Anda di halaman 1dari 3

PEMBELA HAM

MUNIR SAID THALIB


Munir adalah pria sederhana yang bersahaja. Ia merupakan anak keenam dari tujuh
bersaudara Said Thalib dan Jamilah. Ia adalah seorang tokoh pejuang sejati, seorang
pembela HAM di Indonesia. Pria kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini adalah seorang
aktivis muslim yang kemudian beralih menjadi seorang Munir yang menjunjung tinggi
toleransi, menghormati nilai-nilai kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal
lelah dalam melawan praktek-praktek otoritarian serta militeristik.
Masa kecil Munir dihabiskan di Kota Batu, Malang. Dia mengenyam pendidikan dasar di
SD Muhammadiyah 4 Batu. Sebagai seorang pelajar, prestasi Munir tidak terlalu menonjol.
Meski demikian, karena keuletannya Munir dengan cepat dapat menyelesaikan pendidikan.
Ketika Munir duduk di bangku kelas 6 SD, ayah Munir meninggal dunia. Kepergiaan ayahnya
tersebut menjadikan Munir fokus membantu kakaknya, Mufid Said Thalib, berjualan sepatu
dan sandal di Pasar Batu. Setelah lulus SD, Munir melanjutkan ke SMP Negeri 1 Batu. Di
sekolah inilah Munir dikenal oleh para guru sebagai sosok yang pemberani dan tidak segan
membela teman-temannya yang lemah ketika dijahili oleh yang lain meski tubuhnya kecil
dan kerempeng. Setelah lulus SMP, Kemudian Munir melanjutkan pendidikan ke SMAN 1
Kota Batu. Setelah lulus, Munir melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Brawijiya (UNIBRAW). Dari sinilah bakat-bakat Munir mulai terasah ketika dia aktif di
beberapa organisasi kampus. Bahkan ia pernah menjadi ketua senat mahasiswa Fakultas
Hukum Unibraw pada 1998, koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesi
tahun 1990, anggota forum studi mahasiswa untuk pengembangan berpikir di Unibraw pada
tahun 1988, Sekretaris dewan perwakilan mahasiswa hukum Unibraw pada tahun 1988,
sekretaris al-Irsyad cabang Malang pada 1988, dan menjadi anggota Himpunan Mahsiswa
Islam (HMI).
Munir mewujudkan keseriusannya dalam bidang hukum dengan cara melakukan
pembelaan- pembelaan terhadap sejumlah kasus, terutama pembelaannya terhadap kaum
tertindas. Ia juga mendirikan Komisi untuk orang hilang dan Komisi Tindak Kekerasan
(Kontras) serta bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan juga membantu pemerintah
dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU).
Beberapa kasus yang pernah ia tangani yaitu pada kasus Araujo yang dituduh sebagai
pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari
Indonesia pada 1992. Kasus Marsinah (seorang aktivis buruh) yang dibunuh oleh militer
pada tahun 1994. Menjadi penasehat hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus
pembunuhan petani-petani oleh militer pada tahun 1993. Menjadi penasehat hukum
mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam kasus kerusuhan di PT.Chief Samsung, dengan
tuduhan sebagai otak kerusuhan pada tahun 1995. Penasehat hukum Muhadi (sopir) yang
dituduh melakukan penembakan terhadap seorang polisi di Madura, Jawa Timur pada 1994.
Penasehat hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24
aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 hingga 1998. Penasehat hukum
korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok 1984 hingga 1998.
Penasehat hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I
(1998) dan Semanggi II (1999). Penasehat hukum dan koordinator advokasi kasus- kasus
pelanggaran berat HAM di Aceh, Papua, melalui Kontras. Termasuk beberapa kasus di
wilayah Aceh dan Papua yang dihasilkan dari kebijakan operasi Militer. Munir juga aktif di
beberapa kegiatan advokasi dalam bidang perburuhan, pertanahan, Lingkungan, Gender
dan sejumlah kasus pelanggaran hak sipil dan politik.
Setelah lulus dari Universitas Brawijaya, Munir meniti karirnya sebagai ketua LBH
Surabaya Pos Malang. Selanjutnya beliau menjabat koordinator Divisi Perburuhan Hak Sipil
Politik LBH Surabaya, Direktur LBH Semarang. Hingga pada akhirnya menjabat berbagai
posisi di YLBHI, termasuk jabatan terakhir sebagai Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI.
Karena kecintaanya terhadap ilmu hukum, beliau memutuskan untuk melanjutkan studinya
ke Amsterdam dan melanjutkan kuliah pascasarjana di Universitas Utretch, Belanda.
Munir adalah sosok pemberani dan tangguh dalam meneriakkan kebenaran. Ia adalah
seorang pengabdi yang teladan, jujur, dan konsisten. Berkat pengabdiannya itulah, ia
mendapatkan pengakuan yang berupa penghargaan dari dalam negeri dan luar negeri. Di
dalam negeri, ia dinobatkan sebagai Man Of The Year 1998 versi majalah UMMAT,
penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan UNIBRAW yang sukses, sebagai salah seorang tokoh
terkenal Indonesia pada abad XX, Majalah Forum Keadilan. Semenatara di luar negeri, ia
dinobatkan menjadi As Leader for the Millenniumdari Asia Week pada tahun 2000, The
Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes)untuk promosi HAM dan kontrol sipil atas
militer, Stockholm pada December 2000, dan An Honourable Mention of the 2000 UNESCO
Madanjeet Singh Prize atas usaha- usahanya dalam mempromosikan toleransi dan Anti
Kekerasan, Paris, November 2000.
Munir merupakan seorang aktivis yang sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang
tertindas. Selama hidupnya ia selalu berkomitmen untuk selalu membela siapa saja yang
haknya terdzalimi. Munir Tidak gila harta, pangkat, jabatan, dan juga fasilitas. Ia
membuktikannya dengan perbuatan. Ketika ia mendapat hadiah ratusan juta rupiah sebagai
penerima “The Right Livelihood Award” ia tidak menikmatinya sendiri, melainkan membagi
dua dengan kontras, dan sebagian lagi diserahkan kepada ibunda tercintanya. Di tengah
maraknya pejabat berebut fasilitas, Munir malah tidak tergoda. Ia tetap menggunakan
sepeda motor sebagai teman kerjanya. Seorang tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja.
Munir wafat pada tanggal 7 September 2004, di pesawat Garuda GA-974 kursi 40 G
dalam sebuah penerbangan menuju Amsterdam, Belanda. Perjalanan itu adalah sebuah
perjalanan untuk melanjutkan study-nya ke Universitas Utrecht. Ia dibunuh dengan
menggunakan racun arsenik yang ditaruh ke makanannya oleh Pollycarpus Budihari
Priyanto. Pollycarpus adalah seorang pilot Garuda yang waktu itu sedang cuti. Dan pada saat
keberangkatan Munir ke Belanda, secara kontroversial ia diangkat sebagai corporate
security oleh Dirut Garuda. Sampai sekarang, kematian seorang Munir, sang Pahlawan orang
Hilang, sang pendekar HAM ini masih sebuah misteri. Jenazahnya dimakamkan di taman
makam umum kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang
anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva.
Untuk memperingati satu tahun kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya
Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar di Goethe-Institut, Jakarta Pusat, 8
September 2005. Film ini menceritakan perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami,
ayah, dan teman. Munir digambarkan sosok yang suka bercanda dan sangat mencintai istri
dan kedua anaknya.  Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para
aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Keterangan :

 Kata Ganti Orang Ketiga Tunggal.


 Kata Kerja Tindakan.
 Kata Sifat.
 Kata Kerja Pasif.
 Kata Kerja Mental.
 Kata Sambung/depan/nomina.

Anda mungkin juga menyukai