Transplantasi Ginjal FX
Transplantasi Ginjal FX
BAB 2. PEMBAHASAN
2.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi setelah dilakukannya transplantasi ginjal adalah (I Made, 2007):
2.8.1 Komplikasi Bedah
a. Komplikasi sistem urinaria, salah satunya adalah terputusnya ginjal secara spontan.
Komplikasi yang lain adalah bocornya urine dari ureteral bladder anastomosis yang
menyebabkan terjadinya urinoma yang dapat memberi tekanan pada ginjal dan ureter yang
mengurangi fungsi ginjal.
b. Komplikasi kardiovaskular, komplikasinya bisa berupa komplikasi lokal atau sistem.
Hipertensi dapat terjadi pada 50%-60% penderita dewasa yang mungkin disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya stenosis arteri ginjal, nekrosis tubular akut,infark,
fistulaarteriovenus, pseudoaneurisma, dan trombosis venarenalis
c. Komplikasi pernafasan, pneumonia yang disebabkan oleh jamur dan bakteri adalah
komplikasi pernafasan yang sering terjadi.
d. Komplikasi gastrointestinal, hepatitis B dan serosis terjadi dan mungkin dihubungkan
dengan penggunaan obat-obatan hepatotoksik, perdarahan saluran cerna akibat ulkus
peptikum. Disamping itu dapat juga terjadi esofagitis, gastritis hemoragik, obstruksi dan
perforasi usus, serta herniasi.
e. Komplikasi kulit, karsinoma kulit adalah yang paling umum. Penyembuhan luka dapat
menjadi lama karena status nutrisi yang kurang, albumin serum yang sedikit dan terapi
steroid.
f. Infeksi, karena mengonsumsi obat-obatan imunosupresan yang dibutuhkan untuk
mencegah reaksi rejection. Infeksi sistem urine, pneumonia, dan sepsis adalah yang sering
dijumpai.
g. Post-transplant lymphoproliferative disorders (suatu tumor limfe karena imunosupresan)
h. Kematian, rata-rata kematian setelah 2 tahun pelaksanaan transplantasi tersebut hanya
10%. Hal ini menggambarkan adanya penurunan tingkat kematian yang berarti dalam dua
dekade yang lalu, sebelumnya tingkat ketahanan hidup hanya 40-50%. Khususnya rata-
rata kematian yang menurun yang diakibatkan oleh infeksi pada dua tahun pertama setelah
dua tahun pencangkokkan telah terjadi.
2.8.2 Komplikasi Medik
Transplant rejection (reaksi penolakan tubuh terhadap ginjal yang telah di-cangkok),
yaitu sebuah serangan dari sistem kekebalan terhadap organ donor asing yang dikenal oleh
tubuh sebagai jaringan asing. Reaksi tersebut dirangsang oleh antigen dari kesesuaian organ
asing. Ada tiga jenis utama penolakan secara klinik, yaitu hiperakut, akut, dan kronis
a. Rejeksi hiperakut
Rejeksi hiperakut adalah destruksi imunologik ginjal transplan yang terjadi dalam
waktu 24 jam paska transplantasi dan sering terjadi intraoperative, tetapi rejeksi ini jarang
terjadi. Rejeksi hiperakut disebabkan oleh reaksi antibody resipien yang terbentuk
pratransplantasi akibat transplantasi/tranfusi darah sebelumnya dengan antigen sel endotel
pembuluh darah ginjal transplan. Antibodi tersebut mengaktifkan komplemen yang
menimbulkan edema dan perdarahan interstisial dalam jaringan transplan sehingga
mengurangi aliran darah ke seluruh jaringan.
Pasien menderita panas, lekositosis dan memproduksi sedikit urin atau tidak sama
sekali. Urin mengandung berbagai elemen seluler termasuk eritrosit. Trombosis dengan
kerusakan endotel dan nekrosis sering terlihat pada penolakan hiperakut. Resipien
menunjukkan gangguan imunologik berat dengan koagulasi intravaskular diseminata.
Ginjal transplan edema dan hemoragik, pemeriksaan histopatologik menunjukkan adanya
endapan IgG dan C3 di dalam dinding kapiler glomerulus dan peritubulus serta agregasi
trombosit yang menyumbat lumen kapiler.
b. Rejeksi akut
Rejeksi akutterlihat pada resipien yang sebelumnya tidak tersensitisasi terhadap
transplan. Hal ini merupakan penolakan umum yang sering dialami resipien yang
menerima transplan yang mismatch atau yang menerima allograft dan pengobatan
imunosupresif yang kurang dalam usaha mencegah penolakan. Insiden penolakan akut
berkisar 60-75 % dari transplantasi ginjal pertama kali.
Penolakan akut dapat terjadi sesudah beberapa hari dan tersering pada 3 bulan
pertama paska transplantasi. Resipien mendadak demam, badan lemah, hipertensi dan
oligouria disertai peninggian kadar kreatinin darah, dan penurunan nilai test kliren
kreatinin. Ginjal transplan menjadi edema yang mengiritasi selaput peritoneum sehingga
menimbulkan rasa nyeri di daerah pelvis. Pemeriksaan histopatologik menunjukkan
infiltrasi difus sel mononukleus yang disertai edema dan perdarahan di dalam jaringan
interstisial.
c. Rejeksi Kronik
Rejeksi kronik adalah hilangnya fungsi organyang dicangkokkan yang terjadi
secara perlahanbeberapa bulan-tahun sesudah organ berfungsi normaldan disebabkan oleh
sensitivitas yang timbul terhadapantigen transplan atau oleh karena timbulnya
intoleransiterhadap sel T.
Pemeriksaan histopatologik menunjukkan proliferasi sejumlah besar sel
mononuclear, terutama sel T. Terjadi nefroskelrosis, dengan proliferasi dan fibrosis intima
pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penyempitan lumen pembuluh darah. Hasilnya
adalah iskemia renal, hipertensi, atrofi tubuler, fibrosis interstisial dan atrofi glomeruler.
Namun belum ada bukti apakah penurunan fungsi graft dalam beberapa tahun berdasarkan
mekanisme yang sama pada semua kasus.
BAB 3. PATHWAY
4.1 Pengkajian
4.1.1 Persiapan transplantasi ginjal
a. Persiapan resipient dan keluarga
Perawat mempunyai peran penting sebagai advokat untuk memastikan bahwa semua
upaya dibuat untuk menentukan dan bertindak atas keinginan pasien berkenan dengan
pendonoran dan perawat juga berperan vital dalam mendukung keluarga secara psikologis,
terutama saat mereka mencoba menerima donor dari mayat, serta sebagai koordinator
transplan yaitu memastikan bahwa keluarga mendapatkan informasi yang diperlukan untuk
memberikan surat persetujuan.
Setelah ada persetujuan dari keluarga, tim akan menjelaskan mengenai operasi dan
perawatannya:
1) Lokasi dan letak ginjal baru
2) Penggunaan bermacam-macam peralatan yang mungkin diperlukan selama perawatan
3) Pengambilan darah yang sering dilakukan
4) Untuk mencegah infeksi pasien ditempatkanditempat khusus, dimana anggota
keluarga tidak diperbolehkan masuk
5) Kemungkinan timbul komplikasi seperti infeksi, rejeksi setelah operasi
6) Mobilisasi: merubah posisi, membatukkan, latih duduk dan berdiri serta cara nafas
efektif.
Dengan demikian diharapkan pasien dan keluarga akan merasa aman dan dapat
bekerja sama dan bersikap lebih terbuka untuk membantu perawatan.
POST OPERASI
1. Diagnosa keperawatan :
Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi luka operasi, spasme otot, atau adanya
distensi abdomen/kandung kemih.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang.
Kriteria Hasil:
a. Pasien dapat toleransi terhadap rasa nyeri
b. Ungkapan rasa nyeri berkurang atau hilang
c. Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
2. Diagnosa Keperawatan:
Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan transplantasi ginjal, penolakan, obat-
obatan nefrotoksik, gagal ginjal.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x 24 jam pasien mampu berkemih secara adekuat.
Kriteria Hasil:
Pasien akan mempertahankan keluaran urine yang adekuat.
Intervensi :
3. Diagnosa Keperawatan :
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, gagal ginjal,
penolakkan tranplantasi, tingginya volume cairan intravena.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam kelebihan volume cairan teratasi.
Kriteria Hasil :
Pasien mengeluarkan urine yang adekuat dan tidak menahan cairan.
Intervensi :
a. Monitor TD dan nadi setiap 1jam
b. Ukur haluaran urine setiap 1jam
c. Timbang BB setiap hari
d. Auskultasi paru-paru setiap pergantian dinas sesuai indikasi
e. Pertahankan keakuratan catatan masuk dan keluarnya cairan
f. Beri banyak cairan sesuai program
g. Beri obat diuritik sesuai program
h. Pertahankan mesukan natrium sesuai program
i. Laporkan semua temuan abnormal.
4. DiagnosaKeperawatan :
Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunosupresi
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam resiko infeksi dapat dicegah.
Kriteria Hasil:
a. Pasien akan mengalami penyembuhan jaringan normal
b. Pasien tidak demam, insisi kering, urine jernih/kuning tanpa sediment, paru-paru bersih.
Intervensi :
a. Lakukan cuci tangan dengan bersih sebelum, selama, dan setelah merawat pasien.
b. Gunakan tehnik aseptik dengan saksama dalam merawat semua kateter, selang infus
sentral, pipa endoktrakheal, dan selang infuse perifer.
c. Periksa suhu tubuh setiap 4 jam.
d. Pertahankan lingkungan yang bersih.
e. Lepaskan kateter secepat mungkin sesuai program.
f. Ganti segera balutan yang basah untuk membatasi media bagi organisme.
g. Berikan nutrisi yang adekuat.
h. Pertahankan integritas kulit.
i. Larang pengunjung dan perawat dengan infeksi saluran pernapasan aktif untuk
kontak dengan pasien.
j. Pantau nilai-nilai laboraturium, khususnya SDP (sel darah putih) dan periksa
spicemen dari drainase yang dicurigai untuk dikultur dan sensitivitas.
k. Inspeksi daerah insisi tiap hari terhadap semua tanda-tanda inflamasi; nyeri,
kemerahan, bengkak, panas, dan drainase.
l. Auskultasi paru terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.
m. Anjurkan dan bantu ambulasi dini.
n. Perhatikan karakter urine dan laporkan bila keruh dan bau busuk.
o. Beritahu dokter setiap adanya indikasi infeksi.
p. Berikan antimicrobical, sesuai program.
5. Diagnosa Keperawatan :
Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan resiko dari reaksi imun
transplantasi dan efek samping dari obat-obatan imunosupresi, atau kebutuhan hemodialisa
lanjut.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam resiko cidera dapat dicegah.
Kriteria Hasil:
a. Pasien akan mempertahankan fungsi ginjal.
b. Tidak ada tanda dan gejala reaksi imun
c. Immunosupresan sesuai toleransi tanpa adanya efek samping
Intervensi :
a. Pantau dan laporkan tanda dan gejala reaksi imun(kemerahan, bengkak,nyeri tekan
diatas sisi transplantasi, peningkatan suhu, peningkatan sel darah putih, penurunan
haluaran urine, peningkatan proteinuria, peningkatan BB tiba-tiba, peningkatan BUN
dan kreatinin, edema).
b. Periksa tanda-tanda vital setiap 2-4 jam.
c. Monitor masukan dan haluaran cairan setiap jam selanjutnya setiap 3 jam.
d. Kaji akses dialysis
e. Pantau dan laporkan efek samping dari obat-obatan immunosupresif
f. Siapkan pasien untuk operasi mengangkat ginjal yang ditolak jika terjadireaksi
hiperakut
g. Berikan dukungan kepada pasien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrochim, Imam Parsudi. 1992. Transplantasi Ginjal dan Perkembangannya di
Indonesia .eprints.undip.ac.id/200/1/Imam_Parsudi_Abdurrohim.pdf [3 November
2013].
Carpernito, Linda juall, 1995. Nursing Care Plans and Documentation : Nursing diagnosis
and colaborative problems. Second Edition J.B. Lippincott Company.
Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan medical bedah. Edisi bahasa Indonesia.
Volume satu.
Hudak, Carolyn, 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Edisi pertama. Jakarta;
EGC.
Grace,Pierce A, et all. 2006. At a Glance IlmuBedah (Ed. 3).
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia,
Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC
http://adityawahyukurniawan.blogspot.co.id/2013/11/transplantasi-ginjal.html