MATERI
Penggunaan Tegangan Tinggi Untuk Pengujian Isolasi
Disusun Oleh :
September 2019
1
DAFTAR ISI
2
DAFTAR GAMBAR
3
PENGGUNAAN TEGANGAN TINGGI UNTUK PENGUJIAN ISOLASI
Peralatan listrik tegangan tinggi membutuhkan isolasi yang cukup kuat untuk menahan
muatan listrik pada konduktor sehingga rugi-rugi daya dapat diminimalisir. Hal ini dikarenakan
muatan listrik merupakan muatan yang mudah mengalami grounding atau pentanahan. Pengadaan
isolasi tersebut juga harus melewati serangkaian pengujian untuk membuktikan bahwa bahan
isolasi tersebut dapat menahan listrik dengan kuat.
Materi ini akan membahas pengujian bahan isolasi menggunakan tegangan tinggi sebagai
tolak ukurnya.
Pengukuran dielektrik digunakan untuk menguji ketahanan bahan isolasi yang digunakan.
Dielektrik merupakan bahan yang mampu menahan daya hantar arus atau biasa disebut
isolator. Bahan dielektrik dapat berupa cair, padat, dan gas tergantung kebutuhan. Dielektrik
atau isolator digunakan sebagai alat pengaman yang mampu melindungi konduktor dari
berbagai bahaya. Konduktor 3 fasa tidak boleh saling bersentuhan antara satu fasa dengan fasa
lainnya, sehingga digunakan isolator untuk memberi batas supaya tidak saling bersentuhan.
Selain itu penggunaan bahan dielektrok juga bertujuan untuk memberikan keamanan bagi
konsumen dan penyedia layanan listrik, dimana isolator digunakan untuk menutup konduktor
supaya tidak berbahaya saat disentuh manusia. Akan tetapi penggunaan bahan dielektrik juga
4
memberikan kerugian tersendiri, hal ini dikarenakan konduktor dan isolator berperan sebagai
resistansi pada sebuah aliran listrik, sehingga diperlukan pengujian sebelum penggunaan bahan
dielektri tertentu. Parameter pengujian yaitu bahan yang digunakan aman namun tetap
ekonomis dari segi biaya dan rugi-rugi dielektrik. Pengujian ini dapat dilakukan dengan
menggunakan jembatan schering, dengan mengukur rugi-rugi dielektrik yang disimbolkan
sebagai tg δ.
Dari gambar di atas dapat diketahui Rx adalah objek uji yang diparalel dengan kapasitor
Cx. prinsip kerja rangkaian penguji dielektrik tersebut sama seperti jembatan wheatstone
seperti yang biasa kita ketahui, perbedaannya hanya terdapat pada tegangan input yang
diberikan. Pada jembatan wheatstone menggunakan tegangan dc, sedangkan jembatan
schering menggunakan tegangan input ac yang cukup besar. Beban resistor yang digunakan
sebaiknya murni bersifat resistif atau tidak mengandung beban induktif sama sekali. Sehingga
diperoleh pengukuran murni daya aktif dan lebih teliti karena tidak dipengaruhi besaran daya
reaktif.
Resistor 0,01 – 104 Ω dan kapasitor standar 50 – 500 µF → impedansi dibuat sedemikian
rupa supaya Vbc dan Vcd tidak lebih dari 20 V. R1 dan Cv diatur sampai keadaan setimbang,
yaitu ketika galvanometer menunjukkan nilai nol. Tabir logam (T) digunakan untuk
melindungi bagian yang bertegangan rendah kemudian ditanahkan supaya tidak ada
kapasitansi lain di sekitar kapasitor. Sela protektor (SP) digunakan untuk mencegah kerusakan
5
pada komponen R1, R2, dan Cv saat objek uji mengalami tembus listrik yang menyebabkan
tegangan pada titik b dan d meningkat drastis.
Saat kondisi setimbang seperti yang dijelaskan di atas, berlaku persamaan sebagai berikut:
… 1.1
… 1.2
Subtitusikan nilai impedansi di atas pada persamaan 1.1, sehingga diperoleh rumus:
Akan tetapi di zaman yang serba modern ini, pengujian tg δ sudah menggunakan jembatan
schering otomatis sehingga tidak lagi diperlukan perhitungan manual untuk menentukan nilai
tg δ dan Cx, bahkan hasil pengukuran otomatis ini dapat dicetak.
Jembatan schering untuk mengukur tg δ dapat dilakukan dalam dua kondisi yaitu: (1)
mengukur tg δ menggunakan paremeter tegangan pada temperature konstan, (2) mengukur tg
6
δ menggunakan parameter temperature dengan tegangan konstan. Sehingga menghasilkan
kurva seperti di bawah ini:
Sebagian besar isolasi yang digunakan yaitu berbahan padat, seperti kayu, keramik, kaca,
kain, kertas, PVC, karet, dan lain sebagainya. Setiap bahan isolasi padat memiliki nilai
resistansi masing-masing, penggunaan material dengan isolasi tinggi dapat menyababkan rugi-
rugi daya menjadi lebih besar. Oleh karena itu diperlukan pengukuran resistansi bahan isolasi
padat sebelum digunakan, metode yang digunakan melalui pengukuran langsung dan tidak
langsung.
Pengukuran resistansi isolasi padat dilakukan dengan cara menempatkan isolasi tersebut
diantara dua elektroda yang memiliki tegangan berbeda, sehingga rumus resistansi seperti
di bawah ini:
7
Dengan ketentuan Iv atau Ip sama dengan nol. Pengukuran resistansi isolasi padat dapat
dilakukan menggunakan elektroda piring dan elektroda cintin seperti di bawah ini:
Diameter elektroda piring 5 – 10 cm, sedangkan lebar cincin minimal dua kali diameter
bahan isolasi yang akan diuji yaitu antara 3 – 2 mm. Dalam proses pengukuran resistansi
permukaan bahan isolasi, diusahakan arus volume sama dengan nol yang dapat dilakukan
dengan cara menyamakan tegangan kedua electrode P1 dan P2. Sedangkan pengukuran
resistansi volume bahan isolasi, diusahakan arus permukaan diusahakan sama dengan nol
yang dapat dilakukan dengan cara menyamakan elektroda P1 dengan cincin. Tegangan
yang dibutuhkan untuk melakukan pengukuran ini yaitu, 100-1000 VDC. Di bawah ini
merupakan gambaran rangkaian pengukuran resistansi bahan isolasi:
8
2. Metode Pengukuran Tidak Langsung
Gambar 2.3 Rangkaian Seri Pengukuran Resistansi Bahan Isolasi Secara Tidak
Langsung
Metode pengukuran tidak langsung menggunakan rangkaian seri seperti yang ditunjukkan
oleh gambar di atas, menggunakan resistor standar yang terhubung seri pada bahan isolasi
yang diuji. Elektroda yang digunakan pada pengujian ini sama seperti yang digunakan pada
saat pengukuran langsung, perbedaannya hanya pada tegangan sumber yang diberikan
dimana pada metode pengukuran ini menggunakan sumber 500 – 1000 VDC. Untuk
memperoleh ketelitian pengukuran sebesar ±10% galvanometer (G) harus memiliki
sensitifitas yang tinggi dengan mengatur nilai resistor shunt (Rsh) sehingga galvanometer
dapat membaca nilai yang ditunjukkan. Sedangkan resistor standard (Rs) menggunakan
bahan manganin yang memiliki nilai resistansi 106 Ω dan ketelitian ±10%. Di bawah ini
merupakan cara pengukuran resistansi bahan isolasi menggunakan metode pengukuran
tidak langsung rangkaian seri:
9
1. S1 dibuka dan Su dibuhungkan pada sumber tegangan DC, sehingga bahan isolasi
yang diuji terhubung seri dengan Rs
2. Pada saat ini resistansi yang terukur adalah jumlah nilai resistansi bahan isolasi dan
Rs
3. Rsh dapat diatur sedemikian rupa, supaya Galvano meter dapat membaca hasil
penyimpangan yang besar
4. Diasumsikan faktor pengali Rsh sama dengan Fx (perbandingan arus total dengan
arus pada Rsh)
5. Nilai yang ditunjukkan oleh galvanometer diasumsikan sebagai Dx
6. Setelah itu Su ditanahkan (grounding) untuk membuang muatan yang tersimpan
pada bahan isolasi yang di uji
7. Kemudian saklar S1 ditutup dan Su dihubungkan pada sumber tegangan
8. Dengan begitu nilai resistansi yang terukur hanya Rs
9. Untuk mengetahui nilai resistansi bahan isolasi, diperlukan perhitungan seperti di
bawah ini:
Setelah Rx diketahui, resistansi volume bahan isolasi yang diuji dapat dihitung
menggunakan rumus di bawah ini:
10
Dimana Rx merupakan resistansi dari hasil pengukuran resistansi volume bahan isolasi.
Sedangkan rumus resistivitas permukaan bahan isolasi sebagai berikut,
Gambar 2.4 Rangkaian Parallel Pengukuran Resistansi Bahan Isolasi Secara Tidak
Langsung
Metode rangkaian parallel untuk mengukur resistansi bahan isolasi secara tidak langsung
menggunakan resistor standar (Rs) yang dirangkai parallel dengan bahan isolasi yang diuji.
Pertama-tama galvanometer (G) dikalibrasi dengan Rs, melalui pemindahan saklar S2 pada
posisi 1 kemudian catat penyimpangan pada galvanometernya. Penyimpangan pada posisi
1 diasumsikan dengan simbol Ds, sedangkan ketika saklar S2 dipindah pada posisi 2 maka
hasil penyimpangan yang terbaca oleh galvanometer diasumsikan sebagai Dx. Setelah
kedua kondisi diukur nilai penyimpangan dari kedua kondisi, maka saklar S1 ditanahkan
untuk membuang muatan dari bahan isolasi yang diuji. Sehingga nilai resistansi bahan
isolasi dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
11
C. PENGUKURAN KONDUKTIVITAS ISOLASI CAIR
Air merupakan konduktor listrik yang cukup baik, tidak heran jika manusia rawan tersengat
listrik karena sebagian besar tubuhnya terdiri dari cairan. Apabila isolasi yang digunakan untuk
menahan arus listrik berupa cairan, bukan resistansinya lagi yang diukur, melainkan
konduktivitasnya. Pengukuran konduktivitas bahan isolasi cair menggunakan elektroda yang
dimasukkan pada bejana (B) yang didalamnya terdapat bahan isolasi cair yang akan diuji.
Elektroda yang digunakan terdiri atas dua piring logam yang diberi simbol P1 dan P2 yang
memiliki ukuran hampir sama. Elektroda cincin atau yang biasa disebut elektroda pelindung
(EP) dipasang mengelilingi elektroda utama P1 untuk meratakan distribusi medan elektrik di
antara kedua elektroda P1 dan P2.
Pikoammeter (pA) sangat sensitif terhadap pengaruh medan elektromagnetik luar. Tabir
pelindung digunakan untuk melindungi kabel ukur dan alat ukur dari pengaruh medan
elektromagnetik luar, sehingga kesalahan pengukuran pada pikoammeter (pA) dapat
berkurang. Metode pengukuran ini berdasarkan prinsip hukum Ohm seperti di bawah ini:
12
Keterangan:
σ = konduktivitas (mho/m)
Arus yang digunakan dalam pengukuran ini berkisar piko ampere, hal ini dilakukan supaya
arus dapat diukur oleh galvanometer atau alat ukur arus (am meter) yang memiliki tingkat
ketelitian tinggi. Penggunaan alat ukur arus yang peka juga dilengkapi dengan penguat dc yang
sangat peka seperti yang ditunjukkan gambar 3.2. Pengukuran menggunakan penguat DC
memiliki tangkat ketelitian yang sangat tinggi, dimana tingkat kesalahan tidak lebih dari 10%.
Akan tetapi masih ad acara untuk memperkecil lagi tingkat kesalahan ukur, yaitu dengan cara
resistansi isolasi antara elektroda pelindung (EP) dengan elektroda utama (P1) harus lebih kecil
dari 100 kali resistansi standar (100Rs).
Sumber tegangan yang digunakan yaitu baterai yang diberi stabilitator untuk memastikan
bahwa tegangan konstan. Tegangan yang dibutuhkan untuk melakukan pengukuran ini adalah
250 Volt.
13
Gambar 3.2 Rangkaian Pengukuran Bahan Isolasi Cair Menggunakan Penguat DC
Ketika saklar S ditutup, arus yang melalui resistor standar Rs sangat kecil sehingga
menyebabkan jatuh tegangan pada Rs sangat kecil. Kemudian tegangan ini menjadi input untuk
mengaktifkan penguat DC (Am), kemudian indikator sebagai alat ukur akan menunjukkan nilai
resistansi bahan isolasi yang diuji. Arus bocor pada pengukuran ini harus dihindari dengan cara
memasang tabir pelindung (T), hal ini dikarenakan arus yang mengalir pada bahan isolasi yang
diuji dan Rs sangat mempengaruhi hasil pengukuran. Waktu paling tepat untuk melakukan
pengukuran konduktivitas bahan isolasi cair yaitu satu menit setelah saklar S ditutup, sehingga
arus konduktivitas yang diperoleh murni tanpa ada pengaruh pengisian atau arus absorpsi.
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengukur konduktivitas bahan isolasi cair yaitu
dengan alat ukut elektroda silinder.
14
Gambar 3.3 Elektroda Silinder
Resistansi volume bahan isolasi cair dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini:
Keterangan:
Alat ukur konduktivitas bahan isolasi cair menggunakan metode elektroda silinder telah
sesuai standar JIS C 2101. Elektroda harus dicuci sampai bersih kemudian dikeringkan,
sebelum melakukan pengukuran. Kemudian resistansi udara di dalam elektroda harus diukur
terlebih dahulu menggunakan megaohmmeter, dimana nilai resistansi udara harus lebih besar
dari nilai resistansi bahan isolasi cair yang akan diuji (pada umumnya 1014 Ω).
15
Gambar 3.4 Elektroda Standar
Apabila nilai resistansi bahan yang diuji tidak diketahui, pengukuran resistansi udara harus
mencapai nilai tak hingga (∞). Setelah itu bahan isolasi yang diuji dimasukkan kedalam bejana,
volume yang dimasukkan yaitu 25 cc lalu bejana ditutup rapat. Apabila kapasitansi antara
elektroda utama danukur sebelum diisi bahan isolasi yang diuji diasumsikan sebagai C, maka
resistivitas volume bahan isolasi dapat dihitung dengan rumus,
Nilai C untuk ukuran elektroda gambar di atas berkisar ±50 pF, akan tetapi apabila nilai C
tidak diketahui , maka nilai C diperoleh melalui pengukuran kapasitansi antara elektroda utama
dan ukur sebelum bahan isolasi cair yang diuji dimasukkan ke dalam bejana. Pengukuran
kapasitansi seperti ini biasa dilakukan menggunakan jembatan Schering.
Peluahan parsial (partial discharger) merupakan peristiwa loncatnya atau loncatan bunga
api yang keluar melewati bahan isolasi baik berupa bahan padat, cair, dan isolasi bahan gas.
Disebabkan adanya beda potensial yang tinggi dalam isolasi tersebut sehingga dapat merusak
16
bahan isolasi. Karena itu pengukuran aktifitas peluahan parsial sangat penting dalam
pemeliharaan peralatan tegangan tinggi. Pemantauan aktifitas peluahan parsial perlu dilakukan
secara terus menerus untuk menghindari kerusakan peralatan dan sistem keseluruhan.
Peluahan partial biasanya terjadi karena penuaan (agging), bahan isolasi yang kurang baik serta
lonjakan tegangan tinggi.
Pada umumnya pengukuran peluaahan pasrial dilakuakn dengan mendeteksi pulsa listrik
pada rangkaian tegangan tinggi. Derau (noise) mempengaruhi kepekaan pada saat pengukuran
peluahan parsial. Oleh karena itu, pengukuran harus mampu mempedakan gangguan yang
tejadi karena peluahan parsial dan gangguan dariluar.
Tujuan dari pengukuran peluahan parsial bertujuan untuk mengukur nilai tegangan yang
mengalami peluahan parsial. Tegangan ini disebut teganga mulai peluahan parsial (partial
discharge inception voltage). Setelah terjadi peluahan parsial sesaat, tegangan diturunkan dan
diukur jumlah peluahan parsial itu berhenti dan nilai tegangan inilah yang disebut tegangan
padam peluahan parsial (partial discharge extinction voltage).
Peristiwa peluahan parsial ini ditandai dengan terjadinya arus pulsa yang sangat kecil.
Frekuensi arus pulsa berkisar antara 100 kHz – 10MHz. Ada tiga jenis alat ukur peluahan
parsial yang akan di jelaskan pada bab ini, antara lain: (1) pengukuran langsung arus pulsa, (2)
mendeteksi medan elektromagnetik hasil radiasi arus pulsa, dan (3) pengukuran jembatan
setimbang.
Ditunjukkan dengan rangkaian ekuivalen suatu bahan isolasi, dimana suatu bahan isolasi
tersebut trjadi peluahan parsial. Ditunjukkan pada Gambar 3.11 suatu bahan isolasi menjadi
bahan uji, dan satu kapasitor 𝐶𝑘 dipararel dengan bahan uji tersebut, sehingga rangkaian
ekuivalennya seperti gambar dibawah ini.
Jika 𝑉𝑖 tegangan sumber yang membuat terjadinya peluahan parsial pada bahan uji, maka
saat terjadi peluahan parsial tegangan pada kapasitor 𝐶1 dan 𝐶2 adalah
17
Gambar 4.1 Rangkaian Ekuivalen Bahan Isolasi Paralel dengan Kapasitor
Perpindahan muatan 𝑞 dapat diteteksi menggunakan alat ukur, karena terjadi pada
rangkaian yang berada di luar bahan uji atau pada penghubung objek uji dengan sumber
tegangan.
1
Sebelum terjadi peluahan : 2 𝐶1 𝑉12
1
Setalah terjadi peluahan : 2 𝐶1 (𝑉1 − ∆𝑉)2
18
Pada persamaan diatas suku (∆𝑉)2 dapat di abaikan. Sehingga akan menimbulkan
kesalahan kurang lebih 10%. Sehingga persamaan diatas dapat dituliskan sebagai
Disubtitusikan menjadi,
Tebal rongga ∆𝑠 lebih kecil jika dibandingkan dengan tebal bahan isolasi padat, kapasitas
kapasitansi berbanding terbalik dengan tebal bahan isolasi sehingga 𝐶1 jauh lebih besar
dari pada kapsitas 𝐶2 sehingga bilangan pembagi 𝐶1 + 𝐶2 pada persamaan 8.25 dianggap
mendekati 𝐶1 . Sehingga persamaan 8.25 menejadi
Dari persamaan tersebut bahwa energy yang didisipasi sebanding dengan besarnya muatan
𝑞. Artinya, jika dua bahan uji mempunyai tegangan peluahaan parsial awal 𝑉𝑖 yang sama,
ketika kedua bahan uji mengalami peluahan parsial perbandingan 𝑞 pada kedua bahan uji
sama dengan perbandingan energy ayng didisipasikan padak kedua bahan uji tersebut.
Jarak tutup atas dan tutup bawah besar, maka panjang rongga udara ayau sela udara juga
semakin besar. Akibat dari pertambahan rongga udata tersebut mengakbatkan tegangan
19
tembus di sela udara semakin tinggi nilai ∆𝑉 juga makin besar. Kenaikan ∆𝑉 membuat nila
𝑞 pada persamaan C2 juga naik. Dengan kata lain, dimensi rongga dapat diperkirakan
dengan mengukur muatan 𝑞.
2. Pengukuran Langsung
Pendeteksian peluahan parsial secara langsung menggunakan travo uji, sehingga pada
travo uji juga terjadi peluahan. Untuk mencegah masuknya sinyal peluahan pada detektor
perlu ditambahkan filter frekuensi tinggi. Pemasangan filter frekuensi tinggi 𝐹 dipasang
diantara travo uji dengan detektor. Apa bila pada bahan uji terjadi peluahan parsial, maka
arus pulsa sebesar 𝑑𝑞𝑙𝑑𝑡 akan mengalir pada impedansi 𝑍𝑚 . Arus pulsa ini menyebabkan
beda potensial yang sangat kecil pada 𝑍𝑚 . Beda potensial inilah yang akan digunakan bagi
sinyal detector. Melaluai Band Pass Filter (BMF) sinyal diteruskan ke penguat A sebelum
masuk ke osiloskop untuk diamati sinyalnya.
Pengukuran tegangan mulai (𝑉𝑖 ) dan tegangan padam (𝑉𝑒 ) menggunakan rekorder X-Y.
Rekorder akan mengukur tegangan pada sumbu X dan peluahan parsial pada sumbu Y.
Kenaikan tegangan dan besarnya arus yang terjadi akan direkan oleh rekorder. Pada saat
peluahan terjadi, arus yang ditampilkan pada rekorder tidak berhimpit denga sumbu waktu
X lagi. Titik mulai adanya arus peluahan ini merupakan nilai tegang mulai peluahan parsial
(𝑉𝑖 ).
20
Gambar 4.2 Rangkaian Detektor Peluahan Parsial dengan Rekorder X-Y
Pendeteksian peluahan parsial secara tidak langsung ditunjukan pada gambar di bawah ini.
Peralatan yang digunakan juga hamper sama dengan pengukuran secara langsung, hanya
saja untuk memperoleh sinyal peluahan yang berbeda. Bila pada objek uji terjadi peluahan
maka akan menimpulkan gaya gerak listrik disekitar objek uji dan medan elektromagnet
yang diradiasikan di sekitar objek uji. Medan elektromagnet ini menginduksi kumparan 𝐾
dan gaya gerak listrik inilah yang akan menjadi sinyal masukan alat ukur.
21
4. Pengukuran Jembatan Setimbang
Pengukuran kerak bahan isolasi terdiri dari dua elektroda berbahan platina ditempelkan
diatas objek uji dengan tebal ≥ 3mm. Cara pengukuran ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Pengujian dilakunakn dengan cara penetesan larutan air atau cairan yang konduktif sperti
NH4Cl dengan pipet. Penetesan larutan konduktif tersebut dilakukan setiap 30 detik ke
22
permukaan atas objek uji, sehingga akan membasahi permukaannya diantara kedua elektroda.
Mengkibatkan arus bocor mengalir pada rangkaian uji. Arus ini akan terdeteksi secara otomatis
oleh saklar. Semakin banyak larutan konduktif yang menetes, ini semakin besar arus bocor
yang terjadi pada objek uji.
Suatu saat akan terjadi lonjakan arus yang besar, sehingga saklar secara otomatis akan
memutuskan hubungan rangkaian pengukuran dari sumber tegangan. Lonjakan ini terjadi
karena tetesan cairan konduktif tersebut. Hasil pengukuran didefinisikan dengan jumlah
tetesan cairan yang mengakibatkan sekelar membuka. Hasil pengukuran ini juga dapat
didefinisikan sebagai ukuran rongga terbesar yang terjadi karena arus bocor
23
1. Pengukuran Kekuatan Dieletrik Bahan Isolasi Padat
Gambar di bawah ini merupakan suatu contoh pengujian standar bahan isoalsi padat. Objek
berbentuk piring tipis, dengan diameter lebih besar dari diameter elektrokda, dan diselipkan
diantara elektroda ukur dengan terkanan 500g/cm2. Pencegahan peluhan parsial dilakakan
dengan cara membenamkan objek uji dan elektroda kedalam bahan isolasi cair.
Besar permitivitas bahan isoalsi cair harus sedemikkiah untuk menghindari medan elektrik
di objek uji sehingga tidak menimbulkan peluhan parsial. Pengujian kekuatan dialakuan
dengan memberikan tegangan ac pada alat uji. Rangkaian uji bahan isolasi padat
ditunjukkan pada gambar 6.2.
Tembus tidaknya listrik pada bahan isolasi tergantung pada durasi tegangan yang diberikan
dan dipikul oleh objek uji atau bahan isolasi yang diuji. Sehingga tegangan tembus pada
bahan isolasi tergantung pada lamanya penujian pada objek. Menurut ASTM D-149
(American Standart Test Method), ada tiga cara pengujian bahan isolasi padat:
24
Gambar 6.3 Rangkaian Pengujian Kekuatan Bahan Isolasi Padat
25
interval waktu 10 – 20 detik, laporan hasil saat pengujian harus mencantumkan waktu
terjadinya tegangan tembus listrik (𝑡𝑏𝑑 ) yang diperoleh saat pengujian.
b. Metode B pengujian bertangka
Pengujian dilakukan pada objek uji dengan asumsi penetapan teganga tembus menurut
pengujian waktu singkat (𝑉𝑏𝑑 ) atau pengujian-pengujian yang sudah dilakukan. Pada
table dibawah telah jicantumkan perkiraan tegangan uuji awal yang dekat dengan hasil
perhitungan ini. Untuk tegangan uji awal, tegangan start (𝑉𝑠 ) dan pertambahan tegangan
(∆𝑣 ).
26
Jika tegangan uji awal menyimpang dari nilai ditetapkan pada table, maka dipilih
teganga uji awal yang persis diwahnya. Waktuk yang digunakan untuk menaikan
tegangan ketingakat selanjutnya (𝑡𝑛 − 𝑡𝑛−1 ) disebut waktu pengujian. Interval atau lama
waktu pengujian berkisar 60 ± 5 detik dan jika dibutuhkan juga diperbolehkan sampai
20 atau 300 detik.
Penujian bahan isolasi dimulai dengan menaikan tegangan dari nol hingga tegangan
start (𝑉𝑠 ). Setelah 60 detik pada isolasi yang diuji tidak terjadi tegang tembus, maka
tegangan dinaikan menjadi (𝑉𝑠 + ∆𝑉) atau ke pengujian tinggkat ke dua. Jika pada
tingkat duai ini belum terjadi tegangan tembus, tegangan dinaikkan lagi menjadi (𝑉𝑠 +
2∆𝑉) dan seterusnya hingga terjadi tegangan tembus listrik.
c. Metode C penujian dengan laju tegangan perlahan
Cara pengujian pada metode C (pengujian dengan laju tegangan perlahan) hampir sama
dengan pengujian metode B (pengujian berjangaka). Cara menetukan start 𝑉𝑠 juga sama
dengan penujian berjangka. Pengujian dilakuakn dengan menaikkan tegangan uji
secara bertahap dengan laju tegangan yang konstan. Mulai dari tegangan start 𝑉𝑠 hingga
bahan yang diuji megalami tembus listrik. Tembus listrik yang diijinkan harus pada 𝑡𝑏𝑑
> 120 detik sejak teganggan mengenai objek.
Apabila pengujian bahan uji yang diuji lebih dari satu dengan jenis bahan yang sama.
Lebih dari satu objek uji yang mengalami tembus listrik kurang dari 120 detik, perlu
dilakukan tindakan sebagai berikut: tegangan start 𝑉𝑠 dikurangi, atau menurunkan laju
tegangan (∆𝑉/∆𝑡), atau juga dapat menurunkan laju tegangan dan tegangan uji secara
bersamaan.
27
2. Pengukuran Kekuatan Dieletrik Bahan Isolasi Gas
Bahan isolasi gas memiliki kekuatan dielektrik atau kekuatan menahan arus listrik tertentu
yang harus diuji untuk memastikan bahwa bahan tersebut layak untuk digunakan sebagai
isolasi. Pengukuran kekuatan dielektrik bahan isolasi gas dilakukan dengan cara
meletakkan bola-bola elektroda ke dalam bejana yang dilengkapi dengan alat ukur
temperature dan tekanan. Diameter elektroda bola harus lebih besar dibanding sela bola
sehingga medan elektrik pada sela bola dianggap uniform.
Kran Ki digunakan untuk memasukkan gas sampai tekanan sesuai yang diinginkan,
kemudian kran Ko digunakan untuk mengurangi tekanan gas apabila berlebih. Tegangan
pada elektroda dinaikkan sampai gas tembus listrik, kenaikan konstan sebesar 1-3 kV /
detik, kemudian nilai tegangan yang menyebabkan tembus gas dicatat. Kejadian ini
menyebabkan gas terurai dan tidak dapat digunakan lagi. Setelah itu pengukuran yang sama
dilakukan tiga sampai lima kali dengan mengganti gas yang baru disetiap pengukuran.
Hasil pengujian diperoleh dari rata-rata lima data tegangan tembus gas.
Pengujian kekautan dielektri bahan isolasi cair menggunakan elektroda standar VDE 0370
berbahan nikel yang permukaannya sangat halus kemudian elektroda dimasukkan ke dalam
28
bejana berisi bahan isolasi cair yang akan diuji. Menurut standar jepang, JIS C 2101-1988,
elektroda yang digunakan lebih baik berbentuk bola-bola dengan diameter 12,5 mm dan
panjang sela 2,5 m.
Untuk melakukan pengujian ini dibutuhkan trafo 1-5 kVA, dengan tegangan pengenal
sekundernya lebih dari 50 kV. Antara trafo uji dan elektroda diberi resistor dengan
resistansi ±100 kΩ yang berfungsi untuk membatasi hubung singkat yang terjadi saat bahan
isolasi cair yang diuji tembus listrik.
Belitan auto trafo dirancang sedemikian rupa untuk mengatur laju tegangan pada lilitan
sekunder trafo uji sebesar 2-3 kV / detik. Apabila bahan yang diuji tembus listrik, kedua
29
elektroda akan terhubung singkat sehingga S2 sebagai pemutus daya harus memutus
rangkaian dengan cepat agar trafo tidak mengalami kerusakan. Dibutuhkan bahan isolasi
cair sebesar ±2000 cc untuk melakukan pengujian ini.
30