Kontroversi Naskah Wangsakerta PDF
Kontroversi Naskah Wangsakerta PDF
Nina H. Lubis
VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 20 - 26
KONTROVERSI TENTANG
NASKAH WANGSAKERTA
Nina H. Lubis*
manusia, maka langkahnya diarahkan untuk Gunung Jati, yang menjadi pendiri
mencari sumber sejarah (historical source), Kesultanan Cirebon, hidup pada kurun waktu
yang berisi informasi untuk menjawab itu. Tome Pires menceritakan dalam
pertanyaan itu. Sumber sejarah dapat dikla- bukunya yang berjudul Suma Oriental,
sifikasikan berdasarkan masa pembuatan- tentang penguasa Cirebon yang tak pernah
nya, isinya, tujuan pembuatannya, wujud- dijumpainya secara langsung, artinya ia
nya, dan asal-usulnya. Yang perlu dikemu- hanya mendengar dari orang lain tentang
kakan sehubungan dengan naskah adalah pendiri Cirebon tersebut. Maka dari itu, buku
dua klasifikasi yang terakhir. Klasifikasi Suma Oriental tergolong sumber sezaman
sumber sejarah berdasarkan wujudnya atau sumber primer kurang kuat untuk
meliputi tiga golongan, yaitu sumber berupa informasi tentang Sunan Gunung Jati
tulisan, sumber berupa benda, dan sumber (Cortesao, 1990: 166-173). Pada tahun
lisan. Sumber berupa tulisan, dapat berupa 1720, Pangeran Arya Cirebon menyusun
prasasti, silsilah, kalender, annal, kronik, naskah Carita Purwaka Caruban Nagari
karya-karya sejarah (termasuk sejarah yang juga memuat informasi tentang Sunan
tradisional), biografi, otobiografi, memoar, Gunung Jati. Naskah ini disusun sekitar 150
buku harian, surat-surat pribadi, surat kabar, tahun setelah kematian Sunan Gunung Jati,
dan sejenisnya. Naskah yaitu karya yang jadi, penulisnya tidak pernah bertemu
ditulis dengan tangan termasuk dalam langsung dengan Sunan Gunung Jati. Maka
sumber sejarah tertulis. Selanjutnya, dari itu, sumber ini disebut sebagai sumber
klasifikasi sumber sejarah berdasarkan asal- sekunder untuk informasi tentang Sunan
usulnya ialah sumber sejarah primer dan Gunung Jati.
sumber sejarah sekunder. Menurut Adanya klasifikasi sumber sejarah
pembagian yang lebih mutakhir, ada yang primer dan sekunder seperti disebut di atas
disebut sumber tersier dan kuarter. Sumber membedakan nilainya sebagai sumber
primer terbagi lagi atas dua golongan yaitu sejarah. Sumber sejarah primer yang
sumber primer kuat (strictly primary source) memberikan informasi langsung dari pelaku
dan sumber primer kurang kuat (unstrictly atau saksi mata jelas lebih tinggi nilainya
primary source). Sumber primer kuat adalah sebagai sumber bila dibandingkan dengan
sumber yang memuat informasi yang berasal sumber sekunder yang memberikan
dari pelaku sejarah (actor), saksi peristiwa informasi bukan dari pelaku atau saksi mata.
sejarah (eyewitness); sedangkan sumber Meskipun demikian, sumber sekunder dapat
primer kurang kuat biasa disebut juga dipergunakan sebagai sumber bila sumber
sebagai sumber sezaman, yaitu sumber primer tidak ada, dengan catatan, untuk
yang berasal dari masa suatu peristiwa memperoleh fakta (bukan data) harus dilaku-
sejarah berlangsung, tetapi sumber kan prosedur koroborasi, yaitu pendukungan
informasi bukan pelaku atau saksi mata. suatu data dari suatu sumber dengan data
Sumber sekunder adalah sumber yang berisi lain yang berasal dari sumber lain, yang
informasi dari sumber yang tidak langsung tidak ada hubungan kepentingan di antara
atau bukan dari pelaku ataupun saksi mata sumber-sumber itu atau kedudukan sumber
(Garraghan, 1946:103-113; vide: Gottschalk, itu bebas (merdeka). Dukungan dari berbagai
1975 :58-79). Kalau dilihat sepintas istilah sumber yang merdeka bisa menghasilkan
sumber primer kurang kuat, dengan sumber fakta yang mendekati kepastian (certainty
sekunder seolah sama. Untuk memahami fact), sedangkan bila dukungan kurang,
perbedaannya dapat dilihat pada contoh mungkin fakta yang dihasilkan hanya
kasus ini, yaitu berita dari Tome Pires, or- sebatas dugaan (alleged fact ). Bila koro-
ang Portugis tentang Fatahillah. Tome Pires borasi tidak bisa dilakukan karena ketiadaan
pernah datang ke Banten dan singgah di data atau sumber lain, nilai sumber itu, baik
Cirebon antara tahun 1512-1513. Sunan sumber primer ataupun sumber sekunder
dianggap sebagai pembuktian sejarah yang pantas sebagai pusaka, atau mungkin
sangat lemah (Garraghan, 1946 :297-304 ). disimpan sebagai arsip keluarga, atau
Persoalan berikutnya yang menentukan di pusat dokumentasi pemerintah. Bila
apakah sebuah sumber layak dipakai atau tidak jelas di mana atau dari mana
tidak adalah sejauh mana otentisitas dan sebuah dokumen berasal, akan timbul
kredibilitas sumber tersebut. Otentisitas pertanyaan mengenai keasliannya (lihat
sumber dapat ditentukan melalui kritik Louis Gottschalk, 1975: 82-84).
ekstern, yaitu kritik dengan melihat wujud
Bila telah lolos dari pengujian oten-
naskah. Secara kongkret otentisitas sumber
tisitas, selanjutnya sebuah sumber diuji
dapat dilihat dari:
kredibilitasnya dengan melakukan kritik in-
1. kapan dan di mana sumber itu ditulis. tern. Sebuah sumber dapat dipercaya bila
2. materi (bahan) sumber, termasuk tinta lolos dalam pengujian sebagai berikut.
yang dipergunakan, untuk menyelidiki
apakah tidak anakronistis. 1. Apakah sumber tersebut mampu (kom-
peten) untuk menyatakan kebenaran.
3. siapa penulis sumber.
4. identifikasi terhadap tulisan tangan, 2. Apakah sumber mau menyatakan
tanda tangan, meterai, jenis huruf, atau- kebenaran.
pun watermerk (cap air yang menun- Kemampuan untuk menyatakan kebe-
jukkan kapan kertas diproduksi). Untuk naran, antara lain, ditentukan oleh faktor-
mengenali tulisan tangan dapat faktor berikut:
dibandingkan dengan tulisan lain yang
1. kedekatan dengan peristiwa
sezaman. Bentuk ataupun langgam
Artinya sumber informasi hadir dalam
tulisan dari satu daerah ataupun dari
peristiwa tersebut. Seorang asing yang
suatu periode bisa dikenali. Seringkali
tidak pernah berjumpa dengan Sunan
ejaan, terutama bagi nama diri dan
Gunung Jati tak akan bisa secara
tanda tangan (karena terlalu baik, terlalu
akurat menceritakan bagaimana
buruk atau anakronistis, dan tata
penampilan pendiri Cirebon tersebut,
bahasa yang ahistoris, menunjukkan
adanya pemalsuan. Referensi anakro- 2. usia dan kesehatan mental/fisik
nistis kepada peristiwa-peristiwa (terlalu Seorang tua yang sudah pikun tidak
awal, terlalu akhir, atau terlalu jauh) atau mungkin mampu menceritakan masa
penanggalan dokumen pada suatu kecilnya, atau seorang anak kecil ber-
waktu ketika pengarang tidak mungkin usia 3 tahun tidak akan mampu
hadir pada tempat yang ditunjuk dapat menceritakan suatu pembunuhan yang
membuka kedok pemalsuan. Kadang- terjadi di depan matanya.
kadang pemalsu yang pandai telah 3. keahlian
mengikuti sumber-sumber sejarah yang Seorang petugas kebersihan lulusan
paling baik secara terlalu cermat sekolah dasar yang hadir dalam ruangan
sehingga produknya menjadi suatu kopi tempat terjadinya perdebatan seru
yang terlalu mencolok pada bagian- antara dua orang ahli politik tidak akan
bagian tertentu. mampu menceritakan kembali secara
5. asal-usul penyimpanan sumber. Suatu akurat apa yang diperdebatkan
dokumen biasanya tersimpan di tempat tersebut.
yang sepantasnya. Naskah-naskah 4. tingkatan perhatian.
yang pada umumnya dibuat di kalangan Seorang pedagang Belanda yang da-
keraton ataupun kabupaten (ada juga tang ke Batavia pada awal abad ke-18
yang di kalangan pesantren), tentu hanya bisa menceritakan bagaimana
disimpan di tempat (perpustakaan) yang situasi perdagangan di Batavia waktu
itu, tetapi tidak akan bisa menceritakan Penulis naskah adalah semacam tim
bagaimana budaya pribumi waktu itu yang diketuai oleh Pangeran Wangsakerta.
karena tidak menjadi pusat perhati- Soal identitas Pangeran Wangsakerta bisa
annya. disebutkan bahwa ia adalah tokoh historis
yang juga tercatat dalam sumber primer
Kemauan untuk menyatakan kebenaran kolonial di samping dalam sumber lokal.
berkaitan erat dengan kepentingan sumber. Pangeran Wangsakerta adalah salah
Bila informasi akan merugikan kepentingan seorang putra Panembahan Girilaya Pengua-
sumber, jelas bahwa sumber tidak mau sa Kerajaan Cirebon (1650-1662) (Hageman,
menyatakan kebenaran. Demikian pula 1867:243, Kielstra, 1917: 60). Dalam naskah
sebaliknya, bila tidak merugikan, besar disebutkan bahwa karya tersebut
kemungkinan sumber akan mau menya- merupakan hasil Gotrasawala (Seminar)
takan kebenaran. yang diselenggarakan di Cirebon dengan
Prinsip lainnya, yang dapat dijadikan mengundang tim peneliti. Setiap daerah
pegangan sejarawan, adalah bahwa setiap mengirim utusan berjumlah 70 orang.
karya sejarah, sastra-sejarah, selalu Tentulah ini merupakan seminar yang luar
mencerminkan latar belakang sosio kultural biasa besarnya waktu itu. Pengumpulan
masyarakat yang menghasilkannya. Jadi, jumlah orang sebesar itu akan menarik
ada kulturgebundenheit (ikatan kebudaya- perhatian VOC, yang saat itu tengah
an), tijdgebundeheit (ikatan waktu). Setiap menghadapi berbagai konflik yang
karya juga selalu mencerminkan zeitgeist- menyeretnya ke peperangan, seperti
nya (jiwa zamannya) (Kartodirdjo, t.t). Karya Perlawanan Trunojoyo, kasus konflik
historiografi tradisional, termasuk naskah Banten-Sumedang, yang melibatkan
sejarah, biasanya juga dituliskan bukan kompeni, dll. Akan tetapi dalam Dagregister,
untuk menulis sejarah, tetapi lebih untuk peristiwa seminar di Cirebon ternyata tidak
meneguhkan nilai-nilai yang berlaku dalam tercatat. Tentu saja hal ini mengundang
masyarakatnya (Abdullah, 1985: xxi). pertanyaan, benarkah seminar itu pernah
diadakan? (lihat perdebatan tentang hal ini
Kritik Sumber terhadap Naskah Wang- dalam majalah Mangle, 1265 dan 1266).
sakerta Selanjutnya mengenai tulisan yang
dipergunakan, menurut keterangan Tien
Dengan mengetahui dasar-dasar meto- Wartini, (peneliti yang ikut dalam proyek
de sejarah di atas, bisa ditentukan sejauh kajian filologis naskah ini), bentuk huruf yang
mana Naskah Wangsakerta dapat dipakai dipergunakan dalam naskah ini adalah huruf
sebagai sumber sejarah. Berikut ini kritik Jawa Kuna yang kurang bagus walau tidak
sumber yang dapat dilakukan sebagai bisa disebut buruk. Dalam satu jilid, peneliti
pendahuluan. ini menemukan beberapa huruf yang beda.
Menurut hasil kajian filologi, naskah Kertas yang dipergunakan juga ada dua,
Wangsakerta tergolong naskah salinan kuning dan coklat (lihat majalah Mangle No
(Ekadjati, 1988, 2002). Bahan atau materi 1265). Selanjutnya menurut Buchori,
yang dipergunakan berdasarkan hasil arkeolog UI yang ahli tulisan kuno
pengujian di Arsip Nasional Republik Indo- (paleografi), kertas yang dipergunakan untuk
nesia, berumur sekitar 100 tahun (dihitung naskah ini adalah kertas manila yang
dari tahun 1988, yaitu ketika bahan naskah dicelup. Lagi pula biasanya naskah sejarah
itu diuji). Jadi, kemungkinan naskah itu ditulis dengan huruf-huruf yang bagus,
disalin akhir abad ke-19. Sementara sedangkan naskah ini ditulis dengan huruf
keterangan dalam naskah menyebutkan yang jelek (lihat Mangle No 1266).
bahwa naskah itu disusun akhir abad ke- M.C.Ricklefs menjelaskan bahwa ia pernah
17. Jadi, ada selisih waktu 200 tahun. melihat naskah itu di Museum Sri Baduga
dan ia menyatakan bahwa melihat tulisannya Terlepas dari soal kecurigaan semacam itu,
yang kasar, menunjukkan itu naskah baru, secara akademis, masalah asal-usul yang
bukan naskah abad ke-17. Penulis sendiri, tidak jelas ini menurunkan tingkat
sebagai sejarawan, ketika melihat naskah kredibilitas naskah tersebut. Lagi pula,
itu bersama ESE, di Museum Sri Baduga, naskah ini belum tuntas diteliti secara
Oktober 2001, tidak tahu apakah tulisan itu filologis (baru 26 dari 48 buah naskah yang
tergolong kasar atau tidak. ada). ESE, sebagai peneliti naskah ini,
Sementara itu, menurut ESE riwayat mengakui bahwa ada keraguan dalam
asal-usul naskah masih diliputi misteri yang naskah ini mengingat hal-hal yang diper-
belum terpecahkan. Penulis pernah debatkan di atas.
menanyakan kepada Undang Darsa (filolog Berdasarkan uraian panjang-lebar di
yang ikut dalam meneliti naskah ini) apakah atas, penulis berkesimpulan bahwa Naskah
Atja sebagai pembeli naskah, menyebutkan Wangsakerta tidak dapat dipergunakan
dari siapa naskah ini berasal. Ternyata Atja sebagai sumber sejarah. Meskipun demi-
tetap merahasiakan dari siapa Moh. Asikin kian, naskah ini sah sebagai objek kajian
memperoleh naskah ini, bahkan Moh. Asikin filologi.
pun kini telah meninggal dunia. Penulis
pernah menanyakan hal ini kepada T.D. Penutup
Sudjana, dalam kesempatan baru-baru ini.
Sebagai penutup, penulis ingin meng-
Penulis juga tidak mendapat jawaban yang
garisbawahi bahwa pada dasarnya setiap
diharapkan karena ternyata ahli sejarah
sumber sejarah harus diuji terlebih dahulu
Cirebon ini pun tidak tahu, hanya menga-
secara kritis sebelum dipergunakan. Sumber
takan bahwa kalau penulis mau mendapat
primer sekalipun harus diuji kredibilitasnya.
salinan-salinan naskah lain, bisa
Naskah Wangsakerta yang tergolong sumber
membelinya di Cirebon.
sekunder banyak mengandung kelemahan
Dengan melakukan kritik ekstern terha-
sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai
dap Naskah Wangsakerta di atas, penulis
sumber sejarah. Apabila nanti ditemukan
berkesimpulan bahwa naskah ini bukan
salinan lain dari naskah ini sehingga dapat
sumber yang otentik, artinya tergolong
direkonstruksi arketipnya, atau bahkan
sebagai sumber sekunder, yaitu sumber
ditemukan naskah aslinya, mungkin saja
yang tidak ditulis sezaman.
untuk ditinjau kembali. Sebenarnya, dalam
Selanjutnya dilihat dari segi kritik in-
khazanah penulisan sejarah Sunda masih
teren, kalau dilakukan koroborasi misalnya
ada naskah-naskah dari abad ke-16, yang
saja, untuk mencari kepastian tentang nama
lebih tua dari naskah Wangsakerta yaitu:
raja-raja Salakanagara (yaitu kerajaan yang Bujangga Manik, Carita Parahyangan,
menurut naskah ini terletak di sekitar Selat Sanghyang Siksakandang Karesian,
Sunda, pada abad pertama Masehi) ataupun Sewaka Darma. Naskah-naskah ini tergolong
Raja-raja Tarumanagara, yang dalam naskah sumber primer dan memberikan informasi
begitu rinci dilengkapi dengan angka tahun yang sangat berharga tentang sejarah Tatar
pemerintahan, sumber lain mana yang bisa Sunda. Penulis mengira bahwa masih ada
dipakai sebagai alat koroborasi. Hingga naskah-naskah semacam ini yang mungkin
sekarang, prasasti yang ditemukan jumlah- masih tersimpan di kalangan masyarakat.
nya sangat terbatas, bahkan mengenai Ini adalah garapan para filolog yang masih
Kerajaan Salakanagara, belum ditemukan sangat luas.
(atau tidak ada?). Maka dari itu, nilai
informasi dari naskah Wangsakerta tentang DAFTAR PUSTAKA
hal tersebut sangat lemah.
Kerahasiaan asal-usul naskah ini meng- Abdullah, Taufik. (ed.).1985. Ilmu Sejarah
undang pertanyaan: Mengapa? Ada apa? dan Historiografi. Jakarta: Gramedia.
Atja. 1972. Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari. Hageman, J.Cz.J. 1867. Geschiedenis der
Djakarta: Ikatan Karjawan Museum. Soenda-landen, TBG, XVI.
Cortesao, Armando. ed.1990. The Suma Kartodirdjo, Sartono. T.t. Beberapa
Oriental of Tome Pires. New Delhi: Asian Persoalan Sekitar Sejarah Indonesia &
Educational Services. Segi-segi Strukturil Historiografi Indo-
nesia. Lembaran Sejarah, UGM.
Ekadjati, Edi S. 1988. Naskah Pangeran
Wangsaskerta, Mungkinkah Menjadi Kielstra,E.B. 1917. De Sultans van
Sumber Sejarah Indonesia? Makalah Cheribon, De Indische Archipel.
(tidak diterbitkan). Haarlem: De Erven F. Bohr.
Ekadjati, Edi S. 2002. Sekitar Naskah Kumpulan Makalah Panel Diskusi Naskah
Pangeran Wangsakerta, Pikiran Sumber Sejarah Kerajaan Taruma-
Rakyat, 19 Februari. negara 16 September 1988. Jakarta:
Universitas Tarumanegara.
Garraghan, Gilbert. J. 1946. A Guide to His-
torical Method. New York: Fordham Kumpulan Makalah Gotrasawala Pengkajian
University Press. Naskah-Naskah Kuno Jawa Barat. 23
Januari 1989. Bandung: Universitas
Gottschalk, Louis. 1977. Mengerti Sejarah.
Pasundan.
(terj.). Jakarta: Universitas Indonesai
Press. Mangle. 1988, No. 1265, 1266.