Anda di halaman 1dari 13

1.

Alasan Pluto Bukan Planet Lagi

Sejak penemuannya pada tahun 1930, Pluto menimbul sedikit teka-teki. Belakangan para ahli
mengeluarkan Pluto dari daftar benda-benda angkasa yang selama ini kita kenal sebagai planet.
Meski hal ini tentunya tidak mempengaruhi apa pun terhadap jalannya tata surya, karena ini
hanya soal penamaan, tetapi kita ingin tahu mengapa demikian.
Berikut alasannya:

Pluto lebih kecil dari planet lain - bahkan lebih kecil dari bulan.
Pluto padat dan berbatu, seperti planet-planet terestrial (Merkurius, Venus, Bumi dan
Mars). Namun, tetangganya terdekat adalah planet Jovian gas (Jupiter, Saturnus, Uranus
dan Neptunus). Hal inilah yang membuat banyak ilmuwan percaya bahwa Pluto berasal
di tempat lain dalam ruang dan terjebak dalam gravitasi Matahari. Beberapa astronom
pernah berteori bahwa Pluto merupakan bulan planet Neptunus.

Orbit Pluto tidak menentu. Planet-planet di tata surya kita semua mengorbit Matahari
dengan bentuk yang relatif datar. Namun, pluto mengorbit matahari pada sudut 17-
derajat. Selain itu, orbitnya sangat elips dan melintasi orbit Neptunus.

Salah satu bulan pluto adalah Charon yang berukuran setengah Pluto. Beberapa astronom
berpendapat bahwa dua benda diperlakukan sebagai sistem biner bukan sebuah planet
dan satelit.

Fakta-fakta tersebut di atas mendasari perdebatan panjang sehubungan dengan pertanyaan


apakah Pluto dianggap sebagai sebuah planet. Pada tanggal 24 Agustus 2006, International
Astronomical Union (IAU), sebuah organisasi astronom profesional, mengeluarkan dua resolusi
yang secara kolektif mencabut status keplanetan Pluto. Yang pertama adalah Resolution 5A,
yang mendefinisikan kata "planet." Meskipun banyak orang mengemukakan definisi "planet",
namun bidang astronomi tidak pernah jelas menentukan mana yang bisa disebut planet, dan
mana yang tidak.

Resolution 5A mendefinisikan planet sebagai benda angkasa yang mengorbit di sekitar matahari,
memiliki massa yang cukup sebagai gravitasi sendiri untuk menangkal tekanan-tekanan yang
timbul sehingga diasumsikan kesetimbangan bentuk hidrostatik dan berbentuk hampir bulat, dan
memiliki lingkungan yang bersih di sekitar orbitnya.

Pluto memang relatif bulat dan mengorbit matahari, tetapi tidak memenuhi kriteria karena
orbitnya melewati orbit Neptunus. Kritik terhadap resolusi itu menyatakan bahwa planet-planet
lain di tata surya, termasuk bumi, belum membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya. Bumi
misalnya, secara teratur bertemu dan dekat asteroid di orbitnya.

Resolusi 5A juga menetapkan dua kategori baru objek orbit mengelilingi matahari: planet kerdil
(dwarf) dan sistem solar kecil. Menurut resolusi tersebut, planet kerdil didefinisikan sebagai
benda angkasa yang mengorbit di sekitar matahari, memiliki massa yang cukup sebagai gravitasi
sendiri untuk menangkal tekanan-tekanan yang timbul sehingga diasumsikan kesetimbangan
bentuk hidrostatik (hampir berbentuk bulat), lingkungan di sekitar orbitnya belum bersih, dan
bukan satelit.

Bidang sistem surya kecil merupakan obyek yang mengorbit matahari tetapi bukan planet atau
planet kerdil. Resolusi lain, yakni Resolution 6A juga secara khusus membahas Pluto, yang
menamainya sebagai planet kerdil.

Tidak semua astronom mendukung Resolution 5A dan 6A. Kritikus telah menunjukkan bahwa
menggunakan "planet kerdil" untuk menggambarkan benda-benda yang secara definisi tidak
dikategorikan sebagai planet merupakan hal yang membingungkan dan bahkan menyesatkan.
Beberapa astronom juga mempertanyakan validitas resolusi', karena para astronom profesional
relatif sedikit memiliki kemampuan atau kesempatan untuk memilih.

Kedua resolusi tersebut di atas mengklasifikasikan benda-benda angkasa yang mengorbit


sekitar matahari sebagai berikut:

Planet, terdiri dari Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus
Planet kerdil (dwarf), terdiri dari: Pluto, Ceres (sebuah objek di sabuk asteroid antara
Mars dan Jupiter), 2003 UB313 (obyek lebih jauh dari Matahari dari Pluto)
Badan sistem-surya kecil, yakni segala sesuatu yang mengorbit matahari termasuk
asteroid dan komet

Demikian sekilas tentang alasan, mengapa Pluto tidak dikategorikan sebagai planet.

b. Siklus Hidrologi Sedang


2. Siklus Hidrologi Panjang

Siklus hidrologi panjang adalah siklus hidrologi yang umumnya terjadi di daerah beriklim
subtropis atau daerah pegunungan. Dalam siklus hidrologi ini, awan tidak langsung diubah
menjadi air, melainkan terlebih dahulu turun sebagai salju dan membentuk gletser. Berikut
penjelasan singkat dari siklus hidrologi panjang ini:

Air laut mengalami proses evaporasi dan berubah menjadi uap air akibat adanya panas
matahari.
Uap air yang terbentuk kemudian mengalami sublimasi
Awan yang mengandung kristal es kemudian terbentuk.
Awan mengalami proses adveksi dan bergerak ke daratan
Awan mengalami presipitasi dan turun sebagai salju.
Salju terakumulasi menjadi gletser.
Gletser mencair karena pengaruh suhu udara dan membentuk aliran sungai.
Air yang berasal dari gletser mengalir di sungai untuk menuju laut kembali.

3. MATAHARI TAMPAK BESAR DI HORISON

Gejala bulan/matahari lebih besar pada saat dekat dengan cakrawala hanyalah ilusi, karena otak
kita berpikir bahwa arah cakrawala lebih jauh daripada di titik kulminasi / zenith. Karena itu
ketika kamu melihat Bulan / Matahari terbit di cakrawala dan perlahan -lahan naik ke zenith ia
akan tampak semakin mengecil.
Matahari tampak lebih besar di cakrawa. Kredit : wallpaper4me.com

Fenomena ini juga dikenal sebagai Ilusi Bulan dan juga sama kasusnya dengan Matahari. Ilusi
ini terjadi karena ketika Bulan / Matahari sedang di cakrawala secara tidak sadar kita
membandingkannya dengan obyek latar depan seperti pohon, rumah, gunung atau kadang
dengan cakrawala itu sendiri sehingga Bulan / Matahari tampak lebih besar dibanding ketika
Bulan / Matahari menggantung sendirian di langit.

Kasus ilusi Bulan ini mirip atau sama dengan yang namanya ilusi Ponzo atau ilusi optik geometri
dimana otak berpikir bahwa apapun yang ada di atas berada lebih jauh maka ukurannya pasti
lebih besar. Tapi dalam kenyataannya ukurannya sebenarnya sama.

Ada juga yang menduga kalau ilusi tersebut terjadi karena pembiasan. Tapi, pembiasan atmosfer
hanya perpengaruh pada penggepengan piringan matahari/bulan (yang justru membuat
bulan/matahari lebih kecil pada sumbu vertikalnya) dan juga perubahan warna menjadi lebih
merah

Matahari terbit adalah peristiwa di mana sisi teratas Matahari muncul di atas horizon di timur.
Matahari terbit tidak sama dengan fajar, di mana langit mulai terang, beberapa waktu sebelum
Matahari muncul, mengakhiri twilight (peristiwa cahaya Matahari terlihat mulai akhir senja
hingga fajar). Karena refraksi atmosfer menyebabkan Matahari masih dapat terlihat sementara
berada di bawah horizon, Matahari terbit dan Matahari terbenam adalah, dari satu sudut pandang,
ilusi optik. Matahari juga muncul lebih besar di horizon, tetapi hal ini merupakan ilusi optik
lainnya, sama dengan ilusi bulan.
Revolusi Matahari ke barat mengitari bumi setelah keluar dari horizon disebabkan rotasi Bumi
ke timur, sebuah revolusi berlawanan jarum jam ketika dilihat dari atas Kutub Utara. Ilusi ini
sangat meyakinkan bahwa banyak budaya memiliki mitologi dan agama yang dibuat berdasarkan
model geosentris. Efek yang sama dapat dilihat dengan satelit dekat kutub.

4. Mengapa Wajah Bulan Selalu Tampak Sama Dilihat dari Bumi?

Riza Miftah Muharram pada 11/27/2015 04:30:00 PM 0 komentar


Facebook

Fase-fase Bulan. Kredit: Fred Espenak


Info Astronomy - Bulan merupakan satelit alami yang mengelilingi planet Bumi, planet tempat
kita tinggal, yang dapat kita lihat dengan mata telanjang tanpa bantuan alat. Bentuk atau fase dari
Bulan setiap malam juga berubah-ubah, mulai dari bentuk sabit hingga menjadi purnama. Tapi
kenapa wajahnya selalu sama?
Bumi yang kita tahu berputar pada porosnya atau sering disebut rotasi Bumi. Rotasi Bumi
menyebabkan terjadinya siang dan malam, gerak semu harian Matahari serta perbedaan waktu di
berbagai tempat. Bumi memerlukan waktu untuk sekali berotasi yaitu 23 jam 56 menit atau biasa
dibulatkan menjadi 24 jam.

Bumi berotasi, berputar pada porosnya, lalu apakah Bulan juga berotasi seperti Bumi?
Jawabannya, ya, Bulan memang berputar pada porosnya. Kebanyakan planet dan satelitnya
mempunyai 2 jenis gerakan. Gerakan tersebut adalah gerakan berputar pada porosnya atau sering
disebut rotasi dan gerakan mengelilingi pusat acuannya atau sering disebut revolusi.

Revolusi Bumi yang mana Bumi mengelilingi Matahari sebagai pusatnya menyebabkan
perubahan musim. Selain perubahan musim, gerakan Bumi mengelilingi Matahari juga
mengakibatkan gerakan semu tahunan Matahari. Bulan adalah benda angkasa yang bergerak
secara relatif. Umumnya Bulan bergerak dalam tiga macam, yaitu rotasi, revolusi dan revolusi
bersama Bumi pada Matahari.

Rotasi dan Revolusi Bulan


Perputaran Bulan pada porosnya disebut rotasi Bulan. Dalam sekali rotasi, Bulan memerlukan
waktu selama 27,3 hari. Rotasi Bulan sendiri tidak berdampak apapun terhadap kehidupan di
Bumi.

Sebagai satelit alami Bumi, Bulan juga berputar mengelilingi dengan jangka waktu selama 27,3
hari. Waktu rotasi dan revolusi Bulan adalah sama, hal ini yang menyebabkan permukaan Bulan
yang kita lihat di Bumi tidak berubah dari waktu ke waktu, alias wajah Bulan yang menghadap
Bumi hanya yang itu-itu saja.

Bulan mengalami delapan fase dalam sekali berevolusi. Jika dirata-rata, setiap fase Bulan akan
berlangsung kira-kira selama lebih dari 3-4 hari.

Hari pertama
Bulan berada pada posisi 0. Bagian Bulan yang tidak terkena sinar Matahari menghadap ke
Bumi. Akibatnya, Bulan tidak tampak dari Bumi. Fase ini disebut Bulan baru.

Hari keempat
Bulan berada pada posisi 45. Dilihat dari Bumi, Bulan tampak melengkung seperti sabit. Fase
ini disebut Bulan sabit.

Hari kedelapan
Bulan berada pada posisi 90. Bulan tampak berbentuk setengah lingkaran. Fase ini disebut
Bulan paruh.

Hari kesebelas
Bulan berada pada posisi 135. Dilihat dari Bumi, Bulan tampak seperti cakram. Fase ini disebut
Bulan cembung.

Hari keempat belas


Bulan berada pada posisi 180. Pada posisi ini, Bulan tampak seperti lingkaran penuh. Fase ini
disebut Bulan purnama atau Bulan penuh.

Hari ketujuh belas


Bulan berada pada posisi 225. Dilihat dari Bumi, penampakan Bulan kembali seperti cakram.

Hari kedua puluh satu


Bulan berada pada posisi 270. Penampakan Bulan sama dengan Bulan pada posisi 90. Bulan
tampak berbentuk setengah lingkaran.

Hari kedua puluh lima


Bulan berada pada posisi 315. Penampakan Bulan pada posisi ini sama dengan posisi Bulan
pada 45. Bulan tampak berbentuk seperti sabit. Selanjutnya, Bulan akan kembali ke kedudukan
semula, yaitu Bulan mati. Posisi Bulan mati sama dengan posisi Bulan baru.

Revolusi Bulan terhadap Matahari bersama Bumi


Bersama-sama dengan planet Bumi, Bulan juga mengelilingi Matahari. Waktu yang dibutuhkan
oleh Bumi untuk beredar mengelilingi matahari yaitu selama 365,25 hari. Dengan demikian
waktu yang dibutuhkan Bulan untuk berevolusi terhadap Matahari dengan Bumi sama, yaitu
365,25 hari. Tiap empat tahun sekali kelebihan hari di bulatkan menjadi 366 hari. Dan sering
dikenal juga dengan sebutan tahun kabisat.

Dengan demikian dapat kita simpulkan jika Bulan juga berotasi seperti Bumi. Karena kala rotasi
dan revolusi Bulan yang sama, sehingga menyebabkan sisi bBulan yang terlihat atau menghadap
Bumi selalu sama. Mengenai bentuk dan sisi Bulan yang lain, telah terpotret oleh satelit Soviet
Luna 3 pada tahun 1959. Dan pertama kali dilihat oleh mata manusia yaitu pada ekspedisi Apollo
8 pada tahun 1986 oleh Astronot William Anders

Mengapa permukaan bulan selalu tetap? Masih dalam rangka tahun baru 1 Muharram
1436 kembali diterbitkan artikel berkaitan dengan bulan.

Ada yang menarik dengan bulan. Jika diperhatikan, wajah bulan yang terlihat dari
bumi itu ke itu juga setiap malam. Wajah bulan selalu tampak tetap. Mengapa
demikian?

Bulan merupakan satu-satunya satelit bumi. Berbeda dengan planet lain yang memiliki
lebih dari satu buah satelit, seperti; Mars (2 satelit), Yupiter (16), Saturnus (17),
Uranus (5) dan Neptunus (2 satelit).
Kita dapat bayangkan bagaimana jika bumi juga memiliki beberapa buah satelit.
Alangkah terangnya malam hari, atau setiap malam dalam 30 hari kita akan
menyaksikan bulan muncul malam hari.

Dalam pengetahuan antariksa, satelit adalah benda langit penggiring planet. Akibat
planet mengelililingi planet maka satelit akan melakukan 3 gerak dalam waktu
bersamaan;

1.Gerak rotasi (gerak berputar pada porosnya).


2.Gerak revolusi terhadap bumi (beredar mengelilingi bumi)
3.Gerak revolusi terhadap matahari (beredar mengelilingi matahari)

Dalam berotasi maupun berevolusi, bulan memerlukan waktu tempuh dalam satu kali
putaran atau edaran. Waktu yang diperlukan dalam satu kali putaran disebut kala
rotasi. Sedangkan waktu untuk menenpuh satu kali edaran disebut kala revolusi.

Nah, mengapa permukaan bulan yang terlihat dari bumi selalu tampak tetap? Hal ini
disebabkan oleh kala rotasi bulan sama dengan kala revolusinya. Artinya, sekali
berputar pada porosnya sekali pula bulan beredar mengelilingi bumi.

Bagian wajah bulan yang kita lihat adalah bagian yang menerima cahaya matahari dan
menghadap ke bumi. Bac
KENAPA PERMUKAAN BULAN TERLIHAT SAMA DI BUMI?

Pernahkah memperhatikan penampakkan bulan? Mengapa muka bulan yang dapat terlihat dari
bumi adalah setengah bulatan yang sama saja? Mengapa belahan bulan lainnya tidak pernah
terlihat? Bagaimana pola pergerakan bulan dan hubungannnya dengan penampakkan wajahnya?

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa bulan dikenal sebagai satelit bumi. Satelit artinya
pengikut, karena bulan selalu bergerak mengelilingi bumi. Sementara bumi yang merupakan
induk di dalam waktu sama juga bergerak dalam orbitnya mengitari matahari.

Bulan berbeda dengan matahari yang memancarkan cahaya kemilau dan panas, ia memancarkan
cahaya sejuk dan dingin. Fakta ini menunjukkan bahwa apa yang dipancarkan oleh matahari dan
bulan tidak sama. Ilmuwan Yunani bernama Aristarchus (310-230 SM) adalah orang pertama
yang berpendapat terkait dengan fakta tersebut mengatakan bahwa bulan tidak mengeluarkan
cahaya sendiri seperti matahari. Bulan hanya menerima sinar matahari dan kemudian sinar itu
dipantulkan oleh permukaan tanahnya. Dengan demikian bulan bukanlah sumber cahaya, dan
cahaya yang kita lihat itu adalah hanya pantulan dari sinar matahari. Logika lain yang dibangun
untuk sampai pada kesimpulan demikian adalah Aristarchus berangkat dari argumen bentuk
bulan yang selalu berubah-ubah. Kalau bulan memancarkan cahaya sendiri, tidak mungkin kita
melihatnya berubah bentuk. Sebab jika bulan merupakan sumber cahaya tentu seluruh
permukaannya akan bersinar sehingga darimanapun melihatnya bentuknya akan tetap sama.

Sebenarnya bukanlah bulan yang berubah bentuk, tetapi pola hubungan yang terbentuk dari
kedudukan bulan dari arah matahari yang dilihat dari bumi itulah yang bergeser dari waktu
kewaktu. Akibat yang ditimbulkan adalah perubahan penampakan bulan dari bumi. Logika di
atas dapat pula digunakan untuk membangun teori bahwa bulan bergerak mengitari bumi pada
orbitnya. Dengan kata lain, bulan tidak akan berubah bentuknya kalau ia tidak bergerak
mengitari bumi. Selanjutnya kita lebih fokus pada bahasan mengapa wajah bulan yang kelihatan
dari bumi hanya separoh, sedangkan bagian lainnya tak pernah kita saksikan dari bumi. Apa
yang menyebabkan penampakkan bulan seperti ini?

Penampakkan konstan bulan yang demikian disebabkan adanya keseimbangan pergerakan bumi
dan dan bulan, yaitu lama peredaran bulan mengitari bumi sama dengan lamanya waktu bulan
berotasi pada sumbunya. Jangka waktu yang diperlukan adalah 1 bulan. Akibatnya bagian bulan
yang tampak dari bumi hanyalah sebelah muka yang sama saja. Sedangkan belahan bulan yang
lain tidak pernah tampak. Untuk melihat wajah bulan yang sebelahnya manusia mesti pergi ke
luar angkasa.

Sampai di sini mungkin kita bertanya, jika keseimbangan gerak terjadi antara evolusi bulan dan
rotasinya berarti permukaan bulan yang mungkin dilihat dari bumi adalah satu belahan yakni
50% permukaan bulan. Oh tidak, ternyata tidaklah demikian. Pergerakan bulan yang tidak
sederhana menimbulkan efek penampakan yang tidak sesuai dengan logika di atas.

Ketika melakukan geraknya yang khas bulan tidak selalu terletak pada bidang yang sama. Baik
bentuk atau posisinya yang relatif terhadap matahari dan bumi secara terus menerus berubah.
Karena sebab-sebab inilah maka bagian bulan yang terlihat di bumi agak berbeda sehingga
setelah satu periode waktu (yakni 1 bulan) kita dapat melihat 59% permukaan bulan dari suatu
tempat pengamatan di bumi. Perubahan-perubahan dalam orbit bulan terjadi dalam daur-daur.
Karena hal inilah, permukaan bulan yang dapat dilihat mengalami librasi, sehingga daerah-
daerah kecil di tepi cakramnya yang bisa diamati terlihat. Dengan kata lain titik tengah dari
bulatan bulan yang nampak bukanlah titik yang sama saja, melainkan bergeser sedikit letaknya.
Dengan demikian bagian bulan yang dapat disaksikan dari bumi lebih luas sedikit dari separoh.
Sisi-sisi piringan pada kutub utara dan selatan serta bagian kanan kirinya dapat berganti-ganti
terlihat.

Periode rotasi Bulan tidak sama denga periode rotasi Bumi. Periode rotasi Bumi adalah 24 jam (1
hari), sementara periode rotasi Bulan adalah 27.3 hari. Wajah bulan yang dilihat oleh seluruh
manusia di Bumi, baik di Indonesia maupun di belahan Bumi lainnya selalu nampak
sama.Mengapa demikian? Wajah Bulan selalu pada sisi yang sama menghadap Bumi karena
periode rotasi Bulan sama dengan periode revolusinya (waktu yang dibutuhkan untuk mengitari
Bumi). Kenapa kedua periode ini bisa sama, disebabkan oleh fenomena yang dinamakan tidal
locking atau penguncian pasang/gravitasi.

Fenomena penguncian gravitasi ini adalah fenomena umum dalam sistem gravitasi. Banyak
satelit planet-planet lain juga terkunci gravitasi dengan planet induknya.

Kenapa fenomena tidal locking terjadi adalah karena adanya torsi yang diberikan Bumi kepada
Bulan, dan Bulan bereaksi dengan menyesuaikan periode rotasinya sehingga tercapai
kesetimbangan yaitu saat periode rotasinya sama dengan periode revolusinya

5. KEMATIAN BINTANG
Kematian bintang terdiri dari beberapa fase. Dimulai dari pembentukan bintang raksasa merah
sampai matinya sebuah bintang. Akhir bintang sangat tergantung dari massa bintang pada
kondisi awal. Ada tiga fase kematian bintang yaitu bintang katai putih, bintang netron, dan black
hole atau lubang hitam.

1. Bintang Katai Putih


Bintang katai putih merupakan fase akhir bintang yang berukuran kecil seperti matahari. Matinya
bintang diawali dengan habisnya unsur hidrogen di inti bintang. Habisnya hidrogen
menyebabkan tidak terjadinya reaksi thermonuklir di inti bintang. Reaksi thermonuklir pada
kondisi bintang normal tidak hanya memancarkan panas, tetapi juga menahan gravitasi inti agar
partikel yang ada di kulit tidak tertarik ke dalam dan mengakibatkan bintang mengkerut. Dengan
hilangnya reaksi thermonuklir di inti, maka bintang akan mengkerut. Pengerutan bintang akan
terus terjadi sampai pada suatu titik intibintang kembai memancarkan energi. Bagaimana bintang
bisa kembali memancarkan energi? Hal ini terjadi karena di inti terjadi pembakaran helium
menjadi karbon. Pembakaran helium terjadi karena pengerutan bintang. Pengerutan bintang
menyebabkan jarak antar partikel menjadi semakin mampat. Akibatnya tumbukan antar partikel
menjadi lebih sering terjadi. Akibat tumbukan tersebut, timbullah panas. Panas tersebut yang
memicu terjadinya reaksi lanjutan yang membakar helium menjadi karbon.

Pemanasan di inti dengan suhu yang lebih besar menyebabkan di kulit juga terjadi reaksi
thermonukir. Jadi, di inti terjadi reaksi helium-karbon, di kulit terjadi reaksi hidrogen-helium.
Bintang menjadi seperti kue lapis. Pembakaran di kulit menyebabkan selubung bintang
mengembang. Bayangkan ada sebuah bola di dalam bola pimpong. Bola tersebut disebut dengan
bola A. Bola A kita ibaratkan inti bintang. Lalu bola pimpong tersebut dimasukkan dalam sebuah
balon. Lalu tiuplah balon tersebut. Kira-kira seperti itulah yang terjadi. Pemanasan di kulit
menyebabkan selubung bintang mengembang.

Energi yang dipancarkan inti lebih besar dari pada pada saat bintang dalam kondisi normal. Akan
tetapi, karena selubung membesar, energi tersebut di distribusikan pada luasan yang lebih luas
sehingga suhu permukaan menjadi lebih rendah. Jadi pada saat bintang berwarna merah, dan
memiliki ukuran bintang membesar, tetapi suhunya menjadi lebih rendah. Warna merah
menunjukkan penurunan suhu. Seperti pada api di bumi. api biru lebih panas daripada api merah.
Ketika sebuah bintang berwarna merah, suhu bintang pada bagian selubung turun. Bintang pada
kondisi ini disebut sebagai Bintang Rasaksa Merah

Selanjutnya ketika bintang kehabisan unsur helium di inti, maka bintang akan menjadi semakin
mengkerut. pengerutan bintang akan terus terjadi sampai pada suatu titik bintang tidak bisa
mengkerut lagi karena sudah sangat mampat. Ketika bintang dalam kondisi ini, bintang dalam
kondisi stabil mampat. Bintang ini akan memancarkan cahaya lemah sampai benar-benar mati.
Fase inilah yang disebut bintang katai putih. Inti pada bintang katai putih beragam. Pada
umumnya reaksi thermonuklir hanya sampai pada pembentukan inti karbon. Tetapi ada jenis lain
seperti oksigen atau neon. Pada kondisi katai putih, bintang dalam kondisi stabil karena elektron
mengalami degenerasi dalam kondisi yang mampat. materi inti mampu menahan gravitasi
bintang sehingga tidak mengalami keruntuhan lebih lanjut tanpa mengalami perubahan volume.
Hal inilah yang meyebabkan bintang dalam kondisi stabil. karena bahan bakar bintang semakin
sedikit, maka bintang perlahan-lahan tidak memancarkan cahaya lagi atau disebut dengan
bintang Katai Hitam.

2. Bintang Netron
Bintang Netron merupakan fase selanjutnya. Apabila massa bintang cukup besar, maka
pemanpatan/pengerutan bintang akan menyebabkan reaksi berikutnya yaitu pengubahan karbon
menjadi unsur yang lebih berat yaitu oksigen. Ketika karbon habis maka pemampatan akan
kembali terjadi hingga. Terjadi reaksi pembentukan unsur yang lebih berat seperti silica hingga
terbentuk besi. Besi merupakan unsur terberat yang dapat dibentuk oleh sebuah bintang. Ketika
dalam kondisi ini, membuat bintang seperti bawang merah atau kue lapis. Di inti terjadi
pembentukan besi, di kulit terluar terjadi pembentukan helium.

Nova dan Supernova


Nova dan supernova adalah ledakan bintang. Yang membedakan keduanya adalah besar ledakan.
Jika ledakannya tidak sampai menghancurkan bintang, maka disebut nova. Jika ledakannya
sangat besar sampai menghancurkan bintang maka disebut supernova. Supernova pun ada
supernova I (bintang ganda) dan supernova II (bintang tunggal). Ledakan bintang tunggal terjadi
apabila bintang dalam kondisi seperti bawang, berlapis lapis. Besar ledakan ditentukan oleh
massa bintang yang ada. Pada supernova tipe I, bintang menerima partikel gas dari bintang lain.
Akibatnya di selubung bintang kembali terjadi reaksi thermonuklir sehingga bintang terlihat
seakan-akan akan meledak. Sedangkan, untuk supernova tipe II merupakan ledakan bintang yang
sebenarnya karena terjadi pada sebuah bintang tunggal. Bagaimana supernova tipe II terjadi?

Pengerutan bintang menyebabkan bintang menjadi semakin mampat. ketika massa bintang
melewati batas tertentu, di inti terjadi pembentukan unsur yang lebih berat. Hidrogen - Helium -
Karbon - Oksigen - Neon/Silikon - Besi. Ketika terbentuk inti besi, bintang dalam kondisi yang
sangat mampat. Bintang akan semakin mampat karena tidak ada energi yang melawan gravitasi
bintang sehingga bintang runtuh. Pengerutan menyebabkan suhu di inti menjadi semakin panas.
Pada suhu 5 miliar kelvin energi foton sangat tinggi hingga mampu membelah inti besi menjadi
helium. peristiwa ini disebut proses inverse beta decay (peluruhan beta balikan) dimana proton
akan akan keluar meninggalkan neutron untuk bertemu elektron. Pembentukan inti neutron ini
akan menghasilkan sebuah gelombang kejut yang melawan keruntuhan bintang (melawan
gravitasi bintang) karena gelombang yang sangat kuat, sebagian materi bintang terlempar keluar
dalam sebuah ledakan dahsyat. peristiwa itulah yang disebut dengan supernova.

Sisa ledakan supernova akan menyisakan inti bintang hasil peluruhan tadi sehingga disebut
bintang neutron.

3. Lubang Hitam (Black Hole)


Apa yang terjadi apabila gelombang kejut dari peluruhan besi tidak mampu menghancurkan
bintang? Bintang akan berevolusi menjadi objek lain yang memiliki gravitasi yang sangat besar.
Gravitasi tersebut bahkan dapat membelokkan atau membuat cahaya terperangkap. objek
tersebut dinamakan lubang hitam atau black hole.

Gravitasi inti akan meruntuhkan bintang menjadi sesuatu yang sangat mampat. Bintang yang
bermassa besar akan mengalami pengerutan sehingga menjadi sangat mampat. Ketika
gelombang kejut inti neutrino tidak mampu menahan keruntuhan bintang, maka bintang akan
menjadi semakin mampat sehingga massa jenisnya juga akan semakin besar. Besarnya massa
akan membuat gravitasi juga besar hingga terbentuk sebuah inti yang bahkan bisa membelokkan
cahaya dengan gravitasinya.

Matinya sebuah Bintang


Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan membebaskan banyak
panas dan memanaskan lapisan luar bintang.

Lapisan luar bintang yang masih banyak hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan disebut
bintang raksaksa merah yang dapat mencapai 100 kali ukuran Matahari sebelum membentuk bintang
kerdil putih.
Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih besar dari matahari, bintang tersebut akan membentuk
superraksaksa merah.

Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova atau Supernova dan kemudiannya membentuk
bintang neutron atau Lubang hitam.

Anda mungkin juga menyukai