Pengantar Pokok bahasan ini merupakan peneletian eksegetis terhadap mazmur 137. Mazmur 137 ini adalah mazmur yang mengetengahkan pada kita perihal pembuangan di tanah Babel. Struktur Mazmur 137
Struktur mazmur 137 terdiri dari beberapa bagian:
Ayat 1-4 : berbicara tentang ingatan akan penderitaan di pembuangan Babel Ayat 5-6 : sumpah setia Ayat 7-9 : permohonan dan kutuk Pembicaraan dalam bait pertama adalah jemaat atau sekurang-kurangnya pemazmur dengan melibatkan jemaat. Pembicaraan pertama perihal kata “kita/kami” dan pembicaraan kedua ditujukan kepada Yerusalem. Bait ketiga terkait dengan Tuhan dan Puteri Babel yang dibicarakan oleh Jemaat. Cinta yang mendalam bagi Yerusalem, merupakan nada dasar mazmur ini. Kata “mengingat Sion” dan “sukacita” adalah kata-kata kunci dalam bait pertama dan ke dua. Seni kepuisian juga menyata dalam mazmur ini. Ada permainan bunyi kata-kata yang indah didengar. Ada perulangan yang menanjak (Ayat 3b, 4a, 5-6). Mazmur 137 termasuk doa permohonan jemaah. Ciri-cirinya sangat khas. Kisah penderitaan ini tidak dialamatkan kepada Tuhan namun justru kepada jemaat yang terlibat. Mazmur 137 berasal dari periode sesudah pembuangan dan jemaah yang menyanyikan ini pasti mengalami sendiri peristiwa pembuangan. Dalam tradisi Yahudi, mazmur ini dikumandangkan pada perayaan peringatan penghancuran Yerusalem. 9.2. Eksegese Mazmur 137
Mazmur ini jelas diciptakan setelah umat Israel kembali
dari pembuangan di Babel. Mazmur 137 juga merupakan Nyanyian Orang-orang di Pembuangan. Semangat balas dendam yang kuat terlihat jelas dalam ratapan umat ini. Ayat-ayat pembukaan membangkitkan simpati kepada para tawanan, sementara ayat-ayat terakhir memberi saluran keluar bagi kemarahan yang mereka alami ketika mereka menceritakan kehancuran negeri mereka. Kendatipun tidak jelas di mana pemazmur berada ketika menulis nyanyian ini, dia kelihatannya adalah salah satu dari orang-orang buangan yang kembali ke Yerusalem pada tahun 538 SM. Pandangan pertamanya pada Yerusalem mungkin telah sangat mendorong dia mengutuk Edom dan Babel. Ayat 1-4 adalah ingatan akan penderitaan pembuangan di Babel. Mazmur ini dibuka dengan suatu kisah derita. Kisah penderitaan orang- orang di Babel. Penderitaan telah terjadi, namun luka masih sangatlah membekas dalam ingatan mereka. Di Babel, saluran-saluran irigasi dari sungai Efrat, mereka kerap duduk menangis setiap kali mereka mengingat Sion. Mereka berdukacita karena mengingat Sion yang hancur semakin bertambah oleh sindiran orang Babel yang menawan dan menyiksa mereka. Kata-kata yang dilontarkan sangatlah menyakitkan (Mazmur, 46,48, 84, 122). Permintaan orang Babel adalah sebuah penghinaan terhadap iman Israel, yakni sebuah olok-olokan terhadap Tuhan sendiri. Israel menolak permintaan tersebut dengan tegas. Ayat 5-6 : sumpah setia. Dalam pandangan eksegetis ada sebuah pemahaman yang kontradiktif bila dibandingkan dengan bagian pertama. Derita yang dialami di Sion menjadikan mereka bertekad untuk tidak melupakan Sion dan menjadikannya sebagai puncak sukacitanya. Pemazmur bersumpah bahwa ia tidak akan melupakan Sion. Lupa di sini bukan hanya soal ingatan, tetapi soal kesiagaan hati dan kehendak untuk melakukan sesuatu yang baik bagi Sion. Pada ayat 4-6, pemazmur menyatakan kecintaannya akan Yerusalem. walau bagaimana mungkin mereka menyanyikan nyanyian-nyanyian kudus dari kebaktian di Bait Suci sebagai hiburan bagi orang-orang di negeri asing? Hal itu tentu akan menajiskan perkara-perkara yang kudus dan mengkhianati Sion. Pemazmur lebih suka kehilangan kemampuan bermain kecapi dan menyanyi daripada lupa kesucian Yerusalem. Ayat 7-9: Permohonan dan kutuk. Pemazmur telah menyatakan cintanya yang total kepada Yerusalem. Cinta berbatasan dengan benci atau dengan penolakan terhadap segala sesuatu yang melawan atau merintangi cintanya. Jemaah memohon agar Tuhan mengingat Edom artinya membalas kejahatannya. (Bdk. Yer. 31:34). Mengenai Puteri Babel, tidak ada permohonan (ayat 8- 9). Gantinya adalah kutuk dalam bentuk ucapan bahagia bagi bangsa Persia yang mengalahkan Babel pada tahun 539 SM. Memang Puteri Babel sudah ditentukan untuk dimusnahkan dan jemaat merasa sungguh puas. 9.3. MAKNA TEOLOGISNYA
Dalam mazmur ini kita membaca suatu ungkapan cinta
yang total dari pemazmur kepada Yerusalem. Pemazmur rela menderita demi Yerusalem dan sama sekali tidak mau membiarkan Yerusalem menjadi bahan tertawaan dan penghinaan. Hatinya membara demi Yerusalem meskipun keadaannya tidak seperti sediakala. Kita hanya dapat memahami ungkapan cinta ini bila kita memahami teologi Israel tentang Yerusalem sebagaimana yang dinyanyikan dalam ibadatnya. Yerusalem adalah segalanya bagi Israel karena mempunyai hubungan khusus dengan Tuhan. Didirikan oleh-Nya dan dipilih untuk menjadi tempat kediaman- Nya serta tanda kehadiran-Nya di tengah umat. Tuhan akan melindungi kota-Nya dari segala macam tantangan dan bahaya. Ungkapan cinta pemazmur kepada Yerusalem akhirnya adalah ungkapan cinta kepada Allah sendiri. Rahasia cinta pemazmur kepada Yerusalem terletak dalam imannya yang memiliki kekuatan. Ayat 7-9, jelas menjadi kesulitan bagi orang Kristen untuk didoakan dalam ibadat. Hal ini mau mengatakan bahwa kebengisan umat manusia merupakan sebuah pertanda akan kehilangannya moralitas umat manusia yang telah mencapai titik nadi terakhir. Bila dipahami dalam konteks peribadatan orang Kristen, doa yang akan didaraskan dalam ibadat ini memiliki pemaknaan yang utuh pula. Kebengisan yang pernah terjadi di masa lalu sebagai pengalaman buruk hendaknya dijadikan sebagai usaha pemulihan dan perbaikan atas perilaku hidup manusia zaman ini. DAFTAR ACUAN
Alkitab, Lembaga biblika Indonesia, Jakarta, 2000
Tafsir alkitab Perjanjian Lama, Ed., Dianne Bergant, CSA, dan Robert J. Karris, OFM. Kanisius, Yogyakarta, 2002. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II.1988, England. L. Alonso Schokel/C. Carnitti, I Salmi. (Volume secondo). Roma, 1993. Walter Brueggemmann, Teologi Perjanjian Lama, kesaksian, tangkisan, pembelaan. Ledalero, 2009. Marie, Claire Barth & B.A. Pareira, Tafsiran Alkitab, Kitab mazmur 73-150. Bpk. Gunung Mulia, 2008. Plains, D., The Psalms, Song of Tragedy, Hope and Justice, New York, Orbis Books, 1993.