmad Aufal Marom 135060707111050 (angkatan 2013)
Mohamad Rifan 135010100111008 (angkatan 2013)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
Malang, 3 Juli 2015
JOS (JATROPHA OPERATION SUTURE): INOVASI BENANG JAHIT
OPERASI BERBAHAN GEL Jatropha multifida

ABSTRAK

Disusun oleh: Siti N., Andri J., Yumeida N. I., Ahmad A. M., Mohamad R.
Pembimbing: drh. Tiara Widyaputri
Universitas Brawijaya
e-mail: 115130100111001@mail.ub.ac.id

Benang jahit operasi komersil yang beredar memiliki kelemahan, yakni


mudah larut, menyebabkan radang, mahal, dan masih sedikit perusahaan yang
memproduksi benang operasi sehingga Indonesia masih bergantung pada produk
impor. Program ini berinovasi mengembangkan benang jahit operasi berbahan
getah jarak (Jatropha multifida) yang sejak dahulu digunakan masyarakat
Indonesia untuk menutup luka. Berdasarkan analisa bahan, diketahui Jatropha
multifida mengandung senyawa antiinflamasi dan analgesik yang tidak hanya
dapat menutup luka namun dapat membantu kesembuhan luka lebih efektif dari
benang jahit operasi lainnya. Bahan ini dirancang memenuhi syarat sifat fisik
sesuai SNI 16-3346-1994 Benang Operasi Terserap Sekali Pakai dan USP 29-
NF 24. Benang jahit operasi JOS dibuat dengan mencampurkan bahan-bahan yang
terdiri dari getah jarak, polivinil alkohol, asam glikolat, asam sitrat dan aquades
dalam gelas ukur lalu diaduk hingga homogen. Larutan kemudian dicetak dan
didiamkan hingga kering pada ruangan steril. Setelah itu dilakukan uji kualitas
dengan melakukan uji tarik, uji FT-IR, uji kelarutan, dan uji reaksi jaringan.
Benang yang dihasilkan memiliki penampakan fisik bening dan lentur. Hasil
pengujian kekuatan dengan uji tarik sebesar 8 Newton, lebih kuat dibanding
benang komersil sebesar 5,2 N. Hasil dari uji FT-IR sampel menunjukkan adanya
beberapa gugus fungsi. Gugus tersebut antara lain gugus karbonil (C=O), gugus
alkana (C=C), dan gugus hidroksil (O=H), sedangkan uji kelarutan sampel larut
dalam PBS setelah 12 hari. Hasil uji reaksi jaringan dengan menjahitkan benang
pada luka bedah hewan coba menunjukkan inflamasi (radang) yang minimal.

Kata kunci: Absorbable, Benang Operasi, Getah Jarak

iii iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
ABSTRAK............................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
BAB 3. METODE.................................................................................................5
BAB 4. HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS.............................6
BAB 5. PENUTUP................................................................................................10
LAMPIRAN..........................................................................................................11

iv
1

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dan hewan sering kali mengalami luka yang cukup serius baik
karena trauma, kecelakaan, aktivitas atau pasca operasi. Kejadian luka di
Indonesia sebesar 25,4%, dengan kejadian tertinggi di provinsi Sulawesi Tengah
sebesar 33.3% dan beberapa kasus tersebut memerlukan penanganan jahitan guna
mencegah pendarahan (Dudley, 2000). Permintaan akan benang jahit operasi di
Indonesia pun meningkat seiring bertambahnya populasi. Benang jahit operasi
yang digunakan dalam menjahit luka antara lain benang terserap (absorbable
suture) yang dapat diserap oleh jaringan. Contoh absorbable suture yakni cat gut.
Namun benang ini memiliki beberapa kelemahan yakni mudah larut dalam cairan
dan memerlukan penanganan simpul khusus. Selain itu jika pasien mengalami
demam, infeksi, defisiensi protein, atau apabila luka operasi dalam kondisi basah
akan menyebabkan kecepatan penyerapannya bertambah. Akibatnya terjadi
komplikasi post operasi, karena kekuatan benang berkurang sebelum jaringan
mengalami penyembuhan. Kemudian mulai dikembangkan benang operasi
absorbable berbahan sintetis. Namun memiliki kelemahan yakni menimbulkan
reaksi inflamasi dan harganya mahal sekitar dua ratus ribu rupiah per 70 cm serta
masih sedikitnya industri yang memproduksi sehingga Indonesia masih
bergantung pada produk impor.
Program ini berinovasi mengembangkan benang jahit operasi berbahan
getah jarak (Jatropha multifida) yang sering digunakan masyarakat Indonesia
untuk menutup luka terbuka dengan judul JOS (Jatropha Operation Suture):
Inovasi Benang Jahit Operasi Berbahan Gel Jatropha Multifida. Berdasarkan
analisa bahan, diketahui jatropha multifida mengandung senyawa antiinflamasi
dan analgesik yang tidak hanya dapat menutup luka namun dapat membantu
kesembuhan luka lebih efektif dari benang jahit operasi lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan berikut:
a. Bagaimana kualitas Jatropha Operation Suture dibandingkan dengan benang
absorbable komersil?
b. Bagaimana fungsionalitas Jatropha Operation Suture dibandingkan dengan
benang absorbable komersil?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari
program ini adalah untuk:
a. Menghasilkan produk benang jahit operasi berbahan Jatropha multifida yang
memiliki kualitas baik
2

b. Menghasilkan produk benang jahit operasi berbahan Jatropha multifida


dengan fungsionalitas baik

1.4 Manfaat Kegiatan


Manfaat dari adanya produk Jatropha Operation Suture ini antara lain:
a. Dapat meningkatkan efektifitas operasi penutupan luka
b. Indonesia memiliki paten untuk produk benang jahit operasi absorbable
c. Meningkatkan nilai ekonomis Jatropha multifida

1.5 Luaran
Luaran dari program ini antara lain:
1. Produk benang jahit operasi berbahan getah jarak (Jatropha multifida) yang
efektif dalam mempercepat kesembuhan luka, dapat diserap, murah, aman,
dan berbasis kearifan lokal namun berdaya saing global.
2. Publikasi
3. Draf paten

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Luka dan Penanganannya
Luka merupakan rusak dan hilangnya sebagian jaringan tubuh
(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Luka dapat diakibatkan oleh kejadian yang
disengaja seperti pembedahan kejadian yang tidak sengaja seperti kecelakaan,
trauma atau terpapar oleh tekanan, panas, matahari, dan bahan kimia (Moreau,
2003). Salah satu jenis luka adalah luka eksisi. Luka eksisi merupakan luka yang
diakibatkan terpotongnya jaringan oleh goresan benda tajam (Partogi, 2008).
Tujuan utama dalam penatalaksanaan luka yakni untuk mencapai
penyembuhan yang cepat dengan fungsi yang optimal dan hasil yang bagus. Hal
ini dapat dicapai dengan cara mencegah infeksi dan trauma selanjutnya (Singer &
Dagum, 2008). Penutupan luka parah dilakukan dengan jahitan.

2.2 Karakteristik Benang Jahit Operasi


1. Penyerapan
Menurut Dudley et al. (2000), Benang jahit operasi dibedakan menjadi dua
yakni benang serap (absorbable suture) dan benang yang tidak diserap (non
absorbable suture). Ada dua mekanisme penyerapan benang, yakni: pertama,
penyerapan melalui mekanisme enzimatik, misalnya terjadi pada catgut dan
kolagen. Enzim proteolitik dalam lisosom PMN akan menghancurkan benang.
Kedua, mekanisme hidrolisa yang berefek pada air dalam benang. Gangguan
pada air benang akan menyebabkan benang lebih rapuh lalu hancur. Hidrolisa
akan meningkat dengan perubahan pH. Pemilihan benang disesuaikan dengan
organ yang akan dijahit dengan mempertimbangkan waktu penyerapannya.
3

2. Asal Bahan
Menurut Dudley et al., (2000) berdasarkan asal bahan, benang dibedakan
menjadi absorbable suture (terserap) yang terdiri dari benang alami (natural) dan
buatan (sintetis) serta nonabsorbable suture yang terdiri dari benang alami
(natural) dan buatan (sintetis).
a. Absorbable suture alami (natural)
Contoh benang alami yakni Plain Cat Gut dan Chromic Cat Gut. Plain
Cat Gut berasal dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang ini hanya memiliki
daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan diabsorbsi secara sempurna dalam
waktu 70 hari. Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat
gut, namum dilapisi dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu
absorbsinya sampai 90 hari.
b. Absorbable suture buatan (sintetis)
Benang absorbable sintetis adalah benang- benang yang dibuat dari bahan
sintetis, seperti Polyglactin (Vicryl atau Safil), Polyglycapron (Monocryl atau
Monosyn), dan Polydioxanone (PDS II). Benang jenis ini memiliki daya pengikat
lebih lama, yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari.
c. Nonabsorbable suture alami (natural)
Benang non absorbable alami seperti silk (sutera) yang terbuat dari protein
organik bernama fibroin di dalam serabut sutera hasil produksi ulat sutera.
d. Nonabsorbable suture buatan (sintetis)
Benang non absorbable sintetis seperti benang nylon (merk dagang
Ethilon atau Dermalon), Polyester (merk dagang Mersilene) dan Poly propylene
(merk dagang Prolene).
3. Serat Benang
Berdasarkan serat, benang dibagi menjadi monofilamen (serat tunggal)
dan multifilamen (serat banyak). Benang serat tunggal umumnya lebih lentur
namun kekuatan simpulnya (knotting security) lebih kecil, sehingga simpul jahitan
mudah terbuka. Keunggulannya yakni bekas jahitan (stitching mark) halus.
Benang serat banyak memiliki kekuatan simpul yang lebih baik, karena jalinan
seratnya membuat benang lebih kesat dan menggigit. Benang serat banyak dibagi
menjadi dua, yaitu braided yang berupa benang anyaman seperti rambut dikepang
(contohnya polyester, polyglycolic acid, polyamide (polyfilament dan sutera), dan
twisted dimana jalinan benang terdiri dari serat-serat yang dililit/dipilin
(contohnya katun dan linen).
4. Pelapisan (coated)
Pelapisan benang bertujuan untuk mendapatkan benang yang lebih kesat
sehingga kekuatan simpulnya lebih baik, mengamankan jalinan benang agar lebih
rapi dan kokoh, menutup celah-celah (pore) pada anyaman sehingga tidak terdapat
tempat berkembangnya bakteri, dan meminimalisasi reaksi jaringan. Polyglycolic
acid dan polydioxanone merupakan benang berserat banyak (multifilamen) dan
4

berlapis. Sutera diberi lapisan lilin agar benang lebih kaku untuk menutup celah-
celah pada benang.
5. Ukuran Benang (size)
Benang dengan ukuran besar dipakai untuk menjahit struktur yang keras
sedangkan untuk menjahit struktur halus, misalnya pada operasi mata, digunakan
benang-benang mulai dari ukuran 00000 (5/0) hingga 7/0. Untuk bedah mikro,
dipakai benang ukuran 8/0 hingga 10/0.
6. Kekuatan Regangan (Tensile Strength)
Tensile strength didefinisikan sebagai beban yang diberikan per unit area
dan dinyatakan dalam psi atau kg/cm2 atau bisa juga didefinisikan sebagai
kekuatan yang dibutuhkan untuk memutuskan jahitan yang dinyatakan dengan lb
atau kg. Makin kuat tensile strength suatu benang, makin besar pula dayanya
dalam merapatkan luka. Benang jenis ini terutama dipakai untuk menahan luka
didaerah yang bebannya tinggi, misalnya abdomen dan ekstremitas. Umumnya
tensile strength paling baik pada benang stainless steel, sedang pada benang
sintetis dan paling lemah pada benang alami.
7. Reaksi Jaringan (Tissue Reaction)
Reaksi jaringan terhadap benang penjahit luka berlangsung selama 1-3 hari
tergantung dari bentuk fisik benang (monofilament, braided) atau dari struktur
kimianya. Reaksi berupa penyerapan atau penyingkiran material benang. Makin
cepat penyerapan, makin besar reaksi seluler jaringannya. Bahan alami cenderung
untuk merangsang reaksi lekosit polimorfonuklear (PMN) dan makrofag,
sedangkan bahan sintetis merangsang reaksi makrofag dan sel raksasa (giant cell).
Besarnya reaksi jaringan akan memperlambat penyembuhan luka.
8. Keamanan Simpul (Knotting Security)
Makin kasar serat suatu benang, makin tinggi pula koefisien gesekannya
(coefficient of friction). Pelapisan benang juga ikut berperan, lilin yang dipakai
melapisi sutera akan menyebabkan benang lebih kesat, sehingga simpulnya tak
mudah longgar. Namun, kelenturan (pliability) benang berserat banyak lebih kecil
dari benang berserat tunggal, sehingga lebih susah dimanipulasi sewaktu
penjahitan. Selain koefisien gesekan, jenis dan jumlah ikatan simpul juga
memegang peranan dalam menentukan keamanan suatu simpul. Untuk kulit pada
daerah yang ketegangannya tinggi (misalnya daerah abdomen dan ekstremitas),
digunakan benang dengan keamanan simpul yang baik. Biasanya kepentingan
estetis menjadi nomor dua pada daerah ini.

2.3 Kriteria Penggunaan Benang Jahit


Kriteria penggunaan benang yang memenuhi syarat untuk penjahitan
bedah antara lain memiliki kekuatan regangan (tensile strength) yang baik sesuai
dengan ukurannya, mudah digunakan dan memiliki tahanan yang rendah ketika
diaplikasikan dalam jaringan, mempunyai keamanan simpul yang baik, bebang
tidak mudah longgar dan lepas, memiliki kemasan steril yang baik dan mudah
5

dibuka sehingga aman digunakan oleh personil bedah, reaksi minimal pada
jaringan dan tidak cenderung meningkatkan pertumbuhan bakteri, non-alergenik
serta non-karsinogenik (Duddley, et al., 2000).

2.4 Jatropha multifida (Jarak Cina)


Jatropha multifida digunakan di Afrika sebagai obat untuk infeksi,
penghilang rasa sakit, pereda demam, inflamasi, dan tumor (Falodun et al., 2013).
Berdasarkan uji fitokimia, jarak cina mengandung alkaloid, tanin, glikosida,
saponin, dan flavonoid. Di Indonesia, getah tanaman ini digunakan sebagai
penutup luka. Penelitian yang dilakukan oleh Aiyelaagbe et al. (2008) jarak cina
efektif mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur penyebab penyakit kelamin.
Penelitian lain yang dilakukan Adesola (2007) menyebutkan bahwa tanaman ini
lebih efektif menghambat Candida albican dibandingkan antibiotik yang biasa
digunakan. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari (2010) bahwa jarak cina
memiliki daya efektif antimikroba terhadap bakteri patogen Staphylococcus
aureus serta Candida albican.

BAB 3. METODE
3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan
Program ini dilaksanakan selama tiga bulan sejak bulan Maret hingga Mei
2015 di Laboratorium Biofisika FMIPA UB, Laboratorium Instrumentasi Kimia
FMIPA UB, Laboratorium FTP UB, serta Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan
Serat Karangploso Malang.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam program karsa cipta ini, antara lain gelas ukur,
pisau, pipet, plastik kedap udara, gloves, pinset, strirrer, neraca, dan
spektrofotometer. Sedangkan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah
getah jarak, polivinil alkohol, asam glikolat, aquades, asam sitrat, dan PBS.

3.3 Tahapan Pelaksanaan


a. Pembuatan Benang
Pertama, dilakukan pengambilan getah jarak dengan cara pangkal daun
jarak cina dipatahkan, kemudian getahnya dikoleksi dalam wadah kaca. Setelah
itu bahan ditimbang sesuai resep. Polivinil alkohol 4 gram dilarutkan dalam
aquades 25 ml. Asam glikolat ditimbang sebanyak 3 gram. Asam sitrat ditimbang
sebanyak 0,5 gram. Kemudian bahan-bahan tersebut dicampur dalam gelas ukur
lalu diaduk hingga homogen dengan stirrer selama 1 jam suhu 70oC. Larutan yang
telah homogen dituang ke dalam cetakan lalu didiamkan hingga kering pada
ruangan yang bersih dan steril. Terakhir dilakukan uji kualitas dengan melakukan
uji tarik, uji FT-IR, uji kelarutan, dan uji reaksi jaringan (metode menurut
Adhitioso, 2012).
6

b. Uji Tarik
Uji tarik dilakukan dengan menggunakan alat tensile strength. Benang
berukuran 7 cm dijepit pada kedua ujungnya. Kemudian ditarik hingga sampel
benang putus. Nilai kekuatan tarik memiliki satian newton.
c. Uji FT-IR
Sampel yang digunakan untuk uji FT-IR yakni adonan bahan sebelum
dicetak yang berupa pasta. Pasta ditempatkan ke dalam sel holder, kemudian
dicari spektrum yang sesuai. Hasilnya didapat berupa spektrum hubungan antara
bilangan gelombang dengan intensitas. Spektrum FTIR dari poliblen direkam
menggunakan spektrofotometer FTIR Shimadzu 8400 pada suhu ruang.
d. Uji Kelarutan
Uji kelarutan digunakan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan benang
terdegradasi sempurna di dalam tubuh. Sebagai pengganti cairan tubuh digunakan
PBS (Phosphat Buffer Saline). Sampel benang direndam dalam PBS kemudian
dihitung waktu hingga benang larut dalam PBS.
e. Uji Reaksi Jaringan
Uji reaksi jaringan bertujuan untuk menguji fungsi benang jahit secara
langsung pada jaringan hewan coba. Hewan coba yang digunakan dalam uji ini
adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar betina berumur 12 minggu. Uji
ini dilakukan dengan membedah perut tikus, kemudian luka bedah dijahit dengan
benang JOS. Jahitan diamati setiap hari hingga luka menutup sempurna.

BAB 4. HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS


4.1 Hasil
Di Indonesia, getah jarak telah lama digunakan masyarakat sebagai
penutup luka. Penelitian yang dilakukan oleh Aiyelaagbe et al. (2008) bahwa jarak
cina efektif mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur penyebab penyakit
kelamin. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari (2010) bahwa jarak cina memiliki
daya efektif antimikroba terhadap bakteri patogen. Selain itu, getah jarak memiliki
efek anti radang dan anti nyeri sehingga efektif dalam mengobati luka. Program
ini berinovasi menggabungkan sifat antimikroba, anti radang, dan anti nyeri getah
jarak untuk dijadikan benang jahit operasi.
Benang yang dihasilkan dari program ini kemudian diuji kualitasnya
dengan beberapa pengujian, yakni uji tarik, uji FT-IR, uji kelarutan, dan uji reaksi
jaringan. Benang jahit operasi harus memiliki kekuatan regangan yang baik sesuai
dengan ukurannya, mudah digunakan, simpul tidak mudah longgar dan lepas,
memiliki kemasan steril dan mudah dibuka sehingga aman digunakan, reaksi
minimal pada jaringan, tidak cenderung meningkatkan pertumbuhan bakteri, non-
alergenik serta non-karsinogenik. Benang yang dihasilkan dari campuran bahan
getah jarak (Jatropha multifida, polivinil alkohol, asam glikolat, dan asam sitrat
memiliki penampakan fisik bening dan lentur seperti tampak pada Gambar 1.
7

Gambar 1. Benang JOS


Uji tarik untuk melihat kekuatan benang dilakukan menggunakan alat
tensile strength. Benang operasi harus memiliki nilai kekuatan tarik yang tinggi
dan elastisitas yang cukup. Sampel yang digunakan dalam uji ini adalah benang
yang telah dicetak dengan panjang 7 cm. Sampel ditarik semaksimal mungkin
hingga putus. Hasil pengujian kekuatan dengan uji tarik benang JOS yakni 8 N.
Hasil ini lebih tinggi dibandingkan benang jahit operasi komersial yang telah ada,
yaitu sebesar 5,2 N. Makin kuat tensile strength suatu benang, makin besar pula
dayanya dalam merapatkan luka.
Kekuatan benang dipengaruhi oleh ikatan kimia penyusunnya. Ikatan
kimia yang kuat bergantung pada jumlah ikatan molekul dan jenis ikatannya.
Ikatan kimia yang kuat sulit untuk diputus karena diperlukan energi yang cukup
besar untuk memutus ikatan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian getah jarak
memiliki kandungan kimia tanin, saponin dan flavonoid. Kandungan kimia
tersebut dapat menghambat bakteri serta mempercepat proses penyembuhan luka.
Untuk membuktikan senyawa tersebut serta ikatan yang terbentuk maka
digunakan uji FT-IR. Hasil dari uji FT-IR sampel menunjukkan adanya beberapa
gugus fungsi. Gugus tersebut antara lain gugus karbonil (C=O) terbentuk pada
rentang bilangan gelombang 1700-1730 cm-1, gugus alkana (C=C) terbentuk pada
rentang bilangan gelombang 1100-1300 cm-1, gugus hidroksil (O=H) terbentuk
pada rentang bilangan gelombang 3200-3600 cm-1 (Gambar 2).

Gambar 2. Hasil Uji FT-IR Benang JOS


8

Spektroskopi inframerah transformasi fourier (Spektoskopi FT-IR)


merupakan suatu teknik pengukuran spektrum berdasarkan respon dari radiasi
elektromagnet yang digunakan untuk menentukan struktur molekul suatu senyawa
anorganik. Analisis kualitatif dengan FT-IR dimaksudkan untuk melihat gugus-
gugus fungsi yang diduga berasal dari campuran bahan getah jarak (Jatropha
multifida, polivinil alkohol, asam glikolat, dan asam sitrat. Bahan yang dapat
terbiodegradasi umumnya memiliki salah satu gugus fungsi seperti hidroksida
(O=H), karbonil (C=O), dan ester (COOH). Benang JOS memiliki hampir semua
gugus fungsi tersebut sehingga mempunyai sifat mudah terbiodegradasi. Hal ini
dimaksudkan agar benang dapat terdegradasi dalam tubuh dan menghasilkan
produk akhir yang tidak beracun.
Uji kelarutan menghasilkan benang larut dalam PBS setelah 12 hari. Uji
kelarutan bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan benang hingga larut
sempurna dalam larutan PBS (Phosphat Buffer Saline). Sehingga benang JOS
dapat digunakan dalam menahan tegangan normal hingga jaringan yang luka
menyatu. Hal ini karena umumnya luka akan menyatu setelah 7 hari
Uji reaksi jaringan menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus
norvegicus). Hewan coba yang dilaparotomi (bedah perut) dijahit menggunakan
benang JOS. Hasil penjahitan menunjukkan reaksi inflamasi (radang) minimal
pada hewan coba yang disajikan dalam Gambar 3. Berikut ini:

a. Penjahitan b. Hari ke-1 pasca operasi c. Hari ke-2 pasca operasi

d. Hari ke-3 pasca operasi e. Hari ke-4 pasca operasi f. Hari ke-5 pasca operasi

g. Hari ke-10 pasca operasi h. Hari ke-12 pasca operasi


Gambar 3. Aplikasi Benang pada Hewan Coba
9

Luka terlihat menutup pada hari ke-5 pasca operasi. Selama masa
penyembuhan terjadi inflamasi (radang) yang minimal. Reaksi radang memiliki
ciri yakni bengkak, berwarna kemerahan, hangat, nyeri, dan fungsi jaringannya
terganggu. Pada luka hewan coba ciri-ciri tersebut tidak begitu terlihat jelas. Hal
ini membuktikan bahwa getah jarak dapat berperan sebagai antiinflamasi,
sehingga penyembuhan luka lebih optimal karena baik benang ataupun luka tidak
mengalami regangan yang berlebihan. Benang terlihat hilang (terserap sempurna)
pada hari ke 10 dan sembuh total pada hari ke-12.

4.2 Potensi Khusus


Benang JOS mempunyai beberapa potensi khusus, diantaranya:
1. Telah mendaftar paten di Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakata (LPPM) UB (Gambar 4). Kedepan Indonesia dapat memenuhi
kebutuhan benang jahit operasi absorbable yang masih impor.

Gambar 4. Surat Hasil Pendaftaran Paten HKI

2. Benang JOS telah dipublikasikan oleh beberapa media cetak yakni Majalah
Tempo, Koran Harian Surya, dan Mimbar serta media online seperti
PrasetyaOnline.com, tempo.com, antaranews.com, wartakesehatan.com,
tribunnews.com, beritacenter.com, topikharian.com, indonesiaheadlines.com,
tokohindonesia.com, dan topcareermagazine.com. Artikel dari program ini
dapat digunakan sebagai acuan pengembangan produk benang absorbable
yang murah, aman, efektif, berbasis kearifan lokal namun berdaya saing
global.
3. Meningkatkan nilai ekonomis dan fungsi tanaman jarak (Jatropha multifida)
yang banyak ditemukan di Indonesia.
4. Strategi pengembangan ke depan yakni akan menjalin kerjasama dengan
kementrian riset dan pendidikan tinggi, balai tekstil bandung, serta industri
farmasi.
10

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Benang yang dihasilkan memiliki penampakan fisik bening dan lentur.
Hasil pengujian kekuatan dengan uji tarik sebesar 8 Newton. Hasil dari uji FT-IR
sampel menunjukkan adanya beberapa gugus fungsi. Gugus tersebut antara lain
gugus karbonil (C=O), gugus alkana (C=C), gugus hidroksil (O=H), sedangkan uji
kelarutan sampel larut dalam PBS setelah 12 hari. Hasil uji reaksi jaringan dengan
menjahitkan benang pada luka bedah hewan coba menunjukkan inflamasi
(radang) yang minimal.

5.2 Saran
Saran untuk kegiatan berikutnya yakni:
a. Polimer yang digunakan sebaiknya asam poliglikolat (PGA), asam poliglaktik
(PLA), polidioksanon (PDS), atau poliglekapron karena memiliki sifat fisik
dan kimia yang lebih baik dari pada polivinil alkohol.
b. Benang dibuat menggunakan mesin extruder dengan metode wet spinning
agar bentuk lebih sempurna dan dapat menyesuaikan dengan ukuran standard.
c. Perlu adanya uji daya simpan atau kadaluarsa.
d. Perlu adanya inovasi mesin pembuat benang operasi yang cocok digunakan
dalam skala laboratorium di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Adesola, A. dan O. Adetunji. 2007. The Efficacy of Jatropha multifida In The


Management of Oral Candidiasis: A Preliminary Study. The internet Journal
of Alternative Medicine. Vol 4
Adhitioso S, S. Perwita, B. Agung, R. Dwi, dan W. Ayu. 2012. Paduan Gel Getah
Batang Pisang dengan PGA (Poly Glicolic Acid) sebagai Bahan Baku
Benang Jahit Operasi yang Absorbable. Universitas Airlangga: Surabaya
Aiyelaagbe. 2008. The Antimicrobial Activity of Jatropha multifida Extract and
Chromatohraphic Fractions Against Sexually Transmitted Infection. J med,
Sci., 8 (2) : 143-147
Dudley H.A.F., J.R.T. Eckersley, dan S. Paterson-Brown. 2000. Pedoman
Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta: EGC.
Falodun A, I. Ighodarjo, Y. Osa, dan J. Onyinye. 2013. Chemical
Characterization, Anti inflammatory and Analgesic Properties of Jatropha
Multifida Root Bark. University of Benin, Benin City, Nigeria
Moreau D. 2003. Wound care made incredible easy. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkin, pp.71,126
11

Sari F dan M. Shofi. 2010. Ekstraksi Zat Aktif Antimikroba dari Tanaman Yodium
(Jatropha multifida) sebagai Bahan Baku Alternatif Antibiotik Alami. Fak.
Teknik: Universitas Diponegoro
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. EGC
Singer A.J. dan A.B. Dagum. 2008. Current management of acute cutaneous
wounds. N Engl J Med. 2008;359(10):10371046. doi:
10.1056/NEJMra0707253
Partogi, D. 2008. Tekhnik Eksisi. USU e-repository

LAMPIRAN
Lampiran 1. Penggunaan dana
No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
1 ATK 120.000
2 Bahan 6.870.000
3 Alat 114.000
7 Sewa lab 800.000
8 Uji FT-IR, Tarik, Kelarutan 100.000
9 Hewan Coba 500.000
10 Transportasi 500.000
Jumlah 9.004.000

Lampiran 2. Bukti-bukti pendukung kegiatan

Konsultasi dengan Dosen Pengambilan Getah Jarak Getah Jarak


Pembimbing

Glycolic acid, PVA, asam Pembuatan Benang Pencetakan Benang


sitrat

Anda mungkin juga menyukai