Asmah syahruni
2. Wawan wirawan
3. Anis hidayah
Profesinya sebagai aktivis yang tidak mengenal waktu, mau tak mau
memaksa Anis untuk merelakan 24 jam waktunya dalam seminggu untuk
mengurusi masalah yang dialami para buruh migran. Tidak jarang dia
bahkan harus menghabiskan waktunya hingga berhari-hari lamanya di
negeri orang.
4. Suciwati
Malang
Kebangsaan Indonesia
Anak
Soultan Alif Allende
5. Marsinah
Marsinah adalah seorang aktivis dan buruh pabrik pada masa Orde Baru, bekerja
pada PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan
kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993, setelah menghilang selama tiga
hari. Wikipedia
Kelahiran: 10 April 1969, Kabupaten Nganjuk
Meninggal: 8 Mei 1993, Nganjuk
Penghargaan: Penghargaan Yap Thiam Hien (1993)
Lahir: 10 April 1969; Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur Indonesia
Orang tua: Sumini, Mastin
Munir Said Thalib, S.H. adalah seorang aktivis hak asasi manusia Indonesia. Ia
merupakan salah satu pendiri lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan dan Imparsial.
Kelahiran: 8 Desember 1965, Malang
Dibunuh: 7 September 2004, Romania
Partner: Suciwati
Dimakamkan: 12 September 2004, Pemakaman Umum Sisir Batu, Batu
Anak: Soeltan Alif Allende, Diva Suukyi Larasathi
Buku: Gerakan perlawanan buruh: gagasan politik dan pengalaman
pemberdayaan buruh pra reformasi, LAINNYA
Saudara kandung: Anisa Said Thalib, Salim Said Thalib, LAINNYA
8. Widji tukul
Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo adalah penyair dan aktivis hak
asasi manusia berkebangsaan Indonesia. Thukul merupakan salah satu tokoh yang
ikut melawan penindasan rezim Orde Baru. Sejak 1998 sampai sekarang dia tidak
diketahui keberadaannya, dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh
militer. Wikipedia
Kelahiran: 26 Agustus 1963 (usia 58 tahun), Jagalan, Surakarta
Lahir: 26 Agustus 1963; Sorogenen, Solo, Indonesia
Pasangan: Siti Dyah Sujirah (m. 1988)
Anak: Fajar Merah, Fitri Nganthi Wani
Saudara kandung: Wahyu Susilo
Orang tua: Kemis Harjosuwito, Sayem
tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi
massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, serta Bunga dan Tembok
Arief Budiman dilahirkan dengan nama Soe Hok Djin, adalah seorang aktivis
demonstran Angkatan '66 bersama dengan adiknya, Soe Hok Gie ketika ia masih
menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta. Arief juga
pernah mengajar sebagai Guru Besar di Universitas Melbourne,
Australia. Wikipedia
Kelahiran: 3 Januari 1941, Jakarta
Meninggal: 23 April 2020, Rumah Sakit Ken Saras, Bergas
Pasangan: Leila Chairani Budiman
Anak: Santi Kusumasari Budiman, Adrian
Saudara kandung: Soe Hok Gie
Orang tua: Soe Lie Piet, Nio Hoe An
Sejak masa mahasiswa, Arief sudah aktif dalam kancah politik Indonesia, karena
ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan pada tahun 1963 yang menentang
aktivitas LEKRA yang dianggap memasung kreativitas kaum seniman.
Kendati ikut melahirkan Orde Baru, Arief bersikap sangat kritis terhadap politik
pemerintahan di bawah Soeharto yang memberangus oposisi dan kemudian
diperparah dengan praktik-praktik korupsinya. Pada pemilu 1973, Arief dan
kawan-kawannya mencetuskan apa yang disebut Golput atau Golongan Putih,
sebagai tandingan Golkar yang dianggap membelokkan cita-cita awal Orde Baru
untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis.
Ia pernah ditahan karena terlibat dalam demonstrasi menentang pendirian Taman
Miniatur Indonesia Indah (1972).
Sebelum Salim Kancil dibungkam dengan dibunuh, dia dikenal sebagai sosok
yang keras dan tak kenal menyerah. Perjuangannya baru berhenti saat dia dibunuh
oleh sekelompok orang di Balai Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian,
Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, pada Sabtu, 26 September 2015.
Salim Kancil
KRONOLOGI
Atas nihilnya tanggapan dari aparat, Salim pun kemudian membentuk
Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-awar (FORUM)
yang terdiri dari 12 warga, yakni Salim (Kancil), Tosan, Iksan Sumar, Ansori,
Sapari, Abdul Hamid, Turiman, Muhammad Hariyadi, Rosyid, Mohammad
Imam, Ridwan dan Cokrowidodo. Mereka mulai melakukan gerakan advokasi
protes perihal penambangan pasir yang mengakibatkan rusaknya lingkungan
di desa Selok Awar-awar, dengan cara bersurat kepada Pemerintahan Desa
Selok Awar-Awar, Pemerintahan Kecamatan Pasirian bahkan kepada
Pemerintahan Kabupaten Lumajang.
Pada Juni, kelompok ini menyurati Bupati Lumajang As'at Malik untuk
meminta audiensi tentang penolakan tambang pasir, tapi tidak mendapatkan
tanggapan.
Pada 9 September 2015, FORUM melakukan aksi damai dengan cara
memberhentikan aktivitas penambangan pasir dan truk muatan pasir di Balai
Desa Selok Awar-Awar yang menghasilkan surat pernyataan dari Kepala desa
Selok Awar-Awar untuk menghentikan penambangan pasir.
Pada hari yang sama, Salim dan warga yang menolak tambang pasir
tersebut mengaku mendapat ancaman pembunuhan. Menurut mereka
pengirimnya adalah tim 12 yang diketuai Desir.
Warga melaporkannya kepada aparat, tapi sekali lagi, tidak mendapatkan
tanggapan.
25 September 2015, FORUM merencanakan aksi penolakan tambang pasir
pada Sabtu, 26 September pukul 07:30 pagi.
26 September 2015, Tosan, rekan Salim, mulai aksi pada pukul 07:00
dengan menyebar selebaran aksi damai tolak tambang di depan rumahnya
bersama Imam. Kemudian ada satu orang yang melintas dan membaca
selebaran tersebut sambil memarahi Tosan dan Imam. Enam puluh menit
kemudian, Salim didatangi oleh puluhan orang di rumahnya. Ia diseret ke
Balai Desa dan dianiaya hingga meninggal dunia.