Anda di halaman 1dari 18

TOWER TRANSMISI

Oleh
Abdi Nenotek
1406030023

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karuniaNyalah, Makalah ini dapat saya selesaikan dengan baik Adapun tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah transmisi tenaga listrik.

Dalam penyelesaian makalah ini, saya banyak mengalami kesulitan, terutama


disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun akhirnya makalah ini
dapat saya selesaikan dengan cukup baik.

Saya sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
pembuatan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna pembuatan makalah yang
lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Kupang, 04 Oktober 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada suatu sistem tenaga listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat pembangkit
listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu saluran transmisi. Saluran
transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran bawah tanah, namun pada
umumnya berupa saluran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara
pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media
isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah
atau merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan
lingkungan sekitarnya, kawatkawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi
bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara atau tower. Antara menara listrik dan kawat
penghantar disekat oleh isolator.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai tower atau menara transmisi sebagai saluran
udara yang merupakan saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik melalui kawat-
kawat yang digantung pada isolator antar menara atau tiang transmisi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peralatan dan jenis-jenis
tower/menara pada jaringan transmisi tegangan tinggi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Menara/Tower

Dalam sistem transmisi tenaga listrik, menara transmisi berfungsi sebagai saluran
udara yang pada penyaluran energi listriknya melalui kawat-kawat atau kabel telanjang yang
digantung pada isolator antar menara atau tiang transmisi. Keuntungan dari saluran transmisi
udara sendiri antara lain:

1. Mudah dalam perbaikan dan perawatan;

2. Cara penyambungan mudah;

3. Mudah dalam mengetahui letak gangguan;

4. Biaya lebih murah.

Sedangkan kerugian dari saluran transmisi udara ini antara lain:

1. Karena berada di ruang terbuka, maka cuaca sangat berpengaruh terhadap keandalannya,
dengan kata lain mudah terjadi gangguan dari luar, seperti gangguan hubung singkat,
gangguan tegangan bila tersambar petir, dan gangguan lainnya;

2. Dari segi estetika atau keindahan dinilai kurang, sehingga saluran transmisi bukan pilihan
yang ideal untuk transmisi di dalam kota.

3. Perlu pengawasan yang intensif, karena besi-besinya rawan terhadap pencurian. Seperti
yang telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia, dimana pencurian besibesi baja pada
menara atau tower listrik mengakibatkan menara tersebut roboh, dan penyaluran energi listrik
ke konsumen pun menjadi terganggu;

4. Akibat menggunakan kabel telanjang, pemuaian lebih cepat dibandingkan dengan kabel
tertutup. Suatu menara atau tower listrik harus kuat terhadap beban yang bekerja padanya,
antara lain yaitu:
1. Gaya berat menara dan kawat penghantar;

2. Gaya tarik akibat rentangan kawat;

3. Gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan menara.

2.1.1 Jarak dan ruang bebas pada tower/menara transmisi

Setiap bentangan kawat jaringan transmisi memerlukan suatu ruang bebas. Ruang
bebas adalah ruang di sekeliling penghantar yang dibentuk oleh jarak bebas minimum
sepanjang jalur SUTT. Jalur itu harus dibebaskan dari benda-benda dan kegiatan lainnya.
Artinya, dalam ruang bebas tidak boleh ada satupun benda-benda seperti bangunan atau
pohon lain di dalam ruang tersebut. Dengan adanya ruang bebas ini, pengaruh medan
elektromagnetik terhadap lingkungan sekitar dapat dicegah. Keterangan mengenai ruang
bebas diatur di dalam Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tentang ruang bebas
SUTT dan SUTET. Di peraturan itu, diatur jarak minimum titik tertinggi bangunan atau
pohon terhadap titik terendah dari kawat penghantar jaringan transmisi. Nilai jarak bebas
minimum tiap objek bisa dilihat pada tabel berikut ini.
Setiap bentangan kawat jaringan transmisi memerlukan suatu ruang bebas. Ruang
bebas adalah ruang di sekeliling penghantar yang dibentuk oleh jarak bebas minimum
sepanjang jalur SUTT. Jalur itu harus dibebaskan dari benda-benda dan kegiatan lainnya.
Artinya, dalam ruang bebas tidak boleh ada satupun benda-benda seperti bangunan atau
pohon lain di dalam ruang tersebut. Dengan adanya ruang bebas ini, pengaruh medan
elektromagnetik terhadap lingkungan sekitar dapat dicegah. Keterangan mengenai ruang
bebas diatur di dalam Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tentang ruang be-bas
SUTT dan SUTET. Di peraturan itu, diatur jarak minimum titik tertinggi bangunan atau
pohon terhadap titik terendah dari kawat penghantar jaringan transmisi. Nilai jarak bebas
minimum tiap objek bisa dilihat pada tabel di atas.

Membangun untuk aktivitas manusia tidak diperbolehkan menurut peraturan pemerintah


(PERMEN PE No. 01.P/47/MPE/1992). Demikian pula membangun lapangan olah raga, dan
bangunan lainnya. Ruang bebas tersebut dibebaskan dengan kompensasi artinya,
pengembang yang membeli lahan yang sebelumnya terdapat Sutet maka daerah bebas
tersebut bukan milik pengembang, namun jika Sutet tersebut dibangun setelah ada
permukiman, maka sesungguhnya pengembang mendapatkan kompensasi pembebasan lahan
(lihat: Peraturan Menteri Pertambangan dan energi Nomor 01.P/47/MPE 1992 tentang Ruang
Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTET); SK Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 975/K/47/MPE/1999 tentang
perubahan Peraturan Menteri Pertambangan dan energi Nomor 01.P/47/MPE 1992 tentang
Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTET).

Saat ini masih banyak masyarakat yang mengabaikan keselamatannya dengan mendirikan
rumah dan bangunan di bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Padahal,
sudah ada aturan baku yang menetapkan jarak aman atau jarak minimum yang harus dipenuhi
masyarakat yang mendirikan bangunan di sekitar SUTET.

Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Munir Ahmad


mengatakan, bahwa banyak masyarakat tidak tahu bahwa dirinya bisa terancam gangguan
kesehatan karena berada dekat dengan sutet.
"Karena di listrik itu ada energi magnetiknya, yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan
bagi manusia bila terpapar terlalu sering," ujar dia dalam acara coffee morning di Kantor
Ditjen Ketenagalistrikan, Kuningan, Jakarta, Jumat (4/9/2015).

Terkait hal tersebut, sebenarnya pemerintah punya aturan yang tegas mengenai jarak
minimal yang harus dipenuhi masyarakat agar terhindar dari gangguan kesehatan yang
ditimbulkan oleh gelombang magnet dari SUTET tersebut.

Direktorat Jenderal Ketenagalitrikan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral


(ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 18/2015 menggantikan aturan sebelumnya,
yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 01.P/47/M.PE/1992 tentang ruang bebas dan jarak
bebas minimum pada SUTET.

Ruang bebas yang dimaksud adalah area dengan jarak atau radius tertentu yang diukur
dari tapak tiang SUTET yang harus terbebas dari bangunan apapun.

Dalam lampiran aturan tersebut, jarak aman yang harus dipenuhi berdasarkan jenis dan
kapasitas tegangan SUTET.

SUTT 55 KV jenis tiang baja memiliki ruang bebas 4 meter

SUTT 66 KV jenis tiang beton memiliki ruang bebas 4 meter

SUTT 66 KV jenis menara memiliki ruang bebas 7 meter

SUTT 150 KV jenis tiang baja memiliki ruang bebas 7 meter

SUTT 150 KV jenis tiang baja memiliki ruang bebas 6 meter

SUTT 150 KV jenis tiang beton memiliki ruang bebas 5 meter

SUTT 150 KV jenis menara memiliki ruang bebas 10 meter

SUTET 275 KV jenis Sirkit Ganda memiliki ruang bebas 13 meter

SUTET 500 KV jenis Sirkit Tunggal memiliki ruang bebas 22 meter

SUTET 500 KV jenis Sirkit Ganda memiliki ruang bebas 17 meter


SUTTAS 250 KV memiliki ruang bebas 14 meter

SUTTAS 500 KV memiliki ruang bebas 18 meter

Selain mengatur jarak aman dari tiang atau menara SUTET, aturan ini juga mengatur tinggi
bangunan yang masih dianggap aman dari konduktor atau kabel transmisi listrik bertegangan
tinggi.

SUTT 66 KV memiliki jarak bebas 12,5 meter dari permukaan tanah dengan tinggi
maksimal bangunan 8 meter

SUTT 150 KV memiliki jarak bebas 13,5 meter dari permukaan tanah dengan tinggi
maksimal bangunan 8 meter

SUTET 275 KV memiliki jarak bebas 15 meter dari permukaan tanah dengan tinggi
maksimal bangunan 8 meter

SUTET 500 KV memiliki jarak bebas 13 meter dari permukaan tanah dengan tinggi
maksimal bangunan 9 meter

SUTTAS 250 KV memiliki jarak bebas 17 meter dari permukaan tanah dengan tinggi
maksimal bangunan 7 meter

"Jadi harus ada ruang bebas dari ayunan kabel itu ketika tertiup angin dan jarak aman dari
risiko kabel putus atau sebagainya.

2.2 Klasifikasi Menara Transmisi Berdasarkan Konstruksinya

Menurut bentuk konstruksinya, jenis-jenis tower dibagi atas 4 macam, yaitu:

1. Lattice Tower

2. Tubular Steel Pole

3. Concrete Pole

4. Wooden Pole
Gambar 1 Lattice tower (kiri) dan Tubular Steel Tower (kanan)

Gambar 2 Wooden pole tower (kiri) dan Concrete pole tower (kanan)

2.3. Klasifikasi Menara Transmisi Berdasarkan Tipenya

Berdasarkan tipenya, menara transmisi dibedakan menjadi dua macam yakni sebagai

berikut:

1. Tipe tower 150 kV


2. Tipe tower 500 kV

2.4. Klasifikasi Menara Transmisi Berdasarkan Fungsinya

Menurut fungsinya, tower dibagi atas tujuh macam, yaitu:

1. Dead End Tower Merupakan tiang akhir yang berlokasi didekat Gardu Induk, tower ini
hampir sepenuhnya menanggung gaya tarik.

2. Section Tower Merupakan tiang penyekat antara sejumlah tower penyangga dengan
sejumlah tower penyangga lainnya karena alasan kemudahan saat pembangunan (penarikan
kawat), umumnya mempunyai sudut belokan yang kecil.

3. Suspension Tower Merupakan tower penyangga yang hampir sepenuhnya menanggung


gaya berat, umumnya tidak mempunyai sudut belokan.

4. Tension Tower Merupakan tower penegang yang menanggung gaya tarik yang lebih besar
daripada gaya berat umumnya mempunyai sudut belokan.

5. Transposision Tower Merupakan tower tension yang digunakan sebagai tempat


melakukan perubahan posisi kawat fasa guna memperbaiki impedansi transmisi.

6. Gantry Tower Merupakan tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara dua
saluran transmisi. Tiang ini dibangun di bawah saluran transmisi existing.

7. Combined Tower Merupakan tower yang digunakan oleh dua buah saluran transmisi yang
berbeda tegangan operasinya.
Gambar 3 Tower tipe suspensi (kiri) dan tension (kanan)

2.5. Klasifikasi Menara Transmisi Berdasarkan Konfigurasinya

Menurut konfigurasi kawat fasa, tower dikelompokkan atas:

1. Triangle Arrangement: sirkuit tunggal tiga phasa dengan satu earth wire.

2. Delta (Horizontal Arrangement) : sirkuit tunggal tiga phasa dengan dua earth wire.

3. Piramide (Vertical Arrangement) : sirkuit dobel, dua kali tiga phasa dengan satu earth
wire.

4. Piramide (Vertical Arrangement) : sirkuit dobel, dua kali tiga phasa dengan dua earth
wire.

Gambar 4
Gambar 5 Jenis tower berdasarkan konfigurasinya

2.6. Klasifikasi Menara Transmisi Berdasarkan Bahannya

Berdasarkan bahannya, menara listrik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Tiang baja

2. Tiang beton

3. Tiang kayu

2.7 Komponen komponen Pada Tower

Secara, umum suatu menara atau tower listrik terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

1. Pondasi, yaitu suatu konstruksi beton bertulang untuk mengikat kaki tower (stub) dengan
bumi.
Gambar 6 Pondasi tower (lattice) SUTET 500 kV(kiri) dan Pondasi steel 500kV(kanan)

2. Stub, bagian paling bawah dari kaki tower, dipasang bersamaan dengan pemasangan
pondasi dan diikat menyatu dengan pondasi.

3. Leg, kaki tower yang terhubung antara stub dengan badan menara. Pada tanah yang tidak
rata perlu dilakukan penambahan atau pengurangan tinggi leg sedangkan badan menara harus
tetap sama tinggi permukaannya.

Gambar 7 Kabel Pentanahan Tower Transmisi

4. Cross Arm, bagian menara yang berfungsi untuk tempat menggantungkan atau
mengaitkan isolator kawat fasa serta clamp kawat petir. Pada umumnya cross arm berbentuk
segitiga kecuali menara jenis tension yang mempunyai sudut belokan besar berbentuk segi
empat.

5. Common Body, badan menara bagian bawah yang terhubung dengan leg dengan badan
menara bagian atas (super structure). Kebutuhan tinggi menara dapat dilakukan dengan
pengaturan tinggi common body dengan cara penambahan atau pengurangan.
, badan menara bagian atas yang terhubung dengan common body dan cross arm kawat fasa
6. Super Structure maupun kawat petir. Pada menara jenis delta tidak dikenal istilah super
structure namun digantikan dengan K frame dan bridge.

7. K frame, bagian menara yang terhubung antara common body dengan bridge maupun
cross arm. K frame terdiri atas sisi kiri dan kanan yang simetri. K frame tidak dikenal di
menara jenis piramid.

8. Bridge, penguhubung antara cross arm kiri dan cross arm tengah. Bridge tidak dikenal di
menara jenis piramid.

9. Rambu Tanda Bahaya, berfungsi untuk memberi peringatan bahwa instalasi


SUTT/SUTET mempunyai resiko bahaya. Rambu ini bergambar petir dan tulisan AWAS
BERBAHAYA TEGANGAN TINGGI. Rambu ini dipasang di kaku menara lebih kurang 5
meter di atas tanah sebanyak dua buah, dipasang di sisi yangmenghadap menara nomor kecil
dan sisi yang menghadap nomor besar.

Gambar 8 Rambu Tanda Bahaya Tower

10. Rambu Identifikasi Tower dan Penghantar atau Jalur, berfungsi untuk
memberitahukan identitas menara seperti: nomor menara, urutan fasa, penghantar atau jalur
dan nilai tahanan pentanahan kaki menara.
Gambar 9 Rambu identifikasi tower

11. Anti-Climbing Device (ACD), berfungsi untuk menghalangi orang yang tidak
berkepentingan untuk naik ke menara. ACD dibuat runcing, berjarak 10 cm dengan yang
lainnya dan dipasang di setiap kaki menara di bawah rambu tanda bahaya.

Gambar 10 Anti Climbing Device (ACD)

12. Step Bolt, baut panjang yang dipasang dari atas ACD ke sepanjang badan menara hingga
super structure dan arm kawat petir. Berfungsi untuk pijakan petugas sewaktu naik maupun
turun dari menara.
Gambar 11 Step bolt pada Tower

13. Halaman Tower, daerah tapak menara yang luasnya diukur dari proyeksi ke atas tanah
galian pondasi. Biasanya antara 3 hingga 8 meter di luar stub tergantung pada jenis menara

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menara transmisi merupakan salah satu komponen dalam suatu sistem penyaluran
tenaga listrik. Menara transmisi terbagi atas beberapa jenis dan klasifikasinya yang digunakan
untuk menyesuaikan dengan kondisi permukaan dan letak menara tersebut. Pada menara
transmisi, kawat konduktor dihubungkan melalui isolasi untuk mengurangi efek terhadap
lingkungannya.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Pemasangan tower harus sesui dengan aturannya.


2. Pada saat pemasangan tower transmisi tegangan tinggi, harus di sesusaikan dengan
keadaan di sekitarnya.
3. Mengetahui jarak aman pada menara/tower tranmisi tenaga listrik

DAFTAR PUSTAKA

Pramono, Joko. 2010. Transmisi Tenaga Listrik.Depok

Alishemeri, dkk. 2008. Teknik Transmisi Tenaga Listrik Jilid I. Jakarta: Pusat Perbukuan

Departemen Pendidikan Nasional.

Rezkyan Nash, Putra. 2008. Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-
ITS. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai