Anda di halaman 1dari 5

Pendeta Saifuddin Ibrahim, Murtadin yang

Miskin Bahasa dan Buta Sejarah


Sabtu, 30 Mei 2015 - 06:55 WIB | Dilihat : 182907

Murtadin Saifuddin Ibrahim

Pendeta Saifuddin Ibrahim getol menyebarkan misi penyesatan agar umat Islam mengikuti
jejaknya, murtad meninggalkan Islam menjadi pemeluk Kristen. Pendeta kelahiran Bima-NTB
26 Oktober 1965 itu merilis buku Dialog KristenIslam (Penerbit Amanat Agung Indonesia,
Januari 2015).

Dalam Kata Pengantarnya pada alinea pertama, secara blak-blakan ia menantang bahwa buku ini
ditulis dengan target khusus untuk umat Islam yang dia istilahkan sebagai keturunan Ismael.

Untuk menambah rasa percaya diri dalam meyakinkan pembaca, Pendeta Udin memamerkan
sederet akademis sebelum menjadi pendeta: Saya kuliah di Ushuluddin Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS), kuliah Bahasa Arab, komunikasi, kuliah di STT jurusan
Theologi. Bahasa kedua saya adalah bahasa Arab (hlm 5).

Hanya orang bodoh saja yang percaya kepada bualan Pendeta Udin. Karena dibandingkan
sederet latar belakang akademis yang dipamerkan itu, seluruh atraksi teologis dalam buku ini
penuh dengan kesalahan yang tidak bisa ditolerir.

Udin mengaku pernah kuliah Bahasa Arab dan mengaku Bahasa Arab sebagai bahasa keduanya.
Padahal Bahasa Arab yang dipamerkan dalam buku ini salah semua. Misalnya, ketika
melecehkan syariat ibadah haji, Pendeta Udin menulis sebagai berikut:

Naik haji hanya bagi yang mampu. Muhammad bersabda demikian, Al-hajjum mabruurun
laisa lahu illal jannah, artinya: orang naik haji mabrur balasannya adalah surga. Gak mampu
ya gigit jari (hlm. 10).

Weleh-weleh. Dengan tulisan rendahan dan kacau balau seperti itu dia berani mengaku lulusan
UMS yang menguasai Bahasa Arab? Umat Islam tidak semudah itu untuk dibohongi pendeta.

Jangankan santri pesantren atau sarjana Islam, siswa Madrasah Ibtidaiyah (SD) saja dengan
mudah menilai bahwa tulisan Pendeta Udin itu salah dan ngawur.

Kalau Pendeta Udin benar-benar sarjana Islam yang menguasai bahasa Arab, mestinya kutipan
hadits itu adalah seperti ini:

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi Saw bersabda:Haji yang mabrur tidak balasan baginya
kecuali surga (HR. Bukhari dan Muslim

Bila ditranselitrasikan, nas Arab yang benar dalam hadits itu adalah sebagai berikut: Al-hajju al-
mabruuru laisa lahu jazaaun illa al-jannah atau Al-hajjul-mabruuru laisa lahu jazaaun illal
jannah.

Menulis kata al-hajju dengan al-hajjum jelas memamerkan kebodohan bahasa. Karena kata
nakirah (yang diawali dengan al tidak bisa ditanwin). Menulis al-mabruuru dengan
mabruurun juga mempertegas kebodohannya, karena struktur kata ini adalah sebagai naat
yang harus memakai al dan tidak ditanwin, mengikuti (tabi) kepada manut.

Menghilangkan kata jazaaun dalam hadits tersebut semakin menambah daftar kebodohan
Pendeta Udin, karena membuat terjemah hadits menjadi pincang.

Pendeta Udin tak layak mengaku-ngaku sebagai orang yang bisa berbahasa Arab. Bahasa yang
dipamerkan itu bukanlah bahasa Arab yang benar, tapi bahasa orang sarap!!
MURTADIN UDIN PENDETA PHP

Seluruh argumen kemurtadannya amatiran kelas awam, jauh dari nilai akademis seperti yang
diklaimnya. Pendeta Udin memaparkan bahwa alasan pertama meninggalkan Islam adalah
kewajiban shalat yang sangat memberatkan.

Ibadahnya harus memakai bahasa Arab, yang tidak dimengerti oleh mereka sendiri. Mau praktik
juga susah, orang Islam sendiri juga akan putus asa kalau mengikuti dengan taat. Mulai dari
shalat? Orang Islam sendiri jarang yang shalat. Gak shalat masuk neraka, kalau shalat gak
sempat Dan ibadah yang paling sulit adalah shalat (hlm. 9).

Alasan murtad dengan argumen shalat memberatkan sangat tidak ilmiah. Bagi umat Islam, shalat
sama sekali tidak memberatkan bahkan menjadi identitas keimanan (An-Nisa 103) yang
mengoneksikan diri kepada Allah (Qs Thaha 14) yang mencegah perbuatan keji dan munkar (Al-
Ankabut 45).

Rasulullah Saw menegaskan bahwa shalat adalah identitas keislaman, karena garis batas antara
mukmin dan kafir: Batas antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah
meninggalkan shalat (HR Muslim).

Shalat adalah tiket ke surga Firdaus (Al-Muminun 9-11), dan sebaliknya orang yang tidak shalat
pasti masuk neraka Saqar (Al-Muddatstsir 42-43).

Ibadah shalat yang dilakukan kaum Muslimin adalah salah satu kehebatan Islam yang tidak
dimiliki Kristen. Dengan mudah umat Islam bisa beribadah shalat meneladani tuntunan Nabi
Muhammad Saw , karena ritualnya ditentukan secara tauqify baik gerakan, bacaan maupun
syarat dan rukunnya.

Hal ini berbeda dengan umat Kristen yang tidak punya pegangan ibadah yang sesuai dengan
teladan Yesus Kristus. Karena Alkitab (Bibel) baik Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama,
sama sekali tidak mencatat ritual ibadah Yesus secara detil.

Akibatnya, Pendeta Udin dan umat Kristen lainnya merekayasa sendiri ritual ibadah. Misalnya,
merayakan Natal tanggal 25 Desember untuk memperingati kelahiran Yesus yang mereka
anggap sebagai tuhan (hari ulang tahun kelahiran tuhan), padahal Bibel tidak pernah menyatakan
Yesus lahir tanggal 25 Desember.

Dengan beribadah mengikuti Nabi Muhammad Saw , sesuai tuntunan Alquran dan Sunnah,
layak bila umat Islam mengharap ridha Allah dan surga-Nya.

Sementara Pendeta Udin yang mengklaim sebagai pengikut Yesus tapi tidak bisa beribadah
sesuai tuntunan Yesus, berani mengklaim dirinya pasti masuk surga? Alquran surat Al-Baqarah
111 menyebut surga orang seperti ini sebagai angan-angan kosong belaka (tilka amaniyyuhum).

Dengan kata lain, orang seperti Pendeta Udin ini adalah kaum php (pengobral harapan palsu)!!!
PENDETA UDIN BUTA SEJARAH

Murtadin yang memiliki nama baptis Saifuddin Abraham ini menuduh Alquran penuh dengan
kontradiksi (pertentangan) ayat yang tidak bisa dijawab oleh para ulama maupun ahli tafsir
Alquran . Ayat yang dituduh kontradiksi dengan sejarah itu adalah sebagai berikut:

Alquran mengandung cacat sejarah, geografis, doktrin bahkan secara gramatikal dan
sebagainya. Contoh Alquran melakukan kesalahan fatal, mengatakan Maryam itu ibu Yesus
adalah Miryam saudara Harun, yaitu kakaknya Musa. Padahal masa antara harun dan Yesus itu
1.500 tahun... Alquran melakukan kesalahan fatal dengan menyebut Miryam saudara Harun
tertukar dalam Alquran adalah Maryam ibu Yesus Kristus (hlm. 21).

Asal tuduh, Pendeta Udin sama sekali tidak menyebut ayat Alquran yang dimaksud. Tapi
biarlah, penulis sudah hafal ayat yang dituduhkan, karena tuduhan ini sudah usang dan terlalu
sering penulis dengar. Ayat yang dituduh keliru itu adalah sebagai berikut:

Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya
berkata: Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai
saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang penjahat dan ibumu sekali-kali
bukanlah seorang pezina (Qs. Maryam 27-28).

Para pendeta menganggap julukan/panggilan Ya Ukhta Harun (wahai saudara perempuan


Harun) kepada Maryam adalah kesalahan fatal, karena jarak antara Maryam dengan Harun
terpaut sekitar 1.500 tahun.

Dalam kitab-kitab tafsir terdapat beberapa pendapat tentang siapa Harun yang dimaksud dalam
surat Maryam 28. Tafsir Al-Qurthubi merinci ada lima pendapat, dan yang paling kuat adalah
pendapat Qatadah, bahwa pada waktu itu di kalangan bani Israel ada seorang abid (rahib) yang
bernama Harun. Karena Maryam juga seorang abid (rahib) yang taat beribadah, maka dia biasa
dipanggil sebagai "saudara Harun." Jadi, kalimat "Ya Ukhta Harun" pada surat Maryam itu
berarti "Ya hadzihil maratus-shalihah." Pendapat yang kelima ini disepakati oleh tafsir
Qurthubi, Ibnu Katsir dan Al-Jalalain.

Hal ini pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw . Beliau balik bertanya kepada penanya,
Apakah dia tidak mengetahui bahwa Bani Israil biasa menamakan anak-anak mereka menurut
nama nabi-nabi dan wali-wali mereka? (Ruhul-Bayan, jilid 6 hlm 16; Tafsir Ibnu Jarir, jilid 16
hlm 52).

Dalam tradisi semitik, sebutan anak (Arab=bin, Ibrani=ben), ibu (Arab=umm, Ibrani=m) dan
saudara (Arab=akhun, Ibrani=akh) tidak selamanya bermakna hakiki. Kata-kata ini sering
dipakai dalam arti luas yang bermakna metafora (kiasan).

Dalam belasan ayat Bibel, Yesus disebut sebagai Anak Daud (Matius 1:1, 9:27, 21:9, 15:22,
20:30-31, 21:15, 22:42, Markus 10:47-48, 12:35, Lukas 18:38-39, 20:41), anak Daud adalah
Nabi Sulaiman, bukan Yesus. Selain itu, jarak waktu antara Yesus dengan Daud berselang 750
tahun dan Yesus tidak punya ayah kandung.
Julukan seseorang yang shalih biasa dinisbatkan kepada leluhurnya yang terkenal keshalihannya.
Jika Nabi Isa boleh disebut sebagai anak Daud karena sama-sama shalih, maka Maryam pun
boleh disebut sebagai anak Musa, karena keduanya satu jalur silsilah dan sama-sama shalih.
Karena Nabi Musa punya saudara bernama Harun, maka otomatis Maryam boleh disebut
saudara perempuan Harun dalam arti metafora, bukan denotatif.[]

A. Ahmad Hizbullah MAG


www.ahmad-hizbullah.com
SMS/Whatsapp: 08533.1050000
BBM: 54B134C5

Anda mungkin juga menyukai