Anda di halaman 1dari 34

Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk

Pengukuran Stok Karbon di Kawasan Konservasi

Oleh:
Mega Lugina
Kirsfianti Linda Ginoga
Ari Wibowo
Afiefah Bainnaura
Tian Partiani

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan


Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Kementerian Kehutanan, Indonesia
Kerjasama Dengan:
International Tropical Timber Organization (ITTO)
Bogor, 2011
Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Pengukuran
dan Perhitungan Stok Karbon
di Kawasan Konservasi

Oleh :
Mega Lugina
Kirsfianti L Ginoga
Ari Wibowo
Afiefah Bainnaura
Tian Partiani

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan


Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan, Republik Indonesia
Kerjasama dengan
International Tropical Timber Organization (ITTO)
Bogor, 2011

i
Prosedur Operasi Standar untuk Pengukuran dan
Perhitungan Stok Karbon di Kawasan Konservasi

ISBN: 978-602-99985-8-0

Laporan Teknis No 14, Desember 2011.

Oleh :
Mega Lugina, Kirsfianti L Ginoga, Ari Wibowo, Afiefah Bainnaura, Tian Partiani

Informasi ini merupakan bagian dari kegiatan 2.1.2, program ITTO PD 519/08 Rev.1 (F):
Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions From Deforestation And Forest
Degradation And Enhancing Carbon Stocks In Meru Betiri National Park, Indonesia.

Kerjasama Antara:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Center for
Climate Change and Policy Research and Development)
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Tel: +62-251-8633944
Fax: +62-251-8634924
Email: conservation_redd@yahoo.com
Website: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id
LATIN Tthe Indonesian Tropical Institute
Jl. Sutera No. 1 Situgede, Bogor, Jawa Bara,t Indonesia
Tel: +62-251-8425522/8425523
Fax: +62-251-8626593
Email: latin@latin.or.id and aaliadi@latin.or.id
Website: www.latin.or.id
Taman Nasional Meru Betiri, Kementerian Kehutanan
Jalan Siriwijaya 53, Jember, Jawa Timur, Indonesia
Tel: +62-331-335535
Fax: +62-331-335535
Email: meru@telkom.net
Website: www.merubetiri.com

Copyright 2011.

Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610
Tel/Fax: +62-251-8633944
Email: conservation_redd@yahoo.com
Web site: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id

ii
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Daftar Gambar........................................................................................................ iv
Ringkasan............................................................................................................... v
1. PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2. Tujuan............................................................................................................ 2
2. INFORMASI UMUM............................................................................................ 2
2.1. Perubahan Iklim dan Karbon.......................................................................... 2
2.2. Peran Hutan dalam Perubahan Iklim.............................................................. 3
2.3. Mengapa karbon perlu diukur?...................................................................... 3
2.4. Bagaimana mengukur karbon?....................................................................... 3
3. METODE PENGUKURAN DAN PENGHITUNGAN KARBON HUTAN....... 6
3.1. Prinsip ............................................................................................................ 6
3.2. Peralatan ........................................................................................................ 6
3.3. Metode Pengambilan contoh (sampling technique) ...................................... 7
3.4. Prosedur pengukuran biomasa di lima carbon pool....................................... 8
3.5. Penghitungan cadangan karbon ..................................................................... 11
3.6. Penghitungan karbon ..................................................................................... 12
4. PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON TOTAL....................................... 13
4.1 Penghitungan cadangan karbon per hektar pada tiap plot.............................. 13
4.2. Penghitungan cadangan karbon total dalam plot........................................... 14
4.3. Penghitungan cadangan karbon total dalam stratum..................................... 17
4.4. Penghitungan cadangan karbon total dalam suatu areal................................ 18
5. PENUTUP ............................................................................................................. 19
6. DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 20
7. LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 21

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kategori penutupan lahan di Indonesia dan kategori dalam IPCC GL
2006 ......................................................................................................
Tabel 2 Angka default nisbah pucuk akar .........................................................

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Siklus karbon (Sumber: Adhi, 2008)..................................................... 3
Gambar 2 Contoh bentuk plot persegi .................................................................. 6
Gambar 3 Contoh bentuk plot lingkaran ............................................................... 6
Gambar 4 Bentuk Permanent Sample Plot (PSP) di TNMB.................................. 7
Gambar 5 Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon ....... 8
Gambar 6 Perhitungan tinggi pada beberapa karakteristik pohon ........................ 9
Gambar 7 Tingkat keutuhan pohon mati ............................................................... 11

iv
RINGKASAN
Kegiatan REDD+ merupakan salah satu upaya mitigasi atau pengurangan emisi akibat
perubahan iklim di sektor kehutanan dengan cara mengurangi emisi dari deforestasi,
degradasi serta konservasi, SFM dan peningkatan stok karbon. Mekanisme REDD+ sampai
saat ini masih dalam proses negosiasi di tingkat internasional melalui sidang-sidang COP
dari UNFCCC. Salah satu komponen penting untuk pelaksanaan REDD+ adalah
pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV) yang transparan, komparabel, koheren,
lengkap dan akurat. Tantangan untuk membangun MRV adalah bagaimana masyarakat dan
para pihak terkait mengetahui dan dapat melakukan pengukuran yang kredibel dalam
pemantauan penurunan emisi melalui perhitungan cadangan karbon (penambahan atau
pengurangan cadangan). Penyusunan SOP pengukuran REDD+ merupakan salah satu
upaya meningkatkan kesiapan dan kapasitas masyarakat dan para pihak dalam mendukung
upaya mitigasi perubahan iklim melalui kegiatan REDD+. SOP yang mengacu kepada
RSNI dan IPCC GL 2006 ini diharapkan dapat menjadi petunjuk untuk mengukur stok
karbon di berbagai tipe lahan termasuk yang berada di kawasan konservasi.

Kata Kunci: Karbon stok, TN Merubetiri, kawasan konservasi, tanah mineral.

v
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kegiatan REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Degradation)


merupakan salah satu upaya mitigasi atau pengurangan emisi akibat perubahan
iklim di sektor kehutanan dengan cara mengurangi emisi dari deforestasi, degradasi
serta konservasi, SFM dan peningkatan stok karbon. Mekanisme REDD+ sampai
saat ini masih dalam proses negosiasi di tingkat internasional melalui sidang-sidang
COP (Convention of Parties) dari UNFCCC (United Nation Framework Convention
on Climate Change). Minat untuk melaksanakan REDD+ di Indonesia cukup
tinggi. Sampai saat ini tercatat sekitar 40 kegiatan percontohan (Demonstration
Activities atau DA) REDD di Indonesia sebagai proses awal pembelajaran REDD
sebelum diimplementasikan secara penuh.
Aksi pengurangan emisi suatu negara harus Measurable (dapat diukur), Reportable
(dapat dilaporkan), Verifiable (dapat diverifikasi) atau MRV. Presiden memberikan
arahan agar Indonesia harus siap dengan MRV nasional yang sesuai standar
internasional. Meskipun demikian sebaiknya MRV nasional dengan standar
internasional tersebut tetap mempertimbangkan biaya yang efektif (cost effective).
REDD+ dipandang sebagai mekanisme penurunan emisi yang berpotensi besar.
Prinsip MRV yang diterapkan untuk REDD+, yaitu:
Menggunakan IPCC Guidelines terbaru (2006) : AFOLU (Agriculture,
Forestry, Other Land Use)
Kombinasi pengukuran lapangan dan hasil citra satelit (remote-sensing &
ground-based inventory)
Memperhitungkan 5 sumber karbon (carbon pools)
Hasil penghitungan : transparan dan terbuka untuk review.
Dengan demikian, salah satu komponen penting untuk pelaksanaan REDD+ adalah
pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV) yang transparan, komparabel,
koheren, lengkap dan akurat. Tantangan untuk membangun MRV adalah bagaimana
masyarakat dan para pihak terkait mengetahui dan dapat melakukan pengukuran
yang kredibel dalam pemantauan penurunan emisi melalui perhitungan cadangan
karbon (penambahan atau pengurangan cadangan)
Taman Nasional Merubetiri seluas 58.000 ha di Jawa Timur, merupakan salah satu
DA REDD+ di Indonesia yang mewakili kawasan konservasi, dengan dukungan
biaya dari ITTO dan partner seven and i. Kegiatan utama DA REDD+ di TNMB
adalah peningkatan partisipasi masyarakat dan mengembangkan sistem yang MRV
dalam monitoring emisi dan perhitungan karbon.

1
Untuk mendukung MRV perhitungan emisi termasuk REDD+ harus didasarkan
kepada data perubahan tutupan hutan dari hasil remote sensing, dan pengukuran
karbon di lapangan. IPCC-GL (2006), memberikan petunjuk tentang 5 sumber
karbon (carbon pools) yang harus diukur melalui pengukuran lapangan. Metode
pengukuran karbon di lapangan dengan menempatkan plot-plot contoh telah
dikembangkan (IPCC GL, 2006, Kurniatun dan Rahayu, 2007, GOFC-Gold, 2009).
Lima sumber karbon tersebut adalah :
1. Biomas di atas tanah (above ground biomass),
2. Biomas di bawah tanah (below ground biomass),
3. Pohon yang mati (dead wood),
4. Seresah (litter),
5. Tanah (Soil)
6. Sumber karbon ke 6 yaitu kayu yang dipanen (harvested wood products) belum
diperhitungkan.

1.2. Tujuan
Penyusunan SOP pengukuran karbon bertujuan untuk memberikan petunjuk praktis
dalam pelaksanaan pengukuran dan perhitungan karbon terutama di kawasan
konservasi, sebagai salah satu upaya meningkatkan kesiapan dan kapasitas
masyarakat dan para pihak dalam mendukung mitigasi perubahan iklim melalui
kegiatan REDD+, yang mudah diikuti, komparabel dan diakui secara internasional.

2. INFORMASI UMUM

2.1. Perubahan Iklim dan Karbon

Terjadinya perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah. Saat ini
perubahan iklim telah menimbulkan bencana baru bagi manusia. Musim kemarau
yang semakin panjang serta musim penghujan yang relatif pendek dengan intensitas
hujan yang tinggi merupakan bukti nyata adanya perubahan iklim. Hal ini
berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia seperti kekeringan yang
berkepanjangan, gagal panen, krisis pangan, air bersih, pemanasan muka laut serta
banjir dan longsor. Berbagai studi menyebutkan bahwa negara berkembang yang
akan paling menderita karena tidak mampu membangun struktur untuk beradaptasi,
walaupun dampak perubahan iklim juga dirasakan negara maju (IPCC, 2006, Stern,
2007).

Perubahan iklim ini terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK)
yaitu CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan SF6 di atmosfer. Peningkatan emisi

2
diakibatkan oleh proses pembangunan dan industri berbahan bakar migas (BBM)
yang semakin meningkat dan kegiatan penggunaan lahan serta alih guna lahan dan
kehutanan (LULUCF = Land Use, Land Use Change and Forestry yang sekarang
disebut sebagai AFOLU = Agriculture, Forestry and Land Use). Hasil studi oleh
Stern (2007) untuk tingkat dunia, menunjukkan sumber emisi terbesar berasal dari
sektor energi yaitu pembangkit listrik 24 %, industri 14 %, transportasi 14 %,
konstruksi 8 % dan sumber energi lain 5 %. Emisi dari sektor non energi yaitu
perubahan lahan termasuk kehutanan 18 %, pertanian 14 % dan limbah 3 %.

Karbon merupakan salah satu unsur terpenting dalam kehidupan sehari-hari dan
berperan sebagai pembentuk gas rumah kaca (GRK). Di sektor kehutanan,
kontribusi terhadap GRK terutama disebabkan oleh gas karbon dioksida (CO2).
GRK lain yang mengandung unsur karbon adalah gas metan (CH4), Hidro Fluoro
Carbon (HFC), dan PFC. Konsentrasi gas-gas ini dalam skala global secara
kumulatif dipengaruhi langsung oleh aktivitas manusia, meskipun gas-gas tersebut
juga terjadi secara alamiah. Gambaran siklus karbon dapat dilihat pada Gambar
berikut.

Gambar 1. Siklus karbon (Sumber: Adhi, 2008 )

2.2. Peran Hutan dalam Perubahan Iklim

Perubahan iklim global terjadi akibat terganggunya keseimbangan energi antara


bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan GRK
yang saat ini sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan
keseimbangan ekosistemnya. Konsentrasi GRK di atmosfer meningkat sebagai

3
akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, seperti adanya pembakaran
vegetasi hutan dan penebangan hutan dalam skala luas (Hairiah, 2007).
Hutan alami merupakan penyerap penyimpan karbon (C) tertinggi bila
dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan lainnya, dikarenakan keragaman
pohonnya yang tinggi, kerapatan tumbuhan bawah, dan seresah di permukaan tanah
yang banyak. Bila hutan diubah fungsinya atau menurun kerapatannya maka jumlah
C tersimpan akan berkurang atau bahkan hilang (Hairiah, 2007).
Dalam konteks perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai sink
(penyerap/penyimpan karbon) maupun source (pengemisi karbon). Deforestasi dan
degradasi meningkatkan source, sedangkan aforestasi, reforestasi dan kegiatan
pertanaman lainnya serta konservasi hutan meningkatkan sink. Dalam pengelolaan
hutan lestari penyerapan karbon merupakan jasa yang dapat diberikan oleh sektor
kehutanan. Sebaliknya kegiatan kehutanan yang berhubungan dengan serapan
karbon akan mendukung pengelolaan hutan lestari. Misalnya kegiatan aforestasi,
reforestasi dan mencegah deforestasi.

2.3. Mengapa karbon perlu diukur?

Cadangan karbon pada dasarnya merupakan banyaknya karbon yang tersimpan pada
vegetasi, biomas lain dan di dalam tanah. Upaya pengurangan konsentrasi GRK di
atmosfer (emisi) adalah dengan mengurangi pelepasan CO2 ke udara. Untuk itu,
maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah
serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan emisi
serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami, menanam
pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting
untuk mengurangi jumlah CO2 yang berlebihan di udara (Hairiah, 2007).
Jumlah cadangan karbon tersimpan ini perlu diukur sebagai upaya untuk mengehui
besarnya cadangan karbon pada saat tertentu dan perubahannya apabila terjadi
kegiatan yang manambah atau mengurangi besar cadangan. Dengan mengukur,
dapat diketahui berapa hasil perolehan cadangan karbon yang terserap dan dapat
dilakukan sebagai dasar jual beli cadngan karbon. Dimana negara maju atau
industry mempunyai kewajiban untuk memberi kompensasi kepada negara atau
siapapun yang dapat mengurangi emisi atau meningkatkan serapan.

2.4. Bagaimana mengukur karbon?

Pada ekosistem daratan, C tersimpan dalam 3 komponen pokok yang merupakan


parameter yang diukur di tingkat plot (IPCC, 2006). Komponen-komponen tersebut,
yaitu:

4
1. Biomasa: masa dari bagian vegetasi yang masih hidup, yaitu:
- Atas tanah: tajuk pohon, tumbuhan bawah (semai, pancang), gulma dan
tanaman semusim
- Bawah tanah: akar
2. Nekromasa: masa dari bagian pohon yang telah mati, yaitu:
- Seresah dipermukaan tanah
- Tunggul/kayu mati/cabang dan ranting
3. Bahan organik tanah: sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang
telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah
menjadi bagian dari tanah.

3. METODE PENGUKURAN DAN PENGHITUNGAN KARBON


HUTAN

3.1. Prinsip
Menghitung total cadangan karbon hutan didasarkan pada kandungan biomasa dan
bahan organik pada lima sumber karbon (carbon pools) yaitu biomasa atas
permukaan tanah, biomasa bawah permukaan tanah, kayu mati, serasah dan bahan
organik tanah).

3.2. Peralatan
alat penentu posisi koordinat (GPS), dengan tingkat kesalahan jarak
horizontal maksimal 10 m;
alat pengukur diameter pohon (phi band);
alat pengukur panjang;
alat pengukur kelerengan (clinometer);
alat pengukur tinggi pohon;
alat pengambil contoh tanah (ring soil sampler);
alat pengukur berat (timbangan) dengan ketelitian 0,5%;
kompas;
peta kerja;
gergaji kecil;
gunting stek;
oven;
tally sheet;
wadah contoh.

5
3.3. Metode Pengambilan contoh (sampling technique)

3.3.1. Menyiapkan rancangan pengambilan contoh (Sampling design)

Teknik pengambilan contoh yang digunakan adalah pengambilan contoh berlapis


(stratified sampling) secara sistematik (stratified systematic sampling ) atau acak
(simple random sampling), dengan toleransi kesalahan (sampling error) maksimal
20% (RSNI, 2011).

3.3.2 Melakukan Stratifikasi

Stratifikasi bertujuan mengelompokkan tapak berdasarkan peta tutupan lahan (land


cover) yang diperoleh dari interpretasi citra satelit dengan resolusi paling rendah 30
m. Contoh stratifikasi adalah hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman,
tanaman perkebunan, pemukiman dan lain-lain. IPCC GL 2006 membagi kelas
penutupan lahan berdasarkan kriteria penutupan lahan oleh IPCC GL 2006, yaitu
Lahan Hutan (Forest Land/FL), Lahan Pertanian (Crop Land/CL), Lahan Padang
Rumput (Grass Land/GL), Lahan Basah (Wet Land/WL), Pemukiman
(Settlement/S) dan Lahan Lainnya (Other Land/OL). Direktorat Jenderal Planologi
Kehutanan membagi kategori penutupan lahan sebagai berikut:

Tabel 1. Kategori penutupan lahan di Indonesia dan kategori dalam IPCC GL 2006
Kategori Hutan Kategori IPCC 2006
1. Hutan Lahan Kering Primer FL
2. Hutan Rawa Primer FL
3. Hutan Mangrove Primer FL
4. Hutan Lahan Kering Sekunder FL
5. Hutan Rawa Sekunder FL
6. Hutan Mangrove Sekunder FL
7. Hutan Tanaman FL
Area Penggunaan Lain (APL)
8. Belukar GL
9. Belukar rawa WL
10. Tanah terbuka OL
11. Rawa WL
12. Pertanian CL
13. Pertanian campur semak CL
14. Transmigrasi CL
15. Permukiman S
16. Padang rumput GL
17. Sawah CL
18. Perkebunan CL

6
19. Tambak OL
20. Bandara OL
21. Air -
22. Awan -

3.3.3. Menentukan bentuk dan ukuran plot contoh

Bentuk plot contoh sesuai kondisi lapangan dapat berbentuk lingkaran, persegi
panjang, bujur sangkar. Ukuran plot untuk pengukuran tiap tingkatan pertumbuhan
vegetasi adalah sebagai berikut:

a. Semai dengan luasan minimal 4 m2 (2x2 m)


b. Pancang dengan luasan minimal 25 m2 (5x5 m).
c. Tiang dengan luasan minimal 100 m2 (10x10 m).
d. Pohon dengan luasan minimal 400 m2 (20x20 m)

Bentuk dan ukuran plot pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar berikut.

Keterangan gambar:
A : sub plot untuk semai, serasah, tumbuhan bawah
B : sub plot untuk pancang
C : sub plot untuk tiang
D : sub plot untuk pohon
Gambar 2. Contoh bentuk plot persegi dan lingkaran

7
5050mm

10 m
Patok PSP 20 m

0,5 m x 0,5 m

100 m
Patok utama plot

Patok bantu plot

Sub sub plot ukuran 0.5 X 0.5 meter untuk mengukur serasah dan
tumbuhan bawah

Sub plot ukuran 10 m X 50 m untuk mengukur tiang (pohon 5 sd


30 cm)

Plot ukuran 20 m X 100 m untuk mengukur pohon 30 cm

Gambar 3. Bentuk Plot Contoh Permanen (PSP) di TNMB

3.4. Prosedur pengukuran biomasa di lima sumber karbon (carbon pool)

3.4.1 Pengukuran biomasa di atas permukaan tanah

3.4.1.1 Pengukuran biomasa pohon

Tahapan pengukuran biomasa pohon dilakukan sebagai berikut:


a. identifikasi nama jenis pohon, apabila tidak diketahui buat herbariumnya untuk
diidentifikasi;
b. ukur diameter setinggi dada (dbh); Pengukuran diameter setinggi dada pada
berbagai kondisi pohon di lapangan dapat mengacu pada Gambar 5.

8
Gambar 4. Pengukuran diameter setinggi dada pada berbagai kondisi pohon

c. catat data dbh dan nama jenis ke dalam tally sheet; Bila pada plot terdapat
vegetasi tidak berkeping dua (dycotile) seperti bambu dan pisang, maka ukurlah
diameter dan tinggi masing-masing individu dalam setiap rumpun tanaman.
Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang seperti kelapa atau tanaman
jenis palem lainnya.
d. Tetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing-masing jenis pohon dengan jalan
memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur panjang, diameter dan
timbang berat basahnya. Masukkan dalam oven pada suhu 100 C selama 48 jam
dan timbang berat keringnya. Hitung volume dan BJ kayu dengan rumus
sebagai berikut:

Volume (cm3) = R2 T

( )
( )
( )

9
Dimana :
R = jari-jari potongan kayu
T = panjang/tebal kayu

e. Hitunglah biomasa pohon menggunakan persamaan alometrik yang telah


dikembangkan sebelumnya yang pengukurannya diawali dengan penebangan
dan penimbangan beberapa pohon (destruktif sampling).

Gambar 5. Perhitungan tinggi pada beberapa karakteristik pohon

3.4.1.2. Pengukuran biomasa tumbuhan bawah

Tahapan pengukuran biomasa tumbuhan bawah dilakukan sebagai berikut:


a. Tempatkan kuadran bambu, kayu atau aluminium di dalam plot secara acak.
b. Potong semua tumbuhan bawah (pohon berdiameter < 5 cm, herba dan rumbut-
rumputan) yang terdapat di dalam kuadran, pisahkan antara daun dan batang
c. Masukkan ke dalam kantong kertas, beri label sesuai dengan kode titik
contohnya
d. Untuk memudahkan penanganan, ikat semua kantong kertas berisi tumbuhan
bawah yang diambil dari satu plot. Masukkan dalam karung besar untuk
mempermudah pengangkutan ke kamp/laboratorium.
e. Timbang berat basah daun atau batang, catat beratnya dalam blangko

10
f. Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing biomasa daun dan batang
sekitar 100-300g. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g),
maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.
g. Keringkan sub-contoh biomasa tanaman yang telah diambil dalam oven pada
suhu 80 C selama 2 x 24 jam atau sampai berat konstan.
h. Timbang berat keringnya dan catat dalam tally sheet.

3.4.2. Pengukuran biomasa serasah

Tahapan pengukuran biomasa serasah dilakukan sebagai berikut:

a. Ambil semua seresah yang terletak di permukaan tanah yang terdapat dalam
kuadran, biasanya setebal 5 cm tetapi ketebalan ini bervariasi tergantung pada
pengelolaan lahannya. Bila pengambilan seresah telah menyentuh tanah
mineral, biasanya berwarna lebih terang dari pada lapisan seresah, maka
hentikan pengambilannya.

Gambar 6. Pengambilan Nekromass (Sumber: TNMB)

b. Masukkan semua seresah yang terdapat pada kuadran ke dalam ayakan dengan
lubang pori 2 mm, ayaklah. Ambil seresah halus dan akar yang tertinggal di atas
ayakan, timbang berat basahnya (BB per kuadran). Ambil 100 g sub-contoh
seresah halus, keringkan dalam oven pada suhu 80 C selama 48 jam. Bila
biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang
semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.
c. Timbang berat keringnya dan catat dalam blangko pengamatan yang disediakan.
Estimasi BK seresah per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut:

11
( )
( ) ( )
( )

Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah

d. Masukkan seresah ke dalam kantong plastik dan beri label untuk keperluan
analisa kandungan C.
e. Seresah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh tanah, ambil 50
gram untuk analisa kandungan C atau hara lainnya.

Catatan
1. Pengukuran serasah tidak dilakukan pada tipe hutan mangrove karena faktor
pasang surut air laut menyebabkan serasah yang diukur bukan sepenuhnya
berasal dari tegakan mangrove pada lokasi tersebut
2. Pengukuran serasah dilakukan sebelum pengukuran biomasa tumbuhan bawah

3.4.3 Pengukuran biomasa pohon mati dan kayu mati (necromass)

3.4.3.1 Pengukuran biomasa pohon mati

3.4.3.1.1 Pengukuran biomasa pohon mati dengan metode geometrik

Tahapan pengukuran biomasa pohon mati dilakukan sebagai berikut:


a. ukur diameter setinggi dada;
b. ukur tinggi total pohon mati;
c. hitung volume pohon mati dengan persamaan;

Keterangan:
- Vpm adalah volume pohon mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3);
- dbh adalah diameter setinggi dada pohon mati 1,3 meter, dinyatakan dalam
- centimeter (cm);
- t adalah tinggi total pohon mati, dinyatakan dalam meter (m);
- f adalah faktor bentuk.

Catatan
Nilai faktor bentuk bervariasi tergantung jenis kayu. Apabila data faktor bentuk
tidak

12
tersedia, maka dapat digunakan faktor bentuk 0,6
d. hitung berat jenis kayu pohon mati; Ambil sedikit contoh kayu ukuran 10 cm x
10 cm x 10 cm, timbang berat basahnya, masukkan dalam oven suhu 80 C
selama 48 jam untuk menghitung BJnya.
e. hitung bahan organik pohon mati.

Bpm = Vpm x BJpm

Keterangan:
- Bpm adalah bahan organik pohon mati, dinyatakan dalam kilogram (kg);
- Vpm adalah volume pohon mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3);
- BJpm adalah berat jenis kayu pohon mati, dinyatakan dalam kilogram per meter
- kubik (kg/m3).

3.4.3.1.2. Pengukuran biomasa pohon mati dengan metode alometrik

Tahapan pengukuran biomasa pohon mati dilakukan sebagai berikut:


a. ukur dbh pohon mati;
b. tentukan tingkat keutuhan pohon mati. bentuk tingkat keutuhan pohon mati
dapat dilihat pada Gambar 4;
c. c. hitung biomasa pohon mati - dengan persamaan alometrik dikalikan faktor
koreksi dari tingkat keutuhan pohon mati (lihat Gambar 7).

Catatan
Lakukan pengambilan contoh kayu untuk pengukuran berat jenis jika ketersediaan
data berat jenis tidak ada.

13
Keterangan gambar:
A : tingkat keutuhan dengan faktor koreksi 0,9
B : tingkat keutuhan dengan faktor koreksi 0,8
C : tingkat keutuhan dengan faktor koreksi 0,7
Gambar 7. Tingkat keutuhan pohon mati

3.4.3.2 Pengukuran biomasa kayu mati

3.4.3.2.1 Pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan volume

Tahapan pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan volume dilakukan sebagai


berikut:
a. ukur diameter (pangkal dan ujung);
b. ukur panjang total kayu mati;
c. hitung volume kayu mati (dapat menggunakan rumus Brereton);

Keterangan:
- Vkm adalah volume kayu mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3);
- dp adalah diameter pangkal kayu mati, dinyatakan dalam centimeter (cm);
- du adalah diameter ujung kayu mati, dinyatakan dalam centimeter(cm);
- p adalah panjang kayu mati, dinyatakan dalam meter (m);
- adalah 22/7 atau 3,14

d. hitung berat jenis kayu mati. Penentuan berat jenis kayu mati di lapangan dapat
dilakukan dengan metode pengamatan empiris tingkat pelapukan kayu mati;
e. hitung biomasa kayu mati.

14
Bkm = Vkm x BJkm

Keterangan:
- Bkm adalah biomasa kayu mati, dinyatakan dalam kilogram (kg);
- Vkm adalah volume kayu mati, dinyatakan dalam meter kubik (m3);
- BJkm adalah berat jenis kayu mati, dinyatakan dalam kilogram per meter kubik
(kg/m3).

Catatan
1. Lakukan pengambilan contoh kayu untuk pengukuran berat jenis jika
ketersediaan data berat jenis tidak ada
2. Lakukan pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan volume atau berat

3.4.3.2.2 Pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan penimbangan langsung

Tahapan pengukuran biomasa kayu mati berdasarkan penimbangan langsung


dilakukan
sebagai berikut:
a. kumpulkan semua kayu mati pada plot pengukuran;
b. timbang berat total dari kayu mati;
c. ambil contoh dan timbang minimal 300 gram;
d. lakukan pengeringan dengan menggunakan oven terhadap contoh kayu mati
pada kisaran suhu 700 C sampai dengan 850 C hingga mencapai berat konstan;
e. timbang berat kering contoh kayu mati.

3.4.4. Pengukuran kandungan karbon organik tanah

3.4.4.1. Tanah mineral kering

Pengukuran kandungan karbon organik tanah pada tanah mineral kering dilakukan
sebagai berikut:

a. ambil contoh tanah dari 5 titik, yaitu pada keempat arah mata angin dan di
tengahtengah plot untuk plot lingkaran atau pada keempat sudut plot dan di
tengah-tengah plot untuk plot persegi panjang;
b. lakukan pengambilan contoh tanah dengan metode komposit, yaitu
mencampurkan contoh tanah dari kelima titik contoh tanah pada setiap
kedalaman (kedalaman 0 cm sampai dengan 5 cm, 5 cm sampai dengan 10 cm,
10 cm sampai dengan 20 cm, dan 20 cm sampai dengan 30 cm);
c. letakkan ring soil sampler pada masing-masing titik pengambilan contoh tanah;

15
d. letakkan 4 ring soil sampler pada setiap kedalaman pengambilan contoh tanah;
e. ambil contoh tanahnya pada setiap ring soil sampler dan timbang berat
basahnya di lapangan;
f. kering-anginkan contoh tanah di laboratorium;
g. timbang contoh tanah dan dicatat beratnya;
h. analisis berat jenis tanah dan kandungan karbon organik tanah.

3.4.4.2. Tanah gambut


Pengukuran kandungan karbon organik tanah pada tanah gambut dilakukan sebagai
berikut:
a. ukur kedalaman gambut pada setiap jarak 200 meter sampai dengan 300 meter
pada jalur rintisan menuju plot ukur;
b. ambil contoh gambut minimal 3 contoh dari tiap tingkat kematangan gambut;
c. lakukan analisa laboratorium untuk mendapatkan kerapatan lindak (bulk
density) dan kandungan karbon.

3.4.4.3. Tanah mineral mangrove


Pengukuran kandungan karbon organik tanah pada tanah mineral mangrove
dilakukan sebagai berikut:
a. ambil contoh tanah dari 5 titik, yaitu pada keempat arah mata angin dan di
tengahtengah plot untuk plot lingkaran atau pada keempat sudut plot dan di
tengah-tengah plot untuk plot persegi panjang;
b. ambil contoh tanah dengan metode komposit, yaitu mencampurkan contoh
tanah dari kelima titik contoh tanah pada kedalaman 0 cm sampai dengan 5 cm;
c. letakkan ring soil sampler pada masing-masing titik pengambilan contoh tanah;
d. letakkan 4 ring soil sampler pada kedalaman 0 cm sampai dengan 5 cm.
e. ambil contoh tanah dari ring soil sampler dan ditimbang berat basahnya di
lapangan;
f. contoh tanah dikering-anginkan di laboratorium;
g. contoh tanah ditimbang dan dicatat beratnya;
h. analisis berat jenis tanah dan kandungan karbon organik tanah.

3.4.5. Pengukuran biomasa di bawah permukaan tanah

Pengukuran biomasa di bawah permukaan tanah dihitung menggunakan rumus


sebagai berikut:

16
Bbp = NAP x Bap

Keterangan:
- Bbp adalah biomasa di bawah permukaan tanah, dinyatakan dalam kilogram
(kg);
- NAP adalah nilai nisbah akar pucuk;
- Bap adalah nilai biomasa atas permukaan (above ground biomass), dinyatakan
dalam
- kilogram (kg) sesuai dengan hasil penghitungan pada 3.4.1.

Catatan
Data nisbah akar pucuk tertera pada Tabel berikut:
Tabel 2. Angka default nisbah pucuk akar

3.5. Penghitungan cadangan karbon


3.5.1. Penghitungan biomasa atas permukaan
3.5.1.1. Penghitungan biomasa atas permukaan berdasarkan persamaan
alometrik
Hitung biomasa menggunakan persamaan alometrik yang sesuai dengan
karakteristik lokasi pengukuran yang meliputi zona iklim, tipe hutan, dan jika
memungkinkan nama jenis atau kelompok jenis.

3.5.1.2 Penghitungan biomasa atas permukaan berdasarkan biomass


expansion factor (BEF)

Jika ketersediaan data yang ada di lapangan adalah volume kayu, maka dapat
menggunakan persamaan BEF sebagai berikut:

Bap = v x BJ x BEF

Keterangan:
- Bap adalah biomasa atas permukaan, dinyatakan dalam kilogram (kg);

17
- v adalah volume kayu bebas cabang (komersil), dinyatakan dalam meter kubik
(m3);
- BJ adalah berat jenis kayu, dinyatakan dalam kilogram per meter kubik
(kg/m3);
- BEF adalah biomass expansion factor.

Catatan
1. Nilai BEF dapat diperoleh dari hasil studi sebelumnya
2. Data berat jenis dapat mengacu pada Atlas Kayu Indonesia.

3.5.2 Penghitungan biomasa bawah permukaan (akar)


a. hitung biomasa pohon atas permukaan;
b. hitung nisbah akar pucuk;

Bbp = NAP x Bap

Keterangan:
- Bbp adalah biomasa bawah permukaan, dinyatakan dalam kilogram (kg);
- NAP adalah nilai nisbah akar pucuk;
- Bap adalah nilai biomasa atas permukaan (above ground biomass), dinyatakan
dalam
- kilogram (kg)

Catatan
Data nisbah akar pucuk disajikan pada 3.4.5.

3.5.3. Penghitungan bahan organik serasah, kayu mati dan pohon mati

Keterangan:
- Bo adalah berat bahan organik, dinyatakan dalam kilogram (kg);
- Bks adalah berat kering contoh, dinyatakan dalam kilogram (kg);
- Bbt adalah berat basah total, dinyatakan dalam kilogram (kg);
- Bbs adalah berat basah contoh, dinyatakan dalam (kg).

18
3.6. Penghitungan karbon
3.6.1 Penghitungan karbon dari biomasa

Penghitungan karbon dari biomasa menggunakan rumus sbb:

Cb = B x % C organik

Keterangan:
- Cb adalah kandungan karbon dari biomasa, dinyatakan dalam kilogram (kg);
- B adalah total biomasa, dinyatakan dalam (kg);
- % C organik adalah nilai persentase kandungan karbon, sebesar 0,47 atau
menggunakan nilai persen karbon yang diperoleh dari hasil pengukuran di
laboratorium.

3.6.2. Penghitungan karbon dari bahan organik mati (serasah, kayu mati dan
pohon mati)

Penghitungan karbon dari bahan organik mati dari serasah, kayu mati dan pohon
mati
menggunakan rumus sbb:

Cm = Bo x % C organik

Keterangan:
- Cm adalah kandungan karbon bahan organik mati, dinyatakan dalam kilogram
(kg);
- Bo adalah total biomasa/bahan organik, dinyatakan dalam kilogram (kg);
- %C organik adalah nilai persentase kandungan karbon, sebesar 0,47 atau
menggunakan nilai
- persen karbon yang diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium

3.6.3. Penghitungan karbon tanah

Penghitungan karbon tanah menggunakan rumus sbb:

Ct = Kd x x % C organik

Keterangan:
- Ct adalah kandungan karbon tanah, dinyatakan dalam gram (g/cm2);
- Kd adalah kedalaman contoh tanah/kedalaman tanah gambut, dinyatakan dalam

19
- centimeter (cm)
- adalah kerapatan lindak (bulk density), dinyatakan dalam gram per meter
kubik
- (g/cm3);
- %C organik adalah nilai persentase kandungan karbon, sebesar 0,47 atau
menggunakan nilai
- persen karbon yang diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium.

4. PENGHITUNGAN CADANGAN KARBON TOTAL

4.1. Penghitungan cadangan karbon per hektar pada tiap plot

4.1.1. Penghitungan cadangan karbon per hektar untuk biomasa di atas


permukaan tanah

Penghitungan cadangan karbon per hektar untuk biomasa di atas permukaan tanah
dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:
- Cn adalah kandungan karbon per hektar pada masing-masing carbon pool pada
tiap plot,
- dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha)
- Cx adalah kandungan karbon pada masing-masing carbon pool pada tiap plot,
dinyatakan dalam kilogram (kg)
- lplot adalah luas plot pada masing-masing pool, dinyatakan dalam meter persegi
(m2)

4.1.2 Penghitungan kandungan karbon organik tanah per hektar


Penghitungan kandungan karbon organik tanah per hektar dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut:

Ctanah = Ct x 100

Keterangan:
- Ctanah adalah kandungan karbon organik tanah per hektar, dinyatakan dalam
ton per hektar (ton/ha);
- Ct adalah kandungan karbon tanah, dinyatakan dalam gram (g/cm2);
- 100 adalah faktor konversi dari g/cm2 ke ton/ha.

20
4.2. Penghitungan cadangan karbon total dalam plot
Penghitungan cadangan karbon dalam plot pengukuran menggunakan persamaan
sebagai berikut:

Cplot = (Cbap + Cbbp + Cserasah + Ckm + Cpm + Ctanah)

Keterangan:
- Cplot adalah total kandungan karbon pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar
- (ton/ha);
- Cbap adalah total kandungan karbon biomasa atas permukaan per hektar pada
plot, dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);
- Cbbp adalah total kandungan karbon biomasa bawah permukaan per hektar
pada plot, dinyatakan dalam ton per hektar(ton/ha);
- Cserasah adalah total kandungan karbon biomasa serasah per hektar pada plot,
- dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);
- Ckm adalah total kandungan karbon kayu mati per hektar pada plot, dinyatakan
dalam ton per hektar (ton/ha);
- Cpm adalah total kandungan karbon pohon mati per hektar pada plot,
dinyatakan dalam ton per hektar (ton/ha);
- Ctanah adalah total kandungan karbon tanah per hektar pada plot, dinyatakan
dalam ton per hektar (ton/ha).

4.3. Penghitungan cadangan karbon total dalam stratum


Penghitungan cadangan karbon dalam suatu stratum hutan menggunakan persamaan
sebagai berikut:

Keterangan:
- Cstratum adalah total cadangan karbon dalam stratum, dinyatakan dalam ton;
- nplot adalah jumlah plot dalam stratum;
- Cplot adalah total kandungan karbon per hektar pada plot dalam stratum;
- Luas stratum dinyatakan dalam hektar (ha).

21
4.4. Penghitungan cadangan karbon total dalam suatu areal
Penghitungan cadangan karbon total dalam suatu arealhutan menggunakan
persamaan sebagai berikut;

Ctotal = stratum C

Keterangan:
- Ctotal adalah cadangan karbon dalam suatu areal, dinyatakan dalam ton;
- Cstratum adalah total cadangan karbon dalam stratum, dinyatakan dalam ton.

Catatan
Untuk tiap stratum dan total areal hutan, nilai rataan, ragam, selang kepercayaan
dan kesalahan pengambilan contoh dapat dihitung sesuai dengan teknik sampling
yang diterapkan.

5. PENUTUP

Keberhasilan upaya mitigasi melalui kegiatan REDD+ sangat tergantung dari hasil
perhitungan penurunan emisi yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi
(MRV). Penyusunan SOP pengukuran karbon merupakan salah satu upaya
meningkatkan kesiapan dan kapasitas masyarakat dan para pihak dalam mendukung
upaya mitigasi perubahan iklim melalui kegiatan REDD+. SOP yang mengacu
kepada RSNI dan IPCC GL 2006 ini diharapkan dapat menjadi petunjuk untuk
mengukur stok karbon di berbagai tipe lahan termasuk yang berada di kawasan
konservasi. SOP ini masih akan diperbaiki berdasarkan kepada pengalaman
pengukuran di lapangan

22
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Blangko (tally sheet) Pengamatan Pohon Besar
DATA PLOT PERMANEN
Nomer PSP : ................................................
Tanggal : ................................................
Blok : ................................................
Resort : ................................................
Ukuran: 20 m x 20 m = 400 m
No Nama jenis Bercabang/ Keliling Diameter Tinggi Keterangan
Tidak

2. Blanko (tally sheet) Pengamatan Pohon Sedang (tiang)

DATA PLOT PERMANEN


Nomer PSP : ................................................
Tanggal : ................................................
Blok : ................................................
Resort : ................................................
Ukuran PLOT : 10 m x 10 m = 100 m
No Nama jenis Bercabang/ Keliling Diameter Tinggi Keterangan
Tidak

3. Blanko (tally sheet) Pengamatan sapling

DATA PLOT PERMANEN


Nomer PSP : ................................................
Tanggal : ................................................
Blok : ................................................
Resort : ................................................
Ukuran Plot:
No Nama jenis Bercabang/ Keliling Diameter Tinggi Keterangan
Tidak

23
4. Blanko (tally sheet) Pengamatan anakan

DATA PLOT PERMANEN


Nomer PSP : ................................................
Tanggal : ................................................
Blok : ................................................
Resort : ................................................
Ukuran Plot:
No Nama jenis Jumlah Ket

Tabel 5. Blanko Pengamatan Tumbuhan Bawah (Understorey)


No. PSP :
Blok :
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot 0,5m x 0,5m = 0,25m
No. Berat Basah Sub-contoh Berat Sub-contoh Berat Total Berat Kering
Basah Kering

Gram Gram Gram Gram/0,25m Gram/m

1
2
3

Tabel 6. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Besar (Diameter > 30 cm)

No. PSP :
Blok :
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot :
Estimasi Berat
Kering
No. Panjang (Cm) Diameter (Cm) Tinggi (Cm) Pelapukan (Gram)
Rendah Tinggi

24
Tabel 7. Blanko Pengamatan Nekromas Berkayu Sedang (Diameter 5 s/d > 30 cm)

No. PSP :
Blok :
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot :

Estimasi Berat
Diameter Kering
No. Panjang (Cm) (Cm) Tinggi (Cm) Pelapukan (Gram)
Rendah Tinggi

Tabel 8. Blanko Pengamatan Nekromasa Tak Berkayu (seresah)

No. PSP :
Blok :
Resort :
Tgl/Bln/Thn :
Ukuran Plot : 0,25m

No. Berat Basah Sub-contoh Sub-contoh Total Berat Kering


Berat Basah Berat Kering

Gram Gram Gram Gram/0,25m Gram/m

1
2
3
4
5
6

25
Tabel 9. Estimasi total penyimpanan karbon bagian atas tanah pada suatu sistem
penggunaan lahan (Mg ha)

Land- Vege- Total Stok


PSP Zona Biomasa (ton/ha)
use tasi Biomasa Karbon
Pohon Pohon Under- Nekromas
Seresah Tanah Akar (ton/ha) (ton/ha)
Besar Sedang storey Berkayu

Tabel 10. Estimasi biomasa pohon menggunakan persamaan allometrik

Keterangan:
BK = berat kering; D = diameter pohon, cm; H = tinggi pohon, cm; = BJ kayu, g/cm.

26
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, I. K. D. 2008. Daur Biogeokimia. http://gurungeblog.wordpress.com/
2008/11/17/daur-biogeokimia/ 22 November 2010.

Dharmawan, I. W. S, Ginoga, K. L, Putra, E. I dan Ahmad, A. G. 2010. Standard


Operating Procedures (SOPs). ITTO - International Tropical Timber
Organization dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Kementerian Kehutanan, Bogor, Indonesia

GOFC-GOLD, 2009, Reducing greenhouse gas emissions from deforestation and


degradation in developing countries: a sourcebook of methods and
procedures for monitoring, measuring and reporting, GOFC-GOLD Report
version COP14-2, (GOFC-GOLD Project Office, Natural Resources Canada,
Alberta, Canada)

Hairiah, K dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di berbagai


Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF,
SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77p.

Hairiah, K dan Subekti Rahayu. 2007. Petunjuk praktis pengukuran karbon


tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry Centre,
ICRAF Southeast Asia, Bogor.
Hairiah, K. 2010. Mengukur Cadangan Karbon. Materi Pelatihan Pelibatan
Masyarakat Dalam Pengukuran, Pelaporan, dan Verivikasi (MRV) Perubahan
Cadangan Karbon di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB).

IPCC. 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC
National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES, Japan.

Lasco RD. 2002. Forest carbon budgets in Southeast Asia following harvesting and
land cover change. In: Impacts of land use Change on the Terrestrial Carbon
Cycle in the Asian Pacific Region'. Science in China Vol. 45, 76-86.
Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K. dan Prawira, S.A. 2005. Atlas Kayu
Indonesia Jilid I (Edisi revisi). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan, Bogor.
Palm CA, Woomer PL, Allegre J et al. 1999. Carbon sequestration and trace gas
emissions in slash and burn and alternative land uses in the humid tropics.
ASB Climate Change Working Group Final Report, Phase II, ICRAF,
Nairobi. 36 pp
RSNI3. 2011. Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon, Pengukuran
lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest
carbon accounting). Pustanling. (draft)

27
Solikhin. 2009. Panduan Inventarisasi Karbon di Ekosistem Hutan Rawa Gambut :
Studi Kasus di Hutan Rawa Gambut Merang, Sumatera Selatan. Merang
REDD Pilot Project South Sumatera-GIZ, Palembang.
Stern, N. 2007. The Stern Review: The Economics of Climate Change. Cambridge
University Press. Cambridge.

28

Anda mungkin juga menyukai