Anda di halaman 1dari 9

PENTINGNYA NILAI DAN MORAL PROFESI PERAWAT PADA

PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL

DISUSUN OLEH:
AHMAD ZAINI ARIF

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN TERAPAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TA. 2017/2018
1. Paparan Masalah
Perawat adalah bagian yang sangat krusial dalam pengembangan bidang
kesehatan. Profesi perawat diatur oleh PP No 32 Tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan. Eksistensi perawat sangat krusial karena jumlahnya di dalam
pelayanan kesehatan sangat banyak dan cenderung mendominasi di banding
tenaga kesehatan lainnya, bahkan dominasi jumlah perawat tersebut juga
sebanding dengan peran mereka terhadap pasien. Perawat sebagai tenaga
kesehatan dengan jumlah terbanyak di indonesia merupakan ujung tombak dalam
mencapai kesejahteraan pasien dalam hal kesehatan.
Profesonalisme dalam keperawatan baik dalam melakukan tindakan,
pengambilan keputusan dan bersikap merupakan sebuah tantangan dalam profesi
keperawatan dan memerlukan komitmen yang kuat dan harus memiliki dasar
moral dan etika yang baik. Dalam teori pencapaian tujuan yang dikemukakan oleh
Imogene King menyatakan bahwa di dalam konsep keperawatan saat memberikan
pola intervensi yang baik maka interaksi pasien dan perawat meliputi komunikasi
dan persepsi haruslah maksimal sehingga terbentuk aksi dan reaksi yang bermuara
pada tercapainya tujuan dengan adanya proses transaksi (Allgood, 2014). Hal ini
menunjukkan bahwa di dalam berperan, maka perawat tidak bisa hanya diam dan
stagnan dalam tindakan maupun bersikap, dengan cara pasif perawat tidak akan
bisa membentuk interaksi positif dengan pasien sehingga tercapainya tujuan akan
menjadi tidak maksimal.
Interaksi perawat dan pasien adalah salah satu hal yang krusial dan erat
kaitannya dengan komunikasi keperawatan. Sebuah hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wiyono (2016) menyebutkan bahwa hal yang perlu ditingkatkan
pada ranah pelayanan adalah penyampaian informasi oleh perawat kepada pasien,
perawat menyapa pasien, perawat menjadi pendengar yang baik dan lebih sabar
dalam memberikan pelayanan dan penyuluhan. Bahkan dalam berpenampilan pun
perawat perlu memaksimalkan diri. Hal ini terkait dengan moral dan etika perawat
dalam bertindak. Pasien sebagai konsumen melakukan observasi langsung
terhadap kinerja perawat terutama di bidang pelayanan sehingga adanya kesalahan
dalam komunikasi terutama dari segi etika dan moral yang kurang akan
menyebabkan permasalahan dalam proses interaksi.
Nilai adalah suatu hal yang dimiliki oleh sesuatu, baik konkret maupun
abstrak yang mempengaruhi dan mendasari motivasi seseorang. Nilai memegang
peranan penting dalam proses pengambilan keputusan sehingga seorang perawat
wajib menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan nilai yang di miliki orang lain.
Dengan memahami nilai diri dan pasien maka dalam penerapan asuhan
keperawatan, perawat akan mampu menempatkan diri dalam situasi dan kebiasaan
yang berbeda-beda. Pemahaman terhadap nilai juga akan memotivasi seseorang
untuk membuat keputusan dan keputusan-keputusan tersebut nantinya akan
membentuk moral perawat dalam melakukan asuhan. Asuhan keperawatan yang
berkualitas harus terdapat didalamnya sikap perawat yang menerima dan
menghargai moral individu pasien. Dalam praktek keperawatan harus diperhatikan
moral individu baik dari moral pasien maupun moral perawat sendiri. Sehingga
prinsip-prinsip nilai dan moral harus diterapkan dalam asuhan keperawatan
dimana nilai-nilai pasien tersebut menjadi suatu pertimbangan dalam melakukan
asuhan keperawatan (Kim et al., 2002).
Dalam artikelnya yang berjudul The value of trust in nursing oleh
Rutherford (2014) menjelaskan bahwa kepercayaan pasien terhadap perawat dapat
mempengaruhi banyak sekali aspek dalam interaksi antara pasien dan perawat.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang dimiliki oleh perawat yang jika dipahami
dan dimanfaatkan dengan baik akan mampu menarik kepercayaan pasien untuk
telibat interaksi positif dengan perawat dalam setiap tindakan dan bahkan
pengambilan keputusan. Karen A.Daley mantan presiden American Nurses
Assosiation (ANA) dalam diskusinya terkait dengan kepercayaan pasien adalah
sebuah aset profesional keperawatan menyebutkan bahwa dalam poling tersebut
menunjukkan bahwa pasien yang terhubung dengan perawatnya akan memberikan
kepercayaan pada perawat untuk melakukan hal yang benar dan terbaik. Tingkat
keberhasilan capaian yang terjadi karena proses interaksi yang baik antara perawat
dan pasien juga diperkuat oleh jurnal yang disampaikan oleh Konstantikaki
(2008), yang menyebutkan bahwa dengan implementasi program edukasi yang
baik dan benar dari perawat terhadap pasien dengan ulkus diabetes akan mampu
mencegah kasus amputasi kaki diabetes hingga 85%. Hal ini menunjukkan
bahwasanya interaksi antara pasien dan perawat sangat penting, dan memang
perlu adanya hubungan saling percaya, saling menghormati nilai-nilai diantaranya
sehingga hasil maksimal penyembuhan pasien dapat tercapai. Dengan adanya rasa
saling percaya yang kuat, dibentuk oleh moral yang baik antara perawat dan
pasien, maka permasalahan kesehatan yang muncul akan lebih mudah diatasi demi
mengurangi angka kecacatan dan kematian pada pasien.
Idealisme keperawatan terkait etika profesional dalam hal positif sering
menjadi diskusi dalam beberapa forum internasional. Salah satu peran dari
pencetus etika profesional adalah mencetuskan dasar nilai yang dapat
meningkatkan motivasi terhadap hubungan yang baik antara pasien dan perawat
dalam praktek keperawatan. Untuk melindungi nilai-nilai kemanusiaan dan
menunjukkan solidaritas terhadap pasien yang rentan (misalnya pasien yang
sedang menderita) maka sangat penting sekali dasar nilai prinsip etika untuk
diterapkan dan didiskusikan. Alasan seorang perawat menggunakan prinsip etika
dalam tindakan adalah karena intervensi keperawatan terfokus pada hak-hak
pasien, dimana itu sangat penting dan esensial dalam keperawatan. Dalam artikel
yang ditulis oleh Snellman & Gedda (2012) menyebutkan bahwa di dalam prinsip
nilai kemanusiaan adalah setiap individu memiliki nilai yang sama, maka dalam
praktik keperawatan secara profesional perawat harus bermuara pada pemberian
asuhan yang adil baik dalam bersikap maupun berprilaku. Dijelaskan pula sejalan
dengan kesamaan nilai itu mengacu pada otonomi pasien. Yaitu kebebasan pasien
dalam menentukan pilihan, baik berpendapat maupun bertindak. Hal ini yang
sering dilupakan dan kurang diterapkan dalam pelayanan keperawatan. Dan hal
tersebut dapat mengurangi proses interaksi dan kepercayaan antara perawat dan
pasien. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Esskilson & Carlsson (2010)
menyebutkan bahwa dalam merawat pasien dengan luka yang sulit sembuh maka
nilai dan sikap yang perlu dikembangkan adalah bertanggung jawab,
menunjukkan adanya kepedulian dan menghargai pasien secara menyeluruh,
memanfaatkan waktu dengan maksimal dan menunjukkan kepercayadirian dalam
meningkatkan kepercayadirian pasien.
2. Pembahasan
Nilai (value) berarti sebuah keyakinan seseorang mengenai penghargaan
terhadap sesuatu hal yang mengarahkan individu untuk bersikap. Menurut Rich &
Butts (2010) menyebutkan pemahaman tentang nilai bahwasanya nilai berati
pandangan atau persepsi yang menjadi evaluasi seorang individu menginginkan
atau tidak menginginkan sesuatu, persepsi terhadap baik atau tidaknya suatu hal.
Nilai dalam keperawatan berarti hal apa saja yang penting untuk diputuskan dan
kemudian diaplikasikan oleh perawat dengan pasien yang secara persepsi sama
baiknya bagi kedua pihak tersebut. Nilai antara perawat dan pasien harus mengacu
pada moral yang sesuai dan baik untuk diaplikasikan, salah satu moral yang baik
adalah dengan terbentuknya rasa saling percaya untuk kemudian memperbaiki
kondisi pasien menuju kesejahteraan. Kesimpulannya adalah bahwasanya nilai
profesional seorang perawat sangat menentukan moral yang ditunjukkan pada saat
melakukan tindakan dan interaksi baik itu kepada pasien maupun kepada rekan
sejawat.
Sebuah review literatur yang disusun oleh Shahriari et al., (2013)
menjelaskan bahwa secara garis besar nilai-nilai etika terbagi dengan komunitas
global. Waaupun demikian, pada beberapa kasus utamanya dari segi pengaruh
sosial, budaya, status ekonomi dan kepercayaan religius terhadap nilai
menghasilkan pemahaman yang berbeda terhadap nilai. Hal ini membuktikan
bahwa walaupun secara global nilai itu dipandang sama, namun faktor-faktor
pembeda tersebut diatas membuat pemahaman individu terhadap nilai menjadi
berbeda, begitu pula dengan bagaimana mereka menghargai nilai individu lain.
Nilai memegang peranan penting dalam membentuk moral seorang individu, dan
karena di dalam nilai tersebut maka seorang individu memiliki motivasi untuk
bertindak dan memilih keputusan. Proses decision making atau mengambil
keputusan adalah salah satu hal yang menjadi keseharian dalam tindak profesional
keperawatan, dan itu dibentuk dari nilai yang ada di lingkungan yang
mempengaruhi pembentukan nilai perawat tersebut, bagaimana sebuah budaya,
status sosial dan ekonomi serta keyakinan beragama yang beragam membentuk
nilai yang beragam pula. Hal-hal tersebut secara tidak langsung mengubah dan
membentuk persepsi perawat mengenai bagaimana ia melihat pasien secara
holistik sehingga muncul sifat dan perilaku menghargai pasien bagaimanapun
kondisinya.
Sebuah Guideline praktek keperawatan yang diterbitkan oleh College of
Nursing of Ontario (2009) menyebutkan bahwasanya dalam perawatan berpusat
pada pasien perawat perlu mengenali baik nilai budaya yang dimiliki oleh
pasiennya maupun nilai budaya yang dimiliki perawat itu sendiri, yang kedua hal
tersebut pada akhirnya akan saling mempengaruhi hubungan perawat-pasien. Hal
ini menjelaskan bahwa budaya adalah salah satu penentu nilai yang sangat
beragam, satu budaya dapat membentuk nilai yang berbeda dengan nilai dalam
budaya lainnya. Seperti di indonesia misalnya, ada banyak budaya yang
mendasari tiap daerahnya. Di pulau jawa kental dengan budaya Jawa, namun tidak
sedikit orang madura yang berdiam di jawa. Seorang pasien dan perawat bisa saja
memiliki latar belakang budaya yang sangat berbeda. Maka dari itu untuk
mewujudkan interaksi yang berkualitas maka perlu adanya pemahaman nilai dan
budaya untuk menyelaraskan visi meraih tujuan bersama.
Pada sebuah studi literature yang dilakukan oleh Shahriari (2011)
menyebutkan bahwa nilai etik keperawatan itu dibagi menjadi 7 komponen, yaitu
(1) human dignity, berarti perawat haruslah peka terhadap nilai yang dimiliki
pasien dan dapat menghormati martabat pasien terkait personal pasien, lingkungan
pasien, keluarga pasien, dan status sosial dan ekonomi pasien. Seorang perawat
tidak boleh bersikap seenaknya tanpa memperhitungkan martabat pasien atau
bahkan malah merendahkan martabat pasien. Karena perhatian perawat terhadap
martabat pasien akan meningkatkan kepercayaan yang ada diantara hubungan
perawat dan pasien.
(2) Justice, atau keadilan. Keadilan di sini berarti bagi seorang perawat yang
profesional seharusnya memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan yang
dibutuhkan pasien, sesuai dengan tingkat keparahan pasien. Seorang perawat
harus mampu menempatkan pasien yang banyak dalam sebuah ranah keadilan
sehingga dalam penatalaksanaannya tidak ada pasien yang merasa dianaktirikan
karena nilainya tidak dihargai.
(3) Practice integrity artinya seorang pasien memiliki kebebasan (otonomi) dalam
menentukan atau memilih yang terbaik bagi dirinya. Sering perawat terlalu
mengintervensi pilihan-pilihan yang seharusnya menjadi hak pasien, memaksakan
kehendak dan membuat pasien merasa terkekang dengan otoritas yang
ditunjukkan oleh perawat. Seorang perawat yang baik tidak memutuskan untuk
pasiennya namun memberikan alternatif pilihan dan memberikan kesempatan bagi
pasien untuk mempertimbangkan baik buruk pilihannya.
(4) Commitment, artinya seorang perawat profesional yang peka akan nilai
memiliki motivasi yang baik untuk mengikuti komitmen atau janji yang dia
sampaikan. Baik dalam melakukan asuhan keperawatan dengan ikhlas dan
maksimal, maupun terkait janji secara personal yang dibuat dengan pasien terkait
dengan proses perawatan.
(5) Human relationship atau hubungan antar manusia. Sangat penting bagi
perawat untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien. Dalam
berhubungan manusia perlu memperhatikan dan mempertimbangkan nilai-nilai
yang berlaku di dalamnya. Dengan memahami nilai yang dimiliki diri sendiri dan
pasien maka interaksi dapat lebih mudah terjalin.
(6) Honesty, atau kejujuran sangat berperan dalam membina hubungan dan
proses interaksi. Hubungan yang sehat harus berlandaskan kejujuran. Sejajar
dengan etika perawat yaitu veracity, maka perawat harus memiliki nilai kejujuran
di dalam dirinya.
(7) Individual & professional competency, adalah kemampuan dan kompetensi
yang dimiliki perawat sebagai individu dan sebagai profesi.
Dan hal tersebut juga meliputi kompetensi pasien tentang penyakit yang
dideritanya, sejauh mana pasien paham mengenai penyakitnya dan sejauh mana
kompetensi pasien mengenai perawatan mandirinya maka perawat harus benar-
benar memberikan perhatian atas nilai-nilai tersebut.
Menurut Jormsri et al., (2005) mengatakan bahwa kompetensi moral meliputi 3
moral yaitu moral perception sebagai bentuk dari sifat afektif yang memberikan
kesadaran akan nilai dan ekspresi dari nilai berdasar komunikasi yang sama;
moral judgement merupakan bentuk kognitif yang meminta dari pilihan individu
yang memerlukan alasan yang logis dan berpikir kritis; moral behaviour
merupakan tindakan yang tegas dari pilihan individu tersebut. Pada saat ini dapat
dijawab dengan single kerangka kerja moral itu cukup mewakili morality semua
individu di semua budaya. Indikator dari keranga kerja kompetensi moral dalam
praktik keperawatan menurut Jormsri et al., (2005) meliputi (1) loving kindness
adalah ekpresi manusia dari bergbagai karakater, (2) compassion adalah rasa
kasihan/iba terhadap penderitaan oranglain secara afektif dan membebaskan dari
rasa penderitaan dan nyeri, (3) Sympathetic joy adalah suatu perasaan bahagia saat
melihat orang bahagia saat orang lain berhasil memberikan bantuan dan dukungan
kepada meraka yang bertahan dari penderitaan mereka, (4) equanimity adalah
menerima mereka apaadanya dengan segala kebaikan dan keburukan yang
dimiliki, (5) responsibility dalam profesi perawat adalah perawat harus
bertanggung jawab kepada pasien sebagai klien, (6) discipline adalah perawat
harus lebih berhati-hati dalam menata kehidupan mereka untuk perkembangan
personal. Mereka dapat mengontrol diri mereka dengan membantu daripada
mengeksploitasi tindakan mereka, (7) honesty berfokus pada menghargai manusia
dengan memegang kebenaran, menghindari penipuan dan berusaha keras berbuat
baik kepada oranglain, (8) respect for human values, dignity and rights, adalah
melihat manusia sebagai tetangga dan penduduk dari dunia dan berpikir mereka
bahwa meraka sama dan unik.
Maka kita bisa belajar bahwa sebagai perawat, untuk membangun sebuah
interaksi dan hubungan yang positif berdasarkan kepercayaan. Moral adalah salah
satu faktor yang dapat membentuk rasa percaya antara pasien dengan perawat. Di
lain hal ada beberapa komponen lain yang juga turut serta membangun
kepercayaan, yaitu kepedulian, kemampuan klinik, niatan baik, ketergantungan
pasien dengan perawat dan juga hasil yang positif. Semua poin yang tersebut di
atas masing-masing saling berpengaruh dan saling menguatkan dalam memenuhi
dan mengatasi kebutuhan pasien.
Dari teori mendasar tentang nilai dan moral, bahwa dapat ditarik suatu
kerangka kompetensi moral yaitu:
Kompetensi moral direalisasikan dalam persepsi, menghakimi, dan
perilaku sehari-hari perawat kepada pasien. Permasalahan yang banyak muncul di
pelayanan saat ini adalah kurangnya komunikasi dan interaksi antara perawat dan
pasien, sehingga bentukan nilai personal dan budaya tidak bisa dieksplorasi.
Kekurangan dalam memahami nilai-nilai keperawatan akan membentuk
kompetensi moral yang juga tidak maksimal. Kompetensi moral sangat oenting
untuk diterapkan dalam kehidupan perawat sehari-hari karena kembali lagi
perawat adalah seorang tenaga kesehatan yang memiliki waktu paling banyak
dalam berinteraksi dengan pasien, sehingga akan sangat disayangkan jika asuhan
keperawatan menjadi tidak maksimal dikarenakan proses interaksi tidak terjalin
dengan baik dikarenakan tidak adanya kompetensi moral yang selaras dengan
kemampuan klinik perawat.
Kesimpulan
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat rentan terhadap permasalahan
menyangkut nilai dan moral karena perawat adalah tenaga kesehatan yang paling
banyak menghabiskan waktu dan melakukan paling banyak proses interaksi
dengan pasien. Untuk dapat mengoptimalkan asuhan keperawatan maka seorang
perawat hendaknya lebih memperhatikan nilai-nilai baik itu nilai yang
menyangkut diri sendiri dan juga pasien tentunya. Nilai-nilai yang ada di dalam
perawat dan pasien terbentuk dari berbagai macam faktor mulai dari budaya,
status ekonomi dan sosial, kepercayaan dalam beragama dan yang lainnya
membuat persepsi dari setiap individu mengenai nilai menjadi beragam. Alasan
utama seorang perawat profesional harus memperhatikan nilai tersebut adalah
karena nilai itu berupa persepsi yang nantinya akan membentuk motivasi dalam
bertindak. Perawat harus bekerja profesional dengan disertai moral kompeten
meliputi yang diutarakan oleh Jormsri et al., (2005) yaitu loving kindness,
compassion, sympathetic joy, equanimity, responsibility, discipline, honesty,
respect for human dignity, values and rights. Intinya perawat haruslah menghargai
martabat pasiennya dengan memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas
sesuai kode etik keperawatan PPNI sehingga konflik-konflik nilai dan moral tidak
akan terjadi
Saran
Dewasa ini banyak sekali perawat di pelayanan yang mengabaikan moral
dan etika kepada pasien. Terutama perawat-perawat muda yang belum
berpengalaman pun mulai hilang kepekaan terhadap nilai dan moral yang baik.
Interaksi dengan pasien tidak terjalin. Hal ini dimungkinkan juga dari pengaruh
senioritas yang tidak memberikan contoh yang baik dalam berprilaku sesuai etika
yang baik. Di setiap lingkungan pelayanan banyak sekali adanya komplain-
komplain terkait etika dan moral perawat yang menurun. Kurangnya informasi
yang disampaikan kepada pasien, arahan yang kurang jelas menyebabkan banyak
sekali pasien yang merasa terlantar dan tidak diperhatikan. Kemerosotan dalam
hal moral dan etika ini menjadi kontradiksi disaat perawat yang profesional
seharusnya justru menunjukkan sikap caring dan peduli secara holistik kepada
pasien dengan segala nilai yang dimiliki.
Jumlah jam pelayanan perawat terhadap pasien adalah yang terlama dan
terbanyak diantara tenaga medis lainnya, akan sangat disayangkan jika di dalam
momen tersebut interaksi justru tidak maksimal, mengingat dari beberapa
penelitian terkait sudah terbukti bahwa interaksi yang baik akan berujung pada
pemberian informasi yang sesuai dan mengurangi angka kecacatan dan kematian.
Di lain hal interaksi yang berkualitas akan meningkatkan kepercayaan pasien
terhadap perawat sehingga mutual trust dan mutual respect bisa terjadi sehingga
kesejahteraan pasien dapat dicapai. Harapannya adalah perawat sebagai tenaga
profesional lebih memperhatikan kembali nilai yang dimilikinya, memperbaiki
persepsi dan motivasi dalam melakukan asuhan keperawatan, sehingga berujung
pada terbentuknya moral dan etika yang terpuji.
Reference

Jormsri, P., Kunaviktikul, W., Ketefian, S., & Chaowalit, A. (2005). Moral
competence in nursing practice. Nurs Ethics 14. doi:10.1191/0969733005ne828oa

Kim, Y. S., Park, J. W., Jung Son, Y., & Suk Han, S. (2002). Nurse managers
moral self concept and ethical sensitivity. Journal of Korean Academy of Nursing,
32, 7.

Lindahl, E., Gilje, F., Norberg, A., & Sderberg, A. (2010). Nurses ethical
reflections on caring for people with malodorous exuding ulcers. Nursing
Ethics, 17(6), 777-90. doi:http://dx.doi.org/10.1177/0969733010379181

Martin, A., OConnor-Fenelon, M., & Lyons, R. (2010). Non-verbal


communication between nurses and people with intellectual disability: A review
of the literature. Journal of Intellectual Disabilities, 14(4), 303-314.
Nden, D., & Eriksson, K. (2004). Understanding the importance of values and
moral attitudes in nursing care in preserving human dignity. Nursing Science
Quarterly, 17(1), 86-91.

Rich and Butts, (2010). Foundation of Ethical Nursing Practice. Joane and
Barnett Learning : LCC

Shahriari, M., Mohammadi, E., Abbaszadeh, A., & Bahrami, M. (2011).


Perceived ethical values by Iranian nurses. Nurs Ethics. hh 59

Marcella M. Rutherford. 2014. The Value of Trust to Nursing NURSING


ECONOMIC$. Vol. 32/No. 6.hh 287 -289

Snellman, I., & Gedda, K. M. (2012). The value ground of nursing. Nursing
Ethics, 19(6), 714-26. doi:http://dx.doi.org/10.1177/0969733011420195

Anda mungkin juga menyukai