I. DESKRIPSI SINGKAT
Secara global diperkirakan ada 37 juta orang dengan HIV AIDS pada tahun 2014, dan di
Indonesia diperkirakan ada sebanyak 638.329.Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai
dengan bulan Juni tahun 2015, kasus HIV AIDS di Indonesia mengalami peningkatan,
walaupun telah dilakukan upaya pengendalian yang strategis dan progresif. Kasus tersebut
tersebar di 381 (74%) dari 514kabupaten/kota di seluruh (34) provinsi di Indonesia.Jumlah
kumulatif kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai dengan Juni 2014adalah
sebanyak 177.463.
Sementara itu, secara global, diperkirakan tiap tahun terdapat 357 juta infeksi baru IMS. Di
Indonesia, dari laporan rutin diketahui masih tingginya IMS terutama sifilis dan gonorrhea
pada populasi kunci yaitu Wanita Pekerja Seks (WPS), Lelaki seks Lelaki (LSL), dan Waria.
Untuk itu, penting bagi petugas kesehatan untuk memahami secara benar tentang Kebijakan
Program Pengendalian HIV AIDS dan IMS di Indonesia, serta informasi dasar terkait HIV
AIDS dan IMS. Pembahasan modul ini akan memberikan wawasan dan pemahaman tentang:
Epidemi HIV AIDS dan IMS nasional; Kebijakan program pengendalian HIV AIDS dan IMS;
Layanan Komprehensif Berkesinambungan, dan Peraturan/Perundang-undangan yang
terkait dengan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan IMS dan Informasi
Dasar HIV AIDS dan IMS.
1
5. Menjelaskan tentang informasi dasar HIV AIDS dan IMS
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila ini merupakan pertemuan
pertama di kelas ini, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan
nama lengkap, instansi tempat bekerja/pengalaman bekerja terkait dengan materi yang
akan disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan dibahas,
sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
2
HIV AIDS dan IMS diwilayah masing-masing. Tanyakan juga mengapa terjadi seperti itu?
Upaya apa yang dilakukan atau harus dilakukan?
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Kebijakan program pengendalian HIV
AIDS dan IMS, menggunakan bahan tayang. Lakukan secara interaktif, dengan meminta
peserta menyampaikan contoh yang dilaksanakan di wilayah masing-masing, atau hasil
pencapaian program mereka. Apakah kendala dalam menjalankan kebijakan tersebut?
3. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang LKB, menggunakan bahan tayang.
Lakukan secara interaktif, dengan meminta peserta menyampaikan contoh yang
dilaksanakan di wilayah masing-masing, atau hasil pencapaian program mereka. Apakah
Terdapat kendala dalam menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.
4. Setelah presentasi selesai atau selama presentasi peserta diberi kesempatan untuk tanya
jawab, agar ada kesamaan persepsi.
5. Fasilitator menyampaikan rangkuman dari pokok bahasan 2 dan 3
1. Fasilitator menyampaikan bahwa akan beralih pada pembahasan tentang Informasi Dasar
HIV AIDS dan IMS. Kemudian melakukan curah pendapat, menggali pengetahuan
peserta tentang pengertian, pencegahan, penularan,deteksi dini, perjalanan infeksi HIV
AIDS dan stadium klinis serta infeksi oportunistis.
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Infromasi Dasar HIV AIDS dan IMS
meliputi: pengertian, pencegahan, penularan,deteksi dini, perjalanan infeksi HIV AIDS dan
stadium klinis serta infeksi oportunistis, menggunakan bahan tayang. Lakukan secara
interaktif, dan klarifikasi hal-hal yang masih menimbulkan keraguan.
3. Setelah presentasi selesai atau selama presentasi peserta diberi kesempatan untuk tanya
jawab, agar ada kesamaan persepsi.
4. Fasilitator menyampaikan rangkuman dari pokok bahasan 4
3
V. URAIAN MATERI
Secara umum ada 3 pola epidemik, yaitu tingkat rendah (low level), terkonsentrasi
(concentrated), dan meluas (generalized).Secara rinci, ciri-ciri ketiga status epidemi dan
kebutuhan surveilansnya dapat dijelaskan pada tabel berikut:
Tingkat rendah HIV belum masuk ke dalam jejaring populasi tertentu, seperti: WPS (Wanita
(low level) Pekerja Seks), waria, penasun (pengguna napza suntik), LSL (Laki-Laki Seks
dengan Laki-Laki), pelanggan WPS, dll, dengan perilaku risiko yang tinggi
untuk terinfeksi HIV (populasi kunci).
Umumnya prevalensi HIV di sub-populasi kunci ini masih di bawah 5%.
Penyebaran HIV berjalan lambat
Pada epidemi ini dibutuhkan aktivitas surveilans yang difokuskan pada
populasi risiko tinggi terinfeksi HIV.
Penularan HIV terus berlanjut pada satu atau beberapa populasi kunci.
Terkonsentrasi
(concentrated) Prevalensi HIV di salah satu sub-populasi kunci secara konsisten selalu di
atas 5%.
Pada epidemi ini aktivitas surveilans masih difokuskan dan diperkuat pada
populasi risiko tinggi, yaitu surveilans sentinel pada populasi kunci HIV.
Disamping itu, surveilans pada populasi/masyarakat umum sudah harus di
mulai, khususnya pada wilayah perkotaan.
Meluas Penularan HIV di populasi umum.
(generalized) Frekuensi kontak seksual dengan mitra seks ganda di kalangan populasi
umum cukup tinggi, sehingga laju epidemi ada di populasi umum.
Indikasi penting penularan di populasi umum ini adalah prevalensi HIV di
kalangan ibu-ibu pengunjung klinik KIA di wilayah perkotaan secara
konsisten selalu berada di atas 1%.
Pada epidemi ini, aktivitas surveilans pada populasi risiko tinggi masih
dilanjutkan, namun lebih difokuskan pada surveilans rutin di
populasi/masyarakat umum.
4
Peta Epidemi HIV di Indonesia
Estimasi jumlah ODHA Dewasa 2012 : 591.823
Indonesia menghadapi epidemi HIV terkonsentrasi di sebagian besar provinsi, kecuali di dua
provinsi, yaitu Papua dan Papua Barat yangmenghadapi epidemi HIV pada populasi umum.
Secara nasional, estimasi prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun pada daerah epidemi
terkonsentrasi sebesar 0,4%, sedangkan di Provinsi Papua dan Papua Barat sebesar 2,4%
pada populasi kelompok umur yang sama (2013).
Sementara itu, prevalensi pada populasi kunci berdasarkan Survei Terpadu Biologis dan
perilaku pada tahun 2007, 2009, 2011 dan 2013 adalah seperti pada gambar di bawah ini.
Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai dengan Juni 2015 adalah
sebanyak 177.463, dengan laki-laki, kelompok umur 25-49, serta penularan secara
heteroseksualyang paling banyak dilaporkan.
5
Estimasi infeksi baru HIV yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa
jumlah infeksi baru HIV pada orang dewasa mengalami peningkatan terutama pada kelompok
LSL, dan perempuan dari populasi umum (Gambar 2).
Gambar 2. Estimasi infeksi HIV baru berdasarkan populasi kunci Tahun 2000-2025 (Sumber:
Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia, Kemenkes 2012)
Epidemi IMS
Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu masalah penyakit menular di
Indonesia yang menimbulkan masalah kesehatan masyarakat karena menimbulkan kecacatan
dan kematian. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, karena IMS merupakan faktor risiko
utama terjadinya HIV dan transmisi seksual merupakan cara penularan HIV terbanyak. Hasil
Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) di dua kelompok daerah pada 2007 dan 2011 serta
2009 dan 2013 menunjukkan prevalensi HIV, sifilis, gonore, dan klamidia masih tinggi pada
populasi kunci (LSL, waria dan WPS) di beberapa tempat.
6
Grafik prevalensi sifilis dan HIV pada WPS, Waria dan LSL hasil STBP 2007 dan 2011 serta
STBP 2009 dan 2013
7
POKOK BAHASAN 2. KEBIJAKAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
HIV AIDS DAN IMS DI INDONESIA
Dasar kebijakan Pengendalian HIV dan AIDS sebagaimana tertuang dalam Permenkes no. 21
tahun 2013, sebagai berikut:
a. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS
melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek legal, organisasi,
pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia;
b. memprioritaskan komitmen nasional dan internasional;
c. meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;
d. meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau, bermutu,
dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan
promotif;
e. meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan;
f. meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS;
g. meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata
dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
h. meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang
HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan
bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS; dan
i. meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang akuntabel, transparan,
berdayaguna dan berhasilguna.
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Strategi
8
Mengacu pada strategi pengendalian HIV AIDS dalam Permenkes no. 21 tahun 2013, maka
dapat dirangkum 2 strategi pengendalian sebagai berikut:
1. Meningkatkan cakupan layanan HIV AIDS dan IMS melalui LKB:
2. Memperkuat sistem kesehatan nasional dalam pelaksanaan Layanan Komprehensif
Berkesinambungan(LKB) HIV AIDS dan IMS
Berbagai upaya untuk pengendalian HIV AIDS dan IMS yang telah dilakukan selama ini masih
belum mencapai hasil yang optimal sehingga perlu dilakukan akselerasi. Kegiatan-kegiatan
dikelompokkan berdasarkan isu spesifik sebanyak 16 akan dijalankan untuk mencapai tujuan
pengendalian.
1. Peningkatan Konseling dan Tes HIV
Program ini mencakup pelaksanaan layanan konseling dan tes HIV pada populasi
kunci, populasi khusus (pasien IMS, TB dan hepatitis, dan pasien dengan penyakit-
penyakit yang mengindikasikan HIV AIDS); ibu hamil, WBP, dan pasangan ODHA).di
wilayah dengan epidemi HIV terkonsentrasi serta konseling dan tes HIV donor darah
reaktif sebagai tindak lanjut hasil skrining darah di UTD.
Prong 1: pencegahan primer agar perempuan pada usia reproduksi tidak tertular
HIV
Kegiatan ini merupakan pencegahan primer untuk mencegah penularan HIV pada
perempuan usia reproduksi (15-49 tahun). Kegiatannya meliputi: i) penyebarluasan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang pencegahan infeksi HIV; dan ii) tes
HIV padaperempuan usia reproduksi, termasuk ibu hamil.
9
Pada prinsipnya setiap perempuan perlu merencanakan kehamilannya, namun pada
perempuandengan HIV perencanaan kehamilan harus dilakukan dengan lebih hati-hati
dan matang karena adanya risiko penularan HIV kepada bayinya.
Prong 3: pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya
dan yang disusuinya.
Strategi pencegahan penularan HIVpada ibu hamil merupakan inti dari upaya PPIA.
Semua ibu hamil denganHIV diupayakan mendapatkan pelayanan berikut ini.
Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu
melahirkan. Ibu akan tetap hidup dengan HIV di tubuhnya, sehingga membutuhkan
dukungan medis, psikologis, sosial dan perawatan selama hidupnya. Perempuan
dengan HIV lebih rentan terkena IMS, sehingga bila terinfeksi HPV (human papiloma
virus) akan lebih rentan untuk terjadi perubahan ke arah kanker serviks, sehingga
pemeriksaan IVA (inspeksi visual asam asetat) atau Pap smear harus lebih sering
dilakukan, misalnya setiap 6-9 bulan.
10
layanan imunisasi dan pemantauan tumbuh kembang;
pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4
danviral load);
pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, termasuk pemberian
kotrimoksasol (untuk mencegah infeksi Pneumocystis jiroveci).
iii) Penyuluhan kepada suami/pasangan dan anggota keluarga lainnya tentang cara
penularan HIV dan pencegahannya serta penggerakan dukungan masyarakat bagi
keluarga dengan atau terdampak HIV. Dengan demikian diharapkan keluarga dapat
mendukung penuh tata laksana pada ibu dan bayi secara menyeluruh.
5. Kolaborasi TB-HIV
Kolaborasi TB-HIV bertujuan untuk eliminasi kematian ODHA karena TB, dengan
melakukan kegiatan-kegiatan kolaborasi TB-HIV, yaitu:
1) Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV AIDS; mencakup
pembentukan forum TB-HIV, perencanaan bersama serta monitoring dan evaluasi
kegiatan TB-HIV.
2) Menurunkan beban TB pada ODHA; mencakup penapisan TB pada ODHA,
pemberian INH untuk profilaksis TB pada ODHA; serta pengendalian infeksi TB di
fasyankes.
3) Menurunkan beban HIV pada pasien TB; mencakup tes HIV pada pasien TB,
pemberian obat Anti Retroviral (ARV) serta kotrimoksasol pada pasien dengan ko-
infeksi TB-HIV.
11
8. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan Standar merupakan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di
fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak terlepas dari peran masing-masing pihak
yang terlibat di dalamnya yaitu pimpinan termasuk staf administrasi, staf pelaksana
pelayanan termasuk staf penunjangnya dan juga para pengguna yaitu pasien dan
pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan utamanya mencakup penyusunan
SOP tentang kewaspadaan standar, termasuk profilaksis pasca pajanan okupasional,
dan menyediakan layanan dan memberikan profilaksis pasca pajanan bagi orang
terpajan HIV di lingkungan fasyankes.
Penguatan sistem pembiayaan untuk pengendalian HIV AIDS dan IMS untuk
menghambat laju epidemi HIV akan dilakukan secara sistematis dan terstruktur,
dengan kegiatan-kegaitan yang mencakup: kolaborasi denganBPJS, penyebaran
informasi kepersertaan dan pemanfaatan JKN, dll.
12
apabila dipandang perlu,kajian, pengembangan atau pemutakhiran pedoman,
kebijakan dan tatalaksana terkait HIV AIDS dan IMS, dll.
15. Penguatan Tata Kelola Logistik program HIV AIDS dan IMS
Kegiatannya mencakup penyusunan pedoman sistem pengelolaan logistik program
HIV AIDS dan IMS, memperluas desentralisasi logistik ke seluruh provinsi,
kabupaten/kota dan fasyankes, pengadaan dan pemeliharaan alat diagnostik seperti:
alat hitung CD4 dan viral load, reagen diagnostik, dan obat.
13
POKOK BAHASAN 3. LAYANAN KOMPREHENSIF BERKESINAMBUNGAN
Yang dimaksud dengan layanan yang berkesinambungan adalah pemberian layanan HIV &IMS
secara paripurna, yaitu sejak dari rumah atau komunitas, ke fasilitas layanan kesehatan seperti
puskesmas, klinik dan rumah sakit dan kembali ke rumah atau komunitas; juga selama
perjalanan infeksi HIV (semenjak belum terinfeksi sampai stadium terminal). Kegiatan ini harus
melibatkan seluruh pihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat (kader, LSM,
kelompok dampingan sebaya, ODHA, keluarga, PKK, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh
masyarakat serta organisasi/kelompok yang ada di masyarakat).
Desentralisasi Layanan Komprehensif HIV AIDS dan IMS yang Berkesinambungan (LKB)
di tingkat Kabupaten Kota
Pengembangan LKB perlu didahului dengan pemetaan dan analisis situasi setempat, yang
mencakup pemetaan populasi kunci dan lokasi layanan terkait HIV yang tersebar serta analisis
faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku pencarian layanan pengobatan
(health seeking behavior), yang sangat dipengaruhi tatanan nonfisik yang ada di lingkungan
masyarakat. Analisis situasi ini perlu dilakukan agar populasi kunci/masyarakat mau
memanfaatkan jejaring LKB yang dibangun (feeding in) sehingga program ini berdampak bagi
pengendalian epidemi secara luas.
Konsep LKB juga menekankan pentingnya membangun jejaring internal dan eksternal, agar
pelayanan yang diberikan kepada populasi kunci benar-benar pelayanan yang paripurna,
memenuhi seluruh kebutuhan mereka.
Tabel berikut memaparkan jenis layanan komprehensif yang diperlukan di suatu wilayah
kabupaten/kota untuk menjamin kelengkapan layanan yang dapat diakses oleh masyarakat
meskipun tidak seluruh layanan tersebut tersedia dalam satu unit/fasilitas pelayanan kesehatan
14
Tabel 2. Jenis Layanan Komprehensif HIV
Konsep LKB memiliki 6 pilar utama yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan LKB HIV
dan IMS, sebagai berikut:
Tabel 3. Pilar Utama bagi Layanan Komprehensif HIV dan IMS yang Berkesinambungan
Pilar Tujuan
Pilar 1: Koordinasi dan kemitraan dengan Mendapatkan dukungan dan keterlibatan aktif
semua pemangku semua pemangku kepentingan
kepentingan di setiap lini
Pilar 2: Keterlibatan komunitas dan ODHA Meningkatnya kemitraan, dan akseptabilitas
beserta Keluarga layanan, meningkatkan cakupan, dan
retensi, serta mengurangi stigma dan
diskriminasi.
Pilar 3: Layanan terintegrasi dan Tersedianya layanan terintegrasi sesuai dengan
terdesentralisasi sesuai kondisi setempat kondisi setempat.
Pilar 4: Tersedianya layanan berkualitas
Paket layanan HIV komprehensif sesuai kebutuhan individu
yang berkesinambungan
Pilar 5: Sistem rujukan dan jejaring kerja Adanya jaminan kesinambungan dan linkage
antara komunitas dan layanan kesehatan.
Pilar 6: Terjangkaunya layanan baik dari sisi geografis,
Akses Layanan Terjamin finansial dan sosial, termasuk bagi kebutuhan
populasi kunci
15
POKOK BAHASAN 4. PERATURAN /PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT
DENGAN PROGRAM PENGENDALIAN HIV dan IMS
Peraturan dan perundang-undangan yang mendukung program pengendalian HIV AIDS dan
IMS, yang perlu diketahui dan dipahami oleh petugas kesehatan, antara lain:
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 87 Tahun 2014, tentang Pedoman Pengobatan
ARV
10. Surat Edaran Menkes No 129 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pengendalia HIV AIDS
dan Infeksi Menular seksual (IMS)
12. Surat Edaran Dirjen PPPL No HK.02.03/D/III.2.823/2013 tentang Alokasi Biaya Logistik
Program Pengendalian HIV AIDS dan IMS.
16
POKOK BAHASAN 5. INFORMASI DASAR HIV AIDS DAN IMS
IMS dan HIV AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat global maupun lokal. Cara
penularannya adalah melalui hubungan seksual berisiko, penggunaan jarum suntik bergantian,
tranfusi darah dan penularan pada bayi dari ibu yang terinfeksi.
A. Pengertian IMS dan HIV AIDS serta Hubungan IMS dan HIV
Pengertian IMS
Penyakit infeksi menular seksual atau IMS adalah infeksi yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual. Penyebabnya bermacam-macam, bisa bakteri: Neisseria
gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, Treponema pallidum, Gardanella vaginalis,
Haemophilus ducreyi, Donavania granulomatis, Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealycum; Virus: Herpes simplex, Human papilloma, Hepatitis, Cytomegalovirus, HIV;
Protozoa: Trichomonas vaginalis ; Jamur: Candida albicans dan Ektoparasit: Phtirus
pubis, Sarcoptes scabei.
Penularannya melalui hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi dan pada satu pasien
dapat ditemukan lebih dari satu IMS. Banyak IMS tidak bergejala sehingga pasien terutama
perempuan tidak mengetahui kalau ia memiliki IMS.
Infeksi HIV adalah infeksi kronis yang menyerang sistem kekebalan tubuh, ditandai dengan
penurunan CD4. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu keadaan
ketika pasien dengan HIV mengalami kumpulan gejala klinis karena penurunan sistem imun.
17
Pasien HIV rentan terhadap berbagai penyakit termasuk IMS
Pasien HIV yang juga IMS akan lebih cepat menjadi AIDS
AIDS
MELEMAHKAN TUBUH
Penularan HIV:
1. Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang sudah terinfeksi IMS atau HIV
2. Melalui pertukaran darah: transfusi, IDUs dan kegiatan medis dengan alat medis
tercemar HIV.
3. Dari ibu ke janin/bayinya selama kehamilan, persalinan atau menyusui
Penularan IMS:
1. Melalui hubungan seksual.
2. Melalui transfusi darah (sifilis)
3. Melalui kontak langsung (Herpes simpleks)
4. Dari ibu ke janin/bayinya selama kehamilan (sifilis), persalinan (konjungtivitis
neonatorum gonore)
18
2. Pertukaran darah dan cairan
- Penggunaan jarum suntik yang streil
- Menghindari terkenanya darah dan cairan pasien HIV pada bagian tubuh yang
ada luka (bagi petugas kesehatan)
Sementara itu, diagnosis HIV dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium pada orang-
orang yang dianjurkan untuk dilakukan tes HIV sesuai dengan program nasional. Materi ini
akan dibahas pada modul diagnosis.
Karakteristik HIV
1. HIV termasuk family retrovirus, genus lentivirus
2. Ciri retrovirus:
Dikelilingi membran lipid
Mengandung 2 copy ssRNA
Mempunyai variabel genetik yang banyak
Menyerang semua vertebrata
Mempunyai kemampuan replikasi yang unik
3. Ciri lentivirus:
Menyebabkan infeksi kronik
Kemampuan replikasi yang persisten
Menyerang SSP
Periode klinis laten yang panjang
19
a. Fase I (masa jendela/window periode)
Sel target HIV adalah sel yang mempunyai petanda permukaan CD4. Fase dimana
tubuh sudah terinfeksi HIV, namun pada pemeriksaan antibodi di dalam darah
masih belum ditemukan anti-HIV. Masa jendela ini biasanya berlangsung 3 bulan
sejak terinfeksi. Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah menularkan
kepada orang lain. Sekitar 30-50% orang mengalami gejala infeksi akut pada masa
infeksius ini dengan gejala demam, pembesaran kelenjar getah bening, keringat
malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk.
b. Fase II (masa tanpa gejala/asimtomatik)
Fase dimana hasil tes darah terhadap HIV sudah positif tetapi individu belum
menunjukkan gejala sakit. Individu ini dapat menularkan HIV kepada orang lain.
Masa tanpa gejala berlangsung rata-rata selama 2-3 tahun hingga lebih dari 10
tahun.
c. Fase III (AIDS)
Ini adalah fase terminal dari HIV yang kita sebut dengan AIDS. Pada fase ini
kekebalan tubuh telah menurun dan timbul gejala penyakit terkait HIV, seperti:
- Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
- Diare kronis
- Batuk pilek tidak sembuh-sembuh
- Berat badan terus menurun sebesar > 10% dari berat awal dalam waktu 1 bulan
Sel T CD
Jumlah sel CD
Sindrom
Infeksi TB
Akut HIV Asimtomatik
HZV
Masa
Ambang relatif OHL
jendela
Plasma HIV-RNA OC
PPE
PCP
CM
Antibodi CMV, MAC
Penatalaksanaan Infeksi
Layanan HIV-IMS Komprehensive Menular Seksual
Bulan.. Tahun sesudah terinfeksi HIV
Berkesinambungan
19
20
2. Stadium Klinis
Stadium klinis dari WHO digunakan untuk pasien yang pada pemeriksaan diagnostik HIV
hasilnya positif. Stadium klinis tersebut bisa digunakan sebagai panduan untuk memulai
atau mengganti ART atau untuk memulai terapi profilaksis pada Infeksi Oportunistik.
Stadium Klinis 1
Asimptomatik
Limfadenopati Generalisata yang menetap
21
Leukoensefalopati Multifokal Progresif
Peniciliosis
Kriptosporidiosis kronik
Isosporiasis kronik
Mikosis diseminata (histoplasmosis ekstrapulmoner, kokkidiodomikosis)
Septikemia rekuren (termasuk Non-thipoidal salmonella)
Lymphoma (cerebral atau B-sel. Non-Hodgkin)
Karsinoma Servikal Invasif
Leishmaniasis Disseminata Atipikal
HIV simtomatik terkait neuropathi atau HIV terkait kardiomiophati
Definisi IO:
Infeksi oleh organisme yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang dengan
sistem kekebalan yang normal (sehat), tetapi dapat mengenai orang dengan sistem
kekebalan yang menurun.
Infeksi oportunistik mempunyai bentuk seperti penyakit infeksi yang dialami oleh pasien
tanpa HIV, sehingga seringkali petugas kesehatan tidak menduga bahwa pasien didepannya
mungkin terinfeksi HIV.
Banyak pasien yang datang dengan tanda dan gejala AIDS tidak mengetahui status HIV
mereka. Oleh karena itu petugas kesehatan harus menawarkan tes HIV untuk semua pasien
yang datang ke sarana kesehatan di daerah dengan epidemi HIV meluas, sedangkan di
daerah dengan epidemi rendah dan terkonsentrasi tes HIV dilakukan atas indikasi.
Timbulnya infeksi oportunistik berkaitan dengan status imun pasien, semakin rendah CD4
seseorang semakin besar kemungkinan seseorang mendapat infeksi oportunistik.
IO dapat menyerang semua organ yang mempunyai hubungan dengan dunia luar, seperti
kulit, mulut, paru dan saluran cerna. Jarang menyerang organ yang terlindungi seperti otak;
gejala pada otak, terjadi pada stadium akhir penyakit.
Candidiasis oral
Tuberkulosis
Toxoplasmosis
Diare kronis
22
DAFTAR PUSTAKA
23