Anda di halaman 1dari 6

Nama: Aurelius Gioprano Kaidu

NPM : 20. 75. 6765

Tugas MID-Semester Kitab Para Nabi

Tafsir Yeremia 6: 1-7

A. Teks Paralel
Dalam teks perikop Yeremia 6:1-7, terdapat beberapa ayat yang bersifat paralel. Bentuk
paralel yang tampak dalam ayat-ayat tersebut merupakan upaya untuk menegaskan makna
tertentu. Sekurangnya, terdapat dua ayat yang memuat paralelisme yakni sebagai berikut;
 Ayat 1
Dalam ayat 1, bentuk paralelisme ditemukan pada ungkapan “Sebab malapetaka telah
mengintai dari utara, yakni suatu kehancuran besar.” Kalimat ini memuat paralelisme
sinonim yang berusaha menegaskan makna tertentu dengan menyajikan pengulangan.
Dalam kalimat tersebut, ungkapan “..malapetaka besar..” dipertegas kembali dengan
ungkapan “..kehancuran besar..”, suatu indikasi serius dan tegas bahwa Israel akan
menghadapi ancaman kebinasaan. Kata “..malapetaka..” secara leksikal biblis merujuk
pada nasib sial atau malang yang disebabkan oleh perbuatan tertentu, khususnya perbuatan
jahat, sementara kata “..kehancuran..” dikaitkan dengan kelemahan atau penyakit yang
bersifat internal.1 Term yang sama dapat ditemukan pada Perjanjian Baru, khususnya
dalam Wahyu 16:9 “Dan manusia dihanguskan oleh panas api yang dahsyat , dan mereka
menghujat nama Allah yang berkuasa atas malapetaka-malapetaka itu dan mereka tidak
bertobat untuk memuliakan Dia”. Lewat perikop ini dapat dipastikan bahwa, secara biblis
kebinasaan selalu berhubungan dengan tindakan jahat dan sikap tidak bertobat dari
manusia. Oleh sebab itu, kebinasaan yang akan menimpa Israel sesungguhnya merupakan
akibat dari cacat cela berupa dosa yang timbul dari tindakannya sendiri. Kebinasaan itu
sangat dahsyat, sehingga mereka diperingatkan untuk lari “Larilah mengungsi hai orang-
orang Benyamin..” dan membuat tanda peringatan bahaya “Tiuplah sangkala di Tekoa,
dan naikanlah asap…”
 Ayat 7
Ayat 7 terdiri dari dua kalimat yang memuat paralelisme. Paralelisme pada kalimat
pertama bersifat metaforis. Hal ini ditunjukkan lewat ungkapan “Seperti mata air
melupakan airnya, demikianlah kota itu meluapkan kejahatannya.” Dalam kalimat ini,
1
Robert G. Hoeber, ed., Concordia Self-Study Bible (America,1986), hlm. 1113.
kejahatan Israel dianalogikan menyerupai mata air, suatu deskripsi analogis sederhana
yang menunjukkan tindakan dosa dalam bangsa tersebut yang sudah berlebihan dan tidak
bisa ditolerir. Term “Air” dalam konteks Perjanjian Lama dihubungkan dengan kehidupan
(bdk. Kidung Agung 4:15), begitupun dalam Perjanjian Baru (bdk. Yohanes 4:14), tetapi
secara negatif term tersebut juga berhubungan dengan bencana (bdk. Kejadian 17:17,
tentang air bah). Jadi, kejahatan yang dibuat oleh Israel telah menjadi bagian dari hidup
mereka dan kejahatan tersebut mengalir seperti mata air yang meluapkan banjir (bdk.
Kejadian 9:11) dan pada akhirnya akan membinasakan mereka. Bila Israel dianalogikan
sebagai mata air, kejahatan adalah sesuatu yang mengalir daripadanya bagaikan air dan hal
ini setara dengan ungkapan yang terdapat dalam Matius 12:35 “Orang yang baik
mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang
yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.”
Kejahatan dan situasi dosa ini dipertegas kembali lewat kalimat kedua yang memuat
paralelisme sinonim “Kekerasan dan aniaya ada di dalamya, luka dan pukulan selalu ada
Kulihat.” Kekerasan dan aniaya adalah kejahatan yang menghasilkan luka dan pukulan.
Secara simbolis, kekerasan, aniaya dan kejahatan merupakan term yang merujuk pada
penyakit atau luka spiritual Israel dan penyakit tersebut sulit untuk disembuhkan, sebab
mereka tidak menyadarinya.2

B. Eksegese Biblis
Secara umum, perikop ini memuat nubuat Nabi Yeremia tentang kebinasaan yang akan
menimpa bangsa Israel, akibat tindakan umatnya yang tidak mau bertobat. 3 Isi perikop ini
berhubungan dengan beberapa perikop sebelumnya yang menceritakan penolakan terhadap
nubuat Yeremia. Yeremia menubuatkan malapetaka sebagai peringatan bagi Israel, agar
terjadi pertobatan. Namun, bangsa tersebut tidak mengindahkan peringatan tersebut, sehingga
pada momen ini Yeremia sebagai perpanjangan lidah Allah menubuatkan suatu malapetaka
besar sebagai ganjaran atau hukuman atas Israel. Malapetaka tersebut bersifat tidak
terhindarkan, sehingga umat Israel yang disebut dengan “orang-orang Benyamin”
diperingatkan untuk melarikan diri dan menyalakan tanda peringatan (Yeremia 6:1). Secara
kontekstual, Benyamin merupakan satu dari keduabelas suku Israel yang mendiami wilayah

2
James Strong, New Strong's Exhaustive Concordance (Nashville: Thomas Nelson Publisher, 2003), hlm.
3820.

3
Miss Dorothy Marx, Penjelasan Singkat tentang Kitab Yeremia (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1971), hlm.
48.
bagian utara, yakni tempat paling pertama yang diberi peringatan oleh Yeremia untuk
melarikan diri (Yeremia 4:5-6). Oleh karena itu, mereka diingatkan untuk mengungsi ke
bagian selatan Israel, tempat suku Yehuda menetap, sebab malapetaka yang akan menimpa
datang dari bagian utara.4 Ungkapan “..malapetaka mengintai dari utara..” merujuk pada
serangan oleh pasukan Kasdim, yang dianalogikan sebagai gembala beserta kawanan domba
yang akan melahap habis Israel (Israel atau Putri Sion dianalogikan sebagai padang yang
paling disukai. Bdk, Yeremia 6:2-3).5 Serangan tersebut datang dalam skala besar dan
menerpa seluruh wilayah Israel, sehingga upaya untuk melarikan adalah tindakan sia-sia
belaka. Hal ini dipertegas dengan analogi sederhana dalam ayat 2 dan 3. Israel dideskripsikan
sebagai padang rumput yang paling disukai, suatu gambaran feminim terhadap bangsa
tersebut yang juga dijuluki sebagai “Puteri Sion”, sehingga ia dengan mudahnya akan
ditaklukan oleh serangan tersebut.
Pada ayat 4-6, gambaran tentang kebinasaan Israel dijelaskan lewat dialog pihak musuh
yang mengindikasikan situasi tergesa-gesa untuk menyerang Israel. Hal ini tampak secara
jelas dalam ayat 4, khususnya pada penggalan kalimat “….. marilah kita menyerang pada
tengah hari..” dan “Celakalah kita, sebab matahari sudah lingsir..” Hal ini oleh Henry
Matthew dijelaskan sebagai sikap musuh yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan
terbaik untuk menyerang dan mereka merasa yakin akan memenangkan ekspansi tersebut,
sebab sekalipun mereka tidak mengenal Allah, hal tersebut telah ditanamkan dalam diri
mereka sebagai rencana-Nya.6 Musuh secara terburu-buru mengambil keputusan untuk
menyerang pada siang hari dan saat hari mulai gelap, mereka merasa terdesak untuk
melakukan penyerangan pada hari itu juga. Pada waktu malam, mereka bersepakat untuk
menyerang dan menghancurkan isi kota (Yeremia 6:5). Dalam arti tertentu, serangan tersebut
dimaknai sebagai kebesaran Allah yang dapat melaksanakan semua rencana-Nya, sekalipun
lewat orang atau bangsa yang tidak mengenal-Nya.
Hukuman-hukuman yang dialami oleh bangsa Israel dalam kisah Perjanjian Lama selalu
dinarasikan sebagai akibat dari dosa yang diperbuat (bdk. Amos 2:6, Yoel 3:3, Ulangan 1:34-
40). Hal yang sama pula dinarasikan oleh Yeremia dalam nubuatnya dalam perikop ini,
khususnya pada ayat 6 dan 7. Lewat kedua ayat tersebut Yeremia mengartikulasikan firman
Tuhan perihal situasi bangsa Israel yang penuh dengan dosa akibat tindakan-tindakan
kejahatan yang dibahasakan dengan term “penindasan, pukulan, aniaya dan kekerasan.”

4
Henry Matthew, Comentario Bíblico De Matthew Henry (Barcelona: Biblina Reina Valera, 1960), hlm. 1101.
5
Ibid.
6
Ibid, hlm. 1102.
Term-term tersebut secara biblis terangkum dalam kata “kekerasan” (Bahasa Ibrani: hamas)
yang muncul sebanyak enampuluh kali dalam Alkitab Ibrani dan dalam konteks Perjanjian
Lama diartikan sebagai ketidakadilan terhadap Tuhan dan sesama, serta berhubungan dengan
kejahatan struktural (bdk. Kejadian 6:11, 49: 5, Yesaya 53:9, 59:6). 7 Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan bahwa tindakan kejahatan Israel bersifat kolektiv dan sejatinya melibatkan
orang-orang yang memiliki kuasa di negeri tersebut. Dosa sebagai tindakan kolektiv bangsa
Israel telah menjadi habitus, sehingga tindakan kejahatan mereka dianalogikan sebagai “…
mata air yang meluapkan airnya...” Dosa tersebut bersifat intens dan dilakukan terus-menerus
tanpa adanya pertobatan, sehingga terhadap bangsa tersebut, Tuhan hanya mendapati
kejahatan “..Hanya penindasan saja di dalamnya” (Yeremia 6:6), “..luka dan pukulan selalu
ada Kulihat..” (Yeremia 6:7).

C. Pesan Teologis
Berdasarkan paralelisme dan eksegese biblis di atas, terdapat satu pesan teologis utama
dalam perikop Yeremia 6:1-7, yakni pertobatan yang menyelamatkan. Kodrat manusia secara
universal yang diwakilkan oleh bangsa Israel bersifat terbatas. Oleh karena itu, manusia dapat
dengan mudah jatuh ke dalam dosa. Hal ini secara nyata tampak dalam ziarah bangsa Israel
yang seringkali diwarnai dengan kejatuhan dan dosa. Dosa sebagai buah dari tindakan
kejahatan tentu bertentangan hakekat Allah yang adalah kebenaran dan hidup, sehingga dosa
hanya merusak relasi manusia dengan Allah dan menjauhkannya dari keselamatan. Terhadap
hal tersebut, manusia membutuhkan pertobatan sebagai bentuk pemulihan relasinya dengan
Allah dan upaya untuk memperoleh keselamatan. Kebinasaan yang menimpa Israel
merupakan konsekuensi dari sikap tidak bertobat dari kejahatan, sehingga pada saat yang
sama mereka sendirilah yang menghilangkan rahmat keselamatan atas diri mereka.
Allah menyadari keterbatasan dan keberdosaan manusia, sehingga Ia melalui para hamb-
Nya seperti Nabi Yeremia senantiasa mengingatkan manusia untuk mengadakan pertobatan.
Di luar Allah tidak ada kehidupan dan keselamatan (bdk.Yohanes 4:16). Oleh karena itu,
pertobatan sebagai upaya pemulihan relasi dengan Allah dan pemurnian jiwa merupakan
jalan paling efektif untuk memperoleh rahmat kehidupan cuma-cuma dari Allah. 8 Dalam
kisah Perjanjian Baru, rahmat kehidupan ini tampak secara nyata dalam tokoh Paulus yang
bertobat dan kemudian lewat rahmat Allah yang tidak disia-siakan, ia telah membawa banyak
orang untuk mengenal Kristus dan mengalami keselamatan yang dijanjikan oleh-Nya.

7
<https://en.wikipedia.org/wiki/The_Bible_and_violence>, diakses pada 16 Oktober 2023.
8
Benny Santoso, Pertobatan yang Membawa Kelimpahan (Yogyakarta: Andi Publisher, 2005), hlm. 98.

Anda mungkin juga menyukai