Anda di halaman 1dari 97

MAKNA ‘USR DAN YUSR DALAM PERSPEKTIF

HAMKA DAN M. QURAISH SHIHAB

( STUDI KOMPARATIF )

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin Dan Studi Islam

Disusun Oleh:

ELDA AYUMI
0403193143

Program Studi

Ilmu Alqur’an Dan Tafsir

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA - MEDAN

2023

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alqur’an merupakan kitab Allah SWT dan menjadi sumber utama dalam ajaran
Islam. Alqur’an juga merupakan kitab suci yang mencakup berbagai pengetahuan,
hukum dan syari’at. Baik yang bersifat personal maupun sosial. Untuk mengkaji
cabang ilmu tersebut, dibutuhkan orang- orang yang ahli dibidangnya masing-masing.
Alqur’an juga mengandung seluruh dasar- dasar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan
oleh manusia untuk merealisasikan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Jika
kita membaca Alqur’an dibandingkan dengan buku- buku karangan manusia tentulah
sangat berbeda. Alqur’an memiliki bahasa yang lebih baik dari bahasa- bahasa yang
diciptakan oleh manusia. Kitab suci ini memiliki bahasa yang indah dan puitis,
sehingga sampai sekarang belum ada teks yang mampu menandingi keindahan
bahasanya. Hal ini dibuktikan sejak Zaman Rasulullah SAW. Kala itu, kaum kafir
diperintahkan untuk membuat syair yang dapat menandingi keindahan bahasa
Alqur’an, namun mereka tidak mampu mewujudkannya.1

Selain susunan bahasa, Alqur’an juga terdengar sangat indah saat dilantunkan.
Keindahan lantunan ayat- ayat Alqur’an mampu menenangkan hati orang yang
membaca dan mendengarnya. Kemukjizatan sisi bahasa ini sudah dirasakan semenjak
Alqur’an diwahyukan kepada Rasulullah SAW. Bila dilihat dengan teliti, inilah
diantara penyebab berkenannya seseorang masuk Islam, yakni setelah mendengarkan
lantunan ayat suci Alqur’an, meskipun bukan syair maupun puisi, ayat Alqur’an
terasa mempunyai keunikan dalam irama dan ritme. Hal ini dikarenakan huruf dan
kata- kata yang dipilih didalam ayat suci ini mampu melahirkan keserasian bunyi
yang pada akhirnya memunculkan keserasian irama dalam rangkaian ayatnya.

1
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2007), 49.

1
Kata Al’Usr dan Yusr adalah suatu kata yang mempunyai makna kesulitan dan
kemudahan. Dan kedua kata ini mempunyai korelasi yang sangat sepadan sesuai
dengan janji Allah. Buya Hamka dalam Tafsir Al- Azhar menekankan agar ayat
Alqur’an menjadi sumber inspirasi kehidupan. Kehidupan manusia harus berani di
adu dengan berbagai realitas kehidupan yang begitu sulit. Setidaknya menurut buya
Hamka ada dua hal yang harus diyakini oleh setiap individu. Pertama, manusia harus
meyakini bahwa dalam kehidupan ini ada kesulitan hidup yang dijadikan sebagai
ujian manusia. Kedua, manusia harus meyakini bahwa setelah kesulitan ada
kemudahan yang dijanjikan oleh Allah SWT.

Dalam mengkaji makna- makna kata tidaklah mudah, disebabkan oleh


kedudukan keduanya terpisah namun mempunyai hubungan yang saling berkaitan
dengan satu dan lainnya, sehingga keduanya tercantum bergandengan dalam surah
Al- Insyirah. Sementara Al- Insyirah berasal dari kata Syaraha yang artinya
melegakan atau melapangkan. Kalimat ini bertujuan untuk memberikan dukungan
kepada sesama muslim bahwa disetiap kesulitan ada kemudahan yang menyertainya. 2
Hal ini terdapat dalam Q.S Al- Insyirah ayat 1 – 8 yang berbunyi :

) ٣ ( ‫ ) ٱَّل ِذٓى َأنَقَض َظْه َر َك‬٢ ( ‫َك ِو ْز َر َك‬DD‫َأَلْم َنْش َر ْح َلَك َص ْد َر َك ( ا ) َوَو َض ْعَنا َعن‬
‫ ) َف ِإَذ ا‬٦ ( ‫ ) ِإَّن َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْس ًرا‬٥ ( ‫ ) َفِإَّن َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْس ًرا‬٤ ( ‫َو َر َفْعَنا َلَك ِذ ْك َر َك‬
‫ ) َو ِإَلٰى َر ِّبَك َفٱْر َغب‬٧ ( ‫َفَر ْغ َت َفٱنَص ْب‬

Artinya : “Bukankah kami telah melapangkan untukmu dadamu?. Dan kami


telah menghilangkan dari padamu bebanmu. Yang memberatkan punggungmu?. Dan
kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan
itu ada kemudahan”.

2
Ahmad Mujahid, “Semantika Al-Qur’an (Kajian Kata ‘USR dan YUSR’ Dalam Surah Al
Insyirah)”, (Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Pekalongan, 2018), 1.

2
Menurut pandangan buya Hamka, ayat tersebut merupakan sebuah sunatullah
kehidupan manusia. Manusia yang memikul berat persoalan hidup nantinya akan
mendapatkan kebahagiaan yang hakiki sebagaimana Nabi Muhammad yang diberikan
beban yang sangat berat sehingga ia merasa bahwa punggungnya akan patah dalam
memikul beban tersebut. Sunatullah yang dimaksud buya Hamka merupakan suatu
pengecualian bahwa seberat apapun persoalan yang kamu hadapi , maka akan datang
saatnya kemudahan tersebut. Karena itulah sunatullah (ketetapan) dari Allah. Inilah
yang disebut skenario Allah yang menjadi tolak ukur untuk hambanya sejauh mana ia
mampu istiqomah. Namun yang menjadi penting dalam persoalan kehidupan manusia
ini ialah Ketika manusia telah sering merasakan kesukaran hidup, kesulitan,
kesempitan dan sebagainya akan membuat manusia menjadi bertambah cerdas dalam
menghadapi kehidupan dan menjadikan kehidupan manusia menjadi dinamis.3

Buya Hamka kemudian memberikan penegasan kepada umat manusia


khususnya kaum muslimin bahwa untuk menghadapi seluruh persoalan itu di
butuhkan iman yang tinggi dipupuk di dalam jiwa manusia. Justru lemah iman akan
membuat kita berhenti ditengah jalan sebelum pada akhirya kita sampai di garis finis
yang telah ditentukan.

Olehnya itu, setiap manusia harus memiliki kesadaran individu dan kolektif
untuk dikembangkan. Kesadaran individu akan mengantarkan manusia kepada
kesadaran akan rasa saling menyanyangi satu sama lain. Setelahnya akan timbul
kesadaran kolektif untuk menumbuhkan kehidupan yang mengembirakan.

Quraish Shihab menjelaskan bahwa ada juga ulama yang menyatakan:


“Apabila terulang satu kata dalam bentuk define ( pasti ) maka kata pertama dan
kedua mempunyai makna atau kandungan yang sama, berbeda halnya jika kata
tersebut berbentuk indefinite (tidak pasti)”. Pada ayat 5 kata (
‫ )العسر‬Al-‘usr berbentuk definit (memakai alif dan lam) demikian pula kata tersebut
3
Fithrotul Latifah, “Kemudahan Dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Tafsir Tematik)”,
( Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2019), 55.

3
pada ayat 6. Ini berarti bahwa kesulitan yang dimaksud pada ayat 5 sama halnya
dengan kesulitan yang disebutkan pada ayat 6, berbeda dengan kata (‫ )يسرا‬yang
artinya kemudahan.

Kata tersebut tidak dalam bentuk definit, sehingga kemudahan yang disebut
pada ayat 5 berbeda dengan kemudahan yang disebut pada ayat 6, hal ini menjadikan
kedua ayat tersebut mengandung makna “setiap kesulitan akan disusul/dibarengi
dengan dua kemudahan’. Menurut Penafsiran Hamka, ketika redaksi tersebut di ulang
sebanyak dua kali, ini menandakan bahwa kemudahan yang datang setelah kesulitan
itu benar-benar pasti adanya.

Asbabun nuzul surat Al Insyirah menurut riwayat Ibnu Jarir berkaitan dengan
perjalanan Nabi Saw ketika berdakwah di Mekah. Saat itu orang kafir Quraisy selalu
menghadang dakwah Nabi Saw. Mereka bahkan mengejek para pengikut Nabi
sebagai orang yang berstrata sosial rendah. Jadi ketika Rasulullah Saw berdakwah di
Mekkah beliau seringkali menghadapi berbagai ancaman dan rintangan dari orang
kafir Quraisy. Sehingga diturunkan kepada Rasulullah sebagai bentuk dukungan dari
Allah, supaya beliau senantiasa tangguh hatinya dalam berdakwah. Seiring
berjalannya waktu, Nabi pun meraih kemenangan dan kemudahan dalam
menjalankan misi dakwah di Madinah.

Menurut Prof Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah, Surah Al- Insyirah
turun sebagai penenang hati Nabi Muhammad Saw. Pada saat itu, Nabi SAW sedang
memikul beban yang sangat berat, walaupun tidak secara tekstual Alqur’an
menguraikan beban tersebut. Dalam tafsir Al-Misbah terdapat satu kutipan dari
Sayyid Qutub yang mengemukakan bahwa pada surah tersebut memberi kesan
kecemasan dalam jiwa Rasulullah Muhammad SAW terkait misi dakwah yang beliau
emban sebab hambatan-hambatan yang menghalangi berjalannya misi dakwah serta
usaha-usaha kaum musyrikin untuk menipu daya. Bisa disimpulkan bahwa

4
“ketenangan jiwa serta kelapangan dada Rasulullah didapatkan setelah turunnya surah
tersebut”.4

Hal ini menjadi salah satu faktor yang digunakan untuk memahami Surah Al
Insyirah. Sebab disebutkan oleh Syeikh Muhammad Haqqi An-Nazili dalam Kitab
Khazinatul Asror, bahwa orang yang membaca surah Al Insyirah dalam keadaan
susah, seakan ia bertemu dengan Rasulullah Saw yang datang menghiburnya.
Sehingga kesedihan pun hilang perlahan-lahan.

Dalam tafsir Qur’an Karim menjelaskan, orang-orang yang beriman kepada


Allah dan hari kemudian, jika ditimpa suatu bala (cobaan, kesusahan), ia teringat
akan firman Allah ini, yaitu; “Disamping kesusahan ada kesenangan, disamping
kesempitan ada kelapangan, sesudah bala menggoda, dibelakangnya nikmat berlipat
ganda”. Sebab itu ia tidak boleh berduka cita atau berkeluh kesah benar atas cobaan
Allah itu, karena ia mempunyai kepercayaan, bahwa Allah akan mengganti kesusahan
itu dengan kesenangan, jika tidak hari ini, besok kemudian hari. sebagaimana
penjelasan dari hadis yang diriwatkan oleh Ibnu Jarir dari al-Hasan, sebagai berikut:

: ‫ َح َّد َثَنا ِاْبُن َع ْبِد اَأْلْع َلى َح َّد َثَنا اْبُن َث ْو ِر َع ْن َم ْع َم َر َع ِن اْلَح َس ِن َق اَل‬: ‫َقاَل ِاْبُن َج ِر ْيِر‬
‫ ” َلْن‬: ‫َخ َر َج الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْو ًم ا َم ْس ُرْو ًرا َفِر ًحا َو ُهَو َيْض َح ُك َو ُه َو َيُق ْو ُل‬

‫ ِإَّن َم َع اْلُعْس ِر‬,‫ َف ِإَّن َم َع اْلُعْس ِر ُيْس ًرا‬. ‫ َلْن َيْغ ِلَب ُعْس ِر ُيْس َر ْيِن‬, ‫َيْغ ِلَب ُعْس ِر ُيْس َر ْيِن‬
.‫ُيْسًرا‬

Artinya: “Nabi pernah keluar rumah pada suatu hari dalam keadaan senang
dan gembira, dan beliau juga dalam keadaan tertawa seraya bersabda, “satu
kesulitan itu tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, satu kesulitan itu tidak
akan pernah mengalahkan dua kemudahan, karena bersama kesulitan itu pasti
terdapat kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu terdapat kemudahan”.
4
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah Jilid 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2005), 356.

5
Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda:

‫ َو ْع َلْم َأَّن ِفْي الَّصْبِر َع َلى َم ا َتْك َرُه َخْيًرا َك ِثْي ًرا َو‬: ‫َقاَل َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ (أخرجه أحمد‬. ‫َأَّن الَّنْص ر َم َع الَّصْبِر َو َأَّن اْلَفَر َج َم َع اْلَك ْر ِب َو َأَّن َم َع اْلُعْس ِر ُيْسًرا‬

Artinya : “Ketahuilah, sesungguhnya pada kesabaran terhadap apa yang


engkau benci mempunyai kebaikan yang sangat banyak. Dan sesungguhnya
pertolongan itu bersama dengan kesabaran, kelapangan bersama kesusahan, dan
bersama kesulitan itu ada kemudahan”. (HR. Ahmad 5/19. No. 2803)

Berdasarkan penjelasan dari tafsir dan hadis di atas, kiranya dapat dipahami
bahwa di balik kesulitan terdapat kemudahan yang akan datang setelahnya. Jadi, tidak
seharusnya kita berputus asa ketika menghadapi masalah sesulit apapun dalam hidup
ini. Teguhkan hati dalam berikhtiar dan selalu berdoa agar kita senantiasa diberikan
kemudahan oleh Allah Swt, dalam menghadapi segala kesulitan hidup.

Dari pemaparan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan judul skripsi
tentang “Makna ‘Usr Dan Yusr dalam Perspektif Hamka dan M. Quraish Shihab”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah diatas maka fokus permasalahan yang
diteliti adalah

1. Bagaimana penafsiran Buya Hamka dalam kitab Al Azhar dalam memaknai


kata ‘Usr dan Yusr?
2. Bagaimana penafsiran Quraish Shihab dalam kitab Al Misbah dalam
memaknai kata ‘Usr dan Yusr?

6
3. Bagaimana pengaruh makna ‘Usr dan Yusr dalam memahami ujian
kehidupan?

C. Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Perspektif Buya Hamka dalam kitab Al Azhar dalam memaknai kata ‘Usr
dan Yusr.
2. Perspektif Quraish Shihab dalam kitab Al Misbah dalam memaknai kata ‘Usr
dan Yusr.
3. Pengaruh makna ‘Usr dan Yusr dalam memahami ujian kehidupan.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat ini merupakan satu sumbangan sederhana bagi
pengembangan studi Alqur’an dan untuk kepentingan studi lanjutan
dalam kajian tafsir dalam pandangan tokoh agama. Dan juga
menambah referensi keilmuan ( Khazanah) Islam terhadap penafsiran
Alqur’an tentang ‘Usr dan Yusr.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis adalah memberikan kontribusi
bagi pengembangan- pengembangan studi ilmu tafsir, terutama dalam
kajianparadigma tafsir yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan
modern yang saat ini telah berkembang pesat.
E. Telaah Pustaka
Sebelum melakukan penelitian terhadap makna Al ‘usr dan Al yusr
dalam Alqur`an, penulis terlebih dahulu melakukan peninjauan lebih lanjut
terhadap penelitian sebelumnya untuk mengetahui posisi penulis dalam
penelitian ini. Yaitu karya tulis oleh

7
1. Fithrotul Latifah dalam karyanya yang berjudul Kemudahan dalam
Perspektif Al-qur’an. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa
dalam Al-Qur’an kata kemudahan diungkapkan dengan tiga istilah,
kata “‫( ”هين‬hayyin) dan “‫( ”يسير‬yasir) dengan berbagai derivasinya.
Ada 2 kata dalam Al-qur’an yang memiliki arti mudah, namun asal
dari arti 2 kata tersebut bukan mudah melainkan dekat dan hina, yakni
kata "‫( ”سائغ‬saigh) dan “‫( ”أدنى‬adna). Kata mudah juga berarti ringan
yang dibahasakan oleh Al-qur’an dengan kata “‫( ”خفيف‬khafif) dengan
berbagai derivasinya. Secara konseptual, kemudahan itu datangnya
dari Allah, sebagai pencipta dan penguasa alam semesta ini. Dengan
demikian, segala bentuk kemudahan yang datang dari makhluk pada
hakikatnya terjadi atas izin Allah. Dimensi kemudahan ada 4 yakni: a.
Ketuhanan, b. Kenabian, c. Agama d. Sosial.

2. Siti Ummi Habibah dalam karyanya yang berjudul Makna ‘Usr dan
Yusr dalam Al-qur’an (Analisis Kajian Semantik). Hasil dari penelitian
ini menemukan bahwa Makna Dasar dan Makna Relasional Kata ‘Usr
dan Yusr. Kata ‘usr secara mendasar adalah sesuatu yang sangat keras
atau sulit atau berat, Adapun makna dasar kata yusr adalah membuka
dan meringankan sesuatu. Maka kata yusr yang menjadi istilah
kemudahan, itu merupakan keadaan yang manusia alami saat dihadapi
dengan keadaan lapang dan mudah. Sinkronik dan Diakronik Kata
‘Usr dan Yusr Berdasarkan kajian historisnya, pada masa pra-
Qur’anik, secara umum tidak banyak makna untuk kata ‘usr dan yusr.
Sedangkan pada masa Qur’anik, kata ‘usr masih memiliki makna yang
sama yaitu kesulitan yang dihadapi manusia. Sedangkan kata yusr
mengalami pergeseran makna. Adapun pasca-Qur’anik makna kata
keduanya telah mengalami perkembangan makna, dilihat dari susunan
kata. Kata ‘usr tidak mengalami pergeseran makna yang mencolok,

8
dimaknai dengan segala sesuatu yang berbau tentang kesusahan, masa
yang sulit. Adapun makna yusr terjadi sedikit pergeseran, yaitu
bermakna sedikit, berkata lemah lembut, sebelah kiri, namun
penggunaan makna sebelah kiri ini menunjukkan sesuatu tersebut
ringan untuk dibawa.
Dari beberapa Referensi yang sudah dipaparkan menunjukkan bahwa sejauh
pengamatan penulis kajian dalam penelitian ini berbeda dengan kajian
sebelumnya, yakni dalam hal spesifikasi objek kajian dan pendekatan yang
digunakan untuk membahas tema tersebut. Penelitian ini mengkaji secara
spesifik tentang Perspektif Buya Hamka dan Quraish Shihab terkait dengan
kata ‘Usr dan Yusr yang disertai dengan pendekatan kepustakaan dan tematik.

F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yakni


menggambarkan semua data atau keadaan subyek atau obyek penelitian
kemudian dianalisis dengan cara memaparkan segala aspek yang terkandung
dan berhubungan dengan judul yang akan diteliti. Dalam pengumpulan data,
peneliti menggunaan Library Research, yaitu dengan menumpulkan data
melalui buku- buku yang erat kaitanya dengan studi pustaka dan memerlukan
banyak informasi dari kajian terdahulu.

Adapun data- data yang penulis cantumkan berdasarkan dari Alqur’an


dan Hadits yang terkait dengan tema kepenulisan ini, yaitu materi tentang
‘Usr dan Yusr, serta penafsiran tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan judul.

G. Sistematika Pembahasan

9
Dalam membuat karya tulis ini penulis menyusun beberapa sub secara
komprehensif guna untuk menciptakan hasil yang maksimal.

Bab I, Berisi tentang pendahuluan. Didalamnya tertera penjabaran


tentang latar belakang masalah yang akan dibahas dipembahasan selanjutnya.
Memberikan gambaran isi skripsi secara menyeluruh yang menyangkut
tentang judul yang akan dibahas. Terdapat juga beberapa sub untuk
menunjang hasil karya ini seperti, rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat
penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan.

Bab II, Bab ini berisikan tentang tinjauan umum makna ‘usr dan yusr
yang memuat makna dasar ‘usr dan yusr, term ‘usr dan yusr dalam Al Qur'an,
pandangan ulama Tafsir tentang makna ‘usr dan yusr.

Bab III, memaparkan tentang biografi Buya Hamka dan Quraish


Shihab secara terperinci.

Bab IV, Bab ini berisikan tentang penafsiran Hamka dalam Tafsir Al
Azhar dan Quraish Shihab dalam Tafsir Al misbah tentang makna usr dan
yusr, dan kontekstualisasinya, komparasi penafsiran Hamka dan Quraish
Shihab terhadap makna ‘usr dan yusr, dan relevansi dan kontribusi makna
‘usr dan yusr dalam menghadapi ujian kehidupan.

Bab V, Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.

BAB II

10
TINJAUAN UMUM

A. Makna Dasar ‘Usr Dan Yusr

Syekh Jalaluddin Al-Mahali menafsirkankan kata "al-'usri " dengan makna


as-syiddah atau kesukaran; dan menafsirkan kata "yusra" dengan makna suhulah
atau kemudahan. Lebih lanjut As-Shawi mengatakan, kata ‘usr dan yusr selalu
bergandengan bermakna demikian karena memberikan isyarat bahwa kemudahan
akan datang tidak terlalu lama setelah kesusahan, seakan membersamainya sebagai
bentuk penghibur dan penguatan hati.5

Allah Setiap surat dalam Alquran memiliki keistimewaan masing-masing.


Keistimewaan tersebut terletak pada beberapa aspek seperti tujuan dan tema utama
serta kandungan dalam sebuah surat. Setiap ayat dari surat tertentu juga memiliki
makna dan kandungannya. Selain itu, bahasa yang digunakan pada sebuah ayat
dalam surat tertentu juga sarat dengan pesan yang hendak disampaikan Sang
Mutakallim, Allah. Beberapa sisi tersebut merupakan nilai kemukjizatan yang
termuat dalam surat dan ayat di dalamnya.6

Sebuah kata atau kalimat dalam sebuah tuturan tidak bisa dilepaskan dari
konteksnya masing-masing. Berbagai konteks tersebut sangat menentukan makna
yang hendak disampaikan. Karena, satu kata yang sama dalam susunan kalimat yang
berbeda menyimpan makna yang berbeda pula. Lebih-lebih jika sebuah tuturan
berasal dari Allah yang dituangkan dalam kitab suci yang memiliki nilai sastra yang
tinggi.7

Kata yusr dan usr adalah di antara sekian kata yang digunakan dalam Alquran.
Secara sederhana, kata yusr bermakna ‘kemudahan’ dan ‘usr dapat diartikan dengan
5
Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Tafsir Jalalain dan Hasyiyah As-Shawi Juz IV hal.455
6
Ahmad Mujahid, Makna Sinkronik-Diakronik Kata ‘Usr dan Yusr dalam Surat Al-
Insyirah,Religia Jurnal-jurna Keislaman Vol.22 No.1 2019, hal.98
7
Ahmad Mujahid, Makna Sinkronik-Diakronik Kata ‘Usr dan Yusr dalam Surat Al-
Insyirah,Religia Jurnal-jurna Keislaman Vol.22 No.1 2019, hal.99

11
‘kesulitan’. Menurut bahasa kata ‘usr berasal dari kata ‘asara - ya’suru -‘usran yang
maknanya “sulit”. Lawan dari kata “sulit” adalah “mudah” yusr. Dalam kamus sering
kali disebutkan kata ‘usr melambangkan suatu kesulitan. Kata ‘usr beserta
turunannya ada 12 macam yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan berbagai
derivasinya. Kedua kata tersebut dapat ditemukan dalam berbagai ayat dan surat Al-
Quran. Namun secara khusus kedua kata itu disebutkan dalam QS. Al-Insyirah.
Penyebutan kedua kata dalam surat ini terasa memiliki keistimewaan karena
keduanya disebutkan secara berurutan. Sejatinya, penyebutan kata yusr dan ‘usr
secara beriringan tidak hanya dijumpai dalam surat al-Insyirah. Di surat lain
keduanya juga disebutkan dalam susunan yang juga beriringan (QS. Al-Baqarah:
185). Akan tetapi dalam QS. Al-Insyirah kedua kata tersebut diulang dua kali dengan
redaksi yang sama. Karena itu, tentu saja model tuturan semacam itu mengandung
makna khusus yang hendak disampaikan kepada pembacanya. Penamaan terhadap
surat ini juga mencerminkan makna khusus karena nama sebuah surat dalam Alquran
adalah sebagai petunjuk dari kandungan umum surat tersebut. Al-Insyirah, sebagai
nama dari surat, berarti ‘kelapangan’ seolah menunjukkan bahwa surat tersebut
membawa pesan kelapangan bagi manusia.8

B. Term-term ‘Usr Dan Yusr Dalam Al Qur'an

Kata ‘usr beserta turunannya ada 12 macam yang terdapat dalam Al-Qur’an,
dengan berbagai derivasinya9. Pertama, berbentuk fi’il Madi, yakni kata yang
menunjukkan makna mandiri, dan mempunyai makna waktu lampau. Dalam bentuk
ini didalam Alquran hanya dijumpai satu kali dalam QS. At-Thalaq: 6

8
Nurkhaeriyah, Konsep Ketenangan Jiwa Dalam Q.S. Al-Insyirah Studi Tafsir Al-Mishbah
Karya M. Quraisy Shihab, Jurnal Nurkhaeriyah, Toto Santi Aji Konsep Ketenangan Jiwa Dalam Q.S.
Al-Insyirah Studi Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraisy Shihab hal.81
9
Syaikh Manna Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur`an, terj H. Ainur Rafiq ElMazni.
Pengantar Studi Ilmu Alqur`an. hal.239

12
‫ُك َّن ُاوٰل ِت‬ ‫َس َك ْنُتْم ِّم ْن ُّو ْج ِد ُك ْم َو اَل ُتَض ۤا ُّر ْو ُهَّن ِلُتَض ِّيُقْو ا َع َلْيِهَّۗن َو ِاْن‬ ‫َاْس ِكُنْو ُهَّن ِم ْن َح ْيُث‬
‫َو ْأَتِم ُرْو ا‬ ‫َح ّٰت ى َيَض ْع َن َحْم َلُهَّۚن َفِاْن َاْر َض ْع َن َلُك ْم َف ٰا ُتْو ُهَّن ُاُج ْو َر ُهَّۚن‬ ‫َحْمٍل َفَاْنِفُقْو ا َع َلْيِهَّن‬
‫َبْيَنُك ْم ِبَم ْع ُرْو ٍۚف َو ِاْن تََعاَسْر ُتْم َفَس ُتْر ِض ُع َلٓٗه ُاْخ ٰر ۗى‬

Artinya: Tempatkanlah mereka (para istri yang dicerai) di mana kamu


bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Jika mereka (para istri yang dicerai) itu
sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka
melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu maka berikanlah
imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu)
dengan baik; dan jika kamu sama-sama menemui kesulitan (dalam hal penyusuan),
maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Kedua, berupa isim ma’rifah, yang berarti isim yang menunjukkan makna
sudah jelas atau khusus Bentuk kata ini disebutkan dalam QS. Al-Baqarah 185 :

‫َش ْهُر َر َم َض اَن اَّلِذ ْٓي ُاْنِز َل ِفْيِه اْلُقْر ٰا ُن ُهًدى ِّللَّناِس َو َبِّيٰن ٍت ِّم َن اْلُهٰد ى َو اْلُفْر َقاِۚن َفَم ْن َش ِهَد‬
‫ِم ْنُك ُم الَّش ْهَر َفْلَيُص ْم ُۗه َو َم ْن َك اَن َم ِر ْيًض ا َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َفِع َّد ٌة ِّم ْن َاَّي اٍم ُاَخ َۗر ُيِر ْي ُد ُهّٰللا ِبُك ُم‬
‫اْلُيْس َر َو اَل ُيِر ْي ُد ِبُك ُم اْلُعْس َۖر َو ِلُتْك ِم ُل وا اْلِع َّدَة َو ِلُتَك ِّب ُروا َهّٰللا َع ٰل ى َم ا َه ٰد ىُك ْم َو َلَع َّلُك ْم‬
‫َتْشُك ُرْو َن‬

Artinya: Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-


Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa
di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu,
berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka
(wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran.

13
Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-
Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.

Q.S Al-Taubah:117

‫َلَقْد َّتاَب ُهّٰللا َع َلى الَّنِبِّي َو اْلُم ٰه ِج ِر ْيَن َو اَاْلْنَص اِر اَّلِذ ْيَن اَّتَبُعْو ُه ِفْي َس اَع ِة اْلُعْس َر ِة ِم ْۢن َبْع ِد‬
‫َم ا َك اَد َيِز ْيُغ ُقُلْو ُب َفِر ْيٍق ِّم ْنُهْم ُثَّم َتاَب َع َلْيِهْۗم ِاَّنٗه ِبِهْم َر ُءْو ٌف َّر ِح ْيٌۙم‬

Artinya: Sungguh, Allah benar-benar telah menerima tobat Nabi serta orang-
orang Muhajirin dan orang-orang Ansar yang mengikutinya pada masa-masa sulit
setelah hati sekelompok dari mereka hampir berpaling (namun) kemudian Allah
menerima tobat mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
kepada mereka.

Q.S Al-Lail 10:

‫َفَس ُنَيِّسُر ٗه ِلْلُعْس ٰر ۗى‬

Artinya: Kami akan memudahkannya menuju jalan kesengsaraan.

Dan Al-Furqan ayat 26 :

‫َاْلُم ْلُك َيْو َم ِٕىِذ ࣙاْلَح ُّق ِللَّرْح ٰم ِۗن َو َك اَن َيْو ًم ا َع َلى اْلٰك ِفِر ْيَن َع ِس ْيًر‬

Artinya: Kerajaan yang hak pada hari itu adalah milik Yang Maha Pengasih.
Itu adalah hari yang sangat sulit bagi orang-orang kafir.

Ketiga, bentuk isim nakirah, sebagaimana dijumpai dalam QS. Ath-Thalaq


ayat 7 :

‫ِلُيْنِفْق ُذ ْو َسَعٍة ِّم ْن َسَع ِتٖۗه َو َم ْن ُقِدَر َع َلْيِه ِر ْز ُقٗه َفْلُيْنِفْق ِمَّم ٓا ٰا ٰت ىُه ُۗهّٰللا اَل ُيَك ِّل ُف ُهّٰللا َنْفًس ا ِااَّل‬
‫َم ٓا ٰا ٰت ىَهۗا َسَيْج َع ُل ُهّٰللا َبْع َد ُعْس ٍر ُّيْسًر‬

14
Artinya: Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut
kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah
dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani
kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah
kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.

Al-Qamar Ayat 7:

‫ُخَّش ًعا َاْبَص اُر ُهْم َيْخ ُرُجْو َن ِم َن اَاْلْج َداِث َك َاَّنُهْم َجَر اٌد ُّم ْنَتِش ٌۙر‬

Artinya: Pandangan mereka tertunduk. Mereka keluar (berhamburan) dari


kubur seperti belalang yang beterbangan.

Al-Baqarah ayat 280:

‫َو ِاْن َك اَن ُذ ْو ُعْس َرٍة َفَنِظَر ٌة ِاٰل ى َم ْيَسَر ٍۗة َو َاْن َتَص َّد ُقْو ا َخْيٌر َّلُك ْم ِاْن ُكْنُتْم َتْع َلُم ْو َن‬

Artinya: Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah
tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah
(membebaskan utang) itu lebih baik bagimu apabila kamu mengetahui(-nya).

Al-Kahfi ayat 88:

‫َو َاَّم ا َم ْن ٰا َم َن َو َع ِمَل َص اِلًحا َفَلٗه َج َز ۤا ًء ࣙاْلُحْس ٰن ۚى َو َس َنُقْو ُل َلٗه ِم ْن َاْم ِر َنا ُيْسًر ۗا‬

Artinya: Adapun orang yang beriman dan beramal saleh mendapat (pahala)
yang terbaik sebagai balasan dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami
yang mudah-mudah.”

Al-Mudassir ayat 9

‫َف َٰذ ِل َك َي ْو َم ِئٍذ َي ْو ٌم َع ِس ي ٌر‬

15
Artinya: Maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit,

Sementara kata yusr beserta turunannya disebutkan sebanyak 44 kali dalam


al-Qur’an dengan berbagai bentuknya10. Pertama, bentuk fi’il madi, dijumpai dalam
QS. al-Qamar: 17

22, 32 dan 40 dengan redaksi yang sama denga bentuk tikrar yaitu:

‫َو َلَقْد َيَّسْر َنا اْلُقْر ٰا َن ِللِّذْك ِر َفَهْل ِم ْن ُّم َّد ِكٍر‬

Artinya: Sungguh, Kami benar-benar telah memudahkan Al-Qur’an sebagai


pelajaran. Maka, adakah orang yang mau mengambil pelajaran?

Q.S Maryam ayat 97:

‫ِإَّنَم ا َيَّسْر َناُه ِبِلَس اِنَك ِلُتَبِّش َر ِبِه اْلُم َّتِقيَن َو ُتنِذَر ِبِه َقْو ًم ا ُّلًّد ا‬

Artinya: Maka sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran itu dengan


bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al Quran itu kepada
orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada
kaum yang membangkang.

Q.S Al-Dukhan ayat 58:

‫َفِاَّنَم ا َيَّسْر ٰن ُه ِبِلَس اِنَك َلَع َّلُهْم َيَتَذَّك ُرْو َن‬

Artinya: Sungguh, Kami mudahkan Al-Qur'an itu dengan bahasamu agar mereka
mendapat pelajaran.

‘Abasa ayat 20:

‫ُثَّم الَّس ِبْيَل َيَّسَر ه‬


10
Nurkhaeriyah, Konsep Ketenangan Jiwa Dalam Q.S Al-Insyirah Studi Tafsir Al-Mishbah
Karya M. Quraish Shihab, Jurnal UMC. VOL.3 No.2 Desember, 2021, hal.87

16
Artinya: Kemudian, jalannya Dia mudahkan.

Q.S Al-Muzammil ayat 20 (ada dua kata yusr):

‫ِاَّن َر َّبَك َيْع َلُم َاَّنَك َتُقْو ُم َاْد ٰن ى ِم ْن ُثُلَثِي اَّلْيِل َو ِنْص َفٗه َو ُثُلَث ٗه َو َطۤا ِٕىَف ٌة ِّم َن اَّل ِذ ْيَن َم َع َۗك َو ُهّٰللا‬
‫ُيَقِّد ُر اَّلْيَل َو الَّنَهاَۗر َع ِلَم َاْن َّلْن ُتْح ُصْو ُه َفَتاَب َع َلْيُك ْم َفاْقَر ُءْو ا َم ا َتَيَّسَر ِم َن اْلُق ْر ٰا ِۗن َع ِلَم َاْن‬
‫َسَيُك ْو ُن ِم ْنُك ْم َّم ْر ٰض ۙى َو ٰا َخ ُرْو َن َيْض ِر ُبْو َن ِفى اَاْلْر ِض َيْبَتُغ ْو َن ِم ْن َفْض ِل ِۙهّٰللا َو ٰا َخ ُرْو َن‬
‫ُيَقاِتُلْو َن ِفْي َس ِبْيِل ِۖهّٰللا َفاْقَر ُءْو ا َم ا َتَيَّسَر ِم ْنُۙه َو َاِقْيُم وا الَّص ٰل وَة َو ٰا ُتوا الَّز ٰك وَة َو َاْقِرُضوا َهّٰللا‬
‫َقْر ًضا َح َس ًنۗا َو َم ا ُتَق ِّد ُم ْو ا َاِلْنُفِس ُك ْم ِّم ْن َخ ْي َتِج ُد ْو ُه ِع ْن َد ِۙهّٰللا ُه َو َخ ْي ًرا َّو َاْع َظَم َاْج ًر ۗا‬
‫ٍر‬
‫َو اْسَتْغ ِفُروا َۗهّٰللا ِاَّن َهّٰللا َغ ُفْو ٌر َّر ِح ْيٌم‬

Arinya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau (Nabi


Muhammad) berdiri (salat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam
atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang
bersamamu. Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa
kamu tidak dapat menghitungnya (secara terperinci waktu-waktu tersebut sehingga
menyulitkanmu dalam melaksanakan salat malam). Maka, Dia kembali (memberi
keringanan) kepadamu. Oleh karena itu, bacalah (ayat) Al-Qur’an yang mudah
(bagimu). Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit,
dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah serta yang lain
berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) darinya (Al-
Qur’an). Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada
Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu
niscaya kamu memperoleh (balasan)-nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling
baik dan yang paling besar pahalanya. Mohonlah ampunan kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

17
Q.S Al-Baqarah ayat 196 (di ayat ini juga terdapat dua kata yusr)

‫َو َاِتُّم وا اْلَح َّج َو اْلُع ْمَر َة ِۗهّٰلِل َفِاْن ُاْح ِص ْر ُتْم َفَم ا اْس َتْيَس َر ِم َن اْلَه ْد ِۚي َو اَل َتْح ِلُق ْو ا ُرُءْو َس ُك ْم‬
‫َح ّٰت ى َيْبُلَغ اْلَهْد ُي َم ِح َّلۗٗه َفَم ْن َك اَن ِم ْنُك ْم َّم ِر ْيًض ا َاْو ِبٖٓه َاًذ ى ِّم ْن َّر ْأِس ٖه َفِفْد َي ٌة ِّم ْن ِص َياٍم َاْو‬
‫َص َد َقٍة َاْو ُنُس ٍۚك َفِاَذ ٓا َاِم ْنُتْۗم َفَم ْن َتَم َّتَع ِباْلُع ْمَرِة ِاَلى اْلَح ِّج َفَم ا اْس َتْيَس َر ِم َن اْلَه ْد ِۚي َفَم ْن َّلْم‬
‫َيِج ْد َفِص َياُم َثٰل َثِة َاَّي اٍم ِفى اْلَح ِّج َو َس ْبَعٍة ِاَذ ا َر َج ْع ُتْۗم ِتْل َك َع َش َر ٌة َك اِم َل ٌۗة ٰذ ِل َك ِلَم ْن َّلْم َيُك ْن‬
‫َاْهُلٗه َح اِض ِر ى اْلَم ْس ِج ِد اْلَحَر اِۗم َو اَّتُقوا َهّٰللا َو اْع َلُم ْٓو ا َاَّن َهّٰللا َش ِد ْيُد اْلِع َقاِب‬

Artinya: Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi,
jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat dan
jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat
penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala
(lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau
berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah
sebelum haji (tamatu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan
tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji
dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna.
Ketentuan itu berlaku bagi orang yang keluarganya tidak menetap di sekitar
Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Mahakeras
hukuman-Nya.

Kedua, bentuk fi’il Mudari’, yang disebutkan dalam QS. Al-‘A’la ayat 8:

ٰ‫َو ُنَيِّسُر َك ِلْلُيْسر‬

Artinya: Kami akan melapangkan bagimu jalan kemudahan (dalam segala


urusan).

Dan Q.S Al-Layl ayat 10:

18
‫َفَس ُنَيِّسُر هٗ ِلْلُيْس ٰر ۗى‬

Artinya: Kami akan memudahkannya menuju jalan kesengsaraan.

Ketiga, Bentuk fi’il ‘Amr sebagaimana disebutkan dalam QS. Thaha ayat 26:

‫َو َيِّسْر ِلي َأْم ِر ي‬

Artinya: dan mudahkanlah untukku urusanku

Keempat, berbentuk isim maf’’ul QS. Al-Isra’ ayat 28:

‫َو ِاَّم ا ُتْع ِرَض َّن َع ْنُهُم اْبِتَغ ۤا َء َر ْح َم ٍة ِّم ْن َّر ِّبَك َتْر ُجْو َها َفُقْل َّلُهْم َقْو اًل َّم ْيُسْو ًر ا‬

Artinya: Jika (tidak mampu membantu sehingga) engkau (terpaksa) berpaling


dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan,
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang lemah lembut.

Kelima, berbentuk isim ma’rifat dalam QS. al-Baqarah ayat 185:

‫َش ْهُر َر َم َض اَن اَّلِذ ْٓي ُاْنِز َل ِفْيِه اْلُقْر ٰا ُن ُهًدى ِّللَّناِس َو َبِّيٰن ٍت ِّم َن اْلُهٰد ى َو اْلُفْر َقاِۚن َفَم ْن َش ِهَد‬
‫ِم ْنُك ُم الَّش ْهَر َفْلَيُص ْم ُۗه َو َم ْن َك اَن َم ِر ْيًض ا َاْو َع ٰل ى َس َفٍر َفِع َّد ٌة ِّم ْن َاَّي اٍم ُاَخ َۗر ُيِر ْي ُد ُهّٰللا ِبُك ُم‬
‫اْلُيْس َر َو اَل ُيِر ْيُد ِبُك ُم اْلُعْس َۖر َو ِلُتْك ِم ُلوا اْلِع َّدَة َو ِلُتَك ِّبُروا َهّٰللا َع ٰل ى َم ا َهٰد ىُك ْم َو َلَع َّلُك ْم َتْشُك ُرْو َن‬

Artinya: Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-


Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa
di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu,
berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka
(wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran.

19
Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-
Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.

Q.S Al-‘A’la ayat 8:

ٰ‫َو ُنَيِّسُرَك ِلْلُيْس ر‬

Artinya: Kami akan melapangkan bagimu jalan kemudahan (dalam segala


urusan).

Dan Q.S Al-Lail ayat 7:

‫َفَس ُنَيِّسُر ٗه ِلْلُيْس ٰر ۗى‬

Artinya: Kami akan memudahkannya menuju jalan kesengsaraan

Keenam, bentuk isim nakirah, dalam QS. Al-Kahfi ayat 88:

‫َو َاَّم ا َم ْن ٰا َم َن َو َع ِمَل َص اِلًحا َفَلٗه َج َز ۤا ًء ࣙاْلُحْس ٰن ۚى َو َس َنُقْو ُل َلٗه ِم ْن َاْم ِر َنا ُيْسًر‬

Artinya: Adapun orang yang beriman dan beramal saleh mendapat (pahala)
yang terbaik sebagai balasan dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami
yang mudah-mudah.

Q.S Al-Zariyat ayat 3:

‫َف ا ْل َج ا ِر َي ا ِت ُيْس ًر ا‬

Artinya: dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah.

Q.S At-Thalaq ayat 4

20
‫َو ال اَّل ِئ ي َيِئ ْس َن ِم َن ا ْل َم ِح ي ِض ِم ْن ِنَس ا ِئ ُك ْم ِإِن اْر َتْب ُتْم َف ِع َّد ُتُهَّن َث اَل َث ُة َأ ْش ُهٍر‬
‫َو ال اَّل ِئ ي َل ْم َيِح ْض َن ۚ َو ُأو اَل ُت ا َأْل ْح َم ا ِل َأ َج ُلُهَّن َأ ْن َيَض ْع َن َح ْم َل ُهَّن ۚ َو َم ْن َي َّت ِق‬
‫ال َّلَه َي ْج َع ْل َل ُه ِم ْن َأ ْم ِر ِه ُيْس ًر ا‬

Artinya: Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di


antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya),
maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-
perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah
mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya.

dan Ayat 7:

‫ِلُيْنِفْق ُذ ْو َسَعٍة ِّم ْن َسَع ِتٖۗه َو َم ْن ُقِدَر َع َلْيِه ِر ْز ُقٗه َفْلُيْنِفْق ِمَّم ٓا ٰا ٰت ىُه ُۗهّٰللا اَل ُيَك ِّلُف ُهّٰللا َنْفًسا ِااَّل‬
ࣖ‫َم ٓا ٰا ٰت ىَهۗا َسَيْج َع ُل ُهّٰللا َبْع َد ُعْس ٍر ُّيْسًر ا‬

Artinya: Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut


kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah
dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani
kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah
kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.

Q.S Al-Insyirah ayat 5 dan 6:

‫ َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْسًر ا‬, ‫َفِإَّن َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْسًرا ِإَّن‬

Artinya:Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,


sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

21
Ketujuh,dalam bentuk isim fa’il (yasir). Bentuk ini banyak sekali ditemukan
dalam Alquran (QS. Yusuf: 65, al-Hajj: 70, Al-Ankabut: 19, al-Fathir: 11, Al- Qaf:
44, Al-Hadid: 22, At-Taghabun: 7, Al-Mudassir: 10, Al-Nisa’: 30, Al-Nisa’: 169, Al-
Furqan: 46, Al-Ahzab: 14, al-Ahzab: 19, Al-Ahzab: 30, Al-Insyiqaq: 8. Selain itu,
dijumpai pula kata maysarah dalam QS. Al-Baqarah: 280.

Berdasarkan tema, penggunaan kata yusr dalam al-Qur’an dapat diklasifikasi


dalam beberapa bagian. Pertama, berkaitan dengan Allah (QS. al-Baqarah: 185, al-
Muzammil: 20, al-Baqarah: 196, Al-Hajj: 70, Al-Ankabut: 19, Al-Fathir: 11, dan Al-
Hadid: 22. Kedua, berkaitan dengan Nabi SAW (QS. Yūsuf: 65, al-Furqan: 46 dan
Al-Ahzab: 30). Ketiga, berkaitan dengan Al-Qur’an (QS. Al-Qamar: 17, 22, 32 dan
40, Maryam: 97, dan Al-Dukhan: 58). Keempat, tentang urusan duniawi (QS. ‘Abasa:
20, Thaha: 26, Al-Isra’: 28, Az-Zariyat: 3, At-Thalaq: 7, Al-Ahzab: 14, dan Al-
Ahzab: 19). Kelima, mengenai urusan akhirat (QS. Al-Lail: 7, Al-Lail: 10, Al-Kahfi:
88, Al-Qaf: 44, At-Taghabun: 7, Al-Mudassir: 10, Al-Nisa’: 30, Al-Nisa’: 169, Al-
Insyiqaq: 8). Keenam, berkaitan masalah hukum (QS. Al-‘A’la: 8, A l-Baqarah: 280,
Al- ‘A’la: 8, dan Ath-Thalaq: 4).

Adapun penggunaan kata ‘Usr dalam Al-Qur’an berdasarkan tema dapat


diklasifikasi menjadi beberapa kategori11. Pertama, berhubungan dengan Nabi (QS.
Al-Insyirah: 5, 6, Al-Taubah ayat 117, Al-Thalaq: 7, al-Kahfi: 73). Kedua, mengenai
urusan dunia (QS. At-Thalaq: 6, Al-Furqan: 26). Ketiga, berkaitan dengan akhirat
(QS. Al-Qamar: 8, Al-Lail: 10, Al-Mudassir: 9). Keempat, mengenai hukum (QS. Al-
Baqarah: 280).

C. Penafsiran Buya Hamka dan M. Quraish Shihab dalam Kata ‘Usr dan
Yusr Pada Ayat Al- Qur’an

11
Ahmad Mujahid, Makna Sinkronik-Diakronik Kata ‘Usr dan Yusr dalam Surat Al-
Insyirah,Religia Jurnal-jurna Keislaman Vol.22 No.1 2019, hal.101

22
Kata al-‘usr terulang di dalam al-Qur’an sebanyak 4 kali, sedang dalam
berbagai bentuknya terulang sebanyak 12 kali. Kata ini digunakan untuk sesuatu yang
sangat keras atau sulit atau berat.

Kata yusr terulang sebanyak 6 kali, tiga di antaranya bergandengan secara


langsung dengan kata ‘usr, sedang kata yusr dalam berbagai bentuknya terulang
sebanyak 44 kali. Dalam kamus- kamus bahasa, kata tersebut digunakan untuk
menggambarkan sesuatu yang mudah, lapang, berat kadarnya atau banyak (seperti
harta).

Berikut penulis uraikan beberapa dari ayat al-quran yang terdapat kata ‘usr
dan yusr beserta penafsiran Buya Hamka dan Quraish Shihab.

Quran Surah / Buya Hamka M. Quraish Shihab


Ayat
Al-Baqarah ayat 185 Jangan kamu sampai Setelah menjelaskan hal di
terhalang mengerjakan atas, ayat ini mengulangi
‫ َش ْهُر َر َم َض اَن اَّل ِذ ْٓي‬ibadah kepada Allah karena kembali penjelasan yang
‫ ُاْن ِز َل ِفْي ِه اْلُق ْر ٰا ُن‬perintah itu terlalu lalu, yaitu, barang siapa
memberati dan merepotkan. yang sakit atau dalam
‫ ُه ًدى ِّللَّن اِس َو َبِّيٰن ٍت‬Kasih-sayang Allah kepada perjalanan lalu ia berbuka,
‫ ِّم َن اْلُه ٰد ى َو اْلُفْر َق اِۚن‬hambaNya tidak akan maka wajiblah baginya

‫ِهَد ِم ْنُك ُم‬ ‫ َفَم ْن َش‬sampai menyuruh puasa


orang yang sedang sakit.
berpuasa sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu,
‫ الَّش ْهَر َفْلَيُص ْم ُۗه َو َم ْن‬Dan kasih-sayangNyapun pada hari-hari yang lain.
‫ َك اَن َم ِر ْيًض ا َاْو َع ٰل ى‬tidak akan sampai Pengulangan ini diperlukan
memberati berpuasa orang agar tidak timbul kesan
‫ َس َفٍر َفِع َّد ٌة ِّم ْن َاَّي اٍم‬yang sedang repot dalam bahwa komentar yang
‫ ُاَخ َۗر ُيِر ْي ُد ُهّٰللا ِبُك ُم‬musafir. Makan berbuka menyusui izin pada ayat
‫ اْلُيْس َر َو اَل ُيِر ْي ُد ِبُك ُم‬atau makan sahur yang 184 tersebut yakni berpuasa
teratur tidaklah terjamin lebih baik bagi kamu jika
‫ اْلُعْس َۖر َو ِلُتْك ِم ُل وا‬lancarnya dalam musafir. kamu mengetahui
‫" اْلِع َّدَة َو ِلُتَك ِّب ُروا َهّٰللا‬Dan hendaklah kamu merupakan desakan dari
‫ َع ٰل ى َم ا َه ٰد ىُك ْم‬sempurnakan hitungan," Tuhan agar tetap berpuasa
yaitu hitungan sebulan itu, walau dalam keadaan
‫ َو َلَع َّلُك ْم َتْشُك ُرْو َن‬baik dia 29 hari ataupun 30 perjalanan yang
hari. Dan jika ketinggalan melelahkan, sakit yang
beberapa hari karena sakit parah, atau bagi orang-
Artinya: Bulan atau karena musafir itu, orang yang telah tua. Ini

23
Ramadan adalah sempurnakanlah hitungan tidak dikehendaki Allah,
(bulan) yang di hari hari yang ketinggalan maka diulangilah
dalamnya itu pada hari yang lain. penjelasan di atas, dan kali
diturunkan Al- Apatah lagi orang yang ini ditambah dengan
Qur’an sebagai diberi rukhshah mengganti penjelasan bahwa Allah
petunjuk bagi dengan fidyah, sudah menghendaki kemudahan
manusia dan demikian keringanan yang bagi kamu, dan tidak
penjelasan- diberikan, janganlah menghendaki kesukaran
penjelasan hitungan hari itu bagi kamu. Keringanan
mengenai petunjuk diumpangkan. Hitung baik untuk menggantikan puasa
itu serta pembeda baik karena mestinya engkau Ramadhan pada hari-hari
(antara yang hak memberikan makanan lain juga dimaksudkan agar
dan yang batil). kepada fakir-miskin itu. bilangan puasa 29 atau 30
Oleh karena itu, "Dan hendaklah kamu hari dapat terpenuhi.
siapa di antara membesarkan nama Allah Karena itu, lanjutan ayat di
kamu hadir (di atas yang telah diberikanNya atas menyatakan, Dan
tempat tinggalnya petunjuk akan kamu, dan hendaklah kamu
atau bukan musafir) supaya kamu bersyukur." mencukupkan bilangannya
pada bulan itu, dan hendaklah juga kamu
berpuasalah. Siapa mengagungkan Allah atas
yang sakit atau petunjuk-Nya yaug
dalam perjalanan diberikan kepada kamu,
(lalu tidak supaya kamu benyukur.
berpuasa), maka Dengan ayat-ayat di atas,
(wajib jelas sudah kedudukan
menggantinya) hukum puasa Ramadhan,
sebanyak hari (yang keistimewaan, dan manfaat,
ditinggalkannya) serta masa dan
pada hari-hari yang bilangannya. Jelas juga
lain. Allah siapa yang wajib
menghendaki melaksanakannya dan siapa
kemudahan bagimu pula yang diizinkan untuk
dan tidak menunda atau tidak
menghendaki melaksanakannya serta
kesukaran. bagaimana menggantinya.
Hendaklah kamu Yang belum dijelaskan
mencukupkan adalah lama berpuasa setiap
bilangannya dan hari dan bagaimana
mengagungkan caranya. Itu dijelaskan pada
Allah atas petunjuk- ayat-ayat berikut, tetapi
Nya yang diberikan sebelum menjelaskannya,
kepadamu agar terlebih dahulu

24
kamu bersyukur. digarisbawahi suatu hal
yang amat perlu dilakukan
oleh setiap orang,
khususnya yang berpuasa di
bulan Ramadhan.
Al-Baqarah 280 Kemudian datang ayat Apabila ada seseorang yang
lanjutan tuntunan iman "Dan berada dalam situasi sulit,
jika ada yang kesusahan, atau akan terjerumus dalam
‫َو ِاْن َك اَن ُذ ْو ُع ْسَر ٍة‬ maka berilah tempoh sampai kesulitan bila membayar
‫َفَنِظَر ٌة ِاٰل ى َم ْيَسَر ٍۗة‬ kelapangan." (pangkal ayat hutangnya, maka
280). lni sudah tuntunan tangguhkan penagihan
‫َو َاْن َتَص َّد ُقْو ا َخْيٌر‬ kepada orang yang beriman. sampai dia lapang. Jangan
‫َّلُك ْم ِاْن ُكْنُتْم َتْع َلُم ْو َن‬ Hanya orang yang berinran menagihnya jika kamu
yang mau memberikan mengetahui dia sempit,
kelapangan kepada orang apalagi memaksanya
yang berhutang kepadanya. membayar dengan sesuatu
Artinya: Jika dia Apatah lagi kalau yang yang amat dia butuhkan.
(orang yang berhutang itu orang yang “Siapa yang menangguhkan
berutang itu) dalam beriman seperti dia pula. pembayaran hutang orang
kesulitan, berilah Jarrgan didesak-desak, yang berada dalam
tenggang waktu karena imannya, niscaya kesulitan, atau
sampai dia hutangnya akan dibayarnya, membebaskannya dari
memperoleh berilah dia kesempatan. hutangnya, maka dia akan
kelapangan. Kamu "Tetapi kalau kamu dilindungi Allah pada hari
bersedekah bersedekah, adalah itu lebih yang tiada perlindungan
(membebaskan baik buat kamu, jikalau kecuali perlindungan-Nya
utang) itu lebih kamu ketahui." (ujung ayat (hari Kiamat)” (HR. Imam
baik bagimu 280)' Itulah lanjutan jiwa Muslim).
apabila kamu pembangunan masyarakat Yang menangguhkan itu,
mengetahui(-nya). orang yang berirnan. pinjamannya dinilai sebagai
Alangkah baik dan qardh hasan, yakni
mesranya, jika seseorang pinjaman yang baik. Setiap
yang berhutang datang detik ia menangguhkan dan
meminta maaf dan menahan diri untuk tidak
memohon diberi tempoh menagih, setiap saat itu
agak sekian bulan, lalu pula Allah memberinya
disambut oleh yang ganjaran, sehingga berlipat
memberi hutang dengan ganda ganjaran itu.
perkataan: "Hutangmu itu “Siapakah yang mau
telah aku lepaskan, engkau meminjamkan kepada
tidak berhutang lagi. Ayat Allah qardh hasan
berkata bahwa cara begini (pinjaman yang baik), maka

25
jikalau kamu fikirkan, Allah akan
adalah amat baik bagi melipatgandakan (balasan)
dirimu sendiri. Dengan pinjaman itu untuknya, dan
demikian kamu telah dia akan memperoleh
menaikkan tingkat budimu. pahala yang banyak ” (QS.
Dia akan berkesan dalam al-tladid [57]: 11). Ia
jiwamu sendiri, menjadi melipatgandakan, karena
dermawan dan ketika itu yang
mengokohkan ukhuwah meminjamkan mengharap
dengan yang diberi hutang. pinjamannya kembali,
tetapi tertunda, dan
diterimanya penundaan itu
dengan sabar dan lapang
dada. Ini berbeda dengan
sedekah, yang sejak semula
yang bersangkutan tidak
lagi mengharapkannya.
Kelapangan dada dan
kesabaran menunggu itulah
yang dianugerahi ganjaran
setiap saat oleh Allah
sehingga pinjaman itu
berlipat ganda. Yang lebih
baik dari meminjamkan
adalah menyedekahkan
sebagian atau semua hutang
itu. Kalau demikian, jika
kamu mengetahui bahwa
hal tersebut lebih baik,
maka bergegaslah
meringankan yang
berhutang atau
membebaskannya dari
hutang.
Ath-Thalaq ayat 7 Dengan pangkal ayat 7 ini Ayat yang lalu
jelaslah bahwa seorang menggambarkan
suami wajib memberi kemungkinan terjadinya
‫ِلُيْنِف ْق ُذ ْو َس َعٍة ِّم ْن‬ nafkah atau perbelanjaan perbedaan antara istri dan
‫َسَعِتهٖۗ َو َم ْن ُقِدَر َع َلْي ِه‬ untuk isterinya, menurut
kemampuannya. Jika ia
suami. Perbedaan dalam
konteks ayat itu adalah
‫ِر ْز ُقهٗ َفْلُيْنِفْق ِمَّم ٓا ٰا ٰت ىُه‬ orang yang mampu berilah menyangkut imbalan
nafkah menurut penyusuan. Ayat di atas
‫ُۗهّٰللا اَل ُيَك ِّلُف ُهّٰللا َنْفًس ا‬

26
‫ِااَّل َم ٓا ٰا ٰت ىَه ۗا َس َيْج َع ُل‬ kemampuan. "Dan orang menjelaskan prinsip umum
yang terbatas rezekinya," yang mencakup penyusuan
‫ُهّٰللا َبْع َد ُعْس ٍر ُّيْسًر‬ yaitu orang yang terhitung dan sebagainya sekaligus
tidak mampu. Dalam bahasa menengahi kedua pihak
Indonesia terdapat juga dengan menyatakan bahwa:
ungkapan ini; "Kemampuan Hendaklah yang lapang
Artinya: Hendaklah terbatas." Dalam bahasa yakni mampu. dan
orang yang lapang Minangkabau orang yang memiliki banyak rezeki
(rezekinya) memberi miskin biasa memberi nafkah untuk istri
nafkah menurut mengungkapkan dan anak-anaknya dari
kemampuannya, dan kemiskinannya dengan yakni sebatas kadar
orang yang perkataan "Umurku panjang kemampuannya dan dengan
disempitkan rezeki diagakkan." Mereka demikian hendaknya ia
rezekinya, yang kemampuan terbatas memberi sehingga anak dan
hendaklah memberi itu pun wajib juga istrinya itu memiliki pula
nafkah dari apa memberikan nalkah menurut kelapangan dan keluasan
(harta) yang keterbatasannya. "Tidaklah berbelanja dan siapa yang
dianugerahkan Allah memaksa seseorang disempitkan rezekinya
Allah kepadanya. melainkan sekedar apa yang yakni terbatas
Allah tidak diberikanNya." Nasib orang penghasilannya, maka
membebani kepada di dunia ini tidak sama, kaya hendaklah ia memberi
seseorang atau miskin, mampu atau nafkah dari harta yang
melainkan (sesuai) berkekurangan, namun diberikan Allah kepadanya.
dengan apa yang makan disediakan Tuhan Jangan sampai dia
dianugerahkan juga; "Allah akan memaksakan diri untuk
Allah kepadanya. menjadikan kelapangan nafkah itu dengan mencari
Allah kelak akan sesudah kesempitan." (ujung rezeki dari sumber yang
menganugerahkan ayat 7). Dalam ayat ini Allah tidak direstui Allah. Allah
kelapangan setelah menunjukkan kasih-sayang tidak memikulkan beban
kesempitan. dan pengharapan yang tidak kepada seseorang
putus-putusnya bagi orang melainkan sesuai apa yang
yang beriman. Itulah Allah berikan kepadanya.
sebabnya pada tiap ayat Karena itu janganlah wahai
diperingatkan supaya istri menuntut terlalu
kehidupan berumahtangga banyak dan
dipatrikan dengan takwa pertimbangkanlah keadaan
kepada Allah. Biarlah orang suami atau bekas suami
kaya berbelanja menurut kamu. Di sisi lain
kekayaannya, namun orang hendaklah semua pihak
miskin berbelanja pula selalu optimis dan
menurut rezeki yang mengharap kiranya Allah
diberikan Tuhan kepadanya. memberinya kelapangan

27
Di ujung ayat diberikan karena Allah biasanya akan
Tuhan lagi pengharapan, memberikan kelapangan
bahwa kalau sekarang dalam sesudah kesempitan.
keadaan susah, moga-moga
lain hari berganti dengan
kemudahan, karena kalau
masih hidup di dunia ini,
akan ada saja peredaran
nasib yang akan dilalui, asal
manusia jangan berputusasa.
Al-Insyirah ayat 5 "Maka sesungguhnya Agaknya Allah swt. dalam
dan 6 beserta kesulitan itu ada ayat 5 dan 6 ini bermaksud
kemudahan." (ayat 5). Ini menjelaskan salah satu
‫ َفِإَّن َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْسًرا‬adalah Sunnatullah! Nabi sunnah-Nya yang bersifat
Muhammad merasa berat umum dan konsisten yaitu,
‫ ِإَّن َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْسًر ا‬beban itu sampai seakan- “setiap kesulitan pasti
akan hendak patah tulang disertai atau disusul oleh
punggung memikulnya. kemudahan selama yang
Namun di samping beratnya bersangkutan bertekad
Artinya: Karena beban, atau beserta dengan untuk menanggulanginya.”
sesungguhnya beratnya beban, namanya Ini dibuktikan-Nya antara
sesudah kesulitan diangkat Tuhan ke atas, lain dengan contoh konkret
itu ada kemudahan, sebutannya dimuliakan! pada diri pribadi Nabi
sesungguhnya Karena demikianlah rupanya Muhammad saw. Beliau
sesudah kesulitan Sunnatullah itu, kesulitan datang sendiri, ditantang
itu ada kemudahan selalu beserta kemudahan dan dianiaya, sampai-
Yang sulit saja tidak ada! sampai beliau dan
Yang mudah saja pun tidak keluarganya diboikot oleh
ada! Dalam susah berisi kaum kaum musyrikin di
senang, dalam senang berisi Mekah, tidak boleh berjual
susah; itulah perjuangan beli atau kawin mawin,
hidup. Dan ini dapat tidak pula boleh berbicara
diyakinkan oleh orang-orang dengan beliau dan
yang telah mengalami. Lalu keluarganya selama
diulang sekali lagi untuk setahun, disusul dengan
lebih mantap dalam fikiran; setahun lagi sampai dengan
"Sesungguhnya beserta tahun ketiga. Tetapi pada
kesulitan itu ada akhirnya tiba juga
kemudahan." (ayat 6). Dan kelapangan dan jalan keluar
itu memang akan terjadi yang selama ini mereka
terus, berulang-ulang, dambakan. Ayat-ayat di
kesulitan itu senantiasa atas seakan-akan

28
disertai kemudahan; dalam menyatakan: Kelapangan
susah ada mudahnya, dalam dada yang engkau peroleh
sempit ada lapangnya. wahai Nabi Muhammad,
Bahaya yang mengancam keringanan beban yang
adalah menjadi sebab akal selama ini engkau rasakan,
berjalan, fikiran mencari keharuman nama yang
jalan keluar. Oleh sebab itu engkau sandang, itu semua
dapatlah diyakinkan bahwa disebabkan karena sebelum
kesukaran, kesulitan, ini engkau telah mengalami
kesempitan, marabahaya puncak kesulitan. Namun
yang mengancarn dan engkau tetap tabah dan
berbagai ragam pengalaman optimis, sehingga
hidup yang pahit, dapat berlakulah bagimu sunnah
menyebabkan manusia (ketetapan Allah) yaitu,
bertambah cerdas “apabila krisis atau
menghadapi semuanya itu, kesulitan telah mencapai
yang dengan sendirinya puncaknya maka pasti ia
menjadikan manusia itu akan sirna dan disusul
orang yang dinamis. Tetapi dengan kemudahan”.
ini pasti akan tercapai hanya
jika Iman di dada dipupuk,
jangan lemah iman. Karena
lemah iman akan
menyebabkan kita terjatuh
di tengah jalan sebelum
sampai kepada akhir yang
dituju, yang akan ternyata
kelak bahwa kesulitan
adalah kejayaan dan
keberuntungan yang tiada
taranya. Kadang-kadang
sesuatu pengalaman yang
pahit menjadi kekayaan jiwa
yang tinggi mutunya, jadi
kenangan yang amat indah
untuk membuat hidup lebih
matang. Sehingga datang
suatu waktu kita
mengucapkan syukur yang
setulus-tulusnya dan
setinggi-tingginya karena
Tuhan telah berkenan

29
mendatangkan kesulitan itu
kepada kita pada masa yang
Iampau.
Al-Muddatsir ayat 9 Kata ‫ عسير‬terambil dari "Maka itulah dia, di hari
kata ‘usr. Dalam kamus- itu, hari yang sulit." (ayat
‫ َف َٰذ ِل َك َي ْو َم ِئٍذ َي ْو ٌم‬kamus bahasa sering 9). Maka ditiuplah serunai
sangkakala itu. Lalu
‫ َع ِس ي ٌر‬dikemukakan artinya
bergoncanglah dunia ini,
sebagai antonim dari kata
yusr. Bahasa Arab tanggallah segala sendi
menggunakan kata ‘usr sendinya. Sisa manusia
Artinya: Maka yang masih hidup pada
waktu itu adalah untuk menggambarkan
masa itulah mati rata-rata.
waktu (datangnya) kesulitan yang besar.
Seorang wanita yang sulit Bukan saja manusia,
hari yang sulit, bahkan segala yang
melahirkan digambarkan
bernyawa. Tidak ada yang
dengan redaksi (‫اعسرت‬
dapat bertahan hidup lagi.
‫ )المرأة‬a'sarat al-mar’ah. Di mana akan hidup?
Unta yang liar atau tidak Padahal keadaan segala
jinak dinamai ‘asar. sesuatu sudah berubah?
Sebaliknya, kata yusr Gunung-gunung berubah
digunakan untuk menjadi abu, sehingga tidak
menggambarkan kemudahan ada yang menghalangi
atau fasilitas, perolehan angin berembus lagi, maka
sesuatu tanpa usaha matilah manusia dan
bersungguh-sungguh, serta makhluk di muka bumi.
diartikan juga sebagai Kayu-kayu di hutan pun
kecukupan dan kekayaan. terbongkar, maka matilah
Ayat-ayat di atas binatang binatang di hutan.
menggabungkan antara Air di laut pun mendidih
“sulitnya situasi ketika menggelagak, ikan-ikan
sangkakala ditiup” (ayat 9) pun matilah dalam laut.
dan “tidak mudahnya Burung.burung tidak dapat
keadaan ketika itu” (ayat hinggap lagi, sebab bumi
10). Bukankah cukup sudah bergoncang. Burung-
menyebut salah satunya? burung akan mati
Sementara ulama kepayahan mencari sarang.
menyatakan bahwa jika Hari itu adalah hari yang
Anda membaca kedua ayat sangat sulit. "Bagi orang-
tersebut tanpa berhenti orang yang kafir tidaklah
(waqaf) pada kata yaumun mudah." (ayat 10). Sebab
‘astir, maka hal ini berarti tempat pergantungan
bahwa: “Situasi pada hari itu jiwanya tidak ada. Sejak
sulit, tidak mudah bagi

30
orang-orang kafir.” semula mereka tidak
Bagaimana dengan orang- mempunyai pegangan.
orang Mukmin? Bacaan Mereka menolak ajaran
tanpa berhenti (waqaf) Tuhan, mereka menantang
tersebut memberikan kesan ajaran Rasul Rasul. Mereka
bahwa mereka tidak bertindak di muka bumi
mengalami kesulitan, membuat kerusakan. Sebab
sehingga ayat 10 itu bagi mereka hari itu
memberikan penjelasan tidak mudah! Lalu bagi
siapa yang akan mengalami siapa yang mudah? Yang
kesulitan. Tetapi, jika Anda mudah ialah bagi orang
berhenti (waqaf) pada akhir yang beriman sebab sejak
ayat 9, kemudian setelah semula mereka telah
berhenti sejenak Anda memperhitungkan jalan
membaca ayat 10, maka hal yang akan ditempuh,
ini berarti bahwa: “Situasi menurut anjuran dan ajaran
pada hari itu sulit bagi yang dibawakan oleh
semua (makhluk), dan Utusan-utusan Allah.
secara khusus tidak ada Mereka tidak takut
kemudahan sedikit pun yang menghadapi maut, karena
akan diperoleh orang-orang segala amalan yang shalih
kafir.” Cara membaca kedua yang mereka kerjakan di
ini yang menjadikan ayat 10 kala hidup, tidak lain ialah
mengandung isyarat bahwa untuk memudahkan melalui
walaupun situasi ketika itu gerbang maut itu.
sangat sulit, namun dari semuanya ini adalah
celah-celah kesulitannya peringatan. Kita makhluk
dapat ditemukan dipersilahkan memilih, mau
kemudahan-kemudahan yang mudah, jadi orang
untuk orang-orang mukmin. berimanlah. Kalau tidak,
Dengan demikian, walaupun maka tidaklah mudah jalan
sepintas lalu terlihat bahwa yang akan mereka tempuh.
ayat 10 telah dikandung
maknanya oleh ayat
sebelumnya, namun analisis
di atas menunjukkan bahwa
itu pada hakikatnya
mengandung makna
tambahan yang tidak
dicakup oleh ayat
sebelumnya. Memang akan
ada kemudahan-kemudahan

31
yang diperoleh mereka yang
mendekatkan diri kepada
Allah swt.

‘Abasa ayat 20 "Kemudian Dia mudahkan Kemudahan jalan yang


jalan keluarnya." (ayat 20). dimaksud oleh ayat 20 ada
‫ ُثَّم الَّس ِبْيَل َيَّسَر ه‬Dimudahkan jalan keluar juga yang memahaminya
buat hidup dan datang ke dalam arti memberi potensi
dunia. Dimudahkan pintu manusia untuk menelusuri
keluar dari rahim itu sampai jalan kebaikan. Kemudahan
Artinya: Kemudian, terlancar dan terluncur itu dengan
jalannya Dia keluar. Dimudahkan terus menganugerahkan kepada
mudahkan. persediaan buat hidup manusia akal dan fitrah
dengan adanya air susu yang kesucian yang daya
disediakan pada ibu di tariknya sungguh kuat serta
waktu kecil. Dibimbing kenikmatan yang diperoleh
dengan cinta kasih sampai darinya sangat besar, jika
mudah tegak sendiri di manusia mampu
dalam hidup melalui masa mengendalikan hawa
kecil, masa dewasa, masa nafsunya. Adapun jika
mencari jodoh teman hidup, Anda memahami jalan
masa jadi ayah, masa jadi dimaksud adalah organ ibu
nenek atau datuk. tempat keluarnya anak,
maka kemudahan dapat
diketahui dari posisi janin
ketika akan keluar — di
mana kepalanya yang
muncul dahulu atas ilham
Allah kepada sang janin,
demikian juga kelenturan
organ yang menjadi
jalannya sehingga
memudahkan bayi yang
besarnya rata-rata mencapai
4 kg dapat keluar dengan
mudah.

Kesimpulan yang dapat penulis uraikan dari penafsiran diatas adalah, dalam
tafsir Al-Azhar dijelaskan bahwa ‘usr dan yusr tegas diungkapkan oleh Buya Hamka

32
bahwa itu adalah sunnatullah. Sehingga ketika seorang hamba mendapati dirinya
dalam kesulitan, jangan lah berputus asa karena kemudahan pasti akan
mengiringinya. Dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa salah satu sunnah-Nya
yang bersifat umum dan konsisten, yaitu “setiap kesulitan pasti disertai atau disusul
dengan kemudahan selama yang bersangkutan bertekad untuk menanggulanginya”.

D. Pandangan Ulama Tafsir Tentang Makna ‘Usr dan Yusr

Para Mufassirin dalam hal ini mayoritas sepakat bahwa sesudah kesulitan
pasti ada kemudahan sebagai gantinya12. Dalam Q.S Al-insyirah ayat 5 dan 6
disebutkan :

‫ ) ِإَّن َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْسًرا‬٥ ( ‫َفِإَّن َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْسًرا‬

Artinya: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan dan


sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

Maknanya adalah sesungguhnya setiap kesulitan yang menimpamu pasti akan


ada kemudahan yang mengiringinya. Pengulangan kalimat ini menunjukkan
penegasan janji dan besarnya harapan. Ini adalah berita gembira besar, setiap kali
ada kesulitan dan kesusahan selalu disertai kemudahan, hingga meski kesulitan itu
terjebak di lubang biawak, niscaya kemudahan akan masuk dan mengeluarkannya,
sebagaimana Firman Allah, “Allah akan menjadikan kemudahan setelah kesulitan.”
(QS. Ath-Thalaq: 7).

12
Ahmad Mujahid, Makna Sinkronik-Diakronik Kata ‘Usr dan Yusr dalam Surat Al-
Insyirah,Religia Jurnal-jurna Keislaman Vol.22 No.1 2019, hal.102

33
‫ِلُيْنِفْق ُذ ْو َسَعٍة ِّم ْن َسَع ِتٖۗه َو َم ْن ُقِدَر َع َلْيِه ِر ْز ُقٗه َفْلُيْنِفْق ِمَّم ٓا ٰا ٰت ىُه ُۗهّٰللا اَل ُيَك ِّلُف ُهّٰللا َنْفًس ا ِااَّل‬
‫۝‬٧ ‫َم ٓا ٰا ٰت ىَهۗا َسَيْج َع ُل ُهّٰللا َبْع َد ُعْس ٍر ُّيْسًرا‬

Artinya: Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut


kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah
dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani
kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah
kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa kewajiban ayah memberikan upah
kepada perempuan yang menyusukan anaknya menurut kemampuannya. Jika
kemampuan ayah itu hanya dapat memberi makan karena rezekinya sedikit, maka
hanya itulah yang menjadi kewajibannya. Allah tidak akan memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana firman-
Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
(Al-Baqarah/2: 286) Dalam ayat lain juga dijelaskan: Seseorang tidak dibebani lebih
dari kesanggupannya. (Al-Baqarah/2: 233) Tidak ada yang kekal di dunia. Pada
suatu waktu, Allah akan mem-berikan kelapangan sesudah kesempitan, kekayaan
sesudah kemiskinan, kesenangan sesudah penderitaan. Allah berfirman:
Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan.

Allah Ta’ala dalam ayat 5 dan 6 dalam surah Al-Insyirah ini bermaksud
menjelaskan salah satu sunnah (ketetapan)-Nya yang bersifat umum dan konsisten,
yaitu “setiap kesulitan pasti disertai atau disusul oleh kemudahan selama yang
bersangkutan bertekad untuk menanggulanginya.” Ini dibuktikan-Nya antara lain
dengan contoh konkret pada diri pribadi Nabi Muhammad Saw. Beliau datang
sendiri, ditantang dan dianiaya, sampai-sampai beliau dan keluarganya diboikot oleh
kaum-kaum musyrikin di Mekkah, tidak boleh berjual beli atau kawin mawin, tidak

34
pula boleh berbicara dengan beliau dan keluarganya selama setahun, disusul dengan
setahun lagi sampai dengan tahun ketiga. Tetapi, pada akhirnya tiba juga kelapangan
dan jalan keluar yang selama ini mereka dambakan. Ayat-ayat di atas seakanakan
menyatakan: Kelapangan dada yang engkau peroleh, wahai Nabi Muhammad,
keringanan beban yang selama ini engkau rasakan, keharuman nama yang engkau
sandang, itu semua disebabkan sebelum ini engkau telah mengalami puncak
kesulitan. Namun, engkau tetap tabah dan optimis sehingga berlakulah bagimu
sunnah (ketetapan Allah), yaitu “apabila krisis atau kesulitan telah mencapai
puncaknya maka pasti ia akan sirna dan disusul dengan kemudahan”.

Dalam tafsir Fi Zilalil Qur’an dijelaskan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada


kemudahan. Karena itu, lakukan sebab-sebab kemudahan itu. Apabila engkau telah
selesai melakukan kesibukanmu dengan manusia dan bumi (kehidupan duniawi),
maka hadapkanlah hatimu secara total kepada hal-hal yang harus engkau lakukan
dengan serius dan sungguh-sungguh. Yaitu, beribadah, penyucian diri, menadahkan
harapan, dan menghadap kepada Ilahi.13Sehingga seorang muslim merupakan orang
yang produktif baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat. Sedangkan orang
yang banyak santai dan pengangguran, maka ia adalah orang yang tercela. 14Ayat ini
memberi petunjuk bahwa seseorang harus selalu memiliki kesibukan. Bila telah
berakhir suatu pekerjaan, ia harus memulai lagi dengan pekerjaan yang lain sehingga
dengan ayat ini seorang muslim tidak akan pernah menyianyiakan waktunya.15

Jika dikaji lebih dalam makna ‘usr dan yusr dalam Al-Qur’an menurut Ibnu
Katsir Tafsir Surat Alam Nasyrah ayat 1-8:16

Firman Allah Swt:

} ‫{َأَلْم َنْش َر ْح َلَك َص ْد َر َك‬


13
Said Qutb, Tafsir Fi Zilalil Qur’an,hal.567
14
Said Qutb, Tafsir Fi Zilalil Qur’an,hal.569
15
Said Qutb, Tafsir Fi Zilalil Qur’an,hal.567
16
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, hal.412

35
Artinya:Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? (Alam
Nasyrah: 1)

Yakni Kami telah melapangkan dadamu. Dengan kata lain, dapat disebutkan
bahwa Kami telah menjadikannya bercahaya dan luas lagi lapang. Semakna dengan
apa yang telah disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

‫َفَم ْن ُيِر ِد ُهَّللا َأْن َيْهِدَيُه َيْش َر ْح َص ْد َرُه ِلِإْل ْسالِم‬


Artinya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan petunjuk
kepadanya, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-
An'am: 125)

Dan sebagaimana Allah telah melapangkan dada Rasulullah Saw., demikian


pula Allah telah menjadikan syariatnya luas, lapang, toleran, lagi mudah, tiada
kesulitan dan tiada beban serta tiada kesempitan padanya.

Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan firman Allah Swt.: Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu? (Alam Nasyrah:1) Yakni Allah telah
melapangkan dadanya di malam Isra, sebagaimana yang telah disebutkan dahulu
melalui riwayat Malik ibnu Sa'sa'ah. Imam Turmuzi telah mengetengahkannya dalam
tafsir ayat ini. Dan jika memang hal itu terjadi di malam Isra sebagaimana yang telah
disebutkan di dalam riwayat Malik ibnu Sa'sa'ah, maka pada hakikatnya tidaklah
bertentangan dengan pendapat di atas. Karena sesungguhnya akibat dari pengaruh
yang dilakukan terhadap dada beliau di malam Isra, terjadi pula pengaruh yang sama
setelah dilapangkan oleh Allah Swt. secara maknawi. Hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.17

‫ َح َّد َثِني ُمَح َّم ُد ْبُن َع ْب ِد الَّر ِح يِم َ ُب و َيْح َيى اْلَب َّز اُز َح َّد َثَنا‬:‫َقاَل َع ْبُد ِهَّللا ْبُن اِإْلَم اِم َأْح َم َد‬
‫ َح َّد َثِني‬، ‫ َح َّد َثَنا ُمَع اُذ ْبُن ُمَحَّم ِد ْبِن ُمَع اِذ ْبِن ُمَح َّم ِد ْبِن ُأَبِّي ْبِن َك ْع ٍب‬، ‫ُيوُنُس ْبُن ُم َحَّمٍد‬
17
Abu Bakar Ahmad bin Al-Husein Al-Baihaqi, Dalail An-Nubuwwah, hal.317

36
‫ َأَّن َأَبا ُهَر ْيَر َة َك اَن َج ِر ًّيا‬:‫ َع ْن ُأَبِّي ْبِن َك ْع ٍب‬، ‫ َع ْن ُم َحَّمٍد‬، ‫ َع ْن ُمَع اٍذ‬، ‫َأِبي ُمَحَّم ُد ْبُن ُمَع اٍذ‬
: ‫ َفَق اَل‬،‫َع َلى َأْن َيْس َأَل َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ْن َأْش َياَء اَل َيْس َأُلُه َع ْنَه ا َغْي ُر ُه‬
‫ َم ا أوُل َم ا َر َأْيَت ِم ْن َأْم ِر الُّنُب َّو ِة؟ َفاْس َتَو ى َر ُس وِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه‬،‫َيا َر ُسوَل ِهَّللا‬
‫ ِإِّني َلِفي الَّص ْح َر اِء ابُن َع ْش ِر ِس ِنيَن‬،‫ "َلَق ْد سألَت َي ا َأَب ا ُهَر ْي َر َة‬: ‫َو َس َّلَم َج اِلًسا َو َق اَل‬
] ‫ َنَعْم‬: ‫ َأُه َو ُه َو ؟ [َق اَل‬: ‫ َو ِإَذ ا َر ُج ٌل َيُق وُل ِلَر ُج ٍل‬،‫ َو ِإَذ ا ِبَكاَل ٍم َف ْو َق َر ْأِس ي‬، ‫َو َأْش ُهٍر‬
‫ َو ِثَي اٍب َلْم‬،‫ َو َأْر َو اٍح َلْم َأِج ْد َها ِم ْن َخ ْل ٍق َق ُّط‬،‫َفاْسَتْقَباَل ِني ِبُو ُجوٍه َلْم َأَر َه ا [ِلَخ ْل ٍق] َق ُّط‬
‫ اَل َأِج ُد‬،‫ َح َّتى َأَخ َذ ُك ُّل َو اِح ٍد ِم ْنُهَم ا بَع ُض دي‬، ‫ َفَأْقَباَل ِإَلَّي َيْمِشَياِن‬.‫َأَر َها َع َلى َأَحٍد َقُّط‬
‫ َفَقاَل‬.‫ َفَأْض َجَع اِني ِباَل َقْص ر َو اَل َهْص ر‬.‫ َأْض ِج ْعُه‬:‫ َفَقاَل َأَح ُدُهَم ا ِلَص اِح ِبِه‬،‫َأِلَح ِدِهَم ا َم ًّس ا‬
‫ َفَهَو ى َأَح ُدُهَم ا ِإَلى َص ْد ِر ي َفَفَلَق ُه ِفيَم ا َأَر ى ِباَل َد ٍم َو اَل‬.‫ اْفِلْق َص ْد َرُه‬:‫َأَح ُدُهَم ا ِلَص اِح ِبِه‬
‫ َفَقاَل‬،‫ َفَأْخ َر َج َشْيًئا َك َهْيَئِة اْلَع َلَقِة ُثَّم َنَبَذ َها َفَطَر َحَها‬.‫ َأْخ ِر ِج الِغ ّل والَح َس د‬:‫ َفَقاَل َلُه‬،‫َو َج ٍع‬
‫ ثم هز ِإْبَه اَم ِر ْج ِلي‬،‫ َف ِإَذ ا ِم ْث ُل اَّل ِذ ي َأْخ َر َج شبُه الفضة‬،‫ َأْد ِخ ِل الَّر ْأَفَة َو الَّرْح َم َة‬:‫َلُه‬
"‫ َو َر ْح َم ًة ِلْلَك ِبيِر‬، ‫ ِر َّقًة َع َلى الَّص ِغ يِر‬،‫ َفَر َج ْع ُت ِبَها َأْغ ُد و‬. ‫ اغُد َو اْس َلْم‬: ‫اْلُيْم َنى َفَقاَل‬

Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku


Muhammad ibnu Abdur Rahim alias Abu Yahya Al-Bazzar, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu
Muhammad ibnu Ubay ibnu Ka'b, telah menceritakan kepadaku Abu Muhammad
ibnu Mu'az, dari Muhammad, dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa Abu Hurairah adalah
orang yang paling berani menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang berbagai
masalah yang tidak ada seorang pun berani menanyakannya kepada beliau Saw.
selain dia. Maka Abu Hurairah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang mula-
mula engkau Iihat dari urusan kenabian ini?" Rasulullah Saw. Duduk tegak dan
menjawab: Sesungguhnya engkau telah menanyakan hal yang berbobot, hai Abu
Hurairah! Sesungguhnya ketika usiaku menginjak sepuluh tahun lebih beberapa
bulan, aku berada di padang Sahara. Tiba-tiba aku mendengar pembicaraan di atas

37
kepalaku, dan ternyata ada seorang laki-laki yang berbicara kepada laki-laki
lainnya, "Apakah orang ini adalah dia?” Maka keduanya datang menyambutku
dengan penampilan wajah yang sama sekali belum pernah kulihat sebelumnya, dan
sama sekali belum pernah pula aku melihat arwah seperti itu sebelumnya, dan
belum pernah pula aku melihat pakaian yang dikenakannya pernah dikenakan oleh
seseorang. Keduanya datang kepadaku dengan jalan kaki, hingga masing-masing
dari keduanya memegang kedua lenganku, tetapi anehnya aku tidak merasa
sentuhan tangan keduanya. Salah seorang berkata kepada yang lainnya,
'Rebahkanlah dia.' Lalu keduanya merebahkan diriku tanpa paksa dan tanpa sulit.
Kemudian salah seorangnya berkata kepada yang lainnya, "Belahlah dadanya, "
maka salah seorangnya menurut penglihatanku membelah dadaku tanpa ada darah
yang mengalir dan tanpa rasa sakit. Lalu berkata kepada yang membelahku,
"Keluarkanlah iri hati dan dengki.” Lalu ia mengeluarkan sesuatu yang bentuknya
seperti segumpal darah, kemudian ia membuangnya jauh-jauh. Dan berkata lagi ia
kepada orang yang membelahku, "Masukkanlah lemah lembut dan kasih sayang.”
Maka tiba-tiba kulihat sesuatu sebesar apa yang baru dikeluarkan, bentuknya
mengilap seperti perak (dimasukkan ke dalam dadaku), kemudian ia
mengguncangkan jempol kakiku yang sebelah kanan, dan berkata, "Kembalikanlah
ke semula dalam keadaan utuh.” Maka setelah itu aku pulang dengan berlari dan
terasa dadaku dipenuhi oleh perasaan lembut terhadap anak kecil dan kasih sayang
kepada orang dewasa.18

Firman Allah Swt.:

} ‫{َوَو َض ْعَنا َع ْنَك ِو ْز َر َك‬

Artinya: dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu. (Alam Nasyrah: 2)

Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

18
Abu Bakar Ahmad bin Al-Husein Al-Baihaqi, Dalail An-Nubuwwah, hal.318

38
} ‫{ِلَيْغ ِفَر َلَك ُهَّللا َم ا َتَقَّد َم ِم ْن َذْنِبَك َو َم ا َتَأَّخ َر‬

Artinya:supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang


telah lalu dan yang akan datang. (Al-Fath: 2)

Adapun firman Allah Swt.:

} ‫{اَّلِذ ي َأْنَقَض َظْهَر َك‬

Artinya: yang memberatkan punggungmu. (Al-Insyirah: 3)

Al-inqad artinya suara (tulang punggung bila memikul beban berat). Dan
bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: yang memberatkan punggungmu. (Al-Insyirah: 3) Yakni
membebanimu dengan beban yang berat. Dan mengenai firman selanjutnya:

} ‫{َو َر َفْعَنا َلَك ِذ ْك َر َك‬

Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. (Alam Nasyrah: 4)

Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'tidaklah Aku


disebut melainkan namamu disebut pula bersama-Ku' yaitu dalam kalimah 'aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah'.

Qatadah mengatakan bahwa Allah meninggikan (mengangkat) sebutan


namanya di dunia dan di akhirat. Maka tiada seorang khatib pun, tiada seorang yang
membaca syahadat pun, dan tiada orang yang salat pun melainkan mengucapkannya,
yaitu kalimah, 'aku bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah.'

39
‫ َع ْن‬،‫ َأْخ َبَر َن ا َع ْم ُرو ْبُن اْلَح اِر ِث‬،‫ َأْخ َبَر َن ا اْبُن َو ْهٍب‬، ‫ َح َّد َثِني ُي وُنُس‬:‫َقاَل اْبُن َج ِر يٍر‬
: ‫ َع ْن َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َأَّن ُه َق اَل‬، ‫ َع ْن َأِبي َسِع يٍد‬، ‫ َع ْن َأِبي اْلَهْيَثِم‬،‫َدراج‬
‫ ِإَذ ا‬: ‫ َقاَل‬. ‫ ُهَّللا َأْع َلُم‬: ‫ َك ْيَف َر َفْع ُت ِذ ْك َر َك ؟ َقاَل‬:‫ ِإَّن َر ِّبي َو َر َّبَك َيُقوُل‬: ‫"َأَتاِني ِج ْبِر يُل َفَقاَل‬
"‫ُذ ِكرُت ُذ ِكرَت َم ِع ي‬

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah


menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul
Haris, dari Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, dari Rasulullah Saw., bahwa
beliau Saw. pernah bersabda: Jibril datang kepadaku dan berkata, " Sesungguhnya
Tuhanku dan Tuhanmu pernah berfirman, 'Tahukah kamu bagaimana Aku
meninggikan sebutan (nama)mu?' Jibril menjawab, 'Allah lebih mengetahui.' Allah
berfirman, Apabila nama-Ku disebut, maka disebutpula namamu bersama-Ku'.”

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Yunus, dari
Abdul A’la dengan sanad yang sama. Abu Ya’la meriwayatkannya melalui jalur Ibnu
Lahi'ah, dari Darij.

، ‫ َح َّد َثَنا َح َّم اُد ْبُن َز ْي ٍد‬،‫ َح َّد َثَنا َأُبو ُع مر الَح وضي‬،‫ َح َّد َثَنا َأُبو ُز ْر َعة‬: ‫َقاَل اْبُن َأِبي َح اِتٍم‬
‫ َق اَل َر ُس وُل ِهَّللا‬: ‫ َع ِن اْبِن َع َّب اٍس َق اَل‬، ‫ َع ْن َس ِع يِد ْبِن ُج َبْي ٍر‬،‫َح َّد َثَنا َع َطاُء ْبُن الَّس اِئِب‬
‫ َق ْد َك اَنْت‬: ‫ ُقْلُت‬،‫ "َس َأْلُت َر ِّبي َم ْس َأَلًة َو َد ْد ُت َأِّني َلْم َأُك ْن َس َأْلُتُه‬: ‫َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫ َأَلْم‬، ‫ َي ا ُمَح َّم ُد‬: ‫ َق اَل‬.‫ ِم ْنُهْم َم ْن ُس ِّخ َر ْت َلُه الِّريُح َو ِم ْنُهْم َم ْن ُيْح ِيي اْلَم ْو َتى‬، ‫َقْبِلي َأْنِبَياُء‬
‫ َبَلى َي ا‬: ‫ َأَلْم َأِج ْد َك َض ااًّل َفَه َد ْيُتَك ؟ ُقْلُت‬: ‫ َق اَل‬. ‫ َبَلى َي ا َر ِّب‬: ‫َأِج ْد َك َيِتيًم ا َفآَو ْيُت َك ؟ ُقْلُت‬
‫ َأَلْم َأْش َر ْح َل َك‬: ‫ َق اَل‬. ‫ َبَلى َي ا َر ِّب‬: ‫ ُقْلُت‬: ‫ َأَلْم َأِج ْد َك َع اِئاًل َفَأْغ َنْيُت َك ؟ َق اَل‬: ‫ َق اَل‬. ‫َر ِّب‬
" ‫ َبَلى َيا َر ِّب‬: ‫َص ْد َر َك ؟ َأَلْم َأْر َفْع َلَك ِذ ْك َر َك ؟ ُقْلُت‬

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah,
telah menceritakan kepada kami Abu Umar Al-Haudi, telah menceritakan kepada

40
kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ata ibnus Sa’ib, dari Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Aku pernah menanyakan suatu masalah kepada Tuhanku, padahal aku
tidak menginginkan untuk menanyakan hal itu kepada-Nya. Aku bertanya,
"Sesungguhnya di antara nabi-nabi sebelumku ada yang telah Engkau tundukkan
angin baginya, dan di antara mereka ada yang dapat menghidupkan
orangmati.”Allah Swt. Balik bertanya, "Wahai Muhammad bukankah Aku
mendapatimu sebagai seorang yang yatim piatu, lalu Aku melindungimu?” Aku
menjawab, "Benar, ya Tuhanku.” Allah berfirman, "Bukankah Aku mendapatimu
sebagai seorang yang bingung, lalu Aku memberimu petunjuk?” Aku menjawab,
"Benar, ya Tuhanku.” Allah berfirman, "Bukankah Aku mendapatimu sebagai
seorang yang kekurangan, lalu Aku memberimu kecukupan.” Aku menjawab,
"Benar, ya Tuhanku.” Allah berfirman, "Bukankah Aku telah melapangkan dadamu,
bukankah Aku telah meninggikan sebutan (nama)mu?” Aku menjawab, "Benar, ya
Tuhanku.”

Abu Na'im di dalam kitab Dala'ilun Nubuwwah mengatakan19:

‫ َح َّد َثَنا َأْح َم ُد ْبُن اْلَقاِس ِم ْبِن‬،‫ َح َّد َثَنا ُم وَس ى ْبُن َس ْهٍل الَج ْو ني‬، ‫َح َّد َثَنا َأُبو َأْح َم َد اْلِغ ْطِر يِفُّي‬
‫ َع ْن َأَنٍس‬، ‫ َع ِن الُّز ْه ِر ِّي‬، ‫ َع ْن ُع ْثَم اَن ْبِن َع َط اٍء‬، ‫ َح َّد َثَنا َنْص ُر ْبُن َحَّم اٍد‬، ‫َبْهرام اْلِهَيِتُّي‬
‫ "َلَّم ا َف َر ْغُت ِمَّم ا َأَم َرِني ُهَّللا ِب ِه ِم ْن َأْم ِر‬: ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫َقاَل‬
‫ َجَع ْلَت ِإْب َر اِهيَم‬،‫ ِإَّنُه َلْم َيُك ْن َنِبٌّي َقْبِلي ِإاَّل َو َقْد َك َّر ْم َتُه‬، ‫ َيا َر ِّب‬: ‫الَّس َم َو اِت َو اَأْلْر ِض ُقْلُت‬
‫ َو َأْح َيْيَت‬، ‫ َو ِلُس َلْيَم اَن الِّر يَح َو الَّش َياِط يَن‬، ‫ َو َس َّخ ْر َت ِلَداُوَد اْلِج َباَل‬،‫َخ ِلياًل َو ُم وَس ى َك ِليًم ا‬
‫ َأِّني اَل‬،‫ أو ليس َقْد َأْع َطْيُتَك َأْفَض َل ِم ْن َذ ِل َك ُك ِّل ِه‬:‫ َفَم ا َجَع ْلَت ِلي؟ قال‬،‫ِلِع يَس ى اْلَم ْو َتى‬
‫ َو َلْم‬،‫ َو َجَع ْلُت ُص ُد وَر ُأَّمِت َك َأَناِج يَل َيْق َر ُءوَن اْلُق ْر آَن َظ اِهًرا‬،‫ُأْذ َك ُر ِإاَّل ُذ ِك ْر َت َم ِع ي‬
" ‫ اَل َح ْو َل َو اَل ُقَّو َة ِإاَّل ِباِهَّلل اْلَع ِلِّي اْلَعِظ يِم‬:‫ َو َأْع َطْيُتَك َك ْنًز ا ِم ْن ُكُنوِز َع ْر ِش ي‬،‫ُأْع ِطَها ُأَّم ًة‬
19
Abu Bakar Ahmad bin Al-Husein Al-Baihaqi, Dalail An-Nubuwwah, hal.321

41
telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Al-Gatrifi, telah menceritakan
kepada kami Musa ibnu Sahl Al-Juwaini, telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnul Qasim ibnu Bahzan Al-Haiti, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu
Hammad, dari Usman ibnu Ata, dari Az-Zuhri, dari Anas yang mengatakan
bahwaRasulullah Saw. pernah bersabda: Setelah aku selesai dari menerima apa
yang diperintahkan kepadaku menyangkut semua urusan langit dan bumi, lalu aku
bertanya, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tiada seorang nabi pun sebelumku melainkan
Engkau telah memuliakannya; Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil
(kekasih), Musa sebagai Kalim (yang Engkau ajak bicara langsung), Engkau telah
tundukkan gunung-gunung bagi Daud, dan bagi Sulaiman angin dan semua setan,
dan Engkau hidupkan bagi Isa orang-orang yang telah mati. Maka apakah yang
Engkau berikan kepadaku?”Allah berfirman, "Bukankah Aku telah memberimu dari
hal tersebut seluruhnya, bahwa sesungguhnya tidaklah nama-Ku disebut melainkan
engkau disebut pula bersama-Ku; dan Aku telah menjadikan dada umatmu sebagai
kitab-kitab, mereka dapat membaca Al-Qur’an secara hafalan, dan hal itu belum
pernah Kuberikan kepada suatu umat pun. Dan Aku telah memberimu suatu
perbendaharaan dari 'Arasy-Ku, yaitu kalimah 'tidak ada daya (untuk menghindar
dari maksiat) dan tiada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali dengan
pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar'.”

Al-Bagawi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Mujahid, bahwa makna
yang dimaksud dari ayat ini ialah azan, yakni nama beliau Saw. disebutkan dalam
azan. Lalu Al-Bagawi menyitir bait-bait syair yang dikatakan oleh Hassan ibnu
Sabit:

... ‫ ِم َن ِهَّللا ِم ْن ُنور َيلوُح َو يْش َهد‬... ‫أَغّر َع َليه ِللُّنُبَّو ِة َخاَتم‬

... ‫ أشهُد‬: ‫ ِإَذ ا َقاَل ِفي الَخ ْم س المؤذُن‬... ‫َو ضَّم اإللُه اْس َم الَّنِبِّي ِإَلى اْس ِمِه‬

‫ َفُذ و الَع رِش محموٌد وَهذا ُمَحَّم ُد‬... ‫َو َشَّق َلُه ِم ن اْس ِمِه لُيِج َّله‬

42
Kedudukannya (Nabi Saw.) sebagai penutup nabi Allah lebih terang dari
cahaya yang kita lihat. Dan juga Allah telah menggabungkan nama Nabi dengan
nama-Nya, bila seorang muazzin mengucapkan kalimah yang kelima dalam
azannya, yaitu 'asyhadu...'.

Dan Allah telah membelah buatnya sebagian dari nama-Nya untuk


menjadikannya orang yang diagungkan. Tuhan Yang mempunyai 'Arasy Mahmud
(Yang Maha Terpuji), dan dia bernama Muhammad (orang yang terpuji).

Ulama lainnya mengatakan bahwa Allah meninggikan sebutan namanya di


kalangan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian. Dan Allah
memuliakan namanya saat mengambil perjanjian dari para nabi, yaitu hendaknya
mereka beriman kepada Nabi Muhammad dan hendaklah mereka memerintahkan
kepada umatnya masing-masing untuk beriman kepadanya. Kemudian Allah
memasyhurkan sebutannya di kalangan umatnya, maka tidak sekali-kali nama Allah
disebut melainkan ia pun disebut bersama nama-Nya. Alangkah baiknya apa yang
telah dikatakan oleh As-Sarsari rahimahullah dalam bait syairnya:

... ‫ باسِم ه الَع ْذ ب ِفي اْلَفِم المْر ضي‬... ‫َ ا َيِص ُّح األذاُن ِفي الَفْر ِض ِإاَّل‬

Tidaklah sah azan dalam salat fardu melainkan dengan menyebut namanya
yang enak disebut oleh lisan yang diridai.

Disebutkan pula dalam bait syair lainnya:

]‫ َو ال َفْر ُضنا إْن َلْم ُنَك رْر ه ِفيِهَم ا‬... ‫[أَلم َتر أَّنا اَل َيصُّح أذاُنَنا‬

Tidakkah engkau perhatikan, bahwa tidaklah sah azan kita dan tidak sah
(pula) salat fardu kita bila kita tidak menyebut-nyebut namanya dalam keduanya.

Firman Allah Swt.:

43
}‫{َفِإَّن َم َع اْلُعْس ِر ُيْسًرا ِإَّن َم َع اْلُعْس ِر ُيْسًرا‬

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya


sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6)

Allah Swt. menceritakan bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada


kemudahan, kemudian berita ini diulangi-Nya lagi.

‫ َح َّد َثَنا ُحميد ْبُن َحَّم اِد‬، ‫ َح َّد َثَنا َم ْح ُم وُد ْبُن َغْياَل َن‬،‫ َح َّد َثَنا َأُبو ُز ْر َعة‬: ‫َقاَل اْبُن َأِبي َح اِتٍم‬
‫ َك اَن‬:‫ َس ِم ْع ُت َأَنَس ْبَن َم اِل ٍك َيُق وُل‬: ‫ َح َّد َثَنا َعاِئ ُذ ْبُن ُش ريح َق اَل‬، ‫ْبِن َخ َو ار َأُبو اْلَج ْهِم‬
‫ "لو جاء العسر فدخل هذا‬:‫ فقال‬،‫الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َج اِلًسا َو ِحَياَل ُه حجر‬
‫ {َفِإَّن َم َع اْلُعْس ِر‬:‫ َفَأْنَز َل ُهَّللا َع َّز َو َج َّل‬،"‫الحجر َلَج اَء اْلُيْسُر َح َّتى َيْد ُخ َل َع َلْيِه َفُيْخ ِر َج ُه‬
}‫ُيْسًرا ِإَّن َم َع اْلُعْس ِر ُيْسًرا‬

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah,
telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Gailan, telah menceritakan kepada
kami Hamid ibnu Hammad ibnu Abu Khuwar alias Abu Jahm, telah menceritakan
kepada kami Aiz ibnu Syuraih yang mengatakan bahwa Anas ibnu Malik pernah
menceritakan bahwa Nabi Saw. duduk dan di hadapannya terdapat sebuah batu,
maka beliau Saw. bersabda: Seandainya kesulitan datang, lalu masuk ke dalam batu
ini, niscaya kemudahan akan datang dan masuk ke dalamnya, lalu
mengusirnya. Dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Karena sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6)

Abu Bakar Al-Bazzar meriwayatkan hadis ini di dalam kitab musnadnya, dari
Muhammad ibnu Ma'mar, dari Humaid ibnu Hammad dengan sanad yang sama yang
lafaznya seperti berikut20:
20
Al-Ragib Al-Asfahani, Mufradat alfaz Al-Qur’an, h. 457.

44
‫ {َف ِإَّن َم َع‬: ‫"َلْو جاء العسر حتى يدخل هذا الحجر َلَج اَء اْلُيْسُر َح َّتى ُيْخ ِر َج ُه" ُثَّم َق اَل‬
}‫اْلُعْس ِر ُيْسًرا ِإَّن َم َع اْلُعْس ِر ُيْسًرا‬

Seandainya kesulitan datang, lalu masuk ke dalam batu ini, niscaya


kemudahan akan datang dan mengusirnya. KemudianNabi Saw. membacakan
firman-Nya: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6)

Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengetahui hadis ini diriwayatkan


dari Anas kecuali oleh Aiz ibnu Syuraih.

Abu Hatim Ar-Razi telah mengatakan sehubungan dengan hadis yang


diriwayatkan oleh Aiz, bahwa dia berpredikat lemah. Tetapi Syu'bah telah
meriwayatkannya dari Mu'awiyah Ibnu Qurrah, dari seorang lelaki, dari Abdullah
ibnu Mas'ud secara mauquf. Dan Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah
menceritakan kepada kami Abu Qatn, telah menceritakan kepada kami Al-Mubarak
ibnu Fudalah, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa mereka (para sahabat)
mengatakan bahwa satu kesulitan tidak dapat mengalahkan dua kemudahan.

: ‫ َع ِن اْلَح َس ِن َق اَل‬،‫ َع ْن َم ْع َم ر‬، ‫ َح َّد َثَنا اْبُن َثْو ٍر‬،‫ َح َّد َثَنا اْبُن َع ْبِد اَأْلْع َلى‬:‫َقاَل اْبُن َج ِر يٍر‬
‫ "َلْن‬:‫ َو ُه َو َيُق وُل‬، ‫َخ َر َج الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْو ًم ا َم ْسُروًرا َفِر ًحا َو ُهَو َيْض َح ُك‬

‫ ِإَّن َم َع اْلُعْس ِر‬،‫ َف ِإَّن َم َع اْلُعْس ِر ُيْس ًرا‬، ‫ َلْن َيْغ ِلَب ُعْس ٌر ُيْس َر ْيِن‬، ‫َيْغ ِلب ُع ْسر ُيْس َر ْيِن‬
."‫ُيْسًرا‬

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A'la,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Al-Hasan yang
mengatakan bahwa di suatu hari Nabi Saw. keluar dalam keadaan senang dan riang
seraya tersenyum, lalu bersabda: Satu kesulitan tidak akan dapat mengalahkan dua

45
kemudahan, satu kesulitan tidak akan dapat mengalahkan dua kemudahan. Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan.21

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Auf Al-A'rabi
dan Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan secara mursal.22

Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa telah diceritakan kepada kami
bahwa Rasulullah Saw. menyampaikan berita gembira kepada para sahabatnya
dengan ayat ini, lalu beliau Saw. bersabda23:

." ‫"َلْن َيْغ ِلَب ُع ْسٌر ُيْس َر ْيِن‬

Satu kesulitan tidak akan dapat mengalahkan dua kemudahan.

Yang beliau maksudkan adalah firman Allah Swt: Karena sesungguhnya


sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. (Alam Nasyrah: 5-6)

Dikatakan demikian karena al-'usr yang pertama sama dengan al-'usr yang
kedua. Lain halnya dengan yusr, ia berbilang (yakni dua) karena yang pertama lain
dengan yang kedua.

‫ َع ْن‬، ‫ َع ْن َع َّب اِد ْبِن َك ِث يٍر‬،‫ َح َّد َثَنا َخ اِر َج ُة‬،‫ َح َّد َثَنا َيِز يُد ْبُن َص اِلٍح‬: ‫َقاَل اْلَحَس ُن ْبُن ُس ْفَياَن‬
: ‫ َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َق اَل‬:‫ َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة‬،‫ َع ْن َأِبي َص اِلٍح‬، ‫َأِبي الِّز َناِد‬
"‫ َو َنَّز َل الَّصْبَر َع َلى َقْد ِر اْلُمِص يَبِة‬،‫"َنَّز َل اْلَم ُع وَنَة ِم َن الَّس َم اِء َع َلى َقْد ِر اْلَم ُؤوَنِة‬

Al-Hasan Ibnu Sufyan mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami


Yazid ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Kharijah, dari Abbad ibnu Kasir,
21
Al-Ragib Al-Asfahani, Mufradat alfaz Al-Qur’an, h. 460
22
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir hal.128
23
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir hal.129

46
dari Abuz Zanad, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Pertolongan diturunkan dari langit sesuai dengan kadar pembiayaan, dan
kesabaran diturunkan sesuai dengan kadar musibah.

Dan termasuk di antara nasihat yang bersumber dari Imam Syafii disebutkan
sebagai berikut24:

... ‫ َم ن َر اَقب َهَّللا ِفي اُأْلُم وِر َنَج ا‬... ‫َص برا َج ميال َم ا أقَر َب الَفرجا‬

... ‫ َو َم ن َر َج اه َيكون َح يُث َر َج ا‬... ‫َم ن َص َدق َهَّللا َلم َيَنْله أَذ ى‬

Bersabarlah dengan kesabaran yang baik, maka alangkah dekatnya jalan


kemudahan itu. Barang siapa yang merasa dirinya selalu berada dalam pengawasan
Allah dalam semua urusan, niscaya ia akan selamat.

Dan barang siapa yang membenarkan janji Allah, niscaya tidak akan
tertimpa oleh musibah. Dan barang siapa yang berharap kepada Allah, maka akan
terjadilah seperti apa yang diharapkan.

Ibnu Duraid mengatakan bahwa Abu Hatim As-Sijistani telah membacakan


bait-bait syair berikut kepadanya, yaitu:

... ‫ َو َض اَق ِلَم ا ِبِه الَّص ْد ُر الرحيُب‬... ‫ِإَذ ا اْش َتَم َلْت َع َلى اْلَيْأِس القلوُب‬

... ‫ َو َأْر َس ْت ِفي َأَم اِكِنَها الخطوُب‬... ‫َو َأْو َطَأِت اْلَم َك اِر ُه َو اْطَم َأَّنْت‬

‫ َو اَل َأْغ َنى بحيلته األريُب‬... ‫َو َلْم َتَر اِل ْنِكَش اِف الُّض ِّر َو ْج ًها‬

... ‫ َيُم ُّن ِبِه الَّلِط يُف المستجيُب‬... ‫َأَتاَك َع َلى ُقنوط ِم ْنَك َغوٌث‬

... ‫ َفَم ْو ُصوٌل ِبَها اْلَفَر ُج اْلَقِر يُب‬... ‫َو ُك ُّل اْلَح اِد َثاِت ِإَذ ا َتَناَهْت‬
24
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, hal.392

47
Bilamana hati dipenuhi oleh rasa putus asa, dan dada yang luas menjadi
terasa scmpit, dan hal-hal yang tidak disukai datang menimpa diri, serta banyak
musibah yang dialaminya, sehingga ia tidak melihat adanya celah untuk melepaskan
diri dari bahaya yang sedang menimpa diri, dan tiada gunanya lagi semua upaya
untuk menanggulanginya. Maka akan datanglah kepadamu pertolongan bila hatimu
berserah diri kepada-Nya, yaitupertolongan dari Tuhan Yang Mahalembut lagi
Maha Memperkenankan doa. Semua musibah apabila telah mencapai puncaknya
pasti berhubungan langsung denganjalan keluarnyayang tidak lama.25

Penyair lainnya mengatakan dalam bait-bait syairnya26:

... ‫ َذ ْر ًعا َو ِع ْنَد ِهَّللا ِم ْنَها اْلَم ْخ َر ُج‬... ‫َو َلُرب َناِز َلٍة َيِض يُق ِبَها اْلَفَتى‬

... ‫ ُفِر َج ْت َو َك اَن َيُظُّنَها اَل ُتْفَر ُج‬... ‫َك ُم َلْت َفَلَّم ا اْسَتْح َك َم ْت َح ْلَقاُتَها‬

Betapa banyak musibah yang menimpa diri seseorang hingga membuatnya


terasa sempit, sedangkan di sisi Allah adajalan keluar darinya.

Bilamana musibah mencapai puncaknya, maka pastilah adajalan keluarnya,


padahalyang bersangkutan mengira tiada jalan keluar darinya.

Firman Allah Swt.:

} ‫{َفِإَذ ا َفَر ْغ َت َفاْنَص ْب َو ِإَلى َر ِّبَك َفاْر َغْب‬

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya
kamu berharap. (Alam Nasyrah: 7-8)

Yakni apabila kamu telah merampungkan urusan-urusan duniamu dan


kesibukannya dan telah kamu selesaikan semua yang berkaitan dengannya, maka
25
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, hal.394
26
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, hal.394

48
bulatkanlah tekadmu untuk ibadah dan bangkitlah kamu kepadanya dalam keadaan
bersemangat. Curahkanlah hatimu dan ikhlaskanlah niatmu dalam beribadah kepada-
Nya dan berharap kepada-Nya.

Termasuk pula ke dalam pengertian ini sebuah hadis yang telah disepakati
kesahihannya, yaitu yang mengatakan:

" ‫ َو اَل َو ُهَو ُيَداِفُعُه اَأْلْخ َبَثاِن‬، ‫"اَل َص اَل َة ِبَح ْض َرِة َطَع اٍم‬

Tiada salat di hadapan makanan, dan tiada salat pula sedangkan yang
bersangkutan menahan keinginan membuang kedua air (buang air kecil dan buang
air besar).

Dan sabda Nabi Saw. yang mengatakan:

"‫ َفاْبَدُء وا بالَع َش اء‬، ‫"ِإَذ ا ُأِقيَم ِت الَّص اَل ُة َو َحَض َر اْلَع َش اُء‬

Apabila salat diiqamahkan, sedangkan makan malam telah disediakan, maka


mulailah dengan menyantap makan malam dahulu.

Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa apabila
kamu telah merampungkan urusan duniamu, lalu kamu berdiri untuk salat, maka
kerjakanlah salatmu dengan sungguh-sungguh dengan menghadap kepada Tuhanmu.
Dalam riwayat lain yang bersumber dari Qatadah disebutkan pula bahwa apabila
berdiri untuk salat, maka berdoalah dengan sungguh-sungguh untuk keperluanmu27.

Diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, bahwa apabila engkau telah mengerjakan
salat-salat fardumu, maka kerjakanlah qiyamul lail dengan sungguh-sungguh. Dan
telah diriwayatkan dari Ibnu Iyad hal yang semisal dengan pendapat Ibnu Mas'ud.

Menurut riwayat lain yang bersumber dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan
makna firman-Nya: kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan
27
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, hal.395

49
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Alam Nasyrah: 7-8) Yakni
sesudah engkau selesaikan salatmu, sedangkan engkau masih dalam keadaan duduk.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (Al-Insyirah: 7) yaitu
dalam berdoa28.

Zaid ibnu Aslam dan Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan


makna firman-Nya: Maka apabila kamu telah selesai. (Al-Insyirah: 7) Maksudnya,
dari melakukan jihad. kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
(Alam Nasyrah: 7) Yakni kerjakanlah ibadah dengan sungguh-sungguh.

} ‫{َو ِإَلى َر ِّبَك َفاْر َغْب‬

Artinya: dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Alam


Nasyrah: 8)

As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah jadikanlah niatmu


dan harapanmu hanya tertuju kepada Allah Swt semata.29

Diihat dari sekian banyaknya pendapat para Mufassir dalam menafsirkan kata
‘usr dan yusr maka dapat dipahami bahwa setiap kesulitan pastin ada kemudahan
yang menyertai. Oleh karenanya, dua kata ini selalu berdampingan karena dibalik
kesulitan yang Allah berikan pasti ada pertolonga Allah dibalik semua itu. Hal ini
tercipta seagai bentuk cintanya Allah Swt kepada hambanya. Allah tidak mau
hambanya bergantung kepada selain Dia, pertolongan Allah akan selalu datang
asalkan seseorang itu yakin terhadap sesuatu yang telah ditentukan Allah Swt.

28
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, hal.398
29
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhimj ilid 7, hal.406

50
BAB III

BIOGRAFI BUYA HAMKA DAN QURAISH SHIHAB

A. Biografi Buya Hamka

Orang di belakang nama pena Hamka, Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah,
lahir di Sumatera Barat di pemukiman Tanah Sirah, yang terletak di dekat Danau
Nagari Sungai Batang. Beliau lahir pada tanggal 16 Februari 1908 M, yaitu pada hari
ahad petang malam Senin 14 Muharram 1362 H.30

Siti Safiyah binti Glanggar alias Bagindo nan Batuah adalah ibu dari Buya Hamka.
Ibu Hamka memiliki reputasi sebagai instruktur menari, menyanyi dan seni bela diri
ketika dia masih muda. Abdul Malik, Abdul Kudus, Asman dan Abdul Muthi adalah
empat anak yang dikaruniai Shafiyah selama pernikahannaya. Ayahnya memberi
nama Abdul Malik terhadap anak pertamanya untuk menghormati putra Syekh
Ahmad Khatib di Mekkah, yang juga bernama Abdul Malik. Abdul Malik bin Syaikh
Ahmad Khatib mewakili kerajaan Hasyimiyah di Mesir pada masa pemerintahan
Syarif Husain.31

Ayah Hamka, Syekh Abdul Karim bin Amrullah, juga dikenal sebagai Haji Rosul
adalah seorang ulama terkenal saat itu. Ia merupakan warga negara Indonesia yang
dianugerahi gelar doctor honoris cause oleh Univesitas al-Azhār Mesir.
Sekembalinya dari Mekkah pada tahun 1906, Karim Amrullah menjadi seorang
pembaharu di Minangkabau dan Indonesia dengan memulai gerakan Islah (tajdid) di
Minangkabau.32 Syekh Abdul Karim Amrullah adalah pelopor gerakan Islam dengan
pola pikir modernis. Oleh karena itu, Hamka yang mungil sangat sedikit menerima

30
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, jilid I (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 7.
31
Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Hamka (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), 1.
32
Yuyun Affandi, Konsep Demokrasi Menurut Pandangan Hamka dalam Tafsīr al-Azhār,
Laporan Penelitian Individu, (Semarang: 2010). 46-47.

51
kasih sayang ayahnya. Ayahnya harus sering bepergian karena komitmennya untuk
melayani masyarakat sebagai ulama modernis, yang membuatnya tidak terlalu sering
bertemu dengan Hamka. Asuhan Hamka kecil dialihkan kepada andung dan engku
(nenek dan kakek) ketika ia berumur empat tahun (1912).33

Ketika Hamka berumur sepuluh tahun, ayahnya mendirikan Sumaterta Thawalib,


sebuah pesantren di Padang Panjang. Hamka mengamati usaha ayahnya untuk
menyebarkan ilmu dan keyakinan bersamaan dengan dimulainya perluasan pesantren.
Dia menyaksikan bagaimana ayahnya menyambut Syekh Thaher Jalaludin al-Azhary,
sahabat sekaligus gurunya, ketika dia tiba dari Malaya pada tahun 1922.34

Hamka adalah seorang politisi, penulis, akademisi dan penyair. Dia mengubah
beberapa sajak dan puisi, menghasilkan karya sastra dan menulis buku dengan
kecenderungan religius yang kuat. Dia mengawali kegiatan menulis saat ia baru
berusia 17 tahun, yang merupakan usia yang agak dini. Tulisan-tulisan Hamka sering
kali mudah dibaca karena bahasanya yang indah, memikat setiap pembaca dan pokok
bahasannya mudah dipahami. Hamka juga memegang tempat yang signifikan dalam
lanskap konseptual Islam. Dia mulai menjelajahi belantara pemikiran keislaman pada
periode masa penjajahan 1900-1945 dan dilanjutkan pada masa kemerdekaan, masa
kebebasannya yang kedua yaitu pada tahun (1966-1985).35

Sejak keluarganya mengenalnya sejak dia masih kecil, Hamka telah menjadi
sosok yang suka beribadah. Hamka adalah seorang Muslim yang senang membaca
dan mempelajari ayat-ayat suci al-Qur’an. Setelah salat, praktik ini dilakukan untuk
meningkatkan ketenangan. Pandangan spiritual Hamka tidak hanya terwakili dalam
kehidupan bermasyarakat tetapi juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hamka mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia sebagai warga

33
Nasir Tamara, Hamka di Mata Hati Umat (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), 51.
34
Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka, 2.
35
Rohimim, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, cet I( Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2007), 102.

52
negara yang bertanggung jawab. Ketakutan terkadang bisa mengalahkan semangat
berdoa di tengah konflik. Namun Hamka tidak menyerah begitu saja, ia berusaha
untuk berani dan memaafkan untuk menenangkan hatinya yang gundah. Salah satu
kalimat yang terdapat dalam al-Qur’an adalah kalimat istigfar. Saat hati dipenuhi
kekhawatiran karena takut akan sesuatu, istigfar ini bisa membantu.36

Ada 25 nilai-nilai agama dalam biografi Hamka, antara lain menjaga harga diri,
rajin mencari rezeki, bersilaturahmi, menjaga komunikasi, berbicara santun dan
sopan, jujur, tidak curang, menepati janji dan yakin. Prinsip lainnya termasuk
bertindak adil, sabar, suka menolong, bekerja keras, melakukan apa saja asalkan
halal,dan mencintai serta menghormati orang tua. Selain itu, tidak menipu, pemaaf,
dermawan, empati , mengatakan sesuai fakta, berterimakasih atas kebaikan orang
lain, tidak sombong, selalu bersyukur haus akan pengetahuan, minat yang berlebihan,
memiliki rasa malu dan iman, berbicara kebenaran atau tetap diam, bertindak tanpa
berpikir dua kali, bersih dari korupsi, konsisten, tabah, pantang menyerah,
bertanggung jawab dan cinta damai. Dalam diri Hamka semua cita-cita agama itu
hadir. Semua nilai religius tersebut terdapat dalam diri Hamka. 37 Hamka meninggal
dunia pada pukul 10:41:08 pada hari Jumat, 24 Juli 1981 (M), yang kebetulan
bertepatan dengan 22 Ramadhan tahun 1401 H. Usianya 73 tahun. Beliau
dimakamkan di TPU tanah kusir dan meninggalkan 10 anak, 7 laki-laki dan 3
perempuan.38

1. Riwayat Hidup Hamka dan Tafsir Al-Azhar


Hamka terkenal dengan kiprahnya sebagi ulama, penulis, budayawan,
dai, sejarawan dan politikus Indonesia pada abad ke-20. Dia adalah seorang
ahli dalam sejumlah ilmu keislaman dan lainnya. Selain itu Hamka terkenal
36
Rostiyati, dkk. "Analisis nilai moral pada buku buya hamka sebuah novel biografi karya
haidar musyafa." Jurnal Bindo Sastra vol. 3. no. 1 (2019): 39-47.
37
Gustiani dan Firna Novian. "Penggunaan Strategi Inkuiri dalam Pembelajaran Menganalisis
Nilai-Nilai Religius Biografi Buya Hamka." Alinea: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajaran Vol. 8.
No. 2 (2019): 107-113.
38
Irfan Hamka, Ayah, Kisah Buya Hamka (Jakarta: Replubika, 2019), 289.

53
dengan ulama yang sangat produktif, terlihat dari banyaknya karya yang
dihasilkannaya. Dari sekian tulisan tersebut, Tafsīr al-Azhār muncul
sebagai karya raksasa yang bertahan hingga saat ini, khususnya di dunia
akademisi
2. Riwayat Pendidikan dan Karir Intelektual Hamka
Ketika keluarganya pindah dari Maninjau ke Padang Panjang pada
tahun 1914, Hamka yang saat itu dikenal dengan nama Abdul Malik
memulai pendidikannya dengan mengaji di rumah orang tuanya. Dan
setahun kemudian, ketika Abdul Malik yang juga dikenal sebagai Hamka
kecil berusia tujuh tahun, ayahnya mendaftarkannya di Sekolah Desa.
Hamka terus mendapatkan pendidikan agama dari keluarganya saat dia
berusia antara delapan dan lima belas tahun. Terutama kepada ayahnya,
Hamka ditekankan agar berpikir dan bertindak seperti ayahnya. Periode
pengajaran agama yang ilmiah dan beragam ini pada akhirnya memiliki
peran besar dalam memotivasi Hamka untuk terlibat dalam praktik ibadah
dan mengembangkan ide-idenya.39
Pada tahun 1916, Hamka kemudian didaftarkan oleh ayahnya ke
sekolah Diniyyah, yang didirikan Zainuddin Labai el-Yunusi di Pasar
Usang Padang Panjang. Pada tahun 1918, ketika Syekh Abdul Karim
Amrullah kembali dari kunjungan pertamanya ke Jawa, Abdul Malik kecil
disunat di kampung halamannya di Maninjau. Pada saat yang sama, Surau
Jembatan Besi, tempat Syekh Abdul Karim Amrullah mengajar pelajaran
agama dengan sistem sebelumnya, diubah menjadi madrasah, yang
kemudian dikenal dengan Tawalib School.
Hamka berangkat ke Jawa pada tahun 1924. Yogyakarta, ibu kota
gerakan reformasi Muhammadiyah, adalah persinggahan pertamanya.
Hamka berkesempatan mengikuti kursus yang ditawarkan oleh Syarikat
Islam dan Muhammadiyah. Hamka menemui Ki Bagus Hadikusumo di
39
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, 40.

54
kota ini untuk mempelajari tafsir al-Qur’an. Dia bertemu HOS
Cokroaminoto dan mendengarkan ceramahnya tentang sosialisme dan
Islam. Sekaligus berdiskusi dengan Syamsul Rizal dan Haji Fakhruddin
perwakilan dari Jong Islameten Bond.40
Pada usia 17 tahun, Hamka kembali ke Minangkabau. Hamka telah
tumbuh menjadi pemimpin di tengah-tengah lingkungannya. Dia memulai
berpidato di tengah masyarakat Minangkabau, dia pun membuka kursus
pidato bagi teman-temannya di Surau Jembatan Besi. Kemampuan dalam
menyusun kata-kata, baik dalam berpidato maupun dalam menulis telah
menempatkan Hamka pada porsi istimewa di kalangan teman-temannya.
Dia catat dan susun kembali pidato-pidato teman-temannya, kemudian
diterbitkan dalam sebuah majalah yang dipimpin serta diberi nama
Khātibul Ummah.41
Pada usia 22 tahun, Hamka menikah dengan Siti Raham binti Endah
Sutan pada 29 April 1929. Ia menjadi pengurus Muhammadiyah Cabang
Padang Panjang beberapa waktu setelah menikah dengan Siti Raham.
Hamka diangkat menjadi tenaga pemasaran dengan membawakan
pemaparan makalah tentang "Agama Islam dan Adat Minangkabau" pada
Muktamar Muhammadiyah ke-19 yang diadakan di Bukit Tinggi pada
tahun 1930. Kemudian makalah berjudul “Muhammadiyah di Sumatera”
dipresentasikan Hamka pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-20 di
Yogyakarta tahun 1931. Setahun kemudian Pimpinan Pusat
Muhammadiyah mengirimnya ke Makassar untuk menjadi sebagai
mubaligh. Pada tahun 1933, mengikuti Mukhtamar Muhammadiyah di
Semarang dan pada tahun 1934 ia diangkat sebagai anggota tetap Majelis
Konsul Muhammadiyah Sumatera Tengah.42
40
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Limit UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), 158.
41
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, 45-46.
42
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, 48

55
Pada tahun 1936, Hamka pindah ke Medan. Jurnal Panji Masyarakat
diterbitkan di kota ini oleh M. Yunan Nasution dan Hamka. Pada tahun
1942, Pasukan Jepang tiba di Medan, tetapi kehadiran mereka berdampak
minimal pada penerbitan majalah Panji Masyarakat. Bendera Merah Putih
tidak boleh lagi dikibarkan. Segala bentuk persyarikattan dan perkumpulan
dilarang. Setiap orang harus ikut andil untuk mendukung tujuan
memenangkan Perang Asia Timur Raya.43
Pemerintah Jepang memberi Hamka peran istimewa. Ia terpilih
sebagai anggota Sya Sangi Kai, Dewan Perwakilan Rakyat, pada tahun
1944 sebagai tokoh dan penguasa daerah di Muhammadiyah. Dalam
jabatan tersebut, pihak Jepang meminta bantuan Hamka dalam
menyelesaikan persoalan yang berkembang di kalangan umat Islam.
Pada tahun 1945, Hamka meninggalkan kota Medan dan pindah ke
Padang Panjang. Pada tahun 1946, ia diamanati sebagai Ketua Muktamar
Muhammadiyah di Padang Panjang. Kemudian, pada tahun 1955,
Indonesia mengadakan pemilihan umum, dan Hamka berpartisipasi dalam
politik praktis sebagai anggota Dewan Konstituante dari Partai Masyumi.
Pada tahun 1952 Pemerintah Amerika memanggil Hamka untuk tinggal
selama empat bulan di sana. Selain mengunjungi Amerika Serikat, Hamka
juga melakukan perjalanan ke sejumlah negara lain. Dia berpartisipasi
dalam misi budaya ke Thailand pada tahun 1953, mewakili Kementerian
Agama pada peringatan 2500 tahun wafatnya Buddha di Burma pada tahun
1954, pergi ke Lahore untuk menghadiri Konferensi Islam pada tahun
1958, dan menerima undangan dari Universitas al-Azhār di Kairo untuk
menyampaikan ceramah tentang "Pengaruh Muhammad Abduh di
Indonesia" pada tahun 1960. Hamka menerima gelar Doctor Honorius
Causa karena ceramah tersebut.44

43
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, 49
44
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, 160.

56
Kemudian Hamka naik jabatan menjadi Imam Besar Masjid alAzhar
Kebayoran Baru dan aktif menyampaikan kuliah subuh termasuk tafsir al-
Qur’an. Dia dikirim ke penjara pada 27 Agustus 1964 karena melakukan
tindakan subversif. Karena artikel tentang M. Hatta mengkritik Soekarno
diterbitkan, majalah Panji Masyarakat ditutup. Namun Hamka melihat ini
sebagai anugerah karena memungkinkan dia untuk terus menulis Tafsir al-
Azhar di sel penjaranya dan secara bersamaan tafsirnya diterbitkan oleh
Malaisya.45
Hamka menjadi seorang delegasi pada Konferensi Negara-Negara
Islam di Rabat tahun 1968, Masjid Mukhtamat di Mekkah tahun 1976,
seminar tentang Isa dan peradaban di Kuala Lumpur, peringatan seratus
tahun Muhammad Iqbal di Lahore, dan Konferensi Ulama di Kairo tahun
1977.
Hamka juga memimpin MUI (Majelis Ulama Indonesia) dari tahun
1975 hingga pengunduran dirinya. Perayaan "Natal bersama" antara
pemeluk Islam dan Kristen menyebabkan pengunduran diri ini. Ketua
Majelis Ulama Indonesia, Hamka, pernah mengeluarkan fatwa yang
mengharamkan umat Islam untuk merayakan Natal.
Hamka juga memimpin majalah-majalah Islam antara lain Majalah
Pedoman Masyarakat tahun 1936-1942, Majalah Panji Masyarakat tahun
1956, dan juga memimpin Majalah Agama Mimbar (Departemen Agama),
1950-1953.
Hamka bukan hanya seorang penyair, jurnalis, cendekiawan dan
budayawan, tetapi juga seorang pemikir pendidikan yang pemikirannya
masih relevan dan bermanfaat hingga saat ini, itu semua dapat dilihat dari
karya-karya yang ditinggalkannya.46

45
Rosnani Hashim (ed), “Hamka Intellectual and Social Transformation of the Malay World”,
227.
46
Rusydi Hamka, Hamka di Mata Hati Umat (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), 55.

57
3. Karya-Karya Hamka
Sebagai ulama dan sastrawan, terhitung sekitar 118 karya terbitan
Hamka (artikel dan buku). Topik yang dibahas mencakup berbagai bidang,
beberapa di antaranya mengkaji tentang Agama Islam, filsafat sosial,
tasawuf, romansa, sejarah, tafsir al-Qur’an dan otobiografi.47
Di antara karya- karya Hamka secara umum diklasifikasikan sebagai
berikut:48
a) Khatibul Ummah Jilid I, II dan III.
b) Si Sabariah, Cerita Rohman, huruf Arab, Bahasa Minangkabau
(1928).
c) Adat Minangkabau dan Agama Islam (1929).
d) Ringkasan Tarikh Umat Islam.
e) Kepentingan Melakukan Tabligh.
f) Hikmah Isra’ dan Mi’raj.
g) Arkanul Islam (1932) di Makassar.
h) Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
i) Majalah “Tentara” (4 Nomor), 1932 di Makassar.
j) Majalah “al-Mahdi (9 Nomor), 1932 di Makassar.
k) Hati Mengandung Malu (Sulaiman al-Manfaluthi), 1934.
l) Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936). Pedomaan Pustaka,
Balai Masyarakat.
m) Tenggelamnya kapal Vander Wejk (1937) Pedoman Pustaka,
Balai Masyarakat.
n) Di Dalam Lembah Kehidupan (1939). Pedoman Pustaka, Balai
Masyarakat.
o) Dijemput Mamak Tua, 1939. 16) Keadilan Ilahi, 1939.

47
Irfan Hamka, Ayah ,Kisah Buya Hamka), 290.
48
Yuyun Affandi, Konsep Demokrasi Menurut Pandangan Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, 3.

58
p) Tuan Direktur.
q) Pembela Islam (Tarikh Sayyidina Abu Bakar Shidiq), 1929.
r) Cemburu (Ghirah), 1939.
s) Tasawuf Modern, 1939.
t) Falsafah Hidup, 1939.
u) Lembaga Hidup, 1940.
v) Lembaga Budi, 1940.
w) Margareta Gaunthier (Terjemahan), 1940.
x) Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku
Syarkawi.
y) Terusir (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
z) Majalah “Semangat Islam” (Jaman jepang 1943).
aa) Majalah “Menara” (Terbit di Padang Panjang) sesudah
revolusi, 1946.
bb) Negara Islam (1946).
cc) Islam dan Demokrasi, 1946.
dd) Revolusi Pikiran, 1946.
ee) Revolusi Agama, 1946.
ff) Merdeka, 1946.
gg) Di Dalam Lembah Cita-cita, 1946.
hh) Dibandingkan Ombak Masyarakat, 1946. Adat Minang kabau
Menghadapi Revolusi, 1947.
ii) Sesudah Naskah Renvil, 1947.
jj) Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret, 1947.
kk) Menunngu Beduk Berbunyi, 1949.
ll) Ayahku, 1950.

Karya-karya Hamka yang beragam mencerminkan pandangan dan


wawasan yang luas tentang berbagai problem termasuk Islam, pendidikan,

59
nasionalisme dan politik. Beliau adalah tokoh yang luar biasa baik dalam
perjuangan maupun pemikiran keumatan dan kebangsaan. Karakter Hamka
dapat dilihat sebagai seorang patriot yang membela negara dan bangsa dengan
menjadikan agama sebagai prioritas utama. Sifat nasionalisme religius Hamka
terlihat dalam buku-buku sastra yang membantunya menjadi terkenal.49

Di Bawah Lindungan Ka’bah, salah satu karyanya yang menunjukkan


aura religius yang kuat. Karyanya Tidak hanya Islami tetapi juga indah dan
menawan. Karya lainnya seperti Merantau ke Deli (1938), Kondisi Ilahi
(1941), kumpulan cerpen Di Bawah Lindungan Kehidupan (1941) dan Mirror
of Life (1962) semuanya menunjukkan pengaruh Islam. Tema utama dari
semua tulisannya adalah keyakinan agama dan etika. Dasar keagamaan
tersebut dikarenakan Hamka adalah seorang ulama terkemuka, tasawuf, tokoh
gerakan Muhamadiyah dan pernah menjabat sebagai ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) periode awal.

4. Gambaran Tafsir al-Azhar


a. Motivasi Penulisan Tafsir al-Azhar

Tafsir ini awalnya merupakan rangkaian kajian yang


disampaikan pada ceramah subuh oleh Hamka di masjid al-Azhar yang
terletak di Kebayoran Baru sejak tahun 1959. Nama al-Azhar untuk
masjid ini diberikan oleh Syekh Mahmud Shaltut, Rektor Universitas
al-Azhār. Pada masa jabatannya ia berkunjung ke Indonesia pada
bulan Desember 1960 dengan harapan akan menjadi kampus al-Azhar
di Jakarta. Penamaan tafsir Hamka dengan Tafsir Al-Azhar erat
kaitannya dengan tempat lahirnya tafsir ini, yaitu Masjid Agung al-
Azhar. Hamka mengakui dalam pengantar tafsirnya bahwa sejumlah

49
Burhanuddin dan Nunu. "Konstruksi nasionalisme religius: relasi cinta dan harga diri dalam
karya sastra Hamka." Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, vol. 10, no. 2 (Desember
2015): 353-384.

60
faktor yang menyebabkan Hamka berkontribusi menghasilkan karya
tafsirnya yaitu menanamkan jiwa dan keyakinan islam ke dalam benak
anak-anak muda Indonesia yang memiliki keinginan kuat untuk
memahami al-Qur’an namun terkendala oleh ketidakmampuan
berbahasa Arab. Kecenderungannya untuk menghasilkan interpretasi
ini juga berfungsi [untuk memudahkan pemahaman para mubalig dan
dai serta meningkatkan kesan dalam penyampaian khutbah dan
ceramah yang diambil dari referensi bahasa Arab.50

Hamka memulai penulisan Tafsir al-Azhar dari surah al-Mukminun


karena Hamka menganggap bahwa dia mungkin tidak memiliki cukup
waktu untuk menyempurnakan tafsir ini sepenuhnya selama hidupnya.
Mulai tahun 1962, majalah Panji Masyarakat memuat kajian tafsir ini
yang dipresentasikan di masjid al-Azhar. Kuliah tafsir ini terus
berlanjut hingga masjid itu dituduh menyembunyikan paham “Neo-
Masyumi” dan “Hamkaisme” selama periode kerusuhan politik. Pada
tanggal 27 januari 1964, 12 Rabi’ al-Awwal 1383 H., dikarenakan
dianggap menentang pemerintah, Hamka ditahan oleh pemerintah
Orde Lama. Namun ia terus menulis selama di penjara, sehingga
kemampuannya menyelesaikan Tafsir al-Azhar tidak terpengaruh.
Nyatanya kesenggangan yang dia nikmati saat di penjara
membantunya mengembangkan pandangan tafsirnya yang lebih
mendalam dan menyeluruh.

Seiring berjalannya waktu, rezim Orde Baru yang dipimpin oleh


Soeharto akhirnya menguasai pemerintah Indonesia. Hamka bisa
bernafas lega berkat situasi politik ini. Tuduhan yang membuatnya
dipenjara sudah tidak relevan dengan bergantinya kekuasaan. Hamka
pun dikeluarkan dari penjara pada 21 Januari 1966. Tafsir al-Azhar
50
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 1 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 4.

61
sudah selesai ditulis pada saat itu, sehingga ia kemudian tidak
menghasilkan bahan baru dan hanya memperbaiki dan mengubah apa
yang dianggap kurang. Setelah penulisan, perbaikan dan
penyempurnaan masa penerbitan tafsir menjadi target berikutnya agar
setiap orang berbagai wilayah nusantara dapat membacanya.
Sebagai hasilnya, tafsir inipun diterbitkan untuk pertama kali oleh
Penerbit Pembimbing Masa. Penerbit ini hanya menyelesaikan
beberapa juz saja yaitu dari juz 1 hingga juz 4. Pada fase kedua yaitu
juz 30 dan 15 sampai 29 dirilis oleh Pustaka Islam Surabaya.
Sementara yang terakhir juz 5 sampai juz 14 diterbitkan oleh Yayasan
Nurul Islam Jakarta. Di bawah Penerbit Panjimas penerbitan tafsir ini
selanjutnya semakin meningkat dan mengalami revisi sesuai dengan
perkembangan bahasa dan ejaan.51
b. Karakteristik Tafsir al-Azhar

1). Sumber dan Metode Penafsiran

Ada dua sumber yang digunakan dalam sumber tafsir: bi al-


ma'tsūr dan bi al-ra'yi. Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar
menggunakan sumber bi al-ra'yi dalam penafsirannya karena
beliau mengemukakan pendapatpendapat beliau tentang tafsir
ayat tersebut. Jika dilihat dari urutan suratnya menggunakan
tartīb mushāfi, kemudian metodenya menggunakan metode
tahlīli.
Hamka tidak memiliki kesetiaan tetap pada satu karya tafsir
atau aliran pemikiran mana pun ketika memutuskan sumber
referensi untuk Tafsir al-Azhar. Hamka mengutip sejumlah
karya yang menurutnya penting untuk dikutip, antara lain kitab

51
Abdul Rouf, Tafsir Al-Azhar: Dimensi Tasawuf Hamka (Selangor Darul Ehsan: Piagam
Intan SDN. BHD, 2013), 64.

62
hadis dan kitab tafsir. Namun, dia mengakui bahwa sejumlah
kitab tafsir seperti Tafsīr al-Manār telah memengaruhi
pemahamannya secara signifikan. Bukan saja dari segi
pemikiran, tetapi pola serta coraknya juga diambil oleh beliau.52

2). Corak Penafsiran

Corak penafsiran tergolong tafsir adab al-ijtimā’i. Pengertian


corak adabi al-ijtimā’i adalah tafsir yang menjelaskan petunjuk-
petunjuk ayat alQur’an yang berkaitan langsung dengan
kehidupan masyarakat serta usaha-usaha untuk menanggulangi
penyakit-penyakitnya atau masalahmasalah mereka berdasarkan
petunjuk-petunjuk ayat, dengan mengemukakan petunjuk
tersebut di dalam bahasa yang mudah dimengerti. 53 Contohnya
ketika Hamka menafsirkan Q.s al-Furqān [25]:67 tentang
mengeluarkan infak, pada ayat ini Hamka memaknai karakter
sehari-hari seorang “Ibād al-Rahmān”, yakni jika
membelanjakan hartanya tidak ceroboh dan melampaui ukuran
yang mesti, namun tidak juga sebaliknya, yaitu kikir atau pelit.
Melainkan dia bersikap pertengahan di antara keduanya.

3). Sistematika Penulisan dan Penafsiran

Tafsir al-Azhar memiliki keunikan tersendiri dalam urutan atau


langkah-langkah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. Secara

52
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, 169.
53
Bukhari Abdul Somad, Khazanah Tafsir dan Hadis Nabawi, (Banda Aceh : Yayasan Pena,
2011), 81.

63
keseluruhan, tafsir ini mencakup 30 Juz, sesuai dengan juz al-
Qur’an sendiri. Setiap juz dimulai dengan kata pengantar juz’u.
Dijelaskan dalam kata pengantar, antara lain bagaimana
pembahasan bab sebelum ini bersambung dengan bab yang
akan dibahas. Ikhtisar isi tafsir yang akan dicakup dalam juz
yang dimaksud juga dikemukakan di dalam kata pengantar.54
Dengan kata lain, dalam muqaddimah dapat dikatakan sudah
terdapat ringkasan atau abstrak penafsiran yang akan dibahas.
Hal ini menurut hemat penulis memang sangat dibutuhkan bagi
pembaca sehinnga gambaran ulasan yang ditemukan akan lebih
mudah dipahami. Tidak banyak penafsiran yang membuat
muqaddimah seperti yang dilakukan oleh Hamka dalam Tafsir
al-Azhar-nya.
Contoh uraian di atas muqaddimah pada juzu’ 2. Ia mengatakan
bahwa juz keduanya dalam al-Qur’an masih dalam konteks
surah alBaqarah. Sebagai kelanjutan pangkal surat juzu’ kedua
ini tentang pembentukan umat Islam masih menjadi terdepan.
Bagi umat Islam diperintahkan oleh Allah untuk menjadi
khalifah Allah di muka bumi. Untuk menyelesaikan tugas yang
sulit ini, pertama-tama dipermantapkanlah akidah atau iman. 55
Di juzu’ pertama dijelaskan tentang apa tindakan Tuhan di masa
lalu terhadap bani Israil dan ketidakpercayaan mereka pada
utusan Allah yang dikirim kepada mereka yaitu Nabi Musa dan
Nabi Harun. Maka dengan mengambil hikmah atas kisah
seputar bani Israil, umat Islam yang sedang membentuk
masyarakatnya memahami bahwa mereka tidak boleh meniru
sikap buruk bani Israil. Seperti di ayat 108, peringatan itu bisa

54
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, 171.
55
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 2 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 11-14.

64
ditekankan. “Apakah kamu akan bertanya kepada Rasul kamu,
sebagaimana ditanya musa tempoh dulu?”. Dia dengan ringkas
merinci isi juzu’ 1 dalam pengantar juz’u 2, kemudian
mengintegrasikan penjelasan itu dengan penjelasan dari juzu’ 2
sehingga berkesinambungan antara juz 1 dan juz 2. Itu termasuk
kekhasan tulisannya dari tafsir beliau yang mensyaratkan
adanya pengantar (muqaddimah) di awal setiap pergantian juz.
Pada langkah berikutnya, Hamka menyusun sejumlah ayat-ayat
paralel menjadi satu kelompok yang dianggap sebagai satu
topik. Jumlah ayat yang digunakan untuk mendukung satu tema
bergantung pada seberapa dekat ayat-ayat ini saling terkait dan
masih membahas masalah yang sama atau mirip. Seluruh ayat
ditulis dan diterjemahkan. Penjelasan dari serangkaian ayat
kemudian mengikuti, dimulai dengan judul yang sesuai dengan
beberapa bagian yang telah dikumpulkan untuk ditafsirkan.
Pemberian judul seperti ini konon merupakan salah satu teknik
penafsir untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada
pembaca mengenai pembahasan yang akan dibahas. Misalnya,
dalam surat al-Fatihah terdapat tema di antaranya: al-Fatihah
sebagai rukun salat, antara jahr dan sir, dari pokok bahasan
amin dan al-Fatihah sebagai bahasa Arab.
Setiap interpretasi menerima petunjuk tentang bagaimana
menafsirkan bagian tertentu. Dia mengulangi kembali
penggalan terjemahan. Misalnya dengan mengatakan: “segala
makanan dahulunya adalah halal bagi bani Israil”, (pangkal
ayat 93). Dia kemudian menguraikan interpretasinya terhadap
terjemahan penggalan ayat tersebut panjang lebar.56

56
Bukhari Abdul Somad, Khazanah Tafsir dan Hadis Nabawi, 93.

65
Ketika suatu surat telah dijelaskan dengan baik, interpretasi
juga dianggap selesai. Hal ini ditandai dengan diberikan
pendahuluan terhadap surat yang akan ditafsirkan berikutnya.
Dalam pendahuluan suatu surat biasanya berisi tentang lokasi
ayat-ayat diturunkan serta disebutkan jumlah ayatnya. Di
samping itu juga menjelaskan arti dan alasan di balik nama dari
surat itu. Isi surat yang akan ditafsirkan juga diuraikan dalam
pendahuluan ini. Contohnya seperti yang ada pada pengantar
surat al-Baqarah. Beliau menuliskan pendahuluan yang berisi
tentang makna dari nama surat tersebut yang berarti lembu
betina, karena ada kisah bani israil yang disuruh oleh Nabi Isa
untuk mencari seekor lembu betina yang akan disembelih, yang
terdapat pada ayat 67 sampai 74. Beliau menuliskan lokasi ayat
tersebut diturunkan yaitu di Madinah dan menceritakan sebab
nuzūl ayat itu kalau ada, serta menerangkan kandungan ayat
tersebut sebagai pengantar dari tafsirannya.57
b. Keistemewaan Tafsir al-Azhar
Seperti yang diketahui, Hamka adalah orang yang memiliki
banyak segi yang terlibat dalam hampir setiap aspek kehidupan
termasuk agama, politik, hukum, sastra pendidikan, dakwah dan
sebagainya. Salah satu keistimewaan yang sangat mengagumkan
dalam Tafsir al-Azhar-nya adalah adanya pencantuman nilai-nilai
sastra dalam penyajian interpretasi yang dilakukannya. Kecenderungan
ini membuat tafsirnya enak dibaca, halus linguistiknya dan mudah
dipahami. Selain itu ia mampu menjaga kenetralan dalam mazhab atau
aliran yang ada, baik aliran hukum, akidah dan sebagainya.
Dia adalah seorang penulis produktif yang telah menciptakan
berbagai karya sastra. Novel adalah saah satu genre tulisan yang ia
57
Hamka, Tafsir al Azhar, juz 1, 109.

66
hasilkan. Karya-karya fiksi Hamka selalu kental dengan tema religi.
Hamka memiliki bakat unik untuk memasukkan nilai-nilai religi ke
dalam banyak novelnya. Misalnya dalam novel “Keadilan Ilahi”
misalnya tergambar bagaimana seorang pria bernama Adnan terbaring
sakit, di dekat kepalanya ada al-Qur’an dan Syamsiah datang
membaca surat Yāsīn.58 Dalam Tafsir al-Azhar dia menjelaskan secara
rinci tentang khasiat surat Yāsīn. Hal seperti ini seakan terjadinya
kesepadanan antara teori yang tergambar dalam al-Qur’an yang ia
tafsirkan dengan fenomena yang terjadi dalam masyarakat.
Kendatipun cerita tersebut hanya sebuah fiksi, namun hal seperti itu
lazim terjadi.
Meski Hamka kerap memasukakn tema-tema religi ke dalam
karya sastranya, ia juga mampu mengondisikan penyajian seni dan
sastra dalam Tafsir al-Azhar-nya. Dalam Tafsir al-Azhar dapat dilihat,
ketika ia menafsirkan Surat Saba‟ (34: 13) Hamka memulainya
dengan pertanyaan, mengapa Sulaiman menyuruh membuat patung-
patung. Ia bicara soal agama dan seni ketika itu, dalam syariat
Sulaiman dan Daud a.s sampai ke masa Nuh a.s dan hubungkan
dengan surat al-Naml (27:44), dan surat alSyu’arā’ (26:224) dan
mungki juga dibagian-bagian lain. Kejadian ini sangat jarang
ditemukan dan tidak banyak mufasir yang benar-benar mempersoalkan
interpretasi artistik secara panjang lebar dalam tafsirnya.59
Berikut ini adalah pendapat para ulama mengenai Tafsir Al-Azhar
1. Abu Syakirin mengatakan: Tafsir al-Azhar merupakan karya Hamka
yang memperlihatkan keluasan pengetahuan dan hampir mencakup
semua disiplin yang penuh informasi.60
58
Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), 148.
59
Hamka, Tafsir al Azhar, juz 22, 184.
60
Abu Syakirin, “Metodologi Hamka dalam Penafsiran Al-Qur’an”, dalam
http://abusyakirin.wordpress.com, 11

67
2. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat mengatakan bahwa saat ini belum ada
karya tafsir intelektual Indonesia yang mana pendekatan, kesohoran
dan pengaruhnya mengungguli karya Hamka.
3. Moh. Syauqi Md Zhahir, Tafsir al-Azhar merupakan kitab tafsir al-
Qur’an yang lengkap dalam bahasa melayu yang boleh dianggap
sebagai yang terbaik yang pernah dihasilkan untuk masyarakat Melayu
Muslim.61

Pada bab ini dapat disimpulkan bahwa Hamka adalah seorang ulama
yang sangat aktif, terlihat dari banyaknya karya yang dihasilkan. Dari
sekian tulisan tersebut, Tafsir al-Azhar muncul sebagai karya raksasa
Hamka yang bertahan hingga saat ini, khususnya di kalangan akademisi.

Beliau menulis Tafsir al-Azhar dengan menggunakan sumber bi


alra’yi dalam penafsirannya karena beliau mengemukakan
pendapatpendapat beliau tentang tafsir ayat tersebut. Metode
penafsirannya menggunakan metode tahlīli, urutan surat dalam Tafsir al-
Azhar menggunakan tartīb mushāfi, sedangkan corak yang digunakan
dalam tafsirnya adalah adab al-ijtmā’i.

B. Biografi M. Quraish Shihab

Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Sihab. Ia lahir pada 16


Februari 1944 di Rappang, kabupaten Sindereng Rappang, Sulawesi Selatan.

61
Avif Alviyah, Metode Penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar, vol. 15, No. 01,
( Januari, 2016), 34.

68
Ayahnya, Abd al-rahman Sihab adalah seorang ulama’ dan Guru Besar Tafsir. Abd
al-rahman Sihab dipandang sebagai salah seorang ulama’, pengusaha, dan politikus
yang memiliki reputasi yang baik di tengah masyarakat Sulawesi Selatan.
Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya membina dua
perguruan tinggi di Ujung Pandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI) dan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ujung Pandang. Ia juga tercatat
sebagai rektor pada dua universitas tersebut, UMI (1959-1965) dan IAIN Ujung
Pandang (1972-1977).62

Sebagai putra dari seorang Guru Besar, Quraish Shihab mendapatkan motivasi
awal dan benih kecintaan terhadap tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-
anaknya duduk bersama. Saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya
yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur’an.63

Pendidikan formalnya di Makassar dimulai dengan masuknya ia ke Sekolah


Dasar (SD) sampai kelas 2 SMP. Pada tahun 1956, ia dikirim ke kota Malang hingga
lulus untuk nyantri di pondok pesantren Darul Hadis al-Falaqiyah yang saat itu diasuh
oleh al-Habib Abd al-Qadir bin Faqih (lahir di Hadramaut, Yaman 1316-1382 H),
ulama’ besar yang berwawasan luas, selalu menanamkan rasa rendah hati, toleransi,
serta cinta kepada Ahl al-Bait.64

Melihat kemampuan Bahasa Arab dan studi keislamannya yang baik, Quraish
Shihab dan kakaknya Alwi Shihab dikirim ke al-Azhar-Mesir melalui beasiswa
provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 1958. Ia diterima di kelas Sanawiyah.
Kemudian ia melanjutkan S1 di Universitas al-Azhar, fakultas Ushuluddin, jurusan
Tafsir dan Hadis. Pada tahun 1967, ia meraih gelar Lc Pada tahun 1969, Quraish

62
Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Al-Qur’an,... h. 186.
63
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,... h. 7.
64
Quraish Shihab, Sunnah Syi’ah Bergandengan Mungkinkah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
h. 3.

69
Shihab meraih gelar MA pada jurusan yang sama dengan judul Tesis : al-I’jaz al-
Tasyri’i al-Qur’an al-Karim (kemukjizatan al-Qur’an al-Karim dari segi hukum).65

Selama di Cairo, Quraish Shihab banyak mendapat pengaruh dari ulama’-


ulama’ besar yang menganut dan mengajarkan al-Taqrib baina al-Mazahib
(pendekatan antar aneka mazhab), seperti Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Abd al-
Halim Mahmud66, Syaikh Muhammad al-Madani, Syaikh Muhammad al-Gazali, dan
lain-lain. Pada tahun 1973, ia dipanggil pulang oleh ayahnya untuk membantu
mengelola pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademik
dan kemahasiswaan sampai 1980. Di samping itu, ia juga menjabat sebagai
Koordinator Kopertais Wilayah VII Indonesia Bagian Timur dan Pembantu Pimpinan
Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental.67

Pada tahun 1980, ia melanjutkan S3 di kampus dan jurusan yang sama,


dengan spesialisasi Studi Tafsir al-Qur’an, empat tahun kemudian ia meraih gelar
Doktor (Dr.) dengan Disertasi : Nazm al-Durar li al-Biqa’i Tahqiq wa Dirasah
(Kajian Dan Analisis Terhadap Keotentikan Kitab Nazm al-Durar karya Al-Biqa’i),
dengan penghargaan tingkat I mumtaz ma’a martabah al-syaraf al-‘ula (Summa Cum
Laude). Dengan itu, ia tercatat sebagai orang pertama di Asia Tenggara yang meraih
gelar Doktor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an dan Tafsir di Universitas al-Azhar,
Cairo Mesir.68

Secara keseluruhan, Quraish Shihab telah menjalani perkembangan


intelektual di bawah asuhan dan bimbingan Universitas al-Azhar lebih kurang 13
tahun, hampir dapat dipastikan bahwa nuansa dan tradisi keilmuan di lingkungan al-
65
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,.. h. 7.
66
Syaikh Abd al-Halim Mahmud adalah pensyarah Quraish Shihab sewaktu menuntut ilmu di
Universitas al-Azhar, juga merupakan alumni Universitas al-Azhar yang kemudian melanjutkan
pengajian ke Sorbon University dalam bidang Falsafah. Lihat: Afrizal Nur, M. Quraish Shihab Dan
Rasionalisasi Tafsir, Jurnal Ushuluddin, Vol. 18, No. 1, (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim, 2012), h. 23.
Lihat juga: http://ejournal.uin-suska.ac.id
67
Muhammad Iqlab, Metode Penafsiran Al-Qur’an M. Quraish Shihab, Jurnal Tsaqafah, Vol.
6, No. 2, (Medan: IAIN Sumatera Utara, 2010), h. 250. Lihat juga: https://ejournal.unida.gontor.ac.id
68
Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Al-Qur’an,... h. 186.

70
Azhar itu mempunyai pengaruh-pengaruh tertentu terhadap kecenderungan
intelektual dan corak pemikiran M. Quraish Shihab.69

Pada tahun 1984, Quraish Shihab kembali ke Indonesia dan mengajarkan


ilmunya di Falkultas Ushuluddin dan Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah.
Kiprahnya dalam bidang pendidikan mengantarkannya menjadi rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 1992-1998. Beliau juga menjabat sebagai Ketua Majelis
Ulama’ Indonesia (MUI) Pusat pada 1984-1998, anggota MPR RI pada 1982-2002,
dan pada 1998 dipercaya menjadi Menteri Agama RI Kabinet Pembangunan VIII.
Beliau juga merupakan penulis yang produktif. Sosoknya juga sering tampil di media
untuk memberikan siraman rohani dan intelektual. Aktivitas utamanya sekarang
adalah Guru Besar Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Direktur Pusat
Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta.70

Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar al-Qur’an di Indonesia,


tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan pesan al-Qur’an dalam
konteks kekinian membuatnya lebih dikenal dan lebih unggul daridapa pakar al-
Qur’an lainnya.71

1. Karya-Karya Intelektual M.Quraish Shihab

69
Afrizal Nur, M. Quraish Shihab Dan Rasionalisasi Tafsir,... h. 23.
70
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Bermasyarakat, (Bandung: Mizan, 2013).
71
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam,.. h. 8.

71
Sebagai mufassir kontemporer dan penulis yang produktif, M. Quraish Shihab
telah menghasilkan berbagai karya yang telah banyak diterbitkan dan
dipublikasikan72, antara lain adalah:

a. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:


Lentera Hati, 2011).73
b. Kaidah Tafsir (Jakarta: Lentera Hati, 2013).74
c. Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2013).75
d. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 1996).76
e. Lentera Hati (Jakarta: Lentera Hati, 1994).77
f. Tafsir al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya (Makassar: IAIN
Alauddin Ujung Pandang, 1984).
g. Pengantin al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 1999).
h. Haji Bersama M. Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999).
i. Sahur Bersama M. Quraish Shihab (Bandung:Mizan, 1999).
j. Panduan Puasa Bersama M. Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit
Republika, 2000).
k. Panduan Shalat Bersama M. Quraish Shihab (Jakarta: Penerbit
Republika, 2003).
l. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah Mahdah (Bandung:
Mizan, 1999).

72
Atik Wartini, Tafsir Berwawasan Gender: Studi Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab, Jurnal Syahadah, Vol. 2, No. 2 (Yogyakarta: UIN Suka Yogyakarta, 2014), h. 54. Lihat juga:
http://oaji.net
73
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Cet. IV, (Jakarta: Lentera Hati, 2011).
74
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Jakarta: Lentera Hati, 2013).
75
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an.
76
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas berbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 1996).
77
M. Iqbal, Metode penafsiran M. Quraish Shihab, Jurnal Tsaqafah, Vol. 6, No. 2, (Medan:
IAIN Sumatera Utara, 2010), h. 252. Lihat juga: https://ejournal.unida.gontor.ac.id

72
m. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar al-Qur’an dan Hadis
(Bandung: Mizan, 1999).
n. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Wawasan Agama (Bandung:
Mizan, 1999).
o. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Tafsir al-Qur’an (Bandung:
Mizan, 1999).
p. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Ibadah Dan Muamalah
(Bandung: Mizan, 1999).
q. Jilbab Pakaian Wanita Muslim dalam Pandangan Ulama’ dan
Cendikiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004).
r. Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-Batas Akal dalam Islam
(Jakarta: Lentera Hati, 2005). b. Rasionalitas Al-Qur’an: Studi Kritis
Atas Tafsir a-Manar (Jakarta: Lentera Hati, 2006).
s. Rasionalitas Al-Qur’an: Studi Kritis Atas Tafsir a-Manar (Jakarta:
Lentera Hati, 2006).

2. Deskripsi Tafsir al-Misbah


Tafsir al-Misbah adalah karya yang pertama kali ditulis oleh Quraish
Shihab di Kairo-Mesir pada hari Jum’at. Tafsir ini dicetak pertama kali
pada tahun 2001 yang penulisan pertamanya dimulai dari 1999 hingga
2003. Beliau menafsirkan al-Qur’an 30 juz dibagi ke dalam 15
volume78, disajikan dalam bahasa Indonesia.79

78
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Cet. IV, (Jakarta: Lentera Hati, 2011).
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Jakarta: Lentera Hati, 2013).
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an.
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas berbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 1996).
M. Iqbal, Metode penafsiran M. Quraish Shihab, Jurnal Tsaqafah, Vol. 6, No. 2, (Medan:
IAIN Sumatera Utara, 2010), h. 252. Lihat juga: https://ejournal.unida.gontor.ac.id
belas memuat surah al-Naba’-al-Nas, 644 halaman. Lihat: M. Quraish Shihab, Tafsir Al-
Misbah,... Vol. 1-15.
79
Ahmad Musadad, Konsep Hutang-Piutang Dalam Al-Qur’an: Studi Perbandingan Tasfir
Al-Maraghi Karya Ahmad Mushtafa Al-Maraghi Dan Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab,

73
Ada beberapa prinsip yang dipegang oleh Quraish Shihab dalam karya
tafsirnya, diantaranya bahwa al-Qur’an merupakan kesatuan yang tak
terpisahkan. Dalam menulis al-Misbah, tidak pernah luput olehnya
pembahasan ilmu munasabah yang tercermin dalam enam hal:
keserasian kata demi kata dalam satu surah, keserasian kandungan ayat
dengan penutup ayat (fawasil), keserasian ayat dengan ayat berikutnya,
keserasian uaraian awal surah dengan penutupnya, keserasian penutup
surah dengan awal surah sesudahnya, keserasian tema surah dengan
nama surah.80
Tafsir ini banyak mengemukakan uraian penjelasan terhadap sejumlah
mufassir ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni, informatif,
dan argumentatif. Tafsir ini disajiikan dengan gaya bahasa yang mudah
dipahami, baik oleh akademisi maupun masyarakat umum.81
a. Latar Belakang Penulisan
Mengenai latar belakang penulisan tafsir ini, Quraish Shihab
menjelaskannya pada muqaddimah dalam tafsir al-Misbah|-nya,
diantaranya, yaitu: pertama, untuk memudahkan bagi umat
Islam dalam memahami isi kandungan al-Qur’an dengan jalan
menjelaskan secara rinci tentang pesan yang dijelaskan dalam
al-Qur’an, serta menjelaskan tema-tema yang berkaitan dengan
perkembangan kehidupan manusia. Karena menurutnya
walaupun banyak orang-orang yang berminat memahami pesan-
pesan al-Qur’an, namun ada kendala baik dalam waktu,
keilmuan, dan referensi.82

Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Islam, Vol. 6, No. 2, (Madura: Universitas Trunojoyo Madura, 2019),
h. 65. Lihat juga: https://journal. trunojoyo.ac.id
80
Ahmad Musadad, Konsep Hutang-Piutang Dalam Al-Qur’an,... h. 65.
81
Ahmad Musadad, Konsep Hutang-Piutang Dalam Al-Qur’an,... h. 65.
82
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,....Vol. 1, h. X.

74
Kedua, kekeliruan umat Islam dalam memaknai fungsi al-
Qur’an. misalnya tradisi membaca Yasin yang dibaca berkali-
kali, tetapi tidak memahaminya. Indikasi tersebut semakin
menguat dengan banyaknya buku-buku tentang fadilah-fadilah
ayat-ayat tertentu dalam buku-buku bahasa indonesia. Dari
kenyataan tersebut perlunya menjelaskan pesan pesan al-Qur’an
secara lebih rinci dan mendalam. Ketiga, kekeliruan akademisi
yang kurang memahami hal-hal ilmiah seputar al-Qur’an, masih
banyak yang tidak memahami sistematika penulisan al-Qur’an
yang sebenarnya memiliki aspek pendidikan yang sangat
menyentuh. Keempat, adanya dorongan dari umat Islam
Indonesia yang menggugah hati dan membulatkan tekad
Quraish Shihab untuk menuliskan karya tasfirnya tersebut.83
b. Sumber Tafsir
Adapun sumber penafsiran yang digunakan dalam tafsir ini ada
2 yaitu pertama, ijtihad penulis (ra’yu). Kedua, pendapat
mufassir dan fatwa ulama’ yang dianggap relevan baik klasik
maupun kontemporer.84
Tafsir ini kaya akan referensi, diantara sumber referensi yang
dimaksud meliputi Sahih al-Bukhari karya Muhammad bin
Isma’il alBukhari, Sahih Muslim karya Imam Muslim bin
Hajjaj, Nazm al-Durar karya Ibrahim bin Umar al-Biqa’i, Fi
Zilal al-Qur’an karya Sayyid Qutb, Tafsir al-Mizan karya
Muhammad Husein al-Tabataba’i, Tafsir Asma al-Husna karya
al-Zajjaj, Tafsir al-Qur’an al-‘Azim karya Ibnu Kasir, Tafsir
Jalalain karya Jalal al-din al-Mahalli dan Jalan al-Suyuti, Tafsir

83
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,....Vol. 1, h. X.
84
Penggunaan pendapat dan fatwa ulama’ lainnya itu adalah dalam rangka menguatkan
ijtihadnya. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,... Vol. 1, h. XVII.

75
al-Kabir karya Fakhr al-din al-Razi, Tafsir al-Kasyaf karya
alZamakhsyari, Nahwa Tafsir al-Maudu’i karya Muhammad al-
Gazali, al Dural Mansur karya Jalal al-din al-Suyuti, al-Tabrir
wa al-Tanwir karya Muhammad Tahir Ibnu ‘Asyur, Ihya’
‘Ulum al-din karya Imam al Gazali, Jawahir al-Qur’an karya
Abu Hamid al-Gazali, Bayan I’jaz al-Qur’an karya al-Khattabi,
Mafatih al-Gaib karya Fakhr al-din al-Razi, al-Burhan karya al-
Zarkasyi, dan lain-lain.85
c. Metode Tafsir
Dalam menulis tafsirnya, Quraish Shihab menggunakan metode
tahlili.86 Sebelum menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, Quraish
Shihab terlebih dahulu memberikan pengantar terhadap surah
yang akan ditafsirkannya.87 Pengantar surah tersebut memuat
penjelasan mengenai: jumlah ayat dan penjelasan berkaitan
dengan nama surah, nama lain dari surah tersebut serta
terkadang disertai keterangan ayat ayat yang diambil dan
dijadikan nama surah. Setelah menjelaskan nama surah, nomor
surah berdasarkan urutan turunnya, terkadang disertai nama-
nama surah yang turun sebelum atau sesudahnya. Tema pokok

85
Taufikurrahman, Pendekatan Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah, Jurnal Makrifat,
Vol. 4, No. 1, (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2019), h. 83. Lihat juga:
http://ejournal.kopertais4.or.id
86
Lufaefi, Tafsir Al-Misbah: Tekstualitas, Rasionalitas, Lokalitas Tafsir Nusantara, Jurnal
Ushuluddin, Vol. 21, No. 1, (Jakarta: PTIQ Jakarta, 2019), h. 31. Lihat: https://jurnal.ar-rainy.ac.id.
Terkait hal itu, dijelakan oleh M. Alfatih Suryadilaga dalam bukunya bahwa metode tahlili muncul
sejak akhir abad kedau atau awal abad ke-3 H, yakni periode pembukuan tafsir sebagai suatu istilah
yang berdiri sendiri. Metode ini adalah metode tafsir yang paling tua, embrionya sudah ada sejak masa
sahabat nabi muhammad saw. Pada awalnya para sahabat hanya menafsirkan beberapa ayat saja,
kemudian masa berikutnya, timbul keprihatianan merasa perlu adanya sebuah tafsir yang mencakup
keseluruhan isi. M. Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), h.
42-45.
87
Kegunaan dari penjelasan yang diberikan Quraish Shihab pada pengantar setiap surah
adalah untuk memberi kemudahan kepada pembaca agar memahami tema pokok surah dan poin-poin
penting yang terkandung di dalamnya. Lihat: Taufikurrahman, Pendekatan Quraish Shihab Dalam
Tafsir Al-Misbah,... h. 81.

76
dan tujuan surah dan pendapat-pendapat ulama’ terkait hal
tersebut. Munasabah antara sebelum dan sesudahnya. Tahap
berikutnya, mengkelompokkan ayat-ayat dalam satu surah ke
dalam kelompok kecil yang terdiri atas beberapa ayat yang
masih memiliki keterkaitan.88
Jika ayat tersebut diketahui asbab al-nuzul89nya serta
mempunyai kedudukan yang sahih, beliau cantumkan sebagai
bahan untuk mendalami kajiannya. Tidak lupa beliau juga
menyertakan munasabah ayat, karena menurut keyakinannya,
al-Qur’an adalah kumpulan ayat ayat yang pada hakikatnya
adalah simbol atau tanda yang tampak. Tapi simbol itu tak
dapat dipisahkan dari sesuatu yang lain yang tersurat, tetapi
tersirat.90
Selanjutnya ia mengulas secara global isi kandungan surat
diiringi dengan riwayat-riwayat dan pendapat-pendapat para
mufassir tentang ayat tersebut.91
c. Corak Tafsir

88
Taufikurrahman, Pendekatan Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah,... h. 81.
89
Fungsi asbab al-nuzul dalam penafsiran adalah pertama, mengetahui hikmah perundang-
undangan, kedua, memastikan makna al-Qur’an (al-wuquf ‘ala al-ma’na) dan menghilangkan
kerancuan (izalah al-syakk), ketiga, menghilangkan kerancuan dari pembatasan hukum (daf’u
tawahhum al-hasr), lihat: Mu’ammar Zayn Qadafy, Buku Pintar Sababun Nuzul Dari Mikro Hingga
Makro, (Yogyakarta: In AzNa Books, 2015), h. 7, 9, dan 13.
90
Nur Lailis Sa’adah, Kafir Dalam Al-Qur’an (Studi Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam
Tafsir Al-Misbah Dan Relevansinya Dengan Toleransi Di Indonesia), Skripsi, Semarang: (UIN
Walisongo Semarang, 2018), h. 4`1.
91
Nur Lailis Sa’adah, Kafir Dalam Al-Qur’an,... h. 4`1.

77
Corak tafsir pada kitab Tafsir al-Misbah adalah al-adabi al-
ijtima’i92 atau kemasyarakatan.93 Corak ini berusaha memahami
ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengemukakan ungkapan al-
Qur’an secara teliti. Kemudian menjelaskan makna-makna yang
dimaksud oleh al-Qur’an dengan bahasa yang indah dan
menarik, dan mufassir dengan corak ini berusaha
menggabungkan ayat-ayat al-Qur’an yang dikaji dengan kondisi
sosial dan budaya. Arah penafsirannya ditekankan pada
kebutuhan dan sosial masyarakat.94
Corak tafsir yang digunakan oleh Quraish Shihab dalam
tafsirnya ini salah satu faktor yang menarik pembaca sehingga
tumbuh kecintaan terhadap al-Qur’an bahkan untuk menggali
makna-makna dan rahasia rahasia yang terkandung di dalam al-
Qur’an.95 Contoh penafsirannya yang sarat akan corak al-adab
al-ijtima’i terdapat pada QS. al-Qadr (97: 5) :

‫َس َألٌم ِهَى َح َّتى َم ْطَلِع اْلَفْج ِر‬


“Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”.96

Menurut Quraish Shihab, jika kata salam yang terdapat pada


ayat tersebut dipahami sebagai kata keadaan, sifat atau sikap.
Maka kita dapat berkata bahwa malam tersebut penuh dengan
92
Kata al-Adabiy dilihat dari bentuknya termasuk masdar dan kata kerja ‚aduba‛, yang berarti
sopan santun, tata krama dan sastra. Secara leksikal, kata tersebut bermakna norma-norma yang
dijadikan pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam kehidupannya dan dalam
mengungkapkan karya seninya. Sedangkan kata al-Ijtima’i, berakar pada huruf jim, mim, dan ‘ain:
‚jama’a‛, yang dapat berarti menyatukan sesuatu. Kata ini menjadi bentuk ijtima’a yang melahirkan
infinitif ‚ijtima’, yang berarti banyak bergaul dengan masyarakat atau dapat diterjemahkan
‚kemasyarakatan‛. Lihat: Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2009), h. 298.
93
Taufikurrahman, Pendekatan Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah,... h. 82.
94
Taufikurrahman, Pendekatan Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah,... h. 82.
95
Said Aqil Husein al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Kesalehan Hakiki, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), h. 71.
96
Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,... h. 598.

78
kedamaian yang dirasakan oleh mereka yang menemuinya atau
boleh juga kita berkata bahwa sikap para malaikat yang turun
pada malam tersebut adalah sikap yang penuh damai terhadap
mereka yang berbahagia menemuinya.

Selanjutnya Quraish Shihab mengutip pendapat Ibnu al-


Qayyim dalam kitabnya al-Ruh yang mengungkapkan tentang
kedamaian dan ketentraman hati, menjelaskan bahwa hati yang
mencapai kedamaian dan ketentraman mengantarkan
pemiliknya dari ragu kepada yakin, dari ketidaktahuan kepada
tahu, dari lupa kepada ingat, dari khianat kepada amanah, dari
riya’ kepada ikhlas, dari lemah kepada kuat, dan dari sombong
kepada tawadhu’.97

Apa yang dikemuakan oleh Quraish Shihab di atas merupakan


nilai-nilai Qur’ani yang jika diimplementasikan dalam
kehidupan manusia dapat mewujudkan masyarakat yang damai
dan harmonis. Mereka yang hatinya sudah mencapai kedamaian
(salam) tidak akan terpengaruh dengan berbagai kemewahan
kehidupan dunia.98

97
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah,....Vol. 1, h.
98
Abdurrahman Rusli Tanjung, Analisis Terhadap Corak Tafsir Al-Adaby AlIjtima’i, Jurnal
Analytica Islamica, Vol. 3, No. 1, (Medan: UIN Sumatera Utara, 2014), h. 173. Lihat juga:
http://jurnal.uinsu.ac.id

79
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Penafsiran Buya Hamka Dan Quraish Shihab Terhadap Kata ‘Usr Dan
Yusr Dalam Kitab Al-Azhar dan Al-Misbah
1. Tafsir Al-Azhar
‘Usr dan yusr menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar adalah ‘Usr
yang berarti kesulitan dan yusr yang berarti kebahagiaan. Dalam beberapa
Ayat didalam Al-Qur’an disebutkan beberapa kalimat lalu memiliki hubungan
yang dekat dengan Allah sehingga mendapatkan ketenangan batin. 99 Pada
penelitian ini Konsep kesulitan dan kebahagian ini mengacu kepada QS Al-
Insyirah, dimana ayat tersebut, memiliki inti bahwa kesulitan dan kebahagian
adalah sesuatu yang penting yang wajib ada dan dirasakan bagi setiap manusia
atau makhluk yang diciptakan Allah. Dimana konsep ini secara umum
mengacu kepada manusia secara individu. Akan tetapi secara ayat tentang
detail konsep kesulitan dan kebahagian ini difokuskan pada QS Al-Insyiroh
ayat 1-8, konsep kesulitan dan kebahagian ini mengacu pada hal-hal yang
bersifat implementasi dalam kehidupan sehari hari. Dimana dalam hal ini,
manusia harus memiliki sifat ini, sehingga pada akhirnya dapat mencapai
kebahagian setelah mendapaptkan kesulitan. Point point implementasi konsep
kebahagiannya meliputi:
a) Berlapang dada dalam menghadapi segala kesulitan
b) Memberi manfaat pada siapapun
c) Meyakini bahwa ujian Allah tidak akan melebihi kemampuan umatnya
d) Allah tinggikan derajat orang-orang yang berlapang dada atas
ketetapan Allah
99
Hamka, Tafsir Al-Azhar, hal.8039

80
e) Yakinlah bahwa setiap kesulitan pasti disertai kemudahan
f) Jangan cepat puas dengan hasil usahanya, akan tetapi tetap bersyukur
pada apa yang dimiliki
g) Setelah selesai urusan dunia segera ikuti dengan urusan akhirat dan
menjadikan tujuan dunia semata-mata mengharap ridha Allah

Kata tersebut tidak dalam bentuk definit, sehingga kemudahan yang


disebut pada ayat 5 berbeda dengan kemudahan yang disebut pada ayat 6, hal
ini menjadikan kedua ayat tersebut mengandung makna “setiap kesulitan akan
disusul/dibarengi dengan dua kemudahan’. Menurut Penafsiran Hamka, ketika
redaksi tersebut di ulang sebanyak dua kali, ini menandakan bahwa
100
kemudahan yang datang setelah kesulitan itu benar-benar pasti adanya. Q.S
Al-Insyirah ayat 5 dan 6:

) ٦ ( ‫ ) ِإَّن َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْسًرا‬٥ ( ‫َفِإَّن َم َع ٱْلُعْس ِر ُيْسًرا‬

Artinya: Maka sesungguhnya setelah kesulitan beserta kesulitan itu ada


kemudahan.

Menurut Hamka ayat ini adalah sunnatullah. Jika dikaji dari ayat
sebelumnya Nabi Muhammad merasakan berat beban saat itu seakan-akan
hendak patah tulang punggung memikulnya. Namun, disamping beratnya beban
itu namanya diangkat oleh Allah Swt, sebutannya dimuliakan, karena
demikianlah rupanya sunnatullah itu kesulitan berarti bersama kebahagiaan.
Yang sulit saja tidak ada, yang mudah saja pun tidak ada artinya dalam susah
berisi senang, dalam senang berisi susah. Itulah perjuangan hidup dan ini dapat
diyakinkan oleh orang-orang yang telah mengalami101.

100
Hamka, Tafsir Al-Azhar, hal.8039
101
Hamka, Tafsir Al-Azhar, hal.8044

81
Lalu pada ayat ke 6 diulang kembali untuk lebih mantap dalam fikiran.
sesungguhnya setelah kesulitan beserta kesulitan itu ada kemudahan. Hal ini
memang akan terjadi terus, berulang-ulang, kesulitan disertai kemudahan, dalam
sempit ada lapangnya, bahaya yang mengancam adalah menjadi sebabakal
berjalan, fikiran mencari jalan keluar. Oleh sebab itu dapatlah diyakinkan bahwa
kesukaran, kesulitan, marabahaya yang mengancamdan berbagai pengalaman
hidup yang pahit, dapat menjadikan manusia lebih cerdas dalam menghadapi
semua itu, yang menjadikan manusia itu menjadi orang yang dinamis.

Ada juga difahamkan dari hal korelasi antara ayat 5 dan 6 kalimat ‘Usr
yang tercantum pada ayat itu terjepit diantara dua yusr , oleh karenanya ‘usr
tidak akan bisa mengalahkan yusr. Maka hal ini juga disebutkan juga didalam
kita Al-Muattha’ didalam pembahasan jihad suatu riwayat menjelaskan: Dari
Zaid Bin Aslam, berkata dia: ;Abu Ubaidah bin Jarrah menulis surat kepada
Umar bin Khattab yang isinya menerangkan bahwa suatu tentara Rum yang
sangat besar telah siap untuk menyerang dengan kekuatan yang sangat besar
sehingga menimbulkan kecemasan. Surat itu lalu dibals Oleh Sayyidina Umar,
“Amma Ba’d, bagaimana pun juga kesukaran yang dihadapi oleh orang yang
beriman, namun Allah pasti akan memberikan kemudahan juga karena kesulitan
tidak akan pernah bisa mengalahkan dua yusran.102

2. Tafsir Al-Misbah
Menurut Quraish Shihab pada ayat ke 5 dan 6 ini bermakna Jika
engkau telah mengatahui dan menyadari betapa besar anugerah Allah SWT
itu, maka dengan demikian, menjadi jelas pula bagimu wahai nabi agung
bahwa sesungguhnya bersama atau sesaat sesudah kesulitan ada kemudahan
yang besar, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan yang besar. Kata
Al-‘usr terulang didalam Al-Qur’an sebanyak 4 kali sedang dalam berbagai
bentuknya terulang sebanyak 12 kali. Kata itu digunakan untuk sesuatu yang
102
Hamka, Tafsir Al-Azhar, hal.8045

82
sangat keras atau sulit atau berat Kata yusr terulang sebanyak 6 kali, 3
diantaranya bergandengan langsung dengan kata ‘usr, sedang kata yusr dalam
berbagai bentuknya terulang sebanyak 44 kali.103
Allah SWT dalam ayat 5 dan 6 bermaksud menjelaskan salah satu
sunnah-Nya yang bersikap umum dan konsisten, yaitu “setiap kesulitan pasti
disertai atau disusul oleh kemudahan selama yang bersangkutan bertekad
untuk menanggulanginya.” Ini dibuktikannya antara lain dengan contoh
konkret pada diri Nabi Muhammad SAW beliau datang sendiri, ditantang dan
dianiaya, sampai-sampai beliau dan keluarganya diboykot oleh kaum
musyrikin di Mekah, tidak boleh berjual beli atau mengadakan pernikahan,
tidak boleh berbicara dengan beliau dan keluarganya selama setahun, disusul
dengan setahun lagi sampai dengan tahun ketiga. Tetapi pada akhirnya tiba
juga kelapangan dan jalan keluar yang selama ini mereka dambakan.
Ayat-ayat diatas seakan-akan menyatakan: kelapangan dada yang
engkau peroleh wahai Nabi Muhammad, keringanan beban yang selama ini
engkau rasakan, keharuman nama yang engkau sandang, itu semua
disebabkan sebelum ini engkau telah mengalami puncak kesulitan. Namun,
engkau tetap tabah dan optimis sehingga berlakulah bagimu sunnah
(Ketetapan Allah), yaitu apabila krisis atau kesulitan telah mencapai
puncaknya maka pasti ia akan sirna dan disusul dengan kemudahan. Ayat 5
diatas diulangi sekali lagi oleh ayat 6. Pengulangan tersebut sebagaimana
banyak pengulangan ayat-ayat pada periode Mekkah oleh sementara ulama
dipahami sebagai penekanan karena ketika itu kata mereka nabi Muhammad
SAW sangat membutuhkannya dalam rangka mengukuhkan jiwa beliau
menghadapi tantangan masyarakat Mekkah. Kemudahan berganda yang
dijanjikan ini dapat diperoleh seseorang dalam kehidupan didunia ini dan
dapat pula dalam arti satu kemudahan didunia dan satu lainnya diakherat.

103
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan keserasian hal.408

83
Kesungguhan berusaha harus dipahami dalam arti menggunakan tenaga, akal
pikiran, pengetahuan, etika pergaulan, serta semangat yang pantang menyerah.
Kesungguhan berusaha, walaupun menuntut pelakunya untuk tidak mengandalkan
orang lain, ini bukan berarti bekerja sama dengan orang lain. Karena ada perbedaan
antara kerjasama dan mengandalkan orang lain. Usaha dan do’a harus selalui
menghiasai pribadi setiap muslim karena betapapun kuatnya manusia potensinya
sangat terbatas sehingga hanya harapan yang tercurah kepada Allah yang dapat
menjadikan ia bertahan menghadapi hempasan ombak kehidupan yang terkadang
tidak mengenal kasih. Demikian surah Alam Nasyrah ini memulai ayat-ayatnya
dengan menggambarkan anugerah ketenangan jiwa yang telah diperoleh nabi
Muhammad SAW serta diakhiri dengan petunjuk yang dapat mengantar seseorang
guna memperoleh ketenangan itu.

Tafsir Surat Al-Insyirah ayat 1-8 berisikan bahwa pada surat al-Insyirah ayat
ke-1, Allah menyatakan bahwa dia melapangkan dada Nabi-Nya serta
menyelamatkan dari kebingungan yang merisaukannya akibat kebodohan dan keras
kepala kaumnya. Selanjutnya pada ayat ke-2 Allah berkenan meringankan beban
yang dipikul Nabi pada waktu penyebaran risalah-Nya sehingga dengan mudah ia
dapat menyebarkan kepada manusia. dilanjutkan pada ayat ke-3 bahwasanya beban
tersebut ialah beban yang dipikul nabi Muhammad SAW. Adapun pada ayat ke-4
pada ayat ini, Allah menerangkan juga bahwa dia mengangkat derajat Nabi-Nya,
meninggikan kedudukannya dan memperbesar pengaruhnya. Pada ayat ke-5 dan ke-6,
Allah mengungkapkan bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan dan setiap
kesempitan pasti ada jalan keluar, Jika seseorang dalam menuntut sesuatu tetap
berpegang pada kesabaran dan tawakkal kepada Tuhannya. Adapun pada ayat ke-7
Allah menerangkan Jika kamu telah selesai mengurus aneka macam kepentingan
global dan semua kesibukannya, maka bersungguh-sungguhlah untuk menjalankan
ibadah dan melangkahlah kepada-Nya dengan penuh semangat, menggunakan hati yg

84
kosong lagi tulus, dan niat karena Allah. Adapun di ayat ke-8 Allah menyampaikan
penekanan bahwa harapan hendaknya tertuju hanya pada Allah SWT.104

B. Analisis Komparatif
Setelah peneliti cermati, makna kata ‘usr dan yusr memiliki komparasi
diantara dua penafsiran antara Buya Hamka dan Quraish Shihab yaitu:
1. Dalam menafsirkan kata ‘usr dan yusr tidak adanya perbedaan yang
signifikan diantara dua tafsir tersebut. Dalam Tafsir Al-Azhar
dijelaskan bahwa ‘usr da yusr tegas diungkapkan oleh buya Hamka
bahwa itu adalah sunnatullah( ketetapan Allah). Sehingga ketika
seorang hamba mendapati dirinya dalam kesulitan, janganlah berputus
asa karena kemudahan pasti akan mengiringinya. Dalam Tafsir Al-
Azhar dijelaskan bahwa kata ma’a pada ayat 5 dan 6 surah Al-Insyirah
adalah bermakna Ba’da yang berarti sesudah. Maka dapat diartikan
Maka sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan.
2. Dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa ayat 5 dan 6 dalam surah
Al-Insyirah ini bermaksud menjelaskan salah satu sunnah-Nya yang
bersifat umum dan konsisten, yaitu “ setiap kesulitan pasti disertai
atau disusuli dengan kemudahan selama yang bersangkutan bertekad
untuk menanggulanginya.”. Hal ini dibuktikan oleh Allah dengan
contoh kongkrit pada diri Rasulullah Saw, beliau datang sendiri,
ditantang dan dianiaya, sampai-sampai beliau dan keluarga diboikot
oleh kaum musyrikin di Makkah, tidak boleh ada jual beli, atau kawin
mawin, tidak boleh berbicara pada keluarganya selama setahun,
disusul sampai dengan tahun ketiga. Tetapi pada akhirnya tiba juga lah
kelapangan dan jalan keluar yang selama ini didanmbakan. Ayat-ayat
yang terkandung pada surah Al-Insyirah itu seakan menyatakan
kelapangan dada yang engkau peroleh, keringanan beban yang selama

104
M.Quraish Shihab, Pesan, Kesan Dan Keserasian, hal.408

85
ini kau rasaka, keharuman nama yang engkau sandang, semua itu
disebabkan sebelum ini bahwa engkau telah mengalami puncak
kesulitan. Namun engkau tetap tabah dan optimis sehingga berlakulah
bagimu ketetapan Allah, yaitu ”Apabila krisis atau kesulitan telah
mencapai puncaknya pasti ia akan sirna dan disusul dengan
kemudahan.105

C. Pengaruh Makna ‘Usr Dan Yusr Dalam Memahami Ujian Kehidupan


Akhir dari makna kata ‘usr dan yusr adalah supaya dalam menjalani
kehidupan kita sebagai hamba hanya perlu yakin atas ketetapan Allah Swt.
Setidaknya ada beberapa munasabah yang dapat diperhatikan setelah betul-betul
memahami makna kata ‘Usr dan Yusr, diantaranya:
1. Ikhlas
Pada ayat yang pertama dalam surat Al-Insyirah merupakan ayat dalam
bentuk istifham, ayat tersebut diawali dengan kata bukankan Kami telah
melapangkan untukmu (Muhammad) dadamu. Ayat ini
mengindikasikan terdapat sikap ikhlas yang tertera dari ayat tersebut.
Lapang dada merupakan bahasa kiasan dari rasa ikhlas dari suatu
peristiwa. Ikhlas berasal dari kata khalasa artinya bersih atau murni .
Dalam kamus bahasa Indonesia ikhlas artinya rela, sukarela, tulus 106.
Menurut ikhlas artinya melakukan sesuatu dengan suka rela tanpa
mengharapkan suatu imbalan. Oleh karena itu, bagi seorang muslim
sejati makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan,
perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah mengharap ridhaNya, dan
kebaikan pahalanya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan,
kedudukan, kemajuan atau kemunduran. Dan inilah yang terdapat dalam
ayat ini, bahwa kita diperintahkan untuk selalu memiliki sifat ikhlas.

105
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, hal.424
106
M. Quraish Shihab, Pesan, Kesan dan Keserasian h. 424

86
2. Sabar
Pada ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki makna yang dapat dipahami
yaitu sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan, kemudian
diperkuat dengan adanya tikrar pada ayat Al-Qur’an yaitu
Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Ayat-ayat ini
mengindikasikan terdapat sikap sabar yang tertera dari ayat tersebut.
Allah memberikan kita ujian berupa kesulitan supaya kita bersabar
menghadapi cobaan yang Allah berikan. Hal ini menunjukkan bahwa
bagaimanapun sulitnya, akhir setiap kesulitan adalah kemudahan.”dari
sini kita dapat mengambil pelajaran, “Badai pastilah berlalu, yakni
setelah kesulitan pasti ada jalan keluar.” Asalkan kita mau bersabar dan
memohon kepada-Nya. Sabar dalam bahasa Arab berarti ash shobru dan
dalam bahasa inggris berarti patient. Secara etimologi, sabar berarti
teguh hati tanpa mengeluh ditimpa bencana. Yang dimaksud dengan
sabar menurut pengertian Islam ialah tahan menderita sesuatu yang
tidak disenangi dengan ridha dan ikhlas serta berserah diri kepada
Allah.107
Menurut Al-Asfahani, sabar adalah upaya menahan diri berdasarkan
tuntutan segala sesuatu yang harus ditahan menurut pertimbangan akal
dan agama, atau menahan diri dari segala sesuatu yang harus ditahan
menurut pertimbangan akal dan agama.108Sabar membentuk jiwa
manusia menjadi kuat dan teguh tatkala menghadapi bencana (musibah).
Jiwanya tidak bergoncang, tidak gelisah, tidak panik, tidak hilang
keseimbangan. Hatinya tabah menghadapi bencana itu, tidak berubah
pendiriannya. Tak ubahnya laksana batu karang ditengah lautan yang
tidak bergeser sedikit juapun tatkala dipukul oleh ombak dan gelombang
107
Azhrudin dan Hasanuddin, Pengantar Study Akhlak, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2004, h.228
108
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tafsir al-Bayan, (Semarang : PT Pustaka Rizki
Putra, 2002), h.188

87
yang bergulung-gulung.109Menurut Al-Qur‟an, orang mukmin yang
benar-benar bertakwa adalah orang yang bisa bersabar ketika
menghadapi kesulitan dan penderitaan. Mereka mampu bersyukur ketika
mendapatkan berbagai macam kenikmatan, sehingga mampu
mempergunakannya untuk sesuatu yang diridhai-Nya dan dirasakan
manfaatnya oleh seluruh umat manusia. Sabar merupakan suatu akhlak
yang terpuji karena apabila kita bersabar niscaya Allah serta senantiasa
selalu memohon kepada-Nya pasti Allah akan memberinya ganjaran
yang lebih baik atas kesabarannya dan akan menggantikan kesedihannya
dengan kebahagiaan.
3. Ikhtiar
Pemahaman ‘usr dan yusr memiliki makna apabila kamu telah selesai
(dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan)
yang lain. ‘Usr dan yusr juga mengindikasikan terdapat sikap kerja
keras yang tertera. Kerja keras merupakan suatu aktifitas yang dilakukan
secara sungguh-sungguh, yang didalamnya tak lepas dari unsur
ketekunan, keuletan, dan ketelitian, dengan adanya sifat tekun akan
muncul optimis dalam diri seseorang untuk mencapai cita-citanya.
Dengan adanya sifat ulet, manusia tidak akan mudah goyah dan putus
asa dalam mengerjakan apa yang ia lakukan. Dan melakukan pekerjaan
unsur teliti juga tidak boleh lepas dari dirinya, dengan sikap teliti maka
apabila ada kesalahan atau kekurangan bisa segera dicarikan solusinya.
Allah SWT menjadikan semua yang ada di bumi sebagai lapangan
untuk mencari rezeki atau kehidupan. Oleh karena itu, bertebaranlah
dimuka bumi ini untuk mencari anugerah dari Allah SWT. Al-Qur‟an
menganjurkan manusia agar bersikap disiplin dan menggunakan waktu
secara efektif dan efisien. Apabila seseorang ingin mengalami

109
Azhrudin dan Hasanuddin, Pengantar Study Akhlak, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2004, h.228

88
kesuksesan dalam kehidupannya, salah satu modal utama adalah
memiliki kerja keras yang tinggi. Kerja keras merupakan penggabungan
dua kata yang berbeda yaitu kerja dan keras dalam kamus bahasa
Indonesaia kerja memiliki arti aktifitas untuk melakukan sesuatu 110 ,
sedangkan keras memiliki arti kuat dan tidak mudah peacah. 111 Jadi,
kerja keras artinya adalah aktifitas untuk melakukan sesuatu yang tidak
mudah patah semangat. Al-Quran selalu memotivasi setiap pemeluknya
untuk senantiasa berkreasi dan berinivasi. Bahkan, Islam memberi nilai
yang lebih esensial, yaitu sebuah kerja keras seharusnya dilandasi atas
niat yang benar, serta dasar bahwa prestasi kerjanya akan dinilai oleh
Allah, Rasul dan umat mukmin.
4. Tauhid
Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT saja yang
memiliki hak uluhiyah terhadap semua makhlukNya. Hanya Dia SWT
yang berhak untuk disembah, bukan yang lain. Karena itu tidak
diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti:
berdoa, shalat, meminta tolong, tawakkal, takut, mengharap,
menyembelih, bernazar dan semisalnya melainkan hanya untuk Allah
SWT semata.
Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan
manusia, karena tauhid menjadi landasan setiap amal yang dilakukan.
Hanya amal yang dilandasi tauhidullah menurut tuntunan Islam yang
akan menghantarkan manusia pada kehidupan yang baik dan
kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti.

Isma‟il Raji Al-Faruqi menyatakan bahwa keesaan Allah adalah adalah


prinsip utama ajaran Islam dan setiap prinsil hal yang Islamii.Itulan prinsip
110
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Gitamedia Pres, T.T), h. 426
111
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Gitamedia Pres, T.T), h. 424

89
bahwa Allah adalah tunggal secara mutlak, dan tertinggi secara metafisis dan
aksiologis, bahwa setiap sesuatu selain Dia adalah terpisah dan berbeda dengan
dia, dan merupakan ciptaan-Nya. Dialah sang pencipta, dengan perintah-Nya
segala sesuatu peristiwa terjadi. Dari prinsip ini pula lahir kesatuan alam semesta,
kesatuan kebenaran, kesatuan pengetahuan, kesatuan hidup, dan kesatuan umat
manusia.112

112
Didin Hafidhuddin, Membentuk Pribadi Qurani,(Jakarta : Harakah, 2002), h.136S

90
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas, penulis mengambil kesimpulan untuk
menjawab rumusan masalah yang sudah diajukan, yaitu:

1. Didalam menafsirkan kata ‘usr dan yusr tidak adanya perbedaan yang
signifikan diantara dua tafsir tersebut. Perbedaan yang timbul justru
tumbuh dari tafsiran dalam redaksi yang sedikit berbeda. Dalam Tafsir
Al-Azhar dijelaskan bahwa ‘usr da yusr tegas diungkapkan oleh buya
Hamka bahwa itu adalah sunnatullah( ketetapan Allah). Sehingga ketika
seorang hamba mendapati dirinya dalam kesulitan, janganlah berputus asa
karena kemudahan pasti akan mengiringinya. Dalam Tafsir Al-Azhar
dijelaskan bahwa kata ma’a pada ayat 5 dan 6 surah Al-Insyirah adalah
bermakna Ba’da yang berarti sesudah. Maka dapat diartikan Maka
sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan.

2. Dalam tafsir al-misbah dijelaskan bahwa ayat 5 dan 6 dalam surah Al-
Insyirah ini bermaksud menjelaskan salah satu sunnah-Nya yang bersifat
umum dan konsisten, yaitu “Setiap kesulitan pasti disertai dengan
kemudahan selama yang bersangkutan bertekad untuk
menanggulanginya”. Hal ini dibuktikan Allah dengan contoh kongkrit
pada diri Rasulullah Saw. Beliau datang sendiri, ditantang dan dianiaya
sampai- sampai beliau dan keluarga diboikot oleh kaum musyrikin di
Makkah, tidak boleh ada jual beli atau kawin, tidak boleh berbicara
kepada keluarganya selama setahun, disusul sampai tahun ketiga. Tetapi
pada akhirnya tiba jugalah kelapangan dan jalan keluar yang selama ini
didambakan.

Ayat- ayat yang terkandung pada surah Al-Insyirah itu seakan


menyatakan kelapangan dada yang engkau peroleh, keringanan beban
yang selama ini engkau rasakan, keharuman nama yang selama ini engkau
sandangkan, semua itu disebabkan sebelum ini bahwa engkau telah
mengalami puncak kesulitan. Namun engkau tetap tabah dan optimis
sehingga berlakulah ketetapan Allah, yaitu “apabila krisis atau kesulitan
telah mencapai puncaknya pasti ia akan sirna dan disusul dengan
kemudahan”

91
3. Pengaruh Makna ‘Usr Dan Yusr Dalam Memahami Ujian Kehidupan,
akhir dari makna kata ‘usr dan yusr adalah supaya dalam menjalani
kehidupan kita sebagai hamba hanya perlu yakin atas ketetapan Allah
Swt. Setidaknya ada beberapa munasabah yang dapat diperhatikan
setelah betul-betul memahami makna kata ‘Usr dan Yusr, diantaranya:
a. Ikhlas
b. Sabar
c. Ikhtiar
d. Tauhid

B. Saran

Setelah melakukan penelitian di atas dan menjelaskannya sesuai tema,


maka Penulis ingin menyampaikan bahwa hasil dari penelitian ini kita dapat
mengambil pelajaran bahwa tidak ada kesulitan yang akan kekal kita
rasakan, setiap kesulitan pasti akan dibarengi dengan kebahagiaan, untuk itu
kita harus selalu berhusnudzan kepada Allah atas setiap ujian hidup kita
alami.
Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, bahkan hasil dari
kesimpulan di atas masih bisa dibantah, dikritisi dan bisa dikembangkan
atau disempurnakan lagi karena tidak semua dari penafsiran kata ‘usr dan
yusr dapat penulis tafsirkan dan tuangkan secara sempurna.
Dengan itu, penulis memberikan kesempatan bagi peneliti selanjutnya
untuk bisa mengembangkan kembali penelitian ini, agar menghasilkan
penelitian yang sempurna, khususnya terkait dengan makna ‘usr dan yusr
dalam Al-Qur'an. Semoga dengan selesainya skripsi ini, bisa menjadi
tambahan salah satu sumber rujukan dikalangan pendidikan umum maupun
agama.

92
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Somad,Bukhari, Khazanah Tafsir dan Hadis Nabawi, (Banda Aceh : Yayasan
Pena, 2011).
Affandi,Yuyun, Konsep Demokrasi Menurut Pandangan Hamka dalam Tafsīr al-
Azhār, Laporan Penelitian Individu, (Semarang: 2010).
Ahmad Mujahid, Makna Sinkronik-Diakronik Kata ‘Usr dan Yusr dalam Surat Al-
Insyirah,Religia Jurnal-jurna Keislaman Vol.22 No.1 2019
Al-Asfahani, Al-Ragib. Mufradat alfaz al-Qur’an. Iran: al-Maktabah al-
Murtadawiyyah, 1373
Al-Munawwar,Said Aqil Husein, Al-Qur’an Membangun Kesalehan Hakiki, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002).
Al-Qur’an Al-Karim

Alviyah,Avif, Metode Penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar, vol. 15, No.
01,( Januari, 2016).
Amin Ghofur,Saiful, Mozaik Mufasir Al-Qur’an.
Audah,Ali, Dari Khazanah Dunia Islam,(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999).
Azhrudin dan Hasanuddin, Pengantar Study Akhlak, ( Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2004
Bakar, Abu Ahmad bin Al-Husein Al-Baihaqi, Dalail An-Nubuwwah. (Syirkatul
Qudus Linnnasyri Wa Tauzi’, 2018)
Burhanuddin dan Nunu. "Konstruksi nasionalisme religius: relasi cinta dan harga diri
dalam karya sastra Hamka." Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu
Keislaman, vol. 10, no. 2 (Desember 2015).
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam.
Gustiani dan Firna Novian. "Penggunaan Strategi Inkuiri dalam Pembelajaran
Menganalisis Nilai-Nilai Religius Biografi Buya Hamka." Alinea: Jurnal
Bahasa, Sastra, dan Pengajaran Vol. 8. No. 2 (2019).
Hafidhuddin, Didin, Membentuk Pribadi Qurani (Jakarta : Harakah, 2002), h.136

93
Hamka, Kenang-kenangan Hidup, jilid I (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).
Hamka, Tafsir Al Azhar Jilid 10 (Yogyakarta: Pustaka Panji Mas, 2008)
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Vol.I (Jakarta: Pustaka Pajimas, 1982 )
Hamka,Irfan, Ayah, Kisah Buya Hamka (Jakarta: Replubika, 2019).
Hamka,Rusydi, Pribadi dan Martabat Buya Hamka (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1983).
Hamka. Tafsir Al-Azhar Vol. II, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992)
Hashim,Rosnani (ed), “Hamka Intellectual and Social Transformation of the Malay
World”.
Iqlab,Muhammad , Metode Penafsiran Al-Qur’an M. Quraish Shihab, Jurnal
Tsaqafah, Vol. 6, No. 2, (Medan: IAIN Sumatera Utara, 2010), h. 250. Lihat
juga: https://ejournal.unida.gontor.ac.id
Katsir, Ibnu, buku Tafsir Al-Qur’an Ibnu Katsir Terj. dari Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim
Ibnu Katsir oleh Abdurrahman Bin Muhammad, Bogor: Pustaka Imam
Syafi’i, 2004.
Latifah, Fithrotul, “Kemudahan Dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Tafsir Tematik)”,
(Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, 2019)
Lufaefi, Tafsir Al-Misbah: Tekstualitas, Rasionalitas, Lokalitas Tafsir Nusantara,
Jurnal Ushuluddin, Vol. 21, No. 1, (Jakarta: PTIQ Jakarta, 2019).
M. Iqbal, Metode penafsiran M. Quraish Shihab, Jurnal Tsaqafah, Vol. 6, No. 2,
(Medan: IAIN Sumatera Utara, 2010), h. 252. Lihat juga:
https://ejournal.unida.gontor.ac.id
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Limit UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015).
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia.
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku, Tafsir al-Bayan, (Semarang : PT
Pustaka Rizki Putra, 2002)
Muhammad, As-Shawi Ahmad Tafsir Jalalain dan Hasyiyah As-Shawi, (Surabaya,
Dar Ilmi, 2012)

94
Mujahid, Ahmad “Semantika Al-Qur’an (Kajian Kata ‘Usr dan Yusr’ Dalam Surah
Al Insyirah)”, (Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Pekalongan, 2018)
Musadad,Ahmad, Konsep Hutang-Piutang Dalam Al-Qur’an: Studi Perbandingan
Tasfir Al-Maraghi Karya Ahmad Mushtafa Al-Maraghi Dan Tafsir Al-Misbah
Karya M. Quraish Shihab Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Islam, Vol. 6, No.
2, (Madura: Universitas Trunojoyo Madura, 2019), h. 65. Lihat juga:
https://journal. trunojoyo.ac.id
Nur,Afrizal, M. Quraish Shihab Dan Rasionalisasi Tafsir, Jurnal Ushuluddin, Vol.
18, No. 1, (Riau: UIN Sultan Syarif Kasim, 2012), h. 23. Lihat juga:
http://ejournal.uin-suska.ac.id
Nurkhaeriyah, Konsep Ketenangan Jiwa Dalam Q.S. Al-Insyirah Studi Tafsir Al-
Mishbah Karya M. Quraisy Shihab, Jurnal Nurkhaeriyah, Toto Santi Aji
Konsep Ketenangan Jiwa Dalam Q.S. Al-Insyirah Studi Tafsir Al-Mishbah
Karya M. Quraisy Shihab 2021
Prima Pena, Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Gitamedia Pres, T.T),
Qutb, Sayyid Fi Zhilalil Qur’an Jakarta : Gema Insani Press, 2003
Rohimim, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, cet I( Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2007), 102.
Rostiyati, dkk. "Analisis nilai moral pada buku buya hamka sebuah novel biografi
karya haidar musyafa." Jurnal Bindo Sastra vol. 3. no. 1 (2019).
Rouf,Abdul, Tafsir Al-Azhar: Dimensi Tasawuf Hamka (Selangor Darul Ehsan:
Piagam Intan SDN. BHD, 2013).
Rusli Tanjung,Abdurrahman, Analisis Terhadap Corak Tafsir Al-Adaby AlIjtima’i,
Jurnal Analytica Islamica, Vol. 3, No. 1, (Medan: UIN Sumatera Utara, 2014),
h. 173. Lihat juga: http://jurnal.uinsu.ac.id
Sa’adah,Nur Lailis, Kafir Dalam Al-Qur’an (Studi Penafsiran M. Quraish Shihab
Dalam Tafsir Al-Misbah Dan Relevansinya Dengan Toleransi Di Indonesia),
Skripsi, Semarang: (UIN Walisongo Semarang, 2018).
Shihab, M. Quraish, Mukjizat Al-Quran, (Bandung: Mizan, 2007)

95
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Misbah Jilid 15 Pesan, Kesan dan k=Keserasian
(Jakarta: Lentera Hati, 2005)
Shihab,M. Quraish, Kaidah Tafsir, (Jakarta: Lentera Hati, 2013).
Shihab,M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Cet. IV, (Jakarta: Lentera Hati, 2011).
Shihab,M. Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Vol. IV
Shihab,M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas berbagai Persoalan
Umat, (Bandung: Mizan, 1996).
Shihab,M.Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Bermasyarakat, (Bandung: Mizan, 2013).
Shihab,Quraish, Sunnah Syi’ah Bergandengan Mungkinkah, (Jakarta: Lentera Hati,
2007).
Syaikh Manna Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur`an, terj H. Ainur Rafiq
ElMazni. Pengantar Studi Ilmu Alqur`an.
Syakirin,Abu, “Metodologi Hamka dalam Penafsiran al-Qur’an”, dalam
http://abusyakirin.wordpress.com
Tamara,Nasir, Hamka di Mata Hati Umat (Jakarta: Sinar Harapan, 1984).
Taufikurrahman, Pendekatan Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah, Jurnal
Makrifat, Vol. 4, No. 1, (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
2019), h. 83. Lihat juga: http://ejournal.kopertaisa.or.id
Taufikurrahman, Pendekatan Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah.
Wartini,Atik, Tafsir Berwawasan Gender: Studi Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish
Shihab, Jurnal Syahadah, Vol. 2, No. 2 (Yogyakarta: UIN Suka Yogyakarta,
2014), h. 54. Lihat juga: http://oaji.net
Yusuf,Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar.
Zuhaili.Wahbah Tafsir Al-Munir Aqidah, Syari’ah, Manhaj (Depok: Gema Insani
2016)

96

Anda mungkin juga menyukai