Drs. K.H. Ahmad Syahiduddin (lahir 15 Maret 1956; umur 63 tahun) adalah pemimpin dan
pengasuh Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Gintung, Jayanti, Tangerang. Ia merupakan putra
dari H. Qasad Mansyur bin Markai Mansyur dan Hj. Hindun Masthufah binti Rubama, juga adik
dari pendiri pesantren, Drs. K.H. Ahmad Rifa'i Arief (Alm).
Masa kecil
Dilahirkan dengan nama Ahmad Syahiduddin, pada tanggal 15 Maret 1956 di Kampung
Gintung, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Ia adalah anak
ketujuh dari 12 bersaudara. Ayahnya bernama H. Qasad Mansyur dan ibunya bernama
Hj. Hindun Mastufah. Ayah ia merupakan pendiri Madrasah Ibtidaiyah Masyariqul
Anwar (MMA) yang terletak di kampung Gintung, Balaraja (sekarang Jayanti) Tangerang.
Nama panggilan pada masa kecilnya adalah Endin.
Pendidikan
Latar belakang
Aisyah lahir dari pasangan Muhammad Amin dan Jalisah asal Magek, Agam, Sumatra
Barat. Orang tuanya merupakan pedagang terkemuka di Padangpanjang.[1] Aisyah
merupakan salah seorang siswa Diniyah Putri. Setamat dari sekolah tersebut, ia
melanjutkan Sekolah Guru Agama. Kemudian ia memperoleh gelar sarjana hukum
di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Kehidupan
Pada masa Agresi Militer Belanda II, ia turut berjuang dengan bergabung di bagian dapur umum
dan Palang Merah Indonesia. Pada masa menempuh bangku kuliah di Yogyakarta, ia aktif di
organisasi PII dan Himpunan Mahasiswa Islam.
Kariernya dimulai ketika ia diajak oleh Mohammad Roem untuk menjadi pembela
hukum Kasman Singodimedjo. Sejak itu ia selalu diajak oleh Roem untuk menangani kasus-
kasus hukum. Pada tahun 1959, ia telah menjadi advokat independen dan terus bekerja di
bidang itu hingga tahun 1987.
Pada tahun 1967, ia terpilih sebagai anggota DPR-GR. Kemudian sejak tahun 1977 hingga
saat ini, ia selalu terpilih sebagai anggota MPR dan DPR dari Partai Persatuan
Pembangunan. Di parlemen ia merupakan salah seorang ahli bicara. Karena terampil
berdebat, ia dijuluki sebagai "Singa Betina dari Senayan"
Karya
Pasang Surut Peran DPR-MPR (1945-2004), 2004
2.Bachtiar Nasir
Ustadz Bachtiar Nasir, Lc. MM. (lahir di Jakarta, 26 Juni 1967; umur 52 tahun) adalah seorang
Da’i dan Ulama’ yang sangat sering mengkaji dan mendalami Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Ustadz yang
memimpin Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center ini juga menjabat sebagai
Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Ketua Alumni Saudi
Arabia se-Indonesia serta Ketua Alumni Madinah Islamic University se-Indonesia[1][2][3][4]. Ia juga
tercatat pernah menjadi Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI)[
Pendidikan
Beliau menyelesaikan pendidikan jenjang menengah di Pondok Modern Darussalam
Gontor, Ponorogo, Jawa Timur dan Pondok Pesantren Daarul Huffazh, Bone, Sulawesi Selatan.
Beliau melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi[2].
Pranala luar
(Indonesia) Situs Resmi
Abdul Wahab Rokan atau dikenal dengan sebutan Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi an-
Naqsyabandi (lahir 28 September 1811 di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang
Sakti, Nagari Tinggi, Kabupaten Kampar, Riau - meninggal 27 Desember 1926 di Besilam pada
umur 115 tahun) adalah seorang ulama ahli fikih, seorang sufi, sekaligus mursyid (pembimbing
rohani) Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Riau dan Sumatra Timur pada abad ke-19 hingga
awal abad ke-20.[1][2] Nama beliau diabadikan oleh pendiri Pondok
Pesantren Babussalam, Pekanbaru, Riau sebagai nama lembaga berbadan hukum yang
menaungi Pondok Pesantren ini, yaitu: Yasasan Syekh Abdul Wahab Rokan.[3][4]
Asal usul
Syeikh Abdul Wahab Rokan lahir dengan nama Abu Qosim, setelah menunaikan ibadah haji ia
berganti nama menjadi Haji Abdul Wahab.[1][5] Sedangkan tambahan nama Rokan menunjukkan
bahwa ia berasal dari wilayah Sungai Rokan.[1] Ia lahir dari keluarga bangsawan yang
berpendidikan, taat beragama dan sangat dihormati.[6] Ayahnya bernama Abdul Manaf bin
Muhammad Yasin bin Tuanku Abdullah Tambusai, seorang ulama terkemuka di kampungnya,
sedangkan buyutnya bernama Tuanku Tambusai, seorang ulama dan pejuang yang masih
keturunan keluarga Kerajaan Islam Siak Seri Inderapura.[1][6] Ibunya bernama Arbaiyah binti Dagi
yang masih keturunan Kesultanan Langkat
Pendidikan
Syeikh Abdul Wahab pertama kali mendapatkan pendidikan al-Quran langsung dari ayahnya,
namun setelah ayahnya meninggal ia melanjutkan belajarnya kepada Tuanku Muhammad
Shaleh Tambusai dan Tuanku Haji Abdul Halim Tambusai.[1] Setelah belajar kepada kedua
gurunya tersebut, Syeikh Abdul Wahab telah mampu berkembang pesat dalam menguasai ilmu
bahasa Arab dan fikih, sehingga ia dijuluki "Faqih (ahli ilmu fikih) Muhammad" oleh gurunya