PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Sejarah Masuknya Islam dan Distorsi Kaum Yahudi- Kristen
2. Distorsi pada masa para sahabat
C. TUJUAN
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar kita lebih memahami bagaimana
Kesatuan sejarah dalam Islam dan terjadinya distorsi sejarah dalam islam.
[1]
BAB II
Sejak kemunculan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, Islam
sudah harus berhadapan dengan berbagai agama yang eksis sebelumnya. Salah
satunya adalah agama Kristen, yang saat itu sudah menyebar di berbagai
wilayah di Jazirah Arab. Al-Quran juga memberikan banyak penjelasan
tentang agama ini, Nabi Muhammad saw mengirimkan dilegasi pengungsi
Muslim, hijrah dari Mekkah ke Habsyah (Ethiopia) untuk mencari
perlindungan pada Raja Najasyi yang kala itu masih beragama Kristen.
Kaum Quraisy yang tidak rela dengan kepergian kaum Muslim segera
mengirimkan utusan khusus kepada Najasyi agar mengusir kembali kaum
Muslim tersebut. Raja Najasyi diprovokasi Kepada masyarakat Najasyi dan
para pendeta Kristen, Amr bin Ash dan Amarah dua utusan Quraisy
menyatakan, bahwa orang-orang Islam tidak akan mau bersujud kepada Raja.
Ketika kaum Muslim dipanggil menghadap Raja, mereka diperintahkan,
“Bersujudlah kalian kepada Raja!”. Dengan tegas Ja’far menjawab, “Kami
tidak bersujud kecuali kepada Allah semata.”
Memang dalam pandangan Islam tugas terpenting dari misi kenabian adalah
menegakkan kalimah tauhid dan memberantas kesyirikan. Dalam al-Quran
disebutkan, Lukmanul Hakim mengajarkan anaknya agar jangan
melaksanakan dosa syirik, sebab syirik adalah kezaliman yang besar.
Menyekutukan Allah adalah tindakan yang tidak terampuni dan tidak beradab.
Allah adalah al-Khaliq dan manusia adalah makhluk, Manusia tidak patut
disetarakan dengan Allah. Di antara manusia saja antara pejabat dan rakyat
misalnya, dibeda-bedakan status dan perlakuannya. Apalagi, antara makhluk
dengan al-Khaliq tentulah ada status yang sangat berbeda.
[2]
Salah satu titik sentral dari penjelasan al-Quran tentang agama Kristen
terletak pada status Nabi Isa a.s, yang dalam Islam diakui sebagai Nabi dan
Rasul bukan Tuhan dan bukan anak Tuhan. Bahkan, Al-Quran menyebutkan,
bahwa Allah SWT sangat murka karena dituduh punya anak. Polemik soal ini
sudah berlangsung sejak zaman Nabi Muhammad saw, saat Nabi saw
melayani diskusi dan debat dengan delegasi Kristen Najran.
Kata Andrae, “Konsep kenabian sebagai sesuatu yang hidup dan aktual,
sesuatu yang milik sekarang dan akan datang, sukar, sejauh yang aku lihat,
muncul di dalam jiwa Muhammad jika ia tidak mengetahui mengenai nabi-
nabi dan kenabian yang telah diajarkan Yahudi dan gereja-gereja Kristen di
Timur.”
Richard Bell menulis buku berjudul The Origin of Islam in its Christian
Environment. Bell menyimpulkan bahwa pengaruh Kristen datang dari Syiria
(Suriah), Mesopotamia, dan Ethiopia. Kosa kata Aramaik dan Ethiopia yang
digunakan oleh orang-orang Kristen, diketahui oleh Muhammad, yang
selanjutnya memasukkannya ke dalam Al-Qur`an.
[3]
Mereka berpendapat nabi Muhammad bukan Ummiy.
Sulit dipercaya, tegas Hirshfeld, jika Muhammad tidak bisa menulis ketika
berusia di atas 50 tahun. Selain itu, kata Hirshfeld, banyaknya nama-nama dan
kata-kata yang diungkapkan di dalam Al-Qur`an menunjukkan bahwa
Muhammad salah membaca di dalam catatan-catatannya yang ditulis tanpa
kemahiran.
Pendapat Ulama
[4]
Tuduhan kaum orientalis memang tidak dapat dipisahkan dari prejudis, baik
disadari ataupun tidak. Meskipun mereka ingin menunjukkan “objektivitas”
dan mengaplikasikan metode kritis-historis, namun pandangan-hidup Yahudi-
Kristen sebenarnya tetap menjadi dasarnya.
Ucapan dan pernyataan kaum orientalis yang mengaku ilmiah dan objektif
tentang Muhammad hanyalah bertujuan untuk mengaburkan dan meragukan
kebenaran Al-Qur`an.
Sejak lebih seribu tahun umat Islam memandang para sahabat Nabi saw
sebagai generasi terbaik yang dilahirkan peradaban Islam. Dasarnya jelas Al-
Qur’an berkali-kali memuji mereka baik dalam kapasitas individu maupun
genarasi yang utuh. Merekalah yang paling pantas menyandang predikat umat
terbaik (khayr ummah) yang dikeluarkan Allah untuk menyampaikan risalah-
Nya kepada seluruh manusia.
Dari seluruh sahabat Nabi saw para sahabat yang lebih dulu memeluk
Islam dan berjuang menegakkannya bersama Rasulullah saw memiliki
[5]
kedudukan yang sangat istimewa. Merekalah al-sabiqun al-awwalun yang
telah dipastikan meraih keridhaan Allah swt, seperti dinyatakan dalam firman-
Nya:
Demikianlah kedudukan para sahabat Nabi saw yang telah digariskan Al-
Qur’an dan as-Sunnah. Karya-karya besar mereka mendapat penghargaan
abadi dari dua sumber yang sedikitpun tidak diragui kebenarannya. Perjalanan
hidup mereka dengan segala keragaman kondisi dan dinamikanya sebagai
manusia yang terbatas adalah teladan yang paling ideal bagi seluruh manusia
dan sepanjang masa. Karena itulah Allah swt menggariskan takdir mereka
harus mengalami berbagai kondisi yang lazim dialami oleh seluruh manusia
baik dalam skala individu maupun masyarakat. Fenomena kaya dan miskin
krisis ekonomi dan kemajuannya suhu politik yang normal dan kekacauan pun
mereka alami semuanya. Namun yang pasti, dalam semua kondisi tersebut
[6]
mereka menunjukkan kapasitas individu dan masyarakat ideal yang berusaha
sekuat tenaga menggabungkan antara idealisme wahyu dan realitas.
Keutuhan keteladanan ini dipahami betul oleh sosok Abdullah ibn Umar
ra, seorang sahabat utama yang banyak mengalami peristiwa besar hingga
periode Bani Umayyah. Kepada murid-muridnya dari generasi Tabi`in, Ibn
Umar ra. berpesan, “Siapa yang mencari teladan hendaklah meneladani orang-
orang yang telah meninggal yaitu sahabat-sahabat Muhammad saw.
Merekalah genarasi terbaik umat ini hati mereka lebih bersih, ilmu mereka
lebih dalam, dan mereka sangat jauh dari sikap berlebihan. Merekalah
generasi yang dipilih Allah untuk menyertai Nabi-Nya saw, Dan
menyampaikan agama-Nya. Maka teladanilah akhlaq dan jejak hidupnya
karena mereka adalah sahabat-sahabat Muhammad saw dan telah mendapat
petunjuk yang lurus”.
[7]
yang jelas dan kuat sumbernya. Cara-cara seperti ini memang biasa digunakan
oleh kaum orientalis dalam menulis sejarah Islam. Sayangnya, kaum sekular-
liberal, seperti Fouda juga mengikuti jejak kaum orientalis dalam memberikan
citra buruk tentang sejarah Islam.
Kondisi yang lebih parah terjadi pada Bab Dua: Pembacaan Baru terhadap
Sejarah al-Khulafa’ar-Rasyidun. Fouda bukan hanya tidak banyak
mencantumkan sumber riwayat yang dikutipnya, tapi juga membumbuinya
dengan penafsiran-penafsiran yang semakin memperburuk gambaran
hubungan antara para sahabat Nabi saw pengutipan dan penafsiran Fouda
berikut ini, ”Kepada Ali, Abdur Rahman bin Auf, misalnya menyerukan:
’Kalau engkau berkenan, silakan angkat senjata. Akupun akan angkat senjata.
Ia (Usman) telah mengambil kembali apa yang telah ia berikan kepadaku’.
Lantas Auf berkata kepada para sahabatnya, dalam keadaan sakit yang pada
akhirnya menyebabkan kematiannya: ‘Bersegeralah kalian (untuk
memberontak terhadap kekuasaan Usman) sebelum kekuasaannya itu yang
akan melindas kaian!’. Thalhah juga memprovokasi para pemberontak,
sampai-sampai Ali tidak mempunyai pilihan lain kecuali membuka akses
Baitul Mal, lalu membagi-bagikannya kepada mereka sampai terjadi
pertengkaran karena itu. Tetapi, saat itu Usman justru membenarkan tindakan
Ali. Dan benar saja, tidak perlu menunggu sampai berbulan-bulan lamanya,
Usman pun terbunuh. Anehnya, Thalhah kemudian justru tampil sebagai
orang yang menuntut balas atas kematian Usman dalam kelompok tentara
Aisyah…”
[8]
Kisah di atas jelas-jelas menyebut keterlibatan langsung Abdurrahman ibn
`Auf dan Thalhah ibn `Ubaidillah, dua sahabat utama yang tergolong anggota
Dewan Syura Khalifah, dalam konspirasi yang mengakibatkan terbunuhnya
Usman ra. Kisah Thalhah ra. sama sekali tidak disebutkan sumbernya.
Sedangkan kisah Abdurrahman ibn `Auf dikutip Fouda dari buku al-Fitnah al-
Kubra, karya sastrawan sekuler kenamaan Thaha Husain.
[9]
DAFTAR PUSTAKA
http://m.hidayatullah.com/read/2012/02/07/2234/orientalisme-dan-hujatan-terhadap-
rasulullah.html
[10]