Anda di halaman 1dari 4

Foto:

Munir Said Thalib


PROFIL BERITA FOTO

Nama Lengkap : Munir Said Thalib

Alias : Munir

Profesi : Aktivis

Agama : Islam

Tempat Lahir : Malang

Tanggal Lahir : Rabu, 8 Desember 1965

Zodiac : Sagittarius

Warga Negara : Indonesia

No Relation
BIOGRAFI
Keadilan. Barangkali keadilan adalah satu kata yang paling sensitif bagi sebagian besar orang,
khususnya masyarakat Indonesia. Betapa tidak, jika pada orde baru banyak sekali aktivis hak
asasi manusia yang memperjuangkan nasib rakyat lewat jalur independen dan cenderung
menentang pemerintahan yang berkuasa kala itu harus rela hilang dan tidak kembali atau
kembali dalam keadaan tidak bernyawa. Berhasil digulingkan pada tahun 1998, Indonesia
akhirnya ada pada titik yang disebut reformasi. Namun, berganti menjadi reformasi ternyata
tidak berarti bagi pejuang hak asasi manusia. Lihat saja contohnya, pembunuhan di pesawat pada
aktivis hak asasi manusia yang dikenal sangat tajam dalam mengkritik pemerintahan, Munir Said
Thalib.

Berawal dari melambungnya nama Munir sebagai salah satu pejuang bagi orang-orang hilang
yang diculik oleh Tim Mawar dari Kopassus setelah masa tergulingnya Soeharto dari
pemerintahan, Munir ternyata menjadi target pembunuhan selanjutnya. Banyak asumsi
menyebutkan, dari Munir, kebenaran tentang kasus penculikan yang ada pada masa itu akan
terkuak. Jauh sebelum namanya melambung, sejak tahun 1998, pria kelahiran Malang, 8
Desember 1965 ini telah banyak berkontribusi dalam memperjuangkan hak asasi manusia. Ia
bahkan dikenal berani dalam bertindak. Beberapa kasus pelanggaran HAM yang berhasil
ditangani Munir salah satunya adalah kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta
(1997-1998), pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok (1984
hingga 1998), dan penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi I dan II (1998-1999). Terlebih
dari itu, masih banyak kasus yang sedikit demi sedikit membuat namanya semakin banyak
dikenal masyarakat.

Dulunya, semasa kuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, ayah dari dua anak ini aktif
berorganisasi dan bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Latar belakang lain
kegilaannya dalam dunia hukum dan hak asasi manusia dipengaruhi oleh perkenalannya dengan
sosok demonstran bernama Bambang Sugianto yang acap kali mengajaknya berdebat dan
membuatnya terpacu untuk menekuni dunia hukum lebih lanjut. Ditambah lagi dengan pengaruh
buku tentang memperjuangkan nasib buruh yang ia baca, semakin menambah ketertarikannya
untuk menekuni dunia perburuhan. Hingga pada tahun 1996, suami dari Suciwati ini mendirikan
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Dari sanalah tindak
agresifnya demi kemajuan hak asasi manusia semakin terlihat nyata. Tak hanya Kontras, Munir
juga mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial.

Lincah dan berani dalam menentang ketidakadilan pada pemerintahan orde baru membuat Munir
tidak disenangi oleh kalangan petinggi sekaligus menjadi target operasional intelejen. Hal inilah
diduga banyak orang sebagai latar belakang pembunuhan Munir yang terjadi di pesawat tujuan
Belanda.

Berkeinginan untuk melanjutkan studi di Universitas Ultrech, Munir yang sudah banyak diincar
oleh orang-orang yang tidak suka dengan perjuangannya ternyata telah direncanakan
pembunuhan atasnya. Saat itu, pesawat baru saja tinggal landas dari bandara Changi Singapura,
Munir yang sebelumnya minum jus jeruk tiba-tiba mengeluh sakit perut, menduga jika maagnya
kambuh akibat jus jeruk dan meminta obat pada pramugari yang tengah melintas saat itu.
Namun, obat yang dikehendaki Munir tidak tersedia saat itu, sehingga Munir hanya bisa
menahan sakit dan berulang kali muntaber serta buang air besar. Hingga perjalanan sampai di
India, Munir meminta pramugara untuk memanggilkan dokter Tarmizi yang kebetulan sempat
berkenalan saat transit di Singapura. Banyak cara yang dilakukan dokter spesialis bedah toraks
kardiovaskular tersebut untuk membantu Munir, diantaranya dengan memberikan obat sakit
perut New Diatabs serta obat mual dan perih kembung Zantacts dan Promag yang dibawa
Tarmizi sendiri karena pihak pesawat tidak menyediakan obat saat itu. Tak berlangsung lama,
Tarmizi kemudian menyuntikkan obat antimual dan muntah, Primperam, yang berhasil membuat
Munir tertidur selama 2-3 jam. Namun, lagi-lagi saat itu Munir mengeluh perutnya kembali sakit
dan ia memutuskan untuk pergi ke toilet. Karena sakit perutnya tak kunjung reda, akhirnya
Tarmizi menyuntikkan Diazepam, obat penenang, pada bahu kanan Munir. Tak bereaksi banyak,
Munir masih merasakan sakit pada perutnya. Hingga akhirnya dalam rentang waktu Munir
beristirahat sebelum 2 jam pesawat mendarat di Bandara Schipol, purser yang menjaga Munir
menemukan Munir tertidur dalam posisi miring dengan air liur tak berbusa. Mendapati
pergelangan tangan yang membiru, purser segera memanggil Tarmizi untuk mengecek lebih
lanjut. Dan, benar saja, Munir dinyatakan telah meninggal empat puluh ribu kaki di atas tanah
Rumania.

Pada 12 November 2004, polisi Belanda yang telah melakukan otopsi mengeluarkan berita
mengejutkan yakni ditemukan senyawa arsenik pada tubuh Munir yang diduga diberikan pada
jus jeruk yang diminum.

Selang satu tahun, kasus pembunuhan Munir masih tak terungkap. Sejauh itu, hanya Pollycarpus
Budihari Priyanto, pilot Garuda, yang dijatuhi hukuman penjara 14 tahun atas keterkaitannya
terhadap pembunuhan Munir. Menyusul temuan percakapan antara Polly dan Muchdi
Purwopranjono, mantan petinggi BIN dan militer. Muchdi diadili, namun, saat itu hakim
memberikan vonis bebas atasnya yang berbalik pada penangkapan hakim yang mengadili
Muchdi.

Hingga kini, delapan tahun berselang, masih saja kasus pembunuhan Munir tak kunjung terkuak.
Jelas, sengaja ditutupi oleh pihak-pihak yang menyelamatkan diri dari keterkaitan pada kasus
tersebut. Begitulah, keadilan di Indonesia. Disingkirkan karena benar.

Berkat upaya dan jasanya yang telah membantu memperjuangkan HAM, Munir yang
sebelumnya banyak mendapatkan penghargaan, diusulkan menjadi pahlawan nasional. Kini,
Munir dimakamkan di Pemakaman Umum Kota Batu.

PENDIDIKAN

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

KARIR

Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial

Ketua Dewan Pengurus KONTRAS (2001)

Koordinator Badan Pekerja KONTRAS (16 April 1998-2001)


Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI (1998)

Wakil Ketua Bidang Operasional YLBHI (1997)

Sekretaris Bidang Operasional YLBHI (1996)

- Direktur LBH Semarang (1996)

- Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya (1993-1995)

Koordinator Divisi Pembunuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya (1992-1993)

Ketua LBH Surabaya Pos Malang

Relawan LBH Surabaya (1989)

PENGHARGAAN

Right Livelihood Award 2000, Penghargaan pengabdian bidang kemajuan HAM dan
kontrol sipil terhadap militer (Swedia, 8 Desember 2000)

Mandanjeet Singh Prize, UNESCO, untuk kiprahnya mempromosikan Toleransi dan


Anti-Kekerasan (2000)

Salah satu Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (Majalah Asiaweek,
Oktober 1999)

Man of The Year versi majalah Ummat (1998).

Suardi Tasrif Awards, dari Aliansi Jurnalis Independen, (1998) atas nama Kontras

Serdadu Awards, dari Organisasi Seniman dan Pengamen Jalanan Jakarta (1998)

Yap Thiam Hien Award (1998)

Satu dari seratus tokoh Indonesia abad XX, majalah Forum Keadilan

Anda mungkin juga menyukai