Anda di halaman 1dari 8

Radiasi Kosmogenis[sunting | sunting sumber]

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sinar kosmik


Radiasi kosmogenis atau sinar kosmis (cosmis rays) adalah radiasi alam yang berasal dari angkasa
luar dan sampai ke bumi.[1] Sebelum sampai ke bumi, radiasi kosmogenis ini berinteraksi dengan
partikel-partikel sub-atomik yang ada di ruang angkasa membentuk senyawa atau atom baru yang
memperkaya atom ataupun senyawa yang sudah ada di bumi.[1] Radiasi kosmogenis berasal dari
ledakan supernova dan Matahari.[1]

Ledakan Supernova[sunting | sunting sumber]

Ledakan Supernova

Ledakan bintang atau supernova adalah salah satu kejadian spektakuler yang terjadi di alam
semesta, menghasilkan jumlah energiyang sama dengan triliunan bom nuklir yang diledakkan pada
saat bersamaan.[4] Ledakan yang dahsyat ini selalu diikuti oleh pancaran radiasi Gamma () dan
pancaran radiasi partikel sub-atomik yang sangat kuat intensitas radiasinya.[4] Menurut David
Schramm, seorang ahli astronomi dari Amerika, ledakan supernova yang memancarkan radiasi
Gamma () dan radiasi partikel sub-atomik yang sangat kuat tersebut dapat sampai
ke atmosfer bumi dan merusak lapisan ozon.[4] Hal ini dapat menyebabkan kematian, bahkan
kepunahan makhluk hidup di bumi.[4] Dari penelitian para ahli astronomi, sekitar 65 juta tahun yang
lalu terjadi ledakan supernova yang sangat dahsyat.[4] Ledakan ini diperkirakan menjadi salah satu
peyebab kepunahan dinosaurus dan sejenisnya, serta hewan terbang atau burung yang
bergigi.[4] Ledakan supernova dalam skala kecil dapat terjadi pada Matahari yang energi radiasinya
dipancarkan di bumi.[4] Ledakan supernova yang terjadi pada Matahari memiliki skala lebih kecil
dibandingkan dengan ledakan supernova yang terjadi pada bintang - bintang di alam, karena ukuran
Matahari jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran bintang - bintang di alam.[4] Ukuran
bintang ada yang ratusan atau ribuan kali ukuran Matahari.[4].

Matahari[sunting | sunting sumber]


Struktur lapisan Matahari

Matahari merupakan salah satu bintang di antara seratus miliar bintang yang ada pada satu
kelompok bintang yang di sebut galaksi Bima Sakti (Milky Way). Struktur Matahari terdiri dari
beberapa bagian, yaitu :[5]

1. Bagian yang ada di pusat Matahari di sebut inti Matahari (sun nucleus), panasnya dapat
mencapai sekitar 14.000.0000c.
2. Bagian yang ada di antara inti Matahari dan permukaan Matahari di sebut (sun
photosphere). Bagian ini merupakan bagian yang dingin, sekitar ratusan ribu derajat celcius.
3. Bagian terluar adalah permukaan Matahari (sun surface). Bagian ini merupakan bagian yang
lebih dingin, yaitu sekitar ribuan derjat celcius.
4. Pada bagian permukaan Matahari ada bagian yang di sebut sunspots. Bagian sunspots ini
tampak lebih gelap, karena memang lebih dingin dari bagian lain, suhunya sekitar 40000c.
Atmosfer Matahari terdiri dari 2 bagian utama, yaitu lapisan yang tipis (chromosphore), berwarna
merah, terletak dekat permukaan Matahari dan mempunyai ketebalan 12.000 kilometer. Selain itu,
ada juga lapisan yang tebal (corona), berwarna putih, memiliki ketebalan ratusan ribu
kilometer.[5] Pada lapisan permukaan chromospore, sering terjadi ledakan yang menimbulkan lidah
api.[5]Ledakan ini di sebut dengan prominence.[5] Lidah api dapat mencapai ketinggian ratusan ribu
kilometer dari lapisan chromospere.[5] Prominence ini dapat terlihat dengan jelas ketika
terjadi gerhana Matahari total.[5] Selain itu, ada juga peristiwa supergranulation.[5] Peristiwa ini
merupakan peristiwa timbulnya filament gas akibat gerakan gas chromospore yang
panas.[5]Peristiwa ini menyebabkan terjadinya plage dan flare.[5] Plage adalah keadaan Matahari
pada saat panas dan bercahaya terang, sedangkan flare adalah semburan energi tinggi dari
permukaan Matahari, berupa radiasi partikel sub-atomik, yang akan menghasilkan sinar-X berenergi
tinggi.[5] Radiasi partikel sub-atomik dapat sampai ke atmosfer bumi dan dapat memicu terjadinya
reaksi inti yang merupakan sumber radiasi kosmogenis.[5] Matahari mempunyai diameter sebesar
1.400.000 km.[6] Banyak bintang lain yang mempunyai ukuran lebih besar daripada
Matahari.[6] Bintang yang paling dekat dengan tata surya adalah proxima centauri, terletak pada
jarak 1.240 kilometer dari Matahari.[6] Pada radius 3.200 kilometer dari Matahari, hanya ada 9 buah
bintang yang dekat dengan tata surya.[6] Adapun 9 buah bintang tersebut adalah :[6]
Kedudukan bintang-bintang yang mengelilingi Matahari

Nama Bintang Jarak

Proxima Centauri 4,24

Alpha Centauri 4,37

Barnard Star 6,00

Wolf 359 7,8

Lalande 21185 8,2

Sirius 8,6

Ross 158 9,6


Ross 248 10,3

Energi nuklir di Matahari[sunting | sunting sumber]


Para ahli astronom dan astrofisika memperkirakan bahwa segala unsur yang ada di bumi juga
banyak terdapat di Matahari.[5] Sebagian unsur kimia tersebut adalah gas hidrogen80%, gas
helium 19%, dan bahan sisa
seperti oksigen, magnesium, nitrogen, silikon, karbon, natrium, sulfur, besi, kalium, nikel 1%.[5] Unsu
r kimia itu akan bercampur menjadi satu dalam bentuk gas sub-atomik yang terdiri dari inti
atom, elektron, proton, neutron, dan positron.[5] Gas sub-atomik akan memancarkan energi panas
yang di sebut plasma.[5] Energi Matahari dipancarkan ke bumi dalam berbagai macam gelombang
elektromagnetis, mulai dari gelombang radio, gelombang sinar infra merah, gelombang tampak,
gelombang sinar ultraungu, dan gelombang sinar-X.[5] Secara visual, yang dapat ditangkap
oleh indera mata adalah sinar tampak, sedangkan sinar infar merah terasa sebagai panas.[5] Pada
saat Matahari mengalami plage dan flare, maka pada sistem Matahari diperkirakan terjadi suatu
rekasi termonuklir yang dahsyat.[7] Menurut seorang ahli fisika Jerman, Hans Bethe, energi Matahari
yang sangat panas disebabkan karena terjadi beberapa reaksi fusi. Reaksi fusi itu adalah sebagai
berikut :[7]

Reaksi nuklir fusi atau reaksi penggabungan inti ringan menjadi inti yang lebih berat. Reaksi fusi
yang terjadi adalah penggabungan 4 inti Hidrogen menjadi inti Helium. Persamaan reaksinya
adalah :
(H1 + H1 --> H2 + + + v+ 0,42 MeV) x 2
(H1 + H2 --> H3 + + 5,5 MeV) x 2
He3 + H3 --> H4 + 2H1 + 12,8 MeV
Ketiga reaksi tersebut dijumlahkan dan menghasilkan persamaan reaksi : 4H1 --> He4 + 2+ + 2 +
2V + 24,64 MeV.

Reaksi fusi rantai proton-proton. Persamaan reaksinya adalah :


He1 + H1 --> H2 + + + v
He1 + H2 --> H3 +
He3 + He4 --> Be7 +

Be7 + + --> Li7 + + v


Li7 + H1 --> He4 + He4

Reaksi inti gas helium, memiliki persamaan reaksi :


Be7 + H1 --> B8 +
B8 --> Be8 + + + v
Be8 + He4 --> He4

Reaksi rantai karbon nitrogen dengan persamaan reaksi sebagai berikut :


C12 + H1 --> N13 +
N13 --> C13 + + + v
He1 + H1 --> H2 + + + v
C13 + H1 --> N14 +
N14 + H1 --> O15 +
O15 --> N15 + + + v
N15 + H1 --> C12 + He4
Reaksi nuklir rantai karbon-nitrogen di atas menghasilkan energi yang jauh lebih panas daripada
reaksi rantai proton-proton maupun reaksi fusi hidrogen dan helium.[7] Oleh karena itu, Matahari
relatif lebih dingin bila dibandingkan dengan bintang lain.[7] Reaksi rantai karbon-nitrogen dipakai
sebagai dasar sumber energi yang terjadi pada bintang-bintang yang jauh lebih panas dari
Matahari.[7] Partikel sub-atomik yang dikirim oleh Matahari bertambah banyak pada saat sub-
matahari bersinar terang.[5] Partikel sub-atomik ini sering di sebut dengan sinar kosmis
primer.[5] Energi yang dibawa oleh sinar kosmis primer berorde antar 1010 ~ 1017 elektron
volts.[5] Pada saat sinar kosmis primer memasuki atmosfer bumi, sinar itu akan berinteraksi dengan
inti dan elektron yang ada di atmosfer sehingga menghasilkan sinar kosmis sekunder.[5] Sinar
kosmis sekunder terdiri dari meson, proton, elektron, dan foton yang energinya lebih rendah dari
energi sinar kosmis primer.[5] Sinar kosmis sekunder akan menghasilkan radionuklida, yaitu
zarah radioaktif yang kemudian jatuh ke bumi bersama tiupan angin, hujan, ataupun salju.[5] Selain
memicu terjadinya reaksi inti pada atmosfer bumi, sinar kosmis juga mengionisasikan gas-gas yang
ada di lapisan atmosfer tinggi, menghasilkan suatu lapisan yang bermuatan listrik.[5] Lapisan
tersebut dikenal dengan ionosfir.[5] Lapisan ionosfir berfungsi sebagai lapisan pelindung bumi
terhadap radiasi sinar kosmis yang membahayakan manusia dan sebagai pemantul
gelombang radio yang dipancarkan dari bumi, sehingga membantu komunikasi lewat radio.[5]

Kosmogenik

Sumber radiasi kosmik berasal dari luar sistem tata surya kita, dan
dapat berupa berbagai macam radiasi. Radiasi kosmik ini berinteraksi
dengan atmosfir bumi dan membentuk nuklida radioaktif yang sebagian
besar mempunyai umur-paro pendek, walaupun ada juga yang mempunyai
umur-paro panjang. Tabel berikut memperlihatkan beberapa radionuklida
kosmogenik.

Tabel Radionuklida Kosmogenik

Nuklida Lambang Umur-paro Sumber

Karbon 14
C 5.730 tahun Interaksi N(n,p)14C
14

14

Tritium 3
H 12,3 tahun Interaksi 6Li(n,a)3H
3

Berilium 7
Be 53,28 hari Interaksi sinar kosmik dengan unsur N dan O
7

Penemuan Sinar Kosmik

Ringkasan

Keberadaan sinar kosmik menjadi jelas (pada awal abad 20) melalui proses
pembuktian bahwa sinar kosmik adalah penyebab terjadinya pelepasan muatan listrik
kamar ionisasi secara perlahan-lahan. Hess membuktikan keberadaan sinar kosmik pada
tahun 1911 - 1912.

Uraian

1. Penyebab alamiah pelepasan muatan listrik dari kamar ionisasi.

Muatan listrik yang diberikan kepada kamar ionisasi akan berkurang (discharge)
seiring dengan berjalannya waktu. Pada mulanya, gejala ini diperkirakan karena tidak
sempurnanya isolasi. Geitell (1900) dan C.T.R. Wilson menemukan bahwa penyebabnya
bukan tidak sempurnanya isolasi melainkan ionisasi udara di dalam kamar ionisasi.

Bagaimana ionisasi bisa terjadi? Pertama, diperkirakan penyebabnya adalah radiasi


dari dinding dalam atau gas pengisi (dari nuklida radioaktif alam yang terkandung di
dalamnya). Melalui pemilihan bahan untuk dinding dan gas isian, pelepasan muatan listrik
sangat berkurang tetapi tidak hilang sama sekali. Berikutnya diperkirakan radiasi dari bahan
(udara dan tanah) di sekitar kamar ionisasi yang menyebabkan ionisasi udara dalam kamar
ionisasi. Namun ionisasi sama sekali tidak hilang walaupun kamar ionisasi sudah dilingkupi
seluruhnya dengan air atau timbal. C.T.R. Wilson (1901) dan Richardson (1906)
memperkirakan penyebab ionisasi adalah radiasi dari luar bumi yang memiliki daya tembus
tinggi. Mereka melakukan berbagai pengamatan.

Sekitar tahun 1910 terdapat hasil penelitian yang mendukung perkiraan tersebut.
Ionisasi tingkat tinggi tidak dapat dijelaskan hanya dengan nuklida radioaktif yang berada di
dalam tanah. Jika kamar ionisasi semakin dijauhkan dari permukaan bumi, maka ionisasi
dalam kamar ionisasi pasti berkurang karena radiasi dari nuklida dalam tanah terserap oleh
udara. Bergwitz (1910), McLenna dan Macallum (1911) melakukan penelitian semacam itu
tetapi pengurangan jumlah ionisasi lebih kecil daripada yang diperkirakan. Wulf (1909)
melakukan penelitian yang sama di menara Eiffel dan ia menemukan jumlah ionisasi 6 kali
lebih banyak, dan ini bertentangan dengan perkiraan adanya serapan radiasi dari tanah oleh
udara. Ia beranggapan bahwa sumber sinar gamma ada di lapisan atas atmosfir atau
serapan radiasi oleh udara lebih kecil daripada yang diperkirakan.

Gockel (1910) melangkah lebih jauh dengan melakukan pengukuran jumlah ionisasi
dengan kamar ionisasi yang dinaikkan pada balon udara hingga ketinggian 4500 m. Dengan
demikian menjadi jelas bahwa jumlah ionisasi meningkat dengan ketinggian. Radiasi dari
tanah pasti tidak akan mencapai ketinggian seperti ini, dan dengan demikian diketahui
adanya sumber radiasi lain di lapisan atas udara. Gockel beranggapan penyebab lepasan
muatan listrik adalah gas radioaktif hasil peluruhan inti radioaktif yang terakumulasi pada
lapisan atas atmosfir. Dengan ini penjelasan terhadap hasil pengamatan sedikit mengalami
kemajuan.

2. Pengamatan dengan balon udara.

Adalah Hess (Austria) yang memperjelas keberadaan radiasi kosmik. Dia melakukan
pengamatan dengan meletakkan kamar ionisasi pada balon udara seperti yang dilakukan
Gockel. Pertama, pengukuran dilakukan hingga ketinggian 1070 m (tahun 1911), intensitas
radiasi tidak begitu berbeda dengan intensitas pada permukaan bumi. Berikutnya,
pengukuran dilakukan hingga ketinggian 5350 m (1912), pada altitude rendah jumlah
ionisasi berkurang tetapi di ketinggian sekitar 800 m jumlah ionisasi mulai meningkat, pada
ketinggian 4000 m jumlahnya sekitar 6 kali lipat dari nilai di permukaan bumi), pada 5000
m sekitar 9 kali lipat. Hasil seperti ini tidak dapat dijelaskan dengan adanya akumulasi gas
radioaktif, dan disimpulkan bagaimanapun juga terdapat sejenis radiasi yang datang dari
luar bumi. Dan bila memang demikian, radiasi ini memiliki daya tembus sangat tinggi.
Mengapa? Dari luar bumi hingga ketinggian 5000 m di atas permukaan bumi terdapat
lapisan yang setara dengan 5 - 6 m air. Ekivelen dengan itu, sampai ke permukaan bumi
terdapat lapisan yang setara dengan 10 m air. Radiasi dari luar bumi ini menembus lapisan
setebal ini hingga sampai di bumi. Kalau sinar-X atau gamma hampir seluruhnya dapat
diserap oleh air dengan ketebalan 1 m, maka dapat dibayangkan daya tembus radiasi dari
luar bumi ini.

Radiasi dari luar bumi ini di Jerman disebut "radiasi tempat tinggi", "radiasi Hess", di
Inggris disebut "radiasi kosmik" dan sekarang ini digunakan nama "radiasi kosmik".

Setelah itu, radiasi kosmik yang berenergi tinggi menarik perhatian ahli fisika di
seluruh dunia untuk melakukan penelitian.

3. Pengamatan sifat radiasi kosmik.

Koehoerster (1913; 1914) secara teliti melakukan pengukuran hingga ketinggian


9300 m, intensitas ionisasi radiasi kosmik pada ketinggian ini 50 kali lipat daripada di
permukaan bumi. Koefisien serapan radiasi kosmik oleh udara diperoleh sebesar 1x10 -5 cm-
1
(sekitar 1/5 dari sinar gamma dari Ra-C).

Pada tahun 1925, Millikan dan Cameron menemukan koefisien serapan sinar kosmik
oleh air 1,8 ~ 3,0 x10-3 cm-1, nilai yang diperoleh Kolhoerster 2,5x10-3 cm-1 dan dengan
demikian keberadaan sinar kosmik dapat dipastikan. Kolhoerster (1933) memastikan
keberadaan sinar kosmik dengan tabung Geiger Mueller pada kedalaman 1000 m di bawah
air.

Clay (1927) dan Compton (1930) melakukan pengamatan secara meluas di atas
permukaan bumi. Dipastikan bahwa intensitas radiasi di sekitar katulistiwa sangat kecil
(efek posisi lintang). Radiasi kosmik primer yang memasuki atmosfir bumi bermuatan
listrik, partikel kecil yang memiliki momentum kecil akan dihamburkan balik oleh medan
magnet bumi, demikian penjelasan Stormer (1930), Lemaitree dan Vallarta (1933). Garis
besar efek medan magnet bumi terhadap sinar kosmik ditampilkan pada Gambar 1.

4. Penemuan partikel baru.


Pada tahun 1927, Skobelzyn untuk pertama kali mengamati lintasan sinar kosmik
dengan menggunakan kamar-kabut Wilson. Berikutnya Anderson (1932) meletakkan
kamar-kabut Wilson pada medan magnet kuat. Ia mengamati adanya lingkungan radiasi
kosmik dan ia mengukur besarnya energi berdasarkan foto yang diambil. Dengan cara
seperti ini lintasan partikel kosmik yang hampir sama dengan lintasan elektron dalam
medan magnet tetapi arahnya berbalikan. Inilah penemuan positron, dan hal ini memberi
sokongan kepada perkembangan mekanika kuantum relativistik berdasarkan teori kuantum
yang disampaikan Dirac pada saat itu.

Street dan Stevenson (1937) pada tahun 1947 menemukan lingkungan lintasan
partikel yang terhenti di dalam kamar-kabut yang diberi medan magnet, dan massanya
terukur sekitar 10 kali lipat massa elektron. Inilah penemuan partikel meson.

Gambar

Anda mungkin juga menyukai