Anda di halaman 1dari 18

KERJASAMA FUNGSIONAL ASEAN

SITUASI LINGKUNGAN STRATEGIS

Kondisi negara Republik Indonesia dan demokratisasi selama tahun 2009 ini merupakan signal
positif bagi perkembangan politik, ekonomi,dan keamanan baik di dalam negeri maupun di
kawasan. Hal ini juga membawa dampak di berbagai bidang, termasuk pengembangan
aparatur negara ke arah yang leibh efektif dan efisien, antara lain melalui penataan
kelembagaan. Kondisi ini membawa perubahan pula di tubuh instansi Departemen Luar Negeri
(Deplu) yang tengah melakukan benah diri melalui proses restrukturisasi, baik di Pusat maupun
Perwakilan RI yang telah berjalan dan terus disempurnakan.

Dalam pengelolaan politik luar negeri yang bebas aktif Pemerintah Indonesia menempatkan
ASEAN sebagai pilar utama. Menjelang abad ke-21, disepakati agar ASEAN mengembangkan
suatu kawasan yang terintegrasi dengan membentuk suatu komunitas negara-negara Asia
Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam
kemitraan yang dinamis di tahun 2020. Untuk merealisasikan harapan tersebut dituangkan
dalam Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 dan diperkuat dengan mengesahkan Bali
Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui pembentukan Komunitas
ASEAN (ASEAN Community) yang terdiri dari tiga pilar utama, yaitu Komunitas Keamanan
ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

Pencapaian Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya Cebu Declaration on


the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015 oleh para Pemimpin
ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007.

KERJASAMA SOSIAL DAN BUDAYA

Kerjasama di bidang sosial-budaya menjadi salah satu titik tolak utama untuk meningkatkan
integrasi ASEAN melalui terciptanya a caring and sharing community, yaitu sebuah
masyarakat ASEAN yang saling peduli dan berbagi. Kerjasama sosial-budaya mencakup
kerjasama di bidang kepemudaan, perempuan, kepegawaian, penerangan, kebudayaan,
pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, penanggulangan bencana alam,
kesehatan, pembangunan sosial, pengentasan kemiskinan, dan ketenagakerjaan serta Yayasan
ASEAN.

Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community)

ASEAN Socio-Cultural Community (Komunitas Sosial Budaya ASEAN) merupakan salah satu
pilar yang ingin dibangun ASEAN dalam rangka mendukung terbentuknya Komunitas ASEAN
pada tahun 2015, seiring dengan dua pilar utama lainnya, yaitu pilar ASEAN Security
Community dan ASEAN Economic Community .

Salah satu sasaran yang ingin dicapai melalui pilar ASCC adalah memperkokoh rasa ke-kita-an
(sense of we-ness atau we feeling) dan solidaritas sesama warga ASEAN. Membangun rasa
ke-kita-an dan solidaritas bukan berarti menghilangkan karakteristik spesifik pada masing
masing negara, namun lebih kepada keinginan untuk memperkuat rasa kebersamaan,
persaudaraan serta rasa saling peduli dan saling memiliki terhadap komunitas yang sedang
dibangun.

Dengan adanya rasa solidaritas yang kuat, diharapkan masyarakat ASEAN dapat saling
mendukung dalam mengatasi masalah kemiskinan, kesetaraan dan pembangunan manusia;
saling mendukung dalam meminimalisir dampak sosial dari integrasi ekonomi dengan cara
membangun suatu dasar sumber daya manusia yang kompetitif ; memperkuat penatalaksanaan
lingkungan hidup yang hijau, bersih lestari dan berkelanjutan; serta memperkokoh identitas
budaya menuju suatu Komunitas ASEAN, yang berbasis pada masyarakat (people centered).

Sehubungan dengan hal ini, dalam BAB 1, Pasal 1 Piagam ASEAN telah tercantum mandat
untuk berbagai kerjasama fungsional antara lain mengenai enhance good governance and the
rule of law, protection of the regionss environments, preservation of its cultural heritage,
cooperation in education dan science and technology dan drugs-free environment.

Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community


Blueprint)

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN Socio-Cultural Community
(ASSC), ASEAN telah menyusun suatu Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN
Socio-Cultural Community Blueprint) yang telah disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand,
Februari 2009. Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN ini
dimaksudkan untuk memberikan pedoman (guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam
persiapan menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui pilar sosial
budaya.

Cetak biru diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam memperkuat integrasi ASEAN yang
berpusat pada masyarakat (people-centred) serta memperkokoh kesadaran, solidaritas,
kemitraan dan rasa kepemilikan masyarakat (We Feeling) terhadap ASEAN. Rancangan Cetak
Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN memuat enam elemen utama (Core Element) & 348
Rencana Aksi (Action-lines). Struktur Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN adalah
sebagai berikut:

I. Pengantar (Introduction)
II. Karakteristik dan Elemen-elemen (Characteristic and Elements)
A. Pembangunan Manusia (Human Development), terdiri dari 60 action lines
B. Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial (Social Welfare and Protection),
terdiri dari 94 action lines
C. Hak-Hak dan Keadilan Sosial (Social Justice and Rights), terdiri dari 28
action lines
D. Memastikan Pembangunan yang Berkelanjutan (Ensuring Environmental
Sustainability), terdiri dari 98 action lines
E. Membangun Identitas ASEAN (Building ASEAN Identity), terdiri dari 50
action lines
F.Mempersempit Jurang Pembangunan (Narrowing the Development Gap), terdiri
dari 8 action lines
III. Pelaksanaan dan Review Cetak Biru ASCC (Implementation and Review of the
ASCC Blueprint)
A. Mekanisme Pelaksanaan (Implementation Mechanism)
B. Mobilisasi Sumber Daya (Resource Mobilisation)

2
C. Strategi Komunikasi (Communication Strategy)
D. Mekanisme Review (Review Mechanism)

Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN diharapkan dapat segera diintegrasikan kedalam
perencanaan pembangunan di masing masing negara ASEAN dan diimplementasi di tingkat
nasional dan daerah. Kesuksesan implementasi ASCC Blueprint tentu memerlukan dukungan
kuat dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari Pemerintah, kalangan
Masyarakat Madani maupun anggota masyarakat secara luas. Upaya kerjasama ini dapat
diuraikan sebagai berikut:

Kerjasama Dalam Upaya Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Yayasan
ASEAN

Sumber daya manusia merupakan salah satu aset penting dalam rangka mendukung
suksesnya proses pembangunan Komunitas ASEAN. Di era globalisasi seperti saat ini, ASEAN
diharapkan mampu berkembang menjadi satu kawasan yang berdaya saing tinggi di dunia
internasional, dengan dukungan kapasitas SDM yang kuat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
berbagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, terus dilaksanakan dan akan
senantiasa menjadi prioritas dalam kerangka kerjasama ASEAN, di semua sektor.

a. Kerjasama antar Lembaga Kepegawaian ASEAN

Memperkokoh kerjasama antar institusi kepegawaian di kawasan merupakan salah satu


pendekatan yang ditempuh ASEAN dalam upaya meningkatkan kapasitas SDM-nya. Untuk
menunjang tujuan tersebut, maka dibentuklah ASEAN Conference on Civil Service Matters
(ACCSM). Dalam masa kepemimpinan Indonesia (2007-2008), ACCSM telah
menyelenggarakan pertemuannya yang ke-14 di Bali, pada bulan Oktober 2007. Dengan
mengusung thema Developing a Corporate Culture to Enhance Civil Service Cooperation
towards ASEAN Community 2015, pertemuan tersebut antara lain telah menyepakati Kerangka
Kerja (WorkPlan) untuk periode tahun 2008-2012.

Kerjasama kepegawaian yang semula bertumpu pada country driven, diarahkan menjadi lebih
bersifat ASEAN driven. Corporate Culture dan Good Governance di lingkungan institusi
pemerintahan akan terus diperkuat. Untuk mengimplementasikan komitmen tersebut, ASEAN
sepakat membentuk forum konsultasi mengenai isu-isu Good Governance, yang pertemuannya
akan dilaksanakan secara bergiliran dan berkesinambungan, dimulai di Indonesia pada bulan
Oktober tahun 2008.

ASEAN juga terus berkolaborasi dan saling bertukar pengalaman dengan negara-negara Plus
Three (China, Jepang dan Korea), dalam upaya meningkatkan kualitas, efesiensi dan efektivitas
kerja para pegawai. Sementara itu, atas usulan Indonesia, ASEAN sedang menjajagi
kemungkinan dapat dibangun ASEAN Resource Center on Information Exchange (ARCIE)
sebagai media pertukaran informasi tentang kepegawain negeri di negara ASEAN.

b. Kerjasama Pemajuan Perempuan

3
ASEAN memberikan perhatian cukup besar pada upaya-upaya pemberdayaan, pemajuan serta
penghapusan terhadap berbagai bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan. ASEAN
berpandangan bahwa perempuan adalah mitra sejajar pria, yang mempunyai peranan sama
dalam menunjang suksesnya proses pembangunan komunitas ASEAN.

Sejalan dengan Kerangka Kerja (Work Plan) yang telah disusun untuk periode 2006-2010,
berbagai program pemberdayaan dan pemajuan perempuan telah dilaksanakan, antara lain
melalui penyelenggaraan Regional Workshop on Micro Credit for ASEAN Women, (b) Asia
Pacific Workshop on Gender and Aid Effectiveness, (c) Symposium on Women and Poverty,
(d) Microfinance Trainings of Trainers (MFTOT), (f) Workshop on Community Strategies on the
Prevention of Domestsic Violence.

Dalam upaya untuk pemajuan dan perlindungan hak-hak perempuan dan anak di ASEAN telah
diselenggarakan Joint Roundtable Discussion mengenai Pembentukan Komisi Pemajuan dan
Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak yang diselenggarakan di Jakarta, 7-8 April 2008.
Dalam perkembangannya pada pertemuan ASEAN Committee on Women (ACW) ke-7 di
Hanoi, Viet Nam bulan Oktober 2008 diadakan pertemuan sesi khusus antara ASEAN
Committee on Women (ACW) dan Senior Official Meeting on Social Welfare Development
(SOMSWD) yang sepakat untuk membahas dibentuknya Working Group on the ASEAN
Commission on the promotion and protection of the rights of women and children.

ASEAN Commission on the promotion and protection of the rights of women and
children.

Pada tanggal 29-30 April 2009 di Filipina telah dilakukan pertemuan First Meeting of the
Working Group that will work towards the Establishment of an ASEAN Commission on the
promotion and protection of the rights of women and children. Pertemuan sepakat untuk
membentuk Term of Reference for the Working Group that will work towards the Establishment
of an ASEAN Commission on the promotion and protection of the rights of women and children.
ToR tersebut diperuntukan kepada Working Group untuk bekerja dalam rangka pembentukan
Komisi ASEAN Pemajuan dan Perlindungan hak-hak perempuan dan anak sesuai dengan
mandat di Vientienne Action Programme 2004-2010 yang telah diubah namanya menjadi Cha-
am Hua Hin Declaration on the Roadmap for the ASEAN Community (2009-2015) pada KTT ke
14 di Hua Hin, 28 Februari 1 Maret 2009. Pertemuan Working ke-2 akan diselenggarakan di
Vietnam bulan Juni 2009.

Selanjutnya telah dilakukan pertemuan 1st Meeting of the Working Group that work towards the
establishment of ASEAN Commsion on the Promotion and Protection of the Rights of Women
and Children (WG-ACWC) pada tanggal 10-12 Juni 2009 telah berhasil menyusun draft
pertama TOR ACWC dan sekaligus menyepakati struktur dan berbagai provisions yang
tercakup dalam dalam draft TOR ACWC.

c. Kerjasama Kepemudaan

Pembinaan Generasi Muda adalah aspek penting dalam pembangunan Komunitas Sosial
Budaya ASEAN. Generasi muda merupakan penerus estafet pembangunan Komunitas ASEAN,
sekaligus calon pemimpin masa depan ASEAN. Oleh karena itu, prioritas kerjasama
kepemudaan di lingkungan ASEAN dititik beratkan terutama pada tiga unsur utama yaitu Youth
Leadership, entrepreneurship, and employability.

4
Berbagai program pelatihan bagi upaya peningkatan kapasitas generasi muda ASEAN telah
dilaksanakan melalui penyelenggaraan ASEAN Youth Leadership Forum, ASEAN+3 Workshop
on Youth Entrepreneurship, ASEAN Youth Camp, ASEAN Youth Creativity Expo, ASEAN Youth
Caucus Meeting, The ASEAN Youth Leadership Development Programme, serta Regional
Capacity Building Workshop to Promote Youth-Initiated (ICT) Enterprises.

Secara khusus, Indonesia juga telah menyelenggarakan Forum Diskusi Pemuda tentang
Peningkatan Peran Pemuda dalam Kerjasama ASEAN. Forum tersebut diikuti oleh para alumni
program pertukaran pemuda ASEAN dari berbagai kota di Indonesia. Mereka menghasilkan
beberapa rekomendasi yang antara lain meliputi usulan pembentukan ASEAN Youth Voluntary
Board, Forum Jaringan Pemuda ASEAN, penyelenggaraan ASEAN Goes to Community,
ASEAN Youth Entrepreneurship Expo serta pembentukan ASEAN-Indonesia Youth Forum.

Selain itu, berbagai bentuk kolaborasi kepemudaan antara ASEAN dengan mitranya juga telah
dilaksanakan, melalui program pertukaran pemuda antara lain ASEAN Korea; ASEAN-China
Young Civil Service Exchange Programme; The 2nd ASEAN-China Youth Camp dan ASEAN-
China Youth Leaders meeting; ASEAN India: 100 ASEAN Youth Visit to India, Japan East
Asia Network for Exchange of Students and Youths (JENESYS.)

d. Kerjasama Bidang Penanggulangan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan


Peredaran Gelap Narkoba dan Obat-obat Terlarang (P4GN)

Masalah penyalahgunaan NARKOBA di kalangan masyarakat telah menjadi keprihatinan di


berbagai belahan dunia, termasuk kawasan ASEAN. Hal ini antara lain dipicu oleh makin
maraknya lalu lintas perdagangan di tingkat global, termasuk peredaran berbagai bentuk new
synthetic drugs.

Menanggapi tantangan tersebut, ASEAN sepakat untuk terus mempererat kerjasama dalam
penanggulangan penyalahgunaan narkoba dan secara tegas mencanangkan program ASEAN
Bebas dari Narkoba tahun 2015 ( Drug-Free ASEAN by 2015). Untuk dapat mencapai cita cita
tersebut, maka pengawasan terhadap perdagangan dan penyalahgunaan narkoba dikawasan
akan semakin diperketat, dengan cara melibatkan sebanyak mungkin partisipasi aktif dari
masyarakat.

Disamping itu, upaya memperkuat kerjasama penegakan hukum dengan berbagai pihak terkait
baik di tataran nasional, regional maupun internasional, juga akan lebih diintensifkan.

Kerjasama penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di lingkungan ASEAN terutama


difokuskan pada upaya penguatan kapasitas, khususnya bagi para aparat penegak hukum dan
pejabat yang terlibat langsung dalam penanganan isu narkoba di masing masing negara,
melalui penyelenggaraan Basic Training Course on Investigation on Anti-Drug Money
Laundering: Second Phase; Joint Training ASEAN dengan Australian Federal Police on
Integrated Narcotics enforcement Programmes; Precursor and Chemical Control for ASEAN
Narcotics Law Enforcement Officers; A Course for anti-narcotics law enforcement Officials;
ASEAN Controlled Delivery Training; serta Study on Achieving a Drug Free ASEAN 2015:
Status and Recommendation.

e. Peran dan Fungsi Yayasan ASEAN (The ASEAN Foundation)

5
Yayasan ASEAN secara khusus dibentuk pada tahun 1997, dengan tujuan untuk mendukung
program pemasyarakatan ASEAN dalam rangka mendorong terbentuknya Komunitas ASEAN,
yang kokoh dan kuat. Yayasan ASEAN diharapkan dapat membantu meningkatkan kepedulian
dan rasa ke-kita-an yang kuat (We Feeling) di kalangan masyarakat terhadap ASEAN.

Selama ini berbagai program kegiatan telah dilaksanakan oleh Yayasan ASEAN pada intinya
akan lebih diarahkan pada peningkatan ASEAN Awareness. Program tersebut antara lain
meliputi pemberian beasiswa bagi anak sekolah yang dapat di lihat melalui websitenya yaitu
www.aseanfoundation.org, ASEAN Foundation Youth Gathering, dan peluncuran CD permainan
ASEAN Quest.

KERJASAMA PENERANGAN, KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN

a. Kerjasama Penerangan dan Kebudayaan

Kerjasama ASEAN di bidang penerangan dan kebudayaan merupakan salah satu cikal bakal
dari bentuk kerjasama ASEAN pada awal berdirinya. Kerjasama ini telah dirintis sejak ASEAN
didirikan pada tahun 1967.

ASEAN Committee on Culture and Information COCI dalam perjalanannya telah


mengembangkan berbagai bentuk program pertukaran informasi dan kebudayan, seperti
penyelenggaraan pameran, pementasan seni dan budaya, seminar dan workshops, pertukaran
tenaga ahli, kerjasama penelitian serta memproduksi bahan publikasi bersama tentang
kharakteristik kebudayaan masing masing negara, yang kesemuanya ditujukan agar
masyarakat ASEAN dapat lebih saling mengenal dan saling memiliki rasa solidaritas.

Program program tersebut telah melibatkan partisipasi masyarakat dari berbagai latar belakang
keahlian, mulai dari para seniman, pelaku dalam industri jurnalistik (baik cetak maupun
elektronik), masyarakat perfilman, masyarakat museum, perpustakaan, kearsipan,
perkumpulan pemuda, lembaga-lembaga pendidikan dan lain lain.

Kegiatan Informasi ASEAN

Salah satu kegiatan penting yang mengemuka dalam kerangka kerjasama ASEAN di bidang
informasi adalah pertukaran berita televisi ASEAN ASEAN Television News Exchange(ATN)
dan pertukaran berita radio ASEAN ASEAN in Action (AiA). Indonesia (TVRI) sejauh ini telah
diberi kepercayaan sebagai koordinator untuk pengembangan program ATN. Sementara itu,
RRI ditunjuk sebagai koordinator untuk pengembangan progam AiA

Kedua program tersebut pada intinya diselenggarakan dengan tujuan agar masyarakat di
masing masing negara ASEAN dapat saling mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi di
negara-negara tetangganya.

TVRI secara rutin telah melakukan pertukaran pemberitaan dengan negara negara ASEAN
lainnya sedikitnya sebanyak 46 kali. Pemberitaan ASEAN secara khusus ditayangkan melalui
acara Fokus ASEAN, Berita Siang dan World News, pada setiap Sabtu dan Minggu, dan juga
ditayangkan dalam segmen ASEAN Window di English News Service TVRI.

6
Sementara itu, RRI secara rutin juga menayangkan berita-berita mengenai ASEAN pada setiap
hari Sabtu dan Minggu melalui saluran nasional PRO-4. Selama periode 2007, RRI telah
menyiarkan sedikitnya sebanyak 37 paket siaran yang antara lain berisi analisa dan informasi
mengenai ASEAN; ASEAN Quiz; Siaran Musik dari negara-negara ASEAN serta acara
Listeners Mailbag di mana pendengar dapat bertanya seputar isu isu ASEAN.

Dalam rangka memperkuat koordinasi antar stake holders dalam kerjasama penerangan dan
kebudayaan ASEAN, maka para Menteri Penerangan ASEAN - ASEAN Ministers Responsible
for Information (AMRI) telah menyelenggarakan pertemuannya yang ke-9 di Jakarta. Pertemuan
yang bertemakan Staying Connected to Advance a Caring and Sharing Community through
Media antara lain telah menghasilkan kesepakatan untuk pengembangan sistem penyiaran
digital di kawasan ASEAN. Kesepakatan ini merupakan keputusan strategis bagi masa depan
ASEAN, karena sejalan dengan kesepakatan yang telah dicapai pada tingkat global melalui
International Telecommunication Union ITU yaitu untuk menghentikan penyiaran televisi
dengan menggunakan sistem analog, dan menggantikannya dengan siaran digital paling
lambat mulai tahun 2015.

Dengan dikembangkannya harmonisasi sistem digitalisasi media elektronik secara terpadu di


lingkungan ASEAN, berarti ASEAN telah memiliki common platform untuk mengantisipasi
beroperasinya sistem penyiaran digital.

Kegiatan Kebudayaan ASEAN

Untuk membahas kerjasama kebudayaan ASEAN di level Menteri, setiap dua tahun sekali
diadakan forum ASEAN Ministers Responsible for Culture and Arts (AMCA). AMCA juga
memperluas kerjasamanya dengan menyelenggarakan pertemuan AMCA+3
untuk pertama kalinya pada AMCA ke-2 tahun 2005 di Bangkok, Thailand.

Pertemuan ke-3 AMCA berlangsung pada tanggal 12 -13 Januari 2008 di Nay Pyi Taw,
Myanmar. Agenda utama pembahasan terkait dengan penyusunan ASEAN Socio-Cultural
Community Blueprint (ASCC Blueprint), yaitu bagaimana work plan yang disusun di level teknis
SOMCA (Senior Officials Meeting on Culture and Arts) dapat bersinergi dengan ASCC Blueprint
agar secara signifikan kerjasama kebudayaan dibawah AMCA dapat memberi kontribusi dalam
pembentukan ASEAN Socio-Cultural Community 2015. Dalam pertemuan disepakati pula
kegiatan seni budaya untuk meningkatkan ASEAN Awareness dan Identity: Showcase of the
best of ASEANs arts and culture, ASEAN Cultural City/Capital dan ASEAN Cultural Week.

Rasa saling mencintai di kalangan masyarakat ASEAN juga terus ditumbuh kembangkan
melalui berbagai program pengenalan budaya. Salah satu kegiatan pengenalan budaya yang
cukup menonjol adalah penyelenggaraan ASEAN New Media Art Competition and Exhibition di
Galeri Nasional Indonesia pada bulan Maret 2007. New Media Art merupakan satu cabang seni
baru yang meliputi, antara lain: video, film eksperimen, animasi 3 dimensi, CD ROM serta
berbagai bentuk karya seni lain yang berbasis internet. Kegiatan ini banyak diminati oleh para
generasi muda. Penyelenggaraan ASEAN New Media Art Competition and Exhibition
diharapkan dapat memperkuat ASEAN Awareness terutama di kalangan generasi muda.

Pemilihan Duta Muda ASEAN Indonesia

7
Dalam rangka memasyarakatkan kerjasama ASEAN di kalangan kaum muda dan dalam rangka
memperingati hari jadi ASEAN ke-40 tahun 2007, Ditjen Kerjasama ASEAN menyelenggarakan
kegiatan Pemilihan Duta Muda ASEAN-Indonesia (PDMAI).

Duta Muda ASEAN-Indonesia, sesuai dengan namanya, mengemban tugas sebagai Duta
Indonesia, Duta ASEAN dan sekaligus Duta Departemen Luar Negeri untuk memperkenalkan
dan mendekatkan ASEAN kepada generasi muda di tanah air, mempromosikan Indonesia dan
ASEAN kepada masyarakat internasional melalui berbagai kegiatan kepemudaan di tingkat
bilateral, regional maupun internasional, dan menjadi wakil Departemen Luar Negeri dalam
berbagai kegiatan yang melibatkan kaum muda.

Pada tahun 2009, Pemilihan Duta Muda ASEAN Indonesia dibuka kembali untuk kedua kalinya
dengan mengangkat tema The Spirit of Youth and Transformation of ASEAN. Pendaftaran
untuk PDMAI 2009 telah dibuka sejak bulan Maret 2009 dan ditutup pada akhir Juli lalu. Puncak
kegiatan, yaitu Grand Final PDMAI 2009 direncanakan akan berlangsung di Jakarta pada bulan
November 2009.

b.Kerjasama Pendidikan

Kerjasama ASEAN di bidang pendidikan merupakan unsur penting dalam rangka mewujutkan
cita cita untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing tinggi dengan
dukungan SDM yang berkualitas : baik, cerdas dan terampil. Mengingat pentingnya unsur
pendidikan bagi kelanjutan proses pembentukan Komunitas ASEAN, maka kerjasama
pendidikan yang semula ditangani pada tingkat ASEAN Committee on Education (ASCOE),
kemudian ditingkatkan menjadi ASEAN Senior Officials Meeting on Education (SOM-ED) dan
ASEAN Education Ministers Meeting (ASED).

Pada bulan Maret 2007 Indonesia telah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pertemuan ke-2
ASEAN Education Ministers Meeting (ASED). Pertemuan tersebut antara lain telah
menggarisbawahi tentang komitmen bersama untuk menghidupkan kembali program ASEAN
Student Exchange Programme. Kegiatan ini akan dilaksanakan secara berkelajutan mulai pada
tahun 2008 hingga 2013, dengan tuan rumah diawali oleh Malaysia, dan seterusnya diikuti oleh
Singapura, Thailand, Filipina, Indonesia dan Brunei Darussalam.

Disamping itu, negara negara ASEAN juga sepakat untuk menjajaki peluang kerjasama yang
lebih erat dengan negara-negara East Asia Summit (EAS) pada 4 (empat) bidang kerjasama
yakni : pelatihan guru, pengajaran dan pelatihan bahasa Inggris, Vocational and Technical
education serta penggunaan ICT di bidang pendidikan.

c. ASEAN University Network-AUN

Kerjasama antar universitas merupakan bagian dari kerjasama pendidikan yang sudah
beberapa waktu lamanya dikembangkan di kawasan ASEAN. Sedikitnya terdapat tiga
universitas dari Indonesia yang berpartisipasi dalam kerangka kerjasama AUN, yaitu Universitas
Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Institut Teknologi Bandung.

Beberapa bentuk kerjasama yang selama ini telah dikembangkan dalam kerangka AUN antara
lain mengupayakan terbentuknya mekanisme Credit Transfer System (CTS) antara universitas

8
yang tergabung dalam AUN dengan beberapa universitas di negara-negara mitra dialog seperti
China, Republik of Korea, Jepang dan Uni Eropa. Disamping itu, AUN juga mengembangkan
dua program kerjasama pertukaran mahasiswa dan staf akademis yaitu AUN Educational
Forum dan AUN Distinguished Scholars Programme.

Adapun program penting lain yang dikembangkan AUN saat ini adalah penyusunan AUN
Quality Assurance Guidelines, sebagai modalitas dalam rangka pembentukan AUN Standard
for Higher Education (AUN-SHE), yang nantinya diharapkan dapat menjadi landasan menuju
proses harmonisasi sistem pendidikan tinggi di antara negara-negara ASEAN.

Terhitung sejak tahun 2007, masing masing universitas yang tergabung dalam AUN diharapkan
sudah mulai melaksanakan program AUN Quality Label, yaitu upaya-upaya internal untuk
meningkatkan kualitas akademik sesuai dengan ketentuan yang telah diformulasikan dalam
AUN Quality Assurance Guidelines.

Perguruan tinggi yang dinilai baik dan dapat memenuhi semua kriteria yang telah diisyaratkan
dalam AUN Quality Assurance Guidelines selanjutnya akan diberikan pengakuan atau label
sebagai perguruan tinggi yang berkualitas. Pengembangan program ini antara lain juga
dikembangkan melalui kerjasama dengan Forum German Rectors Conference.

KERJASAMA ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI, LINGKUNGAN HIDUP DAN


BENCANA ALAM

a. Kerjasama Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam rangka menuju terbentuknya komunitas
ASEAN 2015 adalah meningkatkan daya saing kawasan, dengan cara memperkuat kapasitas
masyarakat ASEAN dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk dapat
mencapai sasaran tersebut negara-negara ASEAN sepakat untuk mengembangkan kerjasama
iptek dengan melibatkan sebanyak mungkin partisipasi masyarakat dan kalangan dunia usaha.

Komite Khusus ASEAN dalam kerjasama Iptek - ASEAN Committee on Science and
Technology (COST), sejauh ini telah menyusun ASEAN Plan of Action on Science and
Technology (ABAPAST) atau Kerangka Aksi kerjasama iptek ASEAN untuk periode 2007-2011.
Melalui kerangka aksi tersebut, negara negara ASEAN sepakat akan mengimplementasikan
sebanyak mungkin program-program pemanfaatan iptek terapan yang dinilai bermanfaat bagi
kegiatan pembangunan di semua sektor.

Sebagaimana tertuang di dalam ABAPAST, sedikitnya terdapat sembilan sektor strategis


yang akan dikembangkan sebagai prioritas dalam kerjasama iptek ASEAN, yaitu penguatan
kerjasama dibidang Meteorology & Geophysics ; Food Science & Technology; Biotechnology;
Science and technology Infrastructure and Resources Development ; Marine Sciences and
Technology ; Space Technology and Application; Micro-electronic and Information Technology ;
Non Conventional Energy Research; serta Materials Science & Technology.

Beberapa bentuk program kerjasama telah diidentifikasi dan akan direalisasikan. Program
tersebut antara lain adalah rencana pendirian ASEAN Centre for Infectious Disease serta upaya
memperkuat jaringan kerjasama antar berbagai lembaga riset khususnya yang bergerak dalam
penanganan emerging infectious diseases. Melalui kerjasama dimaksud, diharapkan akan

9
terbentuk mekanisme koordinasi yang lebih baik, efektif dan efisien di lingkungan kawasan
ASEAN dalam menganalisa, mengantisipasi dan menanggulangi terjadinya pandemi penyakit
lintas batas.

Disamping itu, Indonesia dan negara negara ASEAN juga sepakat untuk terus
meningkatkan kerjasama iptek dibidang penanganan bencana. Dalam kaitan ini, Indonesia telah
ditunjuk sebagai koordinator atau lead country bagi program unggulan ASEAN di bidang
penanganan bencana (flagship programmes) yaitu: Early Warning System for Disaster Risk
Reduction.

Sementara itu, disamping memperkuat kerjasama antar negara di dalam kawasan,


ASEAN juga terus berupaya untuk menjalin kerjasama dan mengembangkan kolaborasi di
bidang iptek dengan berbagai negara mitranya. Saat ini, ASEAN sedang dalam negosiasi dalam
rangka pembentukan persetujuan kerjasama iptek dengan Amerika Serikat.

b. Kerjasama Lingkungan Hidup

Isu lingkungan hidup merupakan satu tantangan global yang mendapatkan perhatian khusus
dari para Pemimpin ASEAN. Sebagaimana diketahui, ASEAN merupakan salah satu kawasan
yang cukup rentan terhadap berbagai dampak perubahan iklim dan pemanasan global.
Disamping itu, seiring dengan pesatnya pembangunan ekonomi di kawasan, masalah degradasi
lingkungan dan pengalihan fungsi lahan, juga telah menimbulkan keprihatinan di hampir semua
negara ASEAN, termasuk Indonesia.

Menanggapi fenomena perubahan iklim dan makin maraknya gejala degradasi lingkungan,
maka pada pertemuan di Bali tahun 2003 melalui Deklarasi Bali Concord II, para pemimpin
ASEAN sepakat untuk lebih mengintensifkan kerjasamanya dalam menanggulangi berbagai
permasalahan lingkungan, baik yang terjadi di tingkat global, regional maupun nasional,
termasuk penanganan polusi lintas batas.

Misi utama yang ingin dicapai ASEAN dalam rangka pembentukan komunitas ASEAN tahun
2015, di bidang lingkungan adalah menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang bersih dan hijau,
dengan mengacu pada prinsip-prinsip mekanisme pembangunan yang berkelanjutan, ramah
lingkungan serta melakukan pengelolaan sumber daya alam secara lestari.

Guna mendukung pencapaian kawasan ASEAN yang bersih dan hijau, antara lain telah
diidentifikasikan sebanyak 12 bidang kerjasama lingkungan yang menjadi prioritas, yaitu :

a. Memperkuat kapasitas nasional dan regional dalam menindaklanjuti kesepakatan yang


telah dicapai pada tingkat global seperti isu perubahan iklim (climate change) serta
penanganan produk kimia dan limbah kimia .
b. Memperkuat kerjasama dalam penanganan polusi asap lintas batas
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting lingkungan
d. Mempromosikan pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan
e. Memperbaiki pengelolaan lingkungan perkotaan dan memperkuat good governance di
kawasan perkotaan
f. Memperkuat upaya pengawasan, sehingga pembangunan dilaksanakan secara
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
g. Memperkuat kerjasama dalam pengelolaan kawasan pantai dan pemanfaatan
sumberdaya laut secara lestari dan ramah lingkungan (coastal and marine environment)

10
h. Memperkuat upaya konservasi alam dan keanekaragaman hayati
i. Mempromosikan ketersediaan sumber air bersih bagi semua penduduk ASEAN
j. Mempromosikan mekanisme pertanian dan pemanfaatan lahan secara ramah
lingkungan
k. Mempromosikan pengelolaan hutan secara lestari
l. Memperkuat kerjasama dalam pengelolaam dan pemanfaatan sumber daya mineral
secara lestari.

Upaya penanganan polusi asap lintas batas, merupakan salah satu bentuk kerjasama
lingkungan yang cukup intensif dilaksanakan di ASEAN dalam beberapa tahun terakhir. Atas
inisiatif Pemerintah Indonesia, telah dirintis pembentukan forum khusus tingkat Menteri
Lingkungan untuk membahas permasalahan polusi asap lintas batas - the ASEAN Ministerial
Steering Committee on Transboundary Haze Pollution (MSC) yang beranggotakan 5 negara
ASEAN yang terkena dampak langsung polusi asap lintas batas yaitu Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Kelima negara tersebut sepakat untuk
mengadakan pertemuan rutin 3 kali setahun, agar dapat secara intensif memonitor kondisi
polusi asap dan menetapkan langkah-langkah penanggulangannya.

Forum khusus tersebut dalam perkembangannya telah menghasilkan Plan of Action in Dealing
with transboundary Haze Pollution in the Region of Southeast Asia yang antara lain mencakup
aspek-aspek (i) pencegahan, pemantauan dan penegakan hukum; (ii) pengelolaan lahan
gambut secara berkelanjutan (peatlend management); (iii) pemadaman dan tanggap darurat;
(iv) early warning dan pemantauan; serta (v) kerjasama dan bantuan regional dan internasional.
Rencana Aksi tersebut secara sinergi dan terpadu mengikut sertakan tiga unsur penting dalam
pengendalian kebakaran hutan dan lahan, yaitu Pemerintah (Pusat dan Daerah hingga ke
tingkat Desa), masyarakat petani/peladang yang hidup di sekitar hutan serta para pelaku bisnis
pengelola industri di sektor pertanian dan kehutanan (perkebunan, HTI/HPH).

Implementasi dari Plan Of Actions (PoA) yang merupakan upaya bersama dalam pencegahan
polusi asap lintas batas di lingkungan ASEAN, mulai menunjukkan perkembangan ke arah yang
cukup positif. Pada pertemuan ke-3 Ministerial Steering Committee on Transboundary Haze
Pollution (MSC) di Jambi pada bulan Juni 2007, antara lain dilaporkan bahwa sepanjang tahun
2006/2007, Indonesia mulai berhasil mengurangi jumlah titik api (Hotspot) di daerah daerah
rawan kebakaran hutan dalam jumlah yang cukup substansial. Kerjasama antara Pemerintah
Singapura dan Indonesia dalam rangka membantu penanganan polusi asap lintas batas di
Propinsi Jambi, saat ini mulai direalisasikan. Sementara itu kerjasama dengan Pemerintah
Malaysia untuk membantu penanganan asap di propinsi Riau, juga siap untuk segera
diimplementasikan. Melalui kerjasama komprehensif diantara negara-negara ASEAN maka
diharapkan dimasa-masa mendatang polusi asap lintas batas tidak lagi menjadi permasalahan
di kawasan.

Selain permasalahan polusi asap lintas batas, ASEAN juga mempunyai komitmen untuk
memberian perhatian yang lebih besar terhadap upaya upaya penanganan perubahan iklim dan
pemanasan global. Oleh karena itu para Pemimpin ASEAN menganggap penting untuk
mengangkat isu lingkungan hidup sebagai salah satu thema sentral dalam diskusi pada
Pertemuan Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-13, yang telah berlangsung di Singapura pada
bulan November 2007.

Pada Pertemuan Tingkat Tinggi ASEAN ke-13 antara lain telah dihasilkan 3 deklarasi di bidang
lingkungan hidup, yang ditandatangani oleh para pemimpin ASEAN. Ketiga deklarasi tersebut

11
telah mempertegas sikap negara negara ASEAN tentang komitmennya terhadap isu
lingkungan dan perubahan iklim. Ketiga Dekalarasi tersebut adalah (a) ASEAN Declaration on
13th Session of the Conference of Parties (COP) of the United Nations Framework Convention
on Climate Change and 3rd Meeting of Parties (MOP) of the Kyoto Protocol ; (b) ASEAN
Leaders Declaration on Environmental Sustainability serta (c) Singapore Declaration on Climate
Change, Energy and the Environment

c. Kerjasama Penanggulangan Bencana Alam

Disamping dihadapkan pada berbagai tantangan di bidang lingkungan hidup, ASEAN sekaligus
juga merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap berbagai bentuk bencana alam. Dalam
beberapa tahun terakhir, masyarakat di sebagian negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia,
harus dihadapkan pada berbagai bentuk bencana alam seperti tsunami, banjir, angin topan,
gempa bumi dll. Bencana-bencana tersebut tidak hanya menyisakan kedukaan bagi penduduk
yang kehilangan anggota keluarga dan harta bendanya, tapi juga mengakibatkan kerugian
negara yang cukup besar, karena hancurnya berbagai fasilitas umum dan sarana infrastruktur
lainnya.

Kerjasama penanganan bencana dalam kerangka ASEAN sebenarnya sudah terbangun lebih
dari tiga puluh tahun lamanya. Deklarasi Bangkok tahun 1967 yang menandai berdirinya
Asosiasi Negara Negara di kawasan Asia Tenggara, merupakan landasan bagi negara
anggotanya untuk saling memperkuat kerjasama regional guna meningkatkan kedamaian,
stabilitas, kemajuan regional serta untuk saling memupuk rasa persaudaraan dan solidaritas
terutama di saat salah satu anggotanya tertimpa bencana.

The Declaration of ASEAN Concord II, yang ditandatangi di Bali pada tanggal 7 Oktober 2003,
mempertegas kembali tentang pentingnya mengintensifkan kerjasama penanganan bencana di
kawasan. Untuk dapat mengoptimalkan kejasama dimaksud maka negara negara ASEAN
sepakat membentuk Komite Penanganan Bencana - ASEAN Committee on Disaster
Management-ACDM. Komite ini diberikan mandat untuk mengelola kerjasama penanganan
bencana, termasuk mempersiapkan program kerja beserta prioritas kegiatannya. Sesuai
dengan mandat yang diberikan, ACDM menyusun ASEAN Regional Programme on Disaster
Management-ARPDM, yaitu Program Regional ASEAN untuk Penanganan Bencana. ARPDM
antara lain memuat kerangka kerjasama penanganan bencana antar negara ASEAN dan juga
dengan mitra dialog serta organisasi internasional untuk periode 2004 2011.

Rangkaian program terpadu ARPDM, mencakup lima komponen inti yaitu :

(i) Establishment of ASEAN Regional Disaster Management Framework;


(ii) Capacity Building;
(iii) Sharing of Information and Resources;
(iv) Promoting Collaboration and Strengthening Partnerships; serta
(v) Public Education, Awareness and Advocacy.

Kiranya penting untuk dicatat bahwa tragedi tsunami yang menghantam kawasan
ASEAN pada akhir tahun 2004 telah memberikan pelajaran berharga bahwa kapasitas
kerjasama penanganan bencana di kawasan ASEAN ternyata belum cukup memadahi,
terutama bila dihadapkan pada bencana dalam skala besar.

12
Pada sisi lain, tragedi gempa dan tsunami menyadarkan negara-negara anggota ASEAN,
bahwa negara tetangga adalah saudara terdekat, disaat terjadi bencana. Negara tentangga
memiliki kapasitas dan aset yang memadai serta komitmen dan rasa setia kawan yang tinggi
serta siap membantu bila sewaktu waktu tertimpa musibah.

Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan karateristik kawasan yang sangat rentan terhadap
bencana alam, ASEAN perlu lebih memperkuat kerjasamanya di bidang penanganan bencana
dengan melibatkan semua unsur terkait, lintas sektoral, baik di tingkat nasional, regional
maupun internasional. ASEAN perlu memiliki mekanisme koordinasi penanganan bencana yang
bersifat lebih komprehensif, terpadu, efektif dan efisien dan memiliki tingkat kesiapan yang
memadai terutama ketika harus menghadapi bencana-bencana yang berskala besar.

Segera setelah terjadinya bencana tsunami, Pemerintah Indonesia mengambil inisiatif untuk
menyelenggarakan Pertemuan Khusus Para Pemimpin ASEAN Paska Gempa Bumi dan
Tsunami (KTT Tsunami) di Jakarta pada tanggal 6 Januari 2005. KTT Tsunami telah
menghasilkan pernyataan bersama yang dikenal dengan Deklarasi Jakarta. Salah satu butir
penting yang disepakati pada Deklarasi Jakarta ini adalah dukungan untuk penyusunan
instrumen koordinasi ASEAN untuk penanganan bencana dan tanggap darurat.

Tahun 2005, ASEAN berhasil menyelesaikan pembuatan persetujuan penanganan bencana dan
tanggap darurat ASEAN Agreement on Disaster Management-AADMER. Persetujuan dimaksud
kemudian ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada kesempatan Pertemuan
Para Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM: ASEAN Ministerial Meeting) ke-38 di Vientiane, Laos
pada tanggal 26 Juli 2005. Persetujuan ini akan mulai efektif berlaku setelah seluruh negara
anggota ASEAN menyampaikan instrumen ratifikasinya pada Sekjen ASEAN dan persetujuan
dinyatakan entering into force. Hingga akhir 2007, sudah enam negara yaitu Thailand, Malaysia,
Myanmar; Vietnam, Laos, Singapura, Kamboja telah menyelesaikan proses ratifikasinya,
sedangkan tiga Negara lainnya, termasuk Indonesia, sedang dalam penyelesaian proses
ratifikasinya mengingat hal tersebut harus mendapat persetujuan dari instansi terkait didalam
negeri masing-masing.

Meskipun AADMER belum sepenuhnya berlaku, namun kegiatan yang diarahkan untuk
memperkuat koordinasi dalam kerjasama penanganan bencana tetap terus dilakukan. Program
kegiatan tersebut dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa bencana alam dapat terjadi setiap
saat. Karena itu, upaya kesiapsiagaan harus terus dibangun.

ASEAN terus mengintensifkan pertemuan dalam rangka penyelesaian penyusunan Standby


Arrangement and Standard Operating Procedures (SASOP) sebagai rujukan (guidelines) bagi
semua pihak didalam kerjasama penanganan bencana di kawasan, terutama pada masa
tanggap darurat.

Pada Pertemuan ke-40 Tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN di Manila pada bulan Juni 2007,
negara-negara ASEAN juga sepakat untuk segera mengoperasikan ASEAN Coordinating
Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre). Centre tersebut
akan berfungsi untuk mengkoordinasikan berbagai bentuk kerjasama penanganan bencana di
kawasan ASEAN agar dapat berjalan lebih efektif dan efisien, khususnya pada saat terjadi
bencana. Dalam kaitan ini, Indonesia diberikan kepercayaan sebagai tuan rumahnya.

Keberadaan AHA Centre di Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti di
dalam memperkuat strategi penanganan bencana di tingkat nasional. Terhitung sejak akhir

13
tahun 2007, fungsi interim AHA Centre sudah mulai dioperasikan dan untuk sementara, AHA
Centre berlokasi di Gedung Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (BAKORNAS
PB) di Jalan Juanda Jakarta. Dengan demikian, sekiranya terjadi bencana, diharapkan bantuan
dari negara negara ASEAN dapat lebih cepat tiba dan pendistribusiannya, dapat berjalan lebih
optimal.

Pada tanggal 19 Mei 2008 telah diselenggarakan pertermuan Special ASEAN Foreign
Ministers Meeting (AMM) di Singapura dalam rangka membahas penyaluran bantuan
internasional bagi bencana badai siklon Nargis di Myanmar, telah disepakati pembentukan
mekanisme koordinasi dalam memfasilitasi bantuan internasional belajar dari pengalaman
bencana Tsunami di Aceh.

Guna menindaklanjuti hasil pertemuan Special AMM di Singapura, ASEAN bekerjasama


dengan United Nations sepakatan untuk menyelenggarakan ASEAN-UN International Pledging
Conference tanggal 25 Mei 2008 di Yangoon, Myanmar, untuk menghimpun bantuan
internasional seperti yang pernah dilakukan Indonesia dengan penyelenggaraan Special
ASEAN Leaders Meeting on Aftermath of Earthquake and Tsunami.

KERJASAMA BIDANG PEMBANGUNGAN SOSIAL

a. Kerjasama Dalam Bidang Kesehatan

Kerjasama yang paling menonjol di bidang kesehatan adalah upaya penanggulangan


penyakit menular. Penanggulangan penyakit menular di ASEAN dilakukan melalui mekanisme
ASEAN Expert Group on Communicable Diseases (AEGCD). Program utama dalam kerangka
AEGCD dilaksanakan melalui ASEAN+3 Infectious Diseases Programme (ASEAN+3 EID
Program). Fase ke-2 program tersebut (2006-2009), terdiri dari sejumlah prioritas sebagai
berikut:

- Identifikasi dini emerging infectious diseases/penyakit menular (termasuk


HIV dan AIDS; SARS, AI), serta langkah penanggulangannya.
- Pembangunan kapasitas yang terkait dengan emerging concerns di
bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial;
- Penyusunan kebijakan dan pendekatan terpadu dalam penanganan
kesehatan bagi para manula serta obat tradisional.

Penanggulangan HIV dan AIDS melalui pelaksanaan ASEAN Work Programme (AWP)
on HIV and AIDS Prevention dilakukan sejak tahun 1995 dan sampai saat ini memasuki
tahap III (AWP III) untuk periode 2006-2010. Kerjasama penanganan HIV dan AIDS
dipertegas kembali dalam KTT ke-12 ASEAN di Cebu melalui ASEAN Comitments on HIV and
AIDS. Inti dari komitmen bersama itu antara lain kesepahaman untuk memperhatikan
kelompok masyarakat yang rentan, menghilangkan stigma dan diskriminasi serta
meningkatkan kerjasama pemerintah dengan civil society dan swasta.

Dalam penanganan flu burung, kerjasama ASEAN telah mencatat suatu kemajuan
dengan adanya ASEAN-Japan Project on stockpiles of tamiflu dan Personel Protective
Equipment (PPE) against Potential Pandemic Influenza, yang berlokasi di Singapura.
Stockpiles tersebut merupakan bentuk tindakan kesiapsiagaan dalam menghadapi
kemungkinan terjadinya pandemi flu burung dalam kawasan.

14
Pertemuan ke-9 ASEAN Health Ministers Meeting (AHMM) di Manila, Oktober 2008
mencatat bahwa 50% regional stockpile of PPE telah ditempatkan di seluruh negara anggota
ASEAN. Demikian pula Tamiflu telah ditempatkan di sejumlah negara anggota dan dijadwalkan
pada akhir tahun 2008 keseluruhan negara anggota telah akan menerima Tamiflu dimaksud.

Sementara itu, dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi pandemi flu burung, melalui
kolaborasi ASEAN-US, ASEAN telah membentuk suatu mekanisme untuk meningkatkan
kolaborasi multi-sektoral ASEAN Technical Working Group (TWG) on Pandemic
Preparadeness and Responses. Dalam pertemuan ke-1, TWG telah berhasil menyusun suatu
rencana kegiatan, termasuk diantaranya strengthening of on-scene command and response
system melalui Incindent Command System (ICS).

Pertemuan ke-9 ASEAN Health Ministers Meeting di Manila tanggal 7-10 Oktober 2008,
menyepakati sejumlah pelaksanaan kegiatan dalam kerangka ASEAN-US Projects on Multi-
sectoral Pandemic Preparedness and Response akan dilakukan melalui fase II proyek
dimaksud, termasuk upaya untuk memperkuat on-scene command and response system in
pandemic melalui penggunaan Incident command System (ICS). Selain itu pertemuan
mencatat pembentukan ASEAN Technical Working Group on Pandemic Preparedness and
Response, yang melakukan pertemuan setahun sekali dalam rangka meningkatkan kerjasama
multi-sektor dalam kesiapsiagaan dan respon menghadapi pandemi. Indonesia merupakan
Ketua Working Group untuk periode tahun 2008-2009.

Terkait dengan Stockpiles of Antiviral Agents and Personal Protective Equipment against
Potential Influenza Pandemic, ASEAN saat ini telah siap dengan pengadaan antiviral baru yang
akan expired tahun 2015 dan akan menggantikan stockpile sebelumnya yang akan disimpan
Singapura.

Pertemuan Khusus para Menteri Kesehatan ASEAN+3 mengenai Influenza A (H1N1) di


Bangkok, 7-8 Mei 2009, menyepakati untuk mengambil langkah-langkah strategis yang terkait
dengan national preparedness plan, Health International Standard, Exit System Screening,
stockpiling.

Selain itu Joint Cooperation memuat kesepakatan yang terkait dengan pertukaran data
dan informasi situasi epidemik; joint outbreak investigation; memperkuat dukungan
laboratorium; kerjasama riset di bidang influenza.

Joint Statement Menteri Kesehatan ASEAN pada rangkaian pertemuan WHA-ke-62, Mei
2009, telah memberikan perhatian bagi upaya global dalam menghadapi wabah influenza H1N1
dan perlunya melanjutkan pembahasan virus sharing dan benefits sharing serta kesiapan
ASEAN dalam menghadapi pandemi influenza.

b. Kerjasama dalam bidang ketenagakerjaan

Bentuk kerjasama lain yang diupayakan untuk terus diperkokoh ditingkat ASEAN adalah
penanganan lalu lintas pekerja migrant (migrant workers). KTT ASEAN ke-12 di Cebu pada
bulan Januari 2007 secara khusus telah berhasil mengesahkan suatu Deklarasi mengenai
upaya perlindungan terhadap hak-hak para pekerja migran.

15
Pada pertemuan Senior Labour Officials Meeting (SLOM) ke-5 tersebut juga telah
disepakati untuk mengawali proses guna menindak lanjuti Deklarasi dimaksud. Melalui usulan
Indonesia, telah disepakati pembentukan suatu Forum on Migrant Workers yang tugasnya
antara lain membahas tindak lanjut Deklarasi melalui ASEAN Committee on the Implementation
of Declaration on the Protection of the Rights of Migrant Workers (ACMW).

Pertemuan ke-40 ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM), Manila, Juli 2007 sepakat
untuk membentuk ASEAN Committee on the Implementation of the Declaration on the
Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Komite akan menjadi focal point
dalam mengkoordinasikan upaya-upaya untuk menjamin implementasi dari komitmen yang
tertuang dalam Deklarasi serta memfasilitasi dalam upaya pembentukan ASEAN Instrument on
the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers.akan

Pertemuan ke-1 ACMW di Singapura tanggal 15-16 September 2008 telah membahas
workplan dari Komite dalam membentuk instrumen ASEAN dalam rangka implementasi
ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Dalam
draft awal workplan tersebut termuat pokok-pokok arahan untuk merumuskan rencana kerja
Komite.

Meskipun pada Pertemuan ke-1 ACMW Drafting Team Meeting (ACMW-DT) di Bangkok
Mei 2009 belum berhasil menyepakati Outline Insnstrument namun patut dicatat
perkembangan yang cukup signifikan dari hasil Pertemuan ke-2 ACMW-DTdi Bali, 25-26 Juli
2009 yang telah berhasil menyepakati: Terms of Reference (ToR) of the ACMW Drafting
Meeting Team, yang mengatur purpose, role and function, membership and chairmanship,
reporting mechanism, meeting schedule, financial arrangement dan the role of ASEAN
Secretariat; Indonesia dan Filipina serta didukung oleh Thailand, sepakat untuk menyusun
secara bersama working draft instrumen; draft pertama instrumen diupayakan dapat
disampaikan ke ACMW pada akhir 2009.

c. Kerjasama Bidang Pembangunan Pedesaan Sosial dan Pengentasan Kemiskinan

Upaya penghapusan kemiskinan dan mendorong terjadinya peningkatan kesejahteraan


masyarakat adalah salah satu tujuan akhir yang ingin dicapai dalam rangka pembentukan
Komunitas ASEAN tahun 2015. Oleh karena itu, berbagai program kegiatan yang diarahkan
untuk mengurangi kesenjangan sosial di tengah tengah masyarakat ASEAN akan terus
diupayakan untuk diperkuat dan lebih diintensifkan.

Pada pertemuan KTT ASEAN ke-12 bulan Januari 2007, Para pemimpin ASEAN antara
lain telah menegaskan kembali kesepakatannya untuk memberikan perhatian lebih besar pada
penanganan masalah kemiskinan, melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat.
Dalam kaitan ini para pemimpin ASEAN menggarisbawahi bahwa upaya penanggulangan
kemiskinan akan dilaksanakan melalui implementasi program-program yang lebih bersifat
partisipatif yaitu dengan melibatkan sebanyak mungkin keikutsertaan masyarakat.

Guna menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai di dalam KTT ASEAN, maka
pada pertemuan ke-5 ASEAN Ministerial Meeting on Rural Development and Poverty
Eradication yang berlangsung di Bangkok, pada bulan Januari 2007, antara lain telah disahkan
Term of Reference (TOR) pengembangan kerjasama penanggulangan kemiskinan, antara
ASEAN dengan negara negara anggota Plus Three Countries (Jepang, China dan Korea).

16
Dalam TOR telah diidentifikasikan bentuk-bentuk kerjasama yang akan diprioritaskan untuk
dikembangkan, yaitu meliputi antara lain: (1) Peoples Forum, (2) Capacity Building, (3) SME
and Social Enterprises Development, (4). Impact Trade Liberalization on Poverty Alleviation
Programmes dan (5) Micro Financing.

Selain itu, guna mencapai tujuan dalam membentuk komunitas ASEAN 2015, ASEAN
juga telah memfokuskan kerjasama pembangunan sosial melalui pendekatan right based
approach. Upaya tersebut dimaksudkan agar seluruh golongan masyarakat termasuk anak-
anak, wanita para manula dan juga penyandang cacat dapat memiliki kesempatan yang sama
dalam memperoleh kesejahteraan. Upaya tersebut tercermin dari rekomendasi 2nd ASEAN
GO-NGO Forum yang berlangsung secara back-to-back dengan 6th ASEAN Ministerial
Meeting for Social Welfare and Development di Hanoi tanggal 4-6 Desember 2007, yang
berupaya mengarustamakan para penyandang cacat dalam setiap kebijakan pembangunan
dan kesejahteraan sosial dengan menggunakan right based approach tersebut.

Pertemuan ke-6 ASEAN Ministers on Rural Development and Poverty Eradication


(AMRDPE), Hanoi, Mei 2009 mencatat sejumlah komitmen kerjasama meliputi : Upaya-upaya
menuju Komunitas ASEAN 2015; Pencapaian MDGs di ASEAN; Penanggulangan Dampak
Sosial dari Krisis Keuangan Global; Peningkatan kegiatan community-driven activities to
Narrowing the Development Gap; Regional Statistics on Poverty serta kemitraan dengan
negara-negara Plus Three.

d. Kerjasama Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial

Kerjasama di bidang pembangunan dan kesejahteraan sosial dilakukan melalui ASEAN


Senior Officials Meeting on Social Welfare and Development (SOMSWD). SOMSWD
memfokuskan pada program-program kesejahteraan sosial yang meliputi antara lain
kependudukan, anak-anak, penyandang cacat, lansia dan keluarga.

Selain itu, guna mencapai tujuan dalam membentuk komunitas ASEAN 2015, ASEAN
juga telah memfokuskan kerjasama pembangunan sosial melalui pendekatan right based
approach. Upaya tersebut dimaksudkan agar seluruh golongan masyarakat termasuk anak-
anak, perempuan para manula dan juga penyandang cacat dapat memiliki kesempatan yang
sama dalam memperoleh kesejahteraan.

Upaya tersebut tercermin dari rekomendasi 2nd ASEAN GO-NGO Forum yang
berlangsung secara back-to-back dengan 6th ASEAN Ministerial Meeting for Social Welfare and
Development di Ha Noi tanggal 4-6 Desember 2007, yang berupaya mengarustamakan para
penyandang cacat dalam setiap kebijakan pembangunan dan kesejahteraan sosial dengan
menggunakan right based approach tersebut.

Pertemuan Preparatory Senior Officials Meeting for the 6th ASEAN Ministerial Meeting
for Social Welfare and Development (PrepSOM for the 6th AMMSWD) di Ha Noi, tanggal 4-5
Desember 2007 antara lain merekomendasikan sejumlah program kegiatan untuk dicantumkan
dalam cetak biru ASEAN Socio-Culture Community (ASCC Blueprint), sebagai acuan dalam
pelaksanaan kerjasama pembangunan dan kesejahteraan sosial yaitu:

17
- Pembentukan the ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the
Rights of Woman and the ASEAN Commission on the Promotion and Protection of
The Rights of Children through an ASEAN Agreement by 2010.

- Pembentukan suatu jejaring atau kelompok kerja bagi pencegahan kekerasan


terhadap perempuan dan anak serta mengesahkan Kerangka Acuannya pada tahun
2009.

- Pembentukan Jejaring untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia,


khususnya, perempuan dan anak serta mengesahkan Kerangka Acuannya pada
tahun 2011.

--000--

18

Anda mungkin juga menyukai