Anda di halaman 1dari 14

Nama : Josua Butarbutar

Reynold Samuel M Simbolon

Tingkat/Jurusan : II-B/ Teologi

Mata Kuliah : Misiologi

Dosen Pengampu : Dr. Mehammad Wijaya Tarigan

KELOMPOK 6

MISI PADA MASA ANTARA PERJANJIAN LAMA DAN


PERJANJIAN BARU

I. PENDAHULUAN
Pada sajian ini kita akan membahas mengenai misi pada masa antara
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang dimana dalam sajian ini kita harus
memahami gerakan misi yang dilakukan Israel pada masa pembuangan dan
setelah pembuangan yang disebut diaspora, dan munculnya gerakan proselitisme
Yahudi. Lebih lanjut kami penyaji akan memaparkannya, semoga bermanfaat dan
menambah wawasan kita semua.

II. PEMBAHASAN
2.1. Penginjilan dalam Perjanjian Lama
Dalam menghubungkan pengertian misi dan penginjilan, di sini kami
tekankan bahwa keduanya berkaitan erat, karena misiologi dianggap sebagai
induk dari segala misiologi, termasuk ilmu penginjilan. Dengan kata lain, ada
penginjilan di dalam misi, dan ada penginjilan di dalam misi penginjilan
(pengutusan) akan ditemukan. Kata penginjilan sendiri berasal dari kata “injil”
(bahasa Arab), namun bahasa asli Perjanjian Baru menggunakan kata
“coayychiov/euangelion” (bahasa Yunani).
Tuhan mempunyai misi untuk memberkati semua orang di bumi melalui
Abram. Abram diperintahkan untuk pergi ke negeri lain agar orang lain bisa
menyaksikan keselamatan Tuhan, dan bukti kasih Tuhan Abram terungkap
melalui ketaatannya pada perintah Tuhan. Jika misinya adalah kepedulian Tuhan
terhadap ciptaan yang jatuh. Bagaimana dia mengungkapkan kekhawatirannya
adalah wewenangnya. Dalam hal ini, bangsa Israel dipilih sebagai alatnya. Sebab
mereka adalah ahli waris janji yang telah diberikan dahulu kala kepada leluhur
mereka (Abraham, Ishak, dan Yakub). Kehendak Tuhan untuk memulihkan
kebobrokan umat manusia menjadi semakin jelas melalui seruan Abraham.
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas sekali bahwa Perjanjian Lama menggenapi
misi Tuhan untuk mewartakan keselamatan dan berkat Tuhan kepada seluruh
manusia dan seluruh ciptaan. Tuhan memanggil mereka yang menurut-Nya
mampu memenuhi misi-Nya sehingga orang lain dapat melihat dan mengalami
keselamatan-Nya.
2.1.1. Diaspora
Menurut KBBI, diaspora adalah masa tercerai berainya
suatu bangsa yang tersebar diberbagai juru dunia dan bangsa
terebut tidak memiliki negara, misalnya bangsa Yahudi yang
tersebar keseluruh dunia.1 Sebuah turunan dari akar kata Yunani
dari kata dia dan sperin yang artinya menyebar, menabur.2
Sesudah pembuangan di Babel, kaum Yahudi hidup berserak-serak
atau “dalam diaspora” (= dalam perserakan).3
2.1.2. Gerakan Misi Israel Sebelum Pembuangan
Masa pembuangan atau penawanan merupakan hukuman
Allah, karena ketidaktaatan orang Israel yang terus-menerus. Allah
menggunakan Raja Babilonia Nebukadnesar dimana ia
menghancurkan kota Jerusalem pada Tahun 600 SM. Mayoritas
orang Israel mengikuti seruan Tuhan untuk menerima penawanan
oleh Babel, sedangkan yang lainnya berserak ke Mesopotamia,
Syria dan Mesir. Selama mereka berdiaspora, mereka tetap
mengakui Jerusalem sebagai pusat ibadah dan mereka juga tidak

1
...KBBI
2
Henk ten Napel, Kamus Teologi Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 111.
3
H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2009), 6.
mau terlibat dalam penyembahan berhala kafir. Disini gaya misi
mereka beralih dari centripetal ke centrifugal.4Selama diaspora itu
juga bangsa Israel berhasil memperkembangkan suatu kebudayaan
yang dapat bertahan menghadapi kekuatan-kekuatan perusak dari
luar. Agama Israel yang khas itu ikut berperan penting dalam hal
ini, Pemahaman Israel tentang Allah berkaitan erat dengan
pemahamannya tentang identitas nasional Israel. Dengan
kenyataan itu bangsa Israel memang lain dari bangsa-bangsa kuno
lainnya. Kenyataan bangsa Israel yang seperti itu banyak
bergantung kepada peranan para nabi yang pernah hidup dan
bekerja di tengah-tengah mereka. Para nabi tersebut telah
mempersiapkan bangsa Israel, bukan hanya dengan menubuat kan
akan datangnya malapetaka itu, tetapi juga dengan memberikan
pemahaman (interpretasi) yang benar tentang malapetaka yang
bakal menimpa tersebut. Para nabi tersebut telah menekankan
secara tandas, bahwa mala petaka itu akan datang bukan karena
kegagalan dan kekalahan Allah nasional bangsa Israel, melainkan
justru karena Allah sendirilah yang menghendakinya.
Para nabi itu telah menafsirkan malapetaka yang bakal
menimpa tersebut sebagai hukuman Allah atas dosa-dosa bangsa
Israel. Jadi dengan persiapan seperti itu bangsa Israel mampu
memandang malapetaka pembuangan tersebut bukan sebagai
kegagalan Tuhan Allah mereka, melainkan sebagai bukti benarnya
penilaian para nabi terhadap sifat dan tingkah-laku bangsa Israel
sendiri. Selanjutnya patut dicatat, bahwa struktur agama Israel
yang berhasil mengikat mereka dalam diaspora bukanlah warisan
dari zaman pra-pembuangan. Struktur keagamaan yang kuat dan
tahan ancaman luar itu diciptakan dan diperkembangkan pada
masa diaspora itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhan
mempersatukan umatnya yang tersebar dan tertekan itu. Perangkat
4
Darsono Ambarita, Persfektif Misi Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Medan: Pelita Kebenaran
Press, 2018), 38.
perangkat serta upacara-upacara keagamaan yang berdaya ikat
tinggi seperti hukum-hukum, upacara sunat, hari sabat dan lain-
lainnya yang menjadi ciri khas agama Yahudi, baru berlaku secara
ketat waktu diaspora itu mulai atau malah sesudah berlangsung
beberapa waktu. Sunat, umpamanya, memang sudah lama
dilakukan oleh orang-orang Israel. Tetapi baru pada masa diaspora
itulah sunat menjadi sangat istimewa dan khas bagi orang-orang
Israel/Yahudi. Dan kalau Perjanjian Lama sebagaimana yang kita
miliki sekarang telah me muat semua hal itu sebagai bagian
normatif dari agama Israel, maka kita harus ingat bahwa secara
substansial Perjanjian Lama itu sendiri sebenarnya adalah produk
dari zaman pembuangan itu sendiri dan sesudahnya.5
2.2. Penginjilan dalam Perjanjian Baru
Misi dalam Perjanjian Baru Injil Matius 28:18-20 menjadi dasar bagi umat
Kristen dalam melaksanakan misi bagi orang lain karena pada ayat tersebut
tersirat perintah untuk melanjutkan pelayanan Yesus Kristus memberitakan Injil. 6
Dalam Matius 28:18-20 dikatakan: Yesus mendekati mereka dan berkata:
“Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu
yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu
senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
Ayat ini memuat tiga perintah yang harus dilakukan oleh para murid
Yesus untuk melaksanakan pelayanan misi, yaitu:
 Menjadikan semua bangsa menjadi murid Yesus.
 Membaptis orang-orang yang menerima dan percaya kepada
Yesus Kristus dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.
 Mengajarkan kepada mereka segala sesuatu yang telah
diajarkan Yesus Kristus. Yesus telah melaksanakan misi

5
S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan (Jakarta : BPK Gunung Mulia), 243.
6
Veronika J. Elbers. Gereja Misioner (Malang: Literatur SAAT, 2015), 1.
Allah, maka murid-murid pun harus melakukan dan
melanjutkan misi tersebut.
2.2.1. Kembalinya Bangsa Israel dari Pembuangan
Setelah pembuangan Israel dikuasai oleh berbagai Bangsa
lain: Asyur, Babel, Persia, Yunani, Roma (bnd. Dan. 2:7-12). 7
Yang tinggal di Palestina sejuta dan diluarnya kira-kira enam juta
orang. sebagai saudagar, mereka berdagang di segala kota besar di
sekitar bagian timur Laut Tengah dan di kota Roma. Pada masa itu
di Roma terdapat 10.000 orang Yahudi di antara 600.000
penduduk di kota itu. Di Mesir jumlah orang Yahudi sampai satu
juta banyaknya. Di Alexandria sepertiga dari penduduk adalah
orang Yahudi.8 Dari sana kita dapat melihat bahwa setelah masa
pembuangan diberikan kebebasan kepada bangsa Yahudi untuk
memilih apakah mereka kembali ke kampung halamannya atau
menetap di Babel. Meskipun mereka berserak-serak, tetapi mereka
tetap setia kepada agamanya. Orang yahudi diaspora ini tetap
mempunyai ikatan denga Palestina, yaitu dengan membayar pajak
Bait Allah dan tetap menjalankan agama mereka (Yahudi). 9
Mereka juga dibebaskan dari kewajiban mempersembahlan korban
kepada kaisar (Romawi). Sedapat mungkin mereka menuruti
Taurat Musa dalam dunia pengasingan itu. Di mana-mana terdapat
rumah Ibadah (Sinagoge). Pajak untuk Bait Allah di Yerusalem
sekali setahun untuk merayakan hari pesta besar (Paskah, 7
Minggu atau Pentakosta, Pondok Daun).10 Di Bait Allah
(contohnya Kis 2:9-11). Dalam kehidupan sehari-hari mereka
(yahudi) yang dalam diaspora mereka menggunakan bahasa
Yunani (Koine) sebab mereka sudah lupa Bahasa Ibrani. Karena

7
H. Venema, Injil untuk Semua Orang, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1997), 134.
8
H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2009), 6.

9
F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 75.

10
H. Venema, Injil untuk Semua Orang,( Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1997), 135.
itulah perjanjian Lama diterjemahkan ke Bahasa Yunani, kira-kira
tahun 200 SM yang kita kenal dengan Septuaginta (artinya tujuh
puluh, bisa ditulis LXX), karena menurut suatu dongeng ada 70
ahli bahasa yang mengarangnya.11
2.3. Masa antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
Dalam kurun waktu antara pulangnya bangsa Israel dari Babel dan
Kelahiran Mesias, Juruselamat Yesus Kristus, kurang lebih sekitar 500 tahun.
Kedudukan Israel selama masa itu adalah sebuah bangsa yang terasingkan dan
tidak berubah.Umat Allah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dihubungkan
dalam suatu masa yang disebut “Masa Antara”. Indikator penting masa ini adalah
adanya kondisi umum yang sidatnya kompleks dan terjadinya bermacam-macam
peristiwa yang mempengaruhi kehidupan umat Allah yaitu bangsa Israel. Hal-hal
besar yang terjadi pada masa antara ini memiliki implikasi penting yaitu sebagai
berikut:
 Masa antara ini ditandai oleh adanya penyerangan dan penghancuran
kerajaan Yehuda (selatan) dan Israel (utara) oleh negara-negara besar
seperti Persia, Asyur, Babilonia, Yunani, Romawi (abad 6/5 SM). Dari
perspektif rohani, Allah secara tegas mengkritik kondisi kehidupan
iman orang Yahudi ini melalui nabi Yesaya, Yeremia, dan Yehezkiel
(Yes. 1:2-3; Yer. 2:1-3:5; Yeh. 4:13-11:13). Kondisi seperti ini
berujung kepada peghukuman Allah yang dilaksanakan-Nya dengan
menyerahkan Israel ke tangan musuh-musuh mereka, yang berakhir
dengan kekalahan dan penawanan (Ul. 28:15).
 Pengembalian kepada keadaan semula(restorasi) kehidupan Israel,
yaitu disamping penghancuran yang dialami oleh bangsa Israel, pada
janji pemulihan dari Alah untuk umat-Nya (Yesa. 48:1-22; Yere. 30:1-
24; 25:12; 23:1-8; Yehe. 11:14-25;36:1-38; 16:53-62; 37:1-14). Janji
pemulihan ini diwujudkan Allah setelah 70 tahun berselang dari
penawanan (Yer. 25:12; 30:1-24; Ezra dan Nehemia(1:8-11).12

11
H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009), 6.
12
Yakop Tomatala, Teologi Misi, (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003), 146-147
2.4. Zaman Proselit Antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
Akibat perkembangan yang terjadi di kalangan Yahudi menjadi bersifat
sangat partikularis/nasionalis. Itulah memang sifatnya di satu pihak tapi di pihak
lain, sebagian umat Yahudi di zaman sebelum Kristus memperlihatkan kegiatan
yang bukan main besar nya untuk mencari proselit. Apakah dasar alkitabiah
mereka? Bukanlah pengharapan akan datangnya bangsa, melainkan dalam PL
masih ada garis kedua yang perlu kita perhatikan dalam hubungan ini. Umat Israel
pada zaman PL mengenal dua macam orang asing.
 Orang asing yang berasal dari luar negeri, dan yang hanya untuk
sementara waktu berada di tanah Palestina sebagai tamu dalam bahasa
Ibrani disebut nokri.
 Orang asing yang menetap di tengah- tengah orang Israel, yang tinggal
tetap bersama mereka; dialah yang dimaksudkan dengan "orang asingmu,
yang ada di dalam kotamu" dalam TB tidak mempunyai akhiran -mu,
dalam bahasa Ibrani Gerim (Kel 20:10) .

Golongan yang kedua ini yang terutama terdiri dari penduduk Kanaan asli
yang tidak dimusnahkan dapat diterima dalam persekutuan kebangsaan Israel.
Penerimaan itu menjamin perlindungan hak mereka dan juga membawa bagi
mereka beberapa kewajiban di bidang sosial dan keagamaan. Di dalam satu
bagian Pentateukh yang sangat kuno ada kita baca: "Janganlah kau tindas atau kau
tekan seorang orang asing, sebab kamu pun dahulu adalah orang asing di Mesir"
(Kel 22:21, bnd. 23:9). Para gerim wajib turut merayakan hari Sabat (Kel 20:10;
UI 5:14); mereka boleh mempersembahkan kurban (Im 17:8), bahkan mereka
berhak merayakan hari Paskah ber-sama? dengan orang Israel, asal saja disunat
lebih dahulu (Kel 12:48).
Sunat memang merupakan konsekuensi terakhir dari peralihan masuk ke
dalam bangsa dan persekutuan umat Israel. Jika demikian, mereka juga harus
dipelihara dan dilindungi, sama seperti para janda dan yatim (Ul 24:17). Mereka
juga. sama haknya dengan orang2 Israel asli (Ul 1:16; 24:17 dyb.). 17) Dasarnya
ialah bahwa "Allah menunjukkan kasihNya kepada orang asing" (Ul 10:18).
"Sebab itu haruslah kamu menunjukkan kasihmu kepada orang asing sebab
kamupun adalah orang asing dulu di Mesir" (10:19). Jadi gerim itu "adalah orang
yang bukan-Israel yang hampir seluruhnya atau (oleh sunat) seluruhnya diberi
tempat dalam persekutuan agamani bangsa Israel". Dia memasuki bangsa dan
agama Israel yang memang tak terpisahkan satu sama lain. Garis inilah yang
merupakan latar-belakang untuk proselitisme Yahudi. Di dalam Septuaginta
(terjemahan PL dalam bahasa Yunani) ger disalin dengan proselutos (= orang
baru yang masuk agama, yang datang untuk turutserta, yang bertobat).

Maksudnya disini ialah orang yang memeluk agama Yahudi. Terutama


dalam Diaspora tampaklah aktivitas yang sangat kuat untuk memperoleh anggota
baru dengan segala daya-upaya. Yang menjadi pelaku utama dalam hal ini ialah
umat Yahudi di luar Palestina, yang telah mengalami asimilasi dalam dunia
Hellenis. Pada umum nya masyarakat Hellenis memperlihatkan synkretisme
(pencampuran agama), Agama Yahudi mempunyai daya-penarik yang kuat,
karena persekutuan dan kerukunan di antara orang percaya; karena monotheisme
mereka; karena Allah mereka yang tidak kelihatan dan rohani itu dan yang tidak
boleh disembah berupa patung, karena kesusilaan orang Yahudi yang tinggi di
tengah etika yang merosot. Meskipun umat Yahudi tidak lagi merupakan suatu
bangsa, tetapi mereka masih sadar akan panggilan sebagai persekutuan orang
percaya/ Bahkan agamanya dibela dalam ke susasteraan apologetis-propagandis
Philo, Flavius Yosephus dll, di mana antara lain dipakai kesempatan untuk
menangkis segala fitnahan terhadap umat Yahudi. Antisemitisme dalam kerajaan
Romawi adalah rada kuat.
Menurut taksiran, dalam kerajaan Romawi jumlah orang Yahudi tidak
kurang dari 4 atau 4 juta jiwa, yakni 6 sampai 7% dari seluruh penduduk kerajaan
Romawi itu. Hal itu dapat membuat besar pengaruh mereka, ditambah dengan
desas-desus bahwa mereka mempunyai "kitab yang tertua di dunia". Kegiatan
proselitisme mulai kira-kira pada zaman Makabi (abad ke-2 sebelum Kr.).
Larangan kaisar Hadrianus (thn 117-138) terhadap penyusunan memanglah sangat
menghalangi kemajuan proselitisme itu. Terjemahan Septuaginta adalah senjata
yang ampuh dalam usaha proselitisme Yahudi. Penyalinan PL dilakukan
sedemikian rupa, hingga para pembaca dari kalangan bangsa lain dapat mengerti
Firman Allah. Ada persesuaian dengan cara-berpikir dan pemakaian bahasa pada
zaman itu, misalnya Torah disalin dengan nomos ( hukum), Yahwe dengan kurios
(= Tuhan) dlsb. Para penterjemah sendiri menghayati semangat zamannya. Oleh
sebab itu Septuaginta dapat dipandang sebagai terjemahan "missioner". Dalam
rangka ini orang Yahudi di dalam Diaspora berusaha (sekuat tenaga untuk
mengajak orang lain menjadi proselit.
Dari mereka tidak dituntut suatu perpindahan nasional atau sosiologis,
melainkan perpindahan keagamaan saja. Bahkan banyak sekali orang Yahudi
merasa bahwa halangan yang paling besar, yakni penyunatan, boleh dilampaui
saja. Jalan yang berat, yakni penerimaan segenap kuk hukum Taurat, diringankan
bagi orang kafir, sehingga mereka yang berminat boleh masuk golongan
sebomenoi (phoboumenoi) ton theon (= orang yang takut kepada Allah; tery
Bode: orang yang beribadat; terjemahan baru LAI: orang yang menyembah;
terjemahan baru KR: orang yng menyegani Allah, bnd. Kis 10:2,22; 13:43,50 dll).
Jumlah mereka jauh me lebihi jumlah orang proselit sungguh2, Mereka tidak
dianggap sama dengan orang Yahudi. Yang terutama bagi mereka ialah
pengakuan akan Allah yang benar dan esa dan ketaatan kepada tuntutan ethis dari
PL, dan ikut-sertanya mereka dalam kebaktian di rumah sembahyang (synagoge).
Malahan mereka dianggap sebagai makna yang tersembunyi dari perserakan ke
mana (di aspora): "Yang Mahakuasa, terpujilah Dia, telah membawa Israel ke
dalam pembuangan, hanyalah supaya proselit akan ditambah kan kepadanya" (b.
Pes, 87b).
Berlainan sekali sikap umat Yahudi di Palestina sendiri yang jauh lebih
keras. Umumnya dituntut penerimaan "kuk Hukum Taurat", artinya masuk
proselit sungguh Jadi tak mungkin orang masuk ke dalam persekutuan agama
Yahudi, kecuali melalui sunat. Sebagai contoh dapat disebut keturunan Herodes
(di Edom) yang dengan paksa disuruh bertobat sekitar tahun 150 sbl. Kr. Dan juga
raja Izates dari Adiabene (Mesopotamia Utara) yang pada waktu pemerintahan
kaisar Claudius (41-54) diajak oleh seorang utusan yang berasal dari Diaspora
yang namanya Ananias: "Cukuplah menerima Allah Israel. Hormat kepada Allah
adalah lebih penting dari pada sunat. Sunat tidak perlu". Tetapi kemudian dia
dikunjungi seorang yang bernama Eliazar dari Galilea, dan dia berkata: "Tidak
cukup mempelajari hukum, ya raja, melainkan perlu melaksanakan dahulu apa
yang dituntutnya: jadi janganlah tetap tinggal orang yang tak bersunat." ") Dalam
cerita itu tampak perbedaan sikap orang Yahudi di dalam Diaspora dan di
Palestina. Oleh sebab itu kegiatan mencari proselit juga di Palestina menjadi
berkurang karena seringkali di-ragu kan, apakah proselit itu benar merupakan
keuntungan bagi umat Yahudi. Dan kalaupun ada yang mau masuk, ia tidak boleh
tawar-menawar tentang sunat. ") Keputusan menjadi sebomenos dinilai sebagai
usaha setengah yang tidak memadai sehingga dikatakan: "Pada zaman Almasih
tidak akan diterima lagi orang proselit, oleh sebab mereka tidak mengikuti hukum
Yahudi dengan keyakinan sesungguhnya dan sangat boleh jadi dalam peperangan
terakhir (Gog dan Magog) akan murtad" (b. Yebamoth 47b). Atau lebih hebat lagi
apa yang dikatakan seorang Rabi yang bernama Helbo pada abad ke-3: "Proselit
itu menyusahkan Israel seperti kusta pada kulit"! (b. Yeb. 47b). Tetapi ucapan
serupa itu memanglah menyatakan antipathi perorangan atau tekanan hidup
sebagai akibat pertumbuhan agama Kristen dan sebagai akibat larangan
pemerintah untuk memikat orang yang bukan-Yahudi menjadi proselit.
Tetapi seperti yang dikatakan tadi, garis utamanya adalah positif.
Proselitisme dianggap sebagai suatu usaha yang berjasa "Barangsiapa membuat
orang kafir kenal kepada Allah, ia seakan membuatnya menjadi ciptaan yang
baru" (Midr. Gen. r 8:10), Syarat yang harus dipenuhi ada tiga: sunat, baptisan
proselit (dengan cara diselamkan, sebagai penyucian dari dos sewaktu masih
kafir) dan persembahan kurban (selama masih ada Bait-Allah) Ketiga syarat itu
dihubungkan dengan Kel 12.48, Kel 19 percikan dengan darah) dan Kel 24
(perjamuan kurban); peristiwa itu mendahului perjanjian Sinai. Barang siapa
memenuhi ketiga syarat itu, ia diterima sebagai orang Yahudi. Ia diberi gelar ben-
berith (anak perjanjian). Ia dipuji sebagai ger tsedeq (= proselit sungguh) yang
dengan sukarela "hanya karena Allah"" datang menerima kuk Hukum. la benar
diterima dalam persekutuan jemaah. "Dalam segala hal dia berlaku sebagai orang
Israel" (b. Yeb. 47b). Dan Dan lagi: "Seorang proselit laksana anak yang baru
lahir" (b. Yeb. 62a). Hidup kekafirannya, seperti sediakala, telah diampuni. Rabi
Meir (abad ke-2; ia sendiri seorang proselit) berkata: "Seorang goy (= dari bangsa
lain, kafir) yang berpegang pada Torah, bagi Allah sama harganya dengan imam
besar sendiri."") Malah ada yang berkata bahwa para proselit itu lebih berjasa
daripada orang Yahudi sendiri, sebab mereka tidak melihat tanda ajaib pada
waktu bangsa Israel keluar dari Mesir. Rabi Simeon ben Yokhai berkata:
"Mengenai orang Yahudi dikatakan bahwa mereka mengasihi Allah, tetapi
tentang para proselit dikatakan bahwa mereka dikasihi Allah (UI 10.18). Siapa
yang terbesar: dia yang mengasihi Sang Raja atau dia yang di kasihi Sang Raja ?"
(Mekh atas Kel 22:20). Yetro, Rekhab, Rut dan awak kapal yang ditumpangi
Yunus, semuanya dianggap pro selit. "Jikalau ada orang asing datang hendak
menjadi proselit, maka ulurkanlah tanganmu kepadanya untuk membawanya ke
bawah sayap Syekinah (= kehadiran Allah)" (Mekh. atas Lev. r. 2).
Namun demikian, masih ada perbedaan. Seorang proselit tidak boleh
menyebut Abraham "bapa kita", melainkan "bapa Israel" ") Abraham dipuji
sebagai "bapa segala proselit" (b. Sukka 49b), bahkan dia sendirilah yang pertama
menjadi proselit dan mencari orang lain untuk membuatnya menjadi proselit juga.
") Sudah barang tentu ada bahaya dalam timbulnya proselit palsu. Juga golongan
"yang takut kepada Allah" dalam Talmud dihitung sebagai orang yang bukan-
Yahudi. Tetapi mereka memang dianggap lebih baik daripada orang kafir (bangsa
lain), oleh karena mereka mengikuti apa yang disebut "ketujuh perintah anak2
Nuh" yang seharusnya dipegang setiap manusia, yakni "melaksa nakan keadilan
dan kejujuran, larangan menghujat Nama Allah; larangan menyembah berhala,
berzinah, menumpahkan darah, me rampas dan memakan sesuatu dari binatang
hidup" (Sanhedrin 56a) Yang di-citakan ialah memasuki agama Yahudi selaku
porselit dalam arti sepenuhnya. "Pertobatan kepada agama Yahudi berarti tak lain
dan tak bukan ialah naturalisasi menjadi orang Yahudi. Missi Yahudi serentak
merupakan propaganda nasional".
Kesimpulan: Keaktifan orang Yahudi terhadap orang kafir (orang yang
bukan-Yahudi) tidak merupakan penyebaran agama (missi), melainkan
memperlihatkan ciri khas dari proselitisme (= memancing jiwa) atau propaganda
keagamaan Oleh sebab itu Tuhan Yesus Kristus menentang cara usaha
proselitisme itu: ketidaksabaran yang tidak mau menunggu kedatangan bangsa
("Kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan"); ) kesombongan dan
ethnocentrisme ("untuk membuat satu orang saja bertobat menjadi penganut
agamamu") dan ketidak-jujuran ("hai kamu orang munafik"). ") Oleh karena titik-
tolak (kemunafikan) ada lah salah, maka dengan sendirinya hasilnyapun salah
pula ("anak neraka yang dua kali lebih jahat dari pada kamu sendiri"). Oleh
karena gambaran itu salah, maka dengan sendirinya tiruannya salah pula, kendati
segala susah-payah dan kegiatan. Adalah pada tempatnya untuk menyangkal di
sini pendapat bahwa pekabaran Injil Kristen merupakan lanjutan dari proselitisme
Yahudi. Bahkan adalah kebalikannya. "Pekabaran Injil adalah kebalikan pro
selitisme.")13
2.5. Kondisi Masa Antara PL dan PB
Meskipun orang Israel mengalami penindasan namun Tuhan tetap tidak
meninggalkan mereka. Adapun berbagai situasi dan kondisi masa antara
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah sebagai berikut:
1) Kondisi di masa antara PL dan PB adalah bahwa Tuhan tetap
bekerja meskipun manusia sedang berada dalam situasi kalut dan
bimbang. Tuhan tteap memperhatikan umatNya. Israel menjadi
misi objek Tuhan agar manusia itu bertobat. Karenanya masa-masa
ketidakpastiaan dan penindasan oleh bangsa-bangsa lain menguji
mereka.
2) Kondisi masa antara menyiapkan dasar bagi titik balik dalam
gerakan misi, di mana dari Yerusalem yang dipakai AllahSebagai
pusat misi-Nya, kini ada gerakan penyebaran menggapai bangsa-
bangsa.Dalam masa antara ini, dinamika nilai-nilai hidup dan
pengaruh orang Yahudi menyiapkan jalan bagi bangsa-bangsa
(dimana mereka tersebar) untuk mengenal akan Allah. Banyak
orang heran tetapi tetap menghormati agama Yahudi.14 Agama
13
Arie de Kuiper, Missiologia (Jakarta : BPK Gunung Mulia 1996), hal 29-35
14
ibid, 148
Yahudi dipandang setia sebab mereka menganut dan hanya
mempercayai sistem monoteisme (Yahweh) yang walaupun tidak
kelihatan wujud dan bentuknya. Hal ini bertentangan dengan orang
yunani yang memiliki banyak dewa dan memuja semua dewa yang
dianggap sebagai Tuhan mereka. Allah mengizinkan Diaspora
terjadi agar orang yahudi makin tersebar dan makin dikenal lah
oleh orang-orang nama Tuhan.
Hal ini dapat terjadi karena bangsa-bangsa lain menyukai
pola kehidupan peribadahan orang Yahudi. Sehingga banyak
orang-orang yang mulai berbakti dan takut serta mempercayai
Tuhan. Ditambah lagi dengan adanya terjemahan kitab-kitab
Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani sehingga semakin
memungkinkan bangsa-bangsa lain untuk dapat mengenal dan
mempelajari tentang Firman Allah, dengan demikian Firman Allah
menjadi masyur di kalangan bangsa asing yang pada nantinya akan
membuat mereka menjadi percaya kepada Allah orang-orang yang
bukan Yahudi yang percaya kepada Allah disebut (dalam bahasa
Yunani) sebomenoi atau phoboumenoi (Kis. 13:43) di antara
mereka ada juga yang ingin menjadi anak perjanjian dengan hak
penuh, sehingga menerima tanda sunat dan menjadi sama dengan
orang Yahudi Kelompok ini disebut orang-orang Porselit.
Masuknya orang-orang bukan Yahudi bukanlah hasil dari
Perjanjian Lama. Mereka hanya belajar dan akhirnya diterima oleh
kelompok Yahudi.15
III. KESIMPULAN
Bangsa Israel yang tidak setia mendatangkan hukuman terhadap bangsa
mereka sendiri. Hukuman Allah terhadap bangsa Israel mempunyai tujuan yang
istimewa yaitu keselamatan dan kesejahteraan. Dengan sisa bangsa Israel yang
luput dari hukuman, Tuhan mengadakan suatu perjanjian yang baru sambil
mengampuni dosa mereka dan mengaruniakan sejahtera yang sempurna; umat

15
H. Venema, Injil Untuk Semua Orang, (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1997), 137.
Allah menjadi perantara berkat Tuhan dapat mengalir kepada sekalian bangsa,
bahkan Allah akan mendirikan kerajaan-Nya di didalam dunia ini dan dengan
demikian segala sesuatu diperbaharui dan seluruh dunia menikmati sejahtera
Tuhan. Dalam Misi Perjanjia Lama agar seluruh bumi diselamatkan, dan keluar
dari kegelapan dan berpaling menuju terang yang ada pada Allah. Dan dalam misi
Perjanjian Baru merupakan perintah Tuhan yang wajib dimiliki tidak saja oleh
gereja namun seluruh Umat Kristiani. Umat Allah Perjanjian Lama dan umat
Allah Perjanjian Baru dihubungkan dalam suatu masa yang disebut “masa
antara”.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Berkhof. H, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Darsono Ambarita, Persfektif Misi Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,
Medan: Pelita Kebenaran Press, 2018.

Ten Napel Henk, Kamus Teologi Inggris-Indonesia, Jakarta: Gunung Mulia, 2011

Venema. H , Injil untuk Semua Orang, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
1997

Veronika J. Elbers. Gereja Misioner, Malang: Literatur SAAT, 2015

Wahono Wismoady S, Di Sini Kutemukan, Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Wellem D.F , Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018

Yakop Tomatala, Teologi Misi, Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003

Kuiper de Arie, Missiologia, Jakarta: BPK Gunung Mulia 1996

Anda mungkin juga menyukai