Anda di halaman 1dari 12

Rumah Tradisional Gorontalo, Rumah Adat Dolohupa

Pada mulanya rumah-rumah di Gorontalo merupakan sebuah bentuk segi empat yang besar dan
luas dengan bentuk atap yang tinggi. Rumah ini terbagi menjadi empat bagian
yakni surambe (tampat menerima tamu lelaki), duledehu / hihibata (tempat menerima tamu
wanita), huali (tempat istirahat) dan depula (dapur). Biasanya dapur di pisahkan oleh jembatan
dari bangunan utama, menurut adat masyarakat Gorontalo, dapur itu merupakan rahasia, jadi setiap
tamu yang bertandang kerumah tidak boleh melewati jembatan tersebut.

Disamping itu orientasi bangunan harus menghadap ke timur, dengan posisi kamar menghadap ke
utara. Hal ini menurut kepercayaan masyarakat Gorontalo bahwa semua rejeki itu selalu datang
berbarengan dengan sinar matahari, dan posisi kamar yang menghadap ke utara karena rejeki
selalu mengalir seperti air sungai, yaitu dari utara ke selatan. Selain itu posisi rumah sebelah kanan
terdapat masjid, sebelah kanan rumah terdapat luyu (tempat menyimpan hasil pertanian) dan di
depan terdapat lapangan.

Sejak revolusi industri banyak perubahan yang terjadi pada bentuk rumah tradisional masyarakat
Gorontalo, mulai posisi tangga yang semula hanya satu dan berada didepan bangunan, diubah
menjadi dua dan berada di samping kiri dan kanan bangunan, sampai bukaan pintu dan posisi
kamar yang sejajar sampai kebelakang.

Rumah tinggal pada masyarakat Gorontalo digunakan sebagai tempat melakukan aktifitas untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang disebut dengan bele. Berdasarkan sejarah
pekembangan rumah masyarakat Gorontalo mulai dari yang paling sederhana yakni membuat
hunian di pohon-pohon sampai ke perkembangan rumah yang lebih sempurna yang dinamakan
Bele Dupi. Bele Dupi inilah yang berkembang terus menyesuaikan peradaban masyarakat
gorontalo yang sampai sekarang sudah mulai punah.

Gambar 5. Rumah Bele Li Tidulu Gorontalo

Sumber : sketsa

Sebelum mengenal papan atau kayu, mereka menggunakan dahan pohon sebagai tempat tinggal
yang dikenal dengan sebutan wombohe. Dengan adanya alat-alat pemotong kayu, maka mereka
mulai membangun rumah yang bertiang namun masih beralas tanah dan berdinding dedaunan yang
disebut bele huta-huta, kemudian diganti dengan bambu yang dibelah-belah yang dikenal
dengan bele tolotahu. Seiring dengan perkembangan zaman, maka perkembangan teknologi pun
mulai merubah pola pikir dan perilaku masyarakat. Rumah yang awalnya menggunakan bambu
diganti dengan papan mulai dari bele yilandongo, bele kanji, bele dupi, bele lo tidulu, banthayo po
boide sampai iladia.

Masyarakat terdahulu yang mendiami rumah di Gorontalo dibedakan berdasarkan strata sosial,
rumah (Bele) digolongkan menjadi (Daulima 2008) :

1. Bele Yiladea, jenis rumah yang dihuni oleh raja pada pusat-pusat kerajaan di setiap kabupa
2. Bele Lo ti duulu, yakni rumah yang dihuni oleh kepala kampung, dilengkapi dengan pe
3. Bele Pitu lo palata (rumah tujuh buah atap rumbia, 1 atap panjang 3 meter berarti panjang
rumah 7 x 3 meter = 21 meter), dan lebar 60 cm berarti 7 x 60 berarti 4,20 m, yakni jenis
rumah yang dihuni oleh orang kaya.
4. Bele Dupi, yakni jenis rumah yang ditinggali oleh masyarakat kebanyaka

Berikut dibawah ini akan ditampilkan beberapa bentuk rumah adat yang ada di Gorontalo, yaitu :

Gambar 6. Bentuk-Bentuk Rumah Adat Gorontalo

Sumber : repository.ung.ac.id

Dari hasil kajian beberapa bentuk sampel di atas berdasarkan tata fisik rumah tinggalnya, ternyata
dibalik variasi tata fisik tersebut tersirat tiga makna pokok yang terkait dengan status sosial
seseorang sehingga karakteristik rumah tinggal masyarakat gorontalo pada zaman dahulu dapat
dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu:

1. Rumah tinggal yang dihuni oleh Raja


2. Rumah tinggal yang dihuni oleh orang berada/kaya
3. Rumah tinggal yang dihuni oleh rakyat kebanyakan/rakyat biasa (golongan menengah ke
bawah).

Ketiga kategori dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pola dan bentuk bangunan segiempat utuh dan berbentuk rumah panggung.
Jenis tiang dibagi 3 jenis, yaitu 2 buah tiang utama (wolihi) yang menerus dari tanah ke
atap, 6 buah tiang di serambi depan dan tiang dasar (potu) bervariasi tergantung kategori
rumah, yakni Formasi dan jumlah tiang, 48 atau 32 tiang untuk golongan bangsawan atas
termasuk raja, 46, 47 atau 24 dan 28 tiang untuk golongan bangsawan menengah atau
golongan berada/kaya, 45 atau 20 tiang untuk rumah rakyat kebanyakan/bia
Fungsi dan formasi spasial tata ruang rumah secara vertikal terbagi tiga, masing-
masing; tahuwa (ruang bawah/kolong) merupakan ruang bagian bawah tempat pajangan
benda-benda budaya, biasanya dipasang alat tenun untuk menenun sarung dari benang
kapas, menyimpan hasil bumi serta menyimpan peralatan pertanian, ruang tengah/badan
rumah dan ruang atas/ata

Seiring perkembangan jaman serta bahan-bahan bangunan yang juga ikut berubah begitu juga
dengan arsitektur rumah adat gorontalo tidak lagi seperti dulu. Itu terlihat pada bangunan yang ada
sekarang, sebagai contoh adalah bangunan yang difungsikan sebagai balai musyawarah yang
bernama Dolohupa atau Banthayo Po Boide (rumah tempat bermusyawarah) yang terbuat dari
papan dan atap rumbia. yaitu:

Gambar 7. Balai Musyawarah Dolohupa, Gorontalo

Sumber : http://harleylihawa.blogspot.com/2012/12/arsitektur-gorontalo.html

Arsitektural
o Karakteristik Rumah Tradisional Adat Gorontalo

1. Bentuk dan Pola Ruang


Gambar 8. Sketsa Bentuk dan Pola Ruang Rumah Adat Gorontalo

Sumber :

Denah pada gambar A berbentuk segiempat utuh dan tidak terdapat sulambe / teras pada sisi kiri,
kanan dan belakang. Kemudian deenah pada gambar B berbentuk segiempat utuh dan terdapat
sulambe / teras pada sisi kiri, kanan dan belakang.

2. Formasi dan Jumlah Tiang

Gambar 9. Sketsa Formasi dan Jumlah Tiang

Sumber :

Sesuai yang dijelaskan sebelumnya terdapat tiga kategori sebagai karakteristik dalam sebuah
bangunan yakni antara perbedaan status sosial dan martabat seperti rumah tinggal yang dihuni para
raja, para orang kaya dan orang menengah ke bawah. Tiang C (Tiang Dasar/potu) dapat berubah-
ubah sesuai tingkatannya. Untuk rumah tinggal para raja Tiang C (tiang dasar/potu) berjumlah 32
bh, untuk rumah tingal para orang kaya berjumlah 28 bh sedangkan rumah tinggal pada rakyat
biasa berjumlah 20 bh. Selain tiang C, tiang A dan tiang B jumlahnya sama arena digunakan untuk
menopang bagian atasnya. Tiang A (tiang utama/wolihi) berjumlah 2 bh dan Tiang B (tiang depan)
berjumlah 6 bh.
3. Bentuk dan Posisi Tangga

Gambar 10. Sketsa Denah Perletakan Tangga

Sumber :

Gambar 11. Sketsa Tampak Depan

Sumber :

Gambar 12. Sketsa Tampak Samping

Sumber :
Bentuk A (hanya terdapat 1 tangga konsentris pada tengah ruang/badan rumah, bentuk ini
berkembang pada periode awal. Bentuk B (tangga terletak pada kiri kanan rumah. Model ini
berkembang setelah masuknya Belanda di Gorontalo. Jumlah anak tangga pada bangunan adat
Gorontalo harus berjumlah ganjil seperti 5, 7 dan seterusnya.

4. Orientasi Bangunan

Gambar 13. Sketsa Orientasi Bangunan

Sumber :

Orientasi bangunan pada rumah adat gorontalo adalah ke jalan dan ke lapangan atau alun-alun, hal
ini tidak menjadi patokan karena pada jaman dahulu biasanya digunakan sebagai akses komunitas
dan interaksi sosial masyarakat kampong.

5. Zoning Ruang

Zoning Vertikal

Gambar 14. Sketsa Zoning Bangunan Secara Vertikal

Sumber :
Ketinggian antara lantai ke plafond tidak boleh kurang dari 3 meter dan lebih dari 5 meter, dan
ketinggian dari lantai ke bubungan tidak boleh lebih dari 7 meter.

6. Bentuk, Material dan Konstruksi Atap

Gambar 15. Sketsa dan Gambar Tampak Depan

Sumber :

Gambar 16. Sketsa Tampak Samping

Sumber :

Atap bersusun dua berkembang setelah masuknya zaman Belanda :

Dihiasi ornament pada seluruh pinggiran lisplank.


Terdapat 3 jendela 1 jendela sesuai lebar atap bangunan pada bagian depan
Material atap awalnya dari rumbia seiring dengan perkembangan diganti dengan sen

Sebelum masuknya zaman Belanda atap bangunan pada rumah adat gorontalo tidak bersusun, tidak
terdapat jendela dan tidak terdapat ornament pada poinggiran listplank.
Gambar 17. Sketsa Konstruksi Atap

Sumber :

7. Konstruksi dan Material Plafond (taubu)

Gambar 18. Material Plafond

Sumber : http://repository.ung.ac.id

Material plafond dari kayu/papan pemasangan dengan sistem pen dan pasak

8. Konstruksi dan Material Dinding (dingingo)

Gambar 19. Material Dinding


Sumber : http://repository.ung.ac.id

Material dinding dari kayu/papan yang dipasang secara verikal. Terdapat balok diagonal sebagai
penguat dinding dipasang dengan sistem pasak.

9. Konstruksi dan Material Lantai (dingingo)

Gambar 20. Material Lantai

Sumber : http://repository.ung.ac.id

Material lantai dari papan (A) Pembatas berupa balok menonjol di atas lantai sebagai pembeda
fungsi ruang (Pihito).

10. Material dan Konstruksi Bawah Lantai

Gambar 21. Konstruksi dan material bawah lantai

Sumber : http://repository.ung.ac.id

10. Model Pintu dan jendela serta Ornamen pada Lisplank

a. Pintu dan Jendela 1


Gambar 22. Model Pintu dan Jendela Jalusi

Sumber : http://repository.ung.ac.id

Pintu dan jendela berbentuk jalusi dari material kayu/papan dengan ornamen pada ventilasi atas
(jalamba) dengan model yang lebih bervariasi. Jendela dengan daun pintu ganda.

b. Pintu dan Jendela 2

Gambar 23. Model Pintu dan Jendela Silang

Sumber : http://repository.ung.ac.id
Pintu dan jendela dari material papan yang dipasang vertical. Model pintu dan jendela dengan
ornamen pada ventilasi atas (jalamba) berupa bilah-bilah kayu yang dipasang bersilangan.

c. Ornamen Pakadanga pada Listplank

Gambar 24. Ornamen pada Lisplank

Sumber : http://repository.ung.ac.id

Secara horisontal ruang terbagi 3 bagian, yakni: surambe atau ruang depan/teras (tempat menerima
tamu laki-laki), ruang tengah/bangunan induk terdiri dari duledehu/hihibata (tempat menerima
tamu perempuan), huali (kamar/tempat istirahat), dulawonga (ruangan pada bagian belakang yang
dipakai untuk melepaskan lelah, hantaleya (teras samping kiri dan kanan rumah agak rendah dari
bagian induk hanya terdapat pada rumah raja yang berfungsi sebagai selasar dan pengawal raja.
Tidak terdapat bangunan khusus dapur untuk rumah raja oleh karena makanan dan minuman
penghuni istana disediakan dari luar yang pengadaannya diatur secara bergilir pada anak negeri.

Sementara menurut Daulima (2008) ruang belakang/dapur (depula) pada rumah rakyat
biasa/kebanyakan, pada mulanya dipisahkan oleh hulude/jembatan sebagai selasar penghubung
dengan bangunan utama/induk dimana lantainya lebih rendah 2 anak tangga dari bangunan induk.
Menurut adat masyarakat Gorontalo, dapur ini merupakan rahasia jadi setiap tamu yang
bertandang dirumah tidak melewati jembatan tersebut.

Tidak ada aturan untuk orientasi rumah semua menghadap ke jalan. Hal ini dikarenakan
adanya hubungan interaksi antar komunitas dalam masyarakat kampung. Khusus untuk
rumah raja pada jaman dahulu berorientasi ke alun-alun (lapangan).
Perletakan tuadu (tangga) pada mulanya hanya satu yang diletakkan di tengah tegak lurus
bersandar pada duledehu/serambi dengan jumlah anak tangga 5 atau 7. Kemudian
berkembang menjadi 2 tangga yang terletak disamping kiri dan kanan. Perkembangan
terakhir merupakan pengaruh zaman Belanda. Jumlah anak tangga 7 untuk rumah
bangsawan dan 5 untuk rakyat biasa.
Dimensi bangunan bervariasi tergantung dari jumlah petak/besar ruang sesuai dengan
status sosial penghuni (lihat poin 2 di atas).
Bentuk atap bersusun 2 dengan lisplank yang dihiasi ornamen untuk rumah bangsawan,
sedang untuk golongan berada/menengah atap bersusun sebagian dihiasi dengan ornamen
dan untuk golongan rakyat biasa atapnya sebagian bersusun dan sebagian tidak be
Perkembangan terakhir perbedaan status sosial tidak lagi dapat dibedakan berdasarkan
susunan atapnya.
Penggunaan jalamba (ornamen yang terletak pada bagian atas pintu/jendela dan
ornamen yang menghias reiling tangga dan teras) pada golongan bangsawan berbentuk
silang dengan berbagai variasi sementara untuk golongan rakyat biasa berbentuk silang
tetapi dengan model yang lebih sederhana. Berbagai bentuk geometris lain berkembang
setelah masuknya islam dengan berbagai varia
Struktur dan konstruksi untuk ketiga kategori tidak terdapat perbedaan, dimana sistem
sambungan masih menggunakan pen dan pasa
Penggunaan material (lantai, plafond, dinding, tangga) untuk golongan bangsawan
seluruhnya menggunakan kayu/papan, untuk rumah rakyat biasa/ kebanyakan, sebagian
masih gabungan antara kayu dan ba sedangkan mateial atap seluruhnya sudah
menggunakan seng yang pada mulanya menggunakan rumbia. Untuk material tiang baik
pada golongan bangsawan maupun rakyat biasa sebagian besar sudah mengalami
perubahan yakni dari material/konstruksi kayu menjadi konstruksi batu (susunan batu
bata). Konstruksi ini berkembang sejak masuknya pemerintahan Belanda di Gorontalo.

Anda mungkin juga menyukai