http://akreditasipuskesmas.org
TAHAPAN :
1. LOKAKARYA
2. WORKSHOP
3. SELFTASSESMENT
4. PENYUSUNAN DOKUMEN
5. IMPLEMENTASI
6. PENILAIAN PRA SURVEY
Ini adalah tahapan paling awal yang dilakukan oleh tim pendamping akreditasi puskesmas. Dalam
tahapan lokakarya yang di bahas dan di diskusikan adalah
Lama pelaksanaan lokakarya ini adalah 1 ( satu ) hari. Yang di undang dalam kegiatan ini adalah
lintas sektor, Camat, Lurah, Kepala desa, LSM, BPD, organisasi masyarakat, seluruh staf
puskesmas serta tokoh masyarakat.
Di dalam pertemuan lokakarya ini hendaknya di tindaklanjuti dengan pemilihan anggota tim Mutu
akreditasi Puskesmas. Langsung menyusun struktur organisasi tim mutu. Baik itu pemilihan ketua
tim mutu beserta perangkatnya. Pemilihan ketua pokja dan penanggung jawab masing masing bab
( terdiri dari 9 bab ) serta tim auditor.
Definisi workshop ini adalah tim pendamping akreditasi puskesmas memandu dalam memahami
standar dan instrumen penilaian. Di dalam elemen penilaian terdapat 42 standar, 168 kriteria dan
776 elemen penilaian ( EP ). Tetapi tentunya tidak semuanya di bahas di dalam workshop ini tetapi
tim pendamping cukup membahas beberapa EP lalu memberikan teknik dan trik dalam
menyelesaikan setiap EP yang ada.
Peserta : seluruh staf puskeskas terlebih lagi tim yang sudah di bentuk pada saat lokakarya.
Waktu pelaksanaan : 2 hari. Disampaikan juga materi tentang tatalaksana Self Assesment, audit
internal dan pasien safety dan K3.
Tindaklanjut :
1. Pembagian tim untuk Self Assesment. Tim untuk pelaksanaan elf assesment ini berlaku
silang. Misalnya tim UKM melakukan assesment ke timUKP begitu juga sebaliknya. Tidak
boleh timnya sendiri melakukannya untuk timnya sendiri ( baca pada teknis Self Assesment
).
2. Persiapan Self Assesment. Persiapan tekhnis Self Assesment.
3. Tim masing-masing pokja di berikan tugas ( pada hari pertama ). Tugas nya berupa
menyelesaikan EP yang ada dengan membuat tabel apa yang dikerjakan dan dokumen
apa yang harus disiapkan.
Pengertian self asessment adalah menilai diri sendiri. Dalam hal ini puskesmas menilai dirinya
sendiri berdasarkan elemen penilaian yang ada. Setiap elemen penilaian diberikan skor sesuai
dengan kondisi yang ada. Teknisnya adalah setiap pokja tidak boleh menilai dirinya sendiri.
Harus cross. Misal, pokja UKM menilai pokja UKP atau sebaliknya.
Berikut ini beberapa fungsi atau manfaat dilakukannya Self Assesment di puskesmas akreditasi
adalah
1. Menganalisis kondisi awal Puskesmas. Melihat kondisi atau memotret kondisi awal
puskesmas berdasarkan instrumen akreditasi. Berapa skor real yang di dapat puskesmas.
Kuncinya adalah berikan nilai serendah rendahnya agar mendapat rekomendasi dan
perbaikan.
2. Menemukan fakta-fakta & rekomendasi untuk perbaikan terkait kelengkapan
persyaratan akreditasi. Setelah menemukan fakta yang ada seyogya nya diberikan
rekomendasi perbaikan atau kelengkapan dalam setiap elemen penilaian yang bernilai 0 (
nol ) dan 5 ( lima ).
3. Setelah mendapat rekomendasi perbaikan hendaknya di lakukan pembahasan setiap
pokja yang ada dipimpin oleh ketua tim mutu.
4. Kemudian mapping dokumen yang belum ada atau yang belum tersedia agar dilengkapi.
5. Penyusunan rencana aksi Misalnya ada rapat per pokja atau rapat internal tim mutu.
Sampai pada tahapan penyusunan dokumen ini. Tim pendamping akreditasi dapat
menyampaikan panduan atau cara dalam pembuatan Surat Keputusan ( SK ), standar operasional
prosedur ( SOP ), kerangka acuan kerja ( KAK ), pedoman dan dokumen manual mutu
puskesmas. Tim pendamping dapat memberikan contoh dokumen yang sudah ada.
Dalam tahapan ini pula hendaknya di identifikasi dokumen yang di butuhkan dalam
menyelesaikan setiap elemen penilaian, penyiapan tata naskah, sarana dan prasarana, penyiapan
dokumen internal dan external, penataan dokumen lalu di tindaklanjuti dengan pengendalian
dokumen dan perbaikan sistem yang ada di puskesmas.
Akan ada banyak rapat pada tiap-tiap pokja dalam menyelesaikan penyusunan dokumen.
Saran saya : hendaknya setiap anggota tim mutu dapat membaca kembali setiap EP yang ada.
Jadi bila ada dalam EP tersebut dapat di satukan. Maka hendaknya kegiatan penyiapan
dokumennya di satukan saja guna menghemat waktu dan daya upaya puskesmas.
Beberapa dokumen diantaranya perlu disiapkan selain dokumen yang diminta oleh setiap EP,
sebagai berikut :
Tahapan yang ke 4 ( empat ) adalah implementasi. Ini merupakan tahapan pelaksanaan dalam
setiap elemen penilaian yang ada. Tahapan menentukan untuk proses akreditasi puskesmas.
Jadi yang terdapat dalam elemen penilaian wajib dilakukan atau dikerjakan. Sembari
melakukan kegiatan dalam elemen penilaian sekaligus penyiapan dokumen. Lama waktu
pelaksanaan implementasi ini adalah 3 4 bulan.
Implementasi ini dilakukan sesuai dengan kebijakan, manual mutu, pedoman, kerangka
acuan dan SOP yang sudah di rencanakan dalam setiap elemen penilaian yang ada.
Dan sebagai tindaklanjutnya dapat pula dilakukan rapat tinjauan manajemen ( RTM ),
tindakan perbaikan dan pencegahan dan inovasi pelayanan.
Kegiatan ini merupakan tahapan ke 6 ( enam ) dalam proses akreditasi puskesmas. Pada
tahapan ini tim pendamping akreditasi melakukan penilaian terhadap kesiapan puskesmas
untuk di usulkan dilakukan penilaian akreditasi. Disamping itu juga untuk mengetahui upaya
upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan di puskesmas.
Setelah dilakukan penilaian ulang oleh tim pendamping akreditasi puskesmas, hasilnya
dibahas dalam rapat dengan tim mutu puskesmas beserta kepala puskesmas. Kemudian di
tentukan apakah sudah layak atau belum untuk di ajukan ke tahap survey akreditasi.
====================================================================
Apa dan siapa saja yang berperan dalam proses implementasi akreditasi
Puskesmas ?
Dalam pelaksanaan proses akreditasi puskesmas tentunya banyak pihak yang berperan di
dalamnya. Peran dari masing masing lintas sektor terkait pastinya akan mendukung kemudahan
akselerasi dalam proses pencapaian akreditasi puskesmas. Berikut beberapa pihak yang berperan
dalam proses akreditasi puskesmas antara lain :
5 Nilai yang wajib dimiliki oleh Ketua Tim Mutu Akreditasi Puskesmas
Setelah dilakukan lokakarya ( tahapan awal akreditasi ) dan akan menentukan tim mutu
akreditasi puskesmas, maka kepala puskesmas mempunyai hak prerogatif dalam menentukan
struktur tim mutu. Karena tim ini lah yang nanti akan bekerja sama dengan fasilitator atau
pengelola program puskesmas dalam menyukseskan akreditasi pada puskesmas tersebut.
Setidaknya tim mutu ini terdiri dari 4 tokoh kunci utama yang menjadi motor dalam penyiapan
dokumen, implementasi dan pemikir dalam menyelesaikan setiap elemen penilaian yang ada.
Adapun ke 4 ( empat ) tokoh kunci tersebut adalah :
Dari ke 4 ( empat ) masing masing ketua ini nantinya akan di bantu lagi oleh wakil ketua,
masing masing penanggung jawab BAB yang akan membantu dalam mempermudah
menyelesaikan elemen penilaian yang ada.
Nah, sebagai kepala Puskesmas dalam memilih 4 tokoh kunci ini paling tidak masing masing
ketua ini mempunyai kompetensi sebagai berikut :
1. Penguasaan bahasa Indonesia yang baik. Ini wajib karena nanti akan membuat SK,
SOP, Pedoman, KAK yang semuanya menggunakan bahasa resmi atau bahasa baku.
2. Komitmen. Komitmen menjadi penting karena melatar belakangi keberlangsungan
penyusunan dokumen. Karena memakan waktu, fikiran, tenaga serta jam kerja opsional
sesuai kebutuhan.
3. Sinergi. Sikap ini sebagai arahan dari bagaimana bisa memanajemen tim dan bekerja
dalam tim. Sinergitas yang tinggi di tuntut dalam menyelesaikan setiap permasalahan
yang muncul.
4. Inovatif. Banyak hal yang dapat di modifikasi dalam menyelesaikan setiap elemen
penilaian ( EP ), maka strategi inovasi dan kiat mempermudah penyelesaian pekerjaan lah
yang dibutuhkan. Beragam inovasi mestinya muncul sehingga pekerjaan dapat
terselesaikan dengan sempurna.
5. Bertanggung jawab. Sikap tanggung jawab merupakan salah satu orientasi bahwa ada
niat yang kuat dalam merampungkan semua yang di minta dalam elemen penilaian.
Mungkin masih banyak lagi tetapi pada prinsipnya ada tanggungjawab, sinergi, komitmen dan
inovasi dalam mengerjakan tugas-tugas tersebut. Semoga dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam menentukan masing masing Ketua Tim.
6 Cara Efektif Menyelesaikan Elemen Penilaian Dalam Akreditasi
Puskesmas
Seperti kita ketahui bahwa dalam elemen penilaian ( EP ) akreditasi puskesmas terdapat
total 776 EP seperti terlampir dibawah ini :
ADMINISTRASI DAN
BAB I,II,III 10 STANDAR, 212 EP
MANAJEMEN
UKM BAB IV,V,VI 11 STANDAR, 183 EP
UKP BAB VII,VIII,IX 21 STANDAR, 381 EP
JUMLAH 9 BAB 42 STANDAR, 776 EP
Nah, dari 776 Elemen penilaian yang ada tentunya tidak semuanya dapat di selesaikan dengan
mudah. Setidaknya ada elemen penilaian yang membutuhkan diskusi panjang dalam
menyelesaikannya. Dibawah ini beberapa cara efektif dalam menyelesaikan apa yang di minta
oleh Elemen Penilaian .
1. Baca dahulu dengan teliti standar, kriteria serta pokok pikiran dari kriteria tersebut.
2. Pokok pikiran yang tertera dalam sebuah kriteria menunjukkan inti penilaian dari
kriteria tersebut.
3. Setelah memahami pokok pikiran dari kriteria, lanjutkan ke elemen penilaian yang
dipersyaratkan dalam satu kriteria.
4. Tiap-tiap elemen penilaian mempunyai dokumen telusur dan sasaran telusur yang
mengacu pada pokok pikiran kriteria.
5. Untuk dokumen yang diminta sebaiknya disiapkan setelah proses dijalankan.
6. Yang terpenting adalah proses nya di jalankan sehingga ketika di telusur dapat tersinergi
antara dokumen dan prosesnya.
2 pertanyaan di atas sepertinya selalu diutarakan teman teman puskesmas dalam konteks
akreditasi puskesmas. Nah, di bawah ini ada 6 kendala dalam penerapan akreditasi puskesmas
yang saya rangkum dalam berbagai diskusi. Silahkan disimak.
1. Keuangan dan anggran. Ini kendala yang mendasar yang selalu di utarakan oleh teman-
teman puskesmas. Misalnya, biaya ATK untuk print out SOP dan dokumen .Tidak ada
anggaran untuk mempercantik puskesmas (membuat bingkai SOP, membuat bingkai
Motto, makan minum rapat dan lain sebagainya ).Solusi : sebagian anggaran dapat di
gunakan anggaran kapitasi, anggaran BOK dan anggaran dari APBD kabupaten yang
sudah di persiapkan sebelumnya. Boleh juga menggunakan anggaran CSR sesuai
ketentuan yang berlaku.
2. Sulit mencari tokoh kunci. Tokoh kunci yang dimaksud adalah sebagai ketua tim mutu
dan ketua masing-masing pokja. Di beberapa puskesmas saya jumpai di pilih yang senior
tetapi di tengah perjalanan beberapa darinya mengundurkan diri. Jadi sebaiknya dipilih
yang benar-benar mau bekerja dan memiliki daya pacu kerja yang menguasai seluk beluk
manajemen puskesmas.Solusi : bisa di pilih dokter puskesmas atau tenaga kesehatan
lainnya.
3. Minim motivasi dan dukungan. Selayang pandang dari akreditasi puskesmas adalah
menambah beban kerja. Ini di anggap sebagai nambah kerjaan tetapi sebetulnya
sudah waktunya puskesmas menambah kapabilitas, profesionalisme, memiliki sistem
kerja yang baik, terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Nah, peran motivasi dari
pimpinanlah yang mestinya memberikan dukungan moril kepada seluruh pegawai
puskesmas. Tidak mesti dalam bentuk ceramah, bisa juga dalam bentuk reward yang
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.
4. Bersikap apatis. Sikap ini tentunya sering kita jumpai di puskesmas. Sikap acuh tak
acuh saat mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Tetapi tidak semua staf yang
bersikap begini. Telaah dan saring staf-staf yang apatis terhadap perubahan.
5. Tidak disiplin. Ini sepertinya sudah menjadi bagian dari karakter setiap manusia. Ada
yang disiplin ada juga yang tidak disiplin. Apalagi soal jam kerja. Solusinya adalah
melakukan perubahan terhadap sistem absensi dan penerapan buku kerja serta membagi
tugas-tugas terhadap masing-masing staf puskesmas sehingga jelas tugas dan fungsinya.
6. Malas membaca. Dalam konteks akreditasi, banyak membaca tentunya mejadi sarana
gerbang ilmu dalam menambah wawasan guna menyelesaikan elemen penilaian yang
ada. Puskesmas dapat membuat pepustakaan mini dalam menambah wawasan staf
puskesmas dan fasilitas Wifi.
6 hal di atas adalah berbagai macam kendala yang sering saya jumpai pada saat pendampingan
akreditasi puskesmas. Tentunya kendala-kendala tersebut bervariasi pada masing-masing
puskesmas.
Dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh puskesmas terutama dalam kegiatan UKM (
Usaha Kesehatan Masyarakat ) tentunya mengacu pada panduan atau pedoman yang sudah ada
pada masing masing program UKM sesuai dengan kebijakan program tersebut. Kegiatan yang
dilakukan yang objeknya masyarakat atau pelanggan guna memacu peran serta
masyarakat. Disamping mengacu pada pedoman yang sudah ada. Puskesmas tentunya harus
berinovasi untuk mendapatkan masukan yang lebih rasional untuk menciptakan kegiatan yang
berorientasi pada kebutuhan masyarakat yang menjadi sasaran program programnya.
Pada instrumen penilaian akreditasi puskesmas hal diatas tertuang dalam BAB IV standar 4.1
kriteria 4.1.1 dan elemen penilaian 1 sampai 7.
Dalam hal menampung masukan, harapan dan kebutuhan masyarakat hendaknya puskesmas
menggunakan berbagai metode aspiratif untuk mengkompilasinya. Berikut beberapa metode
strategis untuk mengatasi hal tersebut :
1. Memanfaatkan rapat rapat perangkat desa yang dilaksanakan pada setiap desa pada
wilayah kerja puskesmas tersebut.
2. Mengikuti rapat dengar pendapat yang biasanya dilaksanakan di tingkat kecamatan
dimana setiap kepala desa berkumpul pada acara tersebut.
3. Memanfaatkan temu kader kesehatan.
4. Kotak saran juga dapat di gunakan untuk menampung aspirasi masyarakat ( dengan
membuat SOP ).
5. Melakukan survey aspirasi kebutuhan masyarakat ( bisa dilakukan dengan metode
terbuka atau metode tertutup dengan sudah kita siapkan pertanyaannya ).
6. Temu pamong dan tokoh masyarakat dalam acara adat juga dapat di manfaatkan dengan
meminta waktu khusus.
7. Grup diskusi internal yang memanfaatkan komunitas komunitas kecil dalam
masyarakat.
Hasil identifikasi tersebut di catat dan di rangkum serta di analisis sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan puskesmas.
Semakin banyak puskesmas menampung aspirasi masyarakat maka semakin dapat mendekati
harapan dan kebutuhan masyarakat. Puskesmas dapat mengidentifikasi secara rasional dan
mengkomparasinya dengan anggaran dan pedoman yang sudah ada. Tentunya tidak semua
kebutuhan masyarakat dapat di penuhi oleh puskesmas, skala prioritas menjadi tolak ukur dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut.
Setelah rangkuman hasil identifikasi kebutuhan masyarakat tersebut di analisis oleh tim
puskesmas dan di dapati prioritas kegiatannya selanjutnya kepala puskesmas menetapkan
kegiatan tersebut dalam rencana kerja puskesmas yang nantinya akan di sinkronkan dengan
anggaran puskesmas baik itu bersumber dari APBD maupun dari sumber lain seperti BOK dan
CSR.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan
hal-hal baru, pembaharuan, penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang
sudah dikenal sebelumnya. Kata kuncinya adalah hal yang baru, pembaharu dan penemuan baru.
Didalam kegiatan puskesmas yang berorientasi kesehatan masyarakat sebetulnya banyak sekali
kegiatan yang bisa di katakan sebagai kegiatan pembaharu. Kegiatan inovatif yang fungsinya
sebagai penunjang kegiatan pokok yang sudah ada. Disamping sebagai penunjang, kegiatan ini
juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur kegiatan-kegiatan yang sudah berjalan sebelumnya.
Dalam konteks akreditasi puskesmas tentunya diperlukan sebuah ide, konsep dan implementasi
pembaharu sebagai wujud dari aktualisasi sikap pembaharu dan inovatif. Di bawah ini 3 contoh
Inovasi Kegiatan Dalam Upaya Kesehatan Masyarakat yang paling sederhana dapat dilaksanakan
oleh tim UKM Puskesmas.
1. Survey berkala dengan instrument quisioner. Konsep ini telah di ujicoba oleh
puskesmas Kelapa kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Konsep kerja nya adalah puskesmas membuat quisioner yang
pertanyaanya dapat menjawab beberapa masalah kesehatan di masyarakat ( misalnya,
angka konsumsi zat gizi besi pada ibu hamil, angka bebas jentik di tiap rumah, persentase
penggunaan jamban sehat serta akses air bersih pada suatu desa ).
2. Arisan jamban. Ini merupakan salah satu aksi dari tindaklanjut hasil survey yang
dilakukan. Dari survey diatas bisa saja muncul ide-ide yang baru untuk menyelesaikan
permasalahan kesehatan. Dalam konteks arisan jamban objeknya adalah rumah
masyarakat. Persentase rumah dari hasil survey tersebut yang belum memiliki jamban
masih sedikit dan akan berpengaruh pada timbulnya penyakit Diare. Maka inisiatif untuk
pengadaan jamban bagi masyarakat di telurkan. Salah satu kegiatannya adalah arisan
jamban. Menghimpun semua sumber daya masyarakat untuk gotong royong bahu
membahu memenuhi jamban keluarga.
3. Kelas edukatif Penyakit Menular dan Tidak Manular. Ini bisa dilakukan di indoor
dan outdoor. Tergantung situasi dan kondisi masing-masing puskesmas. Sebagai contoh
Puskesmas Sekar Biru Kecamatan Parit 3 Kabupaten Bangka Barat Propinsi Kep. Bangka
Belitung memulai kegiatan ini pada hari jumat pada saat pasien antri menunggu
dilakukan pemeriksaan pada ruang tunggu poli umum. Dilakukan secara berkala dan
bervariasi materinya pada tiap-tiap sesi. Manfaatnya jelas, menambah pemahaman
masyarakat tentang penyakit menular dan tidak menular.
Tentunya dari ke tiga contoh kegiatan diatas butuh dievaluasi kegiatannya guna perbaikan
kedepan. Berikut beberapa langkah agar kegiatan inovatif tersebut tetap berkelanjutan dan punya
daya ungkit untuk masyarakat.
1. Konsep yang jelas. Buatlah konsep yang mumpuni. Jelas, terukur, dapat dilakukan,
terdokumentasi, objek yang jelas, manfaat yang di dapat dipertanggungjawabkan.
2. Dukungan dana. Ini penting, tidak dapat dilakukan bila tanpa dana. Sumbernya dapa
diambil dari dana BOK, dana APBD program maupun CSR yang sesuai dengan
ketentuan.
3. Tim yang solid. Dengan tim yang solid akan memudahkan dalam pengerjaanya.
Pembagian tugas yang jelas, jadwal yang tepat serta dukungan moril.
4. Konsisten. Konsisten diperlukan guna berkelanjutan. Tidak pula hanya sebentar ibarat
parasetamol penurun panas. Konsistensi menjadi motivasi bagi masyarakat dalam menilai
keseriusan pelaksanaan program tersebut.
5. Evaluasi. Jangan lupa di evaluasi setiap kegiatan yang dilakukan. Ajukan ide-ide
perbaikan, sampaikan semua kendala. Bahas di semua level puskesmas dan ambil
kebijakan strategis guna menyelesaikan masalah yang ada.
Konsultasi dan arahan serta bimbingan dari pimpinan puskesmas menjadi penting karena ini
adalah bagian dari motivasi pimpinan kepada pelaksana yang nantinya akan melaksanakan
kegiatan tersebut di lapangan. Apapun kegiatan itu perencanaan adalah satu tolak ukur
keberhasilan.
Pembaca yang budiman. Sejatinya kita semua sudah faham bahwa kegiatan yang dilakukan oleh
pelaksana UKM di lapangan tentunya punya resiko terhadap lingkungan dimana kegiatan
tersebut dilaksanakan ( tercantum dalam Bab 5 kriteria 5.1.5 ). Maka diperlukan identifikasi
oleh tim UKM puskesmas sebagai upaya langkah-langkah pencegahan atau minimalisasi resiko
pelaksanaan kegiatan tersebut ( baca 7 strategi agar kegiatan UKM berjalan maksimal ).
Mari kita bahas contoh kegiatan apa saja yang mempunyai resiko terhadap lingkungan.
Sebelumnya dibawah ini 9 dampak resiko kegiatan di kapangan. Diantara resiko tersebut adalah :
Dari semua kegiatan tim UKM di puskesmas beberapa diantaranya yang memiliki resiko
terhadap lingkungan, misalnya kegiatan foging fokus, pertolongan persalinan, pemeriksaan
sputum TB Paru, abatisasi, Indoor Residual Spraying, imunisasi, Mass Fever Survey, Mass
Blood Survey, pemeriksaan spesimen sample HIV dan pemeriksaan sediaan filariasis.
Saya coba membahas secara keseluruhan dari elemen penilaian 5.1.5. Sebagai contoh kasus
saya ambil kegiatan foging fokus. Foging fokus adalah kegiatan dimana dilakukan pengasapan
secara fokus pada lokus atau lokasi tertentu guna membunuh nyamuk dewasa yang di curigai
masih berada di sekitar rumah kasus DBD dan berpotensi sebagai penular DBD ke warga lain.
Bahan aktif yang digunakan adalah insektisida. Bahan campuran insektisida inilah yang
menimbulkan resiko lingkungan pada saat pelaksanaan foging fokus. Misalnya tertumpahnya
sebagian insektisida di lapangan dan asap. Yuk kita bahas satu persatu dalam elem penilaiannya:
2. Hasil analisis resiko. Dari identifikasi tadi kemudian tim UKM menganalisis dampak
apa saja yang akan timbul dari kegiatan tersebut. Jadi dibuatkan matrik tabel saja. Di
analisis satu persatu sesuai dengan hasil identifikasi. Disini yang saya ambil contoh
adalah foging fokus. Jadi di bahas apa saja dampak yang terkait pelaksanaan foging
fokus, sasaran, luas area, siapa saja yang beresiko, resiko apa saja yang akan timbul dan
dampak paling buruknya apa saja. Dibuatkan matrik tabel.
3. Rencana pencegaha dan minimalisasi resiko. Dari hasil analisis selanjutnya di buatkan
lagi matrik rencana pencegahan. Sesuai contoh diatas berarti dibuatkan rencana
mengurangi dampak. Terkait foging fokus misalnya,
6. Bukti pelaporan dan tindaklanjut. Dibuatkan laporan saja sesuai dengan apa yang
sudah dilaksanakan.
Dari uraian diatas saya hanya membahas salah satu saja kegiatan UKM dilapangan beserta resiko
nya terhadap lingkungan. Untuk kegiatan lainnya mungkin bisa disesuaikan dengan mengacu
pada contoh yang sudah saya buat.
Disamping itu adanya dokumen SOP juga menjadi elemen penilaian untuk akreditasi puskesmas.
Nah di bawah ini saya lampirkan panduan lengkap pembuatan SOP sehingga dapat di
implementasikan dalam pembuatan dokumen akreditasi puskesmas. Kita mulai dari :
Pengertian SOP :
Tujuan SOP :
1. Agar proses kerja rutin terlaksana efisien, efektif, konsisten & aman
2. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yg berlaku.
Manfaat :
KOP SOP
Komponen SOP
Berikut 7 cara sederhana menurut Saya agar kegiatan UKM dapat berjalan
secara maksimal dilapangan :
1. Mengiventarisir semua kegiataan yang masuk dalam pokja UKM. Dalam perannya
pokja UKM terbagi dalam 2 bagian ( permenkes 75 tahun 2014 ). Ada yang esensial dan
pengembangan. Sebaiknya inventarisir dahulu kegiatan yang esensial barulah yang
pengembangan. Diantaranya yang esensial adalah Promkes, Kesling, KAI dan IKB, Gizi,
Pencegahan dan pengendalian penyakit dan UKM pengembangan : upaya yang sifatnya
inovatif dan / bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan sesuai prioritas masalah
pelayanan dan potensi sumber daya di wilayah kerjanya.
2. Membagi habis tugas yang ada sesuai dengan kapasitas dan kemampuan pengelola
program. Tidak ada satu orang pelaksana pun dalam pokja UKM yang tidak kebagaian
tugas dalam menyelesaikan kegiatan UKM. Semua staf mendapat tugas yang sesuai
dengan program dan kapasitas tanggung jawabnya. Ini memang sedikit sulit menimbang
di beberapa puskesmas masih kekurangan SDM. Tetapi setidaknya bisa mensiasati
dengan frekuensi waktu dan jadwal kegiatan yang berimbang.
3. Membuat jadwal kegiatan sesuai dengan agenda dalam rencana kegiatan induk
puskemas. Jadwal kegiatan menjadi penting mengingat kelompok sasaran kita adalah
masyarakat dengan beragam aktifitas. Penjadwalan disesuaikan dengan sasaran yang ada.
Misal, untuk sasaran ibu-ibu bisa dilakukan pada sore hari seperti kelas ibu hamil. Untuk
sasaran penyuluhan bisa dilaksanakan pada malam hari ( seperti yang dilakukan di
Puskesmas Kelapa Kabupaten Bangka Barat ). Pola penjadwalan ini juga tentunya di buat
serinci mungkin sampai pada tempat dan siapa PJ nya.
Demikianlah cara sederhana dan sistematis agar pelaksanaan kegiatan UKM dapat berjalan
semaksimal mungkin. Memang paparan ini sepertinya mudah tetapi dalam aplikasinya tentunya
mengalami kendala. Setidaknya sudah menjadi tolak ukur yang sistematis, tersusun dan terarah
guna efektifitas kegiatan UKM.
Yuk kita bahas satu persatu bagaimana menyelesaikan elemen penilaian 1 7 yang ada pada Bab
4.1.
>4.1.1.1 Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok masyarakat dan
individu yang merupakan sasaran kegiatan.Berikut ini cara menyelesaikannya : puskesmas
melakukan berbagai kegiatan guna mengidentifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat seperti
yang sudah saya sebutkan di atas. Ingat pada telusurnya bahwa kegiatan ini harus dilakukan
karena yang di nilai adalah proses melakukan identifkasinya. Nanti yang akan di tanya adalah
kepala puskesmas, PJ UKM, tokoh masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Dokumen : Sebelum
melakukan kegiatan identifikasi tersebut hendaknya di buatkan SOP nya dan ini yang menjadi
dokumen penilaian.
>4.1.1.2 Identifikasi kebutuhan masyarakat dan harapan masyarakat, kelompok masyarakat dan
individu yang merupakan sasaran kegiatan dilengkapi dengan kerangka acuan, metode dan
instrumen, cara analisis yang di susun oleh PJ UKM. Dokumen : ada 3 dokumen yang harus
disiapkan.
Kerangka acuan. Buat kerangka acuan dengan format yang benar. Buat sedetail
mungkin apa yang nanti akan dikerjakan.
Metode. Dengan metode apa yang nanti akan dikerjakan. Kalau metodenya angket maka
siapkan dokumen angkatnya, bila metode wawancara maka siapkan dokumen
wawancaranya.
Instrumen analisis. ini adalah cara untuk melakukan analisisnya. Dokumennya adalah
hasil dari metode yang dikerjakan. Bisa berupa rekapan hasil wawancara.
> 4.1.1.3 Hasil identifikasi di catat dan di analisis sebagai masukan untuk penyusunan kegiatan.
Dokumen : rekapitulasi hasil identifikasi tadi yang sudah di buatkan matrik/tabel. Saran
masukan sasaran sudah di bahas satu persatu dan di label. Serta sudah ada draft rencana kegiatan
UKM terkait hasil identifikasi tersebut.
>4.1.1.4 kegiatan tersebut di tetapkan oleh kepala puskesmas bersama dengan PJ UKM
puskesmas dengan mengacu pada pedoman hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat,
kelompok masyarakat dan individu sebagai sasaran kegiatan UKM. Dokumen : daftar kegiatan
kerja UKM puskesmas di tetapkan oleh kepala puskesmas. Ini bisa dibuat dalam bentuk matrik
dan di tandatangani oleh kepala puskesmas.
Saat-saat penilaian akreditasi adalah sesuatu hal yang menegangkan. Beberapa teman bercerita
bahwa ini saatnya berjuang lebih keras dalam memperjuangkan akreditasi puskesmas. Tetapi
tidak sedikit pula yang bingung setelah penilaian akreditasi selesai apa yang harus dilakukan ?
Apapun hasilnya setelah penilaian akreditasi oleh surveyor wajib di syukuri bahwa ini adalah
buah dari kerja keras teman-teman puskesmas. Perbaikan yang di rekomendasikan hendaknya
segera di perbaiki, baik dokumen maupun tatakelola administrasi puskesmas.
Di bawah ini ada beberapa rekomendasi dari pakar Akreditasi Puskesmas. Yaitu Bapak Kus
Sularso. Saya mensarikan tulisan beliau dari laman grup akreditasi di Situs jejaring sosial
facebook.
Langkah awal setelah kelulusan akreditasi:
1. Sudah benar bahwa Puskesmas perlu melengkapi dan mengikuti rekomendasi Komisi
Akreditasi, juga saran saran surveior selama Akreditasi.
2. Berarti sampai disini : Puskesmas telah memiliki semua Buku Pedoman, Panduan , SK,
SOP, Kerangka Acuan, hasil hasil kegiatan tahun yang lalu dengan lengkap. Dari siklus
PDCA : Plan dan , Do : sudah dijalankan dan sedang dijalankan. Dari sisi manajemen :
P1 Perencanaan , sudah ada, P2 : Pengorganisasian dan Penggerakan sudah berjalan.
3. Maka langkah selanjutnya pasca kelulusan Akreditasi adalah : Cek ( dari PDCA) Yaitu :
Monitoring dan evaluasi : Yang sering dilupakan.
4. Monitoring berarti memantau apakah kegiatan dan capaian kegiatan sudah sesuai PTP (
Perencanaan Tingkat Puskesmas ). Monitoring diikuti pembinaan secara langsung agar
tidak keluar dari rel dan agar capaian bisa dikejar jika ada kesenjangan capaian. Sedang
evaluasi : dilakukan dengan mengumpulkan data : lalu dibuat analisa dan
evaluasi/penilaian. Kalau dalam manajemen : P3 ( Pemantauan , Pengawasan dan
Penilaian ) yang perlu dilakukan ; terutama oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung
jawab : UKM,UKP dan Admen. Disini Tim Mutu Puskesmas mulai aktif bekerja, karena
Puskesmas sudah bertekat untuk meningkatkan kinerja secara berkesinambungan.
5. Jika mengikuti pedoman Akteditasi : mulai Bab III, VI dan IX mulai mendapat perhatian
penuh. Tim mutu mulai menjalankan perannnya dengan sebaik baiknya. PJ UKM, PJ
UKP dan Admen perlu sering berkomunikasi secara resmi dan tidak resmi. ( Seperti
kantor pada umumnya : jangan lagi sibuk bergunjing, ngerumpii dan membaca koran
berkepanjangan. Jam masuk kantor semua bekerja sesuai bidangnya : UKP, UKM,
Admen. Tidak berarti harus tegang terus : boleh ada canda dan tawa, boleh ada joke asal
sesuai situasi dan kondisi ).
Dari 5 hal diatas saya coba menambahkan beberapa hal yang mengacu pada komitmen seluruh
pegawai puskesmas yang ada.
Penyelenggaraan
I Pelayanan Puskesmas 3 13 59
(PPP)
Kepemimpinan dan
II Manajemen Puskesmas 6 29 121
(KMP)
Upaya Kesehatan
Masyarakat yang
IV 3 10 53
Berorientasi Sasaran
(UKMBS)
Kepemimpinan dan
Manajemen Upaya
V 7 22 101
Kesehatan Masyarakat
(KMUKM)
Manajemen Penunjang
VIII 7 36 172
Layanan Klinis (MPLK)
1. Bab I:
1. Perencanaan puskesmas
2. Akses masyarakat thd puskesmas
3. Evaluasi kinerja puskesmas
2. Bab II:
1. Tatakelola sarana, pengelolaan sdm
2. Pengelolaan Puskesmas: pengorganisasian, komunikasi dan koordinasi, pengelolaan
keuangan, pengelolaan data dan informasi
3. Bab III:
1. Peningkatan mutu dan manajemen risiko
Kelompok Standar UKM
2. Bab IV:
1. Analisis kebutuhan masyarakat sebagai dasar perencanaan kegiatan tiap-tiap UKM
2. Akses sasaran thd UKM
3. Evaluasi kinerja UKM
3. Bab V:
1. Tanggung jawab dalam pengelolaan UKM
2. Pengelolaan tiap-tiap UKM: Perencanaan prgoram/kegiatan UKM, pengorganisasian,
komunikasi dan koordinasi, akuntabilitas pengelolaan UKM, hak dan kewajiban sasaran
4. Bab VI:
o Sasaran kinerja UKM: komitmen dan peran dalam perbaikan kinerja UKM, tata nilai
dalam penyelenggaraan program/kegiatan UKM, Upaya perbaikan kinerja
berkesinambungan berdasarkan analisis kinerja untuk tiap-tiap UKM, keterlibatan
sasaran dalam perbaikan kinerja UKM
1. Bab VII:
1. Kesinambungan pelayanan klinis (continuity of care): mulai dari pendaftaran sampai
dengan pemulangan atau rujukan
2. Bab VIII:
1. Manajemen penunjang pelayanan klinis: pelayanan lab, obat, radiodiagnostik, rekam
medis, manajemen keamanan lingkungan puskesmas, manajemen peralatan klinis,
manajemen sdm klinis
3. Bab IX:
1. Peningkatan mutu pelayanan klinis dan keselamatan pasien