Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rexy Hanner R

NIM : 15111438

Prodi : Teologi 2015

Tugas : Tafsiran Ulangan 25

LAI membagi pasal 25 ini ke dalam lima perikop, perikop pertama dimulai dari 25: 1-4
dengan judul Menentang kekerasan yang sewenang-wenang, perikop kedua dimulai dari 25: 5-
10 dengan judul Tentang kawin dengan isteri saudara yang telah mati, perikop ketiga dimulai
dari 25:11-12 dengan judul Larangan berbuat biadab, perikop keempat dimulai dari 25: 13-16
dengan judul Sukatan dan timbangan yang benar, dan perikop terakhir dari 25: 17-19 dengan
judul Amalek harus dihapuskan. Ulangan pasal 25 ini termasuk dalam bagian khotbah kedua
Musa mengenai ketentuan-ketentuan Perjanjian.1 Ketentuan-ketentuan ini dibagi atas dua bagian.
Pasal 5-11 lebih bersifat umum, sedangkan pasal 12-26 lebih berisi berbagai hukum dan
peraturan khusus yang meliputi bermacam-macam topik2. Ulangan 25 ini sebagian besar
merupakan genre Hukum kasuistik dalam Perjanjian Lama dimana hukum kasuistik PL ini lebih
banyak mencakup kasus-kasus sipil atau kriminal.3

Ayat 1-2

Ayat 1 pada Ulangan pasal 25 ini dimulai dengan Kata Apabila dalam bahasa
Ibraninya merupakan conjuction atau kata penghubung yang artinya apabila atau jika.4 Kata
ini juga menunjukkan jenis hukum kasuistik atau hukum kasus yang menggambarkan kasus yang
dibahas.5 Dan merujuk kepada rentang waktu, yang menunjukkan sesuatu yang belum terjadi.
Hal ini diberikan sebagai peringatan bagi bangsa Israel sebelum mereka memasuki tanah
perjanjian (Tanah Kanaan) sebagaimana yang telah dijanjikan Tuhan kepada mereka. Ada

1
Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang : Gandum Mas, 2001), hlm. 69-70.
2
Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh, (Malang : Gandum Mas, 2003), hlm. 293.
3
William W. Klein, dkk., Introduction to Biblical Interpretation, (Malang : Literatur SAAT, 2013), hlm. 231.
4
Reinhard Achenbach, Kamus Ibrani-Indonesia Perjanjian Lama, (Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012),
hlm. 149.
5
William W. Klein, dkk., Introduction to Biblical Interpretation, (Malang : Literatur SAAT, 2013), hlm. 231.

1
perselisihan. Kata perselisihan dalam bahasa Ibrani ( noun) yang artinya perkara atau
pertengkaran.6 Istilah ini merujuk pada suatu kasus hukum diantara saudara-saudara seperjanjian.
Kasus hukum ini dimaksudkan untuk menghentikan balas dendam pribadi. Para nabi
menggunakan istilah ini untuk menunjuk kepada dakwaan-dakwaan yang diajukan TUHAN
terhadap umat-Nya yang menyeleweng. Menyatakan siapa yang benar, dalam bahas Ibrani
nya ; dan siapa yang salah ini menunjukkan pengadilan memutuskan dengan adil
dan akurat, ini menggunakan kata kerja hiphil (bentuk aktif dari akar kata sebab-akibat, sebab
dari suatu persitiwa) dan merupakan bentuk perfect, yang artinya suatu peristiwa yang sudah
selesai atau telah berakhir.7

Klausa maka atau dalam bahasa Ibraninya , memiliki arti be, become yang
menggambarkan hukum legal bagi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. Atau
menggambarkan akibat dari melanggar hukum yang telah ditentukan pada ayat ini hukumnya
adalah perselisihan di antara beberapa orang. Di depannya, ini menunjukkan bahwa orang
yang bersalah harus dihukum didepan hakim agar hakim dapat melihat proses penghukuman
tersebut dan menjadi saksi atas hukuman tersebut agar tidak melebihi dari hukuman yang telah
ditentukan. Kata layak dipukul memiliki arti yang harus dihukum mati. Kata hakim
menyuruh dia memiliki pengertian bahwa kehadiran hakim menjamin keadilan akan
dijalankan secara tertib, dengan tidak melanggar norma-norma perikemanusiaan. Kata sejumah
dera menunjukkan bahwa setiap hukuman perlu disesuaikan dengan kejahatan, si pembuat
kejahatan dikenai pukulan secara teratur dengan dihitung tiap dera. Selain itu kata setimpal
dengan kesalahannya ini meunjukkan bahwa hukuman pukulan yang diberikan setimpal
dengan kejahatan yang dilakukan.

Ayat 3

Empat puluh kali atau dalam bahasa Ibraninya ( numberal cardinal both plural
absolute). Kata ini menunjukkan angka yang biasa dipakai pada zaman Alkitab untuk

6
Reinhard Achenbach, Kamus Ibrani-Indonesia Perjanjian Lama, (Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012),
hlm. 314.
7
D.L. Baker, dkk., Pengantar Bahasa Ibrani, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016), hlm. 76.

2
menyatakan jumlah yang besar.8 Sehingga hal ini menunjukkan jumlah maksimum deraan baik
dengan tongkat atau cambuk yang terbuat dari kulit. Dipukuli atau merupakan bentuk kata
kerja hipil (memukulkan) imperfect (belum dilaksanakan) orang ke 3 maskulin singular energic
run, yang menunjukkan jumlah maksimum dari hukuman yang harus diterima.

Ayat 4

Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik. Kata


mengirik berasal dari kata irik yang artinya, memisahkan biji-biji gandum dari tangkai dan
kulitnya. Pekerjaan itu biasanya dilakukan pada tempat pengirikan atau dengan menggunakan
tongkat, namun pada ayat ini membiarkan ternak (lembu) memijaknya.9 Dari ayat ini Tuhan
mengajarkan mereka sikap kemanusiaan, bahkan kepada binatang yang mereka pekerjakan dan
terlebih kepada pelayanan mereka atau orang lain yang bekerja kepada mereka.

Ayat 5-6

Kedua ayat ini menunjukkan hukum atau undang-undang mengenai pernikahan levirate.
Hukum pernikahan levirate adalah adanya ketentuan bahwa seseorang harus menerima tanggung
jawab untuk menikahi isteri saudaranya yang tidak meninggalkan anak laki-laki. Namun hukum
ini hanya berlaku dalam kondisi tertentu, yaitu: Pertama, kedua bersaudara itu harus benar-benar
hidup bersama sehingga hukum tersebut dapat berlaku. Kedua, janda itu tidak memiliki anak
dalam arti tertentu, yakni tidak memiliki anak laki-laki, jadi undang-undang akan tetap berlaku
apa bila dia memiliki anak perempuan, tapi bukan anak laki-laki, karena anak sulung adalah
pewaris sah dan bertanggung jawab atas harta ayahnya. Dalam kedua kondisi tersebut, wanita
(janda) tersebut tidak mencari suami lain (pria asing) diluar keluarganya. Saudara laki-laki dari
suaminya yang telah meninggal, yang sudah tinggal bersama-sama atau serumah lah yang harus
menikahi wanita (janda) tersebut. Kemudian anak laki-laki yang lahir pertama, yang dihasilkan
dari pernikahan levirate yang berhak mewakili nama saudara laki-lakinya yang telah
meninggal.10

8
W.N. McElrath dan Billy Mathias, Ensiklopedia Alkitab Praktis, (Bandung : Lembaga Literatur Baptis, 2003), hlm.
37.
9
Ibid, 56.
10
Peter C. Craigie, The New International Commentary on the Old Testament The Book of Deuteronomy, ( :Wm. B.
Eerdmans Publishing, 1976), hlm. 697-699.

3
Ayat 7-10

Ayat 7-10 berisi mengenai prosedur yang harus diikuti apabila tidak mau memenuhi
tanggung jawabnya, yakni menikahi isteri saudaranya. Dimana kakak ipar memilki hak hukum
untuk menolak kewajibannya kepada janda (isteri saudaranya), meskipun hal ini akan
menimbulkan ketidaksetujuan yang kuat dari masyarakat. Kata Tidak suka, merupakan
bentuk ketidaksediaan yang menunjukkan tidak adanya kasih persaudaraan, dan ini menunjukkan
konsekuensi dari seorang saudara yang tidak mau menikahi janda (isteri saudaranya). Jika ipar
laki-laki tersebut menolak untuk menikahi wanita tersebut, dia membawa kasusnya ke petugas
hukum (para tua-tua) di Pintu gerbang, yaitu tempat dimana hukum dilakukan secara resmi.
Kata menanggalkan kasut dan meludahi mukanya, menunjukkan wanita (janda) tersebut
secara simbolis mempermalukan pria itu (saudara suaminya) dihadapan pengadilan, dengan
melepaskan kasutnya dan meludahi wajahnya. Tindakan itu bukan hanya sekedar menunjukkan
amarah, namun mencerminkan perasaan wanita itu dan perasaan masyarakat mengenai
penolakan pria tersebut. Dan kata Menanggalkan kasut juga memiliki pengertian bahwa pria
tersebut telah meninggalkan tanggung jawabnya.11

Ayat 11-12

Kata kemaluan orang itu ini menunjukkan pentingnya hak waris di Israel kuno." Dan
kata haruslah kau potong tangan perempuan itu ini adalah satu-satunya tindakan mutilasi
yang disebutkan dalam hukum Musa. Di kemudian hari Yudaisme menafsirkan ini sebagai
memberikan ganti rugi.

11
Ibid, 700-701.

4
5
6

Anda mungkin juga menyukai