Anda di halaman 1dari 33

MEMBANGUN KECERDASAN SPIRITUAL

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan agama islam
Pada semester ganjil tahun 2016/2017 yag di ampu oleh KURNIA ISWURIAH.

Oleh:
DASRIFAR RIZKY RAYANA
NIM 1541223003-3C
MUHAMMAD RIZAL AGUS FIRMANSYAH
NIM 1441220064-3C

PROGRAM STUDI TEKNIK OTOMOTIF ELEKTRONIK


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI MALANG
MALANG
DESEMBER 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian ini di bahas 3 hal yaitu (1) latar belakang masalah (2), rumusan masalah dan
(3), rumusan tujuan

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa, maju dan tidaknya suatu
negara itu tergantung dari Sumber Daya Manusianya (SDM). Maka dari itu, negara kita
melalui pemerintah tentunya mempunyai keinginan supaya rakyatnya memiliki kemampuan
dan kecerdasan yang tinggi, sebagaimana yang tercantum dalam amanat UU No 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas yang mengatakan bahwa Tujuan pendidikan nasional
adalah Menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Yuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Kecerdasan spiritual (SQ), sangat penting dibentuk dalam diri pelajar, karena untuk
menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha esa dan
berakhlak mulia memerlukan kecerdasan spiritual yang cukup, supaya nanti pelajar dapat
menyeimbangkan antara kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmaninya.
Seseorang bisa saja dikatakan sukses dengan mempunyai kecerdasan IQ atau pengetahuan
yang tinggi tapi jika tidak dibarengi dengan SQ atau kecerdasan spiritual maka hidupnya
tidak akan merasa tenang. Contoh yang bisa kita ambil pada zaman sekarang ini yang sedang
marak dalam pemerintahan ialah terjadinya korupsi dimana-mana. Dimana orang yang
melakukannya ialah orang-orang yang memeiliki intelegensi/ kepintaran yang sangat tinggi,
tapi dia masih saja bisa melakukan korupsi. Mungkin itu dilakukan karena kurangnya iman
atau tidak dibarengi dengan sikap spiritual, atau dengan kata lain niat dan akhlak mereka itu
sangatlah buruk.
Bahkan menurut hasil sebuah penelitian, kunci terbesar suksesnya seseorang ialah dia
yang mempunyai EQ bagus harus dibarengi dengan SQ. Sekarang ini banyak sekali orang
yang di PHK itu bukan karena dia tidak mampu melakukan pekerjaannya dengan baik tapi, itu
lebih banyak dikarenakan dia tidak mempunyai integritas, tidak jujur,tidak bertanggung jawab
dan tidak amanah terhadap pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Hal itu dikarenakan dia
tidak mempunyai keseimbangan antara kecerdsan IQ, EQ dan SQ. Ketiga kecerdasan ini
harus berjalan seimbang dan harus disinergikan terutama kecerdasan Spiritual (SQ) Sehingga
kepribadian peserta didik dapat terbentuk dengan baik. Ibaratnya jika kita mau membuat
bangunan yang bagus dan kokoh itu harus dimulai dari pondasi yang bagus dan kokoh pula.
Dalam membangun kecerdasan spiritual tersebut, maka para pelajar harus
memperdalami ilmu agama khususnya bagi penganut agama islam,dengan cara membaca dan
memahami isi al-quran dan hadist yang telah diwariskan oleh nabi Muhammad SAW kepada
seluruh umatnya. Pada makalah ini penulis akan menjelaskan cara membangun kecerdasan
spiritual dengan Cara mensucikan diri. Makna dan hakekat sholat, puasa, zakat, haji, dzikir,
dan doa. Serta Sufisme dan harmonitas social.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mensucikan diri?
2. Apa makna dan hakekat sholat, puasa, zakat, haji, dzikir, dan doa?
3. Apa itu sufisme dan harmonitas sosial?

1.3 Rumusan tujuan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka ini rumusan tujuan di susun sebagai berikut.
1. Ingin mengetahui cara mensucikan diri.
2. Ingin mengetahui makna dan hakekat sholat, puasa, zakat, haji, dzikir, dan doa.
3. Ingin mengetahui sufisme dan harmonitas sosial.
BAB II
MEMBANGUN KECERDASAN SPIRITUAL
Pada bagian ini dibahas 3 hal yaitu (1) Bagaimana cara mensucikan diri, (2) Apa
makna dan hakekat sholat, puasa, zakat, haji, dzikir, dan doa, dan (3) Apa itu sufisme dan
harmonitas sosial.

2.1 CARA MENSUCIKAN DIRI


Cara mensucikan diri dalam ajaran agama islam dengan cara berthaharah. Taharah
menurut bahasa berasal dari kata ( Thohur), artinya bersuci atau bersih.
Menurut istilah adalah bersuci dari hadas, baik hadas besar maupun hadas kecil dan bersuci
dari najis yang meliputi badan, pakaian, tempat, dan benda-benda yang terbawa di badan.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi
SAW juga bersabda:
:


Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan
perhiasannya adalah salam.
Hukum taharah ialah WAJIB di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam
hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita
senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :

Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-
orang yang suci lagi bersih. (QS Al Baqarah:222)
Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.
) (
Artinya : Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.(HR.Muslim)
2.1.1 Syarat wajib Thaharah
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal yang
harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah Allah
SWT. Syarat wajib tersebut ialah :
1. Islam
2 Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci.
9. Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

2.1.2 Sarana Melakukan Thaharah


Firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu solat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid)
sedang kamu dalam keadaan berjunub), terkecuali sekadar berlalu sahaja, hingga kamu
mandi. Dan jika kamu sakit atau dalam bermusafir atau kembali dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah
kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Surah Al-Nisa, 4:43)

2.1.3 Macam-macam air


Air yang merupakan alat untuk bersuci. Namun air yang bisa di pakai untuk bersuci
adalah air yang suci dan mensucikan, diantaranya :
a. Air hujan
b. Air sumur
c. Air laut
d. Air sungai
e. Air salju
f. Air telaga
g. Air embun
Berdasarkan firman Allah diatas dapat disimpulkan bahwa sarana yang dapat
digunakan untuk bersuci adalah sebagai berikut :
Air dapat digunakan untuk mandi, wudu, dan membersihkan benda-benda yang terkena najis.
Sedangkan air untuk bersuci sendiri di bagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya.
Pembagian air di tinjau dari segi hukumnya, air dibagi menjadi lima yaitu :
a. Air suci dan mensucikan
Adalah air yang dapat digunakan untuk bersuci, air mutlak (air sewajarnya), air yang
masih murni, baik menghilangkan hadas maupun najis, dan airnya tidak berubah warna
maupun zatnya dan tidak makruh. Misal air hujan, air sungai, air sumur, air laut, air salju, air
embun dan air sumber lain yang keluar dari mata air.
b. Air suci tetapi tidak mensucikan
Air ini halal diminum, tetapi tidak dapat mensucikan hadas dan najis.
Yang termasuk air suci tetapi tidak mensucikan adalah:
1. Air yang berubah salah satu sifatnya, seperti: air teh, air kopi, air susu, dsb
2. Air buah-buahan, seperti: air kelapa, perasan anggur dsb
c. Air suci tetapi makhruh hukumnya
Yaitu air Musyammas (air yang dijemur di tempat logam yang bukan emas)
d. Air mutanajis
Adalah air yang terkena najis. Apabila airnya kurang dari 2 kollah, terkena najis, maka
hukumnya menjadi najis. Akan tetapi jika airnya lebih dari 2 kollah, maka hukumnya tidak
najis dan bisa digunakan untuk bersuci selama tidak berubah warna, bau, maupun rasanya.
1. Tanah, boleh menyucikan jika tidak digunakan untuk sesuatu fardhu dan tidak
bercampur dengan sesuatu.
2. Debu, dapat digunakan untuk tayamum sebagai pengganti wudu atau mandi.
3. Batu bata, tisu atau benda atau benda yang dapat untuk menyerap bisa
digunakan untuk istinjak.
e. Air suci dan mensucikan
Tetapi haram memakainya, yaitu air yang diperoleh dari ghasab (mencuri/mengmabil
tanpa ijin)
Keterangan :
Dua kullah = 216 Liter. Jika berbentuk bak, maka besarnya = 60cm x 60cm x 60cm.

2.1.4 Bentuk Thaharah


Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah taharah
/ suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci menyucikan)
dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-
pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu : wudhu,
tayamum, mandi wajib dan istinjak
Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara berarti membasuh
anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan
menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah SWT dalam surat Al
Maidah ayat 6.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat, maka
basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah
kakimu sampai mata kaki.(QS Al maidah :6)
Syarat Wudhu :
Wudhu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut.
1. Beragama Islam
2. Sudah mumayiz
3. Tidak berhadas besar dan kecil
4. memakai air suci lagi mensucikan
5. Tidak ada sesuatu yang menghalangi sampainya air ke anggota wudu, seperti cat,
getah dsb.
Rukun Wudhu :
Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu adalah sebagai berikut.
a) Niat berwudu di dalam hati bersamaan ketika membasuh muka. Lafal niat:

Artinya: Saya berniat wudu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah SWT.
b) Membasuh seluruh muka
c) Membasuh kedua tangan sampai siku
d) Mengusap atau menyapu sebagian kepala.
e) Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan
f) Tertib (berurutan dari pertama sampai terakhir
Sunah Wudhu
Untuk menambah pahala dan menyempurnakan wudhu, perlu diperhatikan hal-hal
yang disunahkan dalam melakukan wudhu, antara lain sebagai berikut.
o Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak berwudhu
o Membaca taawuz dan basmalah
o Berkumur-kumur bagi seseorang yang sedang tidak berpuasa
o Membasuh dan membersihkan lubang hidung
o Menyapu seluruh kepala
o Membasuh sela-sela jari tangan dan kaki
o Mendhulukan anggota wudhu yang kanan dari yang kiri.
o Membasuh anggota wudhu tiga kali.
o Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam
o Membaca doa sesudah wudhu.
Doa sesudah wudhu.
.
.

Artinya : Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, yang tida
sekutu bagi-Nya, Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.
Ya Allah jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bertobat, dan
jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bersuci.
Hal yang membatalkan wudhu.
Wudhu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan hal-hal seperti
berikut.
1. Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur(anus), baik
berupa angin maupun cairan(kentut,kencing, tinja, darah, nanah, mazi, mani dan sebagainya)
Firman Allah SWT dalam Al Quran Surah An Nisa:43.

Artinya : atau kembali dari tempat buang air .... (QS.An-Nisa :43)
2. Bersentuhaan kulit laki-laki dan perempuan tanpa pembatas.
Firman Allah SWT dalam Al Quran surah An Nisa :43.


Artinya : atau kamu telah menyentuh perempuan.
3. Menyentuh kubul atau dubur dengan tapak tangan tanpa pembatas.
Sabda Nabi Muhammad SAW.

(
)
Artinya : Dari Umi Habibah ia berkata saya telah mendengar Rosulullah SAW bersabda
:Barang siapa menyentuh kemaluannya hendaklah berwudu.(HR Ibnu Majjah dan
disahkan oleh Ahmad)
4. Tidur dengan nyenyak
5. Hilang akal.
Mengusap sepatu saat wudhu
Mengusap dua sepatu (mashul khuffain) termasuk juga salah satu keringanan dalam islam.
Mengusap dua sepatu dibolehkan bagi orang yang tidak menetap di kampung dan bagi yang
dalam perjalanan musafir.
Orang yang sedang melakukan perjalanan musafir yang kakinya memakai dua sepatu,
kalau hendak berwudhu, maka ia boleh menyapu sepatunya dengan air, artinya tidak perlu
sepatunya di lepas.
Syarat-syarat menyapu dua sepatu :
1. Bahwa sepatu itu dipakai sesudah sempurna dicuci bersih.
2. Sepatu itu menutup anggota kaki yang wajib dibasuh, yaitu menutupi tumit dan
dua mata kaki.
3. Sepatu itu dapat dibawa berjalan lama.
4. Jangan ada di dalam sepatu itu najis atau kotoran.
Menyapu dua sepatu hanya boleh untuk berwudhu, tetapi tidak boleh untuk mandi
atau menghilangkan najis.
Menyapu dua sepatu tidak boleh bila salah satu syarat tidak cukup. Misalnya salah
satu dua sepatu itu robek, atau salah kakinya tidak dapat menggunakan sepatu karena luka.
Keringanan ini diberikan bagi musafir selama tiga hari tiga malam. Sedang yang bermukim,
hanya dibolehkan menyapu sepatunya untuk sehari semalam saja.
Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu,(pasir, tanah) yang suci karena
tidak ada air atau adanya halangan memakai air.
Tayamum menurut istilah adalah menyapakan tanah atau debu yang suci ke muka dan kedua
tangan sampai siku dengan memenuhi syarat da rukunnya sebagai pengganti dari wudu atau
mandi wajib karena tidak adanya air atau dilarang menggunakan air disebabkan sakit.
Firman Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 43.

Artinya : Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS An Nisa:43)
Tayammum merupakan pengganti dari berwudu. Apabila seseorang telah
melaksanakan salat dengan tayamum kemudian dia menemukan air, maka tidak wajib
mengulang sekalipun waktu salat masih ada.
Adapun syarat dan rukun, sunah serta hal-hal yang terkait dengan tayamum adalah
sebagai berikut.
Syarat Tayamum
Syarat tayamum adalah sebagai berikut :
a. Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan tayamum.
b. Sudah masuk waktu salat
c. Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan
d. Menghilangkan najis yang melekat di tubuh
e. Menggunakan tanah atau debu yang suci.
Rukun Tayamum
a. Niat
b. Mengusap debu ke muka
c. Mengusap debu ke dua tangan sampai siku
d. Tertib
Sunah Tayamum
Dalam melaksanakan tayamum, seseorang hendaknya memperhatikan sunah-sunah
tayamum sebagai berikut.
1. Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak bertayamum
2. Membaca taawuz dan basmalah
3. Menepiskan debu yang ada di telapak tangan
4. Merenggangkan jari-jari tangan
5. Menghadap kiblat
6. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri
7. Membaca doa (seperti doa sesudah wudu)
Hal yang membatalkan Tayamum
Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :
a. Semua yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum
b. Keadaan seseorang melihat air yang suci yang mensucikan (sebelum salat)
c. Murtad (keluar dari agama Islam)
Praktik Tayamum
Ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui dalam melakukan tayamum. Hal tersebut
perlu diperhatikan karena suatu saat kamu pasti akan melakukannya, seperti ketika kamu
dalam perjalanan, berada di daerah yang tidak ada air, atau sedang sakit yang tidak
memperbolehkan terkena air.
Carilah tempat yang mengandung debu/tanah yang suci.
Letakkan atau tempelkan kedua tangan pada tempat yang berdebu tersebut disertai niat
dalam hati.
Lafal niat tayamum.

.
Artinya : Aku niat bertayamum untuk dapat mengerjakan salat fardu karena Allah
Taala.
Mengusap kedua tangan sampai siku hingga merata dengan mendahulukan tangan
kanan. Usahakan mencari debu pada tempat yang berbeda.
Membaca doa sesudah tayamum, seperti doa sesudah wudu.
Mandi Wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib
adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan
disertai niat mandi wajib di dalam hati.
Firman Allah Swt :

)( .
Artinya : .......dan jika kamu junub maka mandilah. (QS Al Maidah)

2.1.5 Pengertian hadas dan najis


1. Hadas
Pengertian Hadas
Hadas menurut bahasa artinya berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah
sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau membersihkan diri
sehingga sah untuk melaksanakan ibadah. Berkaitan dengan hal ini Nabi Muhammad saw,
bersabda :
) (
Artinya : Rasulullah saw, telah bersabda : Allah tidak akan menerima salat seseorang dari
kamu jika berhadas sehingga lebih dahulu berwudu. (HR Mutafaq Alaih)

)(
Artinya : Dan jika kamu junub, maka mandilah kamu. (QS Al Maidah :6)
Ayat dan hadist diatas menjelaskan bahwa bersuci untuk menghilangkan hadas dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu berwudu dan mandi.
Bermacam hadas dan cara mensucikannya
Menurut fiqih, hadas dibagi menjadi dua yaitu :
Hadas kecil
Hadas kecil adalah adanya sesuatu yag terjadi dan mengharuskan seseorang berwudu
apabila hendak melaksanakan salat. Contoh hadas kecil adalah sebagai berikut :
o Keluarnya sesuatu dari kubul atau dubur.
o Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk.
o Menyentuh kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas.
o Hilang akal karena sakit atau mabuk.
Hadas besar
adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan mandi besar atau junub.
Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah sebagai berikut :
a. Bersetubuh (hubungan suami istri)
b. Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain
c. Keluar darah haid
d. Nifas
e. Meninggal dunia
2. Najis
Pengertian Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah adalah
sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan, karena menjadikan
tidak sahnya melaksanakan suatu ibadah tertentu.

2.1.6 Macam-macam Najis dan Cara Mensucikannya


Berdasarkan berat dan ringannya, najis dibagi menjadi tiga macam. Najis tersebut adalah
Mukhafafah, Najis Mutawasitah, dan Najis Muqalazah.
1. Najis Mukhaffafah (ringan)
Najis mukhafafah adalah najis ringan. Yang tergolong najis mukhafafah yaitu air
kencing bayi laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali
air susu ibunya.
Cara mensucikan najis mukhafafah cukup dengan mnegusapkan/ memercikkan air pada benda
yang terkena najis.
2. Najis Muthawassithah (sedang)
Najis mutawasitah adalah najis sedang. Termasuk najis mutawasitah antara lain air
kencing, darah, nanah, tina dan kotoran hewan. Najis mutawasitah terbagi menjadi dua
bagian, yaitu :
o Najis hukmiah adalah najis yang diyakini adanya, tetapi, zat, bau, warna dan
rasanya tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah mengering. Cara
mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis
tersebut.
o Najis ainiyah adalah najis yang nyata zat, warna, rasa dan baunya. Cara
mensucikannya dengan menyirkan air hingga hilang zat, warna, rasa dan baunya.
3. Najis Mughallazah (berat)
Najis mugalazah adalah najis berat, seperti najisnya anjing dan babi. Adapun cara
mensucikannya ialah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan air suci yang
mensucikan (air mutlak) atau membasuh benda atau tempat yang terkena najis sampai tujuh
kali.

2.1.7 Manfaat Thaharah


1. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak
melaksanakan suatu ibadah.
2. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah dan enak dilihat oleh
orang lain karena Allah Swt, juga mencintai kesucian dan kebersihan.
3. Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari-
harinya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
4. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian, ataupun tempat tidak
mudah terjangkit penyakit.
5. Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya, rumahnya, maupun
lingkungannya, maka ia menunjukan cara hidup sehat dan disiplin.
2.2 MAKNA DAN HAKEKAT SHOLAT, PUASA, ZAKAT, HAJI, DZIKIR, DAN
DOA

2.2.1 Pengertian ibadah


Kata ibadah ( - - )berasal dari bahasa Arab yang diartikan dengan taat,
menurut, mengikut, berbakti, berkhidmat, tunduk, patuh, mengesakan dan merendahkan diri.
Sedangkan secara istilah ibadah adalah setiap aktivitas muslim yang dilakukan ikhlas hanya
untuk mengharap ridha Allah swt, penuh rasa cinta dan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-
Nya. Seperti firman Allah dalam surat Al-Anam ayat 162 :





Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta Alam.
Selain itu, ibadah juga diartikan sebagai suatu sikap pasrah dan tunduk total kepada
semua aturan Allah dan Rasul-Nya. Lebih dari itu, ibadah dalam pandangan Islam merupakan
refleksi syukur pada Allah swt atas segala nikmatnya yang timbul dari dalam lubuk hati yang
dalam dan didasari kepahaman yang benar. Pada gilirannya, ibadah tidak lagi dipandang
semata-mata sebagai kewajiban yang memberatkan, melainkan suatu kebutuhan yang sangat
diperlukan.
Allah swt berfirman dalam surat Ad Dzariyat ayat 56.


Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku
(QS. 51: 56)
Kemudian dalam kitab Al-Hidayah jilid kesatu dikatakan sebagai berikut:





Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan cara melaksanakan semua
perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta beramal sesuai dengan izin dari
pembuat syariat (Al-Hakim, Allah).
Manusia dalam hidupnya mengemban amanat ibadah baik dalam hubungan kepada
Allah, maupun hubungan sesama manusia dalam hubungan dengan lingkungan, dan hubungan
dengan alam.
2.2.2 FALSAFAT SHALAT
Shalat secara etimologi berarti doa, sedangkan menurut Terminologi agama Sholat
adalah Ucapan dan perbuatan dalam bentuk tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam Sholat adalah merupakan refleksi dari keimanan seorang hamba kepada
Tuhannya, oleh karena itu tidak akan ada gunanya iman kalau tidak dibuktikan amalan nyata,
Ketundukan dan kepatuhan digambarkan di dalam amalan sholat, diawali dengan takbiratul
ihram yang berarti pengakuan dari seorang hamba akan kebesaran Allah swt disatu sisi dan
pengakuan seorang hamba akan kelemahannya dan ketikberdayaannya di sisi yang lain.
Shalat merupakan tiang agama serta kewajiban pokok yang diletakkan Tuhan di atas
pundak hamba-hamba-Nya, karena:
1. dari sisi kebesaran Tuhan, salat merupakan konsekuensi dari keyakinan-keyakinan
tentang sifat-sifat Allah yang menguasai alam raa ini, termasuk manusia serta
yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu.
2. dari sisi manusia, ia adalah makhluk yang memiliki naluri cemas, mengharap
sehingga ia membutuhkan sandaran dan pegangan dalam hidupnya.
Firman Allah SWT

Artinya: Hanya Engkaulah yang kami sembah , dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan (QS. Al-Fatihah; 5)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu
(QS. Al Baqarah: 153)
2.2.3 FALSAFAT PUASA

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al Baqarah ; 183)
Puasa (Shaum) dari segi bahasa berarti menahan diri. Sedangkan menurut terminologi
agama adalah menahan diri dari segala apa yang membatalkannya seperti makan, minum,
hubungan badan dan lain-lain sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari karena
Allah.
Aspek-Aspek Puasa:
a. Aspek Kejiwaan
Seseorang yang berpuasa, senantiasa akan menahan keinginan bahkan amarahnya,
sehingga orang yang berpuasa akan senantiasa menyandarkan dirinya dalam
kesabaran.
Seseorang yang berpuasa dengan penuh kesabaran menanti saat berbuka bahkan
lebih jauh bersabar dalam menghadapi ganggunan dan caci maki yang ungkin
ditujukan kepadanya. Kesabran ini akibat dorongan ketaatan kepada Allah yang
memerintahkannya berlaku demikian.
b. Aspek Sosial
Aspek sosial dari berpuasa nampak dengan jelas dengan diwajibkannya puasa
secara serentak bagi umat islam di sluruh dunia yakni pada satu bulan Ramadhan
sehingga mereka hidup dalam suatu suasana yang sama dan dalam hal ini
mengantar pada keatuan arah dan rasa sama pula.
c. Aspek Kesehatan
Puasa secara umum membatasi aktifitas pencemaran akibat pembatasan waktu
kadar makanan yang dimakan. Dan hal ini membawa dampak positif bagi
kesehatan tubuh manusia, sehingga puasa dapat menjadi terapi bagi sekian banyak
penyakit, bahkan merupakan faktor penyembuhan bagi penyakit-penyakit tertentu.
Allah swt memerintahkan: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.
(QS. Al-Baqarah:183). Allah swt mengakhiri ayat tersebut dengan agar kalian bertakwa.
Syekh Musthafa Shodiq al-Rafiie (w. 1356 H/1937 M) dalam bukunya wahy al-Qalam
mentakwil kata takwa dengan ittiqa, yakni memproteksi diri dari segala bentuk nafsu
kebinatangan yang menganggap perut besar sebagai agama, dan menjaga humanisme dan
kodrati manusia dari perilaku layaknya binatang.
Dengan puasa, manusia dapat menghindari diri dari bentuk yang merugikan diri
sendiri dan orang lain, sekarang atau nanti. Generasi kini atau esok. Dalam ibadah puasa,
Islam memandang sama derajat manusia. Mereka yang memiliki dolar, atau yang mempunyai
sedikit rupiah, atau orang yang tak memiliki sepeserpun, tetap merasakan hal yang sama:
lapar dan haus. Jika sholat mampu menghapus citra arogansi individual manusia diwajibkan
bagi insan muslim, haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia
diwajibkan bagi yang mampu, maka puasa adalah kefakiran total insan bertakwa yang
bertujuan mengetuk sensitifitas manusia dengan metode amaliah (praktis), bahwasanya
kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri.
Dan kehidupan itu mencapai suatu tahap paripurna manakala manusia memiliki
kesamaan rasa, atau manusia turut merasakan bersama, bukan sebaliknya. Manusia
mencapai derajat kesempurnaan (insan kamil) tatkala turut merasakan sensitifitas satu rasa
sakit, bukan turut berebut melampiaskan segala macam hawa nafsu. Dari sini puasa memiliki
multifungsi.
Setidaknya ada tiga fungsi puasa: tazhib, tadib dan tadrib. Puasa adalah sarana untuk
mengarahkan (tahzib), membentuk karakteristik jiwa seseorang (tadib), serta medium latihan
untuk berupaya menjadi manusia yang kamil dan paripurna (tadrib), yang pada esensinya
bermuara pada tujuan akhir puasa: takwa. Takwa dalam pengertian yang lebih umum adalah
melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Takwa dan
kesalehan sosial adalah dua wajah dari satu keping mata uang yang sama, mengintegral dan
tak dapat dipisahkan. Ada sejenis kaidah jiwa, bahwasanya cinta timbul dari rasa sakit. Di
sinilah letak rahasia besar sosial dari hikmah berpuasa.

2.2.4 FALSAFAT ZAKAT


Salah satu keunikan Islam adalah kelengkapannya sebagai agama (al-din). Islam tidak
hanya sebuah agama yang mangajar bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan saja
(ibadah), tetapi juga mengatur hubungan sesama manusia (muamalah). Kelima Rukun Islam
mencerminkan hubungan vertikal dan horizontal. Aturan-aturan Islam tidak bersifat
normative, yang berisi semata-mata ajakan moral, tetapi lebih dari itu, ia bermaksud
diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Zakat adalah satu contoh betapa Islam mengatur urusan
rakyat banyak (public matters). Tidak sama seperti ibadah mahdhah (shalat dan haji).
Seseorang yang telah memenuhi syarat dituntut untuk melaksanakannya, bahkan negara perlu
campur tangan jika ada orang-orang yang enggan melaksanakannya, seperti Abu Bakar
Shiddiq, Khalifah Islam pertama, pernah marah ketika sebagian kaum Muslimin di masa awal
pemerintahannya enggan membayar zakat dengan alasan Rasulullah saw telah wafat sehingga
kewajiban zakat menjadi gugur. Tidak tanggung-tanggung, Ia lalu mengutus Khalid bin Walid
menundukkan beberapa qabilah Arab yang murtad dan enggan membayar zakat. Lalu
kemudian mengorganisir pengumpulan dan distribusi zakat.
Paling tidak ada 2 alasan yang dapat dikemukakan untuk menggambarkan landasan
filosofis dan kewajiban zakat:
a. Istikhlaf (Penugasan sebagai khlaifah)
Telah dijelaskan di awal, bahwa Allah lah pemilik seluruh isi dunia ini, secara
otomatis Allah juga lah penguasa harta-harta manusia. Manusia hanya di berikan
amanah untuk menjaga dan mengelolanya. Dengan demikian konskuensinya
manusia harus memenuhi perintah-perintah Allah dalam hal ini kewajiban zakat.
b. Solidaritas Sosial dan persaudaraan
Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan manusia lain. Dan Zakat adalah alat
yang sempurna untuk menterjemahkan prinsip Islam tentang persaudaraan dan
rasa kemanusiaan kedalam kehidupan yang nyata. Allah dengan sangat jelas
menginginkan agar zakat ditujukan sebagai suatu bentuk kontribusi oleh setiap
Muslim, lelaki dan perempuan, terhadap kemajuan dan kesejahteraan suatu negara
Islam.

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh yang maruf dan mencegah
yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (At-Taubah: 71).

2.2.5 FALSAFAT HAJI


Ibadah haji tentulah bukan hanya sekadar lembaran sejarah yang harus diisi oleh
kehidupan seorang muslim. Haji juga bukan sekadar sepetak lahan di Jazirah gersang bernama
Hijaz, yang setiap tahun dibanjiri oleh ummat manusia. Haji bahkan bukan hanya sekadar
rangkaian amal ibadah dengan tatacara ketat yang harus dijalani oleh seorang muslim. Lebih
dari semua itu, ibadah haji adalah rahmat Ilahi yang diturunkan setiap tahun pada waktu-
waktu tertentu. Jauh di sebalik berbagai tatacara ibadah haji yang indah itu, tersembunyi
rahsia, idealisme, hikmah, dan kata-kata yang harus kita gali dan kaji. Haji adalah lambang
persatuan dan kesatuan umat.
Ajaran ini tercermin sejak orang yang melaksanakan ibadah haji memasuki miqat. Di
sini mereka harus berganti pakaian karena pakaian melambangkan pola, status, dan
perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian menciptakan batas palsu yang tidak jarang
menyebabkan perpecahan di antara manusia. Selanjutnya dari perpecahan itu timbul konsep
aku, bukan kami atau kita, sehingga yang menonjol adalah kelompokku, kedudukanku,
golonganku, sukuku, bangsaku, dan sebagainya yang mengakibatkan munculnya sikap
individualisme. Penonjolan keakuan adalah perilaku orang musyrik yang dilarang oleh
Allah Subhanahu wa Taala.
Ibadah haji dan kurban juga menunjukkan semangat ketundukan secara mutlak
terhadap segala yang diperintahkan oleh Allah. Ibadah kurban juga mengajak ummat manusia
di dunia agar selalu bersiap-siap untuk melakukan pembelaan terhadap agama dan ideologi.

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Haj:
37). Surah Al-Haj ayat 37 juga mengisyaratkan kepada ummat Islam bahwa yang paling
penting dari ibadah kurban adalah semangat untuk terus menempa diri hingga menjadi hamba
yang bertakwa. Disebutkan dalam surat itu bahwa daging dan darah hewan sembelihan itu
tidak akan sampai kepada Allah, karena memang Allah tidak membutuhkan semua itu, dan
yang dinilai oleh Allah adalah ketakwaan kita.
Karena itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tujuan yang harus dicapai oleh
manusia dengan ibadah haji adalah pencapaian tahap demi tahap nilai ketakwaan, hingga
mencapai derajat manusia sempurna. Keterpisahan dan hal-hal duniawi yang mengikat dan
dari berbagai bentuk hawa nafsu adalah pelajaran terpenting yang harus diserap oleh siapa
saja yang menjalankan ibadah haji ini.
2.2.6 DZIKIR
Kata dzikr menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan dzikir menurut pengertian
syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud untuk mendekatkan diri kepadaNya.
Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah untuk selalu mengingat akan kekuasaan dan
kebesaranNya sehingga kita bisa terhindar dari penyakit sombong dan takabbur ( M. Amin,
Aziz, Tirmidzi Abdul Majid 2004:1 )

Allah berfirman Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (QS. Al-Ahzab: 41). Berdzikir dapat dilakukan
dengan berbagai cara dan dalam keadaan bagaimamanapun, kecuali ditempat yang tidak
sesuai dengan kesucian Allah. Seperti bertasbih dan bertahmid di WC. Seperti firman Allah
SWT yang berbunyi (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha
Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 191).
Ada beberapa bentuk dan cara berdzikir diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Dzikir dengan hati, yaitu dengan cara bertafakur, memikirkan ciptaan Allah
sehingga timbul di dalam fikiran kita bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa.
Semua yang ada di alam semesta ini pastilah ada yang menciptakan, yaitu Allah SWT.
2. Dzikir dengan lisan (ucapan), yaitu dengan cara mengucapkan lafazh-lafazh yang di
dalammya mengandung asma Allah yang telah diajarkan oleh Rasulullah kepada
ummatnya. Contohnya adalah: mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, tahlil, sholawat,
membaca Al-Quran dan sebagainya.
3. Dzikir dengan perbuatan, yaitu dengan cara melakukan apa yang diperintahkan
Allah dan menjauhi larangan-laranganNya. Yang harus diingat ialah bahwa semua
amalan harus dilandasi dengan niat. Niat melaksanakan amalan-amalan tersebut adalah
untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. ( Inammuzahiddin Masyhudi, Nurul
Wahyu A, 2006:155 )

2.2.7 Doa dan Ikhtiar


yang berarti mencari hasil yang lebih baik.
Ikhtiar berasal dari bahasa Arab ()
Adapun secara istilah pengertian ikhtiar, yaitu usaha yang dilakukan dengan segala daya
upaya dan kemampuan untuk mencapai hasil terbaik ( Teungku Hasbi Ash-Shiddieqiy,
2008:36 ).
Setiap manusia memiliki keinginan dan cita-cita untuk mendapat kesuksesan, tak ada
seorang pun yang menginginkan kegagalan. Hal ini karena Allah menganugerahkan kehendak
kepada manusia. Jika kehendak tersebut mampu dikelola dengan baik, manusia akan
menemukan kesuksesannya.
Kehendak dan keinginan tidak akan pernah tercapai tanpa ada usaha untuk meraihnya.
Allah Swt telah memberikan kepada manusia potensi berikhtiar atau berusaha dalam meraih
keinginannya.
Seorang siswa yang ingin meraih nilai yang terbaik tentu harus berikhtiar. Bentuk
ikhtiarnya adalah dengan tekun belajar dan sungguh-sungguh. Nilai yang baik tidak akan
tercapai tanpa belajar yang sungguh-sungguh. Sekali lagi, tidak ada kesuksesan tanpa usaha
dan kerja keras (ikhtiar). Allah Swt berfirman:


Untuk kemenangan seperti ini hendaklah berusaha orang yang berusaha (Ash-Shaffat [37]:
61)
Tetapi hal yang mesti diingat, tidak boleh kegigihan ikhtiar memperlemah keyakinan
kepada Allah Swt.dan tidak boleh keyakinan melemahkan ikhtiar. Hasil ikhtiar harus
senantiasa dikembalikan kepada kehendak Allah Swt, karena Dialah yang Maha Kuasa. Allah
Swt berfirman:




Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: Sesungguhnya aku akan
mengerjakan itu besok, kecuali (dengan menyebut): Insya-Allah.
Sedangkan Doa adalah memohon atau meminta suatu yang bersifat baik kepada Allah
SWT seperti meminta keselamatan hidup, rizki yang halal dan keteguhan iman. Sebaiknya
kita berdoa kepada Allah SWT setiap saat karena akan selalu didengar olehNya ( M. Afif
Anshori 2003:40)
Waktu-waktu yang tepat untuk berdoa ialah ketika membaca AlQuran, setelah Solat
wajib, pada saat tengah malam setelah sholat tahajud, saat melaksanakan ibadah haji, Saat
berpuasa wajib dan sunah.
Keterkabulan dan Penghalang Doa
Hal yang menyebabkan doa tidak terkabulkan yaitu : karena kalian telah mengenal
Allah SWT sebagai tuhan kalian, tapi kalian tidak menaati aturan-Nya, kalian telah
memahami bahwa Rasul adalah (panutan hidup), tapi kalian enggan mengikuti jalan
hidupnya, kalian tahu bahwa al-Quran adalah pedoman hidup, tapi kalian tidak mengamalkan
petunjuknya, kalian merindukan surga, tapi kalian tak mau mengejarnya, kalian takut kepada
neraka, tapi kalian selalu berbuat maksiat, dan kalian mengabaikan aib mereka sendiri, namun
kalian sibuk mengumpulkan aib orang (Teungku Hasbi Ash-Shiddieqiy 2008:80).

2.3 SUFISME DAN HARMONITAS SOSIAL


2.3.1 Sejarah kemunculan sufisme
Salah satu fenomena yang sering diramalkan akan menjadi trend di abad XXI ini
adalah munculnya gerakan spiritualitas baru. Terhadap gerakan ini, Rederic dan Maryann
Brussat (lihat Ruslani ed., 2000: vi-vii), mengistilahkannya dengan kemelekan spiritual atau
kebangkitan spiritual. Ekspresi gerakan ini sering tampil dengan wajahnya yang sangat
beragam, mulai dari Cult, Sect, New Thought, New Relegious Movement, Human Potential
Movement, hingga gerakan New Age. Namun demikian dari semua gerakan tersebut, jika
ditarik garis horizontalnya, hampir memiliki kesamaan misi, yakni memenuhi hasrat spiritual
yang mendamaikan hati.
Tuntutan untuk melakukan gerakan ini dilatar belakangi oleh banyak hal, antara lain,
pertama: kebutuhan untuk melakukan responsi terhadap paradigma modernisme yang telah
mengalami kegagalan dalam beberapa aspeknya; kedua, sebagai respon terhadap kebutuhan
masyarakat akibat dari dampak hegemoni Barat yang mengesampingkan nilai-nilai
spiritualitas dan lepas dari tuntutan ajaran keagamaan. Sebagai konsekuensinya, gerakan
tersebut banyak yang berpaling dari agama Barat Untuk kemudian berpihak ke agama-agama
Timur, seperti Hinduisme, Budhisme, Zen dan Taoisme; ketiga, tidak menutup kemungkinan
gerakan tersebut muncul karena perubahan budaya yang amat cepat dalam kehidupan
keseharian akibat dari kesalahan disain kita sendiri.
Gerakan New Age pada hakikatnya juga merupakan reaksi atas dosa-dosa sains
modern yang hampa terhadap perasaan (dehumanisasi), dosa-dosa kapitalisme dan
imperialisme yang belum bisa lepas dari watak eksploitasinya. Untuk menghadapi ini,
gerakan New Age mencoba berpaling dari eksploitasi, selanjutnya berpihak pada upaya-upaya
perdamaian, toleransi, kesadaran dan keseimbangan alam. Dengan demikian gerakan ini bisa
diartikan sebagai sebuah proses pencarian jati diri manusia, setelah sekian lama manusia
ditimpa oleh krisis kemanusiaan yang tak kunjung reda. Sementara itu agama formal yang
mestinya dijadikan tempat kembali mereka, kini dianggap telah kehilangan pesan-pesan
universalitasnya. Sehingga wajar jika kemudian pendukung dari gerakan ini sering
menggunakan jargon Spirituality Yes, Organized Religions No.
Sufisme, yang sering juga disebut dengan istilah mistik (tetapi bukan mistik Jawa)
yang terkait dengan urusan batin (tetapi bukan kebatinan), pengertiannya adalah suatu upaya
pendekatan kepada Sang Khaliq yang bergerak dalam lingkup rasa, esoteris, (zauq) dan hati
(qalb).
Upaya pendekatan yang bergerak dalam ranah hati ini membutuhkan kejernihan dan
ketulusan. Oleh karena itu kejernihan batin atau hati inilah yang sering diidentikkan dengan
istilah tasawuf (tashawwuf, Arab) yang orangnya disebut sufi (al-mutashawwif). Apakah
tasawuf atau hidup bertasawuf itu melepaskan hasrat dan interes keduniaan? Demikianlah
citra umum yang ada pada masyarakat selama ini.
Sebenarnya sejarah munculnya sufisme itu jika dilacak akar historisnya adalah muncul
bersamaan dengan lahirnya Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. yang diutus untuk
menyempaikan risalahnya. Sejak awal (sebelum menjadi rasul) beliau sudah senang ber-
khalwat, ber-tahannus untuk menjauhkan diri dari distruksi sosial masyarakat jahiliyah saat
itu. Ketika masih muda beliau dipersepsikan sebagai pemuda yang jujur, pencari spiritual
yang kritis. Meditasi atau ber-khalwat di goa Hiro yang dilakukan nabi itu bukan berarti
beliau meninggalkan dunia tanpa memperhatikan masa depan Islam, melainkan untuk
memohon diri kepada Yang Maha Kuasa agar memperoleh petunjuk-Nya. Di sebuah bukit,
tempat dimana ia mengasingkan diri itulah selanjutnya beliau memperoleh pengalaman
spiritual yang tinggi. Akhirnya melalui pengalaman tersebut Muhammad saw. memperoleh
apa yang dinamakan wahyu (surat al-Alaq sebanyak lima ayat). Dari hasil khalwat itu
beliau bisa meneruskan dakwah Islam yang dimulai dari para sanak keluarganya sampai
kepada masyarakat luas: wa anzir asyirataka l-aqrabin (lihat QS: As-Syuara: 214);
fashda bima tumaru wa aridh an l-musyrikin (Al-Hhijr: 94). Jadi goa Hiro
merupakan lepas landas (take of) nabi ke masyarakat luas.
Islam sendiri sebenarnya sangat perhatian terhadap tradisi spiritualitas dan moralitas.
Dalam kenyataannya Islam memiliki tradisi spiritualitas yang kaya dan amat berharga yang
sudah berjalan selama rentang waktu lebih dari 14 abad. Ajaran yang terkandung dalam
wahyu tersebut, di satu sisi membuat beberapa orang tertarik, di sisi lain membuat orang-
orang takut, utamnya adalah kelompok Quraisy. Ketakutan seperti ini bukan semata-mata
karena ajaran tauhidnya, tetapi karena ajaran sosial yang dibawa Muhammad saw. sebagai
ajaran yang concern terhadap penegaan keadilan ekonomi dan persamaan sosial. Itulah yang
akan selalu mengancam kemapanan monopoli perdagangan para kafilah Quraisy yang
merupakan kunci untuk memperkaya diri mereka. Dengan demikian tradisi spiritualitas dalam
Islam adalah spiritualitas yang sarat dengan pesan-pesan sosialnya.

2.3.2 Perkembangan sufisme


Sebagai satu ajaran, sufisme merupakan dimensi batin atau esoteris yang seringkali
dibedakan dengan syariah (eksoteris). Sebagai gerakan, dalam sejarah dan perkembngnnya,
para sufi dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu: pertama, sufi individualis yang
terpanggil untuk mempraktekkan kehidupan asketis dan mistis yang menghasilkan karya-
karya sufisme dan dikenal lewat karya tersebut oleh para sufi belakangan. Acapkali para sufi
dibesarkan oleh sejumlah pengikut yang menganggapnya sebagai special figure yang dapat
mengikat mereka pada suatu aliran tertentu (misalnya sosok Syeikh Abdul Qadir al-Jailani,
yang kemudian melahirkan nama tarekat Qadiriyah, Syeikh Yusuf Taj al-Khalwati dengan
munculnya tarekat Al-Khalwatiyah dst.); kedua, para sufi yang diikat oleh suatu aliran
tertentu dan merupakan suatu persaudaraan (brotherhood) yang sering disebut dengan tarekat.
Kadang-kadang suatu tarekat merupakan institusi semi formal yang bergerak di bidang sosial,
ekonomi dan bahkan politik (Gilsenan, 1973: 1).
Dalam sejarah perkembangan masyarakat, sufisme merupakan dimensi Islam yang tak
kalah kontroversial. Hakikat dan eksistensinya seringkali disalahpahami dan diremehkan.
Secara teologis ajaran-ajaran tasawuf oleh beberapa kalangan terutama golongan yang
berorientasi modernis dipandang sebagai ajaran yang tidak berasal dari ajaran Islam
sehingga penganutnya dapat menjadi musyrik. Ia dianggap sebagai ajaran yang mengndung
TBC (tahayul, bidah dan churafat). Secara sosial, tasawuf yang mengajarkan kehidupan
asketis menjadi penghambat pembangunan dan kemajuan zaman sehingga tidak
mengherankan kalau Al-Ghazali dipandang bertanggung jawab terhadap ketertinggalan dan
kemunduran umat Islam.
Tuduhan dan kritik terhadap tasawuf tersebut memang seringkali tidak beralasan.
Tuduhan dan kritik tersebut biasanya datang dari golongan yang tidak memahami tasawuf
secara komprehensif dan tidak melihatnya dari perspektif sufi itu sendiri. Secara teologis,
sesunguhnya tasawuf memiliki dasar doktrin yang kuat di dalam Al-Quran dan al-Sunnah
dan menurut Nurcholish Madjid (1985), tasawuf memiliki akar yang lebih kuat di dalam Al-
Quran dibanding dengan syariah. Sufisme yang dianggap sebagai simbol kejumudan dan
kepasifan juga merupakan kesimpulan yang over-generalisation, karena dalam banyak kasus
di dunia muslim para sufi dan pengikut tarekat berperan aktif dalam berjuang melawan kaum
kolonial. Di Indonesia, beberapa tarekat merupakan kelompok masyarakat yang ditakuti
pemerintah kolonial Belanda karena gerakan-gerakan pemberontakan yang mereka lakukan
(Kartodirdjo, 1966).
Perlu diketahui dan ini merupakan fakta sejarah bahwa di Afrika Utara, Sudan pada
tahun 1943 muncul gerakan sufi terkenal, yaitu sekte Ashiqqa dan Marabaouts (al-
Murabbithun), yang mempunyai peranan besar dalam percaturan politik melawan penjajahan.
Kaum sufi pun bisa bertingkah laku berang dan berperan sebagai reformis dan top leader
(lihat: Donald E. Smith, Religion and Political Development: 135, 137). Pada masa dinasti
Saljuk sufisme juga berfungsi sebagai gerakan protes terhadap tirani kekuasaan.
Mereka mengecam ulama yang terikat intim dengan penguasa (yang oleh al-Ghazali disebut
sebagai ulama su). Sufisme juga menolak pandangan aristokratis (lihat Kamaluddin Hilmi,
1975:202). Ini merupakan kenyataan, bahwa praktik sufi tidak hanya bisa diasumsikan
sebagai ibadah zuhud dan zikir dalam pengertian ritual ansich. Dalam kondisi modern dan era
teknologi kini, praktik sufi pun masih relevan dan bahkan sangat diperlukan, dengan catatan
bahwa pengertiannya tidak sesempit yang dipahami sementara orang (mengasingkan diri dari
komunikasi massa). Tetapi ia harus dijabarkan dalam arti yang kontekstual. Dan kita bisa
melihat gejala sosiologis, bahwa di Pesantren Suryalaya Jawa Barat (yang terkenal dengan
Pesantren Tareqat), telah dilakukan gerakan kultural yang wujudnya berupa masalah
pertanian, koperasi, lingkungan hidup. Bahkan Pesantren tersebut banyak mendapat perhatian
para ilmuwan dan juga pemerintah sendiri. Pengobatan non medis bagi cacat jiwa (narkoba
dsb.) dengan menggunakan formula yang dikenal dengan formula zikrullah adalah merupakan
keistimewaan tersendiri bagi Abah Anom (julukan Kiai dan pengasuh pesantrennya).
2.3.3 Harmonitas sosial
Bagaimana pandangan para sufi terhadap pluralitas agama, berikut ini penulis
ketengahkan pendapat sufi terkenal Suhrawardi Al- Maqtul. Nama lengkapnya ialah
Sihabuddin Yahya bin Hafasy bin Amirek Suhrawardi, lahir pada tahun 549 H/1153 M di
Suhrawardi, sebuah desa dekat kota Zarjan di Utara Persia. Suhrawardi merupakan tokoh sufi
dan sekaligus filsuf Islam yang banyak melakukan pengembaraan di negeri-negeri Islam
dalam rangka menggali ilmu pengetahuan. Dilihat dari perjalan hidupnya, ia termasuk orang
yang gemar mendalami ilmu agama, diceritakan sejak kecil Suhrawardi sudah menekuni ilmu
agama dan menghafal Al Quran, dalam pengembaraan menuntut ilmu Suhrawardi pernah
berguru kepada beberapa ulama terkenal lagi luas ilmunya. Suhrawardi selain sebagai sufi, ia
juga pendiri mazhab iluminasi atau isyraq. Filsafat Iluminasinya merupakan dialog spiritual
intelektual yang dilakukannya secara serius dengan tradisi agama-agama lain dalam
kapasitasnya sebagai seorang sufi dan filsuf.
Memahami secara sungguh-sungguh dan mendalam akan tradisi agama-agama lain,
tampaknya membuat Suhrawardi semakin arif dalam menyikapi pluralitas agama. Hal ini
dapat dilihat dari pandangannya terhadap keberadaan agama lain itu sendiri.
Agama-agama lain bagi Suhrawardi bukanlah musuh yang harus dijauhi atau dilawan tetapi
adalah teman yang mesti didekati untuk diajak berdialog. Agama-agama lain itu tidaklah
merusak dan menyimpangkan agama Islam. Malah sebaliknya keberadaan agama-agama lain
itu dapat memperkaya pemahaman tentang agama Islam. Disinilah letak ke universalitasan
Islam, karena Islam itu pada dasarnya sangat luas dan mencakup agama-agama lain dalam
pengertian ajaran-ajaran esoteriknya. Pendekatan yang dilakukan Surawardi untuk
menciptakan kerukunan yang harmonis antar pemeluk agama melalui jalan dialog. Melalui
dialog akan ditemukan titik terang tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing agama.
Dengan mengetahui tujuan dari masing-masing agama maka akan tumbuh sikap saling
menghormati dan saling memahami antara satu dengan lainnya yang pada akhirnya bermuara
pada terciptanya kerukunan antar agama yang harmonis, terhindar dari sikap permusuhan dan
konplik antar pemeluk agama. Sufi lain yang perlu diketengahkan pandangannya tentang
eksistensi agama lain selain Suhrawardi adalah Hazrat Inayat Khan. Hazrat Inayat Khan hidup
sekitar tahun 1882-1927 M, ia adalah seorang sufi dari India. Inayat Khan termasuk orang
yang suka mendalami tarekat, sehingga menurut catatan sejarah, ada beberapa aliran tarekat
yang didalaminya. Adapun aliran tarekat yang pernah diikuti dan ditekuninya antara lain
tarekat Christuyyah, Naqsabandiyyah, Qadiriyyah dan Suhrawardiyyah. Inayat Khan
termasuk orang yang memiliki kedalaman ilmu kerohanian (esoterik), hal ini dapat dilihat dari
perjalan spiritualnya mengikuti beberapa aliran tarekat, ia banyak menimba ilmu
tasawuf/kerohaniaan dari beberapa tokoh pendiri aliran tarekat. Keadaan yang demikian
membuat pemahamannya terhadap agama semakin dalam dan luas, dengan kedalaman dan
wawasan yang luas tentang ilmu keislaman (esoterik khususnya), membuat ia menjadi sangat
toleran dan menghormati eksistensi agama-agama lain selain agama yang ia anut.
Kautsar Azhari Noer menjelaskan, Agama-agama yang banyak dan berbeda satu sama lain,
tetapi perbedaan itu hanya dalam bentuk, seperti air yang selalu merupakan unsur yang sama
dan tak terbentuk, ia hanya mengambil bentuk saluran atau bejana yang menahannya dan
yang digunakan untuk tempatnya. Jadi, air mengubah namanya kepada sungai, danau, laut,
arus atau kolam dan ia sama dengan agama. Kebenaran esensial adalah satu, tetapi aspek-
aspeknya berbeda. Orang-orang yang berkelahi atau berselisih karena bentuk-bentuk luar akan
selalu terus menerus berkelahi atau berselisih, tetapi orang-orang yang mengakui kebenaran
batini tidak akan berselisih, maka dengan demikian akan mampu mengharmonisasikan orang-
orang dari semua agama. Apa yang dikemukakan oleh Inayat Khan di atas dapat dipahami
bahwa pada hakikatnya tujuan agama itu tidaklah berbeda yang membedakan itu hanya
langkah-langkahnya saja, jika orang bisa memahami hakekat yang dibawa masing-masing
agama, maka akan terjadi hubungan yang harmonis antar pemeluk agama yang berbeda.
Inayat Khan tampaknya sangat menekankan kesatuan. Kesatuan merupakan syarat mutlak
untuk mencapai kehidupan yang benar. Sehingga ia mengatakan bahwa tugas agama itu
adalah mengembangkan jiwa kesatuan, dalam pengetahuan tentang Tuhan dan cinta kepada-
Nya. Meskipun ia sangat toleran terhadap keberadaan agama lain dan memandang hakekat
tujuan semua agama itu sama, ia juga tidak menghendaki agar orang-orang yang berbeda
agama itu menjadi penganut satu agama saja. Gerakan sufi yang dimotori oleh Inayat Khan
tidak menghendaki semua agama yang ada didunia ini menganut satu agama, karena hal itu
mustahil dan bertentangan dengan hukum alam sebagaimana mustahilnya membuat orang di
muka bumi ini memakai satu jenis pakaian. Jadi menurut Inayat Khan yang penting dalam hal
pluralitas agama adalah bagaimana menyatukan para pemeluk umat beragama dan
kepercayaan yang berbeda-beda itu dalam kearifan, tanpa mengubah agama dan kepercayaan
masing-masing, sehingga dengan demikian dapat terbina persaudaraan atau hubungan yang
harmonis. Apa yang dikemukakan oleh Inayat Khan tampak senada dengan yang
dikemukakan Said Agil Husin Al Munawar dalam bukunya, pluralisme agama menurut Islam
adalah sunnatullah yang tidak akan berubah juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.
Pendekatan yang dilakukan oleh Inayat Khan tampak tidak jauh beda dengan yang ditempuh
oleh Suhrawardi. Inayat Khan lebih menekankan dalam memandang keanekaragamaan agama
yang ada dari sudut tujuan dari agama itu sendiri, kemudian ia menambahkan bahwa
keanekaragamaan tersebut mesti disikapi dengan kearifan, sehingga dengan demikian akan
muncul saling memahami antar pemeluk agama yang akhirnya berujung pada terbinanya
ukhuwah antar sesama (ukhuwah insaniah). Selanjutnya sufi lain yang perlu juga di
ketengahkan pendapatnya tentang pluralitas agama adalah Idris Shah. Ia salah seorang tokoh
sufi kontemporer, dilihat dari silsilah keturunannya, ia mewarisi jalan hidup yang pernah
dijalani ayahnya. Ayahnya juga seorang sufi dari Afghan. Dalam pengembaraan keilmuan, ia
memiliki wawasan keilmuan yang luas. Idris Shah pernah mengunjungi benua Eropah,
Aprika, Timur Tengah, Amerika dalam rangka keperluan studi dan kepentingan ilmiah
lainnya. Latar belakang pendidikan yang luas membuat pandangan Idreis Shah tentang
pluralitas agama bersifat universal dan liberal. Ia memandang bahwa perbedaan agama tidak
menjadi persoalan bagi tasawuf karena esensi semua agama adalah sama, yakni tasawuf itu
sendiri.
Dalam menjelaskan pluralitas agama, Idris Shah mencoba menguraikan dengan
memberikan perumpamaan, antara orang awam dengan sang sufi. Orang awam hanya
mengetahui satu bahasa, yakni bahasanya sendiri, ia tidak memahami bahasa orang lain.
Sedangkan sang sufi memahami semua bahasa. Untuk lebih memperjelas perumpamaannya di
atas ia mengutip cerita Rumi tentang empat orang pelancong, yang satu dari Persia, yang
kedua dari Turki, yang ketiga dari Arabia dan keempat dari Yunani. Keempat pelancong ini
bertengkar tentang sesuatu yang akan mereka beli dengan hanya sekeping uang yang mereka
miliki. Kata pelancong dari Persia saya ingin membeli angur, kata pelancong Turki saya ingin
membeli uzum, yang dari Arab mengatakan saya ingin membeli inab dan kata pelancong dari
Yunani saya ingin membeli stafel. Dalam anggapan mereka, keinginan masing-masing adalah
berbeda. Lantas datanglah pelancong kelima yang ahli bahasa yang menawarkan diri untuk
membeli sesuatu yang mereka harapkan dengan hanya sekeping uang tadi. Ternyata apa yang
mereka inginkan adalah sama, yakni buah anggur, yang oleh orang Persia dinamai dengan
angur, oleh orang Turki disebut dengan uzum, orang Arabia menyebutnya dengan inab dan
orang Yunani menamainya dengan stafel. Dalam melihat keanekaragamaan agama, Idris Shah
tampak lebih menekankan kepada hakekat atau apa yang tersirat dari agama itu sendiri, bukan
kepada lahiriah atau yang tersuratnya, dengan melihat hakekat dari suatu agama, akan
ditemukan tujuan yang sama dari agama itu sendiri. Jika sudah ditemukan tujuan yang sama,
meski agama berbeda-beda (majemuk), maka akan lahir sikap saling menghormati,
menghargai, hal yang demikian dapat menghidupkan kerukunan yang harmonis antara
pemeluk agama. Tokoh lain yang perlu juga diketahui pandangannya terhadap pluralitas
agama adalah seorang tokoh tasawuf falsafi, yakni Ibnu Arabi. Nama lengkapnya adalah Abu
Bakr Muhammad bin Muhyiddin al-Hatimi al-Tai al Andalusi Ia lahir di Mercia (Spanyol)
tahun 1165 dan meninggal di Damaskuys pada tahun1240 M . Ibnu Arabi memiliki wawasan
ilmu keislaman yang luas, sampai sampai ia diberi gelar syekh al akbar (guru besar).
Untuk melihat bagaimana pandangan Ibnu Arabi tentang pluralisme agama maka mesti
beranjak dari teorinya tentang Tuhan Kepercayaan. Tuhan Kepercayaan disebutnya dengan
Tuhan yang diciptakan dalam kepercayaan. Tuhan yang seperti itu bukanlah Tuhan yang
sebenarnya, tetapi adalah Tuhan ciptaan manusia, yaitu Tuhan yang diciptakan oleh
pengetahuan, konsep, penangkapan atau persepsi manusia. Tuhan seperti itu adalah Tuhan
yang dimaksudkan atau ditempatkan oleh manusia dalam kepercayaannya. Ia mengutip
perkataan Junayd Warna air adalah warna bejana yang ditempatinya Itulah sebabnya Tuhan
berkata Aku adalah dalam sangkaan hamba-Ku tentang-Ku. Ibnu Arabi menyebutkan.
Tuhan kepercayaan adalah ciptaan bagi yang mempersepsikannya. Dia adalah ciptaannya.
Karena itu pujiannya kepada apa yang dipercayainya adalah pujiannya kepada dirinya sendiri.
Itulah sebabnya ia mencela kepercayaan orang lain. Jika ia menyadari (persoalan yang
sebenarnya), tentu ia tidak akan berbuat demikian. Tidak diragukan bahwa pemilik obyektif
penyembahan khusus itu adalah bodoh tentang itu karena penolakannya terhadap apa yang
dipercayainya oleh orang lain tentang Allah. Jika ia mengetahui apa yang dikatakan oleh
junayd, warna air adalah warna bejana yang ditempatinya, ia akan memperkenankan apa
yang dipercayai setiap orang yang mempunyai kepercayaan dan mengakui Tuhan dalam
setiap bentuk dan setiap kepercayaan. Menurut pendapat Ibnu Arabi, orang yang menyalahkan
atau mencela kepercayaan-kepercayaan orang lain tentang Tuhan adalah orang yang bodoh.
Pasalnya, Tuhan dalam kepercayaannya sendiri, sebagaimana dalam kepercayaan-
kepercayaan yang disalahkannya itu, bukanlah Tuhan sebagaimana Dia sebenarnya.
Memperhatikan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi di atas, orang akan bisa berlaku
toleran terhadap agama dan kepercayaan orang lain jika ia memahami agama dan kepercayaan
orang dengan memandang dari kecamata hakikat dari agama dan kepercayaan itu dan orang
akan cenderung mencemoohkan dan menyalahkan jika ia melihat dari sisi lahiriah
formalitasnya.
Amin Syukur dalam bukunya menjelaskan bahwa seorang sufi yang berpandangan
positif terhadap pluralitas agama adalah karena mereka memandang segala sesuatu dari
kacamata kakekatnya, bukan dari segi lahiriahnya. Sehingga hakekat Tuhan dipandang
sebagai dzat yang menciptakan alam semesta, sehingga dengan demikian antara satu agama
dengan agama lainnya tidak ada perbedaan. Semua mengakui-Nya dan mengabdi kepada-
Nya.
Rivai Siregar menegaskan, neo sufisme sangat mendukung keaneka ragaman
pemahaman keagamaan dan hidup dalam pluralitas masyarakat manusia. Selanjutnya Amin
Syukur menambahkan, dalam ajaran tasawuf, banyak tokoh-tokoh seperti Al Hallaj, Ibnu
Arabi dan lainnya yang berpendapat bahwa keanekaragaman agama (pluralisme agama) di
dunia ini hanya sekedar bentuknya saja, sedang hakikatnya sama, semua mempunyai sumber
yang sama dan menyembah kepada Tuhan Pencipta alam. Realitasnya bahwa
keanekaragaman di dunia ini selalu ada dan tidak mungkin untuk dirangkum sehingga
menjadi satu. Keanekaragaman merupakan sunnatullah yang mesti disikapi dengan penuh
kearifan.
Musa Asyari menegaskan, dalam kehidupan umat manusia di dunia ini, pasti selalu
ditemukan adanya pluralitas atau keanekaragamaan, kemajemukan. Pluralitas itu menyangkut
berbagai kehidupan manusia, baik warna kulit, bahasa, adat istiadat maupun agama dan
kepercayaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dalam membangun kecerdasan spiritual ini, kita sebagai umat islam dituntut untuk
perfikir dengan baik dan logis untuk melaksanakan perintah-perintah Allah SWT yang
diturunkan wahyunya kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umatnya.
Supaya umat nabi Muhammad dapat menjalankan ibadah dengan baik sesuai wahyu yang
diterimanya.

3.2 Saran
Kita sebagai umat islam yang baik dapat menjalankan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya agar mendapat pahala serta beribadah dengan baik sesuai yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim, Tuntunan Sholat Lengkap, Jakarta,Sandro Jaya Jakarta, 2006


Muthoharoh, Hafiz. 2009. Fungsi Thaharah dalam Kehidupan
http://alhafizh84.wordpress.com.
http://cholidudin.wordpress.com/2010/08/18/falsafah-ibadah-dalam-islam/
http://tafany.wordpress.com/2009/12/24/filsafat-ibadah/
http://www.masbied.com/search/filsafat-ibadah
M. Amin, Aziz, Tirmidzi Abdul Majid, Analisa Zikir dan Doa, (Jakarta: Pinbuk Press, 2004).
Inammuzahiddin Masyhudi, Nurul Wahyu A, Berdzikir dan Sehat ala Ustad Haryono,
(Semarang: Syifa Press, 2006).
Teungku Hasbi Ash-Shiddieqiy, Pedoman Dzikir Dan Doa, (Jakarta: Bulan Bintang, Cet ke-
llX, 2008).
http://zainuddin.lecturer.uin-malang.ac.id/2015/09/30/sufisme-di-era-global-2/
https://jirhanuddin.wordpress.com/2014/08/31/membangun-kerukunan-hidup-bergama-
dalam-persepektif-sufi/
https://quran.com/

Anda mungkin juga menyukai