Anda di halaman 1dari 133

ARUS DAN TEGANGAN

1 LISTRIK

1.1 Pengertian Arus Listrik (Electrical Current)


Kita semua tentu paham bahwa arus listrik terjadi karena adanya aliran elektron dimana
setiap elektron mempunyai muatan yang besarnya sama. Jika kita mempunyai benda
bermuatan negatif berarti benda tersebut mempunyai kelebihan elektron. Derajat
termuatinya benda tersebut diukur dengan jumlah kelebihan elektron yang ada. Muatan
sebuah elektron, sering dinyatakan dengan simbul q atau e, dinyatakan dengan satuan
coulomb, yaitu sebesar

q ≈ 1,6 × 10-19 coulomb

Misalkan kita mempunyai sepotong kawat tembaga yang biasanya digunakan


sebagai penghantar listrik dengan alasan harganya relatif murah, kuat dan tahan
terhadap korosi. Besarnya hantaran pada kawat tersebut hanya tergantung pada adanya
elektron bebas (dari elektron valensi), karena muatan inti dan elektron pada lintasan
dalam terikat erat pada struktur kristal.
Pada dasarnya dalam kawat penghantar terdapat aliran elektron dalam jumlah
yang sangat besar, jika jumlah elektron yang bergerak ke kanan dan ke kiri sama besar
maka seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun jika ujung sebelah kanan kawat
menarik elektron sedangkan ujung sebelah kiri melepaskannya maka akan terjadi aliran
elektron ke kanan (tapi ingat, dalam hal ini disepakati bahwa arah arus ke kiri). Aliran
elektron inilah yang selanjutnya disebut arus listrik.
Besarnya arus listrik diukur dengan satuan banyaknya elektron per detik, namun
demikian ini bukan satuan yang praktis karena harganya terlalu kecil. Satuan yang
dipakai adalah ampere, dimana

Arus dan Tegangan Listrik 1


i= dq/dt
1 ampere = 1coulomb/det.

Contoh di bawah ini menggambarkan besarnya arus listrik untuk beberapa


peralatan:

Stasiun pembangkit ................... 1000 A


Starter mobil ................... 100 A
Bola larnpu ................... 1A
Radio kecil ................... 10 mA
Jam tangan ................... 1 µA

1.2 Pengertian Tegangan (Voltage)


Akan mudah menganalogikan aliran listrik dengan aliran air. Misalkan kita
mempunyai 2 tabung yang dihubungkan dengan pipa seperti pada gambar 1.1. Jika
kedua tabung ditaruh di atas meja maka permukaan air pada kedua tabung akan sama
dan dalam hal ini tidak ada aliran air dalam pipa. Jika salah satu tabung diangkat maka
dengan sendirinya air akan mengalir dari tabung tersebut ke tabung yang lebih rendah.
Makin tinggi tabung diangkat makin deras aliran air yang melalui pipa.

Gambar 1.1 Aliran air pada bejana berhubungan

Terjadinya aliran tersebut dapat dipahami dengan konsep energi potensial.


Tingginya tabung menunjukkan besarnya energi potensial yang dimiliki. Yang paling

2 ELEKTRONIKA DASAR
penting dalam hal ini adalah perbedaan tinggi kedua tabung yang sekaligus menentukan
besarnya perbedaan potensial. Jadi semakin besar perbedaan potensialnya semakin
deras aliran air dalam pipa.
Konsep yang sama akan berlaku untuk aliran elektron pada suatu penghantar.
Yang menentukan seberapa besar arus yang mengalir adalah besarnya beda potensial
(dinyatakan dengan satuan volt). Jadi untuk sebuah konduktor semakin besar beda
potensial akan semakin besar pula arus yang mengalir.
Perlu dicatat bahwa beda potensial diukur antara ujung-ujung suatu konduktor.
Namun kadang-kadang kita berbicara tentang potensial pada suatu titik tertentu. Dalam
hal ini kita sebenarnya mengukur beda potensial pada titik tersebut terhadap suatu titik
acuan tertentu. Sebagai standar titik acuan biasanya dipilih titik tanah (ground).
Lebih lanjut kita dapat menganalogikan sebuah baterai atau accu sebagai tabung
air yang diangkat. Baterai ini mempunyai energi kimia yang siap diubah menjadi energi
listrik. Jika baterai tidak digunakan, maka tidak ada energi yang dilepas, tapi perlu
diingat bahwa potensial dari baterai tersebut ada di sana. Hampir semua baterai
memberikan potensial (tepatnya electromotive force - e.m.f) yang hampir sama
walaupun arus dialirkan dari baterai tersebut.

1.3 Hukum Ohm


Pada sebagian besar konduktor logam, hubungan arus yang mengalir dengan potensial
diatur oleh Hukum Ohm. Ohm menggunakan rangkaian percobaan sederhana seperti
pada gambar 1.2. Dia menggunakan rangkaian sumber potensial secara seri, mengukur
besarnya arus yang mengalir dan menemukan hubungan linier sederhana, dituliskan
sebagai

V = IR (1.1)

dimana R = V/I disebut hambatan dari beban. Nama ini sangat cocok karena R menjadi
ukuran seberapa besar konduktor tersebut menahan laju aliran elektron.
Awas, berlakunya hukum ohm sangat terbatas pada kondisi-kondisi tertentu,
bahkan hukum ini tidak berlaku jika suhu konduktor tersebut berubah. Untuk material-
material atau piranti elektronika tertentu seperti diode dan transistor, hubungan I dan V
tidak linier.

Arus dan Tegangan Listrik 3


Gambar 1.2 Rangkaian percobaan hukum Ohm

1.4 Daya (Power)


Misalkan suatu potential v dikenakan ke suatu beban dan mengalirlah arus i seperti
diskemakan pada gambar 1.3. Energi yang diberikan ke masing-masing elektron yang
menghasilkan arus listrik sebanding dengan v (beda potensial). Dengan demikian total
energi yang diberikan ke sejumlah elektron yang menghasilkan total muatan sebesar dq
adalah sebanding dengan v × dq.
Energi yang diberikan pada elektron tiap satuan waktu didefinisikan sebagai
daya (power) p sebesar

p= v dq/dt = vi (1.2)

dengan satuan watt

dimana 1 watt = 1 volt × 1 amper

4 ELEKTRONIKA DASAR


    

Gambar 1.3 Aliran arus pada beban karena potensial v

1.5 Daya pada Hambatan (Resistor)


Jika sebuah tegangan V dikenakan pada sebuah hambatan R maka besarnya arus yang
mengalir adalah

I=V/R (hukum Ohm)

dan daya yang diberikan sebesar

P = V× I
= V2/R
= I2R (1.3)

Untuk kasus tertentu persoalannya menjadi lain jika potensial yang diberikan
tidak konstan, misalnya berbentuk fungsi sinus terhadap waktu (seperti pada arus bolak-
balik)

v = V sin ω t
dengan demikian

i = v/R
= (V/R) sin ω t

Arus dan Tegangan Listrik 5


dan
p=v×i
= (V2/R) sin2 ω t (1.4)

p selalu berharga positif sehingga daya akan selalu hilang pada setiap saat, berubah
menjadi panas pada hambatan. Daya tersebut selalu berubah setiap saat, berharga nol
saat sin ωt = 0, dan maksimum sebesar V2/ R saat sin ω t = 1.

Untuk menentukan efek pemanasan dari isyarat di atas, persamaan daya di atas dapat
dituliskan sebagai

p= 1
2 (V 2
/ R )(1 − cos 2ωt )

cos 2ωt akan berharga positif atau negatif sama seringnya, sehingga rata-ratanya adalah
nol. Dengan demikian daya rata-rata yang hilang sebesar

P= 1
2
(V 2
(
/ R)= V / 2 )2
/R

Ini merupakan daya yang hilang pada R jika tegangan konstan V p / 2 dikenakan

padanya. Harga V p / 2 = 0,707 V sering digunakan sebagai ukuran jika tegangan sinus

digunakan pada suatu rangkaian dan harga tegangan tersebut sering disebut sebagai
harga root-mean-square (RMS). Dalam hal ini kita harus berhati-hati untuk
menentukan 3 pengukuran yang dipakai, yaitu

Harga RMS = Vp / 2

Amplitudo puncak = Vp
Harga puncak-ke-puncak = 2Vp

6 ELEKTRONIKA DASAR
RANGKAIAN ARUS
2 SEARAH (DC)

2.1 Arus Searah (DC)


Pada rangkaian DC hanya melibatkan arus dan tegangan searah, yaitu arus dan tegangan
yang tidak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaian DC meliputi:
i) baterai
ii) hambatan dan
iii) kawat penghantar
Baterai menghasilkan e.m.f untuk menggerakkan elektron yang akhirnya menghasilkan
aliran listrik. Sebutan “rangkaian” sangat cocok digunakan karena dalam hal ini harus
terjadi suatu lintasan elektron secara lengkap – meninggalkan kutub negatif dan kembali
ke kutub positif. Hambatan kawat penghantar sedemikian kecilnya sehingga dalam
prakteknya harganya dapat diabaikan.
Bentuk hambatan (resistor) di pasaran sangat bervariasi, berharga mulai 0,1 Ω
sammpai 10 MΩ atau lebih besar lagi. Resistor standar untuk toleransi ± 10 % biasanya
bernilai resistansi kelipatan 10 atau 0,1 dari:

10 12 15 18 22 27 33 39 47 56 68 82

Sebuah rangkaian yang sangat sederhana terdiri atas sebuah baterai dengan
sebuah resistor ditunjukkan pada gambar 2.1-a. Perhatikan bagaimana kedua elemen
tersebut digambarkan dan bagaimana menunjukkan arah arus (dari kutub positif
melewati resistor menuju kutub negatif).

Rangkaian Arus Searah (DC) 7


Gambar 2.1 Rangkaian arus searah : a) Pemasangan komponen dan arah arus dan
b) Penambahan komponen saklar dan hambatan dalam.

Pada gambar 2.1-b, telah ditambahkan dua komponen lain pada rangkaian, yaitu:
i) Sebuah saklar untuk memutus rangkaian.
ii) Sebuah resistor dengan simbol r (huruf kecil) untuk menunjukkan fakta bahwa
tegangan baterai cenderung untuk menurun saat arus yang ditarik dari baterai
tersebut dinaikkan.

Saklar mempunyai dua kondisi:

ON : Kondisi ini biasa disebut sebagai “hubung singkat” (shot circuit), dimana secara
ideal mempunyai karakteristik: V = 0 untuk semua harga I (yaitu R = 0)

OFF : Kondisi dimana arus tidak mengalir atau biasa disebut sebagai “rangkaian
terbuka” (open circuit), secara ideal mempunyai karakteristik: I = 0 untuk
semua harga V (yaitu R = ∞).

Untuk menganalisis lebih lanjut, rangkaian di atas perlu dipahami hukum dasar
rangkaian yang disebut hukum Kirchhoff. Terdapat beberapa cara untuk menyatakan
hukum Kirchhoff, kita coba untuk menyatakan supaya mudah diingat:

8 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 2.2 Rangkaian sederhana dengan tiga loop

i) Arus total yang masuk pada suatu titik sambungan/cabang adalah nol (Hukum I,
disebut KCL – Kirchhoff curent law ).

∑i n =0 (2.1)

Arah setiap arus ditunjukkan dengan anak panah, jika arus berharga positif maka
arus mengalir searah dengan anak panah, demikian sebaliknya. Dengan demikian untuk
rangkaian seperti pada gambar 2.2 kita dapat menuliskan:

∑i n =0
− I1 + I 2 + I 3 = 0

Tanda negatif pada I 1 menunjukkan bahwa arus keluar dari titik cabang dan jika arus
masuk titik cabang diberi tanda positif.

ii) Pada setiap rangkaian tertutup (loop), jumlah penurunan tegangan adalah nol
(Hukum II, sering disebut sebagai KVL – Kirchhoff voltage law)

∑V n =0 (2.2)

Rangkaian Arus Searah (DC) 9


Pada gambar 2.2 dengan menggunakan KVL kita dapat menuliskan tiga
persamaan , yaitu:

Untuk loop sebelah kiri : − E1 + R3 I 3 + R1 I 1 = 0

Untuk loop sebelah kanan : − E 2 + R2 I 2 + R1 I 1 = 0


Untuk loop luar : − E1 + R3 I 3 − R 2 I 2 + E 2 = 0

Kembali ke rangkaian pada gambar 2.1, bahwa semua komponen dilewati arus I.
Menurut hukum II berlaku:

∑V n =0
(2.3)
−E + I r+ I R=0

jadi besarnya arus yang mengalir tersebut adalah

E
I=
(R + r )

Kita tertarik pada

V =I R
R (2.4)
=E
(R + r )

atau dari persamaan 2.3 diperoleh

V =E−I r (2.5)

Persamaan 2.5 memperlihatkan bahwa tegangan V merupakan hasil penurunan


tegangan akibat adanya beban yang dialiri arus. Simbul r disebut hambatan dalam
baterai. Nampak bahwa V merupakan bagian (fraksi) dari E. Rangkaian semacam ini
biasa disebut sebagai “pembagi tegangan” (akan dibicarakan lebih lanjut).

10 ELEKTRONIKA DASAR
2.2 Resistor dalam Rangkaian Seri dan Paralel
Ini merupakan konsep dasar yang memungkinkan kita secara cepat dapat
menyederhanakan rangkaian yang relatif kompleks.

a)

b)

Gambar 2.3 Resistor dalam rangkaian: a) seri dan b) paralel.

Seperti terlihat pada gambar 2.3-a, pada rangkaian seri semua resistor teraliri
arus yang sama. Jika arus yang mengalir sebesar I, kita mempunyai

V = I ( R1 + R2 + R3 )
(2.6)
V / I = R = R1 + R2 + R3

Nampak bahwa untuk rangkaian seri, ketiga resistor tersebut dapat digantikan dengan
sebuah resistor tunggal sebesar R.
Pada rangkaian paralel (gambar 2.3-b), nampak bahwa masing-masing resistor
mendapat tegangan yang sama. Jadi

I 1 = V / R1
I 2 = V / R2
I 3 = V / R3

Rangkaian Arus Searah (DC) 11


dan
I = I1 + I 2 + I 3
 1 1 1 
V / R = V  + + 
 R1 R2 R3 
1 1 1 1
= + + (2.7)
R2 R1 R2 R3

atau

G = G1 + G 2 + G 3 (2.8)

dimana G biasa disebut sebagai konduktansi, jadi G = 1/R, dinyatakan dalam satuan
siemen (dengan simbul S atau mho atau Ω-1).

2.3 Pembagi Tegangan (Potential Divider)


Biasanya rangkaian ini digunakan untuk memperoleh tegangan yang diinginkan dari
suatu sumber tegangan yang besar. Gambar 2.4 memperlihatkan bentuk sederhana
rangkaian pembagi tegangan, yaitu diinginkan untuk mendapatkan tegangan keluaran
v o yang merupakan bagian dari tegangan sumber v I dengan memasang dua resistor R1
dan R 2 .

Gambar 2.4 Rangkaian pembagi tegangan

12 ELEKTRONIKA DASAR
Nampak bahwa arus i mengalir lewat R1 dan R2, sehingga

v I = vo + v S (2.9)

v S = i R1 (2.10)

vo = i R2 (2.11)

v I = i R 2 + i R1 (2.12)

Dari persamaan 2.10 dan 2.12 diperoleh

v o / v S = R 2 / R1 (2.13)

Nampak bahwa tegangan masukan terbagi menjadi dua bagian ( v o , v S ),


masing-masing sebading dengan harga resistor yang dikenai tegangan tersebut. Dari
persamaan 2.11 dan 2.12 kita peroleh

R2
vo = v I × (2.14)
(R1 + R2 )

Rangkaian pembagi tegangan adalah sangat penting sebagai dasar untuk


memahami rangkaian DC atau rangkaian elektronika yang melibatkan berbagai
komponen yang lebih rumit.

2.4 Pembagi Tegangan Terbebani


Gambar 2.5 memperlihatkan suatu pembagi tegangan dengan beban terpasang pada
terminal keluarannya, mengambil arus i 0 dan penurunan tegangan sebesar v 0 . Kita

akan mencoba menemukan hubungan antara i 0 dan v 0 . Jika arus yang mengalir
melalui R1 sebesar i seperti ditunjukkan dalam gambar, maka arus yang mengalir lewat
R2 adalah sebesar i − i 0 . Kita mempunyai

v I − v0 = i × R1 (2.15)

Rangkaian Arus Searah (DC) 13


Gambar 2.5 Rangkaian pembagi tegangan terbebani.

Tegangan pada ujung-ujung beban adalah

v 0 = (i − i 0 ) × R 2

v 0 = i × R2 − i0 × R 2 (2.16)

Persamaan 2.15 dan 2.16 dapat dituliskan kembali masing-masing menjadi

v I × R 2 − v 0 × R 2 = i × R1 × R 2
dan
v 0 × R1 + i0 × R1 × R 2 = i × R1 × R 2

dari keduanya diperoleh

v I × R 2 − v 0 × R 2 = v 0 × R1 + i 0 × R1 × R 2
atau
v 0 × (R1 + R 2 ) = v I × R 2 − i 0 × R1 × R 2
atau
R2 R1 × R 2
v0 = v I × − i0
(R1 + R2 ) (R1 + R 2 )

14 ELEKTRONIKA DASAR
v 0 = v 0 / C − i 0 × RP (2.17)

dimana v 0 / C adalah besarnya tegangan v 0 tanpa adanya beban, yaitu saat i 0 = 0 , dan
harga ini disebut sebagai tegangan keluaran saat rangkaian terbuka (open-circuit output
voltage) sebesar

R2
v0 / C = v I × (2.18)
(R1 + R 2 )
dengan
R1 × R 2
RP = (2.19)
(R1 + R 2)

disebut sebagai “rsistansi sumber”, dimana harganya sama dengan resistansi R1 dan
R 2 yang dihubungkan secara paralel.
Harga v 0 / C atau RP tergantung pada sifat dari beban, sehingga efek v 0 akibat
besarnya beban dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan penyederhanaan
rangkaian seperti terlihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Penyederhanaan rangkaian pembagi tegangan

Suatu contoh sederhana misalkan beban yang terpasang adalah berupa


hambatan sebesar R L , maka tegangan keluaran mengikuti persamaan pembagi tegangan
yaitu sebesar

Rangkaian Arus Searah (DC) 15


RL
v0 = v0 / C ×
R L + RP

dimana v 0 / C dan RP masing-masing mengikuti persamaan 2.18 dan 2.19.

2.5 Pembagi Arus (Current Divider)


Rangkaian pembagi arus tidaklah sepenting rangkaian pembagi tegangan, namun perlu
dipahami utamannya saat kita menghubungkan alat ukur arus secara paralel.

Gambar 2.7 Rangkaian pembagi arus

Pada gambar 2.7 nampak bahwa v diambil dari resistor R1 dan R 2 , jelas bahwa

i I = i0 + i S (2.20)

i S = v / R1 (2.21)

i0 = v / R2 (2.22)

v v
iI = + (2.23)
R 2 R1

Dari persamaan 2.21 dan 2.22 diperoleh

i 0 R1
= (2.24)
i S R2

16 ELEKTRONIKA DASAR
atau
i0 G2
= (2.25)
iS G1

dimana G = 1 / R = konduktasi.
Persamaan 2.25 menunjukkan bahwa arus masukan terbagi menjadi dua bagian
( i 0 dan i S ), masing-masing sebanding dengan besarnya harga konduktansi yang
dilewati arus tersebut. Dari persamaan 2.22 dan 2.23 diperoleh

i0 = v / R2

 i  1 
i 0 =  I  
 R 2  G1 + G 2 
G2
i0 = i I × (2.26)
G1 + G 2
Jadi arus keluaran i 0 merupakan bagian (fraksi) dari arus masukan.

2.6 Teorema Thevenin


Kembali pada pembahasan pembagi tegangan yang terbebani, hasil yang diperoleh dari
penyederhanaan rangkaian merupakan salah satu kasus dari teorema Thevenin. Secara
singkat teorema Thevenin dapat dikatakan sebagai berikut.

“Jika suatu kumpulan rangkaian sumber tegangan dan


resistor dihubungkan dengan dua terminal keluaran, maka
rangkaian tersebut dapat digantikan dengan sebuah
rangkaian seri dari sebuah sumber tegangan rangkaian
terbuka v 0 / C dan sebuah resistor RP ”

Gambar 2.8 menunjukkan suatu jaringan rangkaian yang akan dihubungkan


dengan sebuah beban R L . Kombinasi seri v 0 / C dan RP pada gambar 2.8-d merupakan
rangkaian ekivalen/setara Thevenin.

Rangkaian Arus Searah (DC) 17


Gambar 2.8 Skema terbentuknya rangkaian setara Thevenin

Ada beberapa kondisi ekstrem dari rangkaian pada gambar 2.8, seperti misalnya
saat R L = ∞ dan R L = 0 . Harga R L = ∞ berada pada kondisi rangkaian terbuka,
seolah-olah R L dilepas dari terminal keluaran, dengan demikian diperoleh tegangan
rangkaian terbuka sebesar V0 / C (lihat gambar 2.8-b). Saat R L = 0 (gambar 2.8-c)
berarti rangkaian berada pada kondisi hubung singkat (kedua ujung terminal terhubung
langsung) dengan arus hubung singkat I S / C sebesar

V0 / C
IS /C = (2.27)
RP

18 ELEKTRONIKA DASAR
Pada beberapa rangkaian, perhitungan V0 / C ataupun I S / C kemungkinan sangat
sulit untuk dilakukan. Langkah yang paling mudah adalah dengan menghitung harga
RP (harga resistansi yang dilihat dari kedua ujung terminal keluaran). Dalam hal ini
RP dihitung dengan melihat seolah-olah tidak ada sumber tegangan.

2.7 Teorema Norton


Teorema ini merupakan suatu pendekatan analisa rangkaian yang secara singkat dapat
dikatakan sebagai berikut.

“Jika suatu kumpulan rangkaian sumber tegangan dan


resistor dihubungkan dengan dua terminal keluaran, maka
rangkaian tersebut dapat digantikan dengan sebuah
rangkaian paralel dari sebuah sumber arus rangkaian
hubung singkat I N dan sebuah konduktansi G N ”

Gambar 2.9 Skema terbentuknya rangkaian setara Norton

Rangkaian Arus Searah (DC) 19


Pada gambar 2.9, rangkaian setara Norton digambarkan dengan kombinasi
paralel antara sebuah sumber arus I N dan sebuah konduktan G N (lihat gambar 2.9-d).

Jika rangkaian ini akan dibebani dengan sebuah beban konduktan G L , maka ada dua
harga ekstrem yaitu G L = ∞ dan G L = 0 . Harga G L = ∞ (atau R L = 0 ) berada pada

kondisi hubung singkat dan arus hubung singkat I S / C sama dengan I N . Sedangkan

harga G L = 0 (atau R L = ∞ ) berada pada kondisi rangkaian terbuka, dimana terlihat


bahwa V0 / C merupakan tegangan rangkaian terbuka. Dengan demikian untuk rangkaian
setara Norton berlaku

IN
I N = IS /C dan GN = (2.28)
V0 / C

Soal Latihan
Perhatikan rangkaian berikut:

i) Dengan menggunakan teorema Thevenin, tentukan arus yang mengalir pada


resistor 3 ohm.
ii) Dengan menggunakan teorema Norton, tentukan arus yang mengalir pada
resistor 3 ohm.

20 ELEKTRONIKA DASAR
ALAT-ALAT UKUR
3
LISTRIK

Telah dipahami bahwa elektron yang bergerak akan menghasilkan medan magnet yang
tentu saja dapat ditarik atau ditolak oleh sumber magnetik lain. Keadaan inilah yang
digunakan sebagai dasar pembuatan motor listrik serta meter listrik sederhana untuk
mengukur arus dan tegangan. Konstruksi dasar meter listrik diperlihatkan pada gambar
3.1

Gambar 3.1 Kostruksi dasar meter listrik

Meter dasar ini terdiri dari sebuah maget permanen berbentuk tapal kuda dengan
kutub-kutubnya berbentuk bulat. Sebuah kumparan dengan inti dari besi lunak
diletakkan sedemikian rupa di antara kedua kutub U dan S sehingga dapat berputar
dengan bebas. Sebuah jarum penunjuk dilekatkan pada kumparan dan akan bergerak
saat kumparan berputar.
Arus listrik yang akan diukur dilewatkan ke kumparan sehingga kumparan
tersebut akan menghasilkan medan maget (elektro maget). Kutub-kutub elektro maget

Alat-alat Ukur Listrik 21


akan berinteraksi dengan kutub maget permanen sehingga kumparan tersebut berputar
sesuai dengan besarnya arus yang melaluinya.

3.1 Penggunaan Meter Dasar


Pemakaian terpenting adalah sebagai alat ukur arus dan alat ukur tegangan. Pada
pemakaian sebagai ampere meter (ammeter), diupayakan semua arus pada suatu titik
cabang yang diukur dapat melalui ammeter. Tujuannya adalah pada titik cabang tersebut
seolah-olah terjadi hubung singkat, yaitu mempunyai resistansi rendah dan penurunan
tegangan yang rendah. Untuk pemakaian sebagai voltmeter (dipasang di antara dua
titik), diupayakan agar arus yang lewat ke meter (voltmeter) sekecil mungkin.
Tujuannya adalah agar di kedua titik sambungan seolah-olah merupakan rangkaian
terbuka, yaitu memiliki resistansi yang sangat besar atau dilewati arus yang sangat
kecil. Gambar 3.2 menunjukkan bagaimana kedua meter listrik tersebut dipasang pada
rangkaian. Suatu meter dasar biasanya memerlukan arus sebesar 1 mA (dan sekitar 0.1
V) untuk membuat difleksi skala penuh (full-scale deflection).

Gambar 3.2 Pemasangan voltmeter dan ammeter pada rangkaian.

3.2 Meter Dasar sebagai Ampere Meter


Kita dapat membuat sebuah meter dengan penunjukan arus skala penuh (batas ukur)
lebih besar dibandingkan dengan kemampuan dasarnya (tetapi dengan kemampuan
penunjukan tegangan skala penuh yang sama), yaitu dengan memasang hambatan shunt
secara paratel dengan meter tersebut.

22 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 3.3 Penunjukkan skala penuh meter dasar : a) ampermeter dan b) voltmeter.

Gambar 3.3(a) menmjukkan meter dengan penunjukkan skala penuh (batas


ukur) sebesar 1 mA akan diubah menjadi 1 A. Dengan menggunakan prinsip pembagi
arus didapat harga hambatan shunt sebesar:

Rm
Rp = (3.1)
(n − 1)

dimana n menunjukkan perbesaran batas ukur meter tersebut. Untuk kasus di atas, n
sebesar 1000 kali dan dengan demikian R p = 25 / 999 = 0,025

Sebuah multimeter biasanya mempunyai beberapa skala batas ukur dengan


menghubungkan dengan terminal yang bersesuaian. Dalam hal ini hambatan shunt
sudah terpasang di dalam rangkaian meter. Gambar 3.4 menunjukkan meter dengan
batas ukur 2 dan 10 A yang dibuat dengan menggunakan prinsip di atas.

Gambar 3.4 Pemasangan shunt untuk mengubah batas ukur meter.

Alat-alat Ukur Listrik 23


3.3 Meter Dasar sebagai Voltmeter
Kita dapat juga memperbesar batas ukur sebuah voltmeter sebesar n kali batas ukur
dasarnya (dengan arus skala penuh yang sama), yaitu dengan memasang suatu hambatan
luar secara seri. Untuk rangkaian pada gambar 3.3-b menunjukkan sebuah meter dasar
dengan batas ukur arus maksimum sebesar 1 mA akan digunakan untuk mengukur
tegangan sebesar 2 V. Total resistansi (resistor luar + resistor meter) adalah sebesar

2 V/1 mA = 2000 Ω

dengan demikian hambatan luar yang harus dipasang sebesar

RS = (2000 - 25) Ω = 1975 Ω

Pada voltmeter dengan beberapa batas ukur biasanya dilengkapi dengan saklar untuk
memilih resistor seri yang sesuai.

Gambar 3.5 Pengaturan batas ukur meter dengan pemasangan resistor.

Contoh
Misalkan sebuah meter dasar 50µA memiliki hambatan sebesar 3000 Ω. Coba desain
sebuah multimeter yang dapat digunakan untuk pengukuran sampai pada batas ukur 100
µA, 1 mA, 1 V dan 10 V. Rangkaian yang sesuai diperlihatkan pada gambar 3.5.

24 ELEKTRONIKA DASAR
Jawab:

Pada batas ukur 100A, arus sebesar 50 µA harus mengalir melewati meter dan


hambatan (R1 + R2 ) . Jadi (R1 + R2 ) = 3000 . 

Pada batas ukur 1 mA, arus sebesar 50 µA mengalir lewat (R2 + 3000 ) dan


sisanya sebesar 950 µA melalui R1 . Jadi,

950 R1 = 50(R2 + 3000 )


= 50 (3000 − R1 + 3000 )
19 R1 = − R1 + 6000
R1 = 300 

R2 = 2700 

Pada batas ukur 1 V, mengalir arus sebesar 100 µA melalui meter dan 50 µA


melalui (R1 + R2 ) . Pada meter terdapat tegangan sebesar

50 × 3000 = 0,15 V
 

dengan demikian tegangan pada R3 adalah sebesar 0,85V, atau

R3 = 0,85 V/100 µA = 8500




Dengan cara yang sama diperoleh R3 = 9,85/100 = 98,5 k




 

Alat-alat Ukur Listrik 25


KAPASITOR, INDUKTOR
4 DAN RANGKAIAN AC

4.1 Bentuk Gelombang lsyarat (signal)


Isyarat adalah merupakan informasi dalam bentuk perubahan arus atau tegangan.
Perubahan bentuk isyarat terhadap fungsi waktu atau bentuk gelombang merupakan
bagian yang sangat panting pada elektronika. Bentuk gelombang isyarat yang sering
kita jumpai diantaranya adalah seperti diperlihatkan pada gambar 4.1.

"  A B
+ A

        ! # $ % & ' ( ) * ) ' 9 : ; < = > ? @



7 8

            , - . / 0 1 2 3 4 0 5 6
       

Gambar 4.1 Berbagai bentuk isyarat penting pada sistem elektronika

Tegangan searah atau kontinu dihasilkan oleh sebuah baterai generator arus DC.
Arus undakan (step) mengalir saat sebuah saklar dinyalakan yang menghasilkan

26 ELEKTRONIKA DASAR
tegangan searah, misalnya saat sebuah radio dinyalakan. Arus pulsa jika sebuah saklar
dinyalakan (ON) kemudian dimatikan (OFF), digunakan untuk sistem informasi pada
komputer. Gelombang gergaji naik secara linier kemudian reset. Arus eksponensial
(menurun) mengalir saat energi disimpan dalam medan listrik pada suatu kapasitor dan
dibiarkan bocor melalui sebuah resistor. Tegangan sinus diperoleh saat sebuah
kumparan diputar dengan kecepatan konstan pada suatu medan listrik.

4.2 Kapasitor
Pada dasarnya sebuah kapasitor merupakan dua keping konduktor yang dipisahkan oleh
suatu insulator (udara, hampa udara atau suatu material tertentu). Secara skematis
sebuah kapasitor keping sejajar dapat digambarkan seperti pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Kapasitor keping sejajar

Misalkan tegangan DC dikenakan pada kedua keping seperti ditunjukkan pada


gambar 4.2. Karena kedua keping tersebut dipisahkan oleh suatu insulator, pada
dasarnya tidak ada elektron yang dapat menyeberang celah di antara kedua keping. Pada
saat baterai belum terhubung, kedua keping akan bersifat netral (belum temuati).

Kapasitor, Induktor dan Rangkaian AC 27


Saat baterai terhubung, titik dimana kawat pada ujung kutub negatif
dihubungkan akan menolak elektron, sedangkan titik dimana kutub positif
terhubungkan menarik elektron. Elektron-elektron tersebut akan tersebar ke seluruh
keping kapasitor. Sesaat, elektron mengalir ke dalam keping sebelah kanan dan elektron
mengalir keluar dari keping sebelah kiri; pada kondisi ini arus mengalir melalui
kapasitor walaupun sebenamya tidak ada elektron yang mengalir melalui celah kedua
keping tersebut.
Setelah bagian luar dari keping termuati, berangsur-angsur akan menolak
muatan baru dari baterai. Karenanya arus pada keping tersebut akan menurun besarnya
terhadap waktu sampai kedua keping tersebut berada pada tegangan yang dimiliki
baterai. Keping sebelah kanan akan memiliki kelebihan elektron yang terukur dengan
muatan -Q dan pada keping sebelah kiri temuati sebesar +Q. Besarnya muatan Q ini
karenanya proporsional dengan V atau

Q ∝V

Konstanta proporsionalitas tersebut dinyatakan sebagai kapasitansi atau C

Q =C V (4.1)

dimana satuan kapasitansi ini dinyatakan dengan farad (F).


Secara umum hubungan antara muatan dan tegangan untuk sebuah kapasitor
dapat dituliskan sebagai

q=C v (4.2)

dengan demikian arus i yang mengalir diberikan oleh

i = dq / dt = C dv / dt (4.3)

28 ELEKTRONIKA DASAR
atau
v = q/C
t
1
C ∫0
= i dt + Vo (4.4)

4.3 Induktor
Telah diketahui bahwa elektron yang bergerak atau arus listrik yang mengalir akan
menghasilkan medan magnet. Namm kebalikannya untuk menghasilkan arus listrik
(arus induksi) perlu dilakukan perubahan medan magnet.
Percobaan yang sangat sederhana dapat dilakukan seperti diskemakan pada
gambar 4.3. Saat saklar (switch) ditutup dan arus mengalir secara tetap pada kumparan
di bagian bawah, maka tidak ada arus induksi yang mengalir pada kumparan bagian
atas. Namun sesaat saklar ditutup (atau dibuka) sehingga medan magnet yang
dihasilkan berubah, maka voltmeter akan menunjukkan adanya perubahan tegangan
induksi. Besamya tegangan yang dihasilkan adalah sebanding dengan perubaban arus
induksi, dapat dituliskan sebagai:

v = L di / dt

dimana harga proporsinalitas L disebut induksi diri atau induktansi dengan satuan henry
(H).

Gambar 4.3 Percobaan sederhana terjadinya induksi diri pada induktor

Kapasitor, Induktor dan Rangkaian AC 29


Gambar 4.4 Terjadinya arus transien pada rangkaian RC

4.4 Arus Transien pada Rangkaian RC


Gambar 4.4 menjelaskan proses pemuatan dan pelucutan muatan pada sebuah kapasitor.
Jika mula-mula saklar berada pada posisi 1 dalam waktu yang relatif lama maka
kapasitor akan termuati sebesar V volt. Pada keadaan ini kita catat sebagai t = 0.
Saat saklar dipindah ke posisi 2, muatan kapasitor mulai dilucuti (discharge)
sehingga tegangan pada kapasitor tersebut mulai menurun. Saat tegangan pada
kapasitor mulai menurun, energi yang tersimpan akan dilepas menjadi panas melalui
resistor. Karena tegangan pada kapasitor adalah sama dengan tegangan pada resistor
maka arus yang lewat rangkaian juga akan menurun. Proses ini terus berlangsung
sampai seluruh muatan terlucuti atau tegangan dan arus menjadi nol sehingga rangkaian
dalam keadaan stabil (steady-state).
Untuk menentukan persamaan tegangan dan arus saat muatan kapasitor dilucuti
dapat digunakan hk Kirchhoff tentang arus sebagai berikut.

iC (t ) + iR (t ) = 0 (4.5)

Dengan menggunakan hubungan V-I pada C dan R diperoleh

dv C v
C + C =0 (4.6)
dt R

30 ELEKTRONIKA DASAR
Dibagi dengan C dan dengan mendifinisikan τ = RC , didapat

dv C v C
+ =0 (4.7)
dt τ

Persaman 4.7 berlaku untuk t > 0 dan mempunyai persyaratan kondisi awal v C (0 ) = V1 .
Solusi dari persamaan tersebut untuk t > 0 dapat ditunjukkan sebagai

v C (t ) = v C (0) e − t / τ

= V1 e − t / τ (4.8)

merupakan persamaan eksponensial dimana

v C (t ) = merupakan harga sesaat

V1 = amplitudo atau harga maksimum


e = 2,718..................
t = waktu dalam detik
τ = konstanta waktu dalam detik

Gambar 4.5 Plot pelucutan tegangan kapasitor

Kapasitor, Induktor dan Rangkaian AC 31


Persamaan eksponensial ini menggambarkan bagaimana kondisi kapasitor saat
muatannya dilucuti. Secara grafik persamaan tersebut dapat diplot seperti diperlihatkan
pada gambar 4.5. Terlihat bahwa pada kondisi akhir ( v C (∞) ), harga tegangan kapasitor
adalah nol. Dapat dijelaskan, untuk proses pengisian kapasitor diperoleh:

v C (t ) = V1 (1 − e − t / τ ) (4.9)

4.5 Rangkaian Diferensiator


Rangkaian RC pada gambar 4.6-a dapat berfungsi sebagai rangkaian deferensiator, yaitu
keluaran merupakan derivatif dari masukan. Untuk kasus masukan tegangan berupa
gelombang kotak, tegangan keluaran proportional dengan proses pemuatan dan
pelucutan sebagai reaksi dari tegangan undakan (step voltage). Dalam hal ini rangkaian
RC berfungsi sebagai pengubah gelombang kotak menjadi bentuk rangkaian pulsa jika
konstanta waktu RC berharga lebih kecil dibandingkan periode dari gelombang
masukan.
Dengan melakukan pendekatan dan menggunakan hk Kirchhoff tentang
tegangan diperoleh:

v1 = v C + v R ≅ v C (4.10)

Jika v R dianggap sangat kecil dibandingkan dengan v C . Karena iC = C dv C / dt ,

dv C dv
v 2 = v R = R i = RC ≅ RC 1 (4.11)
dt dt

Terlihat bahwa keluaran (output) proportional dengan derivatif dari masukan (input).

32 ELEKTRONIKA DASAR
_

X Y l
X l

Z [

D E F G Z
C

j k

\ ] ^ _ ` a b c ` d ` a e a f g b h ` f i h

H I J K I L M N I O I L P Q R Q S Q L T O I U V S

Gambar 4.6 Rangkaian RC sebagai deferensiator dan integrator

4.6 Rangkaian Integrator


Rangkaian RC dapat juga digunakan sebagai rangkaian integrator seperti ditunjukkan
pada gambar 4.6-b. Secara umum berlaku,

v1 = v R + v C ≅ v R = iR (4.12)

Jika v C berharga sangat kecil dibandingkan dengan v R (yaitu j ika RC > T). Karena

tegangan kapasitor besamya proportional dengan integral i ≅ v1 / R ,

1 1
v2 =
C ∫ i dt ≅
RC ∫
v1 dt (4.13)

dan keluaran merupakan harga integral dari masukan.

Kapasitor, Induktor dan Rangkaian AC 33


KOMPONEN DAN
5 RANGKAIAN AC

5.1 Isyarat AC
Isyarat AC merupakan bentuk gelombang yang sangat penting dalam bidang
elektronika. Isyarat AC biasa ditulis sebagai

A sin (ω t + θ )

dimana A merupakan amplitudo (harga puncak), θ adalah fase awal dan ω adalah
frekuensi.
Perlu dipertegas di sini bahwa ω biasa disebut frekuensi anguler dengan satuan
radian per detik (rad s-1), sedangkan f biasa digunakan untuk menunjukkan frekuensi
dari sumber tegangan dengan satuan hertz (Hz). Dalam satu periode, fase dari
gelombang sinus berubah dengan 1 putaran (cycle), atau 2π radian, karenanya kedua
frekuensi mempunyai hubungan

ω = 2πf

dimana biasanya berharga f = 50 atau 60 Hz.


Alasan utama penggunaan tegangan AC adalah karena kemudahannya untuk
ditransmisikan pada tegangan tinggi dan dengan arus yang rendah, kemudian dengan
mudah tegangannya dapat diturunkan dengan menggunakan transformator. Beberapa
tipe isyarat yang penting untuk interval frekuensi antara lain:
50 HZ : sumber daya ac
20 - 20000 Hz : isyarat audio
0,5 - 1.5 MHz : radio AM
I - 1000 MHz : komunikasi radio (termasuk TV dan radio FM).

34 ELEKTRONIKA DASAR
Jika sumber tegangan sinus dihubungkan dengan sebuah rangkaian seri yang
terdiri dari resistor (R), kapasitor (C) dan induktor (L); maka semua tegangan dan arus
akan berbentuk sinus dengan frekuensi yang sama. Untuk proses penjumlahan dan
pengurangan tegangan dan arus dapat digunakan hukum Kirchhoff. Secara umum kita
dapat melakukan operasi tersebut dengan prinsip bilangan kompleks.

5.2 Bilangan Kompleks


Pada gambar 5.1, bilangan riel diplot sepanjang sumbu horizontal dan bilangan imajiner
diplot sepanjang sumbu vertikal. Kombinasi suatu bilangan riel dan suatu bilangan
imajiner menggambarkan letak titik pada bidang kompleks juga menyatakan bentuk
bilangan kompleksnya.

a) b)

Gambar 5.1 a) Bidang kompleks dan b) Sebuah bilangan kompleks W.

Pada gambar 5.1-b dilukiskan sebuah bilangan kompleks W dengan amplitudo M


dan arah θ dalam bentuk rektangular sebagai berikut:

W = a + jb (5.1)

atau

W = M (cos θ + j sin θ ) (5.2)

Komponen dan Rangkaian AC 35


Teori Euler menyatakan bahwa

cos θ + j sin θ = e jθ (5.3)

sehingga

W = M e jθ (5.4)

Persamaan 5.4 menyatakan bentuk eksponensial atau bentuk polar, dan secara simbolik
dituliskan sebagai

W = M ∠θ (5.5)

Untuk mengubah bilangan kompleks bentuk rektanguler ke bentuk polar dapat


digunakan:

b
M = a 2 + b2 θ = arctg (5.6)
a

Kebalikannya untuk mengubah bilangan kompleks bentuk polar ke bentuk rektanguler


dengan menggunakan

a = M cos θ b = M sin θ (5.7)

Latihan:
Dengan menggunakan kalkulator hitung:
i) Ubah V1 = 5 + j 6 ke bentuk polar.

ii) Ubah V2 = 10∠30 o ke bentuk rektanguler

Jabawan : i) 7,81∠50,19 o dan ii) 8,66 + j 5,00

36 ELEKTRONIKA DASAR
Wimaj

Gambar 5.2 Sebuah fungsi kompleks terhadap waktu

5.3 Representasi Bentuk Sinus


Untuk merepresentasikan bentuk isyarat sinus, kita perlu memperluas konsep bilangan
kompleks dengan mengikutkan peubah kompleks. Bentuk konstanta kompleks
W = M e jθ ditunjukkan oleh sebuah garis ideal. Jika garis tersebut diputar dengan
kecepatan sudut ω seperti ditunjukkan pada gambar 5.2, W merupakan fungsi kompleks
dari waktu dan

W (t ) = M e j (ω t +θ ) (5.8)

Proyeksi garis ini ke sumbu riel adalah:

W riel = M cos(ω t + θ ) (5.9)

dan proyeksi ini ke sumbu imajiner adalah:

Wimaj = M sin(ω t + θ ) (5.10)

Selanjutnya kuantitas yang kita pilih untuk representasi fungsi sinus adalah bagian
rielnya.

Komponen dan Rangkaian AC 37


5.4 Representasi Phasor
Jika suatu tegangan sesaat dituliskan dengan suatu fungsi sinus terhadap waktu seperti

v (t ) = V p cos(ω t + θ ) = 2 V cos(ω t + θ ) (5.11)

dimana V p adalah harga amplitudo dan V merupakan harga efektifnya, maka v (t ) dapat

diinterpretasikan sebagai "bagian riel" dari sebuah fungsi kompleks, ditulisan

{
v (t ) = R e {V p e j (ω t +θ ) }= R e (Ve jθ ) ( 2 )e }
jω t
(5.12)

Nampak bahwa fungsi kompleks dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu bagian
konstanta kompleks dan bagian lain sebagai fungsi waktu yang menyatakan putaran
bidang kompleks. Bagian yang pertama kita difinisikan sebagai phasor V, dituliskan

V = Ve jθ = V∠θ (5.13)

dimana phasor di atas disebut sebagai transformasi fungsi tegangan v(t). Sebagai
catatan, phasor mempunyai peran yang penting untuk menyelesaikan persoalan
hubungan antara arus dan tegangan seperti halnya konsep vektor yang sangat berguna
untuk menyelesaikan persoalan dalam mekanika. Selanjutnya hubungan arus dan
tegangan pada suatu rangkaian akan dapat diselesaikan secara grafik dengan
menggambarkan diagram phasornya.

5.5 Kapasitor pada Rangkaian AC


Jika pada suatu kapasitor kita kenakan tegangan sinus

v = V sin ω t (5.14)

maka dengan mudah kita dapat menemukan arus yang mengalir yaitu sebesar

38 ELEKTRONIKA DASAR
dv
i =C
dt
= VCω cos ω t
V
= cos ω t (5.15)
1 / Cω

Gambar 5.3 Arus dan tegangan pada rangkaian kapasitor dengan sumber AC

Dengan membandingkan persamaan v dan i, nampak bahwa saat arus sudah


mencapai harga maksimum maka tegangan masih nol. Kesimpulannya, pada rangkaian
kapasitor tegangan “tertinggal” 90o terhadap arus, atau arus “mendahului” tegangan
sebesar 90o. Keadaan ini diilustrasikan pada gambar 5.3. Sebagai catatan, besarnya
arus diberikan oleh

I = V / (1 / Cω ) (5.16)

Kuantitas 1 / Cω disebut “reaktansi kapasitif”, dituliskan

1
XC = (5.17)

Komponen dan Rangkaian AC 39


5.6 Induktor pada Rangkaian AC
Dengan analisa yang sama seperti halnya pada kapasitor, untuk rangkaian induktor
didapat hasil yang mirip. Jika

i = I sin ω t (5.18)

maka

v = L di / dt

= I (Lω )cos ω t (5.19)

terlihat bahwa v mendahului i, atau i tertinggal oleh v sebesar 90o; secara grafik
diperlihatkan seperti pada gambar 5.4. Reaktansi induktif (X L ) dituliskan

X L = Lω (5.20)

Sebagai catatan, jika reaktansi kapasitif menurun terhadap frekuensi, reaktansi induktif
akan naik terhadap frekuensi.

Gambar 5.4 Arus dan tegangan pada rangkaian induktor dengan sumber AC

40 ELEKTRONIKA DASAR
5.7 Impedansi Komponen AC
Secara umum, hasil bagi antara phasor tegangan dan phasor arus yang bersesuaian
disebut sebagai “impedansi” Z.

i) RESISTOR
Jika i = I cos ω t direpresentasikan oleh phasor I∠0 o mengalir melalui resistor R,
tegangan yang timbul diberikan oleh

v R = R i = RI cos ω t = V R cos ω t (5.21)

dituliskan dalam bentuk phasor sebagai V R ∠0 o . Dalam hal ini besarnya impedansi
yang melawan aliran arus sebesar

V R ∠0 o RI∠0 o
ZR = = = R∠0 o (5.22)
I∠0 o
I ∠0 o

ii) KAPASITOR
Jika tegangan v = V cos ω t terdapat pada kapasitor C, maka yang arus mengalir
diberikan oleh

= ω C V (− sin ω t ) = ω C V cos(ω t + 90 o )
dv
iC = C (5.23)
dt

dalam bentuk phasor ditulis sebagai I C ∠90 o . Impedansi sebagai penghambat arus
sebesar

V∠0 o V∠0 o 1 1
ZC = = = ∠ − 90 o = − j (5.24)
I C ∠90 o
ω C V ∠90 o
ωC ωC

Komponen dan Rangkaian AC 41


iii) INDUKTOR
Jika arus i = I cos ω t mengalir melalui induktor L, tegangan yang timbul diberikan
oleh

= ω L I (− sin ω t ) = ω L I cos (ω t + 90 o )
di
vL = L (5.25)
dt

dalam bentuk phasor dituliskan sebagai V L ∠90 o . Impedansi sebagai penghambat arus
sebesar

V L ∠90 o ω L I
ZL = = = ω L ∠90 o = jω L (5.26)
I∠0 o
I ∠0 o

5.8 Arus dan Tegangan dalam Bentuk Phasor


Karakteristik arus-tegangan pada masing-masing komponen dapat diringkas sebagai
berikut.

42 ELEKTRONIKA DASAR
RANGKAIAN R,L, DAN C SERI

Hukum Kirchhoff tentang tegangan (KVL) berlaku

v (t ) = v R (t ) + v C (t ) + v L (t ) (5.27)

Dalam bentuk phasor

V = V R + VC + V L (5.28)

Hal yang sama akan berlaku hukum Kirchhoff tentang arus (KCL) rangkaian paralel,
bahwa arus total yang melalui titik cabang adalah sama dengan nol.

5.9 Rangkaian Tapis Lolos Rendah (Low-Pass Filter) Tipe-1


Salah satu bentuk rangkaian lolos rendah seperti diskemakan pada gambar 5.5,
memperlihatkan tegangan sinus v i dikenakan pada masukan rangkaian dan diinginkan

hasil keluaran v o . Misalkan arus yang mengalir adalah sebesar

i = I sin ω t (5.29)

Komponen dan Rangkaian AC 43


Gambar 5.5 Rangkaian tapis lolos rendah tipe-1

Selanjutnya arus i ini sebagai isyarat acuan atau referensi. Tegangan pada
kapasitor dan resistor masing-masing diberikan oleh:

v C = (1 / C )∫ i dt

= −(I / Cω ) cos ω t (5.30)

vR = i R
= (IR )sin ω t (5.31)

Secara aljabar kedua tegangan ini dapat dijumlahkan, namun akan lebih mudah dengan
menggunakan diagram phasor seperti diskemakan pada gambar 5.6.

Gambar 5.6 Diagram phasor rangkaian tapis lolos rendah tipe-1

44 ELEKTRONIKA DASAR
Pada gambar 5.6 terlihat bahwa tegangan keluaran tertinggal terhadap tegangan
masukan, karenanya sudut fase θ harus diukur “dari” masukan v i “ke” keluaran v o ,

berharga negatif dan diberikan oleh

tg θ = (IR ) / (− I / Cω )
= −R C ω (5.32)

Amplitudo keluaran sebagai fungsi dari amplitudo masukan dapat dituliskan sebagai

v o / v i = (I / Cω ) / [(I / Cω ) 2
+ (IR )
2
]
= 1 / 1 + (RCω )
2
(5.33)

Parameter RC biasa diganti dengan parameter tunggal disebut konstanta waktu, dalam
hal ini

ω o = 1 / RC

ω o adalah frekuensi dimana reaktansi kapasitor dan resistor mempunyai harga yang
sama, kita dapat menuliskan

tgθ = −ω / ω o (sebagai respon fase) (5.34)

[
v o / v i = 1 / 1 + (ω / ω o )
2
] (sebagai respon amplitudo) (5.35)

Latihan:
Tentukan besarnya v o / v i dan θ dengan menggunakan konsep phasor.

Komponen dan Rangkaian AC 45


Catatan penting untuk tapis lolos rendah:

i) Pada frekuensi rendah, dimana ω << ω o , θ ≈ 0 o ; persamaan 5.35 menjadi

vo / vi ≈ 1

yaitu pada frekuensi rendah, kapasitor hampir-hampir hubung terbuka, sehingga


arus yang mengalir sangat kecil, atau tegangan jatuh pada R. Jadi rangkaian
melewatkan isyarat frekuensi rendah (sesuai dengan namanya).

ii) Pada frekuensi tinggi, dimana ω >> ω o , θ ≈ − 90 o

vo / vi ≈ ω o / ω

yaitu pada frekuensi tinggi, kapasitor hampir-hampir hubung singkat, sehingga


tegangan keluaran berharga sangat kecil. Arus i berharga hampir konstan sebesar
i = v i / R = (V / R )sin ω t

Jadi keluaran v o (diambil dari ujung-ujung C) tertinggal sebesar 90o terhadap v i .

iii) Jika ω = ω o , maka θ = −45 o dan

vo / vi = 1 / 2

Besarnya penguatan (gain) biasanya dinyatakan dalam dB (decibels), yaitu


merupakan harga logaritma dari perbandingan daya, dituliskan sebagai

dB = 10 log10 (P1 / P2 ) (5.36)

atau dapat dinyatakan sebagai perbandingan tegangan dan untuk rangkaian diatas dapat
dituliskan sebagai

dB = 20 log10 (Vo / Vi ) (5.37)

Jadi untuk v o / v i = 1 / 2 diperoleh penguatan sebesar -3 dB. Oleh sebab itu ω o

biasanya disebut “frekuensi 3 dB”.

46 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 5.7 Plot respon frekuensi terhadap amplitudo dan fase tapis lolos rendah.

Gambar 5.8 Plot respon frekuensi terhadap penguatan (dB) dan fase pada tapis lolos
rendah.

Gambar 5.7 dan 5.8 memperlihatkan plot respon frekuensi dari rangkaian tapis
lolos rendah dengan menggunakan komputer. Pada gambar tersebut diperlihatkan
besarnya penguatan (gain) dalam bentuk v o / v i (gambar 5.7) dan dB (gambar 5.8)

sebagai fungsi perbandingan frekuensi. Perlu diperhatikan bahwa frekuensi telah


dinormalisasikan, yaitu dinyatakan dalam bentuk ω / ω o atau f / f o dan dinyatakan
dalam skala logaritma agar dicapai interval frekuensi yang lebar.

Komponen dan Rangkaian AC 47


Latihan:
i) Sebuah penguat mempunyai penguatan sebesar 30 dB. Berapa besarnya
penguaatan tersebut jika dinyatakan dalam bentuk perbandingan keluaran
dan masukannya.
ii) Sebuah rangkaian tapis lolos rendah seperti terlihat pada gambar 5.5
mempunyai komponen C = 1,8 µF dan R = 27 kΩ.
a. Berapakan frekuensi 3 dB-nya?
b. Berapa besarnya penguataan (tepatnya pelemahan), v o / v i , dan

pergeseran fasenya saat f = 5 Hz?

5.10 Rangkaian Tapis Lolos Rendah Tipe-2


Pada rangkaian elektronika sering kita jumpai keadaan seperti diperlihatkan pada
gambar 5.9, dengan arus masukan ii dan arus keluaran io . Sebagai sumber arus
digunakan generator arus, dimana secara ideal dapat menghasilkan arus yang tidak
tergantung pada kondisi rangkaian.

Gambar 5.9 Rangkaian tapis lolos rendah tipe-2

Pada rangkaian seperti pada gambar 5.9, dapat diperoleh keadaan dimana pada
frekuensi rendah, arus pada C sangat kecil sehingga arus keluaran io besarnya hampir

sama dengan besarnya arus masukan ii . Karenannya rangkaian ini termasuk rangkaian
tapis lolos rendah. Misalnya arus keluaran adalah sebesar

io = I sin ω t (5.38)

48 ELEKTRONIKA DASAR
maka
v = io R = (IR ) sin ω t (5.39)
dan juga
iC = C (dv / dt ) = I (RCω ) cos ω t (5.40)

Keadaan di atas dapat diperlihatkan dengan diagram phasor seperti terlihat pada gambar
5.10, dimana v digunakan sebagai referensi.

Gambar 5.10 Diagram phasor arus tapis lolos rendah

Dari gambar 5.10 kita mempunyai

tg θ = − RCω
dan

io / ii = I / [(I )
2
+ (IRCω )
2
]
= 1 / 1 + (RCω )
2
(5.41)

Nampak bahwa hubungan io dan ii pada rangkaian di atas identik dengan hubungan v o

dan v i pada rangkaian tapis lolos rendah tipe-1, yaitu

tgθ = −ω / ω o

Komponen dan Rangkaian AC 49


dan

[
i o / i i = 1 / 1 + (ω / ω o )
2
] (5.42)

dimana ω o = 1 / RC

Perlu dicatat bagaimana fase diukur dari phasor masukan ke phasor keluaran
searah dengan arah jam, dimana hal ini menunjukkan bahwa sudut fase berharga negatif
atau keluaran tertinggal terhadap masukan.

Gambar 5.11 Rangkaian tapis lolos tinggi tipe-1

Gambar 5.12 Diagram phasor tapis lolos tinggi tipe-1

5.11 Rangkaian Tapis Lolos Tinggi (High-Pass Filter) Tipe-1


Rangkaian ini biasa dipakai untuk menggandeng sebuah isyarat AC antara dua titik
dengan level DC yang berbeda. Bentuk rangkaian dan diagram phasor tapis ini
diperlihatkan pada gambar 5.11 dan 5.12. Terlihat arus i sama dengan arus pada tapis

50 ELEKTRONIKA DASAR
lolos rendah tipe-1, dan diagram phasor hanya sedikit berbeda pada cara pengambilan
sudut fasenya (i tetap sebagai referensi karena mengalir lewat C dan R). Beda fase θ
sekarang berharga positif

tg θ = (I / Cω ) / (IR ) = 1 / (RCω ) (5.43)


atau
tg θ = ω o / ω (5.44)
dimana
ω o = 1 / RC (5.45)
dan
v o / v i = cos θ

atau

[
v o / v i = 1 / 1 + (ω o / ω )
2
] (5.46)

Catatan penting untuk tapis lolos tinggi:


i) Pada frekuensi tinggi, dimana ω >> ω o , θ ≈ 0 o ; persamaan 5.46 menjadi

vo / vi ≈ 1

yaitu pada frekuensi tinggi, kapasitor hampir-hampir hubung singkat, dan v o ≈ v i .


Jadi rangkaian melewatkan masukan frekuensi tinggi (sesuai dengan namanya).

ii) Pada frekuensi rendah, dimana ω << ω o , θ ≈ 90 o

vo / vi ≈ ω / ω o

iii) Jika ω = ω o , maka θ = +45o dan

vo / vi = 1 / 2

dimana ω o merupakan frekuensi 3 dB.

Gambar 5.13 dan 5.14 memperlihatkan bentuk respon amplitudo dan sudut fase
terhadap frekuensi untuk rangkaian di atas.

Komponen dan Rangkaian AC 51


Gambar 5.13 Plot respon frekuensi terhadap amplitudo dan fase tapis lolos tinggi

Gambar 5.14 Plot respon frekuensi terhadap penguatan (dB) dan fase pada tapis lolos
tinggi.

5.12 Rangkaian Tapis Lolos Tinggi Tipe-2


Alternatif lain rangkaian tapis lolos tinggi dan diagram mphasornya diperlihatkan pada
gambar 5.15 dan 5.16, yaitu dengan memakai rangkaian RL. Analisa rangkaian tersebut
meliputi:

i = I sin ω t

v L = L di / dt = ILω cos ω t
v R = IR sin ω t

52 ELEKTRONIKA DASAR
tg θ = (IR ) / (ILω ) = R / Lω (5.47)
tg θ = ω o / ω (5.48)
dimana
ωo = R / L (5.49)

v o / v i = cos θ

atau

[
v o / v i = 1 / 1 + (ω o / ω )
2
] (5.50)

Nampak bahwa rangkaian RL di atas memberikan respon yang sama dengan tipe-1
(dengan menggunakan rangkaian RC).

Gambar 5.15 Rangkaian tapis lolos tinggi tipe-2

Gambar 5.16 Diagram phasor tapis lolos tinggi tipe-2

Komponen dan Rangkaian AC 53


6 BAHAN SEMIKONDUKTOR

6.1 Semikonduktor Intrinsik (murni)


Silikon dan germanium merupakan dua jenis semikonduktor yang sangat penting dalam
elektronika. Keduanya terletak pada kolom empat dalam tabel periodik dan mempunyai
elektron valensi empat. Struktur kristal silikon dan germanium berbentuk tetrahedral
dengan setiap atom memakai bersama sebuah elektron valensi dengan atom-atom
tetangganya. Gambar 6.1 memperlihatkan bentuk ikatan kovalen dalam dua dimensi.
Pada temperatur mendekati harga nol mutlak, elektron pada kulit terluar terikat dengan
erat sehingga tidak terdapat elektron bebas atau silikon bersifat sebagai insulator.

Gambar 6.1 Ikatan kovalen silikon dalam dua dimensi

Energi yang diperlukan mtuk memutus sebuah ikatan kovalen adalah sebesar 1,1
eV untuk silikon dan 0,7 eV untuk germanium. Pada temperatur ruang (300K),
sejumlah elektron mempunyai energi yang cukup besar untuk melepaskan diri dari

54 ELEKTRONIKA DASAR
ikatan dan tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi menjadi elektron bebas (gambar
6.2). Besarya energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari pita valensi ke
pita konduksi ini disebut energi terlarang (energy gap). Jika sebuah ikatan kovalen
terputus, maka akan terjadi kekosongan atau lubang (hole). Pada daerah dimana terjadi
kekosongan akan terdapat kelebihan muatan positif, dan daerah yang ditempati elektron
bebas mempunyai kelebihan muatan negatif. Kedua muatan inilah yang memberikan
kontribusi adanya aliran listrik pada semikonduktor murni. Jika elektron valensi dari
ikatan kovalen yang lain mengisi lubang tersebut, maka akan terjadi lubang baru di
tempat yang lain dan seolah-olah sebuah muatan positif bergerak dari lubang yang lama
ke lubang baru.

(a)

- * + . / 0 ) 1


      

5 6

/ + 0 + . 2 3 / 4 2 3

     

(b)
 

       

! " # $ % &
7 8 

         

' ( ) * + ,

Gambar 6.2 a) Struktur kristal silikon memperlihatkan adanya sebuah ikatan kovalen
yang terputus dan b) Diagram pita energi menunjukkan tereksitasinya
elektron ke pita konduksi dan meninggalkan lubang di pita valensi

Bahan Semikonduktor 55
Proses aliran muatan ini, yang biasa disebut sebagai “arus drift” dapat dituliskan
sebagai berikut
“Peristiwa hantaran listrik pada semikonduktor adalah akibat
adanya dua partikel masing-masing bermuatan positif dan negatif
yang bergerak dengan arah yang berlawanan akibat adanya
pengaruh medan listrik”

Akibat adanya dua pembawa muatan tersebut, besarnya rapat arus dinyatakan sebagai:

J = (nµ n + pµ p )qε = σε (6.1)

dimana n dan p = konnsentrasi elektron dan lubang (m-3)


µ n dan µ p = mobilitas elektron dan lubang (m2 V-1 s-1)

σ = (nµ n + pµ p ) q = konduktivitas (S cm-1)

Karena timbulnya lubang dan elektron terjadi secara serentak, maka pada
semikonduktor murni, jumlah lubang sama dengan jumlah elektron atau dituliskan
sebagai

n = p = ni (6.2)

dimana n i disebut sebagai konsentrasi intrinsik. Beberapa properti dasar silikon dan
germanium diperlihatkan pada tabel 6.1.

Tabel 6.1 Beberapa properti dasar silikon dan germanium pada 300 K
Properti Silikon Germanium
Energi terlarang/gap (eV) 1,1 0,67
Mobilitas elektron, µ n ( m 2 V −1s −1 ) 0,135 0,39

Mobilitas lubang, µ p ( m 2 V −1s −1 ) 0,048 0,19

Konsentrasi intrinsik, n i ( m −3 ) 1,5 × 1016 2,4 × 1019

Resistivitas intrinsik, ρ i ( m) 2300 0,46


9

56 ELEKTRONIKA DASAR
6.2 Semikonduktor Ekstrinsik (Tak Murni)
Kita dapat memasukkan pengotor berupa atom-atom dari kolom tiga atau lima dalam
tabel periodik (memberi doping) ke dalam silikon atau germanium murni (lihat gambar
6.3). Elemen semikonduktor beserta atom pengotor yang biasa digunakan diperlihatkan
pada tabel 6.3.

Tabel 6.3 Elemen semikonduktor pada tabel periodik

6.2.1 Semikonduktor tipe-n


Semikonduktor tipe-n dapat dibuat dengan menambahkan sejumlah kecil atom pengotor
pentavalen (antimony, phosphorus atau arsenic) pada silikon murni. Atom-atom
pengotor (dopan) ini mempunyai lima elektron valensi sehingga secara efektif memiliki
muatan sebesar +5q. Saat sebuah atom pentavalen menempati posisi atom silikon
dalam kisi kristal, hanya empat elektron valensi yang dapat membentuk ikatan kovalen
lengkap, dan tersisa sebuah elektron yang tidak berpasangan (lihat gambar 6.3).
Dengan adanya energi thermal yang kecil saja, sisa elektron ini akan menjadi elektron
bebas dan siap menjadi pembawa muatan dalam proses hantaran listrik. Material yang
dihasilkan dari proses pengotoran ini disebut semikonduktor tipe-n karena
menghasilkan pembawa muatan negatif dari kristal yang netral. Karena atom pengotor

Bahan Semikonduktor 57
memberikan elektron, maka atom pengotor ini disebut sebagai atom donor. Secara
skematik semikonduktor tipe-n digambarkan seperti terlihat pada gambar 6.3.

(a)

J K L M N O P Q R N S K

n o

k m

f g f h i j

T U V W X Y

T ]

V W [ \ W \ U X

(b) Z

^ _ ` a b c ^ d ` d e a _

: ; < = > < ? < @

k l

A B C D E D F G H I B

Gambar 6.3 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi lima
menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi
semikonduktor tipe-n, perhatikan letak tingkat energi atom donor.

6.2.2 Semikonduktor tipe-p


Dengan cara yang sama seperti pada semikonduktor tipe-n, semikonduktor tipe-p dapat
dibuat dengan menambahkan sejumlah kecif atom pengotor trivalen (aluminium, boron,
galium atau indium) pada semikonduktor murni, misalnya silikon murni. Atom-atom
pengotor (dopan) ini mempunyai tiga elektron valensi sehingga secara efektif hanya
dapat membentuk tiga ikatan kovalen. Saat sebuah atom trivalen menempati posisi
atom silikon dalam kisi kristal, terbentuk tiga ikatan kovalen lengkap, dan tersisa

58 ELEKTRONIKA DASAR
sebuah muatan positif dari atom silikon yang tidak berpasangan (lihat gambar 6.4) yang
disebut lubang (hole). Material yang dihasilkan dari proses pengotoran ini disebut
semikonduktor tipe-p karena menghasilkan pembawa muatan negatif pada kristal yang
netral. Karena atom pengotor menerima elektron, maka atom pengotor ini disebut
sebagai atom aseptor (acceptor). Secara skematik semikonduktor tipe-p digambarkan
seperti terlihat pada gambar 6.4.

(a)

y z { | } ~  €  } ‚ z

£ ¥

ƒ „ … † ‡ ˆ

• – — ˜ • ™ š › – — œ
ƒ Œ  Ž   ‘ ’  “  “ ”  Ž

… † Š ‹ † ‹ „ ‡

(b) ‰

 ž  Ÿ   ¡ ¢

£ ¤

p q r s t s u v w x q

Gambar 6.4 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi tiga
menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi
semikonduktor tipe-p, perhatikan letak tingkat energi atom aseptor.

Bahan Semikonduktor 59
6.3 Generasi dan Rekombinasi
Proses generasi (timbulnya pasangan elektron-lubang per detik per meter kubik)
tergantung pada jenis bahan dan temperatur. Energi yang diperlukan untuk proses
generasi dinyatakan dalam elektron volt atau eV. Energi dalam bentuk temperatur T
dinyatakan dengan kT, dimana k adalah konstanta Boltzmann. Analisa secara statistik
menunjukkan bahwa probabilitas sebuah elektron valensi menjadi elektron bebas adalah
sebanding dengan e − eVG / kT . Jika energi gap eVG berharga kecil dan temperatur T tinggi
maka laju generasi termal akan tinggi.
Pada semikonduktor, elektron atau lubang yang bergerak cenderung
mengadakan rekombinasi dan menghilang. Laju rekombinasi (R), dalam pasangan
elektron-lubang per detik per meter kubik, tergantung pada jumlah muatan yang ada.
Jika hanya ada sedikit elektron dan lubang maka R akan berharga rendah; sebaliknya R
akan berharga tinggi jika tersedia elektron dan lubang dalam jumlah yang banyak.
Sebagai contoh misalnya pada semikonduktor tipe-n, didalamnya hanya tersedia sedikit
lubang tapi terdapat jumlah elektron yang sangat besar sehingga R akan berharga sangat
tinggi. Secara umum dapat dituliskan:

R = rn p (6.3)

dimana r menyatakan konstanta proporsionalitas bahan.

Dalam kondisi setimbang, besamya laju generasi adalah sama dengan besarnya
laju rekombinasi. Pada semikonduktor murni (silikon atau germanium) berlaku

g = g i = Ri = r n i p i = r n i2 (6.4)
atau
n p = n i2 (6.5)

atau dengan kata lain perkalian konsentrasi elektron dan lubang menghasilkan suatu
konstanta, jika salah satu dinaikkan (melalui proses doping), yang lain harus berkurang.

60 ELEKTRONIKA DASAR
Jika kita menambanhkan atom pengotor pada semikonduktor murni, praktis semua atom
donor atau aseptor terionisasi pada suhu ruang. Pada semikonduktor tipe-n, konsentrasi
atom donor ND>> ni, dengan konsentrasi elektron sebesar

nn ≅ N D (6.6)

Dengan demikian konsentrasi lubang akan menjadi mengecil, yaitu sebesar

ni2 n2
pn = ≅ i (6.7)
nn N D

Dengan cara yang sama pada semikonduktor tipe-p berlaku

n i2
pp ≅ N A dan np ≅ (6.8)
NA

dimana pp = konsentrasi lubang pada tipe-p

np = konsentrasi elektron pada tipe-p

NA = konsentrasi atom aseptor

6.4 Difusi
Jika konsentrasi doping tidak merata (nonuniform) maka akan didapat konsentrasi
partikel yang bermuatan yang tidak merata juga, sehingga kemungkinan terjadi
mekanisme gerakan muatan tersebut melalui difusi. Dalam hal ini gerakan partiket
harus random dan terdapat gradien konsentrasi. Misalnya konsentrasi elektron pada
salah satu sisi bidang lebih besar dibandingkan sisi yang lain, sedangkan elektron
bergerak secara random, maka akan terjadi gerakan elektron dari sisi yang lebih padat
ke sisi yang kurang padat. Gerakan muatan ini menghasilkan “arus difusi” yang
besamya sebanding dengan gradien konsentrasi dn/dx. Kerapatan arus difusi karena
aliran elektron diberikan oleh

Bahan Semikonduktor 61
dn
J n = qDn (6.9)
dx

dimana Dn = konstanta difusi untuk elektron (m2s-1). Jika dn/dx berharga positif,
gerakan elektron pada arah -x menghasilkan arus positif pada arah +x. Dengan cara
yang sama untuk lubang diperoleh

dp
J p = − qD p (6.10)
dx

Perlu dicatat bahwa masing-masing partikel yang bermuatan bergerak menjauhi


bagian yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi, namun gerakan tersebut bukan karena
adanya gaya tolak. Seperti halnya pada mobilitas, difusi merupakan penomena statistik
sehingga berlaku persamaan Einstein

µn µ p q
= = (6.11)
Dn D p kT

62 ELEKTRONIKA DASAR
7 DIODE SAMBUNGAN P-N

7.1 Semikonduktor
Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari karakteristik bahan semikonduktor
beserta kemampuannya untuk menghantarkan listrik. Berdasarkan tingkat kemurnian
atom penyusunnya, terdapat dua kelompok semikonduktor yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
Untuk kelompok ekstrinsik terdapat dua jenis/tipe semikonduktor yaitu semikonduktor
tipe-p dan semikonduktor tipe-n. Bahan semikonduktor yang banyak dipelajari dan
secara luas telah dipakai adalah bahan silikon (Si).
Semikonduktor tipe-n dibuat dari bahan silikon murni dengan menambahkan
sedikit pengotor berupa unsur valensi lima. Empat elektron terluar dari “donor” ini
berikatan kovalen dan menyisakan satu elektron lainnya yang dapat meninggalkan atom
induknya sebagai elektron bebas. Dengan demikian pembawa muatan mayoritas pada
bahan ini adalah elektron.
Hal yang sama, semikonduktor tipe-p dibuat dengan mengotori silikon murni
dengan atom valensi tiga, sehingga meninggalkan kemungkinan untuk menarik
elektron. Pengotor sebagai “aseptor” menghasilkan proses konduksi dengan lubang
(hole) sebagai pembawa muatan mayoritas.

7.2 Diode
Misalkan kita memiliki sepotong silikon tipe-p dan sepotong silikon tipe-n dan secara
sempurna terhubung membentuk sambungan p-n seperti diperlihatkan pada gambar 7.1.
Sesaat setelah terjadi penyambungan, pada daerah sambungan semikonduktor
terjadi perubahan. Pada daerah tipe-n (gambar 7.1, sebelah kanan) memiliki sejumlah
elektron yang akan dengan mudah terlepas dari atom induknya. Pada bagian kiri (tipe-
p), atom aseptor menarik elektron (atau menghasilkan lubang). Kedua pembawa
muatan mayoritas tersebut memiliki cukup energi untuk mencapai material pada sisi

Diode Sambungan p-n 63


lain sambungan. Pada hal ini terjadi difusi elektron dari tipe-n ke tipe-p dan difusi
lubang dari tipe-p ke tipe-n.
Proses difusi ini tidak berlangsung selamanya karena elektron yang sudah
berada di tempatnya akan menolak elektron yang datang kemudian. Proses difusi
berakhir saat tidak ada lagi elektron yang memiliki cukup energi untuk mengalir.
) * + , - . / * . 0

1 2 3 4 5 6 7 3

D
5 6 8 9 : 8
     A B E A B A @

         

C
C < = < > ? @ A B

    ! 

" # $ % & ' ( (

C
C

( (

; ;

;
 ;

 

 ; ;

 

      

Gambar 7.1 Sambungan semikonduktor tipe-p dan tipe-n

ˆ ‰ Š ‹ Œ  Ž ‰  

 ‘ ’ “ ” • – ’

¥ ¦ § ¨ ¦ § ¦ ©
— ˜ ™ š › ™ F G H I J K

m n o p q r s t n u

¤
‚ ƒ „ … † ƒ ‡ ¤  ž  Ÿ   ¡ ¢ £

v w x y z { l ‡
‡

| } ~  € 

‡ ¤
¤

l
‡ ‡

L œ œ

L L

l œ
œ

L
l

l œ
œ

L
l

g h i j k

S T U V W X Y Z [ \ W X

] ^ _ ` _ a b c d _ e _ f

M N O P Q R

ε
Gambar 7.2 Mekanisme aliran muatan pada daerah sambungan

Kita harus memperhitungkan proses selanjutnya dimana elektron dapat


menyeberang sambungan. Daerah yang sangat tipis dekat sambungan disebut daerah
deplesi (depletion region) atau daerah transisi. Daerah ini dapat membangkitkan
pembawa muatan minoritas saat terdapat cukup energi termal untuk membangkitkan

64 ELEKTRONIKA DASAR
pasangan lubang-elektron. Salah satu dari pembawa muatan minoritas ini, misalnya
elektron pada tipe-p, akan mengalami pengaruh dari proses penolakan elektron difusi
dari tipe-n. Dengan kata lain elektron minoritas ini akan ikut tertarik ke semikonduktor
tipe-n. Gerakan pembawa muatan akibat pembangkitan termal ini lebih dikenal sebagai
“drift”. Situasi akan stabil saat arus difusi sama dengan arus drift.
Pada daerah sambungan/daerah diplesi yang sangat tipis terjadi pengosongan
pembawa muatan mayoritas akibat terjadinya difusi ke sisi yang lain. Hilangnya
pembawa muatan mayoritas di daerah ini meninggalkan lapisan muatan positip di
daerah tipe-n dan lapisan muatan negatif di daerah tipe-p.
Lapisan muatan pada daerah diplesi ini dapat dibandingkan dengan kapasitor
keping sejajar yang termuati. Karena terjadi penumpukan muatan yang berlawanan
pada masing-masing keping, maka terjadi perbedaan potensial yang disebut sebagai
“potensial kontak”atau “potensial penghalang” Vo (lihat gambar 7.3). Keadaan ini
disebut diode dalam keadaan rangkaian terbuka.

Ó Ô Õ Ö Ô ×

Í
Ê É Î Ê Ï È

Ç È É Ê Ë Ò
Ç È É Ê Ë É Ì

ρ
ª
« ¬ ­ ¬ ® ¯ ° ¬ ® ¬ ±

ε
¼ ½ ¾ ¿ À Á Â Ã Ä Å Â Æ

Ð Ñ

² ³ ´ µ ¶ · ¸ ¹ º »

Gambar 7.3 Diode p-n dalam keadaan hubung-terbuka

Dalam keadaan rangkaian terbuka seperti diperlihaatkan pada gambar 7.3, hanya
pada daerah deplesi yang terjadi penumpukan muatan pada masing-masing sisi; daerah
lainnya dalam keadaan netral. Penumpukan muatan pada daerah deplesi mengakibatkan

terjadinya medan listrik ε dalam arah − x . Kita dapat menggunakan v = − ∫ ε dx untuk

Diode Sambungan p-n 65


mendapatkan distribusi potensial pada daerah deplesi dengan mengambil integral medan
listrik. Potensial kontak/potensial penghalang Vo yang terjadi akan menahan terjadinya
difusi pembawa muataan mayoritas dan memberi kesempataan terjadinya arus drift
melalui sambungan seperti telah dijelaskan di atas.

ð ñ ò ó ô ò
   þ  
Ý Þ

â ã ä å æ ç è ã é ñ ð
õ ö ÷ ø ù ö ú

ê ë ì í î ï

þ ÿ þ    

û ü û

Û Ü

Ø Ù Ú ß à á

Gambar 7.4 Diode p-n berpanjar maju (forward bias): a) Rangkaian dasar dan
b) Potensial penghalang mengalami penurunan.

7.3 Panjar Maju (Forward Bias)


Besarnya komponen arus difusi sangat sensitif terhadap besarnya potensial penghalang
Vo . Pembawa muatan mayoritas yang memiliki energi lebih besar dari eVo dapat
melewati potensial penghalang. Jika keseimbangan potensial terganggu oleh
berkurangnya ketinggian potensial penghalang menjadi Vo − V , probabilitas pembawa
muatan mayoritas mempunyai cukup energi untuk melewati sambungan akan meningkat
dengan drastis. Sebagai akibat turunnya potensial penghalang, terjadi aliran arus lubang
dari material tipe-p ke tipe-n, demikian sebaliknya untuk elektron.
Dengan kata lain menurunnya potensial penghalang memberi kesempatan pada
pembawa muatan untuk mengalir dari daerah mayoritas ke daerah minoritas. Jika
potensial penghalang diturunkan dengan pemasangan panjar maju eksternal V seperti
diperlihatkan pada gambar 7.4, arus If akan mengalir.

66 ELEKTRONIKA DASAR
7.4 Panjar Mundur (Reverse Bias)
Jika potensial penghalang dinaikkan menjadi Vo + V dengan memasang panjar mundur
sebesar V (lihat gambar 7.5), maka probabilitas pembawa muatan mayoritas memiliki
cukup energi untuk melewati potensial penghalang akan turun secara drastis. Jumlah
pembawa muatan mayoritas yang melewati sambungan praktis turun ke nol dengan
memasang panjar mundur sebesar sekitar sepersepuluh volt.

      / 0 1 2 3 4

  ! "  # $ % &

 5
0 4 0 / 7 8

. 6

       
' ( ) * +

, - ,


  

Gambar 7.5 Diode p-n berpanjar mundur (reverse bias) a) Rangkaian dasar dan
b) Potensial penghalang meninggi.

Pada kondisi panjar mundur, terjadi aliran arus mundur (Ir) yang sangat kecil
dari pembawa muatan minoritas. Pembawa muatan minoritas hasil generasi termal di
dekat sambungan akan mengalami “drift” searah medan listrik. Arus mundur akan
mencapai harga jenuh -Io pada harga panjar mundur yang rendah.
Harga arus mundur dalam keadaan normal cukup rendah dan diukur dalam µA
(untuk germanium) dan nA (untuk silikon). Secara ideal, arus mundur seharusnya
berharga nol, sehingga harga -Io yang sangat rendah pada silikon merupakan faktor
keunggulan silikon dibandingkan germanium. Besarnya Io berbanding lurus dengan
laju generasi termal g = rn i2 dimana harganya berubah secara eksponensial terhadap

perubahan temperatur.

Diode Sambungan p-n 67


7.5 Karakteristik Umum Diode
Saat diode berpanjar maju, probabilitas pembawa muatan mayoritas yang mempunyai
cukup energi untuk melewati potensial penghalang Vo − V akan tergantung pada faktor:

-q(Vo - V)/ η kT
e
9 : ; < : = > ? @ = > A B C D @ ?

E F G H I J G I J K F L I M N J G G

O P Q R S T O U V W X

Y Z [ \ [ ] ^ _ ^ ` \ a b ]

Jadi arus difusi yang mengalir adalah sebesar

I = AeV / ηVT (VT = kT / q) (7.1)

dimana VT = 25 mV pada temperatur ruang, η =1 untuk gemanium dan berharga 2


untuk silikon. Jadi arus total yang mengalir adalah sebesar

I = − I o + AeV / ηVT (7.2)

atau karena I = 0 untuk V = 0 diperoleh

(
I = I o eV /ηVT − 1 ) (7.3)

Persamaan 7.3 merupakan karakteristik I-V umum diode. Jika V berharga positif dan
bernilai sebesar sekitar sepersepuluh volt maka persamaan 7.3 menjadi

I ≈ I o e V / ηVT (7.4)
dan juga
1
ln I = (V ) + ln I o (7.5)
ηVT

yaitu akan berupa garis lurus jika diplot pada kertas grafik log-linier (semilogaritmik).

68 ELEKTRONIKA DASAR
Sebagai gambaran karakteristik seperti dalam persamaan 7.5, diukur dua jenis
diode tipe 1N914 dan 1N5061. Hasil plot karakteristik I-V kedua diode seperti terlihat
pada gambar 7.6. Untuk diode 1N914 (diode isyarat-kecil) terlihat mempunyai
kecocokan yang sangat baik dengan persamaan 7.5, kecuali pada arus yang relatif tinggi
dimana hambatan diode memberikan penurunan sebesar IR dengan adanya kenaikan V.
Untuk diode 1N5061 (diode daya 1 amp) juga mempunyai kecocokan yang sangat baik
dengan persamaan 7.5, kecuali pada arus yang relatif rendah. Perhatikan bagaimana Io
hanya berharga pada orde nA untuk diode silikon di atas.

Gambar 7.6 Karakteristik I-V diode tipe 1N914 dan 1N5061 pada skala semilogaritmik

Gambar 7.7 Karakteristik I-V diode dalam skala linier

Diode Sambungan p-n 69


Gambar 7.7 memperlihatkan plot karakteristik I-V diode dalam skala linier
dengan skala I 10mA (A), 1 mA (B), 0,1 mA (C) dan 10µA (D). Terlihat bahwa
tegangan “cut-in” bergeser ke kiri dan juga keseluruhan kurva bergeser ke kiri. Ini
dapat diharapkan terjadi jika

I 1 = I o e V1 / ηVT (7.6)

dan
I 2 = I o eV2 / ηVT (7.7)
maka
I 1 / I 2 = e (V1 −V2 ) / ηVT (7.8)

Persamaan 7.8 memperlihatkan bahwa diperlukan perubahan tegangan yang sama untuk
menaikkan arus diode n kali. Besarnya I o tergantung pada pembawa muatan hasil

generasi termal jadi sangat tergantung pada temperatur. Untuk silikon I o akan naik
menjadi dua kali lipat setiap ada kenaikan temperatur 10oC.

Contoh 1
Sebuah diode silikon memiliki karakteristik arus sebesar 1 mA pada tegangan 581 mV
pada kedua ujungnya. Perkirakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan diode agar
memiliki arus sebesar
i) 15 mA
ii) 1 µA
iii) 1 nA dan
iv) 1A

Jawab
Untuk arus I >> Io
I ≈ I o exp(V / ηVT )
karena untuk diode silikon η ≈ 2 maka diperoleh

1 × 10 −3 ≈ I o exp(581 / 50)

70 ELEKTRONIKA DASAR
atau
I o ≈ 8,98 × 10 −9 A

i) 15 × 10 −3 ≈ 8,98 × 10 −9 exp (V / 0,05)


V ≈ 0,716 volt

Untuk memeriksa hasil tersebut; terlihat V naik sebesar 135 mV ≈ 2,5 η VT ,

sehingga arus seharusnyaa naik sebesar ~ e 2 ,5 kali ≈ 12 kali .

ii) 10 −6 ≈ 8,98 × 10 −9 exp (V / 0,05)


V ≈ 0,236 volt

iii) Di sini I berharga lebih rendah dari Io , sehingga kita harus menggunakan persamaan
karakteristik diode secara utuh
10 −9 = 8,98 × 10 −9 (exp (V / 0,05) − 1)
V = 5,3 mV
Hasil ini perlu kita curigai karena pada arus yang begitu rendah mungkin η akan
mendekati satu.

iv) Kita dapat menggunakan pendekatan


1 = 8,98 × 10 −9 exp (V / 0,05)
V = 0,926 volt
Hasil ini juga perlu kita curigai karena pada arus yang begitu besar mungkin diode
akan menjadi sangat panas sehingga akan mengubah harga Io dan VT secara
signifikan. Juga hambatan pada daerah tipe-p dan tipe-n akan memberikan
kontribusi terhadap penurunan IR.

Contoh 2
Misalkan diode silikon pada contoh 1 digunakan sebagai diode pelindung pada suatu
meter dasar 50 c d dengan hambatan dalam sebesar 2500 Ω seperti terlihat pada gambar
7.8). Perkirakan seberapa sukses usaha tersebut.

Diode Sambungan p-n 71


k l

i j

µ Ω
e f g h e f f

Gambar 7.8 Diode digunakan sebagai pelindung

Jawab
Kita harus memeriksa apakah diode tidak mengambil arus terlalu besar saat
meter melewatkan 50 µA. Tegangan pada meter sebesar
50 µA × 2500 Ω = 125 mV
Arus yang melalui diode yaitu panjar maju sebesar
I = I o (exp(V / ηVT ) − 1)

= 8,98 × 10 −9 (exp(125 / 50 ) − 1)
= 100 nA
sedangkan arus mundur diode sebesar Io. Dengan demikian arus total sebesar 109 nA =
0,109 µA. Ini merupakan harga yang sangat kecil dibandingkan dengan harga arus
meter (yaitu 1: 500), sehingga diode tidak mengganggu akurasi meter.
Jika arus sebesar 1 ampere melewati rangkaian pada gambar 7.8, kita telah
melihat pada contoh 1 bahwa tegangan diode akan berharga sebesar 1 V. Harga ini
sebesar 8 kali sensitivitas tegangan meter skala penuh.

7.6 Efek Zener dan Avalanche


Di samping terjadinya perubahan ketinggian potensial penghalang pada diode akibat
diberi panjar maju atau mundur, maka juga terjadi perubahan lebar daerah deplesi atau
daerah transisi. Pada tegangan panjar maju, ketinggian potensial penghalang akan
menurun dan daerah deplesi akan menipis. Sebaliknya saat diberi panjar mundur daerah
deplesi akan melebar.
Jika panjar mundur dinaikkan terus, maka pada suatu harga tegangan tertentu
terjadi kenaikan arus mundur secara tiba-tiba (lihat gambar 7.9). Keadaan ini terjadi
akibat adanya efek Zener atau efek avalanche. Pada patahan Zener (Zener breakdown),

72 ELEKTRONIKA DASAR
medan listrik pada sambungan akan menjadi cukup besar untuk menarik elektron dari
ikatan kovalen secara langsung. Dengan demikian akan terjadi peningkatan jumlah
pasangan lubang-elektron secara tiba-tiba dan menghasilkan kenaikan arus mundur
secara tiba-tiba pula. Efek avalanche terjadi pada tegangan di atas tegangan patahan
Zener. Pada tegangan tinggi ini, pembawa muatan memiliki cukup energi untuk
memisahkan elektron dari ikatan kovalen.

( )
u v w x y

z {
I = I o eV /ηVT − 1

| }

€  ‚ ƒ „ … † ‡ ˆ

m n o p n q r s o t s q
m n o p n q r n p s

Gambar 7.9 Karakteristik I-V diode p-n

Pada daerah patahan, arus mundur berharga sangat besar dan hampir tidak
tergantung pada besarnya tegangan. Penurunan tegangan panjar mundur di bawah Vb

akan menurunkan arus ke harga I o . Dengan mengontrol kerapatan doping, kita dapat
mendesain diode Zener agar memiliki tegangan patahan pada harga dari beberapa volt
sampai beberapa ratus volt. Kondisi penting yang dapat dimanfaatkan adalah
bagaimana diode ini dapat memberikan tegangan yang relatif konstan saat arus berubah-
ubah.

7.7 Model Rangkaian


Model listrik suatu piranti sering disebut model rangkaian yang tersusun atas rangkaian
ideal. Kita dapat membuat model ideal dari karakteristik nyata diode (lihat gambar 7.10
dan 7.11) dan menggunakannya untuk memprediksi karakteristiknya untuk aplikasi
praktis.

Diode Sambungan p-n 73


Å Å

Ã Ä Æ
Ä

½ ¾ ¿ À Á ¾ Â ¾

¶ · ¸ ¹ º » º ¼

Gambar 7.10 Karakteristik nyata diode

´ µ

Š ‹

˜ ™ š ™ ˜ › ™ œ  ž Ÿ   ž ¡

Œ  Ž   ‘ ’ “ ” ’ • ‘ ’ –  —  •

¢ £ ¤ ¥ ¦ § ¦ ¨ © ¦ ª « ¬ ­ ® ¯ ° ± ¯ ²

Gambar 7.11 Model ideal diode

Karakteristik penting diode adalah perbedaan yang ekstrem antara panjar maju
dan panjar mundur. Diode yang ideal memperlihatkan tidak adanya hambatan aliran
arus saat panjar maju dan terdapat hambatan yang besarnya tak terhingga pada panjar
mundur. Pada saat panjar mundur, dapat digambarkan seperti saklar yang sedang
terbuka (gambar 7.11-b) dan pada saat panjar mundur seperti saklar yang tertutup.
Saklar tersebut diilustrasikan seperti pada gambar 7.11-c, dengan segitiga
menggambarkan arah arus maju.

74 ELEKTRONIKA DASAR
ó

é ê ë ì í

ç è

ï ð ñ ò

ô õ

Ó Ô Õ Ö × Ø

Ù Ú Û Ü Ý Þ ß à á Ù ß Û â ã ä å á É Ê Ë Ì Í Î Ï Ð Ñ Ò Ñ Ò

Gambar 7.12 Diode semikonduktor

Pada diode semikonduktor, hanya diperlukan tegangan maju sebesar 0,3 V


(untuk germanium) atau 0,7 V (untuk silikon) untuk mengalirkan arus. Kombinasi
sebuah diode ideal dan sebuah sumber tegangan (lihar gambar 7.12-b) biasa digunakan
untuk menggambarkan kinerja sebuah diode. Jika arus jenuh pada diode berharga
cukup besar, maka keadaan ini harus diperhitungkan pada model. Salah satu cara untuk
menggambarkan keadaan tersebut dapat dibuat model dengan menambarkan satu
sumber arus dengan besar I o seperti diperlihatkan pada gambar 7.12-c.
Kurva karakteristik I-V untuk diode Zener dapat dibuat dengan bentuk linier
seperti diperlihatkan pada gambar 7.13. Pada saat panjar maju, arus mengalir dengan
bebas, hambatan maju sangat kecil dan dapat diabaikan. Pada tegangan panjar mundur
lebih besar dari tegangan patah, besarnya hambatan dapat diperkirakan dengan melihat
kurva pada gambar 7.13-b sebesar

∆v 12 − 10
RZ = = = 200
Ç

∆i 0,01 − 0

Pada model rangkaian diode terdapat sumber tegangan untuk menggambarkan bahwa
arus mundur tidak akan mengalir sampai tegangan negatif pada kaki diode melebihi
10V.

Diode Sambungan p-n 75


:
/ + , - .

8 9

6 7 7

; < =

   ! " # $ %
  

1 2 3 4 5

& )

& *

 

& '

& (

ö ÷ ø ù ú û ü ý þ ÿ þ ÿ
       
            

Gambar 7.13 Representasi model diode Zener.

>

? @ A B C B D E F D

G H L M N O P Q L

I R

Gambar 7.14 Karakteristik diode terowongan

7.8 Diode Terowongan (Tunnel Diode)


Jika konsentrasi doping dinaikkan, maka lebar daerah deplesi akan menipis dan
karenanya tinggi potensial penghalang akan menurun. Jika konsentrasi doping
dinaikkan lagi sehingga ketebalan darah deplesi menjadi lebih rendah dari 10 nm, maka
terjadi mekanisme konduksi listrik baru dan menghasilkan karakteristik piranti
elektronika yang unik.
Seperti telah dijelaskan oleh Leo Esaki pada tahun 1958, bahwa untuk potensial
penghalang yang sangat tipis menurut teori kuantum mekanik, elektron dapat
menerobos melewati potensial pengahalang (melalui terowongan) tanpa harus memiliki

76 ELEKTRONIKA DASAR
cukup energi untuk mendaki potensial tersebut. Karakteristik I-V dari ‘Diode Esaki”
diperlihatkan pada gambar 7.14. Terlihat bagaimana arus terowongan memberi
kontribusi terhadap arus yang mengalir terutama pada tegangan maju relatif rendah.
Arus terowongan akan naik dengan adanya kenaikan tegangan sampai efek dari
arus maju mulai memberi kontribusi. Setelah puncak arus I p dicapai, arus terowongan

menurun dengan adanya kenaikan tegangan arus injeksi mulai mendominasi. Arus
puncak I p dan arus lembah I V merupakan titik operasi yang stabil. Karena efek

terowongan merupakan penomena gelombang, transfer elektron terjadi dengan


kecepatan cahaya dan pergantian antara I p dan I V terjadi dengan cepat sehingga cocok

untuk aplikasi komputer. Lebih jauh antara I p dan I V terdapat daerah dimana

hambatan r = dV / dI berharga negatif yang dapat digunakan untuk osilator dengan


frekuensi sangat tinggi.

Diode Sambungan p-n 77


8 RANGKAIAN PENYEARAH

8.1 Pendahuluan
Peralatan kecil portabel kebanyakan menggunakan baterai sebagai sumber dayanya,
namun sebagian besar peralatan menggunakan sember daya AC 220 volt - 50Hz. Di
dalam peralatan tersebut terdapat rangkaian yang sering disebut sebagai adaptor atau
penyearah yang mengubah sumber AC menjadi DC. Bagian terpenting dari adaptor
adalah berfungsinya diode sebagai penyearah (rectifier). Pada bagian ini dipelajari
bagaimana rangkaian dasar adaptor tersebut bekerja.

8.2 Penyearah Diode Setengah Gelombang


Perhatikan rangkaian pada gambar 8.1-a, dimana sumber masukan sinusoida
dihubungkan dengan beban resistor melalui sebuah diode. Untuk sementara kita
menganggap keadaan ideal, dimana hambatan masukan sinusoida sama dengan nol dan
diode dalam keadaan hubung singkat saat berpanjar maju dan keadaan hubung terbuka
saat berpanjar mundur.
Besarnya keluaran akan mengikuti masukan saat masukan berada di atas “tanah”
dan berharga nol saat masukan di bawah “tanah” seperti diperlihatkan pada gambar 8.1-
b. Jika kita ambil harga rata-rata bentuk gelombang keluaran ini untuk beberapa
periode, tentu saja hasilnya akan positif atau dengan kata lain keluaran mempunyai
komponen DC.
Kita juga melihat komponen AC pada keluaran. Kita akan dapat mengurangai
komponen AC pada keluaran jika kita dapat mengusahakan keluaran positif yang lebih
besar, tidak hanya 50% seperti terlihat pada gambar 8.1-b..

78 ELEKTRONIKA DASAR
      

   

     


     

Gambar 8.1 Penyearah setengah gelombang

% &

'

&

- . / 0 1 2 1 3

" " # $

( ) * + ,

 

Gambar 8.2 Rangkaian penyearah gelombang penuh

8.3 Penyearah Diode Gelombang Penuh


Terdapat cara yang sangat sederhana untuk meningkatkan kuantitas keluaran positip
menjadi sama dengan masukan (100%). Ini dapat dilakukan dengan menambah satu
diode pada rangkaian seperti terlihat pada gambar 8.2. Pada saat masukan berharga
negatif maka salah satu dari diode akan dalam keadaan panjar maju sehingga
memberikan keluaran positif. Karena keluaran berharga positif pada satu periode
penuh, maka rangkaian ini disebut penyearah gelombang penuh.
Pada gambar 8.2 terlihatbahwa anode pada masing-masing diode dihubungkan
dengan ujung-ujung rangkaian sekunder dari transformer. Sedangkan katode masing-
masing diode dihubungkan pada titik positif keluaran. Beban dari penyearah
dihubungkan antara titik katode dan titik center-tap (CT) yang dalam hal ini digunakan
sebaga referensi atau “tanah”.

Rangkaian Penyearah 79
D E F G

A C

A B

> ? @

< =

5 6 7 8 9 : 9 ;

Gambar 8.3 Keluaran dari penyearah gelombang penuh

Mekanisme terjadinya konduksi pada masing-masing diode tergantung pada


polaritas tegangan yang terjadi pada masukan. Keadaan positif atau negatif dari
masukan didasarkan pada referensi CT. Pada gambar 8.3 nampak bahwa pada setengah
periode pertama misalnya, v1 berharga positif dan v2 berharga negatif, ini
menyebabkan D1 berkonduksi (berpanjar maju) dan D2 tidak berkonduksi (berpanjar
mundur). Pada setengah periode ini arus i D1 mengalir dan menghasilkan keluaran yang
akan nampak pada hambatan beban.
Pada setengah periode berikutnya, v2 berharga positif dan v1 berharga negatif,
menyebabkan D2 berkonduksi dan D1 tidak berkonduksi. Pada setengah periode ini
mengalir arus i D 2 dan menghasilkan keluaran yang akan nampak pada hambatan beban.
Dengan demikian selama satu periode penuh hambatan beban akan dilewati aris i D1 dan
i D 2 secara bergantian dan menghasilkan tegangan keluaran DC.

8.4 Penyearah Gelombang Penuh Model Jembatan


Penyearah gelombang penuh model jembatan memerlukan empat buah diode. Dua
diode akan berkondusi saat isyarat positif dan dua diode akan berkonduksi saat isyarat

80 ELEKTRONIKA DASAR
negatif. Untuk model penyearah jembatan ini kita tidak memerlukan transformator
yang memiliki center-tap.
Seperti ditunjukkan pada gambar 8.4, bagian masukan AC dihubungkan pada
sambungan D1-D2 dan yang lainnya pada D3-D4. Katode D1 dan D3 dihubungkan
degan keluaran positif dan anode D2 dan D4 dihubungkan dengan keluaran negatif
(tanah).
Misalkan masukan AC pada titik A berharga positif dan B berharga negatif,
maka diode D1 akan berpanjar maju dan D2 akan berpanjar mundur. Pada sambungan
bawah D4 berpanjar maju dan D3 berpanjar mundur. Pada keadaan ini elektron akan
mengalir dari titik B melalui D4 ke beban , melalaui D1 dan kembali ke titik A.
Pada setengah periode berikutnya titik A menjadi negatif dan titik B menjadi
positif. Pada kondisi ini D2 dan D3 akan berpanjar maju sedangkan D1 dan D4 akan
berpanjar mundur. Aliran arus dimulai dari titik A melalui D2, ke beban, melalui D3
dan kembali ke titik B. Perlu dicatat di sini bahwa apapun polaritas titik A atau B, arus
yang mengalir ke beban tetap pada arah yang sama.

O P

Z [

] ^ _ ` a b a c

L L M N

Q R S T U
V
H I J

W X Y

Gambar 8.4 Penyearah gelombang penuh model jembatan

Rangkaian jembatan empat diode dapat ditemukan di pasaran dalam bentuk


paket dengan berbagai bentuk. Secara prinsip masing-masing bentuk mempunyai dua
terminal masukan AC dan dua terminal masukan DC.

8.5 Penyearah Keluaran Ganda


Pada berbagai sistem elektronik diperlukan sumber daya dengan keluaran ganda
sekaligus, positif dan negatif terhadap referensi (tanah). Salah satu bentuk rangkaian
penyearah gelombang penuh keluaran ganda diperlihatkan pada gambar 8.5. Perhatikan
bahwa keluaran berharga sama tetapi mempunyai polaritas yang berkebalikan.

Rangkaian Penyearah 81
Diode D1 dan D2 adalah penyearah untuk bagian keluaran positif. Keduanya
dihubungkan dengan ujung transformer. Diode D3 dan D4 merupakan penyearah untuk
keluaran negatif. Titik keluaran positif dan negatif diambil terhadap CT sebagai
referensi atau tanah.

{ |

o p x

y w

v z

k k l m n

h i

e f g v w

r s

t u

Gambar 8.5 Penyearah keluaran ganda

Misalkan pada setengah periode titik atas transformer berharga positif dan
bagian bawah berharga negatif. Arus mengalir lewat titik B melalui D4, R L 2 , R L1 , D1
dan kembali ke terminal A transformator. Bagian atas dari R L1 menjadi positif
sedangkan bagian bawah R L 2 menjadi negatif.
Pada setengah periode berikutnya titik atas transformer berharga negatif dan
bagian bawah berharga positif. Arus mengalir lewat titik A melalui D3, R L 2 , R L1 , D2
dan kembali ke terminal B transformator. Bagian atas dari R L1 tetap akan positif
sedangkan bagian bawah R L 2 berpolaritas negatif. Arus yang lewat R L1 dan R L 2
mempunyai arah yang sama menghasilkan tegangan keluaran bagian atas dan bagian
bawah pada R L1 dan R L 2 .

8.6 Tapis (Filter)


Pada prinsipnya yang diinginkan pada keluaran penyearah adalah hanya
komponen DC, maka perlu adanya penyaringan untuk membuang komponen AC.

82 ELEKTRONIKA DASAR
Secara praktis kita dapat memasang sebuah kapasitor besar pada kaki-kaki beban,
karana kapasitor dapat bersifat hubung terbuka untuk komponen DC dan mempunyai
impedansi yang rendah untuk komponen AC.

‹ Œ

Š †

• – — ˜ ™ š ›

‡
ˆ

Ž   ‘ ’ “ ”

… †‡ˆ

} ~  €  ‚  ƒ „

Gambar 8.6 Arus beban sebagai fungsi dari tegangan keluaran untuk tapis-C dan tapis-L

Berdasarkan jenis komponen yang digunakan, tapis penyearah dapat


dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama dilakukan dengan memasang
kapasitor atau disebut sebagai tapis kapasitor atau tapis masukan-C. Kelompok lain
dilakukan dengan memasang induktor atau kumparan disebut sebagai tapis induktif atau
tapis masukan-L. Keluaran tapis-C biasanya mengalami penurunan saat beban
meninggi. Sedangkan tapis-L cenderung mempertahankan keluaran pada harga yang
relatif konstan. Namun demikian tegangan keluaran tapis-L relatif lebih rendah
dibandingkan tapis-C. Gambar 8.6 memperlihatkan hubungan besarnya tegangan
keluaran sebagai fungsi dari arus beban untuk tapis-C dan tapis-L.

8.6.1 Tapis Kapasitor


Tapis kapasitor sangat efektif digunakan untuk mengurangi komponen AC pada
keluaran penyearah. Pertama akan kita lihat karakter kapasitor sebagai tapis dengan
memasang langsung pada keluaran penyearah tanpa memasang beban.

a. Penyearah Tanpa Beban


Rangkaian tanpa beban dengan pemasangan kapasitor beserta bentuk keluarannya
diperlihatkan pada gambar 8.7. Saat sumber tegangan (masukan) dihidupkan, satu
diode berkonduksi dan keluaran berusaha mengikuti tegangan transformator. Pada

Rangkaian Penyearah 83
kondisi ini tiba-tiba tegangan kapasitor menjadi besar dan arus yang mengalir menjadi
besar (dalam ini, i = C dv / dt; dv / dt = ∞ ). Saat masukan membesar keluaran juga
akan membesar, namun saat masukan menurun tegangan kapaasitor atau keluaran tidak
mengalami penurunan tegangan karena tidak ada proses penurunan tegangan. Dalam
keadaan ideal ini, tegangan keluaran DC akan sama dengan tegangan puncak masukan
dan akan ditahan untuk seterusnya.

£ ¤

¦ § ¨ © ª « ª ¬

    ¡ ¢

a)
œ 

ž Ÿ

¯ ° ± ² ³ ´ ³ µ

b)
­ ® ¶ ·

Gambar 8.7 Penyearah tanpa beban : a) Rangkaian dengan tapis kapasitor dan
b) bentuk keluaran

Beberapa implikasi dari anggapan ideal tersebut adalah:


i) Arus dari transformr tergantung pada hambatan kumparan dan mungkin
tergantung pada kemampuan magnet dari intinya, sehingga kemungkinan
tegangan keluarannya berubah-ubah.
ii) Diode bukan konduktor yang sempurna saat berpanjar maju, untuk silikon
biasnya akan mengalami penurunan tegangan sekitar 0,6 sampai dengan 1,0
volt dan juga bukan merupakan isolator yang sempurna saat berpanjar
mundur.
iii) Tegangan kapasitor biasanya meluruh, baik karena adanya penurunan arus
yang terambil melalui beban atau karena terjadi kebocoran pada kapasitor
sendiri atau pada diode.

84 ELEKTRONIKA DASAR
b. Penyearah Setengah Gelombang Dengan Beban Dan Tapis Kapasitor
Pada gambar 8.8-a kita menambahkan sebuah kapasitor sebagai tapis pada penyearah
setengah gelombang. Pada setengah periode positif (1), diode berpanjar maju dan arus
mengalir dari B menuju A melewati C, beban dan diode. Kapasitor C akan dengan
cepat terisi seharga tegangan puncak masukan, pada saat yang sama arus juga mengalir
lewat beban. Arus awal yang mengalir pada diode biasanya berharga sangat besar
kemudian berikutnya akan mengalami penurunan (lihat gambar 8.8-b).

¼ ½ ¾ ¿ À Á Â Ã Â Ä

Ê Ë Ì Å Æ Ç È É

¹ ¹ º »

a)

Tegangan
masukan

Tegangan diode

b)

Arus diode, Id

Gambar 8.8 Penyearah setengah gelombang dengan tapis kapasitor: a) Rangkaian


dasar dan b) bentuk isyarat masukan, tegangan diode, tegangan keluaran,
arus beban dan arus diode.

Rangkaian Penyearah 85
Pada saat masukan negatif (2) diode berpanjar mundur. Pada kondisi ini diode
tidak berkonduksi dan tegangan pada C akan dilucuti melalui hambatan R L . Hasilnya

berupa arus pelucutan yang mengalir lewat C dan R L . Dengan demikian walaupun
diode dalam kondisi tidak berkonduksi, resistor R L tetap mendapatkan aliran arus
pengosongan kapasitor tersebut. Akibatnya, tegangan pada R L akan tetap terjaga pada
harga yang relatif tinggi.
Proses pengosongan C terus berlanjut sepanjang periode negatif. Menjelang
akhir setengah periode negatif terjadi penurunan keluaran dengan harga V RL terendah
sebelum akhirnya periode positif berikutnya datang. Kemudian diode akan berpanjar
maju lagi dan C mengalami proses pengisian lagi. Dalam proses pengisian ini
diperlukan arus diode (Id ) yang lebih rendah. proses di atas akan terus berulang pada
periode positif dan negatif berikutnya.
Efektivitas kapasitor sebagai tapis tergantung pada beberapa faktor, diantaranya
adalah :
1. Kapasitas/ukuran kapasitor
2. Nilai beban RL yang dipasang
3. Waktu
Ketiga faktor tersebut mempunyai hubungan

T = R×C (8.1)

dimana T adalah waktu dalam detik, R adalah hambatan dalam ohm dan C adalah
kapasitansi dalam farad. Perkalian RC disebut sebagai “konstanta waktu” merupakan
ukuran seberapa cepat tegangan dan arus tapis (kapasitor) merespon perubahan pada
masukan. Kapasitor akan terisi sampai sekitar 62,2% dari tegangan yang dekenakan
selama satu konstanta waktu. Demikian saat dikosongkan selama satu konstanta waktu,
maka tegangan kapasitor akan turun sebanyak 62,2%. Untuk mengisi kapasitor sampai
penuh diperlukan waktu sekitar 5 kali konstanta waktu.
Tapis kapasitor seperti pada gambar 8.8 akan terisi dengan cepat selama periode
positif pertama. Namun kecepatan pengosongan C akan sangat tergantung pada harga
R L . Jika R L berharga rendah proses pengosongan akan berlangsung dengan cepat,
sebaliknya jika R L berharga besar proses pengosongan akan berlangsung lebih lambat.

86 ELEKTRONIKA DASAR
Tapis yang baik adalah jika proses pengosongan berlangsung lambat sehingga VRL
mengalami sedikit perubahan. Tapis-C akan bekerja dengan baik jika R L berharga

relatif tinggi. Jika R L berharga rendah, yaitu jika penyearah mengalami pembebanan
yang terlalu berat, maka tegangan “riak” (ripple) akan lebih nampak pada keluarannya.

c. Penyearah Gelombang Penuh Dengan Beban Dan Tapis Kapasitor


Seperti halnya pada penyearah setengah gelombang, pada gambar 8.9-a kita tambahkan
satu diode dan resistor R L sebagai beban pada rangkaian keluaran. Keluaran masih
ditarik dari puncak v1 (atau v2) saat v1 (atau v2) mencapai harga tegangan ini. Namun
demikian saat v1 dan v2 berharga rendah, C akan berusaha pada kondisi termuati dan
kemudian kedua diode akan hubung terbuka seperti pada penyearah setengah
gelombang. Selanjutnya C akan dilucuti dengan arus i = v / R L , sehinga akan
kehilangan muatan menurut

dq v
=i=− (8.2)
dt RL

dan mengalami penurunan tegangan menurut

dv 1 dq v
= ⋅ =− . (8.3)
dt C dt RL C

Untuk penyearah gelombang penuh ini, proses pengosongan tegangan hanya


berlangsung paling tidak 1
2 T = 10 ms , saat diode yang lainnya mulai berkonduksi. Jika

harga konstanta waktu R L C cukup besar dibandingkan dengan periode T, penurunan


tegangan akan relatif kecil dibandingkan harga v mula-mula.

Rangkaian Penyearah 87
Ø

× Ø

a)
Ý Þ ß à á â á ã
ä

Ô Ô Õ Ö

Ü
Ú Û

Ð Ñ

Ò Ó

å æ ç è é ê é ë ì æ ë í æ î é ï é ë
ô õ ö ÷ ø ù ø ú ú û ø ü ø

b)

ð ñ ò ó

Gambar 8.9 Penyearah gelombang penuh dengan beban: a) Rangkaian dengan


pemasangan tapis kapasitor dan beban resistor R L dan b) Bentuk isyarat
keluaran.

Sebagai gambaran, misalnya transformator yang digunakan memberikan


tegangan puncak ± 10 V(p), C = 100 Í Î , R L = 1 k . Dengan demikian dv/dt = v/RLC
Ï

= 10 × 10 −9 × 10 4 = 100 V/s . Dalam 1


2
T = 10 ms , tegangan output turun sekitar 1 volt
atau sekitar 10%.
Dari gambaran di atas dapat diperkirakan bahwa besarnya tegangan riak (ripple)
pada keluaran cukup besar dan mengganggu, karena terjadi penurunan dv/dt saat v
mengalami penurunan akibat proses pengosongan tidak berlangsung sampai penuh
1
2
T = 10 ms (llihat gambar 8.9-b). Pada contoh di atas, hasil perhitungan menunjukkan
bahwa proses pengosongan dimulai sekitar 0,3 ms setelah puncak dan selesat 1,4 ms
sebelum puncak.

88 ELEKTRONIKA DASAR
d. Komponen DC dan Tegangan Riak
Misalkan pada gambar 8.9 kita mempunyai
v1 = A sin ω t ,
v 2 = − A sin ω t ,
dimana ω = 2π × 50
Kita berasumsi bahwa tegangan keluaran mencapai puncak A bersamaan dengan
masukan, dan mengalami penurunan menurut

v
dv / dt = −
RL C (8.4)
≈ − A / RL C

untuk setengah-periode penuh (full half-period), dibandingkan dengan harga prediksi


praktis sebesar 65-95% dari setengah periode. Besarnya keluaran akan berada pada
harga ` δv yang diberikan oleh

δv = (dv / dt ) × (12 T )
A 1 (8.5)
≅ ×
RL C 2 f
dengan demikian tegangan riak (ripple) puncak-ke-puncak dapat dituliskan sebagai
prosentase tegangan keluaran, diberikan oleh

% riak ( ripple) = 100 (δv / A)

≅ 100 / (2 R L C f ) (8.6)

Besarnya tegangan keluaran (rata-rata) secara jelas bukan A , tetapi kira-kira


berharga A − 12 δv . Dengan demikian jika beban keluaran meningkat maka tegangan
riak juga meningkat dan rata-rata tegangan keluaran akan menurun.
Misalnya sebuah penyearah gelombang penuh menggunakan tapis kapasitor 100
dengan beban 100 Ω. Persentase tegangan riak adalah
ý þ

100 / (2 × 10 2 × 10 −3 × 50 ) = 10%

Rangkaian Penyearah 89
yaitu, tegangan DC turun 5% dan harga tegangan akan berubah-ubah pada harga 90% -
100% dari nilai puncak. Jika penyearah hanya mendapatkan beban yang rendah,
pendekatan di atas dapat kita gunakan. Namun jika beban terlalu besar maka diperlukan
pendekatan baru seperti akan dibahas pada bagian berikut ini.

e. Penyearah Komponen Non-Ideal


Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari penyearah dengan menganggap semua
komponen dalam keadaan ideal. Pada kenyataannya beberapa hal perlu diperhatikan,
misalnya efek dari hambatan kumparan. Faktor ini berpengaruh terhadap besarnya
tegangan DC maupun tegangan riak keluaran. Besarnya arus konduksi sesaat diode
adalah

i D = (v t − v D − v o ) / R (8.7)
dimana
v t = tegangan sesaat transformator hubung-terbuka

v D = tegangan diode (≅ 0,8 volt)

v o = tegangan keluaran (pada kapasitor)


R = hambatan kumparan

        

ÿ  

ω 

" #

          
      !   

Gambar 8.10 Bentuk isyarat keluaran untuk beberapa variasi arus diode

90 ELEKTRONIKA DASAR
Nampak jelas bahwa saat arus beban meningkat, v o harus mengalami penurunan
untuk menaikkan arus diode. Ini juga berarti bahwa diode akan berkonduksi lebih lama.
Sekarang v o tidak lagi mencapai harga puncak transformator (lihat gambar 8.10,
memperlihatkan isyarat keluaran untuk variasi arus diode).

8.6.2 Tapis Induktor


Induktor adalah komponen elektronika yang memiliki kemampuan untuk menyimpan
dan melepaskan energi. Penyimpanan energi dilakukan dengan mengalirkan arus dan
mengubahnya menjadi medan magnet. Kenaikan arus yang mengalir pada induktor
mengakibatkan naiknya medan magnet. Penurunan arus pada induktor mengakibatkan
jatuhnya harga medan magnet dan energi akan terlepas.
Kemampuan induktor untuk menyimpan dan melepaskan energi dapat
digunakan untuk proses penyaringan. Tegangan induksi karena adanya perubahan
medan magnet akan dilawan oleh kenaikan arus yang mengalir melalui induktor.
Penurunan arus yang mengalir akan mendapatkan reaksi yang sama. Pada prinsipnya,
induktor akan berusaha melawan terjadinya perubahan arus yang melaluinya. Tapis-L
sangat cocok untuk penyearah dengan arus beban yang besar (lihat gambar 8.6).
Penyearah dengan tapis-L diperlihatkan pada gambar 8.11, dimana induktor
cukup dipasang secara seri dengan diode dan beban. Arus yang masuk pada beban akan
selalu melewati induktor. Tapis-L tidak menghasilkan tegangan keluaran setinggi yang
dihasilkan tapis-C. Induktor cenderung akan menahan arus pada harga rata-ratanya.
>

< =

? @

9 :

, -

. / 0 1 2 3 2 4 5 6 7 5 /

$ % & ' ( ) ( * +

Gambar 8.11 Penyearah dengan tapis-L

Rangkaian Penyearah 91
Secara praktis induktor tunggal jarang digunakan sebagai tapis. Kombinasi LC
lebih banyak digunakan, yaitu dengan memasang seri antara induktor dan kapasitor
yang dihubungkan secara paralel dengan beban (lihat gambar 8.12). Induktor akan
mengontrol perubahan besar pada arus beban sedangkan kapasitor digunakan untuk
menjaga tegangan keluaran pada harga yang konstan. Kombinasi LC ini dapat
menghasilkan tegangan keluaran DC yang relatif lebih halus.

X Y

[ \ ]

U V

H I

J K L M N O N P Q R S Q K

A B C D E F E G

Gambar 8.12 Penyearah dengan tapis LC

^ _ ` a _ b c b d

e f g h i f j k l m n o p q r s u v w x

Gambar 8.13 Tapis-LCL (Pi)

92 ELEKTRONIKA DASAR
8.6.3 Tapis-Pi
Penyearah Pi dibuat dengan menambahkan sebuah kapasitor pada penyearah tapis-LC.
Kedua kapasitor terhubung secara paralel dengan beban R L dan seri dengan induktor L.
Seperti terlihat pada gambar 8.13, penempatan komponen ini membentuk huruf Yanani
pi (Π) sesuai dengan nama tapis ini.
Pengoperasian tapis-pi dapat dipahami dengan melihat L dan C2 sebagai tapis
LC. Bagian rangkaian ini berfungsi sebagai tegangan keluaran dari input tapis C1.
Sedangkan C1 terisi oleh puncak masukan penyearah. Tentu saja keluaran ini akan
memiliki tegangan riak identik dengan tapis-C. Tegangan ini diumpankan ke C2
melalui induktor L. C2 kemudian menahan muatannya pada intervaal waktu sesuai
konstanta waktu R L C 2 . Hasil ini akan mendapatkan proses penyaringan lebih lanjut
oleh L dan C2. Dengan demikian tegangan riak pada tapis ini akan jauh lebih rendah
dibandingkan dengan tapis-C tunggal. Namun demikian terdapat penurunan tegangan
keluaran akibat melewati induktor L.

8.6.4 Tapis-RC
Jika diinginkan pemasangan tapis yang lebih sederhana makan tapis-pi dapat digantikan
dengan tapis-RC. Seperti diperlihatkan pada gambar 8.14, untuk membuat tapis-RC
cukup dengan mengganti induktor pada tapis-pi dengan sebuah resistor. Ini sangat
praktis mengingat induktor mempunyai bentuk fisik yang lebih besar, lebih berat dan
berharga jauh lebih mahal. Namun kualitas tapis-RC tidak sebagus tapis-pi, biasanya
terjadi penurunan keluaran DC dan terjadi kenaikan tegangan riak.

y z { | z } ~ }  ’ “ ”

— ˜
€  ‚ ƒ „  … † ‡ ˆ ‰ Š ‹ Œ  Ž  

Gambar 8.14 Rangkaian penyearah dengan tapis-RC

Rangkaian Penyearah 93
Dalam pengoperasiannya, C1 termuati oleh keluaran penyearah jembatan sampai
pada harga puncak. Saat masukan dari penyearah mengalami penurunan, maka akan
terjadi proses pengosongan C1`melalui resistor R dan R L . Penurunan tegangan pada R
akan menurunankan tegangan keluaran. Kapasitor C2 akan termuati pada harga puncak
tegangan R L . Besarnya tegangan DC tapis akan tergantung pada besarnya arus beban.
Arus beban yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tegangan pada R semakin menurun.
Pada prakteknya tapis-RC digunakan untuk catu daya dengan arus beban kurang dari
100mA.

8.7. Regulasi Tegangan


Keluaran tegangan DC dari penyearah tanpa regulasi mempunayi kecenderungan
berubah harganya saat dioperasikan. Adanya perubahan pada masukan AC dan variasi
beban merupakan penyebab utama terjadinya ketidakstabilan. Pada sebagian peralatan
elektronika, terjadinya perubahan catu daya akan berakibat cukup serius. Untuk
mendapatkan pencatu daya yang stabil diperlukan regulator tegangan. Blok diagram
seperti diperlihatkan pada gambar 8.15 memperlihatkan dimana regulasi tegangan
dipasang.

« ¬ ­ ® ¯ ° ± ¬ ² ­ ³ ± ¬ ´ µ ¶ · µ ¸ ¹ ¸ º

Ì Í Î Ï Ð Ñ Î Ï Ò Ó Ô Õ Ö
š › œ  ž › Ÿ   ¡ ¢ £ ¤ ¥ ¦ § ¨ © ª

×
» ¼ ½ ¾ ¿ À ¿ Á Â Ã Ä Å Æ Ç È É Ê

Ó Ø Õ Ù Õ Ú Õ Ö

È Ã Ä Ç Ë Ä Ç Ë

Gambar 8.15 Blok diagram penyearah dengan regulator

 

÷ ø ù ú û ü ý ø þ ù ÿ ý ø        

         
Û Ü Ý Þ ß Ü à á â ã ä

î ï ð ñ ò ó ô õ ö
 
       

å æ ç è ç é ç ê ë ì

Gambar 8.16 Pemasangan diode zener sebagai regulator tegangan

94 ELEKTRONIKA DASAR
Sejumlah rangkaian regulator sudah digunakan untuk meningkatkan kualitas
catu daya. Salah satu cara yang paling banyak digunakan adalah dengan memasang
diode zener seperti diperlihatkan pada gambar 8.16. Diode zener dipasang paralel atau
shunt dengan R L . Regulator ini hanya memerlukan sebuah diode zener terhubung seri
dengan resistor RS . Perhatikan bahwa diode zener dipasang dalam posisi berpanjar
mundur. Dengan cara pemasangan ini, diode zener hanya akan berkonduksi saat
tegangan mundur mencapai tegangan patah (break-down).

*
+ ,

% '

# $
- . / 0

& & ( )

"

Gambar 8.17 Rangkaian pencatu daya dengan regulator zener

Skema pencatu daya dengan regulasi diode zener diperlihatkan pada gambar
8.17. Penyearah berupa rangkaian diode bentuk jembatan dengan proses penyaringan
dengan tapis-RC. Resistor seri pada rangkaian ini berfungsi ganda. Pertama, resistor
ini menghubungkan C1 dan C2 sebagai rangkaian tapis. Kedua, resistor ini berfungsi
sebagai resistor seri untuk regulator. Diode zener dapat dipasang dengan sebarang
harga tegangan patah, misalnya sebesar 9 V.

Rangkaian Penyearah 95
9 TRANSISTOR

9.1 Dasar-dasar Transistor


Pada bab sebelumnya telah dikenalkan karakteristik dasar diode, sebuah piranti dua
terminal (karenanya disebut di-ode) beserta aplikasinya. Pada bagian ini akan kita
pelajari karakteristik piranti tiga terminal atau lebih dikenal sebagai “transistor”. Pada
bagian ini kita akan pertama-tama membahas transistor bipolar atau BJT (bipolar
junction transistor). Berikutnya akan kita bahas transistor unipolar seperti misalnya
FET (field-effect transistor).
Dibandingkan dengan FET, BJT dapat memberikan penguatan yang jauh lebih
besar dan tanggapan frekuensi yang lebih baik. Pada BJT baik pembawa muatan
mayoritas maupun pembawa muatan minoritas mempunyai peranan yang sama
pentingnya.

    

Gambar 9.1 Diagram BJT : a) Jenis n-p-n dan b) Jenis p-n-p

96 ELEKTRONIKA DASAR
Terdapat dua jenis kontruksi dasar BJT, yaitu jenis n-p-n dan jenis p-n-p. Untuk
jenis n-p-n, BJT terbuat dari lapisan tipis semikonduktor tipe-p dengan tingkat doping
yang relatif rendah, yang diapit oleh dua lapisan semikonduktor tipe-n. Karena alasan
sejarah pembuatannya, bagian di tengah disebut “basis” (base), salah satu bagian tipe-n
(biasanya mempunyai dimensi yang kecil) disebut “emitor” (emitter) dan yang lainya
sebagai “kolektor” (collector). Secara skematik kedua jenis transistor diperlihatkan pada
gambar 9.1.
Tanda panah pada gambar 9.1 menunjukkan kaki emitor dan titik dari material
tipe-p ke material tipe-n. Perhatikan bahwa untuk jenis n-p-n, transistor terdiri dari dua
sambungan p-n yang berperilaku seperti diode. Setiap diode dapat diberi panjar maju
atau berpanjar mundur, sehingga transistor dapat memiliki empat modus pengoperasian.
Salah satu modus yang banyak digunakan disebut “modus normal”, yaitu sambungan
emitor-basis berpanjar maju dan sambungan kolektor-basis berpanjar mundur. Modus
ini juga sering disebut sebagai pengoperasian transistor pada “daerah aktif”.

2.2 Pabrikasi BJT


Pabrikasi BJT dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu struktur transistor-alloy melalui
difusi dan struktur transistor planar. Gambar 9.2-a menunjukkan struktur transistor-
alloy n-p-n. Kolektor terbuat dari chip semikonduktor tipe-n dengan ketebalan kurang
dari 1 mm2. Daerah basis dibuat dengan proses difusi kemudian dibuat kontak logam
untuk dihubungkan dengan kaki basis. Daerah emitor dibuat dengan teknik alloy pada
daerah basis. Sebagai hasilnya berupa sebuah pasangan sambungan p-n yang
dipisahkan oleh daerah basis kira-kira setebal kertas.
Untuk struktur planar (gambar 9.2-b), suatu lapisan tipe-n dengan tingkat doping
rendah ditumbuhkan di atas substrat n+ (tanda + menunjukkan tingkat doping sangat
tinggi). Setelah melalui proses oksidasi pada permukaan, sebuah jendela (window)
dibuka dengan proses penggerusan (etching) dan suatu pengotor (p) dimasukkan ke
kristal dengan proses difusi untuk membentuk sambungan (junction). Sekali lagi
setelah melalui reoksidasi, sebuah jendela kecil dibuka untuk proses difusi pembentukan
daerah emitor (n).

Transistor 97


   

d
a

     

P ] d

f g
] ^
F G H I J K Z S T [ Y \ S U
8 9 : ; < = 9 > _ ` _ d e

b c

? @ A B A

7
D
7

    

L M N O P Q R S T U V W X Y V P V W
! " # $ % & ' $ & % ( ! ) ) * + ( , - . / 0 1 2 3 0 2 1 4 5 6 7 6 1

Gambar 9.2 Trasisstor sambungan bipolar (BJT) jenis n-p-n.

Secara konvensional simbol transistor n-p-n diperlihatkan pada gambar 9.2-c


dilengkapi dengan tanda panah pada emitor yang menunjukkan aliran muatan positif.
Walaupun sebuah transistor n-p-n akan bekerja dengan kedua daerah n dapat berfungsi
sebagai emitor, namun karena kedua daerah mempunyai tingkat doping dan geometri
yang berbeda, maka daerah n yang dimaksud harus diberi label.

9.3 Pengoperasian Transistor


Pada gambar 9.3-a diperlihatkan keping horizontal transistor jenis n-p-n. Pengoperasian
transistor dapat diterangkan secara kualitatif dalam hal distribusi potensial pada
sambungan (gambar 9.3-b). Sambungan emitor berpanjar maju, dengan efek dari
tegangan panjar VEB terjadi penurunan tegangan penghalang pada sambungan emitor
dan memberi kesempatan pada elektron melakukan injeksi ke basis dimana pada daerah
ini miskin elektron (minoritas).
Sambungan kolektor berpanjar mundur; sebagai efek dari pemasangan tegangan
panjar VCB akan menaikkan potensial penghalang pada sambungan kolektor. Karena
daerah basis sangat tipis, hampir semua elektron yang terinjeksi pada basis tersapu ke
kolektor dimana mereka melakukan rekombinasi dengan lubang yang “disediakan”
dengan pemasangan baterai luar. (Sebenarnya terjadi pengambilan elektron oleh baterai
eksternal, meninggalkan lubang untuk proses rekombinasi).
Sebagai hasilnya terjadi transfer arus dari rangkaian emitor ke rangkaian
kolektor yang besarnya hampir tidak tergantung pada tegangan kolektor-basis. Seperti
akan kita lihat, transfer tersebut memungkinkan pemasangan hambatan beban yang
besar untuk mendapatkan penguatan tegangan.

98 ELEKTRONIKA DASAR
h i j k l m n o p q p r s t u v w s x

~ 
| }

y z {

¸ ¹

³
½

µ ¶
» ¼

· ¾
º
´

§ ¨ © ª « ¬ ­ ® ¯ ® ° ¨ ¬ ± ¨ ²

… † ‡ ˆ ‰ ‡ Š ‰ ‡ ‹ ‰ Œ

ž Ÿ   ¡ Ÿ ¡ Ÿ   ¢ Ÿ £

ƒ „ ƒ

¥ ¦
» ¼

€  €

¤
œ 

 Ž   ‘ ’ “ ” ‘ Ž • ’ ‘ – — “ ˜ ™ ’ ‘ š ›

Gambar 9.3 Pengoperasian transistor jenis n-p-n

¿ À Á Â Ã Ä Å Æ Ç È Ç É Ê Ë Ì Í Î Ê Ï

Ð  

α
 

γ
Ø Ù

û ü ý þ ÿ  

α γ
ß
Þ
Ú Ü Ý

Þ ß

 

é ê ë ì í î ï ð ñ ò ï

γ
Ú Û Ü Ý
Ú Û Ü Ý Þ ß

Ñ Ò Ó Ô Õ Ö

ó ô î ñ ð õ ö ÷ ø ù

α
à á â ã ä å æ ç è

Gambar 9.4 Skema pergerakan pembawa muatan pada pengoperasian transistor n-p-n.

Transistor 99
9.4 Karakteristik DC
Karakteristik DC dari BJT dapat diprediksi dengan melihat aliran pembawa muatan
melewati sambungan dan ke basis. Dengan sambungan emitor berpanjar maju dan
sambungan kolektor berpanjar mundur (biasa disebut operasi normal, pengoperasian di
daerah aktif), gerakan pembawa muatan pada transistor n-p-n seperti diskemakan pada
gambar 9.4.
Komponen terbesar dari arus emitor iE terdiri atas elektron yang mengalir
melewati penurunan tegangan potensial ( Vo − VEB ) ke sambungan emitor-basis.

Efisiensi emitor (γ) berharga mendekati satu sehingga arus hampir terdiri atas semua
elektron yang terinjeksi dari emitor. Komponen lain adalah aliran lubang dari basis
yang juga difasilitasi oleh penurunan tegangan penghalang tersebut. Daerah basis
memiliki tingkat doping yang lebih rendah dibandingkan daerah emitor, sehingga arus
lubang relatif lebih rendah. Kedua jenis muatan mengalir melalui proses difusi.
Elektron yang “terinjeksi” dari emitor ke basis dapat mengalir melalui
sambungan emitor-basis secara bebas karena beberapa sebab
i) tidak ada tegangan yang melawannya,
ii) hanya terdapat jarak yang pendek pada daerah basis (tipis) dan
iii) hanya terdapat jumlah lubang yang relatif rendah sehingga tidak banyak
elektron yang tertangkap lubang dan hilang, yaitu dengan proses
rekombinasi.
Dengan proses pabrikasi transistor yang benar, kurang lebih 99 - 99,9% elektron
yang terinjeksi berhasil mencapai sambungan basis-kolektor (faktor α biasanya
berharga sekitar 0,98). Elektron tersebut tidak mengalami kesulitan akibat penurunan
tegangan penghalang.
Arus elektron α iE mendominasi besarnya arus kolektor. Komponen lain dari
arus kolektor berupa arus drift melewati sambungan kolektor-basis dari pembawa
muatan minoritas hasil generasi termal. Jika kita memasang tegaangan v EB pada
sambungan emitor-basis, kita menginjeksi arus yang diberikan oleh persamaan arus
diode

( )
− iE = I CBO e − vEB /VT − 1 (9.1)

100 ELEKTRONIKA DASAR


dimana VT = 25 mV pada temperatur ruang. I CBO adalah penulisan yang benar namun

biasanya lebih sering ditulis sebagai I o . Fuge factor (η) untuk transistor biasanya tidak

diperlukan. Tanda negatif hanya untuk memenuhi perjanjian konvensional, tidak perlu
terlalu dirisaukan. Harga arus iE sangat tergantung pada tegangan v EB .

Sebagian besar elektron mencapai kolektor atau

iC ≈ −α iE (9.2)

dimana α ≈ 1 . Arus lain sebesar

iE − (α iE ) = iE (1 − α )

terlihat sebagai arus basis

iB = −iE (1 − α )
iC
=
α
1−α
iC
=
β
yaitu
iC = β iB (9.3)

β disebut penguatan arus (current gain), dimana harganya akan sangat bervariasi dari
satu transistor ke yang lain walaupun mempunyai seri dan tipe yang sama. β d apat
berharga serendah 20 dan dapat berharga setinggi 2000, namun biasanya berharga
sekitar 100-200.

Transistor 101
β


  

β
  

Gambar 9.5 Konfigurasi emitor bersama

Untuk rangkaian transistor seperti terlihat pada gambar 9.5, kita melihat bahwa
v EB mengontrol arus emitor (β + 1)iB , tetapi hanya mencatu arus basis iB yang relatif
rendah. Karena terminal emitor dipakai bersama oleh v EB dan vCE , maka ragkaian
tersebut disebut konfigurasi emitor-bersama (common-emitter configuration).
Besarnya arus kolektor sepenuhnya tergantung pada tegangan kolektor,
sepanjang sambungan kolektor-basis berpaanjar mundur. Karenanya arus iC dapat

ditempatkan pada resistor RL menghasilkan tegangan iC RL yang dapat berharga


beberapa volt. Transistor dapat difungsikan untuk penguat arus, tengangan dan daya.
Ini akan kita lihat lebih lanjut pada bagian selanjutnya.
Hubungan antara iC dan v EB dapat diukur dengan mudah sama seperti halnya

hubungan antara iE dan v EB . Gambar 9.6 menunjukkan plot iC dan v EB untuk dua tipe
transistor yang relatif murah dalam skala semilogaritmik (linier-logaritma). Nampak
bahwa kedua transistor menunjukkan karakteristik eksponensial.
Perlu diperhatikan bahwa v EB adalah tegangan dari emitor ke basis, yaitu

v EB = v E − v B

hal yang sama untuk v BE adalah tegangan dari basis ke emitor

v BE = v B − v E
dan juga
vCE = vC − v E

102 ELEKTRONIKA DASAR


b c

G H I J J K I

L M N O P

` a

g h i j k l m n o

p q r s

d e f
Q R S T U V W X Y



Z [

] ^ _

 

& '

D E F

6 7 6 8

@ A B

$ %

9 : ; < = > ? 9

! " #
+ , - ( ) *   

. / . 0 1 2 3

4 5

Gambar 9.6 Hubungan antara iC dan v EB untuk transistor jenis 2N3053 dan BC 107
dalam skala semilogaritmik.

Pada bab ini telah kita pelajari karakteristik dasar transistor, setidaknya beberapa
hal penting berikut ini pperlu untuk diingat:
i) Arus emitor ditentukan oleh tegangan emitor-basis dan keduanya memiliki
hubungan eksponensial.
ii) Arus kolektor berharga hampir sama dengan arus emitor dan hampir tidak
dipengaruhi oleh tegangan kolektor (jika vCB ≥ 0 ).
iii) Arus basis merupakan fraksi kecil dari arus kolektor dengan faktor
β = iC / iB , dimana β adalah merupakan konstanta untuk suatu transistor

tertentu.

Transistor 103
KARAKTERISTIK
10 TRANSISTOR

10.1 Dasar Pengoperasian BJT


Pada bab sebelumnya telah dibahas dasar pengoperasian BJT, utamannya untuk kasus
saat sambungan kolektor-basis berpanjar mundur dan sambungan emitor-basis berpanjar
maju. Arus emitor sebagai fungsi dari tegangan emitor-basis sebagai

− iE = I o [exp(− v BE / VT ) − 1] (10.1)

untuk transistor n-p-n, dimana VT = 25 mV pada temperatur ruang.


I o berasal dari pembawa muatan hasil generasi termal, sehingga secara kuat
merupakan fungsi temperatur, dan harganya hampir berlipat dua untuk setiap kenaikan
10oC. Harga I o sangat bervariasi dari satu transistor ke transistor yang lain walaupun
untuk tipe dan pabrik yang sama.
Hampir seluruh arus emiter berdifusi ke daerah basis dan menghasilkan arus
kolektor, dimana harganya lebih besar dari arus basis. Kita menuliskan

iC = β iB (10.2)

dimana β merupakan parameter transistor terpenting kedua, dan disebut sebagai


penguatan arus (current gain – sering dinyatakan dengan simbul h fe atau hFE untuk

kasus tertentu).
Harga β juga sangat bervariasi dari satu transistor ke transistor lain walaupun
untuk tipe yang sama. Untuk transistor tipe 2N3055 (biasanya digunakan untuk arus
besar), hFE untuk arus 4 amper dapat berharga dari 20 – 70. Harga hFE mengalami

104 ELEKTRONIKA DASAR


perubahan terhadap harga arus kolektor, naik dari 32 pada 10 mA ke maksimum 62
pada arus 3 A, dan selanjutnya jatuh ke harga 15 untuk arus 10 A.
Untuk transistor tipe LM394C (biasa digunakan untuk arus rendah), hFE untuk
arus 1 mA berubah dari 225 ke harga lebih dari 500. Harga hFE dapat naik dari 390
pada arus 1 µA ke harga 800 pada arus 10 mA.

β
   

β
     




  

Gambar 10.1 Transistor dengan Konvigurasi Basis Bersama

10.2 Karakteristik Keluaran


10.2.1 Konfigurasi Basis-Bersama (Common-Base Configuration)
Rangkaian transistor seperti pada gambar 10.1 disebut konfigurasi basis bersama karena
basis digunakan untuk terminal masukan maupun keluaran. Karakteristik i-v BJT
dengan konfigurasi ini dapat kita kembangkan dari pemahaman kita tentang diode dan
pengoperasian transistor.
Karena sambungan emitor-basis seperti diode berpanjar maju, maka
karakteristik masukan rangkaian ini (gambar 10.2-b) mirip dengan karakteristik diode
(gambar 10.2-a). Terlihat bahwa efek dari tegangan kolektor-basis vCB cukup kecil.

Dengan vCB berharga positif dan emitor hubung terbuka, iE = 0 volt dan bagian basis-

kolektor pada dasarnya berpanjar mundur. ( vCB berharga negatif akan membuat
sambungan kolektor-basis berpanjar maju dan akan mengalir iC berharga negatif).
Untuk iE = 0, iC ≅ I CBO (lihat gambar 10.2-c), karakteristik kolektor mirip dengan

karakteristik diode gambar 10.2-a pada kuadran tiga. Untuk iE = −5 mA, arus kolektor
meningkat sebesar − α i E ≅ +5 mA (lihat persamaan 3.2) dan menampakkan bentuk
kurva. Karena faktor α selalu lebih kecil dari satu ( = β / β + 1 ), maka secara praktis
konfigurasi basis-bersama tidak baik sebagai penguat arus.

Karakteristik Transistor 105


W
Š
^ –
W

_ ` a b   ! ’ “ ” •

c d

 Ž

 Ž

X Y Z

  
‘
c d

 

[ \ ] 

‘ Ž

e f

/ 0 1

 

y z { | } ~

N O

‰ Š ‹ Œ

„ … „ †  Ž
M g

P Q R S u v w x
< < ? L L x

J I K 2 3 4 5 3 6

T U V
  
E ? €  ‚ ƒ

G H I H 7 8 9 :
‡ ˆ

; < = > < ? < @ A B ? C D A C @ E C F E B h i j k l m l n o p m q r o q n k s t p n o s m


" # $ % & ' & ( ) * ' + , ) + ( * - + ) . '

Gambar 10.2 Karakteristik transistor n-p-n untuk konfigurasi basis-bersama

β
 

¢ £ ¤

β
 ž — ˜ ™ š ›

Gambar 10.3 Transistor dalam konfigurasi emitor-bersama

10.2.2 Konfigurasi Emitor-Bersama (Common-Emitter Configuration)


Konfigurasi emitor-bersama seperti diperlihatkan pada gambar 10.3 lebih sering
digunakan sebagai penguat arus. Sesuai dengan namanya emitor dipakai bersama
sebagai terminal masukan maupun keluaran. Arus input dalam konfigurasi ini adalah
iB , dan arus emitor iE = −(iC + i B ) , karenanya besarnya arus kolektor adalah

iC = −α i E + I CBO = +α (iC + iB ) + I CBO


atau
α I
iC = iB + CBO (10.3)
1−α 1−α

Untuk menyederhanakan persamaan 10.3 kita telah mendifinisikan “nisbah transfer-


arus” sebagai

106 ELEKTRONIKA DASAR


α
β= (10.4)
1−α
dan kita dapat mencatat besarnya arus cutoff kolektor sebagai

I CBO
= (1 + β ) I CBO = I CEO (10.5)
1−α

Dengan demikian bentuk sederhana persamaan arus keluaran (kolektor) dalam bentuk
arus masukan (basis) dan nisbah transfer-arus adalah

iC = β iB + I CEO (10.6)

Æ «

Ï Ð Ñ Ò

¬ ­ ® ¯

© ª    

Ì Í Î

ü ý ÿ
Ô Õ Ö ×

Ø Ù Ú Û

É Ê Ë

ü ý þ

§ ¨

¼ ½ ¾

ã ä å

ø ù ú á â ã

¦
»

¿ À Á Â Ã Ä Å å ã ö ó
¾ ½ ¼ ó ô õ
Ý Þ ß à
Æ Ç
Ø Ù

æ ç è é ê ë ê ì í î ë ï ð í ï ì é ñ ò î ì í ñ ë
° ± ² ³ ± ´ ± µ ¶ · ´ ¸ ¹ ¶ ¸ µ º ± ¹ ¸ ¹

Gambar 10.4 Karakteristik transistor n-p-n untuk konfigurasi emitor-bersama

Bentuk karakteristik emitor-bersama diperlihatkan pada gambar 10.4. besarnya


arus masukan iB relatif kecil untuk tegangan kolektor-emitor lebih besar 1 V, dan
harganya tergantung pada besarnya tegangan sambungan emitor-basis. Untuk BJT
silikon misalnya, untuk tegangan panjar maju sekitar 0,7 V akan memberikan iB yang
cukup besar.
Pada gambar 10.4-b nampak bahwa sesuai dengan persamaan 10.6, untuk
iB = 0 , arus iC berharga relatif kecil dan hampir konstan pada harga I CEO . Setiap ada

kenaikan arus iB , akan diikuti kenaikan arus iC sebesar β iB . Untuk

α = 0,98, β = α / (1 − α ) = 0,98 / (1 − 0,98) = 49 , jelas sedikit perubahan pada iB akan

Karakteristik Transistor 107


memberikan kenaikan iC yang sangat besar. Sedikit kenaikan pada α akan

menghasilkan perubahan yang lebih besar pada β , dan efek dari vCE pada konfigurasi
ini akan lebih nampak dibandingkan pada konfigurasi basis-bersama (lihat juga gambar
10.2-c).
Dengan uraian di atas dapat dibuat catatan penting untuk konfigurasi emitor-
bersama. Arus kolektor iC merupakan fungsi iB dan vCE , sehingga untuk
menggambarkan karakteristik hubungan ketiganya dapat dilakukan dengan
menggambar kurva seperti terlihat pada gambar 10.4-c. Ini merupakaan tipikal
“karakteristik keluaran” dari transistor daya rendah dengan ciri dasar sebagai berikut:
i) Jika vCE > 1 V, iC sangat tergantung pada iB .

ii) Dengan menaikkan vCE , iC akan mengalami sedikit kenaikan, karena daerah
basis relatif tipis.
iii) Untuk vCE < 1 V, arus kolektor untuk suatu harga arus basis jatuh ke harga

nol pada vCE = 0 .

Arus kolektor hampir sama dengan arus emitor (untuk vCE > 1 volt), sehingga
berlaku hubungan eksponensial

iC ≈ iE = I o exp(v BE / VT ) (10.7)

Jika v BE 1 , v BE 2 memberikan arus iC1 , iC 2 maka kita mempunyai

iC1 / iC 2 ≈ I o exp((v BE 1 − v BE 2 ) / VT ) (10.8)

Dengan demikian kita memberikan indikasi masukan tegangan v BE (dari pada arus
masukan iB ) yang diperlukan oleh setiap kurva karakteristik jika kita mengetahui v BE .
Untuk suatu transistor dapat berharga sebagai berikut:

iB 10 8 6 4 2 µA

v BE 650 644,4 673,3 627,1 609,8 mV

108 ELEKTRONIKA DASAR




  

Gambar 10.5 Karakteristik keluaran konfigurasi emitor-bersama

Kurva karakteristik hubungan iC , iB dan vCE untuk suatu harga v BE , dari


transistor di atas adalah seperti diperlihatkan pada gambar 10.5. Perlu dicatat bahwa
besarnya iC naik secara linier dengan adanya kenaikan iB (ditunjukkan oleh jarak yang

sama antar kurva), namun perubahan iC terhadap v BE jauh dari kondisi linier (tentu saja
mempunyai hubungan eksponensial).
Gambar 10.6 memberikan karakteristik hubungan iC , iB dan vCE untuk
transistor yang lain lagi, yang memberikan gambaran efek dari pemberian tegangan
yang tinggi. Gambar 10.7 memberikan detail dari kurva pada gambar 10.5 untuk
tegangan yang rendah.

Gambar 10.6 Karakteristik konfigurasi emitor-bersama dengan v CE tinggi.

Karakteristik Transistor 109


Gambar 10.7 Karakteristik konfigurasi emitor-bersama dengan v CE rendah.


Contoh
Sebuah transistor silikon n-p-n memiliki α = 0,99 dan I CBO = 10 −11 A terangkai seperti

pada gambar di bawah. Perkirakan besarnya iC , iE dan vCE . Perhatikan bahwa pada
penggambaran rangkaian elektronika, sumber tegangan (baterai) biasanya dihilangkan,
diasumsikan bahwa terminal +10V (dalam kasus soal ini) dihubungkan dengan tanah.

   


 

+ 

 

µ
  

 

Jawab
Pada transistor ini
α 0,99 0,99
β= = = = 99
1 − α 1 − 0,99 0,01

110 ELEKTRONIKA DASAR


dan besarnya arus cutoff kolektor adalah
I CEO = (1 + β )I CBO = (1 + 99 )10 −11 = 10 −9 A

Besarnya arus kolektor adalah


iC = β i B + I CEO = 99 × 2 × 10 −5 + 10 −9 ≅ 1,98 mA

Seperti telah diharapkan untuk transistor silikon, I CEO merupakan bagian yang sangat

kecil dari iC . Besarnya arus emitor adalah

i E = − (i B + iC ) = −(0,02 + 1,98)10 −3 = −2 mA

Tegangan kolektor-emitor sebesar


v CE = 10 − iC RC ≅ 10 − 2 (mA) × 2 ( k ) = 6 V


Karena v CB = v CE − v BE ≅ 6 − 0,7 = +5,3 V , maka sambungan kolektor-basis (np)


berpanjar mundur seperti yang diperlukan.

10.3 Karakteristik Masukan


Karakteristik transistor lain yang perlu diketahui adalah karakteristik masukan, yaitu
hubungan eksponensial I-V pada sambungan emitor-basis. Karakteristik masukan pada
konfigurasi basis bersama adalah hubungan antara v BE dengan i E , sedangkan pada
konfigurasi emitor-bersama adalah hubungan antara v BE dengan i B .

10.4 Karakteristik Transfer-Arus


Karakteristik transfer-arus berupa plot iC terhadap i B untuk suatu harga v CE tertentu.
Ini dapat diperoleh dengan mudah dari karakteristik keluaran. Kemiringan dari kurva
yang diperoleh secara langsung akan memberikan harga β dari hubungan

iC = β i B

10.5 Perjanjian Simbol


Saat berbicara tentang transistor sebagai penguat, kita akan melihat campuran isyarat
DC dan AC, sehingga diperlukan perjanjian untuk memberikan tanda untuk
membedakan kedua isyarat tersebut. Kita menggunakan tanda yang sudah baku,
misalkan kita mengambil contoh

Karakteristik Transistor 111


v BE = V BE + v be

ini berarti
v BE = harga arus sesaat total (AC + DC)
V BE = tegangan panjar (DC)
v be = harga sesaat ac (= f(t))

Mungkin kita memiliki

v BE = V BE + Vbe sin ω t

di sini Vbe = amplitudo harga AC

112 ELEKTRONIKA DASAR


TEGANGAN PANJAR
11 TRANSISTOR

11.1 Pentingnya Tegangan Panjar


Pada bab sebelumnya kita telah melihat bahwa arus kolektor iC dapat dikontrol oleh

arus basis i B yang relatif kecil atau dengan mengubah sedikit tegangan basis-emitor
v BE . Karenanya, transistor mempunyai kemungkinan untuk digunakan sebagai
penguatan arus, tegangan atau daya dari suatu masukan. Namun perlu diperhatikan
bahwa bentuk keluaran harus sama dengan bentuk isyarat masukan. Syarat ini tidak
mudah untuk dipenuhi.
Kenyataan di atas adalah benar walaupun masukan hanya berupa isyarat yang
sangat sederhana misalnya berupa fungsi sinus yang berosilasi secara sama di atas dan
di bawah harga 0 volt. Sebagai ilustrasi diperlihatkan pada gambar 11.1-a, yaitu dengan
mengenakan isyarat tersebut pada masukan transistor. Sayangnya, sampai dengan
masukan berharga + 0,6 volt, arus kolektor masih relatif kecil. Saat masukan telah
melebihi harga tegangan ini, arus kolektor membesar dengan cepat, naik sebesar e =
2,718 kali setiap ada kenaikan 25 mV kenaikan masukan (ingant pers. eksponensial).
Besarnya arus agar masukan berada sedikit di atas tingkat kritis diperlihatkan
pada gambar 11.1-b. Besarnya tegangan keluaran diberikan oleh

v CE = VCC − iC R L (11.1)

Ini ditunjukkan pada gambar 11.1-c, bahwa keluaran identik dengan masukan.

Tegangan Panjar Transistor 113


  

 

   

  

  

  


 

Gambar 11.1 Rangkaian transistor: a) Isyarat masukan diberikan, b) Bentuk isyarat


arus keluaran dan c) Isyarat keluaran.

Gambar 11.2 Karakteristik keluaran transistor

Kita kembali pada tipe karakteristik keluaran transistor seperti terlihat pada
gambar 11.2, dimana kita telah mengikutkan nilai v BE untuk setiap kurva karakteristik.
Dari kurva-kurva yang didapat terlihat bahwa seharusnya transistor diberi panjar ( v BE )
sebesar 637 mV. Dengan demikian untuk masukan yang berosilasi ± 10 mV akan
memberikan perubahan arus kolektor yang cukup besar.

114 ELEKTRONIKA DASAR


#

"

&

% %

'

 

Gambar 11.3 Rangkaian transistor dengan memperlihatkan v BE .

Rangkaian yang lebih jelas diperlihatkan pada gambar 11.3. Sayangnya,


rangkaian ini sangat tidak praktis dengan alasan:
i) Masukan mungkin mempunyai terminal yang dihubungakan ke 0 volt.
ii) Agak sulit untuk memdapatkan tegangan panjar dekat dengan harga 637 mV.
iii) Suatu harga V BE mungkin cocok untuk suatu transistor tetapi mungkin
transistor lain akan memerlukan harga yang sangat berbeda, walaupun dari
jenis dan merk yang sama.
Untuk mengatasi permasalahan di atas dapat dilakukan dengan memberikan
pemecahan melalui dua tahap:
i) Rencanakan suatu rangkaian DC yang dapat mengatur besarnya arus
kolektor untuk isyarat masukan 0 volt.
ii) Pasang kapasitor yang dapat menghubungkan isyarat masukan; kapasitor ini
tidak akan mengganggu keadaan DC, tetapi dapat melewatkan isyarat AC
dengan baik.

Tegangan Panjar Transistor 115


0 1

+ , - . , / 2

3 3

) *

Gambar 11.4 Rangkaian transistor dengan panjar tetap.

11.2. Panjar Tetap


Dengan memperhatikan pentingnya panjar dan persyaratan yang harus dipenuhi, dapat
dibuat rangkaian yang paling sederhana seperti terlihat pada gambar 11.4. Resistor
panjar dilewati arus sebesar

I B = (+ VCC − V BE ) / R panjar (11.2)

Karena biasanya

VCC > 3 V

v BE ≈ 0,6 V

maka kita dapat membuat pendekatan

I B ≈ VCC / R panjar (11.3)

dengan demikian I B hampir-hampir tidak tergantung pada jenis transistor.


Isyarat AC praktis tidak mengalami perubahan pada saat dilewatkan kapasitor
(jika kapasitasnya cukup besar). Sebagian arus AC akan hilang pada resistor panjar,
namun sebagian besar digunakan untuk mengubah arus basis di sekitar harga DC I B .

116 ELEKTRONIKA DASAR


Untuk transistor dengan suatu harga β , teknik pemasangan panjar ini sangat
tepat karena mengingat arus kolektor

IC = β IB (11.4)

dan dapat diatur sesuai yang dikehendaki. Sayangnya transistor yang digunakan dapat
memiliki β yang bervariasi.

11.3 Keadaan Panjar


Sejauh ini perlu dipertanyakan, seberapa besar arus kolektor yang diperlukan?
Jawabannya tergantung pada VCC dan RL . Terdapat berbagai cara untuk
menentukannya, asalkan sejauh ini mereka kita anggap berharga tetap. Tegangan
keluaran v CE untuk suatu harga arus kolektor I C pada rangkaian gambar 11.4 diberikan
oleh

v CE = VCC − iC R L

iC dan v CE harus memenuhi persamaan

1 V
iC = − vCE + CC
RL RL

dimana ini akan berupa garis lurus jika diplot dengan v CE sebagai sumbu-x dan iC
sebagai sumbu-y. Garis lurus ini menghubungkan dua titik, yaitu di titik perpotongan
pada sumbu v CE (dimana iC = 0 ) di v CE = VCC , dan di titik perpotongan pada sumbu iC

(dimana v CE = 0 ) di iC = VCC / R L . Garus lurus ini biasa disebut sebagai “garis beban”.
Sebagai contoh pada gambar 11.2 telah disertakan garis beban dengan parameter

VCC = 10 volt R L = 10 k 6

Tegangan Panjar Transistor 117


iC , v CC harus memenuhi kondisi yang dituntut transistor, misalnya pada gambar 11.2,

Jika I B sebesar 5 µA maka harga iC , v CC berada pada perpotongan karakteristik

transistor dan di atas garis beban, katakan pada

iC = 0,45 mA v CE = 5,5 V

Hal yang sama untuk arus basis 5,6 µA akan memberikan titik seperti ditandai pada
gambar 11.2, yaitu

iC = 0,5 mA v CE = 5 V

Harga di atas merupakan harga DC yang cocok untuk pengoperasian transistor. Titik
ini biasa disebut sebagai titik tenang (quiescent point) Q.
Saat terjadi perubahan i B (atau v BE ), harga iC atau v CE akan naik ke atas atau
turun di bawah garis beban, memperlihatkan adanya perubahan keluaran. Nilai DC arus
dan tegangan yang ditunjukkan oleh titik Q mempunyai beberapa keterbatasan. Pada
gambar 11.5 diperlihatkan karakteristik keluaran beserta garis beban suatu transistor
daya-medium.

Gambar 11.5 Karakteristik keluaran transistor beserta garis beban

118 ELEKTRONIKA DASAR


Jika transistor tidak mengalami kerusakan, terdapat beberapa keterbatasan yang
harus dipenuhi untuk
i) Arus maksimum, iC

ii) Tegangan maksimum, v CE

iii) Daya maksimum, I C × VCE


Jika keluaran mempunyai bentuk sama dengan masukan, kita harus memperhatikan
karakteristik pada daerah pengoperasian ini (kira-kira berada pada titik tengah tengah
garis beban). Kita harus menghindarkan pengoperasian di kedua ujung garis beban
karena:
i) Pada v CE yang rendah bentuk karakteristik akan berubah secara drastis.

ii) Pada iC yang rendah akan membuat transistor mati.


Karenanya kita dapat menarik garis beban seperti terlihat pada gambar 11.5,
menghindari persyaratan untuk V, I, P dan panjar penguat seperti telah dituntut di atas.
Kita dapat menandai pengoperasian dengan titik lingkaran seperti terlihat pada gambar,
yaitu dengan menghindari terlalu dekat dengan v CE = 0 atau iC = 0 .

: ; < = > < ? @

B C C

7 8 9

Gambar 11.6 Rangkaian panjar umpan-balik kolektror

Tegangan Panjar Transistor 119


11.4 Pemasangan Panjar Umpan-Balik Kolektor
Gambar 11.6 memperlihatkan rangkaian untuk memperoleh panjar umpan-balik
kolektor. Jika terjadi kenaikan I C , maka akan terjadi penurunan VCE , sehingga arus
basis akan menjadi

I B = (VCE − v BE ) / R panjar (11.5)

yang akan melawan kenaikan I C . Rangkaian ini tidak dapat menetapkan I C dengan

baik, tetapi paling tidak dapat menjamin bahwa VCE akan berada pada harga paling

tidak 1 volt- atau kemungkinan lain , arus basis akan sangat kecil dan VCE akan
berharga sangat tinggi, tentu ini suatu yang kontradiksi.

11.5 Pemasangan Panjar Umpan-Balik Emitor


Teknik yang banyak digunakan untuk memberikan panjar dengan umpan-balik
diperlihatkan pada gambar 11.7. Pada rangkaian ini panjar tetap akan memberikan
“arus basis” yang akan selanjutnya akan menentukan besarnya arus emitor. Masukan
harus dipasang kapasitor dengan basis untuk menjaga gangguan kondisi panjar.

Q
W X

Y Z Z

G H I

F J K
L

S T U

Gambar 11.7 Rangkaian panjar umpan-balik emitor

120 ELEKTRONIKA DASAR


i) Arus Basis Diabaikan
Jika arus basis dapat diabaikan kita mempunyai

v B = VCC × R2 / (R1 + R2 )

dan karena V BE ≈ 0,6 V = V B − V E , maka

V E = V B − 0,6

Selanjutnya kita dapat menghitung besarnya arus emitor sebesar

I E ≈ VE / RE
 V × R2  (11.6)
≈  CC − 0,6  / R E
 R1 + R2 

Jika masukan diharapkan mempunyai efek yang maksimum, maka pada emitor
hampir tidak ada tegangan AC- dan hanya ada di basis. Kapasitor C E memastikan
kondisi tersebut, namun kapasitor harus berharga sangat besar. Perhatikan rangkaian
tertutup v i , C , B − E , C E untuk melihat kenapa digunakan C E .
Agar kita dapat mengabaikan harga arus basis pada perhitungan di atas, arus
pada pembagi potensial harus relatif besar. Ini dimungkinkan karena arus emitor tidak
terlalu tergantung pada besarnya β dari transistor, tetapi kita mengharapkan arus AC
masukan terbuang karena harga R1 , R2 terlalu rendah.

ii) Tanpa Mengabaikan Arus Basis


Jika arus basis tidak dapat diabaikan, perhitungan besarnya arus emitor sedikit lebih
panjang. Langkah pertama adalah dengan menggantikan pembagi potensial pada
gambar 11.7 dengan sebuah rangkaian ekivalen terdiri dari sebuah sumber tegangan V BB
dan sebuah resistor tunggal R B (ingat teorema Thevenin), masing-masing berharga

Tegangan Panjar Transistor 121


V BB = VCC × R2 / (R1 + R2 ) (11.7)

R B = R1 × R2 / (R1 + R2 ) . (11.8)

Terdapat penurunan tegangan pada R B yaitu I B R B dan pada R E sebesar

I E R E = (β + 1)I B R E (11.9)

Dengan menggunakan hukum Kirchhoff tentang tegangan, pada rangkaian tertutup yang
melibatkan V BB , R B , V BE , dan R E , diperoleh

V BB = (β + 1) I B R E + V BE + I B R B
sehingga
V BB − V BE
IB = (11.10)
(β + 1)R E + RB

Kita juga mempunyai persamaan lain sebagai:


I E = (β + 1) I B
VE = I E RE

V B = V E + V BE
IC = β I B

VC = VCC − I C R L (11.11)

Perhatikan bahwa pada persamaan di atas terdapat VC bukan VCE . Jika pada emitor
terdapat resistor seperti rangkaian ini, maka kita harus memodifikasi garis bebannya.

VCE = VC − V E

I R 2 = VB / R2

I R1 = (VCC − V B ) / R1

122 ELEKTRONIKA DASAR


Perhatikan bahwa kedua arus terakhir di atas adalah sama dengan I B , dan V B ≠ V BB .
Kita mempunyai

V BB − V BE
IE = (11.12)
R E + R B / (β + 1)

Dua parameter pada persamaan 11.12 yang bervariasi antara transistor satu dengan
lainnya adalah V BE dan β . V BE biasanya berharga sekitar 0,2 V, sehingga pembilang
V BB − V BE sedikit tergantung pada jenis transistor jika

V BB − 0,6 >> 0,2

atau V BB ≥ 3 V (misalnya)

β biasanya berharga paling tidak = 25, sehingga penyebut pada persamaan 11.12 tidak
tergantung pada jenis transistor jika

R E >> R B / 26

Kita tidak perlu menginagt-ingat persamaan di atas, namun dua langkah yang perlu
diingat adalah:
i) Gantikan rangkaian pembagi potensial dengan rangkaian yang lebih
sederhana.
ii) Gunakan analisa rangkaian dengan hukum Kirchhoff tentang tegangan pada
loop basis-emitor.

Metode perhitungan lain adalah dengan menggunakan pendekatan perhitungan


V B1 untuk V B dan mengabaikan arus basis. Dari sini kita dapatkan pendekatan harga
V E , I E dan I B . Selanjutnya didapat pendekatan yang lebih baik untuk V B sebagai

Tegangan Panjar Transistor 123


V B 2 = V B1 − I B R B

Jika digunakan dua pencatu daya, rangkaian di atas dapat disederhanakan seperti terlihat
pada gambar 11.7. Di sini masukan tidak perlu dipasang kapasitor, dan masukan akan
berubah-ubah terhadap tanah (ground).

^ _

j j

f k l

b c

_ ` a

i i

Gambar 11.8 Penyederhanaan rangkaian dengan menggunakan pendekatan

Contoh 1
Pada gambar 11.4 misalnya rangkaian mempunyai
VCC = 10 V
RL = 5 k ]

R panjar = 1 M ]

Hitung nilai panjar jika β berharga


i) 30
ii) 100
iii) 300

124 ELEKTRONIKA DASAR


Jawab
Untuk semua keadaan terdapat V BE ≈ 0,6 V , sehingga

I B = 9,4 V/1 M o

= 9,4 m n

i) IC = β I B
= 0,282 mA
VC = VCC − I C R L

= 10 – 0,282 × 5
= 8,59 V (nilai yang sedikit terlalu tinggi)

ii) I C = 100 × 9,4 p q

= 0,94 mA
VC = 10 − 0,94 × 5
= 5,3 V (panjar yang baik)

iii) I C = 300 × 9,4 p q

= 2,82 mA
VC = 10 − 2,82 × 5
= -4,1 V
tentu saja nilai ini jelas salah. Dengan menggunakan I C = β I B , kita secara
implisit berasumsi bahwa transistor berada dalam daerah aktif, asumsi ini salah.
Jelas transistor berada pada tegangan yang sangat rendah, atau berada pada “daerah
jenuh”. Kita dapat menduga
VC ≈ 0,2 V

saat I C = (10 − 0,2 ) V / 5 k r

= 1,96 mA
Keadaan panjar ini sangat tidak cocok untuk suatu penguat.

Tegangan Panjar Transistor 125


Contoh 2
Pada gambar 11.6 misalnya rangkaian mempunyai
VCC = 10 V
RL = 5 k s

R panjar = 470 k s

Hitung nilai panjar jika β berharga


i) 30
ii) 100
iii) 300

Jawab
Perhatikan bahwa I C (= β I B ) dan I B keduanya mengalir melalui R L . Karenanya kita
mempunyai
I B = (VC − V BE ) / R panjar

VC = VCC − (β + 1) I B R L

= VCC − (β + 1)(VC − V BE ) R L / R panjar

Sebut x = (β + 1)R L / R panjar

VC = VCC − xVC + xV BE

VCC + xV BE
=
1+ x

i) Untuk β = 30
x = 31 × 5 / 470
= 0,333
10 + 0,33 × 0,6
VC =
1,33
= 7,67 V (harga panjar yang tidak terlalu bagus)
(β + 1) I B = (10 − 6,67 )V/5 k s

I C = 0,45 mA

126 ELEKTRONIKA DASAR


Pada perhitungan panjar di atas kita banyak menggunakan bantuan aljabar. Kita dapat
mencoba menggunakan pendekatan lain dengan memulai dari memasang
VC = 5 V
maka
I B = (5 – 0,6) V/470 kΩ

= 9,36 µA
(β + 1)I B = (VCC − VC ) / R L

= 5 V/5 kΩ
= 1 mA
sehingga ini dapat dicapai jika
(β + 1) = 1 mA/9,36 µA
= 107
Untuk β = 30 kita harus mempunyai arus basis yang lebih, sehingga kita coba VC yang
lebih tinggi, katakan 7 V. Jadi
I B = (7 – 0,6) V/470 kΩ

= 13,6 µA
I C = 0,6 mA

(β + 1) = 44 ( β = 43)
Jelas kita tidak akan mencoba VC yang terlalu tinggi; kita coba 7,5 V.

I B = 14,7 µA

(β + 1)I B = 0,5 mA
(β + 1) = 34 ( β = 33)
Dengan ekstrapolasi dari kedua percobaan kita di atas, selanjutnya kita dapat menduga
33 − 30
V C = 7,5 + × (7,5 − 7,0)
43 − 33
= 7,65 V
Saat
I B = 15 µA

(β + 1)I B = 0,47 mA
(β + 1) = 31,3

Tegangan Panjar Transistor 127


hasil ini nampaknya sudah cukup baik, mengingat resistor yang digunakan juga
memiliki toleransi misalnya 5%.

ii) Untuk β = 100


x = 101 × 5 / 470
= 1,074
10 + 1,074 × 0,6
VC =
2,074
= 5,13 V (harga panjar yang bagus)
I C = (100 / 101) × (10 − 5,13) V/5 k t

= 0,964 mA.
Sebaiknya kita perlu curiga apakah kita tidak melakukan kesalahan perhitungan. Kita
dapat memeriksa dengan menghitung
I B = (5,13 – 0,6) V/470 kΩ

= 9,64 µA
β = 0,964 mA/9,64 u v

= 100
dan ternyata sudah benar.

iii) Untuk β = 300


x = 301 × 5 / 470
= 3,202
10 + 3,202 × 0,6
VC =
4,202
= 2,84 V
I C = (300 / 301) × (10 − 2,84 ) V/5 k t

= 1,43 mA.

128 ELEKTRONIKA DASAR


Contoh 3
Pada gambar 11.7 misalnya rangkaian mempunyai
VCC = 12 V
RL = 5 k w

R E = 1,8 k w

R1 = 470 k w

R2 = 120 k w

Hitung nilai panjar jika β berharga


i) 30
ii) 100
iii) 300

Jawab
Dengan menggunakan persamaan 11.7 dan 11.8 didapat
V BB = 12 × 120 / 590
= 2,44 V
R B = 120 k // 470 k
w w

= 95,6 kΩ
i) Untuk β = 30
V BB − V BE
IB =
(β + 1)R E + R B
(2,44 − 0,6) V
=
(31 × 1,8 + 95,6) k w

= 12,15 x y

IC = β IB
= 30 × 12,15
x y

= 0,36 mA
VC = VCC − I C R L
= 12 − 0,36 × 5
= 10,18 V (agak terlalu tinggi)
I E = 0,38 mA

Tegangan Panjar Transistor 129


VE = I E RE
= 0,38 × 1,8
= 0,68 V
V B = V E + V BE
= 0,68 + 0,6
= 1,28 V
VCE = VC − V E
= 9,5 V

Perhatikan bahwa V B berada di bawah V BB , keadaan panjar ini akan bekerja lebih baik
jika perbedaan keduanya semakin kecil.

ii) Untuk β = 100


V BB − V BE
IB =
(β + 1)R E + R B
(2,44 − 0,6) V
=
(101 × 1,8 + 95,6) k |

= 6,63 z {

IC = β IB
= 100 × 6,63
z {

= 0,663 mA
VC = VCC − I C R L
= 12 − 0,663 × 5
= 8,68 V (masih agak terlalu tinggi)
I E = 0,670 mA

VE = I E RE
= 1,2 V

V B = V E + V BE
= 1,8 V

130 ELEKTRONIKA DASAR


iii) Untuk β = 300
V BB − V BE
IB =
(β + 1)R E + R B
(2,44 − 0,6) V
=
(301 × 1,8 + 95,6) k 

= 2,89 } ~

IC = β IB
= 300 × 2,89
} ~

= 0,866 mA
VC = VCC − I C R L
= 12 − 0,866 × 5
= 7,67 V (panjar ya ng cukup bagus)
I E = 0,869 mA

VE = I E RE
= 1,56 V

V B = V E + V BE
= 2,16 V

Harga ini sedikit di bawah V BB , dan rangkaian panjar cukup cocok untuk transistor
dengan β yang sedemikian tinggi.

Contoh 4
Ulangi contoh 3 untuk R1 , R2 yang diturunkan sepuluh kali lebih rendah, yaitu
R1 = 47 k 

R2 = 12 k 

Jawab
V BB tidak berubah
R B = 9,56 kΩ

Tegangan Panjar Transistor 131


i) Untuk β = 30
V BB − V BE
IB =
(β + 1)R E + R B
(2,44 − 0,6) V
=
(31 × 1,8 + 9,56) k ‚

= 28,2 € 

IC = β IB
= 30 × 28,2
€ 

= 0,845 mA
VC = VCC − I C R L
= 12 − 0,845 × 5
= 7,78 V
I E = 0,873 mA

VE = I E RE
= 1,57 V

V B = V E + V BE
= 2,17 V

Harga ini tidak terlalu jauh dari harga V BB , sehingga kondisi panjar di atas cukup bagus.
Ini akibat kita menaikkan arus pada pembagi tegangan dan arus basis. Perhitungan
untuk kondisi ii) dan iii) dapat diteruskan, secara cepat ambil pendekatan dengan
mengabaikan arus basis.

Contoh 5
Pada gambar 11.8 misalnya rangkaian mempunyai
VCC = V EE = 15 V
R L = 100 k ‚

R E = 220 k ‚

Hitung nilai panjar rangkaian.

Jawab
Secara sederhana kita mempunyai
V BB = 0 V
V E = −0,6 V

132 ELEKTRONIKA DASAR


I E = (− 0,6 − −15) V / 220 k …

= 65,5 ƒ „

Karena secara efektif kita mempunyai R B = 0 , β tidak diperlukan lagi. Kita dapat

mengabaikan I B untuk menghitung

IC ≈ IE
= 65,5 ƒ „

VC = 15 V − 65,5 × 100 k
ƒ „

= 8,45 V

dan VCC = VC − V E = 9,05 V

Tegangan Panjar Transistor 133

Anda mungkin juga menyukai