Anda di halaman 1dari 10

PAPER

PEMAHAMAN TENTANG PENGULANGAN FRASA “DAN ORANG ISRAEL MELAKUKAN PULA


APA YANG JAHAT DI MATA ALLAH” DALAM KITAB HAKIM-HAKIM
UNTUK MENOLONG GEMBALA MENGHADAPI JEMAAT YANG KERAS KEPALA

OLEH :

GANDA P DOLOKSARIBU

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI ALETHEIA

LAWANG
BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan seorang hamba Tuhan yang melayani sepenuh waktu dalam sebuah gereja sangat sulit dan
banyak tuntutannya. Hamba Tuhan penuh waktu dalam gereja salah satunya adalah gembala. Gembala
mengambil sebuah peranan yang sangat penting di dalam gereja. Peranan ini bukanlah suatu hal yang mudah
untuk dijalani, karena seorang gembala pasti akan menghadapi berbagai bentuk pergumulan di dalam gereja.
Pergumulan yang biasa dihadapi oleh seorang gembala tidak lepas hubungannya dengan jemaat. Jemaat terdiri
atas berbagai karakter yang beragam.

Salah satu karakter jemaat yang dapat menimbulkan masalah dalam gereja adalah keras kepala.
Karakter keras kepala ini nyata dalam sebuah gereja tempat di mana penulis melayani. Seorang anggota jemaat
selalu berpikiran negatif serta suka memberi kritikan yang pedas terhadap jemaat lain. Gembala gereja ini sudah
mengingatkan anggota jemaat berkali-kali, sebab banyak jemaat yang marah dan kecewa bahkan ada yang
sampai memutuskan untuk keluar dari persekutuan jemaat, namun ia tidak mendengar. Karakter keras kepala ini
membuat gembalanya menjadi kewalahan, bahkan merasa tidak sanggup untuk menghadapi situasi yang ada.
Pada akhirnya, gembalanya mengambil langkah untuk tidak mengungkit-ungkit atau berpura-pura tidak tahu
permasalahan yang terjadi.

Permasalahan yang sama juga terjadi pada zaman hakim-hakim. Sejarah hakim-hakim menghasilkan
pola atau siklus yang tetap, yakni orang Israel meninggalkan Tuhan untuk mengikuti allah-allah lain ; akibatnya
ialah Tuhan membiarkan mereka menderita di bawah tangan bangsa-bangsa Kanaan ; Israel memohon
pertolongan Tuhan ; Tuhan mengangkat seorang penyelamat ; Israel berbuat baik sampai hakim itu mati,
kemudian mereka kembali lagi pada kejahatan yang mereka lakukan. Pola ini menggambarkan karakter bangsa
Israel yang keras kepala dan tegar tengkuk. Orang Israel terus menerus melakukan ketidaktaatan kepada Allah,
sekalipun Allah telah menjatuhkan hukuman bagi mereka. Uniknya, penggambaran siklus (pasal 3-16) dimulai
dengan frasa “Orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan” yang terus diulang sepanjang pasal ini.

Pengulangan frasa “ dan orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan” juga selalu diikuti oleh
respon Allah atas perbuatan yang mereka lakukan. Allah memberikan disiplin dengan penghukuman yang
dilimpahkan atas mereka. Namun, disiplin yang diberikan Allah adalah displin atas dasar kasih karunia. 1
Demikianlah pemahaman atas pengulangan frasa ini dapat dijadikan gembala yang melayani di gereja sebagai
dasar untuk memahami cara Allah menaklukkan karakter keras kepala umat-Nya yakni bangsa Israel.
Pemahaman ini akan menolong gembala untuk menghadapi jemaat yang kerasa kepala.

BAB II
1
Federico Villanueva, JUDGES : A Pastoral and Contextual Commentary, Asia Bible Commentary, (Langham : A & C
Publisher, 2016), 34
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemunculan Frase

Andrew E.Hill dan John H.Walton mengungkapkan bahwa frasa “orang Israel melakukan apa yang jahat
di mata TUHAN” ini muncul pada pasal 3-16 sebanyak tujuh kali. Frasa ini muncul pada 2:11 ; 3:7 ; 12 ; 4:1 ;
6:1 ; 10:6 ; dan 13;1. 2 Kemunculan ini dijelaskan lebih lanjut oleh Trent C.Buttler bahwa kitab Hakim-Hakim
mendefiniskan maksud dari kata “jahat” muncul sebanyak dua kali, yakni pada 2:11 dan 3:7. Buttler
menjelaskan bahwa perilaku jahat yang mereka lakukan adalah meninggalkan atau mengabaikan Yahweh
3
sebagai Allah dan menundukkan diri kepada allah-allah orang Kanaan yang disebut Baal dan Asyera. Frase
yang muncul sebanyak tujuh kali ini memberikan kesan betapa keras kepalanya bangsa Israel. Mereka sudah
diingatkan berkali-kali oleh Allah, namun mereka melakukan kembali hal yang sama. Mereka melakukan
perbuatan jahat, yakni meninggalkan Allah mereka dan mengabdikan diri kepada ilah-ilah bangsa lain.
2.2 Keistimewaan Frase

Hill dan Walton menjelaskan bahwa frasa “ora ng Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN”
menujukkan kecenderungan bangsa Israel ke arah kemurtadan teologis. 4 Lebih lanjut Villanueva menjelaskan
bahwa dalam beberapa konteks, frasa ini mengandung sebuah komponen yang berkaitan dengan moral etika.
Alasannya adalah bahwa frasa ini secara sederhana bermakna melakukan sesuatu yang berbahaya atau tidak
menguntungkan atau melakukan sesuatu yang menyebabkan penderitaan atau kesakitan. 5 Melalui kedua gagasan
ini, dapat dilihat bahwa keistimewaan frase ini terletak pada kesan yang hendak ditunjukkan oleh frase ini.
Kesan itu berkaitan dengan tindakan bangsa Israel yang melakukan tindakan yang melanggar moral dan etika.
Lebih parahnya lagi, mereka melakukan tindakan tersebut kepada Allah Israel, Pribadi yang bersama-sama
dengan mereka melewati sejarah kehidupan mereka selama masa perbudakan hingga mereka mengalami
pembebasan.

2.3 Keistimewaan Pengulangan Frase

Hill dan Walton mengungkapkan bahwa dalam siklus yang diulang dalam kitab Hakim-Hakim ini
membahas tentang kemurtadan bangsa Israel. Alasan yang dikemukakan Hill dan Walton adalah tidak
ditemukannya pembacaan dalam pengulangan frase ini bahwa bangsa Israel mengalami pertobatan. 6 Hal ini
menunjukkan bahwa pengulangan frase ini semakin memperkuat bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang keras
kepala. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena mereka tidak mengalami pertobatan, padahal Allah telah

2
Andrew E.Hill dan John H.Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang : Gandum Mas, 1996), 282.
3
Trent C.Butler, JUDGES, Word Biblical Commentary Vol.8 , (USA :Zondervan), lxxvii.
4
Hill, Survei Perjanjian, 282.
5
Villanueva, JUDGES, 29.
6
Hill Survei Perjanjian, 284.
memberikan kepada mereka disiplin berupa penghukuman. Namun, yang terjadi adalah mereka justru melakukan
kesalahan yang sama. Tindakan mereka yang keras kepala itu diperkuat dengan pengulangan frase ini.

Namun, sisi lain diungkapkan oleh Hill dan Walton. Keduanya mengungkapkan bahwa pengulangan
frasa ini hendak membuktikan kemurahan Tuhan. 7 Hal ini menunjukkan bahwa selain kemurtadan bangsa Israel
yang ditonjokan, dalam kemurtadan mereka pun kasih karunia Allah Israel dinyatakan dalam pengulangan frasa
ini. Allah yang panjang sabar dan setia dalam menghadapi kemurtadan dan ketidakdilan yang merajalela.
Kegagalan umat itu untuk memenuhi perjanjian dikontraskan dengan kesetiaan Allah dalam memelihara
perjanjian-Nya.

2.4 Hubungan Frasa dengan Kitab Yosua

J.Alberto Soggin dalam tulisannya mengungkapkan bahwa Kitab Hakim-Hakim memang dimaksudkan
8
untuk melanjutkan cerita dari kitab sebelumnya, yakni kitab Yosua. Hal ini tampak pada kalimat yang
mengawali kitab ini, yakni pasal 1 ayat 1 “Sesudah Yosua mati, orang Israel bertanya kepada TUHAN:
"Siapakah dari pada kami yang harus lebih dahulu maju menghadapi orang Kanaan untuk berperang melawan
mereka?” Bagian ini setidaknya menjelaskan dua hal :

1. Penggambaran kondisi di mana bangsa Israel mengalami kekosongan dalam hal kepemimpinan. Tidak
ada generasi yang melanjutkan kepemimpinan Yosua. Hal ini ditunjukkan dengan adanya campur
tangan Tuhan. Kaum Yehuda dipilih secara langsung oleh Tuhan untuk merebut tanah Kanaan (ayat 2)

2. Pelaksanaan tugas yang belum diselesaikan pada era Yosua (Yosua 13:1-6). Pada pasalnya yang kedua
bangsa Israel tidak melaksanakan tugas ini. Mereka tidak menghalau bangsa-bangsa sisa yang ada di
Kanaan.9 Bangsa-bangsa lain perlu dihalau karena Kanaan hanya secara formal berada dalam
penguasaan umat Israel berdasarkan penaklukan. Namun, Kanaan belum dikuasai atau diperintah oleh
bangsa Israel. Kegagalan tersebut pada akhirnya mengakibatkan kemurtadan bangsa Israel 10

Hubungan frasa dengan kitab Yosua dijelaskan lagi oleh Hill dan Walton dengan memberikan
penjelasan lebih lanjut tentangnya, yakni :

“Pada waktu Yosua membaharui perjanjian dengan umat Israel di Sikhem, mereka
menegaskan bahwa mereka tidak akan pernah meninggalkan Tuhan untuk ilah-ilah
lain setelah segala sesuatu yang telah diperbuat-Nya bagi mereka, Yosua menjawab
bahwa mereka tidak akan mampu untuk hidup bagi Tuhan, mereka akan tidak setia,
dan akan mendatangkanbencaa atas diri mereka sendiri (Yosua 24:16-20). Sewaktu
hal-hal yang ditakutkan Yosua benar-benar menjadi kenyataan, maka selama
beberapa abad, Tuhan secara berkala memberikan pemimpin-pemimpin yang datang

7
Hill, Survei Perjanjian, 283.
8
J.Alberto Soggin, Di Zaman Pemerintahan Para Hakim, (Jakarta : BPK Gunung Mulia), 7.
9
Diktat
10
Hill, Survei Perjanjian, 283-284.
membantu Israel tepat saat mereka berada di ambang kepunahan. Pemimpin-
pemimpin ini disebut “pelepas” atau “orang yang membawa keadilan” – “hakim-
hakim.””11

Melalui penjelasan ini dapat dilihat bahwa pengulangan frasa ini berkaitan dengan perjanjian bangsa
Israel dengan Tuhan di Sikhem. Perjanjian untuk tetap setia kepada Tuhan, yakni melakukan apa yang baik di
mata Tuhan. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada Kitab Hakim-Hakim yang tampak jelas pada pengulangan
frasa ini. Bangsa Israel justru tidak berlaku setia kepada Tuhan. Mereka menyembah allah-allah lain dan
mengkhianati janji antara mereka dengan Tuhan.

Menurut Eslinger yang dikutip oleh Maltus Maleachi bahwa beberapa perubahan susunan dari Yosua
24:28-31 dalam kitab Hakim-Hakim menunjukkan penekanan bahwa bangsa Israel harus terus menyembah
TUHAN selama ada orang yang telah nyata melihat segala pekerjaan besar yang TUHAN telah lakukan bagi
Israel. Maleachi menjelaskan lebih lanjut bahwa perubahan tersebut menunjukkan bahwa problema yang ada
timbul setelah peralihan generasi.12 Hal ini menunjukkan bahwa generasi awal bangsa Israel yang hidup bersama
dengan Yosua setia karena menyaksikan perbuatan TUHAN. Namun, generasi baru yang tidak menyaksikan hal
itu dapat disimpulkan bahwa ketidaksetiaan mereka disebabkan oleh tidak adanya pengalaman langsung akan
kebesaran TUHAN.

2.5 Waktu Hidup para Hakim

Demikianlah penjelasan riwayat hidup para hakim pada masa pemerintahannya :


1. Otniel (Hakim-Hakim 3:7-11). Ia dikenal sebagai figur yang ideal sebagai seorang hakim.
Kepemimpinan hakim ini membawa bangsa Israel mengalami keamanan selama 40 tahun.
2. Ehud (Hakim-Hakim 3:12-30). Ia menyelamatkan orang-orang Israel melalui kebohongan dan tipu
daya. Selama hakim ini hidup, bangsa Israel mengalami keamanan selama 80 tahun.
3. Samgar (3:31). Ia mengalahkan musuh dengan “tongkat penghalau lembu” dan ia berhasul
menyelamatkan bangsa Israel dari serangan Filistin.
4. Debora (Hakim-Hakim 4:1-5:31). Kepemimpinannya membuktikan tidak adanya pemimpin laki-laki
yang kompeten di antara orang Israel.
5. Gideon (Hakim-Hakim 6:1-9:56). Ia adalah seorang yang penakut (6:15 ; 27 ; 7:10) dan selalu minta
tanda (6:17-21 ; 36-40; 7;11-14), sehingga Tuhan perlu melatihnya untuk percaya kepada-Nya (7:1-
8 ; 15-22). Pada akhir hidupnya, ia menyebabkan orang Israel terjebak dalam penyembahan berhaka
(8:27). Anaknyaa pun menyebabkan malapetaka bagi orang-orang Israel (9:1-52).
6. Abimelek (Hakim-Hakim 9)
7. Tola (Hakim-Hakim 10:1-2)
11
Hill, Survei Perjanjian, 277
12
Martus A. Maleachi, “Anugerah Demi Anugerah Tuhan Sebagai Respons Atas Kegagalan Demi Kegagalan Manusia :
Suatu Upaya Untuk Mengerti Berita Kitab hakim-Hakim Berdasarkan 2:6-3:6”, VERITAS: Jurnal Teologi dan Pelayanan
Vol.3, (2002), 139-140.
8. Yair (Hakim-Hakim 10:3-5)
9. Yefta (Hakim-Hakim11:1-12:7). Ia berasal dari perempuan sundal (11:1) dan hidup sebagai
perampok. Ia secara ceroboh mengucapkan nazar yang bodoh (11:29-40).
10. Ebzan (Hakim-Hakim 12:8-10)
11. Elon (Hakim-Hakim 12:11-12)
12. Abdon (Hakim-Hakim 12:13-15)
13. Simson (Hakim-Hakim 13:1-16:31). Seorang yang melampiaskan hawa nafsu sesuka hati. 13
Jabatan para hakim dalam periode sejarah umat Israel bukanlah suatu hal yang mudah untuk
dijelaskan. Para hakim ini tidak dpilih dan juga tidak mewarisi jabatan mereka. Mereka tidak diangkat
secara resmi dan juga tidak mengalami proses pengurapan oleh Allah, sebagaimana seorang pemimpin
harus diurapi terlebih dahulu oleh Allah. Mereka disebut pmimpin-pemimpin kharismatik, akrena
mereka secara spontan mengambil peran kepemimpinan hanya ketika kebutuhan muncul. 14 Hal ini
memberikan penjelasan bahwa kehidupan para hakim selama mereka menjabat adalah bagian dari
rencana Allah atas hidup mereka dan atas kehidupan bangsa Israel.

2.6 Respon Allah

Robert B. Chisholm mengungkapkan bahwa respon Allah terhadap kegagalan bangsa Israel
merupakan tema yang ditekankan pada kitab Hakim-Hakim. 15 Lebih lanjut ia menejelaskan bahwa
Tuhan mengizinkan umat-Nya mengalami perlawanan oleh musuh-musuh untuk membuat mereka
teringat akan janji mereka kepada Allah. Namun, melalui hal tersebut Allah tidak membiarkan bangsa
Israel melaluinya sendiri.16 Melalui hal ini, dapat dilihat bahwa Allah mengasihi umat-Nya. Ia
menghukum umat-Nya dengan jalan mendatangkan musuh-musuh untuk menyerang mereka. Namun,
penghukuman yang diberikan Allah berikan justru menunjukkan kasih setia-Nya kepada bangsa Israel.
Villanueva menjelaskan hal ini lebih lanjut dengan mengungkapkan bahwa tindakan Allah mengizinkan
bangsa Israel diserang oleh bangsa-bangsa lain menunjukkan cara Allah untuk mengubah pola hidup
jahat yang dilakukan oleh umat-Nya yang berdosa. Allah tidak memberikan “full punishment” kepada
umat-Nya, sebab Ia hanya bertujuan untuk memberikan disiplin yang didasarkan oleh kasih karunia. 17
Kasih setia Allah ditunjukkan dengan tidak membiarkan bangsa Israel menghadapi perlawanan itu
sendiri. Namun, Ia mengangkat bagi mereka hakim-hakim untuk menolong mereka.

13
Nike Pamela, “Hakim-Hakim”, Diktat Kitab-Kitab Sejarah Perjanjian Lama, (2018), 3-4.
14
Hill, Survei Perjanjian, 285
15
Robert B. Chisholm Jr, Interpreting The Historical Books: An Exegetical Handbook, (Grand Rapids : Kregel Publication,
2006), 196.
16
Robert, Interpretating The Histirical, 197
17
Villanueva, JUDGES, 34.
Pada sisi lain, Maleachi menjelaskan bahwa sebelum memberikan penghukuman, sesungguhnya
Allah telah memperingatkan mereka dengan sumpah (kemungkinan merujuk pada Ulangan 6:12-15 yang
dikutip di ayat 12)18 Hal ini menunjukkan bahwa respon Allah pertama kali adalah memberikan
peringatan kepada bangsa Israel. Allah seakan-akan menindas mereka dengan tujuan menyadarkan
mereka. Namun, demikianlah keras kepalanya bangsa Israel, mereka tidak menyadari peringatan itu.

Villanueva menjelaskan bahwa salah satu yang Allah lakukan dalam menghadapi bangsa Israel yang
tegar tengkuk adalah pada ayat 2:16, yakni menghadirkan para hakim bagi bangsa Israel. 19 Lebih lanjut,
para hakim dalam Kitab Hakim-Hakim memiliki fungsi dari hakim-hakim yang semestinya. Mereka
sama sekali tidak berfungsi untuk menegakkan hukum ataupun menghakimi bangsa Israel, namun justru
menjauhkan bangsa Israel dari para musuh. Para hakim memiliki tiga fungsi berikut, yakni: 1)
memutuskan kasus-kasus yang legal, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan penyerangan. 2) Seorang
yang melepaskan atau penyelamat. 3)Sebagai pemimpin.

18
Maleachi, “Anugerah Demi”, 142
19
Villanueva, JUDGES, 33.
BAB III

APLIKASI PASTORAL

Jemaat yang memiliki karakter keras kepala adalah salah satu tipe jemaat pembuat masalah dalam
gereja. Seorang jemaat yang memiliki karakter keras kepala adalah ia yang sulit untuk diatur dan bersih tegang
dengan kemauannya sendiri, sekalipun ia sudah diberitahu bahwa ia melakukan suatu hal yang salah.
Sebagaimana kasus yang telah dipaparkan oleh penulis di atas, tak jarang jemaat yang keras kepala menjadi batu
sandungan bagi jemaat lain. Karakter ini bisa membuat jemaat lain “angkat kaki” dari gereja.

Lantas, bagaimana seharusnya seorang gembala menghadapi jemaat yang memiliki karakter keras kepala
ini? Sebagaimana kasus nyata yang dipaparkan oleh penulis di atas, tak jarang jemaat yang memiliki karakter
keras kepala juga membuat gembalanya menjadi kewalahan. Bahkan, gembalanya merasa tidak sanggup untuk
menghadapi situasi demikian. Pada akhirnya, sebagaimana kasus di atas, ada gembala yang mengambil langkah
untuk tidak mengungkit-ungkit permasalahan karakter jemaat ini. Gembala berpura-pura tidak tahu tentang
jemaat ini. Namun, sampai kapan seorang gembala akan terus berpura-pura tidak tahu? Apakah tindakan ini akan
menyelesaikan masalah? Tidak. Oleh sebab itu, penulisan makalah berjudul “ Pemahaman Frasa “Dan Orang
Israel Melakukan Pula Apa yang Jahat di Mata Allah” dalam Kitab Hakim-Hakim untuk Menolong Gembala
Menghadapi Jemaat yang Keras Kepala” diharapkan dapat menolong gembala menghadapi jemaat yang keras
kepala.

Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan, penulis menemukan bahwa frasa yang muncul sebanyak
tujuh kali ini dalam kitab Hakim-Hakim mengindikasikan kejahatan bangsa Israel. Mereka berkali-kali
diingatkan oleh Tuhan Allah, namun mereka melakukan kembali kesalahan yang sama. Kesalahan ini bermula
dari kematian Yosua dan berhubungan dengan kemurtadan teologis, yakni mereka meninggalkan Allah mereka
dan mengabdikan diri kepada ilah-ilah bangsa lain. Lantas, bagaimana respon Allah menghadapi perilaku bangsa
Israel yang keras kepala atau tegar tengkuk ini? Respon Allah dalam menghadapi ketegartengkukkan bangsa
Israel dalam kitab Hakim-Hakim ini memberikan gambaran gembala yang menghadapi jemaatnya yang keras
kepala atau tegar tengkuk. Oleh sebab itu, berikut adalah langkah-langkah pastoral yang dapat dilakukan oleh
gembala dalam menghadapi jemaat yang keras kepala, sebagaimana Allah menghadapi umat Israel yang juga
keras kepala atau tegar tengkuk.

1. Memberikan disiplin

Allah mendisiplin bangsa Israel dengan jalan mengizinkan mereka mengalami perlawanan dari
bangsa-bangsa lain. Namun, perlawanan ini bukan dilakukan dengan maksud untuk membiarkan
bangsa Israel mengalami penderitaan. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Chishom bahwa disiplin
ini bertujuan untuk membuat bangsa Israel mengingat kembali akan perjanjian mereka kepada Allah,
yakni yang terdapat dalam Yosua 24:16-20, bahwa mereka akan setia kepada Allah dan mereka juga
berjanji untuk menumpas bangsa-bangsa yang tersisa di tanah Kanaan. Sebagaimana para ahli
mengungkapkan bahwa disiplin yang diberikan Allah ini adalah disiplin yang dilakukan atas dasar
kasih. Hal ini tampak dari respon bangsa Israel setelah Allah memberikan disiplin terhadap mereka.
Bangsa Israel berseru kepada Tuhan.

Hal serupa juga dapat dilakukan oleh gembala dalam penggembalaannya terhadap jemaat yang
keras kepala. Gembala dapat memberikan disiplin kepada jemaat yang keras kepala. Disiplin ini
dapat berupa pemberhentian dari pelayanan untuk sementara waktu, atau pengakuan maaf di depan
seluruh jemaat atau bahkan pada level yang lebih ekstrem adalah dijauhkan dari persektuan jemaat.
Namun, satu hal yang perlu diingat oleh gembala adalah tindakan ini tidak didasarkan atas rasa
benci atau kewenangan yang ia miliki untuk melengserkan jemaat. Tujuannya adalah untuk
membuat jemaat menyadari akan kesalahan yang ia lakukan, kesalahan yang membuatnya ditegur
berkali-kali oleh gembala hingga diberhentikan dari pelayanan atau dijauhkan dari persekutuan
jemaat. Dalam masa disiplin ini, gembala tidak hanya diam saja. Namun, ia memperhatikan
kehidupan jemaat yang mengalami disiplin ini. Suatu kali, ketika ia bertobat, tentunya dengan
pertolongan Roh Kudus, dan ia kembali ke gereja, sang gembala harus dengan penuh kasih
menghargai proses pertobatan yang ia telah alami.

2. Menghadirkan figur ketiga

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Villanueva bahwa salah satu cara Allah menghadapi
ketegartengkukan bangsa Israel adalah dengan jalan mengadirkan pihak lain, selain Allah dan
bangsa Israel, yakni para hakim. Para hakim sebagaimana yang dijelaskan oleh Villanueva tidak
berperan sebagaimana para hakim semestinya, yakni menghakimi dan memutuskan kesalahan-
kesalahan yang dilakukan oleh bangsa Israel. Sebagaimana dicatat dalam Hakim-Hakim 2:18,
bahwa ketika Tuhan mengangkat hakim tersebut, Tuhan Allah selalu menyertai hakim tersebut. Hal
ini memberikan pemahaman bahwa pemilihan Allah terhadap orang-orang yang Ia pakai sebagai
perantara, juga Ia sertai. Penyertaan itulah yang membuat para hakim mampu memimpin bangsa
Israel. Penyertaan itu pula yang membuat mereka melihat figur Allah yang penuh kasih memimpin
kehidupan mereka.

Pada konteks zaman hari ini, bisa jadi jemaat tersebut keras kepala, sebab ia sendiri tidak tahu
letak kesalahannya, sehingga ia terus menerus melakukan kesalahan yang sama. Menanggapi hal
tersebut, sebagaimana yang Allah lakukan adalah menghadirkan figur pengantara gembala dengan
jemaat. W.C Allen yang dikutip oleh Yohanes Lumi Tumanan dalam jurnalnya mengungkapkan
bahwa orang ketiga dapat dihadirkan sebagai saksi. Tujuan dari pengahadiran orang ketiga ini
adalah sebagai agen untuk melakukan rekonsiliasi, bukan melakukan perlawanan atau mencari-cari
kesalahan.20 Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pihak ketia, sebagai figur ketiga ini adalah orang
lain yang tahu masalah untuk memperkuat teguran yang telah disampaikan oleh gembala atau
pemimpin gereja lainnya, sehingga pelaku dapat menyadari betapa seriusnya situasi karakter yang
ia milki. Sebagaimana J.J de Heer mengungkapkan bahwa hadirnya pihak ketiga dalam
penyelesaian masalah di gereja adalah baik dengan alasan :1) Teguran yang diberikan dua atau tiga
orang adalah lebih kuat daripada teguran yang diucapkan oleh satu orang saja. 2)Pembicaraan akan
menjadi lebih matang dan lengkap. 3)Andaikata orang yang ditegur tetap saja berkeras, maka dua
atau tiga orang tersebut dapat menjadi saksi dalam jemaat tentang pembicaraan yang telah diadakan.

Melalui pemahaman di atas, dapat disimpulkan bahwa gembala dapat menghadirkan orang
ketiga dengan tujuannya untuk memberitahu jemaat tersebut akan kesalahan yang ia lakukan.
Kehadiran pihak ketiga membuat jemaat menjadi lebih yakin tentang kesalahan yang ia lakukan.
Namun, satu hal yang tidak kalah penting yang dilakukan oleh gembala adalah tetap mengawasi
kedua belah pihak, baik jemaat maupun pihak ketiga tersebut. Pihak ketiga yang dipercayakan oleh
gembala harus tetap diawasi oleh gembala, tujuannya adalah agar gembala memperhatikan
perkembangan jemaat tersebut melalui pihak ketiga ini. Tujuan lainnya adalah agar pihak ketiga
juga tetap berada pada jalur netral, tidak memihak baik kepada jemaat maupun kepada gembala.
Jemaat juga harus tetap diperhatikan oleh gembala. Tujuannya adalah untuk membuat jemaat
menyadari bahwa melalui kehadiran pihak ketiga ini, ia merasa dikasihi.

20 ?
Yohanes Lumi Tumanan, ”Disiplin Gereja Berdasarkan Injil Matius 18:15-17 dan Implementasinya dalam Gereja Masa
Kini”, 40.

Anda mungkin juga menyukai