Anda di halaman 1dari 6

Setiap orang pasti pernah berharap.

Ironisnya, setiap orang juga pernah mengalami pengharapan tersebut


kandas di tengah jalan. Ada beragam faktor penyebab. Salah satunya adalah memiliki pengharapan yang
salah atau berharap pada yang benar dengan cara yang salah.
Bangsa Israel melakukan kesalahan di atas. Mereka menganggap TUHAN sebagai pembela padahal TUHAN
sedang menjadi musuh mereka. Mereka mengharapkan kedatangan TUHAN dengan segera dan meyakini
bahwa semua akan menjadi baik-baik saja. Ternyata yang akan terjadi pada mereka justru kebalikannya.
TUHAN memang datang dengan segera, tetapi untuk menjatuhkan hukuman atas mereka.
Melalui teks hari ini kita akan belajar dua hal yang sangat dibutuhkan oleh umat TUHAN: teologi yang benar
dan ibadah yang benar. Apa yang kita percayai harus lurus, begitupula ibadah kita harus tulus. Dua-duanya
harus sama-sama ada.

Konsep tentang Hari TUHAN yang salah (5:18-20)


Ide tentang kedatangan TUHAN sudah disinggung di akhir ayat 17. Ketika TUHAN berjalan di tengah-tengah
umat-Nya, yang akan terjadi adalah ratapan. Dia datang untuk menjatuhkan hukuman atas ketidaktaatan.
Ayat 18-20 melanjutkan ide ini secara lebih spesifik dan detail. Kedatangan TUHAN yang dimaksud di ayat
17 ternyata bukan kedatangan yang biasa. Amos sedang membicarakan tentang kedatangan TUHAN pada
momen yang khusus yang disebut Hari TUHAN.
Istilah “Hari TUHAN” berkali-kali muncul dalam Alkitab, terutama dalam kitab para nabi (Yes. 13:6, 9; Yer.
46:10; Yeh. 13:5; 30:3; Yl. 1:15; 2:1, 11, 31; 3:14; Am. 5:18, 20; Ob. 1:15; Zef. 1:7, 14). Dari semua
pemunculan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Hari TUHAN bersifat futuris (eskhatologis) dan dalam
konteks peperangan. Pada hari itu Allah akan menampakkan diri-Nya dengan segala kekuasaan dan
kegemilangan-Nya. Yeremia menjelaskan Hari TUHAN sebagai berikut: “Hari itu ialah hari Tuhan ALLAH
semesta alam, hari pembalasan untuk melakukan pembalasan kepada para lawan-Nya” (Yer. 46:10a).
Walaupun sama-sama menggunakan istilah “Hari TUHAN” dan meyakini kedatangan Allah yang segera,
Amos dan bangsa Israel ternyata memiliki pemahaman yang berbeda tentang hari itu. Walaupun sama-
sama mengharapkan kedatangan hari itu, keduanya memiliki pengharapan dan respons yang berbeda. Bagi
Amos, Hari TUHAN berarti hari kekalahan. Bagi bangsa Israel, kedatangan hari itu merupakan hari
kemenangan.
Amos menegur konsep teologis yang keliru dan pengharapan yang palsu ini. Tindakan bangsa Israel yang
menginginkan Hari TUHAN merupakan sebuah kesalahan besar. Hari itu merupakan momen celaka (5:18a),
bukan bahagia. TUHAN memang akan datang dengan segala kemuliaan-Nya yang bersinar, tetapi bagi
bangsa Israel hari itu justru merupakan kegelapan. Tiga kali Amos menegaskan hal ini: kegelapan bukan
terang (5:18a, 20a), kelam kabut dan tidak bercahaya (5:20b). Ada pertentangan antara pemahaman Amos
dan bangsa Israel.
Inti perbedaan terletak pada identifikasi “lawan” yang akan diperangi oleh TUHAN. Bangsa Israel memahami
“lawan” sebagai bangsa asing, entah Asyur atau Babel, yang akan mencoba menguasai Israel. Berbagai
ancaman hukuman yang sudah diucapkan oleh Amos sejak pasal 1 tidak terlalu dihiraukan. Hukuman
berupa kekalahan perang sukar dimengerti oleh bangsa Israel. Bagaimana mungkin TUHAN membiarkan
umat-Nya dikalahkan oleh lawan-lawan-Nya? Bangsa Israel merasa diri mereka aman-aman saja.
Dalam situasi seperti ini, Amos menekankan dua aspek dari kedatangan Hari TUHAN: kepastian dan kejutan.
Kepastian, karena Allah yang kudus dan adil pasti akan menjatuhkan hukuman atas pelanggaran. Kejutan,
karena bangsa Israel tidak akan menyangka bahwa yang akan diperangi dan dihukum oleh TUHAN adalah
mereka sendiri.
Dua poin di atas diterangkan melalui metafora serangan binatang-binatang buas (5:19). Baik singa, beruang
maupun ular merupakan predator yang ganas dan kuat. Melarikan diri dari singa jelas sukar dilakukan.
Kalaupun hal itu berhasil dilakukan, bahaya lain (beruang) sudah siap menghadang. Bahkan ketika
seseorang sudah sampai di rumah dan beristirahat sejenak (“bertopang dengan tangannya di dinding”), ular
sudah siap memagutnya. Orang itu pasti akan terkejut karena mengira dia sudah aman berada di rumahnya
sendiri.
Dari kesalahan bangsa Israel tersebut kita belajar bahwa teologi yang benar sangat dibutuhkan supaya tidak
terjadi kekecewaan. Teologi yang keliru memang seringkali memberikan pengharapan yang palsu.
Kita juga belajar bahwa tidak ada yang lebih berbahaya daripada bersandar dengan tenang pada sesuatu
yang tidak bisa diandalkan untuk mendapatkan keamanan. Kejatuhan adalah keniscayaan dan akan sangat
mengejutkan. Akan jauh lebih baik apabila seseorang menyadari potensi bahaya dan mulai berjaga-jaga.

Praktek ibadah yang tidak benar (5:21-24)


Teguran mengenai ibadah yang tidak benar di 5:21-24 memiliki keterkaitan dengan konsep teologis dan
pengharapan yang tidak benar di 5:18-20. Pengharapan yang keliru tersebut berhubungan dengan ibadah
bangsa Israel. Bangsa ini tidak merasa diri sebagai lawan TUHAN karena mereka merasa masih beribadah
kepada-Nya. Mereka tidak meninggalkan TUHAN.
Kesalahan ini sangat mungkin dipengaruhi oleh konsep populer dalam ibadah-ibadah kuno yang dilakukan
oleh bangsa-bangsa lain. Para pemuja berhala terbiasa melihat persembahan korban kepada para dewa
sebagai bagian terpenting dalam keagamaan mereka. Ibadah komunal ini tidak terlalu berpengaruh
terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Selama para dewa tersebut tetap dilayani melalui sesajen atau
korban, kehidupan mereka akan baik-baik saja. Para dewa tidak akan mendatangkan malapetaka kepada
mereka.
Konsep ini jelas bertabrakan dengan ajaran Alkitab. Tidak ada pemisahan antara ibadah komunal dan
kehidupan moral. Ibadah yang benar melampaui batasan bangunan dan aturan ritual.
Jika dilihat secara teliti, tidak ada kekeliruan ritual dalam ibadah komunal bangsa Israel di 5:21-24. Semua
yang dilakukan mereka memang diperintahkan di dalam Kitab Taurat. Allah memang menghendaki
persembahan korban dari umat-Nya (misalnya Im. 1-4). Umat Allah juga dinasihati untuk mengingat dan
merayakan karya Allah yang ajaib melalui hari raya-hari raya tertentu (misalnya Kel. 12:14, 17; 13:6). TUHAN
juga menyukai puji-pujian umat-Nya (Mzm. 92, 95, 96, 98, 100, dsb). Bangsa Israel pada jaman Amos bahkan
tidak segan-segan untuk memberikan persembahan korban yang tambun (5:22 “korban keselamatanmu
berupa ternak yang tambun”).
Yang salah adalah ibadah yang tidak membawa pengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan secara utuh.
Ibadah bukan sekadar pertunjukan keindahan liturgi yang terpisah dari motivasi hati. Liturgi seharusnya
melayani relasi.
Ibadah yang tidak berdampak bukan sekadar ibadah yang tidak berguna. TUHAN tidak hanya menolak atau
mengabaikan, tetapi Dia memandang ibadah itu dengan respons yang sangat negatif. Ibadah semacam ini
justru “menyusahkan” Allah. TUHAN membenci, menghinakan, tidak senang, tidak suka, tidak mau pandang,
tidak mau dengar. TUHAN memerintahkan bangsa Israel untuk menjauhkan ibadah seperti itu dari hadapan-
Nya (5:23a “Jauhkanlah daripada-Ku”). Ibadah yang tidak benar merupakan perlawanan terhadap hati
TUHAN.
Menurut Alkitab, ritual yang dipisahkan dari moral merupakan praktek yang tidak rasional. Bagaimana
mungkin seseorang memuji sifat-sifat Allah (misalnya keadilan dan kebenaran-Nya) tetapi dalam kehidupan
sehari-hari membenci sifat-sifat itu? Bagaimana mungkin seseorang mematuhi perintah Allah untuk
melakukan ibadah komunal tetapi melanggar perintah-perintah-Nya yang lain? Bagaimana mungkin
seseorang mempersembahkan korban penghapus dosa tetapi tanpa mengakui dosa-dosanya? Bagaimana
mungkin seseorang dengan antusias mengingat semua karya Allah tetapi melupakan kehendak-Nya bagi
dia?
Yang diharapkan oleh TUHAN adalah keadilan dan kebenaran yang melimpah dan konsisten. Air yang
bergulung-gulung (5:24a) merujuk pada ombak di lautan yang kuat dan tidak pernah berhenti, bukan
sekadar air yang menggenang atau mengalir pelan. Sungai yang selalu mengalir (5:24b) lebih merujuk pada
aliran mata air yang terus ada, bukan sekadar wadi yang sekadar menadah hujan atau menerima air dari
tempat lain. Dengan kata lain, TUHAN menginginkan agar kebenaran dan keadilan terlihat begitu dominan
dalam kehidupan umat-Nya.
Injil Yesus Kristus merupakan bukti dan dasar untuk berharap bahwa dominasi kebenaran dan keadilan
bukanlah sebuah kemustahilan. Pada salib Kristus keadilan dan kebenaran Allah dipuaskan (Rm. 3:21-26).
Pada kebangkitan-Nya pengharapan disegarkan. Melalui kekuatan Injil inilah kita dimampukan untuk hidup
dalam kebenaran dan keadilan. Soli Deo Gloria

Siapa Amos: Seorang nabi Perjanjian Lama yang bernubuat dari kira-kira tahun 792 sampai 740 SM pada
masa Uzia, raja Yehuda, dan Yerobeam, raja Israel. Pada saat itu Bangsa Israel mengalami masa kejayaan
(ekonomi & politik)
Amos adalah seorang peternak domba dan penduduk asli dari Tekoa (saat ini di dalam kota Palestina
modern, Tuqu') Amos 1:1, suatu desa di pinggiran Kerajaan Yehuda, kira-kira 16 km di sebelah selatan
Betlehem.
Amos termasuk dalam 12 Nabi kecil di dalam kitab perjanjian lama.

Banyak dari nubuat Amos memperingatkan Israel dan bangsa-bangsa tetangganya untuk kembali pada
kesalehan. Pasal 1–5 memanggil Israel dan bangsa-bangsa tetangganya untuk bertobat.

Materi Nabi Amos  Saat ini kita sering mengdengar orang-orang yang ditangkap oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Orang-orang yang ditangkap itu biasanya melakukan tindak pidana korupsi.
Contoh korupsi: memakai dana pendidikan untuk kepentingan pribadi, mengambil uang milik rakyat, suap
menyuap dan lain-lain.  Korupsi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun juga dilakukan sebagian
besar orang, baik yang dewasa maupun anak-anak. Korupsi dapat berupa korupsi waktu, korupsi uang.
Korupsi sangat dilarang oleh semua agama, karena korupsi berarti kita mengambil hak orang lain untuk
kepentingan pribadi dan merugikan orang lain.  Korupsi merupakan tindakan yang tidak adil. Korupsi
dapat membuat orang banyak miskin dan memperkaya orang tertentu atau kelompok.  Korupsi tidak
hanya dilakukan zaman sekarang ini saja. Korupsi juga terjadi zaman dahulu. Contohnya pada zaman nabi
Elia, Yesaya dan Amos.  Pada zaman Amos, ketidakadilan yang terjadi di Israel sangat banyak. Orangorang
Israel mengalami ketidakadilan. Para pemimpin hidup dengan penuh kekayaan dan kemakmuran.  Gejala-
gejala kebobrokan sosial yang ada dalam masyarakat pada zaman nabi Amos: o Kekayaan yang dikuasai oleh
sekelompok kecil orang serakah. o Orang-orang yang berkuasa dan kaya menipu dan memeras orang-orang
kecil. o Upacara keagamaan yang meriah hanya merupakan alasan untuk menutupi kejahatan para penindas
dan penipu atau dengan kata lain ibadat yang mereka lakukan penuh kepalsuan yang tidak disukai Allah (Am
5:21-27).  Nabi Amos adalah ‘pendekar keadilan’ yang diutus untuk memperjuangkan dan membela
keadilan.  Keadilan yang diperjuangkan nabi Amos berdasarkan perjanjian Allah dengan bangsa Israel yang
terungkap dalam tatanan moral bangsa.  Nabi Amos adalah seorang nabi yang sederhana. Ia adalah
seorang peternak domba yang tidak bercita-cita untuk menjadi seorang nabi, namun Allah memanggilnya
dan menjadikan Amos sebagai alat Allah untuk mengingatkan bangsa Israel.  Nabi Amos menyatakan jalan
satu-satunya bagi orang Israel agar bebas dari hukuman Allah adalah bertobat.  Nabi Amos mengajak
semua orang untuk menjauhi kejahatan, mencintai yang baik dan menegakan keadilan. “Bencilah yang jahat
dan cintailah yang baik; dan tegakanlah keadilan di pintu gerbang; mungkin Tuhan, Allah semesta alam,
akan mengasihani sisa-sisa keturunan Yusuf.” (Amos 5:15)  Akibat dari kejahatan adalah kesengsaraan.
Maka kita diajak untuk selalu melakukan yang baik.

Hari Tuhan, Berkat atau Bencana?

Teman-teman pernah mendengar lagu “hari ini, hari ini harinya Tuhan.. harinya Tuhan. Mari kita, mari kita
bersukaria, bersukaria. Hari ini harinya Tuhan, mari kita bersukaria. Hari ini, hari ini, harinya Tuhan..” Lagu
itu mengajak kita bersukaria, karena setiap hari adalah milik Tuhan yang harus disambut dengan gembira.
Jika kita berbicara tentang Hari Tuhan, dalam konteks akhir zaman, berarti kita sedang berbicara tentang
waktu atau saat dimana Tuhan akan datang untuk kedua kalinya. Namun khususnya di dalam Perjanjian
lama, frasa “Hari Tuhan” sebenarnya lebih ditujukan kepada saat dimana Tuhan akan melaksanakan
keputusanNya untuk menghukum bangsa Israel dan bangsa Yehuda (terkait dengan kejahatan mereka di
hadapan Tuhan). Walaupun demikian, secara profetik, ayat-ayat di Perjanjian Lama ini juga dapat merujuk
kepada Hari Tuhan yang akan datang, yaitu ketika Tuhan akan datang lagi untuk yang kedua kalinya.

Bagi anak-anak Tuhan, Hari Tuhan adalah suatu hari yang sangat istimewa, karena pada hari itu kita akan
dapat melihat Tuhan dan bertemu muka dengan muka dengan Tuhan. Akan tetapi, bagi orang-orang fasik
dan orang yang hidup dalam dosa, Hari Tuhan itu sebenarnya adalah suatu ketakutan, kegentaran dan suatu
hari yang penuh dengan kegelapan. Tidak percaya? Tanyalah orang-orang di sekitar kita, apakah mereka
siap menghadapi kiamat (bahasa sehari-hari untuk Hari Tuhan)? Hanya orang di dalam Kristus dan orang
yang yakin akan keselamatannya saja yang menyongsong kiamat dengan sukacita. Yang lain? Mereka
akan ketakutan dan pasti belum siap menghadapi kiamat tersebut.

Sama halnya dengan kondisi bangsa Israel dan Yehuda di dalam konteks kitab nabi Amos ini. Saat itu,
kehidupan bangsa Israel dan Yehuda secara rohani tidaklah baik. Mereka hidup dalam dosa-dosa yang biasa
mereka lakukan. Mereka menindas orang lain, mereka hanya mencari untung dalam kehidupan mereka
tanpa berpikir bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang salah, dan lain sebagainya. Intinya hidup
mereka bukanlah hidup yang benar, walau mungkin secara agamawi, mereka tetap melaksanakan kegiatan
ibadah mereka semisal mempersembahkan korban. Oleh karena itu, banyak orang Israel dan Yehuda yang
merasa bahwa gaya hidup mereka sudah benar dan tidak ada yang salah dengan kehidupan mereka.

Akan tetapi, nabi Amos mengkritik habis-habisan pola pikir bangsa Israel dan Yehuda tersebut. Amos
mengkritik pandangan yang menyatakan bahwa hari Tuhan adalah hari yang baik. Ya memang hari Tuhan
adalah hari yang baik bagi mereka yang hidup sungguh-sungguh di hadapan Tuhan. Akan tetapi, bagi orang-
orang yang tidak sungguh-sungguh hidup benar di hadapan Tuhan, maka bagi mereka, hari Tuhan
sesungguhnya bukanlah hari yang penuh dengan sukacita dan terang, melainkan hari yang penuh dengan
kegelapan (ay. 18). Bahkan hari Tuhan itu diibaratkan dengan datangnya hewan-hewan buas seperti singa,
beruang, dan ular yang akan menyerang manusia (ay. 19).

Ini adalah gambaran yang tepat sekali tentang Hari Tuhan yang akan datang kepada orang-orang berdosa
yang hidup di luar Tuhan. Hari Tuhan akan datang seperti bencana yang tiba-tiba dan sangat menakutkan.
Oleh karena itu, selagi belum terlambat, hiduplah dengan benar di hadapan Tuhan dan terimalah Yesus
Kristus sebagai Juruselamat kita, agar Hari Tuhan yang datang pada kita bukanlah hari yang penuh dengan
kegelapan, melainkan hari yang penuh dengan sukacita, karena kita akan bertemu muka dengan muka
dengan Tuhan kita.

Amos menjelaskan bahwa hari Tuhan berarti kegelapan dan bukan terang. Ungkapan hari
Tuhan mempunyai sejarah panjang dalam karya diluar Alkitab. Dalam sastra akad selatan Mesopotamia
(irak modern). Ratusan tahun sebelum Amos “hari Tuhan” atau hari dewa, adalah peristiwa istimewa untuk
menghormati dewa dengan upacara ibadah yang meriah, Bagi Israel hari Tuhan adalah hari yang dirindukan
kepada hari-hari yang indah yang di bayangkan oleh bangsa Israel ketika itu ialah Tuhan akan mengadakan
perkiraan dengan musuh Israel dan akan menghukum musuh itu karena segala apa yang telah mereka
lakukan kepada bangsa pilihan Tuhan dengan demikian maka hari Tuhan yang besar itu akan menjadi hari
perayaan bagi Israel, hari kemenangan dan kebahagiaan. Tetapi Amos datang dan mengatakan memang
musuh-musuh Israel akan di hukum, yaitu karena segala perbuatan jahat mereka (bukan karena mereka
musuh Israel), sebab memang hari Tuhan akan menjadi hukuman yang suram, tetapi juga untuk ISRAEL
SENDIRI. Kata celakalah, menginginkan, Itu adalah orang-orang israel yang menanti-nantikan hari Tuhan
sebagai hari yang bahagia
. Ibadah Israel Dibenci Tuhan : Amos 5 : 21-27.
Pada pasal 5 Amos menyerang secara terus menerus segala apa yang terjadi betel itu, pesta-pesta yang
dirayakan , korban-korban yang dipersembahkan, upacara adat yang diperlihatkan disana, dalam bagian ini
ibadat israel seperti yang diadakan di israel dan tempat-tempat suci lainnya dicela habis-habisan oleh Nabi
Amos.
Ayat 21
Ayat ini memberi kesan tentang keramaian upacara di betel, ekspresi Tuhan yang pertama adalah kata
“membenci”dari bahasa Ibrani “Sane” yang berarti tidak disukai, jijik, musuh, pergi jauh-jauh. Kata
“menghina” (ma’ac) dalam bahasa Ibrani menolak, benar-benar ditolak, dibuang.Kata “sane dan ma’ac”
menggambarkan suatu kalimat negatif yang 1 kali Tuhan sampaikan namun berdampak besar bagi umat.
mengapa Tuhan membenci/menghina bahkan tidak senang dengan Ibadah yang dilakukan oleh bangsa
Israel? karena ritual ibadah yang dilakukan itu tidaklah dengan hati yang sungguh,,,hanya rutinitas saja.
Umat Israel melakukan ibadah kepada Tuhan hanya untuk menutupi kejahatan yang dilakukannya. Agar
orang-orang memuja mereka dengan mengatakan bahwa mereka adalah orang yang “rohani” Allah
membenci upacara keagamaan yang telah dilakukan umat Israel karena niat dan tujuan mereka dalam
beribadah memiliki motivasi yang salah. Pada ayat ini juga dikatakan Perayaan, perayaan-perayaan itu
diadakan “perkumpulan raya” (mungkin pertemuan-pertemuan istimewa).
Ayat 22-23
Kedua ayat ini menekankan tentang upacara korban ada upacara-upacara mempersembahkan korban; yang
disebutkan di sini ialah dua “ korban persembahan”, yaitu “ korban-korban bakaran”(tanda pemujaan,
bnd. Kel 29:18) dan “ korban-korban sajian”( tanda permulian);di samping itu disebut satu “ korban
persembahan” , yakni “ korban keselamatan”( boleh jadi sebagai korban penutup) dalam bentuk korban
sembelihan. Akhir dari perayaan semacam ini termasuk juga “ keramaian nyanyian-nyanyian ” ( dalam
kata “keramaian “ barang kali ada sedikit sindiran) dan “ lagu gambus ” ( atau: bunyi, music,permainan dari
gambus itu). Ibadah yang dilakukan oleh bangsa Israel itu adalah ibadah yang sama seperti yang dilakukan
oleh bangsa Kanaan, bangsa Kanaan segala keramaian itu bukanlah kegembiraan batin untuk merangsang
dewa memberi berkat, “Pemujaan” seperti ini pada dasarnya mempunyai tujuan yang egoistis yaitu supaya
dewa melayani manusia, karena Allah bukan hanya Allah oranh kaya saja (berpesta pora dalam ibadah)
tetapi Allah menuntut ketaatan dalam ibadah.
Ayat 24
Kebenaran dikatakan seperti sungai yang mengalir tidak pernah kering walau musim panas sekalipun sungai
akan tetap mengeluarkan airnya. Biarlah kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya itu dapat terlihat oleh
banyak orang. kamu tidak lagi menutupi kejahatan melainkan hiduplah dengan terus-terang. Perumpamaan
atau kiasan yang dipakai dalam ayat ini adalah agak aneh: keadilan dan kebenaran ( boleh dikatakan sama
dengan “ keadilan”) yang bergulung-gulung ( atau mengalit ) seperti air, yakni dalam sungai yang selalu
mengalir? Apakah artinya itu? Dengan mengingat Yesaya 28:17 maka beberapa penafsir menganggap ayat
ini sebagai pemberitahuan-hukuman. Sebab kata-kata “ tetapi biarlah” pada permulaan kalimat ini dapat di
coret atau misalkan diganti dengan “ akan”. Jadi tafsirannya kira-kira sebagai berikut: keadilan (=
keadilan ilahi yang dari atas) akan menggulung sebagai air bah (yakni : akan menggulung segala ketidak-
adilan di atas bumi).
Ayat 25
sebenarnya Tuhan tidak menuntut umat Israel untuk memberikan korban persembahan kepada Tuhan.
Tuhan hanya ingin mereka sedikit untuk mengingat Dia. tetapi Umat Israel terlena dengan keadaan mereka.
Dalam Kitab Amos menggambarkan keadaan tentang strata atau kelas kaya dan miskin sangat jelas sekali.
Untuk itu Tuhan sangat menginginkan agar umat itu mampu berbuat yang baik, bukan hanya hubungan
mereka dengan Allah yang mereka nampakan namun keseharian mereka TIDAK ADA KASIH. Mereka
berlomba datang kepada Tuhan untuk memberikan persembahan tetapi tidak sama sekali menghiraukan
saudara mereaka yang membutuhkan
Ayat26-27
Dalam hal ini ayat 26-27 mengandung pemberitahuan hukuman: harinya akan datang bahwa Israel akan
mengankut dewa-dewa berhalanya, dan mereka sendiri akan diangkut kepembuangan oleh
Allah. Ungkapan “ jatuh ke seberang Damsyik” mungkin dapat diterangkan dengan mengingat kerajaan
Asyur yang benar-benar dalam tahun722 sebelum Masehi menaklukan Israel dan mengangkut
penduduknya tertawan. Menurut penafsir-penafsir lain, unhkapan itu adalah dalam arti kiasan, yaitu “jauh
sekali”, “ke ujung bumi”. Sebagai contoh dari banyaknya usaha untuk menjelaskan ayat 26 itu, dapat
dikemukakan satu kemungkinan lagi, yang barangkali dapat dipertimbangkan. Apabila orang
menerima bahwa nas Ibrani dari ayat ini diturunkan kepada kita dalam bentuk rusak, maka orang dapat
mencoba mengagak-agak beberapa perbaikan. Selanjutnya dari ayat 25 maka ayat 26 dapat misalnya dibaca
sebagai berikut. (= kata ibrani “ sukat ” sebagai ganti “ Sakut ” Rajamu (= Allah) dan tandu (= kata Ibrani “
kiyon ”sebagai ganti “ kewan ”) Allahmu ( dengan dicoret kata-kata “ bintan” dan “patung”) yang telah
kamu buat bagimu itu . ( yaitu tandu tadi ) maksudnya : pada pesta-pestatertentu di Betel ( misalnya hari
raya pondok daun, barangkali juga hari raya “ naik tahta”nya Yahwe) agaknya diadakan arak-arakan dan
pada kesempatan itu turut di angkut suatu tandu (= tempat duduk ) bagi Allah, seperti orang-orang kafir
mengangkut serta dewa-dewa berhalanya. Maka dalam ayat 26 upacara itulah yang dicela sebagai suatu
upacara yang pada mulanya (= di waktu perjalanan di padang gurun) tidak terdapat!.

BAB III
Makna Teologis dan Aplikasi
1. Makna Teologis
Allah Israel adalah Allah yang benar dan adil, Allah juga tidak berkompromi dengan kebenaran dan keadilan,
Kebenaran dan keadilan bagi Allah sendiri adalah sebuah keseimbangan, Allah pun menghakimi dan
menghukum suatu bangsa atau orang menurut kebenaran yang Allah tentukan sendiri dan tentu kebenaran
itu adalah sebuah keadilan. karena kebenaran dan keadilan tidak bisa di pisahkan dari Allah karena Allah
sendiri sumber dari kebenaran dan Keadilan
Bangsa Isral yang Allahnya adalah sumber dari kebenaran dan keadilan tidak mengindahkan keadilan itu
sendiri bahkan dalam ibadah Pun keadilan dan kebenaran tidak dilakukan karena itulah Allah melalui Nabi-
Nya menjanjikan kehancuran dan menentang seluruh peribadatan yang dilakukan oleh bangsa Israel, Allah
akan menghukum Israel seperti Allah menghukum bangsa-bangsa lain oleh karena kebenaran dan keadilan
Allah

2. Aplikasi
1. Menyadari bahwa Allah kita itu adalah Allah yang benar, bahkan Yesus mengatakan akulah jalan
kebenaran.
2. Menyadari bahwa kita adalah orang pilihan Allah maka dari itu. Kita harus mencerminkan sifat dari
Allah itu sendiri.
3. Kita yang mengerti akan kebenaran dan keadilan itu harus menghidupi keadilan dan kebenaran itu
sendiri

Anda mungkin juga menyukai