Anda di halaman 1dari 256

Alalat Referensi Dasar Elektronika

ARUS DAN TEGANGAN


1 LISTRIK

1.1 Pengertian Arus Listrik (Electrical Current)


Kita semua tentu paham bahwa arus listrik terjadi karena adanya aliran elektron dimana
setiap elektron mempunyai muatan yang besarnya sama. Jika kita mempunyai benda
bermuatan negatif berarti benda tersebut mempunyai kelebihan elektron. Derajat
termuatinya benda tersebut diukur dengan jumlah kelebihan elektron yang ada. Muatan
sebuah elektron, sering dinyatakan dengan simbul q atau e, dinyatakan dengan satuan
coulomb, yaitu sebesar

q ≈ 1,6 × 10-19 coulomb

Misalkan kita mempunyai sepotong kawat tembaga yang biasanya digunakan


sebagai penghantar listrik dengan alasan harganya relatif murah, kuat dan tahan
terhadap korosi. Besarnya hantaran pada kawat tersebut hanya tergantung pada adanya
elektron bebas (dari elektron valensi), karena muatan inti dan elektron pada lintasan
dalam terikat erat pada struktur kristal.
Pada dasarnya dalam kawat penghantar terdapat aliran elektron dalam jumlah
yang sangat besar, jika jumlah elektron yang bergerak ke kanan dan ke kiri sama besar
maka seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun jika ujung sebelah kanan kawat
menarik elektron sedangkan ujung sebelah kiri melepaskannya maka akan terjadi aliran
elektron ke kanan (tapi ingat, dalam hal ini disepakati bahwa arah arus ke kiri). Aliran
elektron inilah yang selanjutnya disebut arus listrik.
Besarnya arus listrik diukur dengan satuan banyaknya elektron per detik, namun
demikian ini bukan satuan yang praktis karena harganya terlalu kecil. Satuan yang
dipakai adalah ampere, dimana

Arus dan Tegangan Listrik 1


i= dq/dt
1 ampere = 1coulomb/det.

Contoh di bawah ini menggambarkan besarnya arus listrik untuk beberapa


peralatan:

Stasiun pembangkit ................... 1000 A


Starter mobil ................... 100 A
Bola larnpu ................... 1A
Radio kecil ................... 10 mA
Jam tangan ................... 1 µA

1.2 Pengertian Tegangan (Voltage)


Akan mudah menganalogikan aliran listrik dengan aliran air. Misalkan kita
mempunyai 2 tabung yang dihubungkan dengan pipa seperti pada gambar 1.1. Jika
kedua tabung ditaruh di atas meja maka permukaan air pada kedua tabung akan sama
dan dalam hal ini tidak ada aliran air dalam pipa. Jika salah satu tabung diangkat maka
dengan sendirinya air akan mengalir dari tabung tersebut ke tabung yang lebih rendah.
Makin tinggi tabung diangkat makin deras aliran air yang melalui pipa.

Gambar 1.1 Aliran air pada bejana berhubungan

Terjadinya aliran tersebut dapat dipahami dengan konsep energi potensial.


Tingginya tabung menunjukkan besarnya energi potensial yang dimiliki. Yang paling

2 ELEKTRONIKA DASAR
penting dalam hal ini adalah perbedaan tinggi kedua tabung yang sekaligus menentukan
besarnya perbedaan potensial. Jadi semakin besar perbedaan potensialnya semakin
deras aliran air dalam pipa.
Konsep yang sama akan berlaku untuk aliran elektron pada suatu penghantar.
Yang menentukan seberapa besar arus yang mengalir adalah besarnya beda potensial
(dinyatakan dengan satuan volt). Jadi untuk sebuah konduktor semakin besar beda
potensial akan semakin besar pula arus yang mengalir.
Perlu dicatat bahwa beda potensial diukur antara ujung-ujung suatu konduktor.
Namun kadang-kadang kita berbicara tentang potensial pada suatu titik tertentu. Dalam
hal ini kita sebenarnya mengukur beda potensial pada titik tersebut terhadap suatu titik
acuan tertentu. Sebagai standar titik acuan biasanya dipilih titik tanah (ground).
Lebih lanjut kita dapat menganalogikan sebuah baterai atau accu sebagai tabung
air yang diangkat. Baterai ini mempunyai energi kimia yang siap diubah menjadi energi
listrik. Jika baterai tidak digunakan, maka tidak ada energi yang dilepas, tapi perlu
diingat bahwa potensial dari baterai tersebut ada di sana. Hampir semua baterai
memberikan potensial (tepatnya electromotive force - e.m.f) yang hampir sama
walaupun arus dialirkan dari baterai tersebut.

1.3 Hukum Ohm


Pada sebagian besar konduktor logam, hubungan arus yang mengalir dengan potensial
diatur oleh Hukum Ohm. Ohm menggunakan rangkaian percobaan sederhana seperti
pada gambar 1.2. Dia menggunakan rangkaian sumber potensial secara seri, mengukur
besarnya arus yang mengalir dan menemukan hubungan linier sederhana, dituliskan
sebagai

V = IR (1.1)

dimana R = V/I disebut hambatan dari beban. Nama ini sangat cocok karena R menjadi
ukuran seberapa besar konduktor tersebut menahan laju aliran elektron.
Awas, berlakunya hukum ohm sangat terbatas pada kondisi-kondisi tertentu,
bahkan hukum ini tidak berlaku jika suhu konduktor tersebut berubah. Untuk material-
material atau piranti elektronika tertentu seperti diode dan transistor, hubungan I dan V
tidak linier.

Arus dan Tegangan Listrik 3


Gambar 1.2 Rangkaian percobaan hukum Ohm

1.4 Daya (Power)


Misalkan suatu potential v dikenakan ke suatu beban dan mengalirlah arus i seperti
diskemakan pada gambar 1.3. Energi yang diberikan ke masing-masing elektron yang
menghasilkan arus listrik sebanding dengan v (beda potensial). Dengan demikian total
energi yang diberikan ke sejumlah elektron yang menghasilkan total muatan sebesar dq
adalah sebanding dengan v × dq.
Energi yang diberikan pada elektron tiap satuan waktu didefinisikan sebagai
daya (power) p sebesar

p= v dq/dt = vi (1.2)

dengan satuan watt

dimana 1 watt = 1 volt × 1 amper

4 ELEKTRONIKA DASAR


    

Gambar 1.3 Aliran arus pada beban karena potensial v

1.5 Daya pada Hambatan (Resistor)


Jika sebuah tegangan V dikenakan pada sebuah hambatan R maka besarnya arus yang
mengalir adalah

I=V/R (hukum Ohm)

dan daya yang diberikan sebesar

P = V× I
= V2/R
= I2R (1.3)

Untuk kasus tertentu persoalannya menjadi lain jika potensial yang diberikan
tidak konstan, misalnya berbentuk fungsi sinus terhadap waktu (seperti pada arus bolak-
balik)

v = V sin ω t
dengan demikian

i = v/R
= (V/R) sin ω t

Arus dan Tegangan Listrik 5


dan
p=v×i
= (V2/R) sin2 ω t (1.4)

p selalu berharga positif sehingga daya akan selalu hilang pada setiap saat, berubah
menjadi panas pada hambatan. Daya tersebut selalu berubah setiap saat, berharga nol
saat sin ωt = 0, dan maksimum sebesar V2/ R saat sin ω t = 1.

Untuk menentukan efek pemanasan dari isyarat di atas, persamaan daya di atas dapat
dituliskan sebagai

p= 1
2 (V 2
/ R )(1 − cos 2ωt )

cos 2ωt akan berharga positif atau negatif sama seringnya, sehingga rata-ratanya adalah
nol. Dengan demikian daya rata-rata yang hilang sebesar

P= 1
2
(V 2
(
/ R)= V / 2 )2
/R

Ini merupakan daya yang hilang pada R jika tegangan konstan V p / 2 dikenakan

padanya. Harga V p / 2 = 0,707 V sering digunakan sebagai ukuran jika tegangan sinus

digunakan pada suatu rangkaian dan harga tegangan tersebut sering disebut sebagai
harga root-mean-square (RMS). Dalam hal ini kita harus berhati-hati untuk
menentukan 3 pengukuran yang dipakai, yaitu

Harga RMS = Vp / 2

Amplitudo puncak = Vp
Harga puncak-ke-puncak = 2Vp

6 ELEKTRONIKA DASAR
RANGKAIAN ARUS
2 SEARAH (DC)

2.1 Arus Searah (DC)


Pada rangkaian DC hanya melibatkan arus dan tegangan searah, yaitu arus dan tegangan
yang tidak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaian DC meliputi:
i) baterai
ii) hambatan dan
iii) kawat penghantar
Baterai menghasilkan e.m.f untuk menggerakkan elektron yang akhirnya menghasilkan
aliran listrik. Sebutan “rangkaian” sangat cocok digunakan karena dalam hal ini harus
terjadi suatu lintasan elektron secara lengkap – meninggalkan kutub negatif dan kembali
ke kutub positif. Hambatan kawat penghantar sedemikian kecilnya sehingga dalam
prakteknya harganya dapat diabaikan.
Bentuk hambatan (resistor) di pasaran sangat bervariasi, berharga mulai 0,1 Ω
sammpai 10 MΩ atau lebih besar lagi. Resistor standar untuk toleransi ± 10 % biasanya
bernilai resistansi kelipatan 10 atau 0,1 dari:

10 12 15 18 22 27 33 39 47 56 68 82

Sebuah rangkaian yang sangat sederhana terdiri atas sebuah baterai dengan
sebuah resistor ditunjukkan pada gambar 2.1-a. Perhatikan bagaimana kedua elemen
tersebut digambarkan dan bagaimana menunjukkan arah arus (dari kutub positif
melewati resistor menuju kutub negatif).

Rangkaian Arus Searah (DC) 7


Gambar 2.1 Rangkaian arus searah : a) Pemasangan komponen dan arah arus dan
b) Penambahan komponen saklar dan hambatan dalam.

Pada gambar 2.1-b, telah ditambahkan dua komponen lain pada rangkaian, yaitu:
i) Sebuah saklar untuk memutus rangkaian.
ii) Sebuah resistor dengan simbol r (huruf kecil) untuk menunjukkan fakta bahwa
tegangan baterai cenderung untuk menurun saat arus yang ditarik dari baterai
tersebut dinaikkan.

Saklar mempunyai dua kondisi:

ON : Kondisi ini biasa disebut sebagai “hubung singkat” (shot circuit), dimana secara
ideal mempunyai karakteristik: V = 0 untuk semua harga I (yaitu R = 0)

OFF : Kondisi dimana arus tidak mengalir atau biasa disebut sebagai “rangkaian
terbuka” (open circuit), secara ideal mempunyai karakteristik: I = 0 untuk
semua harga V (yaitu R = ∞).

Untuk menganalisis lebih lanjut, rangkaian di atas perlu dipahami hukum dasar
rangkaian yang disebut hukum Kirchhoff. Terdapat beberapa cara untuk menyatakan
hukum Kirchhoff, kita coba untuk menyatakan supaya mudah diingat:

8 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 2.2 Rangkaian sederhana dengan tiga loop

i) Arus total yang masuk pada suatu titik sambungan/cabang adalah nol (Hukum I,
disebut KCL – Kirchhoff curent law ).

∑i n =0 (2.1)

Arah setiap arus ditunjukkan dengan anak panah, jika arus berharga positif maka
arus mengalir searah dengan anak panah, demikian sebaliknya. Dengan demikian untuk
rangkaian seperti pada gambar 2.2 kita dapat menuliskan:

∑i n =0
− I1 + I 2 + I 3 = 0

Tanda negatif pada I 1 menunjukkan bahwa arus keluar dari titik cabang dan jika arus
masuk titik cabang diberi tanda positif.

ii) Pada setiap rangkaian tertutup (loop), jumlah penurunan tegangan adalah nol
(Hukum II, sering disebut sebagai KVL – Kirchhoff voltage law)

∑V n =0 (2.2)

Rangkaian Arus Searah (DC) 9


Pada gambar 2.2 dengan menggunakan KVL kita dapat menuliskan tiga
persamaan , yaitu:

Untuk loop sebelah kiri : − E1 + R3 I 3 + R1 I 1 = 0

Untuk loop sebelah kanan : − E 2 + R2 I 2 + R1 I 1 = 0


Untuk loop luar : − E1 + R3 I 3 − R 2 I 2 + E 2 = 0

Kembali ke rangkaian pada gambar 2.1, bahwa semua komponen dilewati arus I.
Menurut hukum II berlaku:

∑V n =0
(2.3)
−E + I r+ I R=0

jadi besarnya arus yang mengalir tersebut adalah

E
I=
(R + r )

Kita tertarik pada

V =I R
R (2.4)
=E
(R + r )

atau dari persamaan 2.3 diperoleh

V =E−I r (2.5)

Persamaan 2.5 memperlihatkan bahwa tegangan V merupakan hasil penurunan


tegangan akibat adanya beban yang dialiri arus. Simbul r disebut hambatan dalam
baterai. Nampak bahwa V merupakan bagian (fraksi) dari E. Rangkaian semacam ini
biasa disebut sebagai “pembagi tegangan” (akan dibicarakan lebih lanjut).

10 ELEKTRONIKA DASAR
2.2 Resistor dalam Rangkaian Seri dan Paralel
Ini merupakan konsep dasar yang memungkinkan kita secara cepat dapat
menyederhanakan rangkaian yang relatif kompleks.

a)

b)

Gambar 2.3 Resistor dalam rangkaian: a) seri dan b) paralel.

Seperti terlihat pada gambar 2.3-a, pada rangkaian seri semua resistor teraliri
arus yang sama. Jika arus yang mengalir sebesar I, kita mempunyai

V = I ( R1 + R2 + R3 )
(2.6)
V / I = R = R1 + R2 + R3

Nampak bahwa untuk rangkaian seri, ketiga resistor tersebut dapat digantikan dengan
sebuah resistor tunggal sebesar R.
Pada rangkaian paralel (gambar 2.3-b), nampak bahwa masing-masing resistor
mendapat tegangan yang sama. Jadi

I 1 = V / R1
I 2 = V / R2
I 3 = V / R3

Rangkaian Arus Searah (DC) 11


dan
I = I1 + I 2 + I 3
 1 1 1 
V / R = V  + + 
 R1 R2 R3 
1 1 1 1
= + + (2.7)
R2 R1 R2 R3

atau

G = G1 + G 2 + G 3 (2.8)

dimana G biasa disebut sebagai konduktansi, jadi G = 1/R, dinyatakan dalam satuan
siemen (dengan simbul S atau mho atau Ω-1).

2.3 Pembagi Tegangan (Potential Divider)


Biasanya rangkaian ini digunakan untuk memperoleh tegangan yang diinginkan dari
suatu sumber tegangan yang besar. Gambar 2.4 memperlihatkan bentuk sederhana
rangkaian pembagi tegangan, yaitu diinginkan untuk mendapatkan tegangan keluaran
v o yang merupakan bagian dari tegangan sumber v I dengan memasang dua resistor R1
dan R 2 .

Gambar 2.4 Rangkaian pembagi tegangan

12 ELEKTRONIKA DASAR
Nampak bahwa arus i mengalir lewat R1 dan R2, sehingga

v I = vo + v S (2.9)

v S = i R1 (2.10)

vo = i R2 (2.11)

v I = i R 2 + i R1 (2.12)

Dari persamaan 2.10 dan 2.12 diperoleh

v o / v S = R 2 / R1 (2.13)

Nampak bahwa tegangan masukan terbagi menjadi dua bagian ( v o , v S ),


masing-masing sebading dengan harga resistor yang dikenai tegangan tersebut. Dari
persamaan 2.11 dan 2.12 kita peroleh

R2
vo = v I × (2.14)
(R1 + R2 )

Rangkaian pembagi tegangan adalah sangat penting sebagai dasar untuk


memahami rangkaian DC atau rangkaian elektronika yang melibatkan berbagai
komponen yang lebih rumit.

2.4 Pembagi Tegangan Terbebani


Gambar 2.5 memperlihatkan suatu pembagi tegangan dengan beban terpasang pada
terminal keluarannya, mengambil arus i 0 dan penurunan tegangan sebesar v 0 . Kita

akan mencoba menemukan hubungan antara i 0 dan v 0 . Jika arus yang mengalir
melalui R1 sebesar i seperti ditunjukkan dalam gambar, maka arus yang mengalir lewat
R2 adalah sebesar i − i 0 . Kita mempunyai

v I − v0 = i × R1 (2.15)

Rangkaian Arus Searah (DC) 13


Gambar 2.5 Rangkaian pembagi tegangan terbebani.

Tegangan pada ujung-ujung beban adalah

v 0 = (i − i 0 ) × R 2

v 0 = i × R2 − i0 × R 2 (2.16)

Persamaan 2.15 dan 2.16 dapat dituliskan kembali masing-masing menjadi

v I × R 2 − v 0 × R 2 = i × R1 × R 2
dan
v 0 × R1 + i0 × R1 × R 2 = i × R1 × R 2

dari keduanya diperoleh

v I × R 2 − v 0 × R 2 = v 0 × R1 + i 0 × R1 × R 2
atau
v 0 × (R1 + R 2 ) = v I × R 2 − i 0 × R1 × R 2
atau
R2 R1 × R 2
v0 = v I × − i0
(R1 + R2 ) (R1 + R 2 )

14 ELEKTRONIKA DASAR
v 0 = v 0 / C − i 0 × RP (2.17)

dimana v 0 / C adalah besarnya tegangan v 0 tanpa adanya beban, yaitu saat i 0 = 0 , dan
harga ini disebut sebagai tegangan keluaran saat rangkaian terbuka (open-circuit output
voltage) sebesar

R2
v0 / C = v I × (2.18)
(R1 + R 2 )
dengan
R1 × R 2
RP = (2.19)
(R1 + R 2)

disebut sebagai “rsistansi sumber”, dimana harganya sama dengan resistansi R1 dan
R 2 yang dihubungkan secara paralel.
Harga v 0 / C atau RP tergantung pada sifat dari beban, sehingga efek v 0 akibat
besarnya beban dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan penyederhanaan
rangkaian seperti terlihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Penyederhanaan rangkaian pembagi tegangan

Suatu contoh sederhana misalkan beban yang terpasang adalah berupa


hambatan sebesar R L , maka tegangan keluaran mengikuti persamaan pembagi tegangan
yaitu sebesar

Rangkaian Arus Searah (DC) 15


RL
v0 = v0 / C ×
R L + RP

dimana v 0 / C dan RP masing-masing mengikuti persamaan 2.18 dan 2.19.

2.5 Pembagi Arus (Current Divider)


Rangkaian pembagi arus tidaklah sepenting rangkaian pembagi tegangan, namun perlu
dipahami utamannya saat kita menghubungkan alat ukur arus secara paralel.

Gambar 2.7 Rangkaian pembagi arus

Pada gambar 2.7 nampak bahwa v diambil dari resistor R1 dan R 2 , jelas bahwa

i I = i0 + i S (2.20)

i S = v / R1 (2.21)

i0 = v / R2 (2.22)

v v
iI = + (2.23)
R 2 R1

Dari persamaan 2.21 dan 2.22 diperoleh

i 0 R1
= (2.24)
i S R2

16 ELEKTRONIKA DASAR
atau
i0 G2
= (2.25)
iS G1

dimana G = 1 / R = konduktasi.
Persamaan 2.25 menunjukkan bahwa arus masukan terbagi menjadi dua bagian
( i 0 dan i S ), masing-masing sebanding dengan besarnya harga konduktansi yang
dilewati arus tersebut. Dari persamaan 2.22 dan 2.23 diperoleh

i0 = v / R2

 i  1 
i 0 =  I  
 R 2  G1 + G 2 
G2
i0 = i I × (2.26)
G1 + G 2
Jadi arus keluaran i 0 merupakan bagian (fraksi) dari arus masukan.

2.6 Teorema Thevenin


Kembali pada pembahasan pembagi tegangan yang terbebani, hasil yang diperoleh dari
penyederhanaan rangkaian merupakan salah satu kasus dari teorema Thevenin. Secara
singkat teorema Thevenin dapat dikatakan sebagai berikut.

“Jika suatu kumpulan rangkaian sumber tegangan dan


resistor dihubungkan dengan dua terminal keluaran, maka
rangkaian tersebut dapat digantikan dengan sebuah
rangkaian seri dari sebuah sumber tegangan rangkaian
terbuka v 0 / C dan sebuah resistor RP ”

Gambar 2.8 menunjukkan suatu jaringan rangkaian yang akan dihubungkan


dengan sebuah beban R L . Kombinasi seri v 0 / C dan RP pada gambar 2.8-d merupakan
rangkaian ekivalen/setara Thevenin.

Rangkaian Arus Searah (DC) 17


Gambar 2.8 Skema terbentuknya rangkaian setara Thevenin

Ada beberapa kondisi ekstrem dari rangkaian pada gambar 2.8, seperti misalnya
saat R L = ∞ dan R L = 0 . Harga R L = ∞ berada pada kondisi rangkaian terbuka,
seolah-olah R L dilepas dari terminal keluaran, dengan demikian diperoleh tegangan
rangkaian terbuka sebesar V0 / C (lihat gambar 2.8-b). Saat R L = 0 (gambar 2.8-c)
berarti rangkaian berada pada kondisi hubung singkat (kedua ujung terminal terhubung
langsung) dengan arus hubung singkat I S / C sebesar

V0 / C
IS /C = (2.27)
RP

18 ELEKTRONIKA DASAR
Pada beberapa rangkaian, perhitungan V0 / C ataupun I S / C kemungkinan sangat
sulit untuk dilakukan. Langkah yang paling mudah adalah dengan menghitung harga
RP (harga resistansi yang dilihat dari kedua ujung terminal keluaran). Dalam hal ini
RP dihitung dengan melihat seolah-olah tidak ada sumber tegangan.

2.7 Teorema Norton


Teorema ini merupakan suatu pendekatan analisa rangkaian yang secara singkat dapat
dikatakan sebagai berikut.

“Jika suatu kumpulan rangkaian sumber tegangan dan


resistor dihubungkan dengan dua terminal keluaran, maka
rangkaian tersebut dapat digantikan dengan sebuah
rangkaian paralel dari sebuah sumber arus rangkaian
hubung singkat I N dan sebuah konduktansi G N ”

Gambar 2.9 Skema terbentuknya rangkaian setara Norton

Rangkaian Arus Searah (DC) 19


Pada gambar 2.9, rangkaian setara Norton digambarkan dengan kombinasi
paralel antara sebuah sumber arus I N dan sebuah konduktan G N (lihat gambar 2.9-d).

Jika rangkaian ini akan dibebani dengan sebuah beban konduktan G L , maka ada dua
harga ekstrem yaitu G L = ∞ dan G L = 0 . Harga G L = ∞ (atau R L = 0 ) berada pada

kondisi hubung singkat dan arus hubung singkat I S / C sama dengan I N . Sedangkan

harga G L = 0 (atau R L = ∞ ) berada pada kondisi rangkaian terbuka, dimana terlihat


bahwa V0 / C merupakan tegangan rangkaian terbuka. Dengan demikian untuk rangkaian
setara Norton berlaku

IN
I N = IS /C dan GN = (2.28)
V0 / C

Soal Latihan
Perhatikan rangkaian berikut:

i) Dengan menggunakan teorema Thevenin, tentukan arus yang mengalir pada


resistor 3 ohm.
ii) Dengan menggunakan teorema Norton, tentukan arus yang mengalir pada
resistor 3 ohm.

20 ELEKTRONIKA DASAR
ALAT-ALAT UKUR
3
LISTRIK

Telah dipahami bahwa elektron yang bergerak akan menghasilkan medan magnet yang
tentu saja dapat ditarik atau ditolak oleh sumber magnetik lain. Keadaan inilah yang
digunakan sebagai dasar pembuatan motor listrik serta meter listrik sederhana untuk
mengukur arus dan tegangan. Konstruksi dasar meter listrik diperlihatkan pada gambar
3.1

Gambar 3.1 Kostruksi dasar meter listrik

Meter dasar ini terdiri dari sebuah maget permanen berbentuk tapal kuda dengan
kutub-kutubnya berbentuk bulat. Sebuah kumparan dengan inti dari besi lunak
diletakkan sedemikian rupa di antara kedua kutub U dan S sehingga dapat berputar
dengan bebas. Sebuah jarum penunjuk dilekatkan pada kumparan dan akan bergerak
saat kumparan berputar.
Arus listrik yang akan diukur dilewatkan ke kumparan sehingga kumparan
tersebut akan menghasilkan medan maget (elektro maget). Kutub-kutub elektro maget

Alat-alat Ukur Listrik 21


akan berinteraksi dengan kutub maget permanen sehingga kumparan tersebut berputar
sesuai dengan besarnya arus yang melaluinya.

3.1 Penggunaan Meter Dasar


Pemakaian terpenting adalah sebagai alat ukur arus dan alat ukur tegangan. Pada
pemakaian sebagai ampere meter (ammeter), diupayakan semua arus pada suatu titik
cabang yang diukur dapat melalui ammeter. Tujuannya adalah pada titik cabang tersebut
seolah-olah terjadi hubung singkat, yaitu mempunyai resistansi rendah dan penurunan
tegangan yang rendah. Untuk pemakaian sebagai voltmeter (dipasang di antara dua
titik), diupayakan agar arus yang lewat ke meter (voltmeter) sekecil mungkin.
Tujuannya adalah agar di kedua titik sambungan seolah-olah merupakan rangkaian
terbuka, yaitu memiliki resistansi yang sangat besar atau dilewati arus yang sangat
kecil. Gambar 3.2 menunjukkan bagaimana kedua meter listrik tersebut dipasang pada
rangkaian. Suatu meter dasar biasanya memerlukan arus sebesar 1 mA (dan sekitar 0.1
V) untuk membuat difleksi skala penuh (full-scale deflection).

Gambar 3.2 Pemasangan voltmeter dan ammeter pada rangkaian.

3.2 Meter Dasar sebagai Ampere Meter


Kita dapat membuat sebuah meter dengan penunjukan arus skala penuh (batas ukur)
lebih besar dibandingkan dengan kemampuan dasarnya (tetapi dengan kemampuan
penunjukan tegangan skala penuh yang sama), yaitu dengan memasang hambatan shunt
secara paratel dengan meter tersebut.

22 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 3.3 Penunjukkan skala penuh meter dasar : a) ampermeter dan b) voltmeter.

Gambar 3.3(a) menmjukkan meter dengan penunjukkan skala penuh (batas


ukur) sebesar 1 mA akan diubah menjadi 1 A. Dengan menggunakan prinsip pembagi
arus didapat harga hambatan shunt sebesar:

Rm
Rp = (3.1)
(n − 1)

dimana n menunjukkan perbesaran batas ukur meter tersebut. Untuk kasus di atas, n
sebesar 1000 kali dan dengan demikian R p = 25 / 999 = 0,025

Sebuah multimeter biasanya mempunyai beberapa skala batas ukur dengan


menghubungkan dengan terminal yang bersesuaian. Dalam hal ini hambatan shunt
sudah terpasang di dalam rangkaian meter. Gambar 3.4 menunjukkan meter dengan
batas ukur 2 dan 10 A yang dibuat dengan menggunakan prinsip di atas.

Gambar 3.4 Pemasangan shunt untuk mengubah batas ukur meter.

Alat-alat Ukur Listrik 23


3.3 Meter Dasar sebagai Voltmeter
Kita dapat juga memperbesar batas ukur sebuah voltmeter sebesar n kali batas ukur
dasarnya (dengan arus skala penuh yang sama), yaitu dengan memasang suatu hambatan
luar secara seri. Untuk rangkaian pada gambar 3.3-b menunjukkan sebuah meter dasar
dengan batas ukur arus maksimum sebesar 1 mA akan digunakan untuk mengukur
tegangan sebesar 2 V. Total resistansi (resistor luar + resistor meter) adalah sebesar

2 V/1 mA = 2000 Ω

dengan demikian hambatan luar yang harus dipasang sebesar

RS = (2000 - 25) Ω = 1975 Ω

Pada voltmeter dengan beberapa batas ukur biasanya dilengkapi dengan saklar untuk
memilih resistor seri yang sesuai.

Gambar 3.5 Pengaturan batas ukur meter dengan pemasangan resistor.

Contoh
Misalkan sebuah meter dasar 50µA memiliki hambatan sebesar 3000 Ω. Coba desain
sebuah multimeter yang dapat digunakan untuk pengukuran sampai pada batas ukur 100
µA, 1 mA, 1 V dan 10 V. Rangkaian yang sesuai diperlihatkan pada gambar 3.5.

24 ELEKTRONIKA DASAR
Jawab:

Pada batas ukur 100A, arus sebesar 50 µA harus mengalir melewati meter dan


hambatan (R1 + R2 ) . Jadi (R1 + R2 ) = 3000 . 

Pada batas ukur 1 mA, arus sebesar 50 µA mengalir lewat (R2 + 3000 ) dan


sisanya sebesar 950 µA melalui R1 . Jadi,

950 R1 = 50(R2 + 3000 )


= 50 (3000 − R1 + 3000 )
19 R1 = − R1 + 6000
R1 = 300 

R2 = 2700 

Pada batas ukur 1 V, mengalir arus sebesar 100 µA melalui meter dan 50 µA


melalui (R1 + R2 ) . Pada meter terdapat tegangan sebesar

50 × 3000 = 0,15 V
 

dengan demikian tegangan pada R3 adalah sebesar 0,85V, atau

R3 = 0,85 V/100 µA = 8500




Dengan cara yang sama diperoleh R3 = 9,85/100 = 98,5 k




 

Alat-alat Ukur Listrik 25


KAPASITOR, INDUKTOR
4 DAN RANGKAIAN AC

4.1 Bentuk Gelombang lsyarat (signal)


Isyarat adalah merupakan informasi dalam bentuk perubahan arus atau tegangan.
Perubahan bentuk isyarat terhadap fungsi waktu atau bentuk gelombang merupakan
bagian yang sangat panting pada elektronika. Bentuk gelombang isyarat yang sering
kita jumpai diantaranya adalah seperti diperlihatkan pada gambar 4.1.

"  A B
+ A

        ! # $ % & ' ( ) * ) ' 9 : ; < = > ? @



7 8

            , - . / 0 1 2 3 4 0 5 6
       

Gambar 4.1 Berbagai bentuk isyarat penting pada sistem elektronika

Tegangan searah atau kontinu dihasilkan oleh sebuah baterai generator arus DC.
Arus undakan (step) mengalir saat sebuah saklar dinyalakan yang menghasilkan

26 ELEKTRONIKA DASAR
tegangan searah, misalnya saat sebuah radio dinyalakan. Arus pulsa jika sebuah saklar
dinyalakan (ON) kemudian dimatikan (OFF), digunakan untuk sistem informasi pada
komputer. Gelombang gergaji naik secara linier kemudian reset. Arus eksponensial
(menurun) mengalir saat energi disimpan dalam medan listrik pada suatu kapasitor dan
dibiarkan bocor melalui sebuah resistor. Tegangan sinus diperoleh saat sebuah
kumparan diputar dengan kecepatan konstan pada suatu medan listrik.

4.2 Kapasitor
Pada dasarnya sebuah kapasitor merupakan dua keping konduktor yang dipisahkan oleh
suatu insulator (udara, hampa udara atau suatu material tertentu). Secara skematis
sebuah kapasitor keping sejajar dapat digambarkan seperti pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Kapasitor keping sejajar

Misalkan tegangan DC dikenakan pada kedua keping seperti ditunjukkan pada


gambar 4.2. Karena kedua keping tersebut dipisahkan oleh suatu insulator, pada
dasarnya tidak ada elektron yang dapat menyeberang celah di antara kedua keping. Pada
saat baterai belum terhubung, kedua keping akan bersifat netral (belum temuati).

Kapasitor, Induktor dan Rangkaian AC 27


Saat baterai terhubung, titik dimana kawat pada ujung kutub negatif
dihubungkan akan menolak elektron, sedangkan titik dimana kutub positif
terhubungkan menarik elektron. Elektron-elektron tersebut akan tersebar ke seluruh
keping kapasitor. Sesaat, elektron mengalir ke dalam keping sebelah kanan dan elektron
mengalir keluar dari keping sebelah kiri; pada kondisi ini arus mengalir melalui
kapasitor walaupun sebenamya tidak ada elektron yang mengalir melalui celah kedua
keping tersebut.
Setelah bagian luar dari keping termuati, berangsur-angsur akan menolak
muatan baru dari baterai. Karenanya arus pada keping tersebut akan menurun besarnya
terhadap waktu sampai kedua keping tersebut berada pada tegangan yang dimiliki
baterai. Keping sebelah kanan akan memiliki kelebihan elektron yang terukur dengan
muatan -Q dan pada keping sebelah kiri temuati sebesar +Q. Besarnya muatan Q ini
karenanya proporsional dengan V atau

Q ∝V

Konstanta proporsionalitas tersebut dinyatakan sebagai kapasitansi atau C

Q =C V (4.1)

dimana satuan kapasitansi ini dinyatakan dengan farad (F).


Secara umum hubungan antara muatan dan tegangan untuk sebuah kapasitor
dapat dituliskan sebagai

q=C v (4.2)

dengan demikian arus i yang mengalir diberikan oleh

i = dq / dt = C dv / dt (4.3)

28 ELEKTRONIKA DASAR
atau
v = q/C
t
1
C ∫0
= i dt + Vo (4.4)

4.3 Induktor
Telah diketahui bahwa elektron yang bergerak atau arus listrik yang mengalir akan
menghasilkan medan magnet. Namm kebalikannya untuk menghasilkan arus listrik
(arus induksi) perlu dilakukan perubahan medan magnet.
Percobaan yang sangat sederhana dapat dilakukan seperti diskemakan pada
gambar 4.3. Saat saklar (switch) ditutup dan arus mengalir secara tetap pada kumparan
di bagian bawah, maka tidak ada arus induksi yang mengalir pada kumparan bagian
atas. Namun sesaat saklar ditutup (atau dibuka) sehingga medan magnet yang
dihasilkan berubah, maka voltmeter akan menunjukkan adanya perubahan tegangan
induksi. Besamya tegangan yang dihasilkan adalah sebanding dengan perubaban arus
induksi, dapat dituliskan sebagai:

v = L di / dt

dimana harga proporsinalitas L disebut induksi diri atau induktansi dengan satuan henry
(H).

Gambar 4.3 Percobaan sederhana terjadinya induksi diri pada induktor

Kapasitor, Induktor dan Rangkaian AC 29


Gambar 4.4 Terjadinya arus transien pada rangkaian RC

4.4 Arus Transien pada Rangkaian RC


Gambar 4.4 menjelaskan proses pemuatan dan pelucutan muatan pada sebuah kapasitor.
Jika mula-mula saklar berada pada posisi 1 dalam waktu yang relatif lama maka
kapasitor akan termuati sebesar V volt. Pada keadaan ini kita catat sebagai t = 0.
Saat saklar dipindah ke posisi 2, muatan kapasitor mulai dilucuti (discharge)
sehingga tegangan pada kapasitor tersebut mulai menurun. Saat tegangan pada
kapasitor mulai menurun, energi yang tersimpan akan dilepas menjadi panas melalui
resistor. Karena tegangan pada kapasitor adalah sama dengan tegangan pada resistor
maka arus yang lewat rangkaian juga akan menurun. Proses ini terus berlangsung
sampai seluruh muatan terlucuti atau tegangan dan arus menjadi nol sehingga rangkaian
dalam keadaan stabil (steady-state).
Untuk menentukan persamaan tegangan dan arus saat muatan kapasitor dilucuti
dapat digunakan hk Kirchhoff tentang arus sebagai berikut.

iC (t ) + iR (t ) = 0 (4.5)

Dengan menggunakan hubungan V-I pada C dan R diperoleh

dv C v
C + C =0 (4.6)
dt R

30 ELEKTRONIKA DASAR
Dibagi dengan C dan dengan mendifinisikan τ = RC , didapat

dv C v C
+ =0 (4.7)
dt τ

Persaman 4.7 berlaku untuk t > 0 dan mempunyai persyaratan kondisi awal v C (0 ) = V1 .
Solusi dari persamaan tersebut untuk t > 0 dapat ditunjukkan sebagai

v C (t ) = v C (0) e − t / τ

= V1 e − t / τ (4.8)

merupakan persamaan eksponensial dimana

v C (t ) = merupakan harga sesaat

V1 = amplitudo atau harga maksimum


e = 2,718..................
t = waktu dalam detik
τ = konstanta waktu dalam detik

Gambar 4.5 Plot pelucutan tegangan kapasitor

Kapasitor, Induktor dan Rangkaian AC 31


Persamaan eksponensial ini menggambarkan bagaimana kondisi kapasitor saat
muatannya dilucuti. Secara grafik persamaan tersebut dapat diplot seperti diperlihatkan
pada gambar 4.5. Terlihat bahwa pada kondisi akhir ( v C (∞) ), harga tegangan kapasitor
adalah nol. Dapat dijelaskan, untuk proses pengisian kapasitor diperoleh:

v C (t ) = V1 (1 − e − t / τ ) (4.9)

4.5 Rangkaian Diferensiator


Rangkaian RC pada gambar 4.6-a dapat berfungsi sebagai rangkaian deferensiator, yaitu
keluaran merupakan derivatif dari masukan. Untuk kasus masukan tegangan berupa
gelombang kotak, tegangan keluaran proportional dengan proses pemuatan dan
pelucutan sebagai reaksi dari tegangan undakan (step voltage). Dalam hal ini rangkaian
RC berfungsi sebagai pengubah gelombang kotak menjadi bentuk rangkaian pulsa jika
konstanta waktu RC berharga lebih kecil dibandingkan periode dari gelombang
masukan.
Dengan melakukan pendekatan dan menggunakan hk Kirchhoff tentang
tegangan diperoleh:

v1 = v C + v R ≅ v C (4.10)

Jika v R dianggap sangat kecil dibandingkan dengan v C . Karena iC = C dv C / dt ,

dv C dv
v 2 = v R = R i = RC ≅ RC 1 (4.11)
dt dt

Terlihat bahwa keluaran (output) proportional dengan derivatif dari masukan (input).

32 ELEKTRONIKA DASAR
_

X Y l
X l

Z [

D E F G Z
C

j k

\ ] ^ _ ` a b c ` d ` a e a f g b h ` f i h

H I J K I L M N I O I L P Q R Q S Q L T O I U V S

Gambar 4.6 Rangkaian RC sebagai deferensiator dan integrator

4.6 Rangkaian Integrator


Rangkaian RC dapat juga digunakan sebagai rangkaian integrator seperti ditunjukkan
pada gambar 4.6-b. Secara umum berlaku,

v1 = v R + v C ≅ v R = iR (4.12)

Jika v C berharga sangat kecil dibandingkan dengan v R (yaitu j ika RC > T). Karena

tegangan kapasitor besamya proportional dengan integral i ≅ v1 / R ,

1 1
v2 =
C ∫ i dt ≅
RC ∫
v1 dt (4.13)

dan keluaran merupakan harga integral dari masukan.

Kapasitor, Induktor dan Rangkaian AC 33


KOMPONEN DAN
5 RANGKAIAN AC

5.1 Isyarat AC
Isyarat AC merupakan bentuk gelombang yang sangat penting dalam bidang
elektronika. Isyarat AC biasa ditulis sebagai

A sin (ω t + θ )

dimana A merupakan amplitudo (harga puncak), θ adalah fase awal dan ω adalah
frekuensi.
Perlu dipertegas di sini bahwa ω biasa disebut frekuensi anguler dengan satuan
radian per detik (rad s-1), sedangkan f biasa digunakan untuk menunjukkan frekuensi
dari sumber tegangan dengan satuan hertz (Hz). Dalam satu periode, fase dari
gelombang sinus berubah dengan 1 putaran (cycle), atau 2π radian, karenanya kedua
frekuensi mempunyai hubungan

ω = 2πf

dimana biasanya berharga f = 50 atau 60 Hz.


Alasan utama penggunaan tegangan AC adalah karena kemudahannya untuk
ditransmisikan pada tegangan tinggi dan dengan arus yang rendah, kemudian dengan
mudah tegangannya dapat diturunkan dengan menggunakan transformator. Beberapa
tipe isyarat yang penting untuk interval frekuensi antara lain:
50 HZ : sumber daya ac
20 - 20000 Hz : isyarat audio
0,5 - 1.5 MHz : radio AM
I - 1000 MHz : komunikasi radio (termasuk TV dan radio FM).

34 ELEKTRONIKA DASAR
Jika sumber tegangan sinus dihubungkan dengan sebuah rangkaian seri yang
terdiri dari resistor (R), kapasitor (C) dan induktor (L); maka semua tegangan dan arus
akan berbentuk sinus dengan frekuensi yang sama. Untuk proses penjumlahan dan
pengurangan tegangan dan arus dapat digunakan hukum Kirchhoff. Secara umum kita
dapat melakukan operasi tersebut dengan prinsip bilangan kompleks.

5.2 Bilangan Kompleks


Pada gambar 5.1, bilangan riel diplot sepanjang sumbu horizontal dan bilangan imajiner
diplot sepanjang sumbu vertikal. Kombinasi suatu bilangan riel dan suatu bilangan
imajiner menggambarkan letak titik pada bidang kompleks juga menyatakan bentuk
bilangan kompleksnya.

a) b)

Gambar 5.1 a) Bidang kompleks dan b) Sebuah bilangan kompleks W.

Pada gambar 5.1-b dilukiskan sebuah bilangan kompleks W dengan amplitudo M


dan arah θ dalam bentuk rektangular sebagai berikut:

W = a + jb (5.1)

atau

W = M (cos θ + j sin θ ) (5.2)

Komponen dan Rangkaian AC 35


Teori Euler menyatakan bahwa

cos θ + j sin θ = e jθ (5.3)

sehingga

W = M e jθ (5.4)

Persamaan 5.4 menyatakan bentuk eksponensial atau bentuk polar, dan secara simbolik
dituliskan sebagai

W = M ∠θ (5.5)

Untuk mengubah bilangan kompleks bentuk rektanguler ke bentuk polar dapat


digunakan:

b
M = a 2 + b2 θ = arctg (5.6)
a

Kebalikannya untuk mengubah bilangan kompleks bentuk polar ke bentuk rektanguler


dengan menggunakan

a = M cos θ b = M sin θ (5.7)

Latihan:
Dengan menggunakan kalkulator hitung:
i) Ubah V1 = 5 + j 6 ke bentuk polar.

ii) Ubah V2 = 10∠30 o ke bentuk rektanguler

Jabawan : i) 7,81∠50,19 o dan ii) 8,66 + j 5,00

36 ELEKTRONIKA DASAR
Wimaj

Gambar 5.2 Sebuah fungsi kompleks terhadap waktu

5.3 Representasi Bentuk Sinus


Untuk merepresentasikan bentuk isyarat sinus, kita perlu memperluas konsep bilangan
kompleks dengan mengikutkan peubah kompleks. Bentuk konstanta kompleks
W = M e jθ ditunjukkan oleh sebuah garis ideal. Jika garis tersebut diputar dengan
kecepatan sudut ω seperti ditunjukkan pada gambar 5.2, W merupakan fungsi kompleks
dari waktu dan

W (t ) = M e j (ω t +θ ) (5.8)

Proyeksi garis ini ke sumbu riel adalah:

W riel = M cos(ω t + θ ) (5.9)

dan proyeksi ini ke sumbu imajiner adalah:

Wimaj = M sin(ω t + θ ) (5.10)

Selanjutnya kuantitas yang kita pilih untuk representasi fungsi sinus adalah bagian
rielnya.

Komponen dan Rangkaian AC 37


5.4 Representasi Phasor
Jika suatu tegangan sesaat dituliskan dengan suatu fungsi sinus terhadap waktu seperti

v (t ) = V p cos(ω t + θ ) = 2 V cos(ω t + θ ) (5.11)

dimana V p adalah harga amplitudo dan V merupakan harga efektifnya, maka v (t ) dapat

diinterpretasikan sebagai "bagian riel" dari sebuah fungsi kompleks, ditulisan

{
v (t ) = R e {V p e j (ω t +θ ) }= R e (Ve jθ ) ( 2 )e }
jω t
(5.12)

Nampak bahwa fungsi kompleks dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu bagian
konstanta kompleks dan bagian lain sebagai fungsi waktu yang menyatakan putaran
bidang kompleks. Bagian yang pertama kita difinisikan sebagai phasor V, dituliskan

V = Ve jθ = V∠θ (5.13)

dimana phasor di atas disebut sebagai transformasi fungsi tegangan v(t). Sebagai
catatan, phasor mempunyai peran yang penting untuk menyelesaikan persoalan
hubungan antara arus dan tegangan seperti halnya konsep vektor yang sangat berguna
untuk menyelesaikan persoalan dalam mekanika. Selanjutnya hubungan arus dan
tegangan pada suatu rangkaian akan dapat diselesaikan secara grafik dengan
menggambarkan diagram phasornya.

5.5 Kapasitor pada Rangkaian AC


Jika pada suatu kapasitor kita kenakan tegangan sinus

v = V sin ω t (5.14)

maka dengan mudah kita dapat menemukan arus yang mengalir yaitu sebesar

38 ELEKTRONIKA DASAR
dv
i =C
dt
= VCω cos ω t
V
= cos ω t (5.15)
1 / Cω

Gambar 5.3 Arus dan tegangan pada rangkaian kapasitor dengan sumber AC

Dengan membandingkan persamaan v dan i, nampak bahwa saat arus sudah


mencapai harga maksimum maka tegangan masih nol. Kesimpulannya, pada rangkaian
kapasitor tegangan “tertinggal” 90o terhadap arus, atau arus “mendahului” tegangan
sebesar 90o. Keadaan ini diilustrasikan pada gambar 5.3. Sebagai catatan, besarnya
arus diberikan oleh

I = V / (1 / Cω ) (5.16)

Kuantitas 1 / Cω disebut “reaktansi kapasitif”, dituliskan

1
XC = (5.17)

Komponen dan Rangkaian AC 39


5.6 Induktor pada Rangkaian AC
Dengan analisa yang sama seperti halnya pada kapasitor, untuk rangkaian induktor
didapat hasil yang mirip. Jika

i = I sin ω t (5.18)

maka

v = L di / dt

= I (Lω )cos ω t (5.19)

terlihat bahwa v mendahului i, atau i tertinggal oleh v sebesar 90o; secara grafik
diperlihatkan seperti pada gambar 5.4. Reaktansi induktif (X L ) dituliskan

X L = Lω (5.20)

Sebagai catatan, jika reaktansi kapasitif menurun terhadap frekuensi, reaktansi induktif
akan naik terhadap frekuensi.

Gambar 5.4 Arus dan tegangan pada rangkaian induktor dengan sumber AC

40 ELEKTRONIKA DASAR
5.7 Impedansi Komponen AC
Secara umum, hasil bagi antara phasor tegangan dan phasor arus yang bersesuaian
disebut sebagai “impedansi” Z.

i) RESISTOR
Jika i = I cos ω t direpresentasikan oleh phasor I∠0 o mengalir melalui resistor R,
tegangan yang timbul diberikan oleh

v R = R i = RI cos ω t = V R cos ω t (5.21)

dituliskan dalam bentuk phasor sebagai V R ∠0 o . Dalam hal ini besarnya impedansi
yang melawan aliran arus sebesar

V R ∠0 o RI∠0 o
ZR = = = R∠0 o (5.22)
I∠0 o
I ∠0 o

ii) KAPASITOR
Jika tegangan v = V cos ω t terdapat pada kapasitor C, maka yang arus mengalir
diberikan oleh

= ω C V (− sin ω t ) = ω C V cos(ω t + 90 o )
dv
iC = C (5.23)
dt

dalam bentuk phasor ditulis sebagai I C ∠90 o . Impedansi sebagai penghambat arus
sebesar

V∠0 o V∠0 o 1 1
ZC = = = ∠ − 90 o = − j (5.24)
I C ∠90 o
ω C V ∠90 o
ωC ωC

Komponen dan Rangkaian AC 41


iii) INDUKTOR
Jika arus i = I cos ω t mengalir melalui induktor L, tegangan yang timbul diberikan
oleh

= ω L I (− sin ω t ) = ω L I cos (ω t + 90 o )
di
vL = L (5.25)
dt

dalam bentuk phasor dituliskan sebagai V L ∠90 o . Impedansi sebagai penghambat arus
sebesar

V L ∠90 o ω L I
ZL = = = ω L ∠90 o = jω L (5.26)
I∠0 o
I ∠0 o

5.8 Arus dan Tegangan dalam Bentuk Phasor


Karakteristik arus-tegangan pada masing-masing komponen dapat diringkas sebagai
berikut.

42 ELEKTRONIKA DASAR
RANGKAIAN R,L, DAN C SERI

Hukum Kirchhoff tentang tegangan (KVL) berlaku

v (t ) = v R (t ) + v C (t ) + v L (t ) (5.27)

Dalam bentuk phasor

V = V R + VC + V L (5.28)

Hal yang sama akan berlaku hukum Kirchhoff tentang arus (KCL) rangkaian paralel,
bahwa arus total yang melalui titik cabang adalah sama dengan nol.

5.9 Rangkaian Tapis Lolos Rendah (Low-Pass Filter) Tipe-1


Salah satu bentuk rangkaian lolos rendah seperti diskemakan pada gambar 5.5,
memperlihatkan tegangan sinus v i dikenakan pada masukan rangkaian dan diinginkan

hasil keluaran v o . Misalkan arus yang mengalir adalah sebesar

i = I sin ω t (5.29)

Komponen dan Rangkaian AC 43


Gambar 5.5 Rangkaian tapis lolos rendah tipe-1

Selanjutnya arus i ini sebagai isyarat acuan atau referensi. Tegangan pada
kapasitor dan resistor masing-masing diberikan oleh:

v C = (1 / C )∫ i dt

= −(I / Cω ) cos ω t (5.30)

vR = i R
= (IR )sin ω t (5.31)

Secara aljabar kedua tegangan ini dapat dijumlahkan, namun akan lebih mudah dengan
menggunakan diagram phasor seperti diskemakan pada gambar 5.6.

Gambar 5.6 Diagram phasor rangkaian tapis lolos rendah tipe-1

44 ELEKTRONIKA DASAR
Pada gambar 5.6 terlihat bahwa tegangan keluaran tertinggal terhadap tegangan
masukan, karenanya sudut fase θ harus diukur “dari” masukan v i “ke” keluaran v o ,

berharga negatif dan diberikan oleh

tg θ = (IR ) / (− I / Cω )
= −R C ω (5.32)

Amplitudo keluaran sebagai fungsi dari amplitudo masukan dapat dituliskan sebagai

v o / v i = (I / Cω ) / [(I / Cω ) 2
+ (IR )
2
]
= 1 / 1 + (RCω )
2
(5.33)

Parameter RC biasa diganti dengan parameter tunggal disebut konstanta waktu, dalam
hal ini

ω o = 1 / RC

ω o adalah frekuensi dimana reaktansi kapasitor dan resistor mempunyai harga yang
sama, kita dapat menuliskan

tgθ = −ω / ω o (sebagai respon fase) (5.34)

[
v o / v i = 1 / 1 + (ω / ω o )
2
] (sebagai respon amplitudo) (5.35)

Latihan:
Tentukan besarnya v o / v i dan θ dengan menggunakan konsep phasor.

Komponen dan Rangkaian AC 45


Catatan penting untuk tapis lolos rendah:

i) Pada frekuensi rendah, dimana ω << ω o , θ ≈ 0 o ; persamaan 5.35 menjadi

vo / vi ≈ 1

yaitu pada frekuensi rendah, kapasitor hampir-hampir hubung terbuka, sehingga


arus yang mengalir sangat kecil, atau tegangan jatuh pada R. Jadi rangkaian
melewatkan isyarat frekuensi rendah (sesuai dengan namanya).

ii) Pada frekuensi tinggi, dimana ω >> ω o , θ ≈ − 90 o

vo / vi ≈ ω o / ω

yaitu pada frekuensi tinggi, kapasitor hampir-hampir hubung singkat, sehingga


tegangan keluaran berharga sangat kecil. Arus i berharga hampir konstan sebesar
i = v i / R = (V / R )sin ω t

Jadi keluaran v o (diambil dari ujung-ujung C) tertinggal sebesar 90o terhadap v i .

iii) Jika ω = ω o , maka θ = −45 o dan

vo / vi = 1 / 2

Besarnya penguatan (gain) biasanya dinyatakan dalam dB (decibels), yaitu


merupakan harga logaritma dari perbandingan daya, dituliskan sebagai

dB = 10 log10 (P1 / P2 ) (5.36)

atau dapat dinyatakan sebagai perbandingan tegangan dan untuk rangkaian diatas dapat
dituliskan sebagai

dB = 20 log10 (Vo / Vi ) (5.37)

Jadi untuk v o / v i = 1 / 2 diperoleh penguatan sebesar -3 dB. Oleh sebab itu ω o

biasanya disebut “frekuensi 3 dB”.

46 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 5.7 Plot respon frekuensi terhadap amplitudo dan fase tapis lolos rendah.

Gambar 5.8 Plot respon frekuensi terhadap penguatan (dB) dan fase pada tapis lolos
rendah.

Gambar 5.7 dan 5.8 memperlihatkan plot respon frekuensi dari rangkaian tapis
lolos rendah dengan menggunakan komputer. Pada gambar tersebut diperlihatkan
besarnya penguatan (gain) dalam bentuk v o / v i (gambar 5.7) dan dB (gambar 5.8)

sebagai fungsi perbandingan frekuensi. Perlu diperhatikan bahwa frekuensi telah


dinormalisasikan, yaitu dinyatakan dalam bentuk ω / ω o atau f / f o dan dinyatakan
dalam skala logaritma agar dicapai interval frekuensi yang lebar.

Komponen dan Rangkaian AC 47


Latihan:
i) Sebuah penguat mempunyai penguatan sebesar 30 dB. Berapa besarnya
penguaatan tersebut jika dinyatakan dalam bentuk perbandingan keluaran
dan masukannya.
ii) Sebuah rangkaian tapis lolos rendah seperti terlihat pada gambar 5.5
mempunyai komponen C = 1,8 µF dan R = 27 kΩ.
a. Berapakan frekuensi 3 dB-nya?
b. Berapa besarnya penguataan (tepatnya pelemahan), v o / v i , dan

pergeseran fasenya saat f = 5 Hz?

5.10 Rangkaian Tapis Lolos Rendah Tipe-2


Pada rangkaian elektronika sering kita jumpai keadaan seperti diperlihatkan pada
gambar 5.9, dengan arus masukan ii dan arus keluaran io . Sebagai sumber arus
digunakan generator arus, dimana secara ideal dapat menghasilkan arus yang tidak
tergantung pada kondisi rangkaian.

Gambar 5.9 Rangkaian tapis lolos rendah tipe-2

Pada rangkaian seperti pada gambar 5.9, dapat diperoleh keadaan dimana pada
frekuensi rendah, arus pada C sangat kecil sehingga arus keluaran io besarnya hampir

sama dengan besarnya arus masukan ii . Karenannya rangkaian ini termasuk rangkaian
tapis lolos rendah. Misalnya arus keluaran adalah sebesar

io = I sin ω t (5.38)

48 ELEKTRONIKA DASAR
maka
v = io R = (IR ) sin ω t (5.39)
dan juga
iC = C (dv / dt ) = I (RCω ) cos ω t (5.40)

Keadaan di atas dapat diperlihatkan dengan diagram phasor seperti terlihat pada gambar
5.10, dimana v digunakan sebagai referensi.

Gambar 5.10 Diagram phasor arus tapis lolos rendah

Dari gambar 5.10 kita mempunyai

tg θ = − RCω
dan

io / ii = I / [(I )
2
+ (IRCω )
2
]
= 1 / 1 + (RCω )
2
(5.41)

Nampak bahwa hubungan io dan ii pada rangkaian di atas identik dengan hubungan v o

dan v i pada rangkaian tapis lolos rendah tipe-1, yaitu

tgθ = −ω / ω o

Komponen dan Rangkaian AC 49


dan

[
i o / i i = 1 / 1 + (ω / ω o )
2
] (5.42)

dimana ω o = 1 / RC

Perlu dicatat bagaimana fase diukur dari phasor masukan ke phasor keluaran
searah dengan arah jam, dimana hal ini menunjukkan bahwa sudut fase berharga negatif
atau keluaran tertinggal terhadap masukan.

Gambar 5.11 Rangkaian tapis lolos tinggi tipe-1

Gambar 5.12 Diagram phasor tapis lolos tinggi tipe-1

5.11 Rangkaian Tapis Lolos Tinggi (High-Pass Filter) Tipe-1


Rangkaian ini biasa dipakai untuk menggandeng sebuah isyarat AC antara dua titik
dengan level DC yang berbeda. Bentuk rangkaian dan diagram phasor tapis ini
diperlihatkan pada gambar 5.11 dan 5.12. Terlihat arus i sama dengan arus pada tapis

50 ELEKTRONIKA DASAR
lolos rendah tipe-1, dan diagram phasor hanya sedikit berbeda pada cara pengambilan
sudut fasenya (i tetap sebagai referensi karena mengalir lewat C dan R). Beda fase θ
sekarang berharga positif

tg θ = (I / Cω ) / (IR ) = 1 / (RCω ) (5.43)


atau
tg θ = ω o / ω (5.44)
dimana
ω o = 1 / RC (5.45)
dan
v o / v i = cos θ

atau

[
v o / v i = 1 / 1 + (ω o / ω )
2
] (5.46)

Catatan penting untuk tapis lolos tinggi:


i) Pada frekuensi tinggi, dimana ω >> ω o , θ ≈ 0 o ; persamaan 5.46 menjadi

vo / vi ≈ 1

yaitu pada frekuensi tinggi, kapasitor hampir-hampir hubung singkat, dan v o ≈ v i .


Jadi rangkaian melewatkan masukan frekuensi tinggi (sesuai dengan namanya).

ii) Pada frekuensi rendah, dimana ω << ω o , θ ≈ 90 o

vo / vi ≈ ω / ω o

iii) Jika ω = ω o , maka θ = +45o dan

vo / vi = 1 / 2

dimana ω o merupakan frekuensi 3 dB.

Gambar 5.13 dan 5.14 memperlihatkan bentuk respon amplitudo dan sudut fase
terhadap frekuensi untuk rangkaian di atas.

Komponen dan Rangkaian AC 51


Gambar 5.13 Plot respon frekuensi terhadap amplitudo dan fase tapis lolos tinggi

Gambar 5.14 Plot respon frekuensi terhadap penguatan (dB) dan fase pada tapis lolos
tinggi.

5.12 Rangkaian Tapis Lolos Tinggi Tipe-2


Alternatif lain rangkaian tapis lolos tinggi dan diagram mphasornya diperlihatkan pada
gambar 5.15 dan 5.16, yaitu dengan memakai rangkaian RL. Analisa rangkaian tersebut
meliputi:

i = I sin ω t

v L = L di / dt = ILω cos ω t
v R = IR sin ω t

52 ELEKTRONIKA DASAR
tg θ = (IR ) / (ILω ) = R / Lω (5.47)
tg θ = ω o / ω (5.48)
dimana
ωo = R / L (5.49)

v o / v i = cos θ

atau

[
v o / v i = 1 / 1 + (ω o / ω )
2
] (5.50)

Nampak bahwa rangkaian RL di atas memberikan respon yang sama dengan tipe-1
(dengan menggunakan rangkaian RC).

Gambar 5.15 Rangkaian tapis lolos tinggi tipe-2

Gambar 5.16 Diagram phasor tapis lolos tinggi tipe-2

Komponen dan Rangkaian AC 53


6 BAHAN SEMIKONDUKTOR

6.1 Semikonduktor Intrinsik (murni)


Silikon dan germanium merupakan dua jenis semikonduktor yang sangat penting dalam
elektronika. Keduanya terletak pada kolom empat dalam tabel periodik dan mempunyai
elektron valensi empat. Struktur kristal silikon dan germanium berbentuk tetrahedral
dengan setiap atom memakai bersama sebuah elektron valensi dengan atom-atom
tetangganya. Gambar 6.1 memperlihatkan bentuk ikatan kovalen dalam dua dimensi.
Pada temperatur mendekati harga nol mutlak, elektron pada kulit terluar terikat dengan
erat sehingga tidak terdapat elektron bebas atau silikon bersifat sebagai insulator.

Gambar 6.1 Ikatan kovalen silikon dalam dua dimensi

Energi yang diperlukan mtuk memutus sebuah ikatan kovalen adalah sebesar 1,1
eV untuk silikon dan 0,7 eV untuk germanium. Pada temperatur ruang (300K),
sejumlah elektron mempunyai energi yang cukup besar untuk melepaskan diri dari

54 ELEKTRONIKA DASAR
ikatan dan tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi menjadi elektron bebas (gambar
6.2). Besarya energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari pita valensi ke
pita konduksi ini disebut energi terlarang (energy gap). Jika sebuah ikatan kovalen
terputus, maka akan terjadi kekosongan atau lubang (hole). Pada daerah dimana terjadi
kekosongan akan terdapat kelebihan muatan positif, dan daerah yang ditempati elektron
bebas mempunyai kelebihan muatan negatif. Kedua muatan inilah yang memberikan
kontribusi adanya aliran listrik pada semikonduktor murni. Jika elektron valensi dari
ikatan kovalen yang lain mengisi lubang tersebut, maka akan terjadi lubang baru di
tempat yang lain dan seolah-olah sebuah muatan positif bergerak dari lubang yang lama
ke lubang baru.

(a)

- * + . / 0 ) 1


      

5 6

/ + 0 + . 2 3 / 4 2 3

     

(b)
 

       

! " # $ % &
7 8 

         

' ( ) * + ,

Gambar 6.2 a) Struktur kristal silikon memperlihatkan adanya sebuah ikatan kovalen
yang terputus dan b) Diagram pita energi menunjukkan tereksitasinya
elektron ke pita konduksi dan meninggalkan lubang di pita valensi

Bahan Semikonduktor 55
Proses aliran muatan ini, yang biasa disebut sebagai “arus drift” dapat dituliskan
sebagai berikut
“Peristiwa hantaran listrik pada semikonduktor adalah akibat
adanya dua partikel masing-masing bermuatan positif dan negatif
yang bergerak dengan arah yang berlawanan akibat adanya
pengaruh medan listrik”

Akibat adanya dua pembawa muatan tersebut, besarnya rapat arus dinyatakan sebagai:

J = (nµ n + pµ p )qε = σε (6.1)

dimana n dan p = konnsentrasi elektron dan lubang (m-3)


µ n dan µ p = mobilitas elektron dan lubang (m2 V-1 s-1)

σ = (nµ n + pµ p ) q = konduktivitas (S cm-1)

Karena timbulnya lubang dan elektron terjadi secara serentak, maka pada
semikonduktor murni, jumlah lubang sama dengan jumlah elektron atau dituliskan
sebagai

n = p = ni (6.2)

dimana n i disebut sebagai konsentrasi intrinsik. Beberapa properti dasar silikon dan
germanium diperlihatkan pada tabel 6.1.

Tabel 6.1 Beberapa properti dasar silikon dan germanium pada 300 K
Properti Silikon Germanium
Energi terlarang/gap (eV) 1,1 0,67
Mobilitas elektron, µ n ( m 2 V −1s −1 ) 0,135 0,39

Mobilitas lubang, µ p ( m 2 V −1s −1 ) 0,048 0,19

Konsentrasi intrinsik, n i ( m −3 ) 1,5 × 1016 2,4 × 1019

Resistivitas intrinsik, ρ i ( m) 2300 0,46


9

56 ELEKTRONIKA DASAR
6.2 Semikonduktor Ekstrinsik (Tak Murni)
Kita dapat memasukkan pengotor berupa atom-atom dari kolom tiga atau lima dalam
tabel periodik (memberi doping) ke dalam silikon atau germanium murni (lihat gambar
6.3). Elemen semikonduktor beserta atom pengotor yang biasa digunakan diperlihatkan
pada tabel 6.3.

Tabel 6.3 Elemen semikonduktor pada tabel periodik

6.2.1 Semikonduktor tipe-n


Semikonduktor tipe-n dapat dibuat dengan menambahkan sejumlah kecil atom pengotor
pentavalen (antimony, phosphorus atau arsenic) pada silikon murni. Atom-atom
pengotor (dopan) ini mempunyai lima elektron valensi sehingga secara efektif memiliki
muatan sebesar +5q. Saat sebuah atom pentavalen menempati posisi atom silikon
dalam kisi kristal, hanya empat elektron valensi yang dapat membentuk ikatan kovalen
lengkap, dan tersisa sebuah elektron yang tidak berpasangan (lihat gambar 6.3).
Dengan adanya energi thermal yang kecil saja, sisa elektron ini akan menjadi elektron
bebas dan siap menjadi pembawa muatan dalam proses hantaran listrik. Material yang
dihasilkan dari proses pengotoran ini disebut semikonduktor tipe-n karena
menghasilkan pembawa muatan negatif dari kristal yang netral. Karena atom pengotor

Bahan Semikonduktor 57
memberikan elektron, maka atom pengotor ini disebut sebagai atom donor. Secara
skematik semikonduktor tipe-n digambarkan seperti terlihat pada gambar 6.3.

(a)

J K L M N O P Q R N S K

n o

k m

f g f h i j

T U V W X Y

T ]

V W [ \ W \ U X

(b) Z

^ _ ` a b c ^ d ` d e a _

: ; < = > < ? < @

k l

A B C D E D F G H I B

Gambar 6.3 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi lima
menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi
semikonduktor tipe-n, perhatikan letak tingkat energi atom donor.

6.2.2 Semikonduktor tipe-p


Dengan cara yang sama seperti pada semikonduktor tipe-n, semikonduktor tipe-p dapat
dibuat dengan menambahkan sejumlah kecif atom pengotor trivalen (aluminium, boron,
galium atau indium) pada semikonduktor murni, misalnya silikon murni. Atom-atom
pengotor (dopan) ini mempunyai tiga elektron valensi sehingga secara efektif hanya
dapat membentuk tiga ikatan kovalen. Saat sebuah atom trivalen menempati posisi
atom silikon dalam kisi kristal, terbentuk tiga ikatan kovalen lengkap, dan tersisa

58 ELEKTRONIKA DASAR
sebuah muatan positif dari atom silikon yang tidak berpasangan (lihat gambar 6.4) yang
disebut lubang (hole). Material yang dihasilkan dari proses pengotoran ini disebut
semikonduktor tipe-p karena menghasilkan pembawa muatan negatif pada kristal yang
netral. Karena atom pengotor menerima elektron, maka atom pengotor ini disebut
sebagai atom aseptor (acceptor). Secara skematik semikonduktor tipe-p digambarkan
seperti terlihat pada gambar 6.4.

(a)

y z { | } ~  €  } ‚ z

£ ¥

ƒ „ … † ‡ ˆ

• – — ˜ • ™ š › – — œ
ƒ Œ  Ž   ‘ ’  “  “ ”  Ž

… † Š ‹ † ‹ „ ‡

(b) ‰

 ž  Ÿ   ¡ ¢

£ ¤

p q r s t s u v w x q

Gambar 6.4 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi tiga
menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur pita energi
semikonduktor tipe-p, perhatikan letak tingkat energi atom aseptor.

Bahan Semikonduktor 59
6.3 Generasi dan Rekombinasi
Proses generasi (timbulnya pasangan elektron-lubang per detik per meter kubik)
tergantung pada jenis bahan dan temperatur. Energi yang diperlukan untuk proses
generasi dinyatakan dalam elektron volt atau eV. Energi dalam bentuk temperatur T
dinyatakan dengan kT, dimana k adalah konstanta Boltzmann. Analisa secara statistik
menunjukkan bahwa probabilitas sebuah elektron valensi menjadi elektron bebas adalah
sebanding dengan e − eVG / kT . Jika energi gap eVG berharga kecil dan temperatur T tinggi
maka laju generasi termal akan tinggi.
Pada semikonduktor, elektron atau lubang yang bergerak cenderung
mengadakan rekombinasi dan menghilang. Laju rekombinasi (R), dalam pasangan
elektron-lubang per detik per meter kubik, tergantung pada jumlah muatan yang ada.
Jika hanya ada sedikit elektron dan lubang maka R akan berharga rendah; sebaliknya R
akan berharga tinggi jika tersedia elektron dan lubang dalam jumlah yang banyak.
Sebagai contoh misalnya pada semikonduktor tipe-n, didalamnya hanya tersedia sedikit
lubang tapi terdapat jumlah elektron yang sangat besar sehingga R akan berharga sangat
tinggi. Secara umum dapat dituliskan:

R = rn p (6.3)

dimana r menyatakan konstanta proporsionalitas bahan.

Dalam kondisi setimbang, besamya laju generasi adalah sama dengan besarnya
laju rekombinasi. Pada semikonduktor murni (silikon atau germanium) berlaku

g = g i = Ri = r n i p i = r n i2 (6.4)
atau
n p = n i2 (6.5)

atau dengan kata lain perkalian konsentrasi elektron dan lubang menghasilkan suatu
konstanta, jika salah satu dinaikkan (melalui proses doping), yang lain harus berkurang.

60 ELEKTRONIKA DASAR
Jika kita menambanhkan atom pengotor pada semikonduktor murni, praktis semua atom
donor atau aseptor terionisasi pada suhu ruang. Pada semikonduktor tipe-n, konsentrasi
atom donor ND>> ni, dengan konsentrasi elektron sebesar

nn ≅ N D (6.6)

Dengan demikian konsentrasi lubang akan menjadi mengecil, yaitu sebesar

ni2 n2
pn = ≅ i (6.7)
nn N D

Dengan cara yang sama pada semikonduktor tipe-p berlaku

n i2
pp ≅ N A dan np ≅ (6.8)
NA

dimana pp = konsentrasi lubang pada tipe-p

np = konsentrasi elektron pada tipe-p

NA = konsentrasi atom aseptor

6.4 Difusi
Jika konsentrasi doping tidak merata (nonuniform) maka akan didapat konsentrasi
partikel yang bermuatan yang tidak merata juga, sehingga kemungkinan terjadi
mekanisme gerakan muatan tersebut melalui difusi. Dalam hal ini gerakan partiket
harus random dan terdapat gradien konsentrasi. Misalnya konsentrasi elektron pada
salah satu sisi bidang lebih besar dibandingkan sisi yang lain, sedangkan elektron
bergerak secara random, maka akan terjadi gerakan elektron dari sisi yang lebih padat
ke sisi yang kurang padat. Gerakan muatan ini menghasilkan “arus difusi” yang
besamya sebanding dengan gradien konsentrasi dn/dx. Kerapatan arus difusi karena
aliran elektron diberikan oleh

Bahan Semikonduktor 61
dn
J n = qDn (6.9)
dx

dimana Dn = konstanta difusi untuk elektron (m2s-1). Jika dn/dx berharga positif,
gerakan elektron pada arah -x menghasilkan arus positif pada arah +x. Dengan cara
yang sama untuk lubang diperoleh

dp
J p = − qD p (6.10)
dx

Perlu dicatat bahwa masing-masing partikel yang bermuatan bergerak menjauhi


bagian yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi, namun gerakan tersebut bukan karena
adanya gaya tolak. Seperti halnya pada mobilitas, difusi merupakan penomena statistik
sehingga berlaku persamaan Einstein

µn µ p q
= = (6.11)
Dn D p kT

62 ELEKTRONIKA DASAR
7 DIODE SAMBUNGAN P-N

7.1 Semikonduktor
Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari karakteristik bahan semikonduktor
beserta kemampuannya untuk menghantarkan listrik. Berdasarkan tingkat kemurnian
atom penyusunnya, terdapat dua kelompok semikonduktor yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
Untuk kelompok ekstrinsik terdapat dua jenis/tipe semikonduktor yaitu semikonduktor
tipe-p dan semikonduktor tipe-n. Bahan semikonduktor yang banyak dipelajari dan
secara luas telah dipakai adalah bahan silikon (Si).
Semikonduktor tipe-n dibuat dari bahan silikon murni dengan menambahkan
sedikit pengotor berupa unsur valensi lima. Empat elektron terluar dari “donor” ini
berikatan kovalen dan menyisakan satu elektron lainnya yang dapat meninggalkan atom
induknya sebagai elektron bebas. Dengan demikian pembawa muatan mayoritas pada
bahan ini adalah elektron.
Hal yang sama, semikonduktor tipe-p dibuat dengan mengotori silikon murni
dengan atom valensi tiga, sehingga meninggalkan kemungkinan untuk menarik
elektron. Pengotor sebagai “aseptor” menghasilkan proses konduksi dengan lubang
(hole) sebagai pembawa muatan mayoritas.

7.2 Diode
Misalkan kita memiliki sepotong silikon tipe-p dan sepotong silikon tipe-n dan secara
sempurna terhubung membentuk sambungan p-n seperti diperlihatkan pada gambar 7.1.
Sesaat setelah terjadi penyambungan, pada daerah sambungan semikonduktor
terjadi perubahan. Pada daerah tipe-n (gambar 7.1, sebelah kanan) memiliki sejumlah
elektron yang akan dengan mudah terlepas dari atom induknya. Pada bagian kiri (tipe-
p), atom aseptor menarik elektron (atau menghasilkan lubang). Kedua pembawa
muatan mayoritas tersebut memiliki cukup energi untuk mencapai material pada sisi

Diode Sambungan p-n 63


lain sambungan. Pada hal ini terjadi difusi elektron dari tipe-n ke tipe-p dan difusi
lubang dari tipe-p ke tipe-n.
Proses difusi ini tidak berlangsung selamanya karena elektron yang sudah
berada di tempatnya akan menolak elektron yang datang kemudian. Proses difusi
berakhir saat tidak ada lagi elektron yang memiliki cukup energi untuk mengalir.
) * + , - . / * . 0

1 2 3 4 5 6 7 3

D
5 6 8 9 : 8
     A B E A B A @

         

C
C < = < > ? @ A B

    ! 

" # $ % & ' ( (

C
C

( (

; ;

;
 ;

 

 ; ;

 

      

Gambar 7.1 Sambungan semikonduktor tipe-p dan tipe-n

ˆ ‰ Š ‹ Œ  Ž ‰  

 ‘ ’ “ ” • – ’

¥ ¦ § ¨ ¦ § ¦ ©
— ˜ ™ š › ™ F G H I J K

m n o p q r s t n u

¤
‚ ƒ „ … † ƒ ‡ ¤  ž  Ÿ   ¡ ¢ £

v w x y z { l ‡
‡

| } ~  € 

‡ ¤
¤

l
‡ ‡

L œ œ

L L

l œ
œ

L
l

l œ
œ

L
l

g h i j k

S T U V W X Y Z [ \ W X

] ^ _ ` _ a b c d _ e _ f

M N O P Q R

ε
Gambar 7.2 Mekanisme aliran muatan pada daerah sambungan

Kita harus memperhitungkan proses selanjutnya dimana elektron dapat


menyeberang sambungan. Daerah yang sangat tipis dekat sambungan disebut daerah
deplesi (depletion region) atau daerah transisi. Daerah ini dapat membangkitkan
pembawa muatan minoritas saat terdapat cukup energi termal untuk membangkitkan

64 ELEKTRONIKA DASAR
pasangan lubang-elektron. Salah satu dari pembawa muatan minoritas ini, misalnya
elektron pada tipe-p, akan mengalami pengaruh dari proses penolakan elektron difusi
dari tipe-n. Dengan kata lain elektron minoritas ini akan ikut tertarik ke semikonduktor
tipe-n. Gerakan pembawa muatan akibat pembangkitan termal ini lebih dikenal sebagai
“drift”. Situasi akan stabil saat arus difusi sama dengan arus drift.
Pada daerah sambungan/daerah diplesi yang sangat tipis terjadi pengosongan
pembawa muatan mayoritas akibat terjadinya difusi ke sisi yang lain. Hilangnya
pembawa muatan mayoritas di daerah ini meninggalkan lapisan muatan positip di
daerah tipe-n dan lapisan muatan negatif di daerah tipe-p.
Lapisan muatan pada daerah diplesi ini dapat dibandingkan dengan kapasitor
keping sejajar yang termuati. Karena terjadi penumpukan muatan yang berlawanan
pada masing-masing keping, maka terjadi perbedaan potensial yang disebut sebagai
“potensial kontak”atau “potensial penghalang” Vo (lihat gambar 7.3). Keadaan ini
disebut diode dalam keadaan rangkaian terbuka.

Ó Ô Õ Ö Ô ×

Í
Ê É Î Ê Ï È

Ç È É Ê Ë Ò
Ç È É Ê Ë É Ì

ρ
ª
« ¬ ­ ¬ ® ¯ ° ¬ ® ¬ ±

ε
¼ ½ ¾ ¿ À Á Â Ã Ä Å Â Æ

Ð Ñ

² ³ ´ µ ¶ · ¸ ¹ º »

Gambar 7.3 Diode p-n dalam keadaan hubung-terbuka

Dalam keadaan rangkaian terbuka seperti diperlihaatkan pada gambar 7.3, hanya
pada daerah deplesi yang terjadi penumpukan muatan pada masing-masing sisi; daerah
lainnya dalam keadaan netral. Penumpukan muatan pada daerah deplesi mengakibatkan

terjadinya medan listrik ε dalam arah − x . Kita dapat menggunakan v = − ∫ ε dx untuk

Diode Sambungan p-n 65


mendapatkan distribusi potensial pada daerah deplesi dengan mengambil integral medan
listrik. Potensial kontak/potensial penghalang Vo yang terjadi akan menahan terjadinya
difusi pembawa muataan mayoritas dan memberi kesempataan terjadinya arus drift
melalui sambungan seperti telah dijelaskan di atas.

ð ñ ò ó ô ò
   þ  
Ý Þ

â ã ä å æ ç è ã é ñ ð
õ ö ÷ ø ù ö ú

ê ë ì í î ï

þ ÿ þ    

û ü û

Û Ü

Ø Ù Ú ß à á

Gambar 7.4 Diode p-n berpanjar maju (forward bias): a) Rangkaian dasar dan
b) Potensial penghalang mengalami penurunan.

7.3 Panjar Maju (Forward Bias)


Besarnya komponen arus difusi sangat sensitif terhadap besarnya potensial penghalang
Vo . Pembawa muatan mayoritas yang memiliki energi lebih besar dari eVo dapat
melewati potensial penghalang. Jika keseimbangan potensial terganggu oleh
berkurangnya ketinggian potensial penghalang menjadi Vo − V , probabilitas pembawa
muatan mayoritas mempunyai cukup energi untuk melewati sambungan akan meningkat
dengan drastis. Sebagai akibat turunnya potensial penghalang, terjadi aliran arus lubang
dari material tipe-p ke tipe-n, demikian sebaliknya untuk elektron.
Dengan kata lain menurunnya potensial penghalang memberi kesempatan pada
pembawa muatan untuk mengalir dari daerah mayoritas ke daerah minoritas. Jika
potensial penghalang diturunkan dengan pemasangan panjar maju eksternal V seperti
diperlihatkan pada gambar 7.4, arus If akan mengalir.

66 ELEKTRONIKA DASAR
7.4 Panjar Mundur (Reverse Bias)
Jika potensial penghalang dinaikkan menjadi Vo + V dengan memasang panjar mundur
sebesar V (lihat gambar 7.5), maka probabilitas pembawa muatan mayoritas memiliki
cukup energi untuk melewati potensial penghalang akan turun secara drastis. Jumlah
pembawa muatan mayoritas yang melewati sambungan praktis turun ke nol dengan
memasang panjar mundur sebesar sekitar sepersepuluh volt.

      / 0 1 2 3 4

  ! "  # $ % &

 5
0 4 0 / 7 8

. 6

       
' ( ) * +

, - ,


  

Gambar 7.5 Diode p-n berpanjar mundur (reverse bias) a) Rangkaian dasar dan
b) Potensial penghalang meninggi.

Pada kondisi panjar mundur, terjadi aliran arus mundur (Ir) yang sangat kecil
dari pembawa muatan minoritas. Pembawa muatan minoritas hasil generasi termal di
dekat sambungan akan mengalami “drift” searah medan listrik. Arus mundur akan
mencapai harga jenuh -Io pada harga panjar mundur yang rendah.
Harga arus mundur dalam keadaan normal cukup rendah dan diukur dalam µA
(untuk germanium) dan nA (untuk silikon). Secara ideal, arus mundur seharusnya
berharga nol, sehingga harga -Io yang sangat rendah pada silikon merupakan faktor
keunggulan silikon dibandingkan germanium. Besarnya Io berbanding lurus dengan
laju generasi termal g = rn i2 dimana harganya berubah secara eksponensial terhadap

perubahan temperatur.

Diode Sambungan p-n 67


7.5 Karakteristik Umum Diode
Saat diode berpanjar maju, probabilitas pembawa muatan mayoritas yang mempunyai
cukup energi untuk melewati potensial penghalang Vo − V akan tergantung pada faktor:

-q(Vo - V)/ η kT
e
9 : ; < : = > ? @ = > A B C D @ ?

E F G H I J G I J K F L I M N J G G

O P Q R S T O U V W X

Y Z [ \ [ ] ^ _ ^ ` \ a b ]

Jadi arus difusi yang mengalir adalah sebesar

I = AeV / ηVT (VT = kT / q) (7.1)

dimana VT = 25 mV pada temperatur ruang, η =1 untuk gemanium dan berharga 2


untuk silikon. Jadi arus total yang mengalir adalah sebesar

I = − I o + AeV / ηVT (7.2)

atau karena I = 0 untuk V = 0 diperoleh

(
I = I o eV /ηVT − 1 ) (7.3)

Persamaan 7.3 merupakan karakteristik I-V umum diode. Jika V berharga positif dan
bernilai sebesar sekitar sepersepuluh volt maka persamaan 7.3 menjadi

I ≈ I o e V / ηVT (7.4)
dan juga
1
ln I = (V ) + ln I o (7.5)
ηVT

yaitu akan berupa garis lurus jika diplot pada kertas grafik log-linier (semilogaritmik).

68 ELEKTRONIKA DASAR
Sebagai gambaran karakteristik seperti dalam persamaan 7.5, diukur dua jenis
diode tipe 1N914 dan 1N5061. Hasil plot karakteristik I-V kedua diode seperti terlihat
pada gambar 7.6. Untuk diode 1N914 (diode isyarat-kecil) terlihat mempunyai
kecocokan yang sangat baik dengan persamaan 7.5, kecuali pada arus yang relatif tinggi
dimana hambatan diode memberikan penurunan sebesar IR dengan adanya kenaikan V.
Untuk diode 1N5061 (diode daya 1 amp) juga mempunyai kecocokan yang sangat baik
dengan persamaan 7.5, kecuali pada arus yang relatif rendah. Perhatikan bagaimana Io
hanya berharga pada orde nA untuk diode silikon di atas.

Gambar 7.6 Karakteristik I-V diode tipe 1N914 dan 1N5061 pada skala semilogaritmik

Gambar 7.7 Karakteristik I-V diode dalam skala linier

Diode Sambungan p-n 69


Gambar 7.7 memperlihatkan plot karakteristik I-V diode dalam skala linier
dengan skala I 10mA (A), 1 mA (B), 0,1 mA (C) dan 10µA (D). Terlihat bahwa
tegangan “cut-in” bergeser ke kiri dan juga keseluruhan kurva bergeser ke kiri. Ini
dapat diharapkan terjadi jika

I 1 = I o e V1 / ηVT (7.6)

dan
I 2 = I o eV2 / ηVT (7.7)
maka
I 1 / I 2 = e (V1 −V2 ) / ηVT (7.8)

Persamaan 7.8 memperlihatkan bahwa diperlukan perubahan tegangan yang sama untuk
menaikkan arus diode n kali. Besarnya I o tergantung pada pembawa muatan hasil

generasi termal jadi sangat tergantung pada temperatur. Untuk silikon I o akan naik
menjadi dua kali lipat setiap ada kenaikan temperatur 10oC.

Contoh 1
Sebuah diode silikon memiliki karakteristik arus sebesar 1 mA pada tegangan 581 mV
pada kedua ujungnya. Perkirakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan diode agar
memiliki arus sebesar
i) 15 mA
ii) 1 µA
iii) 1 nA dan
iv) 1A

Jawab
Untuk arus I >> Io
I ≈ I o exp(V / ηVT )
karena untuk diode silikon η ≈ 2 maka diperoleh

1 × 10 −3 ≈ I o exp(581 / 50)

70 ELEKTRONIKA DASAR
atau
I o ≈ 8,98 × 10 −9 A

i) 15 × 10 −3 ≈ 8,98 × 10 −9 exp (V / 0,05)


V ≈ 0,716 volt

Untuk memeriksa hasil tersebut; terlihat V naik sebesar 135 mV ≈ 2,5 η VT ,

sehingga arus seharusnyaa naik sebesar ~ e 2 ,5 kali ≈ 12 kali .

ii) 10 −6 ≈ 8,98 × 10 −9 exp (V / 0,05)


V ≈ 0,236 volt

iii) Di sini I berharga lebih rendah dari Io , sehingga kita harus menggunakan persamaan
karakteristik diode secara utuh
10 −9 = 8,98 × 10 −9 (exp (V / 0,05) − 1)
V = 5,3 mV
Hasil ini perlu kita curigai karena pada arus yang begitu rendah mungkin η akan
mendekati satu.

iv) Kita dapat menggunakan pendekatan


1 = 8,98 × 10 −9 exp (V / 0,05)
V = 0,926 volt
Hasil ini juga perlu kita curigai karena pada arus yang begitu besar mungkin diode
akan menjadi sangat panas sehingga akan mengubah harga Io dan VT secara
signifikan. Juga hambatan pada daerah tipe-p dan tipe-n akan memberikan
kontribusi terhadap penurunan IR.

Contoh 2
Misalkan diode silikon pada contoh 1 digunakan sebagai diode pelindung pada suatu
meter dasar 50 c d dengan hambatan dalam sebesar 2500 Ω seperti terlihat pada gambar
7.8). Perkirakan seberapa sukses usaha tersebut.

Diode Sambungan p-n 71


k l

i j

µ Ω
e f g h e f f

Gambar 7.8 Diode digunakan sebagai pelindung

Jawab
Kita harus memeriksa apakah diode tidak mengambil arus terlalu besar saat
meter melewatkan 50 µA. Tegangan pada meter sebesar
50 µA × 2500 Ω = 125 mV
Arus yang melalui diode yaitu panjar maju sebesar
I = I o (exp(V / ηVT ) − 1)

= 8,98 × 10 −9 (exp(125 / 50 ) − 1)
= 100 nA
sedangkan arus mundur diode sebesar Io. Dengan demikian arus total sebesar 109 nA =
0,109 µA. Ini merupakan harga yang sangat kecil dibandingkan dengan harga arus
meter (yaitu 1: 500), sehingga diode tidak mengganggu akurasi meter.
Jika arus sebesar 1 ampere melewati rangkaian pada gambar 7.8, kita telah
melihat pada contoh 1 bahwa tegangan diode akan berharga sebesar 1 V. Harga ini
sebesar 8 kali sensitivitas tegangan meter skala penuh.

7.6 Efek Zener dan Avalanche


Di samping terjadinya perubahan ketinggian potensial penghalang pada diode akibat
diberi panjar maju atau mundur, maka juga terjadi perubahan lebar daerah deplesi atau
daerah transisi. Pada tegangan panjar maju, ketinggian potensial penghalang akan
menurun dan daerah deplesi akan menipis. Sebaliknya saat diberi panjar mundur daerah
deplesi akan melebar.
Jika panjar mundur dinaikkan terus, maka pada suatu harga tegangan tertentu
terjadi kenaikan arus mundur secara tiba-tiba (lihat gambar 7.9). Keadaan ini terjadi
akibat adanya efek Zener atau efek avalanche. Pada patahan Zener (Zener breakdown),

72 ELEKTRONIKA DASAR
medan listrik pada sambungan akan menjadi cukup besar untuk menarik elektron dari
ikatan kovalen secara langsung. Dengan demikian akan terjadi peningkatan jumlah
pasangan lubang-elektron secara tiba-tiba dan menghasilkan kenaikan arus mundur
secara tiba-tiba pula. Efek avalanche terjadi pada tegangan di atas tegangan patahan
Zener. Pada tegangan tinggi ini, pembawa muatan memiliki cukup energi untuk
memisahkan elektron dari ikatan kovalen.

( )
u v w x y

z {
I = I o eV /ηVT − 1

| }

€  ‚ ƒ „ … † ‡ ˆ

m n o p n q r s o t s q
m n o p n q r n p s

Gambar 7.9 Karakteristik I-V diode p-n

Pada daerah patahan, arus mundur berharga sangat besar dan hampir tidak
tergantung pada besarnya tegangan. Penurunan tegangan panjar mundur di bawah Vb

akan menurunkan arus ke harga I o . Dengan mengontrol kerapatan doping, kita dapat
mendesain diode Zener agar memiliki tegangan patahan pada harga dari beberapa volt
sampai beberapa ratus volt. Kondisi penting yang dapat dimanfaatkan adalah
bagaimana diode ini dapat memberikan tegangan yang relatif konstan saat arus berubah-
ubah.

7.7 Model Rangkaian


Model listrik suatu piranti sering disebut model rangkaian yang tersusun atas rangkaian
ideal. Kita dapat membuat model ideal dari karakteristik nyata diode (lihat gambar 7.10
dan 7.11) dan menggunakannya untuk memprediksi karakteristiknya untuk aplikasi
praktis.

Diode Sambungan p-n 73


Å Å

Ã Ä Æ
Ä

½ ¾ ¿ À Á ¾ Â ¾

¶ · ¸ ¹ º » º ¼

Gambar 7.10 Karakteristik nyata diode

´ µ

Š ‹

˜ ™ š ™ ˜ › ™ œ  ž Ÿ   ž ¡

Œ  Ž   ‘ ’ “ ” ’ • ‘ ’ –  —  •

¢ £ ¤ ¥ ¦ § ¦ ¨ © ¦ ª « ¬ ­ ® ¯ ° ± ¯ ²

Gambar 7.11 Model ideal diode

Karakteristik penting diode adalah perbedaan yang ekstrem antara panjar maju
dan panjar mundur. Diode yang ideal memperlihatkan tidak adanya hambatan aliran
arus saat panjar maju dan terdapat hambatan yang besarnya tak terhingga pada panjar
mundur. Pada saat panjar mundur, dapat digambarkan seperti saklar yang sedang
terbuka (gambar 7.11-b) dan pada saat panjar mundur seperti saklar yang tertutup.
Saklar tersebut diilustrasikan seperti pada gambar 7.11-c, dengan segitiga
menggambarkan arah arus maju.

74 ELEKTRONIKA DASAR
ó

é ê ë ì í

ç è

ï ð ñ ò

ô õ

Ó Ô Õ Ö × Ø

Ù Ú Û Ü Ý Þ ß à á Ù ß Û â ã ä å á É Ê Ë Ì Í Î Ï Ð Ñ Ò Ñ Ò

Gambar 7.12 Diode semikonduktor

Pada diode semikonduktor, hanya diperlukan tegangan maju sebesar 0,3 V


(untuk germanium) atau 0,7 V (untuk silikon) untuk mengalirkan arus. Kombinasi
sebuah diode ideal dan sebuah sumber tegangan (lihar gambar 7.12-b) biasa digunakan
untuk menggambarkan kinerja sebuah diode. Jika arus jenuh pada diode berharga
cukup besar, maka keadaan ini harus diperhitungkan pada model. Salah satu cara untuk
menggambarkan keadaan tersebut dapat dibuat model dengan menambarkan satu
sumber arus dengan besar I o seperti diperlihatkan pada gambar 7.12-c.
Kurva karakteristik I-V untuk diode Zener dapat dibuat dengan bentuk linier
seperti diperlihatkan pada gambar 7.13. Pada saat panjar maju, arus mengalir dengan
bebas, hambatan maju sangat kecil dan dapat diabaikan. Pada tegangan panjar mundur
lebih besar dari tegangan patah, besarnya hambatan dapat diperkirakan dengan melihat
kurva pada gambar 7.13-b sebesar

∆v 12 − 10
RZ = = = 200
Ç

∆i 0,01 − 0

Pada model rangkaian diode terdapat sumber tegangan untuk menggambarkan bahwa
arus mundur tidak akan mengalir sampai tegangan negatif pada kaki diode melebihi
10V.

Diode Sambungan p-n 75


:
/ + , - .

8 9

6 7 7

; < =

   ! " # $ %
  

1 2 3 4 5

& )

& *

 

& '

& (

ö ÷ ø ù ú û ü ý þ ÿ þ ÿ
       
            

Gambar 7.13 Representasi model diode Zener.

>

? @ A B C B D E F D

G H L M N O P Q L

I R

Gambar 7.14 Karakteristik diode terowongan

7.8 Diode Terowongan (Tunnel Diode)


Jika konsentrasi doping dinaikkan, maka lebar daerah deplesi akan menipis dan
karenanya tinggi potensial penghalang akan menurun. Jika konsentrasi doping
dinaikkan lagi sehingga ketebalan darah deplesi menjadi lebih rendah dari 10 nm, maka
terjadi mekanisme konduksi listrik baru dan menghasilkan karakteristik piranti
elektronika yang unik.
Seperti telah dijelaskan oleh Leo Esaki pada tahun 1958, bahwa untuk potensial
penghalang yang sangat tipis menurut teori kuantum mekanik, elektron dapat
menerobos melewati potensial pengahalang (melalui terowongan) tanpa harus memiliki

76 ELEKTRONIKA DASAR
cukup energi untuk mendaki potensial tersebut. Karakteristik I-V dari ‘Diode Esaki”
diperlihatkan pada gambar 7.14. Terlihat bagaimana arus terowongan memberi
kontribusi terhadap arus yang mengalir terutama pada tegangan maju relatif rendah.
Arus terowongan akan naik dengan adanya kenaikan tegangan sampai efek dari
arus maju mulai memberi kontribusi. Setelah puncak arus I p dicapai, arus terowongan

menurun dengan adanya kenaikan tegangan arus injeksi mulai mendominasi. Arus
puncak I p dan arus lembah I V merupakan titik operasi yang stabil. Karena efek

terowongan merupakan penomena gelombang, transfer elektron terjadi dengan


kecepatan cahaya dan pergantian antara I p dan I V terjadi dengan cepat sehingga cocok

untuk aplikasi komputer. Lebih jauh antara I p dan I V terdapat daerah dimana

hambatan r = dV / dI berharga negatif yang dapat digunakan untuk osilator dengan


frekuensi sangat tinggi.

Diode Sambungan p-n 77


8 RANGKAIAN PENYEARAH

8.1 Pendahuluan
Peralatan kecil portabel kebanyakan menggunakan baterai sebagai sumber dayanya,
namun sebagian besar peralatan menggunakan sember daya AC 220 volt - 50Hz. Di
dalam peralatan tersebut terdapat rangkaian yang sering disebut sebagai adaptor atau
penyearah yang mengubah sumber AC menjadi DC. Bagian terpenting dari adaptor
adalah berfungsinya diode sebagai penyearah (rectifier). Pada bagian ini dipelajari
bagaimana rangkaian dasar adaptor tersebut bekerja.

8.2 Penyearah Diode Setengah Gelombang


Perhatikan rangkaian pada gambar 8.1-a, dimana sumber masukan sinusoida
dihubungkan dengan beban resistor melalui sebuah diode. Untuk sementara kita
menganggap keadaan ideal, dimana hambatan masukan sinusoida sama dengan nol dan
diode dalam keadaan hubung singkat saat berpanjar maju dan keadaan hubung terbuka
saat berpanjar mundur.
Besarnya keluaran akan mengikuti masukan saat masukan berada di atas “tanah”
dan berharga nol saat masukan di bawah “tanah” seperti diperlihatkan pada gambar 8.1-
b. Jika kita ambil harga rata-rata bentuk gelombang keluaran ini untuk beberapa
periode, tentu saja hasilnya akan positif atau dengan kata lain keluaran mempunyai
komponen DC.
Kita juga melihat komponen AC pada keluaran. Kita akan dapat mengurangai
komponen AC pada keluaran jika kita dapat mengusahakan keluaran positif yang lebih
besar, tidak hanya 50% seperti terlihat pada gambar 8.1-b..

78 ELEKTRONIKA DASAR
      

   

     


     

Gambar 8.1 Penyearah setengah gelombang

% &

'

&

- . / 0 1 2 1 3

" " # $

( ) * + ,

 

Gambar 8.2 Rangkaian penyearah gelombang penuh

8.3 Penyearah Diode Gelombang Penuh


Terdapat cara yang sangat sederhana untuk meningkatkan kuantitas keluaran positip
menjadi sama dengan masukan (100%). Ini dapat dilakukan dengan menambah satu
diode pada rangkaian seperti terlihat pada gambar 8.2. Pada saat masukan berharga
negatif maka salah satu dari diode akan dalam keadaan panjar maju sehingga
memberikan keluaran positif. Karena keluaran berharga positif pada satu periode
penuh, maka rangkaian ini disebut penyearah gelombang penuh.
Pada gambar 8.2 terlihatbahwa anode pada masing-masing diode dihubungkan
dengan ujung-ujung rangkaian sekunder dari transformer. Sedangkan katode masing-
masing diode dihubungkan pada titik positif keluaran. Beban dari penyearah
dihubungkan antara titik katode dan titik center-tap (CT) yang dalam hal ini digunakan
sebaga referensi atau “tanah”.

Rangkaian Penyearah 79
D E F G

A C

A B

> ? @

< =

5 6 7 8 9 : 9 ;

Gambar 8.3 Keluaran dari penyearah gelombang penuh

Mekanisme terjadinya konduksi pada masing-masing diode tergantung pada


polaritas tegangan yang terjadi pada masukan. Keadaan positif atau negatif dari
masukan didasarkan pada referensi CT. Pada gambar 8.3 nampak bahwa pada setengah
periode pertama misalnya, v1 berharga positif dan v2 berharga negatif, ini
menyebabkan D1 berkonduksi (berpanjar maju) dan D2 tidak berkonduksi (berpanjar
mundur). Pada setengah periode ini arus i D1 mengalir dan menghasilkan keluaran yang
akan nampak pada hambatan beban.
Pada setengah periode berikutnya, v2 berharga positif dan v1 berharga negatif,
menyebabkan D2 berkonduksi dan D1 tidak berkonduksi. Pada setengah periode ini
mengalir arus i D 2 dan menghasilkan keluaran yang akan nampak pada hambatan beban.
Dengan demikian selama satu periode penuh hambatan beban akan dilewati aris i D1 dan
i D 2 secara bergantian dan menghasilkan tegangan keluaran DC.

8.4 Penyearah Gelombang Penuh Model Jembatan


Penyearah gelombang penuh model jembatan memerlukan empat buah diode. Dua
diode akan berkondusi saat isyarat positif dan dua diode akan berkonduksi saat isyarat

80 ELEKTRONIKA DASAR
negatif. Untuk model penyearah jembatan ini kita tidak memerlukan transformator
yang memiliki center-tap.
Seperti ditunjukkan pada gambar 8.4, bagian masukan AC dihubungkan pada
sambungan D1-D2 dan yang lainnya pada D3-D4. Katode D1 dan D3 dihubungkan
degan keluaran positif dan anode D2 dan D4 dihubungkan dengan keluaran negatif
(tanah).
Misalkan masukan AC pada titik A berharga positif dan B berharga negatif,
maka diode D1 akan berpanjar maju dan D2 akan berpanjar mundur. Pada sambungan
bawah D4 berpanjar maju dan D3 berpanjar mundur. Pada keadaan ini elektron akan
mengalir dari titik B melalui D4 ke beban , melalaui D1 dan kembali ke titik A.
Pada setengah periode berikutnya titik A menjadi negatif dan titik B menjadi
positif. Pada kondisi ini D2 dan D3 akan berpanjar maju sedangkan D1 dan D4 akan
berpanjar mundur. Aliran arus dimulai dari titik A melalui D2, ke beban, melalui D3
dan kembali ke titik B. Perlu dicatat di sini bahwa apapun polaritas titik A atau B, arus
yang mengalir ke beban tetap pada arah yang sama.

O P

Z [

] ^ _ ` a b a c

L L M N

Q R S T U
V
H I J

W X Y

Gambar 8.4 Penyearah gelombang penuh model jembatan

Rangkaian jembatan empat diode dapat ditemukan di pasaran dalam bentuk


paket dengan berbagai bentuk. Secara prinsip masing-masing bentuk mempunyai dua
terminal masukan AC dan dua terminal masukan DC.

8.5 Penyearah Keluaran Ganda


Pada berbagai sistem elektronik diperlukan sumber daya dengan keluaran ganda
sekaligus, positif dan negatif terhadap referensi (tanah). Salah satu bentuk rangkaian
penyearah gelombang penuh keluaran ganda diperlihatkan pada gambar 8.5. Perhatikan
bahwa keluaran berharga sama tetapi mempunyai polaritas yang berkebalikan.

Rangkaian Penyearah 81
Diode D1 dan D2 adalah penyearah untuk bagian keluaran positif. Keduanya
dihubungkan dengan ujung transformer. Diode D3 dan D4 merupakan penyearah untuk
keluaran negatif. Titik keluaran positif dan negatif diambil terhadap CT sebagai
referensi atau tanah.

{ |

o p x

y w

v z

k k l m n

h i

e f g v w

r s

t u

Gambar 8.5 Penyearah keluaran ganda

Misalkan pada setengah periode titik atas transformer berharga positif dan
bagian bawah berharga negatif. Arus mengalir lewat titik B melalui D4, R L 2 , R L1 , D1
dan kembali ke terminal A transformator. Bagian atas dari R L1 menjadi positif
sedangkan bagian bawah R L 2 menjadi negatif.
Pada setengah periode berikutnya titik atas transformer berharga negatif dan
bagian bawah berharga positif. Arus mengalir lewat titik A melalui D3, R L 2 , R L1 , D2
dan kembali ke terminal B transformator. Bagian atas dari R L1 tetap akan positif
sedangkan bagian bawah R L 2 berpolaritas negatif. Arus yang lewat R L1 dan R L 2
mempunyai arah yang sama menghasilkan tegangan keluaran bagian atas dan bagian
bawah pada R L1 dan R L 2 .

8.6 Tapis (Filter)


Pada prinsipnya yang diinginkan pada keluaran penyearah adalah hanya
komponen DC, maka perlu adanya penyaringan untuk membuang komponen AC.

82 ELEKTRONIKA DASAR
Secara praktis kita dapat memasang sebuah kapasitor besar pada kaki-kaki beban,
karana kapasitor dapat bersifat hubung terbuka untuk komponen DC dan mempunyai
impedansi yang rendah untuk komponen AC.

‹ Œ

Š †

• – — ˜ ™ š ›

‡
ˆ

Ž   ‘ ’ “ ”

… †‡ˆ

} ~  €  ‚  ƒ „

Gambar 8.6 Arus beban sebagai fungsi dari tegangan keluaran untuk tapis-C dan tapis-L

Berdasarkan jenis komponen yang digunakan, tapis penyearah dapat


dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama dilakukan dengan memasang
kapasitor atau disebut sebagai tapis kapasitor atau tapis masukan-C. Kelompok lain
dilakukan dengan memasang induktor atau kumparan disebut sebagai tapis induktif atau
tapis masukan-L. Keluaran tapis-C biasanya mengalami penurunan saat beban
meninggi. Sedangkan tapis-L cenderung mempertahankan keluaran pada harga yang
relatif konstan. Namun demikian tegangan keluaran tapis-L relatif lebih rendah
dibandingkan tapis-C. Gambar 8.6 memperlihatkan hubungan besarnya tegangan
keluaran sebagai fungsi dari arus beban untuk tapis-C dan tapis-L.

8.6.1 Tapis Kapasitor


Tapis kapasitor sangat efektif digunakan untuk mengurangi komponen AC pada
keluaran penyearah. Pertama akan kita lihat karakter kapasitor sebagai tapis dengan
memasang langsung pada keluaran penyearah tanpa memasang beban.

a. Penyearah Tanpa Beban


Rangkaian tanpa beban dengan pemasangan kapasitor beserta bentuk keluarannya
diperlihatkan pada gambar 8.7. Saat sumber tegangan (masukan) dihidupkan, satu
diode berkonduksi dan keluaran berusaha mengikuti tegangan transformator. Pada

Rangkaian Penyearah 83
kondisi ini tiba-tiba tegangan kapasitor menjadi besar dan arus yang mengalir menjadi
besar (dalam ini, i = C dv / dt; dv / dt = ∞ ). Saat masukan membesar keluaran juga
akan membesar, namun saat masukan menurun tegangan kapaasitor atau keluaran tidak
mengalami penurunan tegangan karena tidak ada proses penurunan tegangan. Dalam
keadaan ideal ini, tegangan keluaran DC akan sama dengan tegangan puncak masukan
dan akan ditahan untuk seterusnya.

£ ¤

¦ § ¨ © ª « ª ¬

    ¡ ¢

a)
œ 

ž Ÿ

¯ ° ± ² ³ ´ ³ µ

b)
­ ® ¶ ·

Gambar 8.7 Penyearah tanpa beban : a) Rangkaian dengan tapis kapasitor dan
b) bentuk keluaran

Beberapa implikasi dari anggapan ideal tersebut adalah:


i) Arus dari transformr tergantung pada hambatan kumparan dan mungkin
tergantung pada kemampuan magnet dari intinya, sehingga kemungkinan
tegangan keluarannya berubah-ubah.
ii) Diode bukan konduktor yang sempurna saat berpanjar maju, untuk silikon
biasnya akan mengalami penurunan tegangan sekitar 0,6 sampai dengan 1,0
volt dan juga bukan merupakan isolator yang sempurna saat berpanjar
mundur.
iii) Tegangan kapasitor biasanya meluruh, baik karena adanya penurunan arus
yang terambil melalui beban atau karena terjadi kebocoran pada kapasitor
sendiri atau pada diode.

84 ELEKTRONIKA DASAR
b. Penyearah Setengah Gelombang Dengan Beban Dan Tapis Kapasitor
Pada gambar 8.8-a kita menambahkan sebuah kapasitor sebagai tapis pada penyearah
setengah gelombang. Pada setengah periode positif (1), diode berpanjar maju dan arus
mengalir dari B menuju A melewati C, beban dan diode. Kapasitor C akan dengan
cepat terisi seharga tegangan puncak masukan, pada saat yang sama arus juga mengalir
lewat beban. Arus awal yang mengalir pada diode biasanya berharga sangat besar
kemudian berikutnya akan mengalami penurunan (lihat gambar 8.8-b).

¼ ½ ¾ ¿ À Á Â Ã Â Ä

Ê Ë Ì Å Æ Ç È É

¹ ¹ º »

a)

Tegangan
masukan

Tegangan diode

b)

Arus diode, Id

Gambar 8.8 Penyearah setengah gelombang dengan tapis kapasitor: a) Rangkaian


dasar dan b) bentuk isyarat masukan, tegangan diode, tegangan keluaran,
arus beban dan arus diode.

Rangkaian Penyearah 85
Pada saat masukan negatif (2) diode berpanjar mundur. Pada kondisi ini diode
tidak berkonduksi dan tegangan pada C akan dilucuti melalui hambatan R L . Hasilnya

berupa arus pelucutan yang mengalir lewat C dan R L . Dengan demikian walaupun
diode dalam kondisi tidak berkonduksi, resistor R L tetap mendapatkan aliran arus
pengosongan kapasitor tersebut. Akibatnya, tegangan pada R L akan tetap terjaga pada
harga yang relatif tinggi.
Proses pengosongan C terus berlanjut sepanjang periode negatif. Menjelang
akhir setengah periode negatif terjadi penurunan keluaran dengan harga V RL terendah
sebelum akhirnya periode positif berikutnya datang. Kemudian diode akan berpanjar
maju lagi dan C mengalami proses pengisian lagi. Dalam proses pengisian ini
diperlukan arus diode (Id ) yang lebih rendah. proses di atas akan terus berulang pada
periode positif dan negatif berikutnya.
Efektivitas kapasitor sebagai tapis tergantung pada beberapa faktor, diantaranya
adalah :
1. Kapasitas/ukuran kapasitor
2. Nilai beban RL yang dipasang
3. Waktu
Ketiga faktor tersebut mempunyai hubungan

T = R×C (8.1)

dimana T adalah waktu dalam detik, R adalah hambatan dalam ohm dan C adalah
kapasitansi dalam farad. Perkalian RC disebut sebagai “konstanta waktu” merupakan
ukuran seberapa cepat tegangan dan arus tapis (kapasitor) merespon perubahan pada
masukan. Kapasitor akan terisi sampai sekitar 62,2% dari tegangan yang dekenakan
selama satu konstanta waktu. Demikian saat dikosongkan selama satu konstanta waktu,
maka tegangan kapasitor akan turun sebanyak 62,2%. Untuk mengisi kapasitor sampai
penuh diperlukan waktu sekitar 5 kali konstanta waktu.
Tapis kapasitor seperti pada gambar 8.8 akan terisi dengan cepat selama periode
positif pertama. Namun kecepatan pengosongan C akan sangat tergantung pada harga
R L . Jika R L berharga rendah proses pengosongan akan berlangsung dengan cepat,
sebaliknya jika R L berharga besar proses pengosongan akan berlangsung lebih lambat.

86 ELEKTRONIKA DASAR
Tapis yang baik adalah jika proses pengosongan berlangsung lambat sehingga VRL
mengalami sedikit perubahan. Tapis-C akan bekerja dengan baik jika R L berharga

relatif tinggi. Jika R L berharga rendah, yaitu jika penyearah mengalami pembebanan
yang terlalu berat, maka tegangan “riak” (ripple) akan lebih nampak pada keluarannya.

c. Penyearah Gelombang Penuh Dengan Beban Dan Tapis Kapasitor


Seperti halnya pada penyearah setengah gelombang, pada gambar 8.9-a kita tambahkan
satu diode dan resistor R L sebagai beban pada rangkaian keluaran. Keluaran masih
ditarik dari puncak v1 (atau v2) saat v1 (atau v2) mencapai harga tegangan ini. Namun
demikian saat v1 dan v2 berharga rendah, C akan berusaha pada kondisi termuati dan
kemudian kedua diode akan hubung terbuka seperti pada penyearah setengah
gelombang. Selanjutnya C akan dilucuti dengan arus i = v / R L , sehinga akan
kehilangan muatan menurut

dq v
=i=− (8.2)
dt RL

dan mengalami penurunan tegangan menurut

dv 1 dq v
= ⋅ =− . (8.3)
dt C dt RL C

Untuk penyearah gelombang penuh ini, proses pengosongan tegangan hanya


berlangsung paling tidak 1
2 T = 10 ms , saat diode yang lainnya mulai berkonduksi. Jika

harga konstanta waktu R L C cukup besar dibandingkan dengan periode T, penurunan


tegangan akan relatif kecil dibandingkan harga v mula-mula.

Rangkaian Penyearah 87
Ø

× Ø

a)
Ý Þ ß à á â á ã
ä

Ô Ô Õ Ö

Ü
Ú Û

Ð Ñ

Ò Ó

å æ ç è é ê é ë ì æ ë í æ î é ï é ë
ô õ ö ÷ ø ù ø ú ú û ø ü ø

b)

ð ñ ò ó

Gambar 8.9 Penyearah gelombang penuh dengan beban: a) Rangkaian dengan


pemasangan tapis kapasitor dan beban resistor R L dan b) Bentuk isyarat
keluaran.

Sebagai gambaran, misalnya transformator yang digunakan memberikan


tegangan puncak ± 10 V(p), C = 100 Í Î , R L = 1 k . Dengan demikian dv/dt = v/RLC
Ï

= 10 × 10 −9 × 10 4 = 100 V/s . Dalam 1


2
T = 10 ms , tegangan output turun sekitar 1 volt
atau sekitar 10%.
Dari gambaran di atas dapat diperkirakan bahwa besarnya tegangan riak (ripple)
pada keluaran cukup besar dan mengganggu, karena terjadi penurunan dv/dt saat v
mengalami penurunan akibat proses pengosongan tidak berlangsung sampai penuh
1
2
T = 10 ms (llihat gambar 8.9-b). Pada contoh di atas, hasil perhitungan menunjukkan
bahwa proses pengosongan dimulai sekitar 0,3 ms setelah puncak dan selesat 1,4 ms
sebelum puncak.

88 ELEKTRONIKA DASAR
d. Komponen DC dan Tegangan Riak
Misalkan pada gambar 8.9 kita mempunyai
v1 = A sin ω t ,
v 2 = − A sin ω t ,
dimana ω = 2π × 50
Kita berasumsi bahwa tegangan keluaran mencapai puncak A bersamaan dengan
masukan, dan mengalami penurunan menurut

v
dv / dt = −
RL C (8.4)
≈ − A / RL C

untuk setengah-periode penuh (full half-period), dibandingkan dengan harga prediksi


praktis sebesar 65-95% dari setengah periode. Besarnya keluaran akan berada pada
harga ` δv yang diberikan oleh

δv = (dv / dt ) × (12 T )
A 1 (8.5)
≅ ×
RL C 2 f
dengan demikian tegangan riak (ripple) puncak-ke-puncak dapat dituliskan sebagai
prosentase tegangan keluaran, diberikan oleh

% riak ( ripple) = 100 (δv / A)

≅ 100 / (2 R L C f ) (8.6)

Besarnya tegangan keluaran (rata-rata) secara jelas bukan A , tetapi kira-kira


berharga A − 12 δv . Dengan demikian jika beban keluaran meningkat maka tegangan
riak juga meningkat dan rata-rata tegangan keluaran akan menurun.
Misalnya sebuah penyearah gelombang penuh menggunakan tapis kapasitor 100
dengan beban 100 Ω. Persentase tegangan riak adalah
ý þ

100 / (2 × 10 2 × 10 −3 × 50 ) = 10%

Rangkaian Penyearah 89
yaitu, tegangan DC turun 5% dan harga tegangan akan berubah-ubah pada harga 90% -
100% dari nilai puncak. Jika penyearah hanya mendapatkan beban yang rendah,
pendekatan di atas dapat kita gunakan. Namun jika beban terlalu besar maka diperlukan
pendekatan baru seperti akan dibahas pada bagian berikut ini.

e. Penyearah Komponen Non-Ideal


Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari penyearah dengan menganggap semua
komponen dalam keadaan ideal. Pada kenyataannya beberapa hal perlu diperhatikan,
misalnya efek dari hambatan kumparan. Faktor ini berpengaruh terhadap besarnya
tegangan DC maupun tegangan riak keluaran. Besarnya arus konduksi sesaat diode
adalah

i D = (v t − v D − v o ) / R (8.7)
dimana
v t = tegangan sesaat transformator hubung-terbuka

v D = tegangan diode (≅ 0,8 volt)

v o = tegangan keluaran (pada kapasitor)


R = hambatan kumparan

        

ÿ  

ω 

" #

          
      !   

Gambar 8.10 Bentuk isyarat keluaran untuk beberapa variasi arus diode

90 ELEKTRONIKA DASAR
Nampak jelas bahwa saat arus beban meningkat, v o harus mengalami penurunan
untuk menaikkan arus diode. Ini juga berarti bahwa diode akan berkonduksi lebih lama.
Sekarang v o tidak lagi mencapai harga puncak transformator (lihat gambar 8.10,
memperlihatkan isyarat keluaran untuk variasi arus diode).

8.6.2 Tapis Induktor


Induktor adalah komponen elektronika yang memiliki kemampuan untuk menyimpan
dan melepaskan energi. Penyimpanan energi dilakukan dengan mengalirkan arus dan
mengubahnya menjadi medan magnet. Kenaikan arus yang mengalir pada induktor
mengakibatkan naiknya medan magnet. Penurunan arus pada induktor mengakibatkan
jatuhnya harga medan magnet dan energi akan terlepas.
Kemampuan induktor untuk menyimpan dan melepaskan energi dapat
digunakan untuk proses penyaringan. Tegangan induksi karena adanya perubahan
medan magnet akan dilawan oleh kenaikan arus yang mengalir melalui induktor.
Penurunan arus yang mengalir akan mendapatkan reaksi yang sama. Pada prinsipnya,
induktor akan berusaha melawan terjadinya perubahan arus yang melaluinya. Tapis-L
sangat cocok untuk penyearah dengan arus beban yang besar (lihat gambar 8.6).
Penyearah dengan tapis-L diperlihatkan pada gambar 8.11, dimana induktor
cukup dipasang secara seri dengan diode dan beban. Arus yang masuk pada beban akan
selalu melewati induktor. Tapis-L tidak menghasilkan tegangan keluaran setinggi yang
dihasilkan tapis-C. Induktor cenderung akan menahan arus pada harga rata-ratanya.
>

< =

? @

9 :

, -

. / 0 1 2 3 2 4 5 6 7 5 /

$ % & ' ( ) ( * +

Gambar 8.11 Penyearah dengan tapis-L

Rangkaian Penyearah 91
Secara praktis induktor tunggal jarang digunakan sebagai tapis. Kombinasi LC
lebih banyak digunakan, yaitu dengan memasang seri antara induktor dan kapasitor
yang dihubungkan secara paralel dengan beban (lihat gambar 8.12). Induktor akan
mengontrol perubahan besar pada arus beban sedangkan kapasitor digunakan untuk
menjaga tegangan keluaran pada harga yang konstan. Kombinasi LC ini dapat
menghasilkan tegangan keluaran DC yang relatif lebih halus.

X Y

[ \ ]

U V

H I

J K L M N O N P Q R S Q K

A B C D E F E G

Gambar 8.12 Penyearah dengan tapis LC

^ _ ` a _ b c b d

e f g h i f j k l m n o p q r s u v w x

Gambar 8.13 Tapis-LCL (Pi)

92 ELEKTRONIKA DASAR
8.6.3 Tapis-Pi
Penyearah Pi dibuat dengan menambahkan sebuah kapasitor pada penyearah tapis-LC.
Kedua kapasitor terhubung secara paralel dengan beban R L dan seri dengan induktor L.
Seperti terlihat pada gambar 8.13, penempatan komponen ini membentuk huruf Yanani
pi (Π) sesuai dengan nama tapis ini.
Pengoperasian tapis-pi dapat dipahami dengan melihat L dan C2 sebagai tapis
LC. Bagian rangkaian ini berfungsi sebagai tegangan keluaran dari input tapis C1.
Sedangkan C1 terisi oleh puncak masukan penyearah. Tentu saja keluaran ini akan
memiliki tegangan riak identik dengan tapis-C. Tegangan ini diumpankan ke C2
melalui induktor L. C2 kemudian menahan muatannya pada intervaal waktu sesuai
konstanta waktu R L C 2 . Hasil ini akan mendapatkan proses penyaringan lebih lanjut
oleh L dan C2. Dengan demikian tegangan riak pada tapis ini akan jauh lebih rendah
dibandingkan dengan tapis-C tunggal. Namun demikian terdapat penurunan tegangan
keluaran akibat melewati induktor L.

8.6.4 Tapis-RC
Jika diinginkan pemasangan tapis yang lebih sederhana makan tapis-pi dapat digantikan
dengan tapis-RC. Seperti diperlihatkan pada gambar 8.14, untuk membuat tapis-RC
cukup dengan mengganti induktor pada tapis-pi dengan sebuah resistor. Ini sangat
praktis mengingat induktor mempunyai bentuk fisik yang lebih besar, lebih berat dan
berharga jauh lebih mahal. Namun kualitas tapis-RC tidak sebagus tapis-pi, biasanya
terjadi penurunan keluaran DC dan terjadi kenaikan tegangan riak.

y z { | z } ~ }  ’ “ ”

— ˜
€  ‚ ƒ „  … † ‡ ˆ ‰ Š ‹ Œ  Ž  

Gambar 8.14 Rangkaian penyearah dengan tapis-RC

Rangkaian Penyearah 93
Dalam pengoperasiannya, C1 termuati oleh keluaran penyearah jembatan sampai
pada harga puncak. Saat masukan dari penyearah mengalami penurunan, maka akan
terjadi proses pengosongan C1`melalui resistor R dan R L . Penurunan tegangan pada R
akan menurunankan tegangan keluaran. Kapasitor C2 akan termuati pada harga puncak
tegangan R L . Besarnya tegangan DC tapis akan tergantung pada besarnya arus beban.
Arus beban yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tegangan pada R semakin menurun.
Pada prakteknya tapis-RC digunakan untuk catu daya dengan arus beban kurang dari
100mA.

8.7. Regulasi Tegangan


Keluaran tegangan DC dari penyearah tanpa regulasi mempunayi kecenderungan
berubah harganya saat dioperasikan. Adanya perubahan pada masukan AC dan variasi
beban merupakan penyebab utama terjadinya ketidakstabilan. Pada sebagian peralatan
elektronika, terjadinya perubahan catu daya akan berakibat cukup serius. Untuk
mendapatkan pencatu daya yang stabil diperlukan regulator tegangan. Blok diagram
seperti diperlihatkan pada gambar 8.15 memperlihatkan dimana regulasi tegangan
dipasang.

« ¬ ­ ® ¯ ° ± ¬ ² ­ ³ ± ¬ ´ µ ¶ · µ ¸ ¹ ¸ º

Ì Í Î Ï Ð Ñ Î Ï Ò Ó Ô Õ Ö
š › œ  ž › Ÿ   ¡ ¢ £ ¤ ¥ ¦ § ¨ © ª

×
» ¼ ½ ¾ ¿ À ¿ Á Â Ã Ä Å Æ Ç È É Ê

Ó Ø Õ Ù Õ Ú Õ Ö

È Ã Ä Ç Ë Ä Ç Ë

Gambar 8.15 Blok diagram penyearah dengan regulator

 

÷ ø ù ú û ü ý ø þ ù ÿ ý ø        

         
Û Ü Ý Þ ß Ü à á â ã ä

î ï ð ñ ò ó ô õ ö
 
       

å æ ç è ç é ç ê ë ì

Gambar 8.16 Pemasangan diode zener sebagai regulator tegangan

94 ELEKTRONIKA DASAR
Sejumlah rangkaian regulator sudah digunakan untuk meningkatkan kualitas
catu daya. Salah satu cara yang paling banyak digunakan adalah dengan memasang
diode zener seperti diperlihatkan pada gambar 8.16. Diode zener dipasang paralel atau
shunt dengan R L . Regulator ini hanya memerlukan sebuah diode zener terhubung seri
dengan resistor RS . Perhatikan bahwa diode zener dipasang dalam posisi berpanjar
mundur. Dengan cara pemasangan ini, diode zener hanya akan berkonduksi saat
tegangan mundur mencapai tegangan patah (break-down).

*
+ ,

% '

# $
- . / 0

& & ( )

"

Gambar 8.17 Rangkaian pencatu daya dengan regulator zener

Skema pencatu daya dengan regulasi diode zener diperlihatkan pada gambar
8.17. Penyearah berupa rangkaian diode bentuk jembatan dengan proses penyaringan
dengan tapis-RC. Resistor seri pada rangkaian ini berfungsi ganda. Pertama, resistor
ini menghubungkan C1 dan C2 sebagai rangkaian tapis. Kedua, resistor ini berfungsi
sebagai resistor seri untuk regulator. Diode zener dapat dipasang dengan sebarang
harga tegangan patah, misalnya sebesar 9 V.

Rangkaian Penyearah 95
9 TRANSISTOR

9.1 Dasar-dasar Transistor


Pada bab sebelumnya telah dikenalkan karakteristik dasar diode, sebuah piranti dua
terminal (karenanya disebut di-ode) beserta aplikasinya. Pada bagian ini akan kita
pelajari karakteristik piranti tiga terminal atau lebih dikenal sebagai “transistor”. Pada
bagian ini kita akan pertama-tama membahas transistor bipolar atau BJT (bipolar
junction transistor). Berikutnya akan kita bahas transistor unipolar seperti misalnya
FET (field-effect transistor).
Dibandingkan dengan FET, BJT dapat memberikan penguatan yang jauh lebih
besar dan tanggapan frekuensi yang lebih baik. Pada BJT baik pembawa muatan
mayoritas maupun pembawa muatan minoritas mempunyai peranan yang sama
pentingnya.

    

Gambar 9.1 Diagram BJT : a) Jenis n-p-n dan b) Jenis p-n-p

96 ELEKTRONIKA DASAR
Terdapat dua jenis kontruksi dasar BJT, yaitu jenis n-p-n dan jenis p-n-p. Untuk
jenis n-p-n, BJT terbuat dari lapisan tipis semikonduktor tipe-p dengan tingkat doping
yang relatif rendah, yang diapit oleh dua lapisan semikonduktor tipe-n. Karena alasan
sejarah pembuatannya, bagian di tengah disebut “basis” (base), salah satu bagian tipe-n
(biasanya mempunyai dimensi yang kecil) disebut “emitor” (emitter) dan yang lainya
sebagai “kolektor” (collector). Secara skematik kedua jenis transistor diperlihatkan pada
gambar 9.1.
Tanda panah pada gambar 9.1 menunjukkan kaki emitor dan titik dari material
tipe-p ke material tipe-n. Perhatikan bahwa untuk jenis n-p-n, transistor terdiri dari dua
sambungan p-n yang berperilaku seperti diode. Setiap diode dapat diberi panjar maju
atau berpanjar mundur, sehingga transistor dapat memiliki empat modus pengoperasian.
Salah satu modus yang banyak digunakan disebut “modus normal”, yaitu sambungan
emitor-basis berpanjar maju dan sambungan kolektor-basis berpanjar mundur. Modus
ini juga sering disebut sebagai pengoperasian transistor pada “daerah aktif”.

2.2 Pabrikasi BJT


Pabrikasi BJT dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu struktur transistor-alloy melalui
difusi dan struktur transistor planar. Gambar 9.2-a menunjukkan struktur transistor-
alloy n-p-n. Kolektor terbuat dari chip semikonduktor tipe-n dengan ketebalan kurang
dari 1 mm2. Daerah basis dibuat dengan proses difusi kemudian dibuat kontak logam
untuk dihubungkan dengan kaki basis. Daerah emitor dibuat dengan teknik alloy pada
daerah basis. Sebagai hasilnya berupa sebuah pasangan sambungan p-n yang
dipisahkan oleh daerah basis kira-kira setebal kertas.
Untuk struktur planar (gambar 9.2-b), suatu lapisan tipe-n dengan tingkat doping
rendah ditumbuhkan di atas substrat n+ (tanda + menunjukkan tingkat doping sangat
tinggi). Setelah melalui proses oksidasi pada permukaan, sebuah jendela (window)
dibuka dengan proses penggerusan (etching) dan suatu pengotor (p) dimasukkan ke
kristal dengan proses difusi untuk membentuk sambungan (junction). Sekali lagi
setelah melalui reoksidasi, sebuah jendela kecil dibuka untuk proses difusi pembentukan
daerah emitor (n).

Transistor 97


   

d
a

     

P ] d

f g
] ^
F G H I J K Z S T [ Y \ S U
8 9 : ; < = 9 > _ ` _ d e

b c

? @ A B A

7
D
7

    

L M N O P Q R S T U V W X Y V P V W
! " # $ % & ' $ & % ( ! ) ) * + ( , - . / 0 1 2 3 0 2 1 4 5 6 7 6 1

Gambar 9.2 Trasisstor sambungan bipolar (BJT) jenis n-p-n.

Secara konvensional simbol transistor n-p-n diperlihatkan pada gambar 9.2-c


dilengkapi dengan tanda panah pada emitor yang menunjukkan aliran muatan positif.
Walaupun sebuah transistor n-p-n akan bekerja dengan kedua daerah n dapat berfungsi
sebagai emitor, namun karena kedua daerah mempunyai tingkat doping dan geometri
yang berbeda, maka daerah n yang dimaksud harus diberi label.

9.3 Pengoperasian Transistor


Pada gambar 9.3-a diperlihatkan keping horizontal transistor jenis n-p-n. Pengoperasian
transistor dapat diterangkan secara kualitatif dalam hal distribusi potensial pada
sambungan (gambar 9.3-b). Sambungan emitor berpanjar maju, dengan efek dari
tegangan panjar VEB terjadi penurunan tegangan penghalang pada sambungan emitor
dan memberi kesempatan pada elektron melakukan injeksi ke basis dimana pada daerah
ini miskin elektron (minoritas).
Sambungan kolektor berpanjar mundur; sebagai efek dari pemasangan tegangan
panjar VCB akan menaikkan potensial penghalang pada sambungan kolektor. Karena
daerah basis sangat tipis, hampir semua elektron yang terinjeksi pada basis tersapu ke
kolektor dimana mereka melakukan rekombinasi dengan lubang yang “disediakan”
dengan pemasangan baterai luar. (Sebenarnya terjadi pengambilan elektron oleh baterai
eksternal, meninggalkan lubang untuk proses rekombinasi).
Sebagai hasilnya terjadi transfer arus dari rangkaian emitor ke rangkaian
kolektor yang besarnya hampir tidak tergantung pada tegangan kolektor-basis. Seperti
akan kita lihat, transfer tersebut memungkinkan pemasangan hambatan beban yang
besar untuk mendapatkan penguatan tegangan.

98 ELEKTRONIKA DASAR
h i j k l m n o p q p r s t u v w s x

~ 
| }

y z {

¸ ¹

³
½

µ ¶
» ¼

· ¾
º
´

§ ¨ © ª « ¬ ­ ® ¯ ® ° ¨ ¬ ± ¨ ²

… † ‡ ˆ ‰ ‡ Š ‰ ‡ ‹ ‰ Œ

ž Ÿ   ¡ Ÿ ¡ Ÿ   ¢ Ÿ £

ƒ „ ƒ

¥ ¦
» ¼

€  €

¤
œ 

 Ž   ‘ ’ “ ” ‘ Ž • ’ ‘ – — “ ˜ ™ ’ ‘ š ›

Gambar 9.3 Pengoperasian transistor jenis n-p-n

¿ À Á Â Ã Ä Å Æ Ç È Ç É Ê Ë Ì Í Î Ê Ï

Ð  

α
 

γ
Ø Ù

û ü ý þ ÿ  

α γ
ß
Þ
Ú Ü Ý

Þ ß

 

é ê ë ì í î ï ð ñ ò ï

γ
Ú Û Ü Ý
Ú Û Ü Ý Þ ß

Ñ Ò Ó Ô Õ Ö

ó ô î ñ ð õ ö ÷ ø ù

α
à á â ã ä å æ ç è

Gambar 9.4 Skema pergerakan pembawa muatan pada pengoperasian transistor n-p-n.

Transistor 99
9.4 Karakteristik DC
Karakteristik DC dari BJT dapat diprediksi dengan melihat aliran pembawa muatan
melewati sambungan dan ke basis. Dengan sambungan emitor berpanjar maju dan
sambungan kolektor berpanjar mundur (biasa disebut operasi normal, pengoperasian di
daerah aktif), gerakan pembawa muatan pada transistor n-p-n seperti diskemakan pada
gambar 9.4.
Komponen terbesar dari arus emitor iE terdiri atas elektron yang mengalir
melewati penurunan tegangan potensial ( Vo − VEB ) ke sambungan emitor-basis.

Efisiensi emitor (γ) berharga mendekati satu sehingga arus hampir terdiri atas semua
elektron yang terinjeksi dari emitor. Komponen lain adalah aliran lubang dari basis
yang juga difasilitasi oleh penurunan tegangan penghalang tersebut. Daerah basis
memiliki tingkat doping yang lebih rendah dibandingkan daerah emitor, sehingga arus
lubang relatif lebih rendah. Kedua jenis muatan mengalir melalui proses difusi.
Elektron yang “terinjeksi” dari emitor ke basis dapat mengalir melalui
sambungan emitor-basis secara bebas karena beberapa sebab
i) tidak ada tegangan yang melawannya,
ii) hanya terdapat jarak yang pendek pada daerah basis (tipis) dan
iii) hanya terdapat jumlah lubang yang relatif rendah sehingga tidak banyak
elektron yang tertangkap lubang dan hilang, yaitu dengan proses
rekombinasi.
Dengan proses pabrikasi transistor yang benar, kurang lebih 99 - 99,9% elektron
yang terinjeksi berhasil mencapai sambungan basis-kolektor (faktor α biasanya
berharga sekitar 0,98). Elektron tersebut tidak mengalami kesulitan akibat penurunan
tegangan penghalang.
Arus elektron α iE mendominasi besarnya arus kolektor. Komponen lain dari
arus kolektor berupa arus drift melewati sambungan kolektor-basis dari pembawa
muatan minoritas hasil generasi termal. Jika kita memasang tegaangan v EB pada
sambungan emitor-basis, kita menginjeksi arus yang diberikan oleh persamaan arus
diode

( )
− iE = I CBO e − vEB /VT − 1 (9.1)

100 ELEKTRONIKA DASAR


dimana VT = 25 mV pada temperatur ruang. I CBO adalah penulisan yang benar namun

biasanya lebih sering ditulis sebagai I o . Fuge factor (η) untuk transistor biasanya tidak

diperlukan. Tanda negatif hanya untuk memenuhi perjanjian konvensional, tidak perlu
terlalu dirisaukan. Harga arus iE sangat tergantung pada tegangan v EB .

Sebagian besar elektron mencapai kolektor atau

iC ≈ −α iE (9.2)

dimana α ≈ 1 . Arus lain sebesar

iE − (α iE ) = iE (1 − α )

terlihat sebagai arus basis

iB = −iE (1 − α )
iC
=
α
1−α
iC
=
β
yaitu
iC = β iB (9.3)

β disebut penguatan arus (current gain), dimana harganya akan sangat bervariasi dari
satu transistor ke yang lain walaupun mempunyai seri dan tipe yang sama. β d apat
berharga serendah 20 dan dapat berharga setinggi 2000, namun biasanya berharga
sekitar 100-200.

Transistor 101
β


  

β
  

Gambar 9.5 Konfigurasi emitor bersama

Untuk rangkaian transistor seperti terlihat pada gambar 9.5, kita melihat bahwa
v EB mengontrol arus emitor (β + 1)iB , tetapi hanya mencatu arus basis iB yang relatif
rendah. Karena terminal emitor dipakai bersama oleh v EB dan vCE , maka ragkaian
tersebut disebut konfigurasi emitor-bersama (common-emitter configuration).
Besarnya arus kolektor sepenuhnya tergantung pada tegangan kolektor,
sepanjang sambungan kolektor-basis berpaanjar mundur. Karenanya arus iC dapat

ditempatkan pada resistor RL menghasilkan tegangan iC RL yang dapat berharga


beberapa volt. Transistor dapat difungsikan untuk penguat arus, tengangan dan daya.
Ini akan kita lihat lebih lanjut pada bagian selanjutnya.
Hubungan antara iC dan v EB dapat diukur dengan mudah sama seperti halnya

hubungan antara iE dan v EB . Gambar 9.6 menunjukkan plot iC dan v EB untuk dua tipe
transistor yang relatif murah dalam skala semilogaritmik (linier-logaritma). Nampak
bahwa kedua transistor menunjukkan karakteristik eksponensial.
Perlu diperhatikan bahwa v EB adalah tegangan dari emitor ke basis, yaitu

v EB = v E − v B

hal yang sama untuk v BE adalah tegangan dari basis ke emitor

v BE = v B − v E
dan juga
vCE = vC − v E

102 ELEKTRONIKA DASAR


b c

G H I J J K I

L M N O P

` a

g h i j k l m n o

p q r s

d e f
Q R S T U V W X Y



Z [

] ^ _

 

& '

D E F

6 7 6 8

@ A B

$ %

9 : ; < = > ? 9

! " #
+ , - ( ) *   

. / . 0 1 2 3

4 5

Gambar 9.6 Hubungan antara iC dan v EB untuk transistor jenis 2N3053 dan BC 107
dalam skala semilogaritmik.

Pada bab ini telah kita pelajari karakteristik dasar transistor, setidaknya beberapa
hal penting berikut ini pperlu untuk diingat:
i) Arus emitor ditentukan oleh tegangan emitor-basis dan keduanya memiliki
hubungan eksponensial.
ii) Arus kolektor berharga hampir sama dengan arus emitor dan hampir tidak
dipengaruhi oleh tegangan kolektor (jika vCB ≥ 0 ).
iii) Arus basis merupakan fraksi kecil dari arus kolektor dengan faktor
β = iC / iB , dimana β adalah merupakan konstanta untuk suatu transistor

tertentu.

Transistor 103
KARAKTERISTIK
10 TRANSISTOR

10.1 Dasar Pengoperasian BJT


Pada bab sebelumnya telah dibahas dasar pengoperasian BJT, utamannya untuk kasus
saat sambungan kolektor-basis berpanjar mundur dan sambungan emitor-basis berpanjar
maju. Arus emitor sebagai fungsi dari tegangan emitor-basis sebagai

− iE = I o [exp(− v BE / VT ) − 1] (10.1)

untuk transistor n-p-n, dimana VT = 25 mV pada temperatur ruang.


I o berasal dari pembawa muatan hasil generasi termal, sehingga secara kuat
merupakan fungsi temperatur, dan harganya hampir berlipat dua untuk setiap kenaikan
10oC. Harga I o sangat bervariasi dari satu transistor ke transistor yang lain walaupun
untuk tipe dan pabrik yang sama.
Hampir seluruh arus emiter berdifusi ke daerah basis dan menghasilkan arus
kolektor, dimana harganya lebih besar dari arus basis. Kita menuliskan

iC = β iB (10.2)

dimana β merupakan parameter transistor terpenting kedua, dan disebut sebagai


penguatan arus (current gain – sering dinyatakan dengan simbul h fe atau hFE untuk

kasus tertentu).
Harga β juga sangat bervariasi dari satu transistor ke transistor lain walaupun
untuk tipe yang sama. Untuk transistor tipe 2N3055 (biasanya digunakan untuk arus
besar), hFE untuk arus 4 amper dapat berharga dari 20 – 70. Harga hFE mengalami

104 ELEKTRONIKA DASAR


perubahan terhadap harga arus kolektor, naik dari 32 pada 10 mA ke maksimum 62
pada arus 3 A, dan selanjutnya jatuh ke harga 15 untuk arus 10 A.
Untuk transistor tipe LM394C (biasa digunakan untuk arus rendah), hFE untuk
arus 1 mA berubah dari 225 ke harga lebih dari 500. Harga hFE dapat naik dari 390
pada arus 1 µA ke harga 800 pada arus 10 mA.

β
   

β
     




  

Gambar 10.1 Transistor dengan Konvigurasi Basis Bersama

10.2 Karakteristik Keluaran


10.2.1 Konfigurasi Basis-Bersama (Common-Base Configuration)
Rangkaian transistor seperti pada gambar 10.1 disebut konfigurasi basis bersama karena
basis digunakan untuk terminal masukan maupun keluaran. Karakteristik i-v BJT
dengan konfigurasi ini dapat kita kembangkan dari pemahaman kita tentang diode dan
pengoperasian transistor.
Karena sambungan emitor-basis seperti diode berpanjar maju, maka
karakteristik masukan rangkaian ini (gambar 10.2-b) mirip dengan karakteristik diode
(gambar 10.2-a). Terlihat bahwa efek dari tegangan kolektor-basis vCB cukup kecil.

Dengan vCB berharga positif dan emitor hubung terbuka, iE = 0 volt dan bagian basis-

kolektor pada dasarnya berpanjar mundur. ( vCB berharga negatif akan membuat
sambungan kolektor-basis berpanjar maju dan akan mengalir iC berharga negatif).
Untuk iE = 0, iC ≅ I CBO (lihat gambar 10.2-c), karakteristik kolektor mirip dengan

karakteristik diode gambar 10.2-a pada kuadran tiga. Untuk iE = −5 mA, arus kolektor
meningkat sebesar − α i E ≅ +5 mA (lihat persamaan 3.2) dan menampakkan bentuk
kurva. Karena faktor α selalu lebih kecil dari satu ( = β / β + 1 ), maka secara praktis
konfigurasi basis-bersama tidak baik sebagai penguat arus.

Karakteristik Transistor 105


W
Š
^ –
W

_ ` a b   ! ’ “ ” •

c d

 Ž

 Ž

X Y Z

  
‘
c d

 

[ \ ] 

‘ Ž

e f

/ 0 1

 

y z { | } ~

N O

‰ Š ‹ Œ

„ … „ †  Ž
M g

P Q R S u v w x
< < ? L L x

J I K 2 3 4 5 3 6

T U V
  
E ? €  ‚ ƒ

G H I H 7 8 9 :
‡ ˆ

; < = > < ? < @ A B ? C D A C @ E C F E B h i j k l m l n o p m q r o q n k s t p n o s m


" # $ % & ' & ( ) * ' + , ) + ( * - + ) . '

Gambar 10.2 Karakteristik transistor n-p-n untuk konfigurasi basis-bersama

β
 

¢ £ ¤

β
 ž — ˜ ™ š ›

Gambar 10.3 Transistor dalam konfigurasi emitor-bersama

10.2.2 Konfigurasi Emitor-Bersama (Common-Emitter Configuration)


Konfigurasi emitor-bersama seperti diperlihatkan pada gambar 10.3 lebih sering
digunakan sebagai penguat arus. Sesuai dengan namanya emitor dipakai bersama
sebagai terminal masukan maupun keluaran. Arus input dalam konfigurasi ini adalah
iB , dan arus emitor iE = −(iC + i B ) , karenanya besarnya arus kolektor adalah

iC = −α i E + I CBO = +α (iC + iB ) + I CBO


atau
α I
iC = iB + CBO (10.3)
1−α 1−α

Untuk menyederhanakan persamaan 10.3 kita telah mendifinisikan “nisbah transfer-


arus” sebagai

106 ELEKTRONIKA DASAR


α
β= (10.4)
1−α
dan kita dapat mencatat besarnya arus cutoff kolektor sebagai

I CBO
= (1 + β ) I CBO = I CEO (10.5)
1−α

Dengan demikian bentuk sederhana persamaan arus keluaran (kolektor) dalam bentuk
arus masukan (basis) dan nisbah transfer-arus adalah

iC = β iB + I CEO (10.6)

Æ «

Ï Ð Ñ Ò

¬ ­ ® ¯

© ª    

Ì Í Î

ü ý ÿ
Ô Õ Ö ×

Ø Ù Ú Û

É Ê Ë

ü ý þ

§ ¨

¼ ½ ¾

ã ä å

ø ù ú á â ã

¦
»

¿ À Á Â Ã Ä Å å ã ö ó
¾ ½ ¼ ó ô õ
Ý Þ ß à
Æ Ç
Ø Ù

æ ç è é ê ë ê ì í î ë ï ð í ï ì é ñ ò î ì í ñ ë
° ± ² ³ ± ´ ± µ ¶ · ´ ¸ ¹ ¶ ¸ µ º ± ¹ ¸ ¹

Gambar 10.4 Karakteristik transistor n-p-n untuk konfigurasi emitor-bersama

Bentuk karakteristik emitor-bersama diperlihatkan pada gambar 10.4. besarnya


arus masukan iB relatif kecil untuk tegangan kolektor-emitor lebih besar 1 V, dan
harganya tergantung pada besarnya tegangan sambungan emitor-basis. Untuk BJT
silikon misalnya, untuk tegangan panjar maju sekitar 0,7 V akan memberikan iB yang
cukup besar.
Pada gambar 10.4-b nampak bahwa sesuai dengan persamaan 10.6, untuk
iB = 0 , arus iC berharga relatif kecil dan hampir konstan pada harga I CEO . Setiap ada

kenaikan arus iB , akan diikuti kenaikan arus iC sebesar β iB . Untuk

α = 0,98, β = α / (1 − α ) = 0,98 / (1 − 0,98) = 49 , jelas sedikit perubahan pada iB akan

Karakteristik Transistor 107


memberikan kenaikan iC yang sangat besar. Sedikit kenaikan pada α akan

menghasilkan perubahan yang lebih besar pada β , dan efek dari vCE pada konfigurasi
ini akan lebih nampak dibandingkan pada konfigurasi basis-bersama (lihat juga gambar
10.2-c).
Dengan uraian di atas dapat dibuat catatan penting untuk konfigurasi emitor-
bersama. Arus kolektor iC merupakan fungsi iB dan vCE , sehingga untuk
menggambarkan karakteristik hubungan ketiganya dapat dilakukan dengan
menggambar kurva seperti terlihat pada gambar 10.4-c. Ini merupakaan tipikal
“karakteristik keluaran” dari transistor daya rendah dengan ciri dasar sebagai berikut:
i) Jika vCE > 1 V, iC sangat tergantung pada iB .

ii) Dengan menaikkan vCE , iC akan mengalami sedikit kenaikan, karena daerah
basis relatif tipis.
iii) Untuk vCE < 1 V, arus kolektor untuk suatu harga arus basis jatuh ke harga

nol pada vCE = 0 .

Arus kolektor hampir sama dengan arus emitor (untuk vCE > 1 volt), sehingga
berlaku hubungan eksponensial

iC ≈ iE = I o exp(v BE / VT ) (10.7)

Jika v BE 1 , v BE 2 memberikan arus iC1 , iC 2 maka kita mempunyai

iC1 / iC 2 ≈ I o exp((v BE 1 − v BE 2 ) / VT ) (10.8)

Dengan demikian kita memberikan indikasi masukan tegangan v BE (dari pada arus
masukan iB ) yang diperlukan oleh setiap kurva karakteristik jika kita mengetahui v BE .
Untuk suatu transistor dapat berharga sebagai berikut:

iB 10 8 6 4 2 µA

v BE 650 644,4 673,3 627,1 609,8 mV

108 ELEKTRONIKA DASAR




  

Gambar 10.5 Karakteristik keluaran konfigurasi emitor-bersama

Kurva karakteristik hubungan iC , iB dan vCE untuk suatu harga v BE , dari


transistor di atas adalah seperti diperlihatkan pada gambar 10.5. Perlu dicatat bahwa
besarnya iC naik secara linier dengan adanya kenaikan iB (ditunjukkan oleh jarak yang

sama antar kurva), namun perubahan iC terhadap v BE jauh dari kondisi linier (tentu saja
mempunyai hubungan eksponensial).
Gambar 10.6 memberikan karakteristik hubungan iC , iB dan vCE untuk
transistor yang lain lagi, yang memberikan gambaran efek dari pemberian tegangan
yang tinggi. Gambar 10.7 memberikan detail dari kurva pada gambar 10.5 untuk
tegangan yang rendah.

Gambar 10.6 Karakteristik konfigurasi emitor-bersama dengan v CE tinggi.

Karakteristik Transistor 109


Gambar 10.7 Karakteristik konfigurasi emitor-bersama dengan v CE rendah.


Contoh
Sebuah transistor silikon n-p-n memiliki α = 0,99 dan I CBO = 10 −11 A terangkai seperti

pada gambar di bawah. Perkirakan besarnya iC , iE dan vCE . Perhatikan bahwa pada
penggambaran rangkaian elektronika, sumber tegangan (baterai) biasanya dihilangkan,
diasumsikan bahwa terminal +10V (dalam kasus soal ini) dihubungkan dengan tanah.

   


 

+ 

 

µ
  

 

Jawab
Pada transistor ini
α 0,99 0,99
β= = = = 99
1 − α 1 − 0,99 0,01

110 ELEKTRONIKA DASAR


dan besarnya arus cutoff kolektor adalah
I CEO = (1 + β )I CBO = (1 + 99 )10 −11 = 10 −9 A

Besarnya arus kolektor adalah


iC = β i B + I CEO = 99 × 2 × 10 −5 + 10 −9 ≅ 1,98 mA

Seperti telah diharapkan untuk transistor silikon, I CEO merupakan bagian yang sangat

kecil dari iC . Besarnya arus emitor adalah

i E = − (i B + iC ) = −(0,02 + 1,98)10 −3 = −2 mA

Tegangan kolektor-emitor sebesar


v CE = 10 − iC RC ≅ 10 − 2 (mA) × 2 ( k ) = 6 V


Karena v CB = v CE − v BE ≅ 6 − 0,7 = +5,3 V , maka sambungan kolektor-basis (np)


berpanjar mundur seperti yang diperlukan.

10.3 Karakteristik Masukan


Karakteristik transistor lain yang perlu diketahui adalah karakteristik masukan, yaitu
hubungan eksponensial I-V pada sambungan emitor-basis. Karakteristik masukan pada
konfigurasi basis bersama adalah hubungan antara v BE dengan i E , sedangkan pada
konfigurasi emitor-bersama adalah hubungan antara v BE dengan i B .

10.4 Karakteristik Transfer-Arus


Karakteristik transfer-arus berupa plot iC terhadap i B untuk suatu harga v CE tertentu.
Ini dapat diperoleh dengan mudah dari karakteristik keluaran. Kemiringan dari kurva
yang diperoleh secara langsung akan memberikan harga β dari hubungan

iC = β i B

10.5 Perjanjian Simbol


Saat berbicara tentang transistor sebagai penguat, kita akan melihat campuran isyarat
DC dan AC, sehingga diperlukan perjanjian untuk memberikan tanda untuk
membedakan kedua isyarat tersebut. Kita menggunakan tanda yang sudah baku,
misalkan kita mengambil contoh

Karakteristik Transistor 111


v BE = V BE + v be

ini berarti
v BE = harga arus sesaat total (AC + DC)
V BE = tegangan panjar (DC)
v be = harga sesaat ac (= f(t))

Mungkin kita memiliki

v BE = V BE + Vbe sin ω t

di sini Vbe = amplitudo harga AC

112 ELEKTRONIKA DASAR


TEGANGAN PANJAR
11 TRANSISTOR

11.1 Pentingnya Tegangan Panjar


Pada bab sebelumnya kita telah melihat bahwa arus kolektor iC dapat dikontrol oleh

arus basis i B yang relatif kecil atau dengan mengubah sedikit tegangan basis-emitor
v BE . Karenanya, transistor mempunyai kemungkinan untuk digunakan sebagai
penguatan arus, tegangan atau daya dari suatu masukan. Namun perlu diperhatikan
bahwa bentuk keluaran harus sama dengan bentuk isyarat masukan. Syarat ini tidak
mudah untuk dipenuhi.
Kenyataan di atas adalah benar walaupun masukan hanya berupa isyarat yang
sangat sederhana misalnya berupa fungsi sinus yang berosilasi secara sama di atas dan
di bawah harga 0 volt. Sebagai ilustrasi diperlihatkan pada gambar 11.1-a, yaitu dengan
mengenakan isyarat tersebut pada masukan transistor. Sayangnya, sampai dengan
masukan berharga + 0,6 volt, arus kolektor masih relatif kecil. Saat masukan telah
melebihi harga tegangan ini, arus kolektor membesar dengan cepat, naik sebesar e =
2,718 kali setiap ada kenaikan 25 mV kenaikan masukan (ingant pers. eksponensial).
Besarnya arus agar masukan berada sedikit di atas tingkat kritis diperlihatkan
pada gambar 11.1-b. Besarnya tegangan keluaran diberikan oleh

v CE = VCC − iC R L (11.1)

Ini ditunjukkan pada gambar 11.1-c, bahwa keluaran identik dengan masukan.

Tegangan Panjar Transistor 113


  

 

   

  

  

  


 

Gambar 11.1 Rangkaian transistor: a) Isyarat masukan diberikan, b) Bentuk isyarat


arus keluaran dan c) Isyarat keluaran.

Gambar 11.2 Karakteristik keluaran transistor

Kita kembali pada tipe karakteristik keluaran transistor seperti terlihat pada
gambar 11.2, dimana kita telah mengikutkan nilai v BE untuk setiap kurva karakteristik.
Dari kurva-kurva yang didapat terlihat bahwa seharusnya transistor diberi panjar ( v BE )
sebesar 637 mV. Dengan demikian untuk masukan yang berosilasi ± 10 mV akan
memberikan perubahan arus kolektor yang cukup besar.

114 ELEKTRONIKA DASAR


#

"

&

% %

'

 

Gambar 11.3 Rangkaian transistor dengan memperlihatkan v BE .

Rangkaian yang lebih jelas diperlihatkan pada gambar 11.3. Sayangnya,


rangkaian ini sangat tidak praktis dengan alasan:
i) Masukan mungkin mempunyai terminal yang dihubungakan ke 0 volt.
ii) Agak sulit untuk memdapatkan tegangan panjar dekat dengan harga 637 mV.
iii) Suatu harga V BE mungkin cocok untuk suatu transistor tetapi mungkin
transistor lain akan memerlukan harga yang sangat berbeda, walaupun dari
jenis dan merk yang sama.
Untuk mengatasi permasalahan di atas dapat dilakukan dengan memberikan
pemecahan melalui dua tahap:
i) Rencanakan suatu rangkaian DC yang dapat mengatur besarnya arus
kolektor untuk isyarat masukan 0 volt.
ii) Pasang kapasitor yang dapat menghubungkan isyarat masukan; kapasitor ini
tidak akan mengganggu keadaan DC, tetapi dapat melewatkan isyarat AC
dengan baik.

Tegangan Panjar Transistor 115


0 1

+ , - . , / 2

3 3

) *

Gambar 11.4 Rangkaian transistor dengan panjar tetap.

11.2. Panjar Tetap


Dengan memperhatikan pentingnya panjar dan persyaratan yang harus dipenuhi, dapat
dibuat rangkaian yang paling sederhana seperti terlihat pada gambar 11.4. Resistor
panjar dilewati arus sebesar

I B = (+ VCC − V BE ) / R panjar (11.2)

Karena biasanya

VCC > 3 V

v BE ≈ 0,6 V

maka kita dapat membuat pendekatan

I B ≈ VCC / R panjar (11.3)

dengan demikian I B hampir-hampir tidak tergantung pada jenis transistor.


Isyarat AC praktis tidak mengalami perubahan pada saat dilewatkan kapasitor
(jika kapasitasnya cukup besar). Sebagian arus AC akan hilang pada resistor panjar,
namun sebagian besar digunakan untuk mengubah arus basis di sekitar harga DC I B .

116 ELEKTRONIKA DASAR


Untuk transistor dengan suatu harga β , teknik pemasangan panjar ini sangat
tepat karena mengingat arus kolektor

IC = β IB (11.4)

dan dapat diatur sesuai yang dikehendaki. Sayangnya transistor yang digunakan dapat
memiliki β yang bervariasi.

11.3 Keadaan Panjar


Sejauh ini perlu dipertanyakan, seberapa besar arus kolektor yang diperlukan?
Jawabannya tergantung pada VCC dan RL . Terdapat berbagai cara untuk
menentukannya, asalkan sejauh ini mereka kita anggap berharga tetap. Tegangan
keluaran v CE untuk suatu harga arus kolektor I C pada rangkaian gambar 11.4 diberikan
oleh

v CE = VCC − iC R L

iC dan v CE harus memenuhi persamaan

1 V
iC = − vCE + CC
RL RL

dimana ini akan berupa garis lurus jika diplot dengan v CE sebagai sumbu-x dan iC
sebagai sumbu-y. Garis lurus ini menghubungkan dua titik, yaitu di titik perpotongan
pada sumbu v CE (dimana iC = 0 ) di v CE = VCC , dan di titik perpotongan pada sumbu iC

(dimana v CE = 0 ) di iC = VCC / R L . Garus lurus ini biasa disebut sebagai “garis beban”.
Sebagai contoh pada gambar 11.2 telah disertakan garis beban dengan parameter

VCC = 10 volt R L = 10 k 6

Tegangan Panjar Transistor 117


iC , v CC harus memenuhi kondisi yang dituntut transistor, misalnya pada gambar 11.2,

Jika I B sebesar 5 µA maka harga iC , v CC berada pada perpotongan karakteristik

transistor dan di atas garis beban, katakan pada

iC = 0,45 mA v CE = 5,5 V

Hal yang sama untuk arus basis 5,6 µA akan memberikan titik seperti ditandai pada
gambar 11.2, yaitu

iC = 0,5 mA v CE = 5 V

Harga di atas merupakan harga DC yang cocok untuk pengoperasian transistor. Titik
ini biasa disebut sebagai titik tenang (quiescent point) Q.
Saat terjadi perubahan i B (atau v BE ), harga iC atau v CE akan naik ke atas atau
turun di bawah garis beban, memperlihatkan adanya perubahan keluaran. Nilai DC arus
dan tegangan yang ditunjukkan oleh titik Q mempunyai beberapa keterbatasan. Pada
gambar 11.5 diperlihatkan karakteristik keluaran beserta garis beban suatu transistor
daya-medium.

Gambar 11.5 Karakteristik keluaran transistor beserta garis beban

118 ELEKTRONIKA DASAR


Jika transistor tidak mengalami kerusakan, terdapat beberapa keterbatasan yang
harus dipenuhi untuk
i) Arus maksimum, iC

ii) Tegangan maksimum, v CE

iii) Daya maksimum, I C × VCE


Jika keluaran mempunyai bentuk sama dengan masukan, kita harus memperhatikan
karakteristik pada daerah pengoperasian ini (kira-kira berada pada titik tengah tengah
garis beban). Kita harus menghindarkan pengoperasian di kedua ujung garis beban
karena:
i) Pada v CE yang rendah bentuk karakteristik akan berubah secara drastis.

ii) Pada iC yang rendah akan membuat transistor mati.


Karenanya kita dapat menarik garis beban seperti terlihat pada gambar 11.5,
menghindari persyaratan untuk V, I, P dan panjar penguat seperti telah dituntut di atas.
Kita dapat menandai pengoperasian dengan titik lingkaran seperti terlihat pada gambar,
yaitu dengan menghindari terlalu dekat dengan v CE = 0 atau iC = 0 .

: ; < = > < ? @

B C C

7 8 9

Gambar 11.6 Rangkaian panjar umpan-balik kolektror

Tegangan Panjar Transistor 119


11.4 Pemasangan Panjar Umpan-Balik Kolektor
Gambar 11.6 memperlihatkan rangkaian untuk memperoleh panjar umpan-balik
kolektor. Jika terjadi kenaikan I C , maka akan terjadi penurunan VCE , sehingga arus
basis akan menjadi

I B = (VCE − v BE ) / R panjar (11.5)

yang akan melawan kenaikan I C . Rangkaian ini tidak dapat menetapkan I C dengan

baik, tetapi paling tidak dapat menjamin bahwa VCE akan berada pada harga paling

tidak 1 volt- atau kemungkinan lain , arus basis akan sangat kecil dan VCE akan
berharga sangat tinggi, tentu ini suatu yang kontradiksi.

11.5 Pemasangan Panjar Umpan-Balik Emitor


Teknik yang banyak digunakan untuk memberikan panjar dengan umpan-balik
diperlihatkan pada gambar 11.7. Pada rangkaian ini panjar tetap akan memberikan
“arus basis” yang akan selanjutnya akan menentukan besarnya arus emitor. Masukan
harus dipasang kapasitor dengan basis untuk menjaga gangguan kondisi panjar.

Q
W X

Y Z Z

G H I

F J K
L

S T U

Gambar 11.7 Rangkaian panjar umpan-balik emitor

120 ELEKTRONIKA DASAR


i) Arus Basis Diabaikan
Jika arus basis dapat diabaikan kita mempunyai

v B = VCC × R2 / (R1 + R2 )

dan karena V BE ≈ 0,6 V = V B − V E , maka

V E = V B − 0,6

Selanjutnya kita dapat menghitung besarnya arus emitor sebesar

I E ≈ VE / RE
 V × R2  (11.6)
≈  CC − 0,6  / R E
 R1 + R2 

Jika masukan diharapkan mempunyai efek yang maksimum, maka pada emitor
hampir tidak ada tegangan AC- dan hanya ada di basis. Kapasitor C E memastikan
kondisi tersebut, namun kapasitor harus berharga sangat besar. Perhatikan rangkaian
tertutup v i , C , B − E , C E untuk melihat kenapa digunakan C E .
Agar kita dapat mengabaikan harga arus basis pada perhitungan di atas, arus
pada pembagi potensial harus relatif besar. Ini dimungkinkan karena arus emitor tidak
terlalu tergantung pada besarnya β dari transistor, tetapi kita mengharapkan arus AC
masukan terbuang karena harga R1 , R2 terlalu rendah.

ii) Tanpa Mengabaikan Arus Basis


Jika arus basis tidak dapat diabaikan, perhitungan besarnya arus emitor sedikit lebih
panjang. Langkah pertama adalah dengan menggantikan pembagi potensial pada
gambar 11.7 dengan sebuah rangkaian ekivalen terdiri dari sebuah sumber tegangan V BB
dan sebuah resistor tunggal R B (ingat teorema Thevenin), masing-masing berharga

Tegangan Panjar Transistor 121


V BB = VCC × R2 / (R1 + R2 ) (11.7)

R B = R1 × R2 / (R1 + R2 ) . (11.8)

Terdapat penurunan tegangan pada R B yaitu I B R B dan pada R E sebesar

I E R E = (β + 1)I B R E (11.9)

Dengan menggunakan hukum Kirchhoff tentang tegangan, pada rangkaian tertutup yang
melibatkan V BB , R B , V BE , dan R E , diperoleh

V BB = (β + 1) I B R E + V BE + I B R B
sehingga
V BB − V BE
IB = (11.10)
(β + 1)R E + RB

Kita juga mempunyai persamaan lain sebagai:


I E = (β + 1) I B
VE = I E RE

V B = V E + V BE
IC = β I B

VC = VCC − I C R L (11.11)

Perhatikan bahwa pada persamaan di atas terdapat VC bukan VCE . Jika pada emitor
terdapat resistor seperti rangkaian ini, maka kita harus memodifikasi garis bebannya.

VCE = VC − V E

I R 2 = VB / R2

I R1 = (VCC − V B ) / R1

122 ELEKTRONIKA DASAR


Perhatikan bahwa kedua arus terakhir di atas adalah sama dengan I B , dan V B ≠ V BB .
Kita mempunyai

V BB − V BE
IE = (11.12)
R E + R B / (β + 1)

Dua parameter pada persamaan 11.12 yang bervariasi antara transistor satu dengan
lainnya adalah V BE dan β . V BE biasanya berharga sekitar 0,2 V, sehingga pembilang
V BB − V BE sedikit tergantung pada jenis transistor jika

V BB − 0,6 >> 0,2

atau V BB ≥ 3 V (misalnya)

β biasanya berharga paling tidak = 25, sehingga penyebut pada persamaan 11.12 tidak
tergantung pada jenis transistor jika

R E >> R B / 26

Kita tidak perlu menginagt-ingat persamaan di atas, namun dua langkah yang perlu
diingat adalah:
i) Gantikan rangkaian pembagi potensial dengan rangkaian yang lebih
sederhana.
ii) Gunakan analisa rangkaian dengan hukum Kirchhoff tentang tegangan pada
loop basis-emitor.

Metode perhitungan lain adalah dengan menggunakan pendekatan perhitungan


V B1 untuk V B dan mengabaikan arus basis. Dari sini kita dapatkan pendekatan harga
V E , I E dan I B . Selanjutnya didapat pendekatan yang lebih baik untuk V B sebagai

Tegangan Panjar Transistor 123


V B 2 = V B1 − I B R B

Jika digunakan dua pencatu daya, rangkaian di atas dapat disederhanakan seperti terlihat
pada gambar 11.7. Di sini masukan tidak perlu dipasang kapasitor, dan masukan akan
berubah-ubah terhadap tanah (ground).

^ _

j j

f k l

b c

_ ` a

i i

Gambar 11.8 Penyederhanaan rangkaian dengan menggunakan pendekatan

Contoh 1
Pada gambar 11.4 misalnya rangkaian mempunyai
VCC = 10 V
RL = 5 k ]

R panjar = 1 M ]

Hitung nilai panjar jika β berharga


i) 30
ii) 100
iii) 300

124 ELEKTRONIKA DASAR


Jawab
Untuk semua keadaan terdapat V BE ≈ 0,6 V , sehingga

I B = 9,4 V/1 M o

= 9,4 m n

i) IC = β I B
= 0,282 mA
VC = VCC − I C R L

= 10 – 0,282 × 5
= 8,59 V (nilai yang sedikit terlalu tinggi)

ii) I C = 100 × 9,4 p q

= 0,94 mA
VC = 10 − 0,94 × 5
= 5,3 V (panjar yang baik)

iii) I C = 300 × 9,4 p q

= 2,82 mA
VC = 10 − 2,82 × 5
= -4,1 V
tentu saja nilai ini jelas salah. Dengan menggunakan I C = β I B , kita secara
implisit berasumsi bahwa transistor berada dalam daerah aktif, asumsi ini salah.
Jelas transistor berada pada tegangan yang sangat rendah, atau berada pada “daerah
jenuh”. Kita dapat menduga
VC ≈ 0,2 V

saat I C = (10 − 0,2 ) V / 5 k r

= 1,96 mA
Keadaan panjar ini sangat tidak cocok untuk suatu penguat.

Tegangan Panjar Transistor 125


Contoh 2
Pada gambar 11.6 misalnya rangkaian mempunyai
VCC = 10 V
RL = 5 k s

R panjar = 470 k s

Hitung nilai panjar jika β berharga


i) 30
ii) 100
iii) 300

Jawab
Perhatikan bahwa I C (= β I B ) dan I B keduanya mengalir melalui R L . Karenanya kita
mempunyai
I B = (VC − V BE ) / R panjar

VC = VCC − (β + 1) I B R L

= VCC − (β + 1)(VC − V BE ) R L / R panjar

Sebut x = (β + 1)R L / R panjar

VC = VCC − xVC + xV BE

VCC + xV BE
=
1+ x

i) Untuk β = 30
x = 31 × 5 / 470
= 0,333
10 + 0,33 × 0,6
VC =
1,33
= 7,67 V (harga panjar yang tidak terlalu bagus)
(β + 1) I B = (10 − 6,67 )V/5 k s

I C = 0,45 mA

126 ELEKTRONIKA DASAR


Pada perhitungan panjar di atas kita banyak menggunakan bantuan aljabar. Kita dapat
mencoba menggunakan pendekatan lain dengan memulai dari memasang
VC = 5 V
maka
I B = (5 – 0,6) V/470 kΩ

= 9,36 µA
(β + 1)I B = (VCC − VC ) / R L

= 5 V/5 kΩ
= 1 mA
sehingga ini dapat dicapai jika
(β + 1) = 1 mA/9,36 µA
= 107
Untuk β = 30 kita harus mempunyai arus basis yang lebih, sehingga kita coba VC yang
lebih tinggi, katakan 7 V. Jadi
I B = (7 – 0,6) V/470 kΩ

= 13,6 µA
I C = 0,6 mA

(β + 1) = 44 ( β = 43)
Jelas kita tidak akan mencoba VC yang terlalu tinggi; kita coba 7,5 V.

I B = 14,7 µA

(β + 1)I B = 0,5 mA
(β + 1) = 34 ( β = 33)
Dengan ekstrapolasi dari kedua percobaan kita di atas, selanjutnya kita dapat menduga
33 − 30
V C = 7,5 + × (7,5 − 7,0)
43 − 33
= 7,65 V
Saat
I B = 15 µA

(β + 1)I B = 0,47 mA
(β + 1) = 31,3

Tegangan Panjar Transistor 127


hasil ini nampaknya sudah cukup baik, mengingat resistor yang digunakan juga
memiliki toleransi misalnya 5%.

ii) Untuk β = 100


x = 101 × 5 / 470
= 1,074
10 + 1,074 × 0,6
VC =
2,074
= 5,13 V (harga panjar yang bagus)
I C = (100 / 101) × (10 − 5,13) V/5 k t

= 0,964 mA.
Sebaiknya kita perlu curiga apakah kita tidak melakukan kesalahan perhitungan. Kita
dapat memeriksa dengan menghitung
I B = (5,13 – 0,6) V/470 kΩ

= 9,64 µA
β = 0,964 mA/9,64 u v

= 100
dan ternyata sudah benar.

iii) Untuk β = 300


x = 301 × 5 / 470
= 3,202
10 + 3,202 × 0,6
VC =
4,202
= 2,84 V
I C = (300 / 301) × (10 − 2,84 ) V/5 k t

= 1,43 mA.

128 ELEKTRONIKA DASAR


Contoh 3
Pada gambar 11.7 misalnya rangkaian mempunyai
VCC = 12 V
RL = 5 k w

R E = 1,8 k w

R1 = 470 k w

R2 = 120 k w

Hitung nilai panjar jika β berharga


i) 30
ii) 100
iii) 300

Jawab
Dengan menggunakan persamaan 11.7 dan 11.8 didapat
V BB = 12 × 120 / 590
= 2,44 V
R B = 120 k // 470 k
w w

= 95,6 kΩ
i) Untuk β = 30
V BB − V BE
IB =
(β + 1)R E + R B
(2,44 − 0,6) V
=
(31 × 1,8 + 95,6) k w

= 12,15 x y

IC = β IB
= 30 × 12,15
x y

= 0,36 mA
VC = VCC − I C R L
= 12 − 0,36 × 5
= 10,18 V (agak terlalu tinggi)
I E = 0,38 mA

Tegangan Panjar Transistor 129


VE = I E RE
= 0,38 × 1,8
= 0,68 V
V B = V E + V BE
= 0,68 + 0,6
= 1,28 V
VCE = VC − V E
= 9,5 V

Perhatikan bahwa V B berada di bawah V BB , keadaan panjar ini akan bekerja lebih baik
jika perbedaan keduanya semakin kecil.

ii) Untuk β = 100


V BB − V BE
IB =
(β + 1)R E + R B
(2,44 − 0,6) V
=
(101 × 1,8 + 95,6) k |

= 6,63 z {

IC = β IB
= 100 × 6,63
z {

= 0,663 mA
VC = VCC − I C R L
= 12 − 0,663 × 5
= 8,68 V (masih agak terlalu tinggi)
I E = 0,670 mA

VE = I E RE
= 1,2 V

V B = V E + V BE
= 1,8 V

130 ELEKTRONIKA DASAR


iii) Untuk β = 300
V BB − V BE
IB =
(β + 1)R E + R B
(2,44 − 0,6) V
=
(301 × 1,8 + 95,6) k 

= 2,89 } ~

IC = β IB
= 300 × 2,89
} ~

= 0,866 mA
VC = VCC − I C R L
= 12 − 0,866 × 5
= 7,67 V (panjar ya ng cukup bagus)
I E = 0,869 mA

VE = I E RE
= 1,56 V

V B = V E + V BE
= 2,16 V

Harga ini sedikit di bawah V BB , dan rangkaian panjar cukup cocok untuk transistor
dengan β yang sedemikian tinggi.

Contoh 4
Ulangi contoh 3 untuk R1 , R2 yang diturunkan sepuluh kali lebih rendah, yaitu
R1 = 47 k 

R2 = 12 k 

Jawab
V BB tidak berubah
R B = 9,56 kΩ

Tegangan Panjar Transistor 131


i) Untuk β = 30
V BB − V BE
IB =
(β + 1)R E + R B
(2,44 − 0,6) V
=
(31 × 1,8 + 9,56) k ‚

= 28,2 € 

IC = β IB
= 30 × 28,2
€ 

= 0,845 mA
VC = VCC − I C R L
= 12 − 0,845 × 5
= 7,78 V
I E = 0,873 mA

VE = I E RE
= 1,57 V

V B = V E + V BE
= 2,17 V

Harga ini tidak terlalu jauh dari harga V BB , sehingga kondisi panjar di atas cukup bagus.
Ini akibat kita menaikkan arus pada pembagi tegangan dan arus basis. Perhitungan
untuk kondisi ii) dan iii) dapat diteruskan, secara cepat ambil pendekatan dengan
mengabaikan arus basis.

Contoh 5
Pada gambar 11.8 misalnya rangkaian mempunyai
VCC = V EE = 15 V
R L = 100 k ‚

R E = 220 k ‚

Hitung nilai panjar rangkaian.

Jawab
Secara sederhana kita mempunyai
V BB = 0 V
V E = −0,6 V

132 ELEKTRONIKA DASAR


I E = (− 0,6 − −15) V / 220 k …

= 65,5 ƒ „

Karena secara efektif kita mempunyai R B = 0 , β tidak diperlukan lagi. Kita dapat

mengabaikan I B untuk menghitung

IC ≈ IE
= 65,5 ƒ „

VC = 15 V − 65,5 × 100 k
ƒ „

= 8,45 V

dan VCC = VC − V E = 9,05 V

Tegangan Panjar Transistor 133


12 TRANSISTOR EFEK-MEDAN
(FIELD-EFFECT TRANSISTOR)

12.1 Pengatar
Fungsi utama dari sebuah penguat adalah untuk menghasilkan penguatan isyarat dengan
tingkat penguatan tertentu. Transistor unipolar dapat digunakan untuk tujuan tersebut.
Piranti dimaksud dapat berupa junction field-effect transistor (JFET) maupun metal-
oxide semiconductor field-effect transistor (MOSFET). Seperti halnya pada BJT
pengoperasian transistor sebagai penguat tergantung pada komponen pendukung
rangkaian.
Untuk FET, tegangan dengan harga dan polaritas tertentu harus diberikan pada
piranti ini. Panjar maju atau mundur tidak terlalu berarti pada FET. Aliran arus melalui
saluran (channel). Polaritas dan besarnya tegangan akan berfungsi sebagai pengontrol.

  

   

 

 

6 5

"

!


 
   

  ! #

4 5

         $ % & ' ( ) * + ( , - . / ) . 0 1

Gambar 12.1 Depletion-Mode JFET dengan saluran-n

134 ELEKTRONIKA DASAR


12.2 Junction Field-Effect Transistor (JFET)
Untuk memahami pengoperasian JFET dengan skema seperti diperlihatkan pada gambar
12.1, kita harus memahami beberapa konsep sebagai berikut.
7

Dibuat saluran tipis dari sumber (source) S ke saluran/pembuangan (drain) D.


7

Sekeliling saluran (channel) berupa sambungan p-n dengan panjar mundur pada
daerah deplesi.
7

Lebar daerah deplesi akan bertambah jika tegangan sambungan dibuat lebih
negatif.
7

Kemampuan saluran untuk menghantar (dalam hal ini saluran-n) tergantung


lebarnya.
7

Lebar saluran dapat diubah-ubah dengan mengatur lebar daerah deplesi yaitu
sepanjang sambungan panjar-mundur.
7

lebar dari daerah deplesi atau kemampuan menghantar pada saluran dapat
dikontrol dengan memberikan tegangan eksternal pada gerbang (gate) G.

Arus yang mengalir pada saluran adalah berupa pembawa muatan yang bergerak
(mobile), yaitu dalam hal ini berupa elektron. Perhatikan bahwa tanda panah pada
simbol selalu mengarah ke material tipe-n; dengan demikian dapat dibuat juga jenis
saluran-p. Dengan v DS > 0 , ujung D akan positif terhadap S dan elektron akan mengalir

dari S ke D atau muatan positif mengalir dari D ke S dan arus drain i D berharga positif.

d e f p t

€  ‚ ƒ

Ž 
\ ]

j
T

` a S i p q

X Y Z [

r s

„ … † ‡ ˆ ‰ Š ‹ ‹

b c

^ _ k l m n o
gh

U V W

Œ 

? @ A

| 

| }

| ~

B I J I K L M N t q
u p q p u t u {
>

H s v w x y
z

C D E F G

8 9 : ; < =

Gambar 12.2 Karakteristik Depletion-Mode JFET

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 135


Dengan v GS = 0 dan tegangan sangat rendah dikenakan pada D, arus yang

mengalir akan berbanding lurus dengan besarnya tegangan v DS . Gambar 12.2-a

memperlihatkan besarnya resistansi ∆v / ∆i = 0,05 / 0,0002 = 250 . Jika tegangan G-S




berubah menjadi -2 V, daerah deplesi akan melebar, saluran akan menyempit, dan
resistansi menjadi ∆v / ∆i = 0,05 / 0,0001 = 500 .
‘ Kita melihat bahwa untuk suatu
harga tegangan D-S, besarnya saluran arus dapat dikontrol melalui tegangan luar.
Untuk arus yang mengalir dari D ke S, v DS harus positif; untuk memberi panjar mundur
sambungan p-n harus negatif. Gambar 12.2-a memperlihatkan karakteristik JFET untuk
v DS berharga rendah.
Pada tegangan yang lebih tinggi, karakteristik diperumit oleh adanya ketidak
simetrian daerah deplesi. S akan lebih positif terhadap G dan D akan lebih positif
terhadap S. Karenanya dekat ujung D dan saluran menjadi paling positif terhadap G,
panjar mundur menjadi terbesar, dan daerah deplesi menjadi paling lebar. Dengan
menurunnya v DS , panjar mundur meninggi sampai kedua daerah deplesi hampir
bertemu, terdapat kecenderungan untuk mencomot (“pinch-off”) saluran konduksi.
Pada gambar 12.2-b, tegangan pinch-off V p untuk v GS = 0 adalah sekitar 5 V. Di atas

pinch-off , kenaikan v DS akan menurunkan lebar saluran, membuat “offset” kenaikan

kerapatan arus akibat kenaikan tegangan D-S, dan kurva i D akan menjadi datar.
Karena tegangan saluran-G menentukan lebar lapisan deplesi, dengan adanya
tegangan negatif yang dikenakan pada G, pinch-off terjadi tegangan D-S yang rendah
dan arus D berharga rendah. Perhatikan bahwa untuk v GS = 0 pada gambar 12.2-b,

harga v DS ≅ 5 V memberikan tegangan saluran-G sebesar 5 V dan pinch-off terjadi;

jika v GS = −4 V, pinch-off terjadi pada v DS ≅ 2 V dimana tegangan saluran-G sama

dengan V p . Di atas pinch-off kurva arus relatif datar sampai tegangan G-D mencapai

suatu harga terjadinya patahan avalanche. Bagian kurva karakteristik i-v dimana i D

hampir tidak tergantung pada v DS disebut “arus-tetap” atau “daerah jenuh” (saturation
region).

136 ELEKTRONIKA DASAR


12.3 Metal-Oxide Semiconductor Field-Effect Transistor (MOSFET).
Pada metal-oxide semiconductor field-effect transistor (MOSFET), lapisan tipis SiO 2
ditambahkan antara kontak G dengan saluran. Transistor n-channel enhancement-mode
seperti disimbolkan pada gambar 12.3 menawarkan kinerja yang sangat baik.

Ç È É Ê Ë

Ì Í

¬ ­ ®

¨ © ª «

¥
§

¤ ¥ ¦

 ž Ÿ  

 à Ä

½ ¾ ¿ À Á

¯ ° ± ² ³ ´ µ ¶ ² ¶ ´ ¶ · ¸ ¹ ´ º » ¸ º ·
” • – — ˜ ™ š › œ

Gambar 12.3 Sebuah n-channel enhancement-mode MOSFET

Pada piranti ini tidak dibuat saluran; di sini saluran konduksi akibat adanya
medan listrik antara G dan substrat tipe-n. Dengan tanpa adanya tegangan G, arus
rendah mengalir melalui dua sambungan p-n. Dengan adanya sedikit tegangan G
positif, lubang di dekat material p akan ditolak dan terbentuklah lapisan deplesi. Jika
tegangan bertambah positif, elektron yang bergerak akan membentuk lapisan inversion
pada permukaan material p dan menjadi tipe-n. Jika kerapatan lubanh diperkecil maka
elektron yang bergerak akan meningkat. Saat tegangan G mencapai harga ambang v T
(sekitar 4 V pada gambar 12.3-b), konduktivitas pada daerah tersebut telah dinaikkan
(enhanced) dan transistor telah “dihidupkan” (turned on) dan arus siap mengalir dari D
ke S.

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 137


Arus D tidak proporsional terhadap besarnya v DS . Saat tegangan pada ujung D
dari saluran menjadi lebih positif, secara efektif tegangan G terhadap saluran dan medan
listrik yang terjadi akan menurun. Arus listrik pada lapisan inversi akan menurun.
Demikian halnya untuk piranti dengan saluran-p, dimana lubang sebagai muatan
yang bergerak, juga banyak digunakan. Namun perlu diingat bahwa karena elektron
lebih ringan atau mobilitas elektron lebih besar, maka diperlukan saluran yang lebih
sempit pada tipe-n. Transistor saluran-n memberikan kecepatan yang lebih tinggi dan
banyak digunakan untuk sistem digital dan penguat frekuensi respon tinggi.

è é ê

à
â ã ä å æ ç

   

ß à á

Ù Ú Û Ü
 

ø ù

Î 

ú û ü ý þ

ë ì í î ï ð ñ ò î ò ð ò ó ô õ ð ö ÷ ô ö ó
Ï Ð Ñ Ò Ó Ô Õ Ö ×

Gambar 12.4 Transistor model deplesi saluran-n atau enhancement-mode MOSFET

Bentuk lain dari MOSFET adalah dengan menambahkan satu lapisan tipis
konduksi dengan doping rendah pada daerah saluran antara kontak konduktifitas tinggi
n+ . Pada saat v GS = 0 , maka arus D yang cukup besar akan mengalir. Kita dapat
membuat saluran konduksi berupa deplesi atau enhancement dengan memberikan
tegangan yang cukup pada G. Pada piranti dengan saluran-n, pemberian tegangan G
negatif akan membuat saluran menyempit; sebaliknya tegangan positif akan membuat
saluran melebar. Kurva karakteristik (gambar 12.4-b) mirip dengan JFET hanya
terdapat satu tambahan kontrol tegangan positif atau negatif. Terlihat pada gambar
12.4-b bahwa tegangan pinch-off terjadi pada harga sekitar -4 V. Transistor jenis
MOSFET ini tersedia dengan saluran jenis n maupun p.

138 ELEKTRONIKA DASAR


12.4 Karakteristik Transfer
Karakteristik i-v dari FET menunjukkan bahwa arus keluaran dapat dikontrol oleh
tegangan masukan, dengan demikian FET dapat digunakan sebagai “saklar” dengan
tegangan sebagai pengontrol. Jika arus keluaran dilewatkan pada suatu resitor,
tegangan yang terjadi mungkin akan lebih besar dibandingkan tegangan masukan, atau
FET dapat digunakan sebagai “penguat”. Karena karakteristik piranti secara individu
tidak dapat diketahui secara pasti, maka biasanya digunakan analisa pendekatan. Pada
daerah jenuh, yaitu antara pinch-off atau turn-on dengan daerah breakdown, arus D ( i D )

hampir tidak tergantung pada besarnya tegangan D-S ( v DS ), dan “karakteristik transfer”
yang menggambarkan hubungan antara arus keluaran dengan tegangan masukan
diperlihatkan seperti pada gambar 12.5.
 C


' B

D E F G E H I J I E K

: ; < = ; > ? @ ? ; A

     ! " #

% ( ) * ( +

$ % & & L M N O P Q R

' , -

  

 & 2 9 3 4 5 6 7 8
    
/ 0 1
  

S T U V W X Y Z [ \ ] ^ _ ` a b ^ c

Gambar 12.5 Karakteristik transfer pa daerah arus-konstant untuk tiga jenis FET.

Dari analisis teori dan pengukuran praktis, dapat diperlihatkan bahwa


karakteristik transfer untuk ketiga jenis FET dapat didekati berbentuk parabolik. Untuk
JFET, arus D pada daerah arus-konstan adalah

i D = I DSS (1 − v GS / V p )
2
(12.1)

dimana i DS = arus D pada daerah arus-konstan

I DSS = nilai i DS dengan G terhubung langsung dengan S

V p = tegangan pinch-off

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 139


Besarnya deplesi atau enhancement MOSFET juga digambarkan pada
persamaaan 12.1, dimana v GS dapat berharga positif atau negatif. Untuk enhancement
MOSFET, karakteristik transfer adalah

i DS = K (v GS − VT )
2
(12.2)

dimana K adalah parameter transistor dan VT adalah tegangan turn-on.


Persamaan sederhana di atas sangat berguna untuk memprediksi karakteristik
DC dari FET. Untuk JFET atau D-E MOSFET, pabrik pembuat piranti biasanya
memberikan spesifikasi berupa nilai I DSS dan VGS (OFF ) (gate-source cutoff voltage),

dimana ini hampir sama dengan V p karena terjadi efek pinch-off yang sama antara G

dengan saluran. Untuk enhancement-only MOSFET, pabrik akan memberikan


tambahan spesifikasi berupa VT dan secara khusus nilai I DS (ON ) untuk suatu harga

VGS (ON ) .

Karena sambungan G-S pada JFET berpanjar mundur, isyarat masukan akan
berharga sangat kecil; dengan kata lain resistansi masukan berharga sangat tinggi dan
diperlukan daya masukan yang kecil. Pada MOSFET atau insulated-gate FET,
resistansi masukan dapat berharga setinggi 105 Ω.
FET sangat berguna dalam sistem digital dimana ribuan unit, sebagian berfungsi
sebagai resistor atau kapasitor, dapat dipabrikasi di atas sebuah chip silikon dengan
biaya produksi yang murah. Keunggulan FET dibandingkan dengan transistor “bipolar”
adalah pada tingkat kepadatan element dan kebutuhan daya yang rendah.

12.5 Rangkaian Dasar Penguat FET


Sesuai dengan karakteristik masing-masing jenis FET, sebagai ilustrasi pemasangan
tegangan dan polaritas yang diperlukan untuk berbagai jenis FET diperlihatkan pada
gambar 12.5. Sebagai contoh, JFET harus mendapatkan panjar mundur pada bagian
sambungan gate-source (G-S).
Gambar 12.6 memperlihatkan rangkaian penguat JFET saluran-n dalam
konfigurasi sember-bersama (common-source). Pada konfigurasi ini “source” S
terhubung ke masukan dan keluaran. Rangkaian ini mirip dengan konfigurasi emitor
bersama. V DD sebagai sumber DC untuk S dan D. VGS membuat panjar mundur G

140 ELEKTRONIKA DASAR


terhadapp S. Nilai VGS menentukan titik operasi statis rangkaian. R g bernilai sangat

tinggi sehingga tidak ada arus G melewati R g . Isyarat masukan dikenakan pada G

melalui kapasitor C.

d e f j m l

j k l g h i

n o p q r s

Gambar 12.5 Pemasangan tegangan pengoperasian FET: a) JFET saluran-n, b) JFET


saluran-p, c) D-MOSFET saluran-n, d) D-MOSFET saluran-p, e) E-
MOSFET saluran-n dan f) E-MOSFET saluran-p.

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 141


JFET
saluran-n
Keluaran

Sumber
isyarat AC

Gambar 12.6 Rangkaian penguat JFET saluran-n sumber-bersama.

Titik Q

Gambar 12.7 Kurva karakteristik penguat JFET saluran-n.

Marilah kita lihat pengoperasian penguat JFET dalam kondisi statik dengan
rangkaian seperti pada gambar 12.6 di atas. Kurva karakteristik seperti pada gambar
12.7 akan kita gunakan untuk menerangkan pengoperasian JFET ini. Pertama, perlu
menentukan garis beban. Perlu diingat bahwa dua kondisi ekstrem pengoperasian
diperlukan untuk menggambar garis beban. Pada JFET dua kondisi ekstrem ini adalah

142 ELEKTRONIKA DASAR


saat konduksi penuh dan saat cutoff. Pada titik cutoff , tidak ada arus yang mengalir
melalui saluran. Tegangan V DD sepenuhnya akan ada pada V DS . Konduksi penuh

terjadi pada saat I D maksimum mengalir lewat R L ,yaitu sebesar

V DD
ID = (12.3)
RL

Untuk rangkaian penguat seperti pada gambar 12.6 di atas, harga I D maksimum adalah

V DD 25 V
ID = = = 2,5 mA
RL 10 k t

Dengan mengalirnya arus pada R L , V DS akan berharga nol. Dua titik ekstrem pada

garis beban adalah pada V DS = 25 V dengan I D = 0 mA dan V DS = 0 V dengan I D =


2,5 mA.
Dengan menggunakan garis beban dapat dilihat bagaimana respon JFET pada
kondisi statik. Operasi statik terjadi saat tidak ada isyarat yang diumpankan. Untuk
pengoperasian linier, penguat harus merespon di sekitar titik pusat daerah aktif. Pada
rangkaian dasar di atas, VGS adalah sebesar -1,5 V. Titik Q pada garis beban
menunjukkan titik pengoperasian.
Untuk melihat bagaimana JFET merespon pada kondisi statik, garis beban
diproyeksikan dari titik Q. Dengan memproyeksikan titik Q ke sumbu vertikal didapat
harga I D , sedangan proyeksi ke sumbu horizontal didapat V DS sekitar 10 V. Ini berarti

bahwa pada titik pengoperasian ini, tegangan sekitar 15 V akan berada pada R L . Kita
dapat menghitung besarnya penguatan tegangan ( AV ), yaitu sebesar tegangan D-S
dibagi dengan tegangan G-S. Untuk rangkaian di atas besarnya penguatan tegangan
adalah
V DS 10 V
AV = =
VGS 1,5 V
= 6,667

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 143


Keluaran

(a)

Masukan
AC
1 V p-p

(b)

Gambar 12.8 Penguat JFET; a) Penguat saluran-n dan b) Kurva karakteristik

12.6 Analisis Dinamik Penguat JFET


Analisis dinamik penguat JFET bertujuan untuk melihat bagaimana piranti ini
melakukan respon saat diberi isyarat AC pada masukannya (lihat gambar 12.8-a). Kita
akan gunakan kurva karakteristik pada gambar 12.8-b untuk menganalisis penguat ini.

144 ELEKTRONIKA DASAR


Pada kurva karakteristik nampak bahwa garis beban dan titik Q telah didapat. Seperti
pada bagian sebelumnya, ini menggambarkan respon JFET pada kondisi statik.
Pada masukan diumpankan isyarat AC sebesar 1 Vp-p. Dengan adanya
masukan ini titik operasi VGS berubah dari -2,0 V ke -3,0 V. Untuk periode positif, VGS
akan bergoyang dari -2,5 V ke -2,0 V. Perubahan ini diperlihatkan oleh titik P pada
garis beban. Untuk periode negatif, VGS akan turun dari -2,5 V ke -3,0 V. Perubahan
ini diperlihatkan oleh titik N pada garis beban. Ini berarti bahwa masukan 1 Vp-p
menyebabkan VGS berubah dari -2,0 V ke -3,0 V. Ini disebut sebagai nilai ∆VGS .

Untuk memperlihatkan bagaimana ∆VGS mengubah I D , titik P,Q dan N pada

garis beban diproyeksikan ke kiri. Perhatikan bagaimana I D berubah dengan ∆I D .

Kenaikan atau penurunan VGS menghasilkan perubahan I D . Ini menunjukkan bahwa

VGS dan I D sefase.

Proyeksi P, Q dan N ke bawah memperlihatkan bagaimana V DS berubah

terhadap perubahan VGS . Besarnya perubahan tersebut dinyatakan sebagai ∆ V DS .

Perhatikan bahwa kenaikan VGS menyebabkan penurunan V DS , ini menunjukkan bahwa

keduanya berbeda fase 180o. Selisih V DS dan V DD akan nampak pada resistor sebagai

V RL .
Penguatan tegangan dari penguat JFET dapat diperoleh dari data garis beban.
Untuk rangkaian di atas nampak bahwa ∆VGS sebesar 1 Vp-p menghasilkan ∆ V DS
sekitar 18 Vp-p. Dengan demikian secara jelas menunjukkan penguatan sebesar 18,
dengan persamaan

∆V DS 18 Vp − p
AV = =
∆VGS 1 Vp − p
= 18

12.7 Pengoperasian Rangkaian MOSFET


Pengoperasian D-type (depletion) MOSFET dan E-type (enhancement) MOSFET sangat
mirip dengan JFET. Namun demikian terdaapat perbedaan dalam operasional besarnya
tegangan dan polaritas yang diperlukan. Analisa garis beban kedua jenis penguat secara
prinsip adalah sama. Gerbang G mempunyai resistansi sangat tinggi. Arus yang

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 145


mengalir pada saluran dikontrol oleh besarnya tegangan dan polaritas isyarat G. Satu
perbedaan yang perlu diperhatikan adalah untuk D-MOSFET yang biasanya diberi
panjar pada titik VGS nol. Isyarat AC akan menyebabkan VGS berubah-ubah di atas dan
di bawah harga nol. Perlu selalu diingat bahwa semua FET adalah piranti yang sensitif
terhadap tegangan. Piranti ini hanya menghasilkan penguatan tegangan.

12.8 Metode Pemasangan Panjar pada FET


Pengoperasian panjar FET berupa tegangan DC pada G terhadap S, yaitu berupa
tegangan VGS yang sesuai. Dengan memilih tegangan yang sesuai, transistor dapat

dioperasikan pada titik Q sesuai dengan keinginan kita. Tegangan V DD yang diberikan
pada S-D biasanya bukan dipertimbangkan sebagai tegangan panjar. Masing-masing
jenis FET memerlukan prosedur panjar yang berbeda. Berikut ini kita pelajari jenis
panjar pada FET.

Gambar 12.9 Metode pemberian panjar tetap: a) JFET saluran-n, b) D-MOSFET


saluran-n dan c) E-MOSFET saluran-n.

146 ELEKTRONIKA DASAR


12.8.1 Panjar Tetap
Cara yang paling sederhana untuk memberi panjar pada FET adalah dengan memasang
“panjar tetap” (fixed biasing). Pemberian panjar ini sama baiknya untuk jenis E- atau
D-MOSFET atau JFET. Pada pemberian panjar tetap, besarnya tegangan dan polaritas
yang sesuai dicatu melalui baterai. Pada gambar 12.9 diperlihatkan tiga jenis FET
saluran-n. Untuk piranti FET saluran-p , perhatikan pemasangan polaritas VCC dan

V DD . Perhatikan juga bahwa tegangan VCC berfungsi sebagai sumber panjar tetap untuk
ketiga jenis FET.

Gambar 12.10 Panjar tetap pada E- atau D-MOSFET saluran-n

Panjar seperti diperlihatkan pada gambar 12.10 dapat digunakan untuk jenis E-D
MOSFET. Titik operasi biasanya dipilih pada VGS = 0 V. Dalam hal ini secara khusus
tidak diperlukan sumber tegangan untuk mendapatkan titik operasi, yaitu cukup dengan
memasang resistor R g yang biasanya berharga sangat tinggi.

12.8.2 Panjar Pembagi Tegangan


Pemasangan panjar dengan pembagi tegangan relatif mudah untuk diperoleh. Namun
metode panjar ini hanya sesuai untuk jenis E-MOSFET. Transistor akan mempunyai
VGS dan V DD dengan polaritas yang sama. Dengan kondisi ini, hanya diperlukan sebuah

sumber tegangan. VGS merupakan fraksi/bagian dari V DD .

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 147


Gambar 12.11 Metode pemasangan panjar pembagi tegangan untuk E-MOSFET:
a) saluran-n dan b) saluran-p.

Seperti telah kita pahami bahwa resistor pembagi tegangan digunakan untuk
mendapatkan harga tegangan yang diinginkan. Pada gambar 12.11, dipasang resistor
R1 dan R g sebagai pembagi tegangan. untuk kedua rangkaian, besarnya tegangan

panjar adalah

Rg
VGS = V Rg = V DD (12.4)
R1 + R g

12.8.3 Panjar Mandiri


Panjar mandiri (self-biasing) sering disebut sebagai “panjar sumber” (source biasing).
Arus sumber (S) dari FET digunakan untuk mendapatkan tegangan panjar, yaitu dengan
memasang sebuah hambatan R S seri dengan sumber tegangan. Arus yang mengalir

lewat S-D menyebabkan terjadinya penurunan tegaangan pada R S . Polaritas tegangan

yang didapat tergantung pada arah arus yang mengalir lewat R S . Gambar 12.12
memperlihatkan panjar mandiri pada JFET saluran-p dan saluran-n. Hal yang sama
dapat juga dilakukan untuk jenis penguat D-MOSFET.

148 ELEKTRONIKA DASAR


Gambar 12.12 Panjar Mandiri pada JFET: a) saluran-n dan b) saluran-p

Untuk rangkaian saluran-n , arus yang mengalir lewat R S menyebabkan S

sedikit lebih positif terhadap G. R g dihubungkan dengan bagian yang lebih rendah dari

R S . Harga R g dan I D menentukan titik operasi panjar dari rangkaian. Perhatikan

bahwa untuk jenis saluran-p terdapat perbedaan polaritas tegangan.

12.9 Konfigurasi Rangkaian FET


Seperti halnya BJT (bipolar junction transistor), FET dapat dirangkai menjadi tiga
konfigurasi. Rangkaian dapat berupa konfigurasi sumber-bersama (common-source),
gerbang-bersama (common gate) dan saluran-bersama (common drain). Untuk
ketiganya berlaku, satu kawat dihubungkan dengan masukan, satu kawat dihubungkan
dengan keluaran dan kawat ketiga dihubungkan ke masukan dan keluaran. Kawat
ketiga ini dipakai sebagai acuan dan sering disebut sebagai “tanah” (ground).

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 149


Keluaran

Sumber
Isyarat AC
400 Hz

Gambar 12.13 Penguat JFET sumber bersama (common-source)

12.9.1 Penguat Sumber-Bersama (Common-Source Amplifier)


Konfigurasi sumber bersama (common-source) paling banyak digunakan pada penguat
FET. Dalam berbagai hal konfigurasi ini mirip dengan konfigurasi emitor-bersama
pada BJT. Isyarat masukan dikenakan pada G-S dan isyarat keluaran diambil dari D-S.
Titik S terhubung dengan masukan dan keluaran.
Salah satu bentuk praktis rangkaian sumber bersama diperlihatkan pada gambar
12.13. Pada prinsipnya rangkaian ini sama dengan rangkaian dasar penguat JFET yang
telah kita bahas sebelumnya. Pada rangkaian dapat dipasang piranti JFET, D-MOSFET
atau E-MOSFET. Karakteristik rangkaian pada dasarnya sama untuk ketiga piranti
tersebut.
Isyarat yang akan diproses pada sumber bersama diumpankan pada G-S. Panjar
mandiri pada rangkaian diperoleh dengan memasang resistor sumber R2 . Tegangan ini
menentukan karakteristik statik titik pengoperasian rangkaian. Tegangan isyarat yang
datang akan tergabung (superimpossed) dengan tegangan G. Ini menyebabkan tegangan
G bervariasi mengikuti AC. Variasi ini akan diikuti oleh arus drain I D . Tegangan
keluaran yang diambil dari S-D akan mengalami pembalikan 180o. Penguatan tegangan
adalah sebesar AV = V DS / VGS dengan harga sekitar 5 – 10. Impedansi masukan
berharga sangat tinggi (berorde mega ohm). Impedansi keluaran relatif cukup tinggi
(beberapa kilo ohm) dan pada dasarnya tidak tergantung pada harga R L .

150 ELEKTRONIKA DASAR


Keluaran

Sumber
isyarat AC
400 Hz

Gambar 12.14 Penguat JFET sumber bersama (common-source)

12.9.2 Penguat Gerbang-Bersama (Common-Gate Amplifier)


Konfigurasi gerbang-bersama (common-gate) dalam berbagai hal mirip dengan
konfigurasi basis-bersama pada BJT. Isyarat masukan dikenakan pada S-G dan isyarat
keluaran diambil dari D-G. Konfigurasi gerbang-bersama dapat digunakan sebagai
penguat tegangan tetapi mempunyai penguatan arus lebih kecil dari satu. Konfigurasi
ini dapat digunakan untuk piranti JFET, D-MOSFET atau E-MOSFET.
Salah satu bentuk praktis rangkaian gerbang-bersama diperlihatkan pada gambar
12.14. Pada rangkaian ini digunakan penguat JFET. Panjar mandiri pada rangkaian
diperoleh dengan memasang resistor sumber R1 . Tegangan ini menentukan
karakteristik statik titik pengoperasian rangkaian. Isyarat masukan dikenakan pada R1
melalui C1 . Variasi yang terjadi pada isyarat masukan menyebabkaan perubahan pada
tegangan S. Pada periode positif isyarat masukan akan membuat S semakin positif, ini
akan membuat ID semakin negatif. Demikian halnya pada saat periode isyarat masukan
negatif, akan terjadi kenaikan ID. Penurunan tegangan pada R2 akan mengalami
kenaikan atau penurunan mengikuti masukan. Dengan kata lain isyarat masukan sefase
dengan isyarat keluaran.

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 151


Penguat gerbang-bersama mempunyai karakteristik yang agak spesifik.
Besarnya penguatan tegangan relatif lebih rendah dibandingkan penguat sumber-
bersama, yaitu berharga sekitar 2 -5. Penguat ini memiliki impedansi masukan yang
sangat rendah (sekitar 200 – 1500 Ω) dan impedansi keluaran sedang (sekitar 5 – 15
kΩ). Konfigurasi ini banyak dipakai untuk penguat isyarat frekuensi radio (RF).

12.9.3 Penguat Saluran-Bersama (Common-Drain Amplifier)


Penguat saluran-bersama mempunyai isyarat masukan yang dikenakan pada G dan
isyarat keluaran diambil dari S. D terhubung baik dengan masukan maupun dengan
keluaran. Penguat ini juga disebut sebagai pengikut-saluran (drain follower) dan
memiliki karakteristik mirip dengan rangkaian pengikut emitor pada transistor BJT.
Gambar 12.15 memperlihatkan bentuk praktis rangkaian saluran-bersama
dengan menggunakan JFET saluran-n. Konfigurasi ini memiliki impedansi masukan
yang sangat tinggi dengan memasang R1 . Titik operasi transistor ditentukan oleh R2 .
Pada rangkaian ini, resistor R3 telah digeser dari D ke S. Kombinasi resistor R2 dan

R3 membentuk hambatan beban dan akan menjadi impedansi keluaran.

Keluaran

Sumber
isyarat AC
400 Hz

Gambar 12.15 Penguat JFET saluran-bersama (common-drain)

152 ELEKTRONIKA DASAR


Saat isyarat masukan AC diumpankan ke G, maka akan terjadi perubahan
tegangan G. Titik operasi DC ditentukan oleh resistor R2 . Pada periode positif isyarat
masukan, akan membuat G negatif. Ini akan membuat saluran-n menjadi semakin
konduktif. Dengan bertambahnya arus yang melewati R3 dan R2 , maka S akan
berubah/bergoyang positif. Demikian sebaliknya pada saat periode isyarat masukan
negatif, akan membuat saluran-n menjadi kurang konduktif.
Penguat saluran-bersama banyak digunakan sebagai piranti penyesuai impedansi
(impedance-matching), yaitu untuk menyambung rangkaian dengan beban impedansi
tinggi dengan rangkaian dengan beban impedansi rendah.

Transistor Efek-Medan (Field-Effect Transistor) 153


13 PENGUAT TRANSISTOR

13.1 Model Setara Penguat


Secara umum penguat (amplifier) dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu penguat
tegangan, penguat arus dan penguat transresistansi. Pada dasarnya kerja sebuah penguat
adalah mengambil masukan (input), mengolahnya dan menghasilkan keluaran (output)
yang besarnya sebanding dengan masukan. Besarnya tegangan keluaran (vo)
dibandingkan dengan tegangan masukan (vi) dinyatakan sebagai

v o = AV v i (13.1)

dimana AV adalah penguatan tegangan (voltage gain). Hal yang sama untuk penguat
arus berlaku

io = AI ii (13.2)

dimana io adalah arus keluaran, ii adalah arus masukan dan AI adalah penguatan arus
(current gain). Sementara ini pembahasan hanya dibatasi pada penguatan tegangan.
Gambar 13.1 menunjukkan rangkaian setara Thevenin dari jaringan bergerbang
dua dari suatu penguat. Secara ideal, penguat tidak mengambil arus dari masukan vi dan
tegangan keluaran tidak mengalami perubahan jika arus diambil dari ujung keluaran
(lihat gambar 13.1-a). Pada kenyataannya rangkaian yang ideal ini tidak bisa dibuat.
Rangkaian seperti terlihat pada gambar 13.1-b adalah lebih realistik dimana kita
menambah hambatan masukan Ri dan hambatan keluaran Ro.

154 ELEKTRONIKA DASAR


Rs
io

(a) v vi vo
i ~ ~ R
L
vo =Av
i

Sumber Penguat Beban

Rs i Ro
i io

(b) vi' ~ vi ~ vo' R


L
Ri vo =Av
i

Gambar 13.1 Rangkaian setara Thevenin jaringan bergerbang dua

Pada gambar 13.1-b terlihat bahwa pada bagian masukan mengalir arus masukan
sebesar

vi
ii = (13.3)
Ri

Semakin besar harga Ri penguat tersebut semakin mendekati kondisi ideal. Hambatan
sumber Rs dan hambatan masukan Ri membentuk pembagi tegangan sehingga

Ri
vi = vs (13.4)
Ri + R s

Pada bagian keluaran, dengan adanya Ro, tegangan keluaran v o' menjadi

v o' = v o − i o Ro
atau
RL
v o' = vo (13.5)
Ro + R L

Penguat Transistor 155


Persamaan 13.5 jelas memperlihatkan bahwa semakin kecil harga Ro suatu penguat akan
medekati kondisi ideal.

13.2 Penguat Tegangan


Pada bagian sebelumnya telah dipelajari bagaimana transistor diberi tegangan panjar
(bias) agar transistor tersebut dapat bekerja sebagai penguat. Pada gambar 13.2
diperlihatkan penguat BJT emitor-ditanahkan dengan tegangan panjar dari VCC dan VBE.

R
L +
VCC
_

vi
~
+
v
BE _

Gambar 13.2 pemasangan tegangan panjar pada penguat emitor ditanahkan

Antara parameter masukan dan keluaran terdapat hubungan dalam bentuk


eksponensial sebagai berikut
 v  
− i E = I o exp BE  − 1
î  VT  
(13.6)
v 
≈ I o exp BE 
 VT 

Arus kolektor (iC) besarnya hampir mendekati arus emitor (iE), dengan demikian kita
dapat menuliskan
v 
iC ≈ I o exp BE  (13.7)
 VT 

156 ELEKTRONIKA DASAR


(a)

(b)

(c)

Gambar 13.3 Bentuk isyarat keluaran suatu penguat untuk isyarat masukan (a) 1 dan
1,8 mV, (b) 4 dan 8 mV dan (c) 15 dan 20 mV

Penguat Transistor 157


dan tegangan kolektor diberikan oleh
v C = VCC − i C R L
v  (13.8)
v C = VCC − I o R L exp BE 
 VT 
Persamaan 13.8 menunjukkan hubungan antara tegangan input vBE dan tegangan output
vC dimana keduanya terdapat komponen DC (untuk panjar) dan komponen AC (isyarat).
Sayangnya keluaran dan masukan merupakan hubungan yang tidak selalu linier.
Dengan kata lain tidak selalu keluaran merupakan copy dari masukan sehingga terjadi
keluaran yang terdestori (cacat). Ini terjadi akibat isyarat masukan yang terlalu besar.
Pada gambar 13.3-a isyarat keluaran dari suatu input 1 dan 1.8 mV memperlihatkan
bentuk sinusoida yang sempurna (tidak terjadi distorsi). Namun jika isyarat masukan
diperbesar menjadi 4 dan 8 mV (gambar 13.3-b) nampak bahwa untuk garis referensi di
7V, isyarat keluaran tidak simetri lagi (bagian bawah lebih tajam). Pada isyarat
masukan sebesar 15 mV (gambar 13.3-c), isyarat keluaran mengalami distorsi yang
sangat nyata. Saat masukan diperbesar ke harga 20 mV, masukan kolektor menyamai
tegangan emiter, akibatnya transistor berada pada daerah jenuh sehingga isyarat
keluaran terpotong kurang lebih 2V.
Dengan demikian kita hanya dapat menentukan besarnya tegangan keluaran
karena adanya perubahan yang sangat kecil pada masukan, yang lebih dikenal sebagai
penguatan isyarat kecil (small-signal gain). Kita memiliki

v 
v C = VCC − I o R L exp BE 
 VT 

dan besarnya penguatan diberikan oleh

dv C  R  v 
= −  L  I o exp BE   atau
dv BE î  VT   VT 
dv C i R
=− C L (13.9)
dv BE VT

158 ELEKTRONIKA DASAR


Pada persamaan 13.9 terlihat bahwa penguatan berharga negatif, artinya jika vBE naik
maka iC juga naik, tetapi sebaliknya vC akan menurun.
Untuk pengoperasian pada isyarat kecil, iC tetap mendekati harga panjar DC
yaitu IC, sehingga penguatan isyarat kecil diberikan oleh

I C RL
AV = − (13.10)
VT

Penguatan ini bernilai cukup besar, misalnya untuk I C R L = 5 V diperoleh penguatan

sebesar ≈ -200.

13.3 Hambatan Masukan


Pada rangkaian emitor-ditanahkan (common emitor) harga hambatan masukan dapat
diperoleh juga dari hubungan eksponensial

v 
− i E = I o exp BE 
 VT 
atau
v 
I o exp BE 
iB =  VT 
(β + 1)

Sekali lagi untuk isyarat masukan yang sangat kecil diperoleh

 Io  v 
  exp BE 
=   VT 
di B VT
dv BE (β + 1)
sehingga
dv BB (β + 1) VT
=
di E v 
I o exp BE 
 VT  (13.11)
βV T
=
IE

Penguat Transistor 159


Ruas kiri tidak lain adalah hambatan masukan untuk rangkaian emitor ditanahkan atau
biasa disimbolkan dengan rπ . Untuk isyarat kecil, arus emitor mendekati hara DC (IE)
sehingga

βVT
rπ = (13.12)
IE

i
B

IB Slope
=1/r
π

v
BE
V
BE
Gambar 13.4 Pengambilan harga rπ dari karakteristik input transistor

Perlu dicatat bahwa rπ bukanlah berasal dari resistor yang nyata; namum berasal
dari kemiringan (slope) kurva karakteristik masukan (lihat gambar 13.4) pada titik
panjar DC.
Dengan cara yang sama untuk rangkaian penguat basis-ditanahkan, dengan arus
masukan − i E = ( β + 1) i B , hambatan masukan (re) adalah

VT
re = (13.13)
IE

Persamaan 13.13 diturunkan langsung dari − I E ≈ I o exp( − v EB / VT ) . Dengan demikian

hubungan rπ dan re dapat dituliskan sebagai

160 ELEKTRONIKA DASAR


rπ = β rπ (13.14)

Sedangkan besarnya penguatan tegangan dimungkinkan untuk dituliskan sebagai

RL
AV = − (13.15)
re

Dari keadaan di atas nampak bahwa besarnya penguatan tegangan adalah sama untuk
setiap transistor, yaitu hanya tergantung pada IC dan bukan pada β.

13.4 Hambatan Keluaran


Trasistor mengalirkan arus lewat hambatan beban sebesar

iC = β i B (13.16)

dimana harganya hampir tidak tergantung pada besarnya RL karena iC hampir tidak
tergantung pada besarnya vCE. Besarnya hambatan keluaran walaupun keluaran
terbebani akan berharga sekitar RL.

13.5 Model-model Isyarat Kecil (Small-Signal Models)


Untuk menentukan sifat-sifat sebuah penguat transistor, dapat dilakukan pendekatan
yaitu mengganti transistor tersebut dengan rangkaian setara model isyarat kecil. Model
ini tersusun dari rangkaian yang lebih sederhana sehingga memudahkan perhitungan.

i ic
b
B C


βi
b

E
Gambar 13.5 Model isyarat kecil untuk penguat emitor ditanahkan

Penguat Transistor 161


Gambar 13.5 menunjukkan sebuah model isyarat kecil untuk penguat emitor
ditanahkan. Pada bagian masukan (basis) mengalir arus AC (yaitu iB) lewat hambatan
rπ = β re dimana re = VT / I E . Pada bagian keluaran (kolektor), transistor mempunyai

arus AC kolektor (iC) yang (hampir) konstan sebesar iC = β i b .

ie i β ib
b
E C B C

re
αi e
re

B E
(a) (b)
Gambar 13.6 Model isyarat kecil untuk penguat basis ditanahkan

Gambar 13.6-a menunjukkan sebuah model isyarat kecil untuk penguat basis-
ditanahkan. Dengan membuat modifikasi model seperti terlihat pada gambar 13.6-b,
kadang-kadang dapat memberi kemudahan dan lebih berguna. Pada bagian masukan
terdapat hambatan masukan re. Jika pada masukan diberi tegangan masukan sebesar vb
maka arus masukan adalah ib , sedangkan arus sebesar (β + 1) i b mengalir lewat re
sehingga
v B = (β + 1) i b re (13.17)

vb
= (β + 1) re
ib (13.18)
≈ rπ
yang merupakan hambatan masukan seperti yang diharapkan.

162 ELEKTRONIKA DASAR


+ VC C

VC C = 9 V
R1 R
L R1 = 10 kohm
R
vo 2 = 4,7 kohm
C R = 390 ohm
I Q1 E
Rs
R = 560 ohm
L
C = 4700 uF
E
+
vs ~ R2 R _ C C
I = 100 uF
E E

Gambar 13.7 Contoh pemberian keadaan panjar pada penguat transistor

Gambar 13.7 memperlihatkan contoh rangkaian penguat transistor dengan


sumber tegangan masukan vS dengan resistansi sumber RS. Kita menganalisis rangkaian
tersebut dengan membuat pendekatan seperlunya. Misalkan transistor Q1 adalah terbuat
dari silikon dengan tipe n-p-n dengan penguatan arus β = 200. Beberapa permasalahan
berikut akan kita selesaikan.
(a) Berapa arus DC kolektor ?
(b) Beri komentar seberapa efektif keadaan panjar rangkaian pada gambar 13.7
(misalnya dengan membuat perkiraan besarnya perubahan arus kolektor jika
dilakukan penggantian transistor dengan harga gain arus setengahnya)
(c) Dengan asumsi harga Rs dapat diabaikan, perkirakan efek pada tanggapan
frekuensi isyarat-kecil pada 50 Hz
(i) dari CE
(ii) dari CI.
(d) Jika vS berupa gelombang sinus dengan amplitudo 2 mV dan frekuensi 1 kHz,
perkirakan bentuk tegangan keluarannya dengan
(i) berasumsi RS = 0,
(ii) berasumsi RS = 600 Ω

Penguat Transistor 163


Penyelesaian:
(a) Pertama harus kita hitung besarnya sumber tegangan rangkaian terbuka basis
(ingat teorema Thevenin) sebagai
V BB = VCC × R2 /( R1 + R2 )
= 9 × 4,7/14,7
= 2,88 V
dan hambatan sumber basis
R B = R1 // R2
= 3,20 k

Untuk transistor dengan gain arus β berlaku


VBB − VBE
IB =
RB + (β + 1)RE
2,88 − 0,6
= mA
3,20 + 201 + 0,39
= 27,9 µA

Demikian juga
IC = β I B
= 200 × 27,9
 

= 5,58 mA
(dalam hal ini kita berasumsi bahwa VBE berharga 0,6 V)

(b) Untuk β = 100 kita mendapatkan


2,88 − 0,6
IB = mA
3,20 + 101 × 0,39
= 53,5
 

I C = 5,35 mA

ternyata diperoleh hasil yang hampir sama dengan transistor dengan β = 200.
Dengan demikian rangkaian ini mempunyai stabilitas panjar yang baik. Sebagai
alternatif dari bagian (a) diperoleh
VE = I E RE
= (201/200) × 5,58 mA × 390 

= 2,19 V

164 ELEKTRONIKA DASAR


sehingga VB = 2,79 V, nampak hampir sama dengan harga VBB, memberi
indikasi bahwa RB berharga sangat kecil. Juga harga VBB cukup besar untuk
menghapus ketidakpastian pada VBE saat menghitung IB.

C i
I B b C

re βi
b
Rs

R2 R
1
v
s ~ E RL
RE CE

Gambar 13.8 Rangkaian ekivalen AC

(c) (i) Kita berasumsi bahwa CI berharga cukup besar untuk dianggap terjadi
hubung singkat pada frekuensi 50 Hz, kemudian kita akan lihat efek dari CE.
Kita akan menggunakan model setara transistor seperti pada gambar 13.6 (b).
Kita perlu menggambar rangkaian setara AC, dan untuk keperluan ini untuk
sebarang titik pada tegangan DC adalah pada AC ditanahkan (karenanya
mempunyai tegangan AC nol). Selengkapnya rangkaian tersebut seperti terlihat
pada gambar 13.8. Harga reaktansi dari CE pada frekuensi 50 Hz adalah
1 / ωC E = ( 4700 × 10 −6 × 2π × 50) −1
= 0,677


Reaktansi ini paralel dengan RE = 390 Ω dimana harganya dapat diabaikan, dan
ini seri dengan
re = 25 mV/5,61 mA
= 4,46 Ω
Arus sebesar i e = ( β + 1)i b mengalir melalui keduanya sehingga tegangan pada
kedua ujungnya adalah sebesar
vb = ib (896 Ω resistif + 136 Ω kapasitif)

Penguat Transistor 165


dimana karena kita mengabaikan impedansi RS dan CI, maka harganya sama
dengan vS. Bagian dari vS yang muncul pada re adalah sebesar

4,46 / 4,46 2 + 0,677 2 = 0,989 . Dengan demikian CE hanya memberikan efek


yang kecil pada frekuensi 50 Hz (ini akan menghasilkan pergeseran fase sebesar
tan-1 (0,677/4,46) = 8,6o)

(ii) Pada kasus ini model seperti terlihat pada gambar 13.5 lebih sesuai sehingga
rangkaian ekivalen AC terlihat seperti pada gambar 13.9.

C i
I B b C
βi
rπ b
Rs

R2 R
1
v
s ~ E RL
RE CE

Gambar 13.9 Rangkaian setara

Kita dapat mengabaikan besarnya reaktansi dari CE sehingga emiter ditanahkan


(grounded) dan hambatan masukan merupakan kombinasi paralel R1, R2 dan
rπ = βV T / I E
= 200 × 25 mV/5,61 mA
= 896


yaitu Rin = (1/896 +1/4700 + 1/10000)-1 = 700 Ω. Reaktansi CI adalah sebesar


1 / ωC I = (100 × 10 −6 × 2π × 50) −1 = 31,8


Bagian dari vS yang muncul pada rπ adalah sebesar 700 / 700 2 + 31,8 2 = 0,999 .
Dengan demikian pada frekuensi 50 Hz, CI memberikan efek yang dapat
diabaikan pada besarnya penguatan.

166 ELEKTRONIKA DASAR


(d) Masukan sebesar 2 mV (>> VT = 25 mV) adalah cukup kecil untuk
menghasilkan distorsi pada keluaran, karenanya kita dapat menggunakan
analisis isyarat-kecil. Pada frekuensi 1 kHz, baik CI dan CE dapat dianggap
terjadi hubung singkat.
(i) Disini vbe = vs dan besarnya penguatan adalah sebesar
A = -RL/re = - (560/4,46) = -126
dengan demikian keluaran berbentuk sinusoida dengan amplitudo 252 mV

(ii) Dalam hal ini hambatan masukan sebesar 700 Ω (lihat bagian c-ii) dikenai 2
mV dari sumber dengan hambatan seri sebesar 600Ω. Tegangan keluaran
akan turun sebesar (700/(700+600)) × 2 mV × 126 = 136 mV.

13.6 Pengaturan Tegangan Panjar


Jika kita diminta untuk menentukan besarnya panjar (bias) pada kedua rangkaian pada
gambar 13.10, kemungkinan kita akan kebingungan dengan banyaknya alternatif pilihan
harga. Namun perlu diperhatikan bahwa kita tidak bisa memilih panjar secara acak.
Untuk itu diperlukan aturan agar didapat desain yang tepat, walaupun harga-harga
pilihan dimaksud tidak berupa nilai yang eksak tetapi dalam bentuk interval nilai.

_
+

VC C
+ RC
R1 RC VC C
_

v
B
v
E

R2 R C C RE
E E VE E
E
_ +

(a) (b)

Gambar 13.10 Desain pemberian panjar pada penguat transistor

Penguat Transistor 167


Untuk memilih desain yang tepat misalnya untuk rangkaian pada gambar 13.10-
a, sebaiknya VB tidak terlalu terpengaruh oleh adanya aliran arus basis dari pembagi
potensial (sehingga V B ≈ VCC × R 2 /( R1 + R2 ) ). Untuk itu diperlukan

(V B / R2 ) >> (V E / R E ) × 1 / β

atau mendekati

R2 << βR E (karena V B ≈ V E )

Sebagai acuan dapat dibuat

R2 ≈ 10 R E

jika dipasang R2 yang terlalu rendah dapat mengurangi hambatan masukan isyarat-kecil
(small-signal input resistance).
Pada kedua rangkaian pada gambar 13.10 perbedaan tegangan antara basis dan
sumber emitor harus lebih besar dari 0,6 volt; dan juga kelebihan tegangan harus lebih
besar dari ketidak pastian harga VBE (∼ 0,1 V). Untuk itu diperlukan

V B − 0,6 >> 0,1 atau


V EE − 0,6 >> 0,1.

Sebagai pedoman dapat dibuat

V B ≈ 3 volt, atau V EE ≈ 3 volt

atau mungkin

V B ≈ VCC / 3, atau V EE ≈ VCC

168 ELEKTRONIKA DASAR


Biasanya terdapat pembatasan tertentu untuk harga VCC, jika tidak, dapat saja
dipasang harga dari 1 – 1000 volt. Namun biasanya akan lebih realistik dengan
mengambil harga pada daerah 5 – 50 volt. Secara praktis biasanya kita memilih

VCC = 9 volt (standar baterai yang banyak dijual)


atau
VCC = VEE = 15 volt (biasanya dipakai pada penguat komersial)
Dari harga R2, VB, dan VCC selanjutnya dapat ditentukan harga R1.

Biasanya juga terdapat pembatasan tertentu untuk harga RE , RC, dan I E ≈ I C .

Harga RE dan RC dapat berkisar dari 10 Ω - 10 MΩ serta IE dapat berharga dari 1µA
sampai dengan 1 A.
Jika hambatan keluaran ditentukan sama dengan RC dan jika hambatan luar
harus dipasang, maka RC harus berharga beberapa kali lebih kecil. Jika arus beban luar
harus dicatu maka IC harus paling tidak beberapa kali lebih besar.
Jika keterbatasan-keterbatasan di atas tidak berlaku, secara praktis harga-harga
berikut dapat dipilih

I E ≈ I C = 1 mA

dan untuk meyakinkan pemilihan panjar yang tepat ambil harga RE dan RC dari

I C RC ≈ (VCC − V E ) / 2
I E R E = V EE − 0,6
Kemungkinan penguatan tegangan dapat ditentukan, yaitu dari

AV = − RC / re = − I C RC / VT

Dengan demikian harga ICRC adalah tertentu sesuai dengan harga VCC yang dipasang,
yaitu

I C RC ≈ (VCC − V E ) / 2

Penguat Transistor 169


14 PENGUAT GANDENGAN DC

Dalam praktek biasanya untuk memperoleh suatu penguatan yang cukup besar, dapat
dilakukan dengan menggandeng beberapa penguat atau biasa dikenal dengan penguat
bertingkat. Untuk menjaga agar tegangan panjar (bias) pada suatu tahap tidak
terganggu oleh tahap sebelum dan berikutnya, maka antara penguat-penguat tersebut
dipisahkan dengan kapasitor. Rangkaian semacam ini lebih dikenal dengan penguat
gandengan RC. Penguat gandengan RC hanya bekerja untuk isyarat AC.
Bila isyarat berupa arus/tegangan DC atau bolak-balik dengan frekuensi sangat
rendah, maka diperlukan rangkaian penguat gandengan DC. Pada penguat ini, antara
transistor yang satu dengan yang lainnya dihubungkan secara langsung. Ada beberapa
cara untuk memperoleh penguat gandengan DC diantaranya adalah penguat diferensial
dan penguat hubungan Darlington.
Penguat yang muthakhir tersusun sebagai rangkaian terpadu (integrated circuit-
IC). Dengan IC memungkinkan kita untuk menyusun ribuan transistor ke dalam suatu
permukaan silikon (chip) dengan luas hanya beberapa mm2. Satu hal yang
menguntungkan dengan IC adalah dengan tanpa kapasitor, kita dapat menghasilkan
penguat dengan frekuensi respon sampai mendekati DC.

14.1 Penguat Diferensial


Untuk mengerti bagaimana penguat diferensial bekerja, perlu kita pelajari keadaan
panjar DC dari rangkaian dasarnya seperti ditunjukkan pada gambar 14.1. Masukan
dapat diumpankan pada ujung-ujung basis B1 dan B2. Perbedaan (difference) isyarat
pada kedua ujung inilah yang akan dikuatkan, sehingga kita menyebutnya sebagai
penguat diferensial.

170 ELEKTRONIKA DASAR


Cara menghitung keadaan panjar dari penguat tersebut tidak berbeda dengan
pada penguat transistor tunggal. Dengan kedua basis ditanahkan seperti pada gambar
14.1, kita mempunyai

VE ≈ -0,6 volt karena


VBE ≈ -0,6 volt
dengan salah satu atau kedua transistor yang bekerja.

+ VC C

R R
L1 L2

B1 B2
Q VE Q2
1

R
E
I
T
-V
EE

Gambar 14.1 Rangkaian dasar penguat deferensial

Permasalahannya adalah bagaimana membuat kedua transistor bekerja secara sama.


Selama keduanya mempunyai tegangan basis yang sama (0 volt) dan tegangan emitor
yang sama (~ -0,6 volt), keduanya mempunyai karakteristik yang identik. Khususnya,
karena
 v  
− i E = I o exp  BE  − 1
î  VT  

kita memerlukan transistor dengan harga Io yang hampir sama. Kenyataannya Io


berharga sangat variatif untuk satu transistor ke transistor lainnya dan juga terhadap

Penguat Gandengan DC 171


temperatur sehingga untuk mendapatkan pasanngan Io yang serasi terkadang menjadi
masalah yang serius.
Namun demikian saat dua transistor dibuat bertetangga pada rangkaian
terintegrasi, maka mereka akan memiliki karakteristik dasar dan temperatur yang relatif
sama dan secara otomatis akan menjadi serasi. Salah satu ukuran keserasian tersebut
adalah dengan melihat harga “tegangan offset masukan”, yaitu selisih antara kedua
harga VBE, diperlukan untuk menjamin adanya kesamaan arus yang mengalir. Biasanya
selisih ini berharga dari 50 µV – 5 mV.

Arus total yang melewati kedua emitor adalah

I T = (− 0,6 − (− V EE )) / R E (14.1)

karenanya untuk dua transistor yang identik kedua arus emitor adalah sebesar

I E1 = I E 2 = I T / 2 (14.2)

Besarnya arus kolektor keduanya adalah hampir sama dengan harga arus emitor di atas,
sehingga kedua tegangan kolektor adalah sebesar

VC1 = VC 2 = VCC − I E R L (14.3)

14.2 Pengoperasian Modus Bersama (Common-mode Operation -CM)


Rangkaian pada gambar 14.2 memperlihatkan bahwa isyarat vi diumpankan pada kedua
basis. Karena vi dipakai bersama sebagai masukan, maka keadaan ini disebut “masukan
modus bersama”

172 ELEKTRONIKA DASAR


+ VC C

R R
L1 L2
v vo2
o1
Q Q2
vi 1

R
E
I
T
-V
EE

Gambar 14.2 Pengoperasian mudus bersama


Kita mungkin berharap sistem dapat memberikan keluaran beberapa ratus mV
dengan masukan beberapa mV, tetapi kenyataanya tidak demikian. Tegangan emitor
akan tetap sekitar 0,6 volt di bawah tegangan basis, sehingga tidak akan berharga terlalu
jauh dari -0,6 V. Karenanya besarnya arus total

I T = (V EE − 0,6) / R E

hanya akan sedikit berubah. Akibat adanya rangkaian yang simetri, dengan harga vBE
yang identik pada kedua transistor, kedua arus emitor akan tetap berharga sekitar

I E1 = I E 2 ≈ I T / 2

sehingga tegangan kolektor juga berubah sedikit.


Selanjutnya besarnya penguatan dapat dihitung dengan menggunakan rangkaian
setara seperti telah dibicarakan pada bab sebelumnya.

Penguat Gandengan DC 173


R R
L1 L2
vo1 vo2
αi e αie
vi vi
re re

ie ie

R
E
it

Gambar 14.3 Rangkaian setara operasi modus bersama

Pada rangkaian setara operasi modus bersama seperti terlihar pada gambar 14.3, kita
melihat

(
2i e = i t = v e / R E = v i / R E +
1
2
re ) (14.4)
≈ vi / RE
dan besarnya tegangan keluaran adalah

v 01 = v o 2 = −α i e R L
(14.5)
≈ −(v i / 2 R E )R L

sehingga penguatan pada masing-masing transistor adalah sebesar

vo / vi ≈ −RL / 2RE (14.6)

Karena RL dan RE mempunyai harga yang hampir sama maka penguatan


tegangan yang dihasilkan sangat rendah (biasanya kurang dari satu). Jika perbedaan
keluaran v o1 − v o 2 digunakan, maka penguatan akan berharga nol, maka RL1 dan RL2
mestinya terdapat keserasian (identik).

174 ELEKTRONIKA DASAR


Hambatan masukan dari isyarat-kecil pada masing-masing basis diberikan oleh

ri = v i / i b
= v i / (i e / (β + 1))
(14.7)
= βv i / (v i / 2 R E )
= 2 β RE
suatu harga yang cukup besar.
Rangkaian di atas, karena sifat simetrinya, berperilaku seperti sepasang penguat
transistor yang paralel tanpa adanya resistor emitor bypassed 2RE.

14.3 Pengoperasian Modus Diferensial (Differential-Mode Operation-DM)


Pada dasarnya pada pengoperasian ini, kedua masukan diberi tegangan yang besarnya
berbeda. Gambar 14.4 menunjukkan kedua tegangan masukan besarnya sama tetapi
berbeda tanda dan rangkaian setara untuk masukan isyarat- kecil rangkaian ini diberikan
pada gambar 14.5. Dari gambar 14.5 terlihat bahwa

ve = (ie1 + ie 2 ) RE
v − ve = ie1 re1 (14.8)
− v − ve = ie 2 re 2

+ VC C

R R
L1 L2

+v Q Q2 -v
1

R
E

-V
EE
Gambar 14.4 Pengoperasian modus diferensial

Penguat Gandengan DC 175


R R
L1 L2
vo1 vo2

+v -v

re 1 re 2

ie 1 ve
ie 2

R
E
it

Gambar 14.5 Rangkaian setara pengoperasian modus diferensial

sehingga untuk transistor yang identik dimana re1 = re 2 = re didapat

v e = − 12 (ie1 + ie 2 ) re (14.9)

karenanya
ve = 0
i e 1 = −i e 2
(14.10)

Pada kondisi di atas, kita berharap bahwa kenaikan tegangan emitor karena
masukan bada basis 1 dilawan oleh penurunan tegangan karena masukan pada basis 2.
Dengan demikian setiap transistor mempunyai emitor yang ditanahkan (ac) dan bekerja
secara terpisah sebagai penguat emitor-ditanahkan. Penguatan tegangan dan hambatan
masukan dapat dituliskan sebagai

AV = − R L / re (14.11)

dan ri = β re (14.12)

Utuk masukan yang berharga besar, analisa di atas tidak sesuai lagi.

176 ELEKTRONIKA DASAR


14.4 Pengoperasian Ujung-Tunggal (Single-ended Operation)
Jika tegangan isyarat-kecil v dimasukkan ke salah satu basis dengan basis
ditanahkan, rangkaian setara rangkaian dimaksud seperti diperlihatkan pada gambar
14.6. Biasanya R E >> re , sehingga v dapat diambil dari ujung re seri dengan tanah

(ground) dan v e = v / 2 . Karenanya kita mempunyai

i e1 = (v − v e ) / re
(14.13)
= 12 v / re

R R
L1 L2
vo1 vo2

re 1 re 2

ie1 ve
ie 2

R
E
it

Gambar 14.6 Pengoperasian ujung-tunggal


dan juga

v o1 = −α i e R L
≈ − ie RL (14.14)
= − v R L / re
1
2

dan besarnya penguatan tegangan adalah

AV 1 = − R L / (2 re ) (14.15)

Demikian juga untuk keluaran 2 berlaku

Penguat Gandengan DC 177


AV 2 = + R L / (2 re )

Jika keluaran diambil secara diferensial, yaitu jika v o1 − v o 2 digunakan sebagai


output, maka besarnya penguatan tegangan adalah

(v o1 − v o 2 ) / v = − R L / re (14.16)

Besarnya hambatan masukan diberikan oleh


ri = v / i b
= ( β + 1) v / i e
(14.17)
≈ β v / (12 v / re )
= 2 β re

Rangkaian di atas menunjukkan bahwa dengan tanpa pemasangan kapasitor kita


mendapatkan penguatan tegangan dan hambatan masukan yang sebanding dengan
penguat emitor ditanahkan.
Pada penguat emitor-bersama kita memerlukan resistor RE untuk mendapatkan
tegangan panjar yang tepat, namun kita harus memasang kapasitor paralel (shunt)
dengan emitor ke tanah.

14.5 Pasangan Berekor-Panjang (Long-tailed Pair)


Dalam praktek kita menginginkan penguatan diferensial dari kedua masukan
( v b1 − v b 2 ) . Jika ( v b1 − v b 2 ) mempunyai harga yang kecil dibandingkan dengan v b1

dan v b 2 , maka perlu kiranya mengurangi penguatan modus bersama (CM). Sudah kita
dapatkan bahwa besarnya penguatan untuk CM adalah

ACM = − R L / 2 R E (lihat bagian 14.2)

maka pengurangan penguatan dapat dilakukan dengan menaikkan RE, yang tidak secara
langsung melibatkan penguatan DM yaitu

178 ELEKTRONIKA DASAR


ADM = − RL / re (lihat bagian 14.3)

Namun dengan menaikkan harga RE , secara langsung akan menaikkan harga VEE, untuk
menjaga agar arus emitor tetap konstan.
Ada cara lain yang lebih baik agar IE selalu berharga tetap, yaitu dengan
menambah satu transistor Q3 seperti terlihat pada gambar 14.7 yang biasa disebut
sebagai pasangan berekor panjang. Jadi rangkaian tambahan ini berfungsi sebagai
“sumber arus tetap”.

+15

3k9 3k9

vb1 Q Q2 vb2
1
-15
5k1
Q3
2k4
2k4

-15
Gambar 14.7 Rangkaian pasangan berekor panjang

+ VC C

vo
vi
R
E
-v
EE
Gambar 14.8 Rangkaian pengikut emitor

Penguat Gandengan DC 179


14.6 Rangkaian Pengikut Emitor
Rangkaian pengikut emitor atau penguat kolektor-ditanahkkan seperti terlihat pada
gambar 14.8 dapat juga digunakan sebagai penggandeng DC.
Pendekatan pertama dari karakteristik rangkaian di atas adalah dengan melihat
keluarannya

v o = v i − 0,6

yaitu bahwa keluaran pada emitor “mengikuti” masukan (dimana harganya akan
berubah-ubah terhadap tanah).
Kita dapat menggunakan pendekatan rangkaian setara isyarat-kecil untuk
menghitung penguatan tegangan dan hambatan masukannya seperti terlihat pada
gambar 14.9. Besarnya penguatan tegangan adalah

v o / v i = R E / (R E + re ) (14.18)

dimana harganya akan mendekati satu karena biasanya R E >> re .

βi e
ib
vi B
re

E vo

R
E
ie

Gambar 14.9 Rangkaian setara pengikut-emitor

180 ELEKTRONIKA DASAR


Besarnya hambatan masukan adalah

v i / i b = v i / (i e / (β + 1))
= v i (β + 1) / i e
= (β + 1)(R E + re )

yaitu rin ≈ β R E (14.19)

yang mempunyai harga jauh lebih besar dibandingkan dengan hambatan masukan pada
penguat emitor ditanahkan (β re).
Jika arus beban io diambil dari keluaran, maka kita mendapatkan

v i = i e re + (i e − i o )R E
v o = (i e − io ) R E
dan juga
ie = io + vo / RE

v i = v o + (io + v o / R E ) re
 r 
v o 1 + e  = v i − io re
 RE 

v o = v i × R E / (R E + re ) − i o × re R E / (R E + re ) (14.20)

Suku pertama pada ruas kanan persamaan 14.20 adalah merupakan tegangan
keluaran tanpa beban, dan suku kedua adalah penurunan tegangan keluaran pada
hambatan ro , dengan demikian

ro = re R E / (re + RE ) (yaitu re // R E )
atau
ro ≈ re
suatu harga hambatan keluaran yang sangat rendah
Jika pengikut emiter diberi masukan v S dengan hambatan sumber R S , besarnya
keluaran memungkinkan untuk dihitung dengan menggunakan hambatan masukan yang
telah diketahui harganya, dari

Penguat Gandengan DC 181


v i = v s × β R E / (R S + β R E )
dan kemudian
v o = v i × R E / (R E + re ) (14.21)

Untuk menentukan hambatan keluaran kita perlu memperhatikan bahwa R S

menyebabkan turunnya tegangan, dari v S ke v i , dari

i b R S = i e R S / (β + 1)

sehingga total penurunan tegangan ke v o adalah

i b R S + i e re = i e (re + R S / (β + 1)) (14.22)

Dibandingkan dengan hambatan keluaran pada gambar 14.9 yang besarnya sama
dengan re , maka besarnya hambatan keluaran adalah sebesar

ro ≈ re + R S / β (14.23)

14.7 Pasangan Darlington (Darlington-Pair)


Karena penguatan tergantung pada harga β , maka memproduksi transistor dengan β
yang tinggi banyak memberi keuntungan. Tetapi untuk maksud tersebut diperlukan
lapisan yang sangat tipis pada daerah basis yang akan mengakibatkan transistor
mempunyai tegangan dadal (breakdown voltage) rendah.
Untuk mencapai maksud tersebut di atas bisa dilakukan dengan menghubungkan
dua transistor yang biasa disebut dengan pasangan Darlington seperti terlihat pada
gambar 14.10. Pasangan transistor tersebut terdapat di pasaran dalam paket dengan
ujung-ujung kaki E’, B’ dan C’.

182 ELEKTRONIKA DASAR


C'

(β + β + β β )i
β i 1 2 1 2
1
β ( β + 1) i
Q1
B' Q2
( β + 1) i
( β + 1) ( β + 1)i
1 2

E'
Gambar 14.10 Rangkaian pasangan Darlington

Jika kita berasumsi arus masukan i seperti diperlihatkan pada gambar 14.10 dan
menghitung arus yang mengalir, akan didapat penguatan efektif β (= I C ' / I B ' ) adalah

β = β1 + β 2 + β1 β 2
≈ β1 β 2

Pasangan Darlington sering juga digunakan dengan arus emitor yang relatif
tinggi, sehingga β 2 relatif kecil; jika tidak Q1 mempunyai berarus rendah sehingga β 1
bisa berharga kecil. Namun demikian dengan mudah kita mendapatkan

β = 50 × 100 = 5000

Kita mungkin berangan-angan dapat menghitung re dari arus emitor dari Q2.
Namun demikian Q2 dikendalikan dari sumber (Q1) yang memiliki arus yang sangat
rendah, karenanya memiliki hambatan keluaran yang tinggi. Oleh sebab itu harga re
efektif pasangan Darlington diberikan oleh

re = re 2 + re1 / β 2

Penguat Gandengan DC 183


Namun I E1 = I E 2 / β 2 dan juga re1 = β 2 re 2 , dengan demikian harga re efektif
diberikan oleh

re = 2 re 2

Transistor pasangan Darlington banyak dimanfaatkan pada rangkaian pengikut


emitor tenaga-tinggi, utamanya pada penguat daya audio.

Contoh 1.
Hitung parameter kinerja penguat diferensial seperti terlihat pada gambar 14.7
untuk berbagai isyarat masukan. Transistor penyusun diasumsikan identik dengan
β = 250 dan toleransi 1 %.

Jawab:
Pertama kita harus menghitung besarnya tegangan panjar DC
V B 3 = −15 × 2,4 / (2,4 + 5,1) = −4,8 volt

Jadi V E 3 = −5,4 volt

I T = (− 5,4 − − 15) / 2,4 k = 4 mA


Jadi I E1 = I E 2 = 2 mA (transistor identik)
V C1 = V C 2 = 15 − 2 × 3,9 = +7,2 volt

V E1 = V E 2 = −0,6 volt (jika basis ditanahkan)


Semua angka-angka di atas mempunyai toleransi 0,1 V atau 1 %, namun nilai ini tidak
penting untuk dikoreksi. Untuk masing-masing transistor kita mempunyai

re = 25 mV/2mA
= 12,5 Ω

Untuk pengoperasian diferensial, masukan isyarat-kecil (misalnya ± 1 mV),


emitor dalam kondisi ditanahkan (ac) dan Q1 dan Q2 masing-masing mempunyai
penguatan sebesar

184 ELEKTRONIKA DASAR


R L / re = 3900 / 12,5 = 312

sehingga tipe isyarat akan seperti

v b1 = +0,001 sin ω t

v b 2 = −0,001 sin ω t

v C1 = −0,312 sin ω t

v C1 = +0,312 sin ω t

Besarnya keluaran diferensial v C 1 − v C 2 adalah 2 × 2 × 0,312 = 1,25 volt p - p . Untuk


masukan diferensial, hambatan masukan adalah

ri = β re = 250 × 12,5 = 3,125k


 

sedangkan untuk masukan ujung-tunggal besarnya hambatan masukan adalah

ri = 2 β re = 6,25 k 

dan untuk masukan modus bersama besarnya hambatan masukan adalah

ri = β R E = 250 × 2,4k = 600 k


 

Dengan menggunakan pendekataan seperti pada gambar 14.3, besarnya fraksi masukan
modus bersama yang ada pada sambungan B-E adalah

1
2 re / (R E + 12 re ) ≈ 6,25 / 2400 = 0,0026
jadi walaupun dengan masukan sebesar 2 volt p-p akan hanya mengubah vbe sebesar
±2,6 mV, dengan demikian masih pada pengoperasian isyarat-kecil.
Jika kita mengasumsikan harga efektif RE sebesar 100 kΩ, besarnya keluaran
modus bersama pada kolektor adalah sebesar

Penguat Gandengan DC 185


v o = −(R L / 2 R E )v i
= ± 1 volt × (3900/200000)
= ± 0,0195 volt (peak)

Karena adanya toleransi sebesar 1% untuk RL1, RL2, harga di atas dapat berubah-ubah
pada kisaran ±0,0002 volts. Keluaran diferensial (v o1 − v o 2 ) akan berharga paling besar

±0,4 mV (peak).
Jika masukan berupa isyarat modus bersama yang tergabung (superimpossed)
dengan isyarat diferensial sebesar 2 mV(p-p), maka keluaran sebesar 312 mV(p) dari
isyarat DM akan menenggelamkan isyarat keluaran 20 mV(p) dari CM. dengan
menggunakan keluaran diferensial, perbedaanya akan naik sebesar 624 mV(p) sampai
0,4 mV(p).

Contoh 2.
Sebuah rangkaian pengikut emitor memiliki nilai
VCC = V EE = 15 volt

RE = 100 ohm

Rangkaian memiliki masukan v S dengan hambatan masukan R S ; v S berupa gelombang


sinus yang berosilasi di sekitar 0 volt. Tentukan kinerja rangkaian untuk
i) R S = 0 dan

ii) R S = 1 k 

dengan pertama-tama menggunakan transistor tunggal dengan β = 50, kemudian dengan


menggunakan pasangan Darlington dengan β = 5000.

Jawab :
(i) Dengan menggunakan transistor sederhana dengan R S = 0 kita mempunyai

V E = -0,6 V
dan juga
I E = 14,4 V/100  = 144 mA
Kita perlu menggunakan

186 ELEKTRONIKA DASAR


re = 25 mV /144 mV = 0,174


Besarnya penguatan adalah


R E / (R E + re ) = 100 / 100,174 = 0,9983
Besarnya hambatan masukan adalah
β R E = 50 × 100 = 5 k
 

Besarnya hambatan keluaran adalah


re = 0,174


(ii) Dengan R S = 1 k


dan untuk transistor tunggal; jika I E sebesar 144 mA, I B akan

berharga ~ 3 mA, memberikan penurunan tegangan pada R S sebesar 3 V. Kita dapat


menghitung lebih rinci sebagai berikut. Kita mempunyai
0 − I B R S − 0,6 − I E R E = −V EE
memberikan
 1000 
14,4 = I E 100 + 
 50 
I E = 120 mA
V E = −15 + 0,12 × 100 = −3 V
re = 25 mV/120 mA = 0,208


Besarnya hambatan masukan pada basis adalah


β R E = 5000


dan juga
RE β RE
Penguatan = ×
R E + re β R E + R S
100 5
= × = 0,832
100,208 6
Hambatan keluaran = re + R S / β
= 0,208 + 20
= 20


Kita melihat bahwa R S = 1000 Ω penurunan kinerja transistor yang cukup serius.

(iii) Dengan R S = 0 dan dengan menggunakan pasangan Darlington, kita mempunyai

Penguat Gandengan DC 187


V E = -1,2 V (kurang lebih)
dan juga
I E = 13,8 V/100 = 138 mA


re = (25 mA/I E ) × 2 = 0,362




Besarnya penguatan adalah


R E / (R E + re ) = 100 / 100,362 = 0,9964
Besarnya hambatan masukan adalah
β R E = 5000 × 100 = 500 k
 

Besarnya hambatan keluaran adalah


re = 0,362


Terlihat dengan rangkaian transistor tunggal, hanya hambatan masukan yang mengalami
peningkatan.

(iv) Dengan R S = 1 k


dan pasangan Darlington; kita dapat mengabaikan penurunan

pada I B R S sehingga

I E ≈ 138 mA

re = 0,362


Besarnya hambatan masukan pada basis adalah


β R E = 5000 k


dengan demikian
RE β RE
Penguatan = ×
R E + re β R E + R S
500
= 0,9964 = 0,9944
501
masih berharga sangat dekat dengan satu
Hambatan keluaran = re + R S / β
= 0,362 + 1000 / 5000
= 0,562


Terlihat bahwa dengan menggunakan pasangan Darlington dapat memberikan


hambatan masukan yang lebih tinggi, dapat menurunkan efek dari hambatan sumber
pada penguatan dan hambatan keluaran.

188 ELEKTRONIKA DASAR


15 BALIKAN (FEEDBACK)

15.1 Dasar Penguat Balikan


Karena sebuah transistor dapat memberikan penguatan > 100 kali, kita hanya
memerlukan beberapa transistor (suatu penguatan dikuatkan oleh penguat berikutnya)
untuk mendapatkan penguatan isyarat yang sangat besar.
Namun perlu diperhatikan bagaimana membuat penguat yang baik. Penguat
yang baik adalah penguat yang keluarannya merupakan copy dari isyarat masukan,
mempunyai tanggapan frekuensi yang lebar, keadaan panjarnya cukup stabil dan
mempunyai keluaran yang tidak tergantung pada beban yang dipasang.
Dengan teknik balikan, maksud tersebut mungkin dapat tercapai. Dengan teknik
ini sebagian dari isyarat keluaran dikembalikan lagi ke masukan. Balikan yang
dipasang untuk memperlemah masukan disebut “balikan negatif”, sedangkan pada
“balikan positif” masukan diperkuat.

Penjumlah Penguat
vi
Σ
+ vo
v A
s
-

β
v
f Balikan

Gambar 15.1 Skema rangkaian dasar balikan

Rangkaian dasar dari balikan negatif terdiri atas tiga komponen seperti
ditunjukkan pada gambar 15.1.
1. Penguat A dengan fungsi
vo = A vi (15.1)

Balikan (Feedback) 189


2. Jaringan kerja balikan β dengan fungsi

v f = β vo (15.2)

Biasanya kita memerlukan β yang sangat stabil, yang biasanya terdiri atas pembagi
tegangan sederhana.
3. Penjumlah Σ dengan fungsi
vi = v S − v f (15.3)

Idealnya, A mempunyai harga sangat besar, karenanya v i = v o / A mempunyai


harga sangat kecil dan mendekati nol volt, yaitu pada keadaan “tanah maya” (virtuil
earth). Karena
v S − v f = vi

dan
vi ≈ 0
Kita mempunyai
v S ≈ v f = β vo (15.4)

sehingga kita mendapatkan


vo / v S = 1 / β (15.5)

Terlihat bahwa besarnya penguatan v o / v S tidak tergantung pada A, tetapi hanya

tergantung pada β. Besarnya A tergantung pada besaran-besaran transistor, sedangkan β


dapat diperoleh dengan sebuah pembagi tegangan.
Perhatikan bahwa pada gambar 15.1, rangkaian berupa sebuah lingkar tertutup
(closed loop) yang terdiri dari
Σ : penguatan -1
A : penguatan A
β : penguatan β
Total penguatan pada lingkar tertutup disebut “penguatan lingkar” dan besarnya adalah
− Aβ . Rangkaian ini membandingkan hasil copy β v o dari v o dengan v S pada Σ.

Segala ketidaksesuaian dinyatakan sebagai kesalahan dan diperkuat A kali untuk

190 ELEKTRONIKA DASAR


melawan kesalahan awal pada v o . Jadi kesalahan awal harus dilawan, sehingga

penguatan lingkar harus negatif ( Aβ ); dan karenanya balikan ini disebut balikan negatif
(negative feedback).
Hubungan “penguatan lingkar-tertutup” ( v o / v S ) dalam bentuk “penguatan

lingkar-terbuka” (A) dan balikan (β) sebagai berikut. Kita mempunyai

vo = A vi
= A(v S − β v o )

sehingga vo = A v S − A β vo (15.6)

dan juga
vo A 1
= = (15.7)
v S 1 + Aβ 1

A

1
jika << β , bentuk di atas akan menjadi
A
vo 1
≈ (15.8)
vS β

jadi penguatan hanya tergantung sepenuhnya pada β , dimana ini dapat dibuat dengan
sepasang resistor. Sebagai gambaran diambil contoh A = 104 dan β = 0,01, maka
vo 10 4
= = 99,01
v S 1 + 10 4 × 10 − 2

Jika karena penggantian transistor, harga A menjadi setengahnya, maka besarnya


penguatan menjadi
vo 5000
A' = = = 98,01
v S 1 + 5 × 10 3 × 10 − 2

Terlihat bahwa dengan perubahan A menjadi setengahnya hanya akan mengakibatkan


perubahan penguatan sebesar 1%. Dengan kata lain walaaupun penguatan tegangan

Balikan (Feedback) 191


berkurang dengan faktor 101 tetapi stabilitas penguatannya meningkat dengan faktor
yang sama.

15.2 Pengaruh Balikan Terhadap Tanggapan Frekuensi


Sudah ditunjukkan sebelumnya bahwa balikan negatif dapat mengatasi penurunan A
akibat penggantian transistor. Kita juga berharap balikan negatif dapat mengatasi
penurunan A akibat terbatasnya tanggapan frekuensi (frequency response).

Rangkaian terbuka
Gain A R
Gain/Penguatan (dB)

Gain α f Gain α 1/f

Rangkaian tertutup
Gain A/(1+A β ) D

f' f f '
fFT
FR FR FT
Frekuensi (dalam skala logaritmik)

Gambar 15.2 Peningkatan tanggapan frekuensi dengan balikan

Gambar 15.2 (kurva R) memberikan ilustrasi tanggapan frekuensi penguat


sederhana, dimana tanggapan frekuensinya mempunyai kelemahan akibat adanya
rangkaian RC lolos-rendah dan juga rangkaian RC lolos tinggi.
Dapat dibuktikan bahwa dengan memasang lingkar balikan pada penguat di atas,
maka rangkaian akan mempunyai tanggapan frekuensi dengan frekuensi 3 dB sebagai

f ' FT = f FT (1 + Aβ ) (bagian frekuensi tinggi) (15.9)

f FR
f ' FR = (bagian frekuensi rendah) 15.10)
(1 + Aβ )

192 ELEKTRONIKA DASAR


Pada persamaan 15.9 dan 15.10 nampak bahwa tanggapan frekuensi dapat ditingkatkan
(melebar) dengan faktor yang sama, yaitu sebesar (1 + Aβ ) walaupun penguatan
mengalami penurunan.
Karena
A >> 1 / β
dimana A adalah penguatan lingkar terbuka, dan 1 / β mendekati harga penguatan
lingkar-tertutup, maka

A 1

1 + Aβ β

1
Namun demikian saat A ≈ , maka
β

A
≈A
1 + Aβ
Jadi sepanjang penguatan lingkar-tertutup lebih kecil dari A, penguatan akan berharga
~1/β.

15.3 Pengaruh Balikan Terhadap Cacat Isyarat (Distortion)


Secara ideal, keluaran v o dari sebuah penguat adalah merupakan fungsi linier dari

masukan v i seperti diperlihatkan pada gambar 15.3-a, dalam bentuk

v o = a o + a1 v 1 (15.11)

Namun pada prakteknya, linieritas tersebut tidak sempurna; untuk penguat transistor
tunggal, akan berupa fungsi eksponensial. Kita memerlukan lebih banyak suku dari
deret Taylor (seperti terlihat pada gambar 15.3-b),

v o = a o + a1 v i + a 2 v i2 (15.12)

Balikan (Feedback) 193


vo vo

vi vi
(a) (b)

Gambar 15.3 Keluaran penguat (a) kondisi ideal dan (b) keadaan riil

Jika masukan berupa frekuensi tunggal

v i = V sin ω t (15.13)

Dengan persamaan 15.12 dapat diselesaikan dengan memasukkan persamaan 15.13


yang secara praktis berupa penyelesaian persamaan trigonometeri yang akan
menghasilkan keluaran dengan frekuensi baru (frekuensi harmonik) misalnya

(sin ω t )2 = 1 − 1 cos 2ω t (15.14)


2 2

Frekuensi baru tersebut menyebabkan terjadinyaa distorsi (cacat) pada keluaran.


Dengan penguat balikan negatif, frekuensi harmonik tersebut tidak dapat
menemukan pasangannya untuk saling menghilangkan pada bagian penjumlah
(summer), tetapi mereka melawan terhadap “mereka sendiri” sehingga dapat
mengurangi cacat pada keluaran. Cacat pada isyarat keluaran dapat berkurang dengan
faktor (yang tidak asing lagi) sebesar 1 + Aβ . Jadi jika D A adalah distorsi pada lingkar
terbuka, maka distorsi dengan pemasangan balikan ( D B ) akan berkurang menjadi

D B = D A / (1 + Aβ ) (15.15)

194 ELEKTRONIKA DASAR


15.4 Pengaruh Balikan Pada Hambatan Masukan dan Keluaran
Ada beberapa cara untuk memasang balikan. Pada prinsipnya, dengan pemasangan
balikan akan meningkatkan kualitas hambatan masukan maupun hambatan keluaran
(akan mendekati keadaan ideal) yaitu

i) hambatan masukan akan membesar dan


ii) hambatan keluaran akan mengecil,

keduanya dengan faktor (tidak lain) sebesar (1 + Aβ ) .

15.5 Permasalahan dengan Balikan


Sudah kita lihat beberapa keuntungan dengan pemasangan balikan pada penguat.
Namun ada beberapa masalah yang timbul misalnya, pada frekuensi tinggi penguat
dasar akan mengalami pergeseran fase karena keterbatasan tanggapan frekuensi. Jika
pergeseran fase ini mencapai 180o, maka tujuan semula sebagai balikan negatif akan
berubah menjadi balikan positif dimana isyarat keluaran akan berosilasi walaupun tanpa
masukan.

Contoh
Sebuah penguat tegangan A mempunyai kinerja sebagai berikut:
Penguatan Band menegah : ± 1000
Toleransi penguatan : ± 20%
Tanggapan frekuensi : Datar pada 50Hz - 5 kHz (-3 dB)
Hambatan masukan : 50 kΩ
Hambatan keluaran : 100 Ω
Distorsi : 5% pada keluaran 20 V (p-p)
Penguat di atas akan digunakan untuk menurunkan penguatan menjadi 50 dengan
menggunakan balikan negatif, dengan β tersusun dari pembagi tegangan dengan
hambatan total berkisar 10 – 20 kΩ. Hitung nilai yang sesuai dari komponen
penyusunnya dan perkirakan kinerja dari penguat balikan tersebut.

Balikan (Feedback) 195


Jawab
(i) Besarnya penguatan dengan balikan adalah
A f = A / (1 + Aβ )
50 = 1000 / (1 + 1000 β )
memberikan
1 + 1000 β = 20
β = 0,019

Jika pembagi tegangan mempunyai R1 terhubung dengan keluaran penguat dan R2


ditanahkan, kita mempunyai
R2 / (R1 + R2 ) = 0,019
0,019 R1 = 0,981 R2
R1 = 51,6 R2
Tentu saja harga di atas tidak dapat dipenuhi dengan harga resistor standar. Dua buah
harga resistor standar yang mungkin diambil adalah
R1 = 20 k


dan
R2 = 390


dimana
R1 = 51.28 R2
R1 + R2 = 20,39 k


(ii) Besarnya penguatan berkurang dengan faktor


1 + Aβ = 20 .
Oleh sebab itu kita memprediksi besarnya perubahan parameter penguat juga akan
meningkat dengan faktor 1 + Aβ , seperti terlihat pada tabel berikut.
Toleransi penguatan ± 20 % ±1%
f FR 50 Hz 2,5 Hz

f FT 5 kHz 100 kHz

Rin 50 kΩ 1 MΩ

Rout 100 Ω 5Ω

Distorsi (20 Vp-p) 5% 0,25 %

196 ELEKTRONIKA DASAR


16 PENGUAT OPERASIONAL

16.1 Dasar-dasar Penguat Operasional


Penguat operasional (opamp) adalah suatu blok penguat yang mempunyai dua masukan dan
satu keluaran. Opamp biasa terdapat di pasaran berupa rangkaian terpadu (integrated circuit-
IC).

VC C
+ -
v+ +
vo
v- - VEE
- +

Gambar 16.1. Rangkaian dasar penguat operasiaonal

Gambar 16.1 menunjukkan sebuah blok opamp yang mempunyai berbagai tipe
dalam bentuk IC. Dalam bentuk paket praktis IC seperti tipe 741 hanya berharga beberapa
ribu rupiah. Seperti terlihat pada gambar 16.1, opamp memiliki masukan tak membalik v+
(non-inverting), masukan membalik v- (inverting) dan keluaran vo. Jika isyarat masukan
dihubungkan dengan masukan membalik (v-), maka pada daerah frekuensi tengah isyarat
keluaran akan “berlawanan fase” (berlawanan tanda dengan isyarat masukan). Sebaliknya
jika isyarat masukan dihubungkan dengan masukan tak membalik (v+), maka isyarat
keluaran akan “sefase”. Sebuah opamp biasanya memerlukan catu daya ± 15 V. Dalam
menggambarkan rangkaian hubungan catu daya ini biasanya dihilangkan. Data keadaan
ideal opamp dan kinerja IC 741 seperti terlihat pada tabel 16.1.

Penguat Operasional 197


Idealnya, jika kedua masukan besarnya sama, maka keluarannya akan berharga nol
dan tidak tergantung adanya prubahan sumber daya, yaitu
v o = A(v + − v − )

dimana A berharga sangat besar dan tidak tergantung besarnya beban luar yang terpasang.

Tabel 16.1 Sifat ideal dan data yang sebenarnya dari opamp IC 741.
Harga
Parameter Data
Ideal
tegangan ofset masukan, Vio 2 mV 0
arus ofset masukan, Iio 20 nA 0
arus panjar masukan, IB 80 nA 0
nisbah penolakan modus bersama (CMRR), ρ 90 dB ω
pergeseran dari Iio 1 nA/oC 0
pergeseran dari Vio 25 µV/oC 0
frekuensi penguatan-tunggal (unity-gain frequency) 1 MHz ∞
bandwidth daya-penuh 10 kHz ∞
penguatan diferensial lingkar terbuka, A 105 dB ∞
hambatan keluaran lingkar terbuka, Ro 75 Ω 0
hambatan keluaran lingkar tertutup, Ri 2M ∞

Keterangan :
Tegangan ofset masukan (input offset voltage) Vio menyatakan seberapa jauh v+ dan v-
terpisah untuk mendapatkan keluaran 0 volt.
Arus offset masukan (input offset current) menyatakan kemungkinan seberapa berbeda
kedua arus masukan.
Arus panjar masukan (input bias current) memberi ukuran besarnya arus basis
(masukan).
Harga CMRR menjamin bahwa output hanya tergantung pada (v+) - (v-), walaupun v+
dan v- masing-masing berharga cukup tinggi.

Untuk menghindari keluaran yang berosilasi, maka frekuensi harus dibatasi, unity gain
frequency memberi gambaran dari data tanggapan frekuensi. Ini hanya berlaku untuk

198 ELEKTRONIKA DASAR


isyarat-kecil saja karena untuk isyarat yang besar penguat mempunyai keterbatasan nilai
dv o / dt sehingga keluaran bentuk-penuh hanya dihasilkan pada frekuensi yang relatif

rendah.

16.2 Penguatan Tak-Membalik (Non-Inverting Amplification)


Opamp dapat dipasang sebagai penguat tak membalik seperti gambar 16.2-a. Terlihat
bahwa masukan diberikan pada v + .

vs
+
v+ vi
vo +
- Σ A
R2 - vo
v-
vf R1

(a) (b)

Gambar 16.2. Rangkaian penguat operasional tak membalik.

Opamp tersebut berfungsi sebagai

vo = A (v+ - v-)

dan selanjutnya kita dapat menuliskan untuk penjumlah (Σ) dan penguat ujung tunggal (A)
seperti pada gambar 16.2-b.

vi = v+ - v-
vo = A vi

Penguat Operasional 199


Dari pembagi tegangan kita mempunyai
R1
v f =v o ×
R1 + R2
(16.1)
v f =β v0

Jadi terlihat bahwa gambar 16.2-a adalah salah satu contoh dari penguat balikan yang kita
pelajari pada bab sebelumnya, dengan

β = R1/ (R1 + R2) (16.2)

Dengan demikian kita dapat menuliskan penguat lingkar tertutup sebagai

Af = A/ (1 + Aβ) (16.3)

Karena A sangat besar maka


Af ≈ 1/β
= (R1 + R2) /R1
= 1 + (R2/R1) (16.4)

Kita dapat memperoleh persamaan terakhir dengan cepat dengan menggunakan metode
hubung singkat maya
vs = vf (karena A sangat besar)
R1
= vo × (16.5)
R1 + R 2

Jadi
v o / v s = 1 + ( R2 / R1 ) (16.6)

Kita dapat membuat bentuk khusus penguat tak mambalik secara sederhana seperti
diperlihatkan pada gambar 16.3.

200 ELEKTRONIKA DASAR


vs
+
vo
-

Gambar 16.3. Rangkaian khusus penguat operasional tak membalik

dengan metode hubung singkat maya diperoleh


vo ≈ vs
vo/vs = 1 (16.7)

Jadi penguat seperti terlihat pada gambar 16.3 menghasilkan penguatan + 1.


Rangkaian ini sangat menguntungkan karena kita dapat memperoleh suatu penguat dengan
hambatan masukan yang sangat tinggi (10-1012Ω) dengan hambatan keluaran sangat rendah
(10-3-10-1Ω), yaitu mendekati kondisi ideal. Rangkaian ini disebut rangkaian pengikut
(follower), suatu bentuk peningkatan dari penguat pengikut emitor. Jadi penguat ini
berfungsi sebagai penyangga (buffer) dengan penguatan = 1.
Sebagai gambaran pada tabel 16.2 diperlihatkan kinerja rangkaian pengikut dan
rangkaian pengikut emitor.

Tabel 16.2 Kinerja rangkaian pengikut dan rangkaian pengikut emitor


Rangkaian pengikut Rangkaian pengikut emitor
(Follower) (Emitter follower)
Penguatan 0,99999 0,995
Hambatan masukan > 107 105
Hambatan keluaran 10-2 5
Pergeseran DC 2 650
Frekuensi 3 dB 1 50

Penguat Operasional 201


Dalam praktek untuk penguat operasional tak-membalik, besarnya frekuansi 3 dB BW
penguatan lingkar tertutup G diberikan oleh

G × BW = frekuensi penguatan − tunggal

Jadi jika kita menggunakan penguat dengan frekuensi penguatan tunggal 1 MHz, kita dapat
memperoleh lebar tanggapan frekuensi sebesar 1 MHz.

+ vo

- Keluaran
R2

R
1

Gambar 16.4 Penguat tak-membalik dengan masukan nol

Efek dari Vio (tegangan offset masukan) pada kondisi panjar penguat, tidak terlalu
sulit untuk diperkirakan. Perhatikan penguat tak-membalik dengan masukan nol seperti
diperlihatkan pada gambar 16.4.
Agar diperoleh keluaran sebesar kira-kira 0 volt, kedua masukan harus berbeda
sebesar Vio, yaitu
v − = Vio

Dari pembagi potensial dapat diperoleh


R1
Vio = v o ×
R1 + R2

dan juga
v o = Vio × Penguatan

202 ELEKTRONIKA DASAR


Biasanya untuk amplifier dengan penguatan 100× mungkin akan memiliki keluaran sebesar
200 mV untuk masukan nol volt.
Jika arus masukan tidak dapat diabaikan (seperti diasumsikan di atas), analisis di
atas harus dimodifikasi sebagai pembagi tegangan yang terbebani arus masukan IB, dimana

R1 RR
Vio = v o − IB × 1 2 . (16.8)
R1 + R2 R1 + R2

Perlu juga dicoba untuk menghubungkan v + ke tanah tidak dengan hubung singkat

melainkan dengan hambatan R1 paralel dengan R2 . Arus sebesar I B juga mengalir lewat
hambatan tersebut, efek dari suku kedua pada persamaan 16.8 dapat dihilangkan. Dengan
demikian akan diperoleh

R1 RR
Vio = v o − I io × 1 2 . (16.9)
R1 + R2 R1 + R2

16.3 Penguat Membalik (Inverting Amplifier)


Pada penguat membalik sumber isyarat dihubungkan dengan masukan membalik sedangkan
masukan positif ditanahkan seperti terlihat pada gambar 16.4.

R
f
i
vs Ri
i
v- -
A vo
+

Gambar 16.4. Penguat operasional membalik

Penguat Operasional 203


Pada gambar 16.4 terlihat bahwa sebagian dari keluaran diumpankan kembali ke
masukan melalui Rf. Penguat ini termasuk penguat pembalik negatif.
Penguatan dari rangkaian ini dapat ditentukan sebagai berikut. Kita berasumsi
bahwa arus i tidak melalui masukan, jadi arus i yang lewat Ri dan Rf . Kita mempunyai

vS - v- = i Ri

v1 - vo = i Rf

vo = -Av-

dari ketiga persamaan di atas diperoleh

vo
vS + = i Ri
A
vo
- - vo = i Rf (16.10)
A

selanjutnya diperoleh

v 0 + (v 0 / A) Rf
=− (16.11)
v s + (v 0 / A) Ri

Biasanya A berharga sangat besar (katakan sebesar 105) sehingga vo/A berharga
sangat kecil dibandingkan dengan vo dan vs. Kita dapatkan penguatan lingkar tertutup

vo/vs ≈ -Rf / Ri (16.12)

ternyata secara sederhana hanya merupakan perbandingan kedua hambatan yang dipasang.

Kita dapat menggunakan metode tanah-maya untuk mendapatkan hasil seperti pada
persamaan 7.12. Karena masukan positif ditanahkan, maka terminal masukan negatif juga
ditanahkan maya (walaupun tidak terdapat penghubung lansung ke tanah). Kita memiliki

204 ELEKTRONIKA DASAR


i ≈ v S / Ri ≈ − v o / R f

dan juga
v o / v S ≈ − R f / Ri

Contoh 1
Sebuah penguat tak-membalik dengan sifat seperti telah dibahas pada bagian 16.1,
menggunakan dengan konfigurasi seperti terlihat pada gambar 16.2 menggunakan resistor
R1 = 330 

R2 = 10 k 

Perkirakan kenerja dari penguat tersebut.

Jawab
Besarnya penguatan pada frekuensi rendah adalah
v o / v S = 1 + R2 / R1
= 31,3 (atau ~ 3 dB)

Jika penguatan lingkar-terbuka sebesar 100dB, besarnya penguatan lingkar tertutup akan
berharga
v o / v S = A / (1 + Aβ )
= 10 5 / (1 + 10 5 × 0,33 / 10,33)
= 31,293
Nampak bahwa besarnya penguatan sangat mendekati harga ideal. Dengan mengingat
1 + Aβ = 3196
kita dapat memprediksi standar peningkatan kinerja dengan penguat balikan sebagai berikut:
Hambatan masukan = 2 MΩ × 3196 = 6400 MΩ
Hambatan keluaran = 75 Ω / 3196 = 0,023 Ω
Untuk melihat tanggapan frekuensi digunakan
G × BW = frekuensi penguatan-tunggal
31,3 × BW = 1 MHz
BW = 31,9 kHz
JIka masukan ditanahkan, besarnya keluaran diberikan oleh
R1 RR
Vio = v o − IB × 1 2 .
R1 + R2 R1 + R2

Penguat Operasional 205


2 mV = vo × 0,03195 – 25,56 µV
vo = 63 mV
Dengan harga R1 yang begitu rendah, I B hampir tidak mempengaruhi keluaran. Besarnya
o
masukan 2 mV biasanya mengalami perubahan sebesar 25   

C , sehingga keluaran akan


mengalami perubahan sebesar
25     

= 0,78 mV/ o C .

16.4 Penguat Penjumlah


Penamaan penguat operasional memang cocok karena penguat ini dapat digunakan untuk
operasi matematika. Berikut ini kita gunakan opamp sebagai penjumlah. Gambar 16.5
memperlihatkan masukan tak membalik dari opamp dihubungkan dengan tanah. Dengan
demikian masukan membalik terhubung sebagai tanah maya karena keduanya terhubung
singkat maya. Karena kita mempunyai
i1 = vs/R1

i2 = vs/R2

i = -v0/Rf

dan juga karena i = i1 + i2 kita mempunyai

Rf Rf
−v0 = v s1 + v s2 (16.13)
R1 Rz

i R
f
R1 i
v 1
s1
R2 i -
vs2 2
vo
+

Gambar 16.5. Rangkai penguat operasional sebagai penjumlah

206 ELEKTRONIKA DASAR


Jelas kiranya untuk n masukan berlaku :

Rf Rf Rf Rf
−v 0 = v s1 + v s2 + ......... + v sn −1 + v sn (16.14)
R1 R2 Rn −1 Rn

Jika kita pasang Rf = R1 = R2 = ................... = Rn , maka

− v 0 = v s1 + v s2 + v s3 + ........+ v sn −1 + v sn (16.15)

Perhatikan bagaimana penguat ini berlaku sebagai penjumlah.

16.5. Rangkaian Pengurang


Operasi pengurangan dapat dilakukan dengan hanya memakai sebuah opamp seperti pada
gambar 16.6. Terlihat bahwa vs+ dan v+ membentuk pembagi tegangan.

R4'
v + =v s + × '
(R3 + R4' ) (16.16)

R3 R
vs- 4
v- -
v+ + vo
vs+
R 3'
R'
4

Gambar 16.6. Penguat operasional sebagai rangkaian pengurang.

Penguat Operasional 207


Karena v+ dan v- hampir sama, kita mempunyai

v- = v+
R4'
v- = v s + × (16.17)
R3' + R4'

Karena R3 dan R4 dilewati arus yang sama besarnya, kita mempunyai

(v s − −v − )/ R3 =(v − −v 0 )/ R4 atau

R4 v s − −(R3 + R4 )v − =− R3 v 0

Substitusi v- didapat

R3 + R 4
R4 v s − − v s + R4' × = − R3 v o atau
R3' + R4'
(16.18)
R4 R' R +R
− v0 = v s − − 4 × 3' 4' v S +
R3 R3 R3 + R 4

Jika kita memasang R3 = R3' dan R4 = R4' , maka

R4
vo = ( v s + −v s − ) (16.19)
R3

sehingga didapat operasi pengurangan dari kedua masukan.

Perlu diperhatikan bahwa besarnya penguatan dari “pengurangan” dan juga


“penjumlahan” hanya tergantung pada nisbah/perbandingan resistor yang dipasang. Namun
perlu diperhatikan bahwa resistor yang dipasang jangan terlalu rendah atau terlalu besar
karena akan terdapat masalah dengan arus yang melewatinya. Biasanya harga yang banyak
dipakai berkisar antara 1 kΩ - 100 kΩ.

208 ELEKTRONIKA DASAR


Pada pengurangan nisbah R4 / R3 dan R4' / R3' harus mendekati satu, untuk menjaga

agar penguatan modus bersama berhaarga rendah. Karena adanya pergeseran fase,
penguatan modus bersama cenderung meninggi dengan adanya kenaikan frekuensi.

v +
1
vs1
-
R
1

R
2

R
- 1
vs2
v +
2

Gambar 16.7 Penguat diferensial dengan dua penguat

Penguat diferensial (pasangan berekor-panjang) juga melakukan “pengurangan”.


Namun keluaran tidak pada 0 VDC, mengalami distorsi dan besarnya penguatan tergantung
pada re (karenanya tergantung temperatur). Pengurangan seperti pada gambar 16.6 sering
juga dilakukan dengan menggunakan sepasang penguat tak-membalik, sehingga masing-
masing memiliki hambatan masukan yang sangat tinggi. Ini akan menghasilkan penguatan
diferensial seperti diperlihatkan pada gambar 16.7.
Dengan menggunakan pendekatan “tanah-maya” dapat dibuktikan bahwa keluaran
dari penguat di atas adalah

v S1 = 1
2
(v1 + v 2 ) + ( 12 + R1 ) (v1 − v 2 )
R2

vS 2 = 1
2
(v1 + v 2 ) − ( 12 + R1 ) (v1 − v 2 )
R2

Perhatikan bagaimana resistor R2 mengontrol besarnya penguatan diferensial.

Penguat Operasional 209


16.6 Rangkaian Pengintegral
Rangkaian opamp yang penting lainnya adalah dengan penempatan sebuah kapasitor seperti
pada gambar 16.8. Karena masukan tak membalik ditanahkan, maka arus i yang lewat R
akan terus melewati C, jadi

i ≈ vs/R
dan
v0 = − q / C

−1
C ∫
= i dt (16.20)

−1
RC ∫
v0 = v s dt

Tampak bahwa tegangan keluaran merupakan integral dari isyarat masukan.

C
vs i
+
R - vo

Gambar 16.8. Rangkaian dasar pengintegral

Rangkaian integrator banyak digunakan dalam “komputer analog” dimana rangkaian


ini banyak membantu menyelesaikan persamaan integral. Namun demikian untuk maksud
tersebut diperlukan penguat dengan stabilitas DC yang sangat baik, tidak seperti halnya
rangkaian kita sebelumnya dimana perubahan sedikit pada masukan akan diperkuat oleh
penguatan lingkar-terbuka.

210 ELEKTRONIKA DASAR


-

Gambar 16.9 Kombinasi rangkaian penjumlah arus dan pengintegral

Pada pengoperasian secara normal, perlu “mereset” rangkaian pengintegral secara


reguler pada suatu selang tertentu, misalnya dengan menghubung singkatkan kapasitor,
setelah itu dapat dilakukan kembali proses integrasi. Dimungkinkan untuk mengkombinasi
penjumlahan arus dengan operasi integrasi seperti terlihat pada gambar 16.9.

10k

R C
1k v1
v1 -
-
vo
vo v +
v + 2
2
10k
1k

(a) (b)

Gambar 16.10. Rangkaian pengintegral dengan dua masukan

Contoh 2
Tentukan keluaran dari rangkaian pada gambar 16.10-b

Penguat Operasional 211


Jawab
Dari titik v 2 ke v + dapat dilihat sebagai pembagi tegangan sehingga memberikan

v + = v 2 / 11
= v − (dengan melihat sebagai tanah maya)

dan juga
(v1 − v − )/ 1k = (v − − vo )/ 10k
Jadi 10 v1 − 11 v − = − v o

Sehingga
v o = v 2 − 10 v1

Contoh 3
Tentukan pesamaan keluaran dari rangkaian pada gambar 16.10-b

Jawab
Gambar 16.10-b menunjukkan salah satu variasi rangkaian pengintegral. Dengan metode
hubung singkat maya, kita mempunyai :
v- = v2
Arus yang melalui R adalah :
( v1 − v − ) / R = ( v1 − v 2 ) / R
Tegangan pada kapasitor adalah :
1
C∫
v− − v0 = i dt

dan juga
1 1
v2 − v0 =
RC ∫ v1 dt −
RC ∫
v 2 dt

Jadi
1 1
v0 = −
RC ∫ v1 dt + v 2 +
RC
v 2 dt

212 ELEKTRONIKA DASAR


R
C
R
-
R
2
vs + vo
-
C
R vo
1 +
A sin ωt R

(a) (b)

Gambar 16.11 Variasi bentuk rangkaian pada opamp

Contoh 4
Untuk suatu vS dan vo pada rangkaian pada gambar 16.11-a diberikan dalam bentuk
persamaan diferensial orde pertama; tentukan persamaan tersebut.

Jawab
Jumlah arus yang masuk pada titik v − adalah nol, sehingga

vS dv v
+C o + o = 0
R1 dt R2

dan juga
dv o 1 −1
+ vo = vS
dt R2 C R1C

Contoh 5
Buktikan bahwa keluaran rangkaian pada gambar 16.11-b mempunyai amplitudo A (tidak
tergantung pada R,C dan ω) dan mengalami pergeseran fase (tergantung pada R,C dan ω).

Jawab
v + mempunyai amplitudo lebih kecil dari A dan terjadi pergeseran fase sebesar φ, dimana

φ = tan −1 (1 / RCω )

Penguat Operasional 213


Besarnya amplitudo diberikan oleh

AR / R 2 + (1 / RCω )
2

= A / 1 + (1 / RCω )
2

= A/ (1 + tan φ )
2

= A cos φ

sehingga v + = A cos φ sin (ω t + φ )

= v − (dengan tanah − maya )


Kita juga mempunyai
A sin ω t − v − = v − − v o

sehingga
v o = 2v − − A sin ω t
= 2 A cos φ sin(ω t + φ ) − A sin ω t
= A sin (ω t + 2φ ) + A sin ω t − A sin ω t
= A sin (ω t + 2φ )

Terlihat bahwa rangkaian memiliki pergeseran fase dua kali dibandingkan rangkaian R-C
sederhana, tetapi tidak mengalami pelemahan amplitudo.

16.7 Penguatan Nonlinier


Sebuah penguat operasional ideal adalah merupakan piranti linier, yaitu besarnya keluaran
berbanding lurus dengan masukan untuk semua harga masukan. Terdapat beberapa aplikasi
penting nonlinier dari opamp, yang paling sederhana adalah sebagai komparator
(comparator). Secara sederhana aplikasi ini hanya berupa pembandingan tegangan yang
dikenakan pada kedua masukannya dan melihat mana yang berharga lebih tinggi.

16.7.1 Komparator (Comparator)


Pada gambar 16.12-a, jika tegangan masukan v1 lebih besar dari tegangan referensi V R ,

tegangan keluaran v o akan berharga positif. Karena harga penguatan sangat besar maka

perbedaan tegangan yang relatif kecil akan membawa penguat pada “daerah jenuh”.

214 ELEKTRONIKA DASAR


Karakteristik transfer menunjukkan bahwa sedikit penurunan pada v i (milivolt) akan

membawa opamp dari jenuh positif ke jenuh negatif (lihat gambar 16.12-b).
Jika V R = 0 volt, ini akan menjadi zero-crossing comparator. Komparator jenis ini
dapat digunakan untuk mengubah isyarat AC menjadi gelombang kotak dengan operasi
pemotongan (clipper) seperti terlihat pada gambar 16.12-c.

vo
v
1 v
+ 1
+
v+ A A
i 0
- vo vi - vo
VR + Masukan Keluaran

(a) (b) (c)

Gambar 16.12 Aplikasi nonlinier opamp : a) Komparator, b) karakteristik transfer dan


c) operasi pemotongan (clipper).

16.7.2 Pembagkit Gelombang Kotak


Gelombang kotak dapat dibangkitkan dengan rangkaian yang murah dan sederhana dengan
sebuah opamp dan sepasang dioda zener. Pada gambar 16.13-a, sebuah kapasitor C diisi
melalui resistor R f dari keluaran v o dibatasi oleh harga + Vz atau − Vz melalui diode dan

RS .

Rf

+Vz
v Rs
1 -
vi A vo +Vz/2
C ++ v1
R2 t
0 T/2 T 3T/2

R3 R3 -Vz/2
vo
R2 + R3
-Vz

(a) (b)

Gambar 16.13 Pembangkit gelombang kotak sederhana a) Rangkaian dasar dan b) bentuk
gelombang untuk R2 = R3

Penguat Operasional 215


Opamp akan membandingkan v1 dengan 12 Vz yang diperoleh dari pembagi tegangan

dimana dalam hal ini R2 = R3 . Saat v i = 12 Vz − v1 berubah tanda, v o akan berubah tanda.

Setengah dari v o akan diumpankan kembali (balikan positif) ke terminal tak membalik

untuk membuat opamp pada keadaan jenuh.


Untuk melihat bagaimana rangkaian pada gambar 16.13-a bekerja, buat asumsi
R2 = R3 dan Vz = 10 V. Pada saat t = 0 − , v1 mendekati harga -5 V. Pada saat t = 0 , v1

mencapai harga (katakan) -5,01 V, dan v i ke harga positif, membuat opamp dalam keadaan

jenuh positif namum dibatasi oleh harga +10 V. Karena v1 adalah tegangan pada C, maka

tidak dengan segera dapat berubah dan pada t = 0 + , v1 ≅ −5 V. Karena v o = +10 V, maka

tegangan cenderung memaksa arus melewati R f sebesar v o − v1 = 10 − ( −5) = 15 V.

Tegangan kapasitor akan bertambah secara eksponensial mengikuti

(
v1 = 15 1 − e
−t / R f C
)− 5

Saat v1 melewati + 12 Vz = +5 V, terminal masukan positif akan lebih positif

dibandingkan dengan terminal negatif, v i berubah tanda dan v o akan negatif. Setengah dari

v o akan diumpankan kembali membuat v i semakin negatif, dan v o akan menjadi − Vz .

Secara umum, dimana R3 / (R2 + R3 ) = H dan v1 = − HVz pada t = 0,

v1 = (1 + H ) Vz 1 − e ( −t / R f C
)− HVz (16.21)

untuk putaran pertama. Pata saat t = T / 2, v1 = + HVz . Substitusi nilai ini ke persamaan
16.21 diperoleh periode sebesar

1+ H
T = 2 R f C ln (16.22)
1− H

Pembangkit gelombang kotak di atas dengan menggunakan diode zener dapat dioperasikan
pada daerah frekuensi audio.

216 ELEKTRONIKA DASAR


2.7.3 Pembangkit Gelombang Segitiga
Dengan menggunakan beberapa opamp hampir semua bentuk gelombang atau pulsa dapat
dibangkitkan. Sebagai contoh pada gambar 16.14-a diperlihatkan rangkaian pembangkit
gelombang segitiga.

C +Vz v1
- Rs v I
1
A -
+ R A
vi 1 + vo vo
RA
0 t

Komparator Integrator
R
f T
-Vz
(a) (b)

Gambar 16.14 Pembangkit gelombang segitiga sederhana : a) Rangkaian dengan dua buah
opamp dan b) Bentuk gelombang.

Saat terjadi perubahan v i , komparator beralih antara jenuh positif dan negatif dengan

keluaran v1 terpotong pada +Vz atau –Vz. Buat asumsi bahwa v1 + Vz pada saat t = 0; arus

yang mengalir ke integrator adalah I = Vz / R1 , dimana ini juga mengisi kapasitor C.

Keluaran integrator v o adalah merupakan tegangan kapasitor atau

t
1 I
v o = Vo − ∫ I dt = Vo − t (16.23)
C0 C

Sebagian dari tegangan v o − v1 diumpankan kembali melalui R f ke terminal positif

komparator. Saat v i berubah tanda ke negatif, komparator beralih ke jenuh negatif, v1

berubah ke –Vz , dan arus konstan I berbalik. Ini akan menyebabkan v o berbentuk segitiga.

Besarnya amplitudo dapat dikontrol dengan R A , yang mengatur faktor balikan

H = R A / (R A + R f ), dan frekuensi dapat diatur oleh R1 , yaitu dengan mengontrol arus yang

mengalir ke kapasitor.

Penguat Operasional 217


16.8.Komputer Analog
Komputer analog elektronik modern adalah merupakan alat untuk memprediksi karakteristik
suatu sistem yang dapat diterangkan dengan kumpulan persamaan aljabar atau diferensial.
Prosedur pemrograman berupa penyusunan opamp untuk melakukan operasi sesui dengan
persamaan sistem yang dikehendaki dan menampilkan hasilnya.

v3

v
-K v2 Σ
-Kv v1 -(v1+v2+v3) v - v dt

(a) Penguat Pembalik (b) Penjumlah (c) Integrator

Gambar 16.15 Simbul operasi fungsi dengan opamp

Di samping opamp seperti terlihat pada gambar 16.15, dalam praktek komputer
dilengkapi dengan resistor dan kapasitor yang presisi, pembangkit fungsi untuk berbagai
bentuk masukan, potensiometer, saklar pengontrol, osiloskop atau tampilan keluaran dan
papan untuk merakit komponen sesuai dengan program yang dikehendaki.

x
K F cos ωt
M

Gambar 16.16 Contoh suatu sistem fisis

Salah satu aplikasi komputer analog yang banyak dipakai adalah untuk
menyelesaikan persamaan integral linier. Untuk memberikan gambaran dicoba untuk
melihat suatu sistem fisis seperti diperlihatkan pada gambar 16.16. Dibuat asumsi massa M
berharga konstan dan pegas dalam kondisi linier ( x = Kf ), dan besarnya gaya gesekan D
berbanding lurus dengan kecepatan u, sistem tersebut dapat digambarkan dengan persamaan
diferensial linier

218 ELEKTRONIKA DASAR


d 2x dx 1
∑ f = 0 = − F cos ω t − M
dt 2
−D 2 − x
dt K
(16.24)

dan sekumpulan kondisi awal. karakteristik sistem dapat dapat dinyatakan dalam bentuk
x (t ) atau kecepatan u (t ) dimana u = dx / dt . Kita berharap dapat menampilkan
karakteristik ini dengan membuat program komputer untuk menyelesaikan persamaan.
Langkah awal adalah dengan menyelesaikan derevasi tertinggi. Untuk
mengantisipasi inversi pada opamp kita menuliskan

d2x F D dx 1 
= − cos ω t + + x (16.25)
M 
2
dt M dt KM

Untuk memenuhi persamaan tersebut diperlukan operasi matematika berupa penjumlahan,


integrasi, inversi, dan perkalian dengan konstanta. Satu penjumlahan dan dua integrasi
diperlihatkan pada gambar 16.17; pada masing-masing operasi terdapat inversi.

F cos ω t
M d 2x d 2x _ dx _ dx
dt 2 x
1 x
Σ dt 2 dt dt
KM
D dx
M dt

(a) (b) (c)

Gambar 16.17 Operasi yang diperlukan untuk menyelesaikan persamaan 16.25.

Langkah berikutnya adalah menyusun elemen komputer untuk menyelesaikan


persamaan tersebut. Dengan mengetahui masukan yang diperlukan pada penjumlah, kita
dapat mengambil isyarat (dalam bentuk tegangan) dan memberikan perkalian konstanta dan
inversi. Dengan mengabaikan kondisi awal, salah satu bentuk program diperlihatkan pada
gambar 16.18.

Penguat Operasional 219


F cos ωt d 2x _ dx
dt 2 dt x
M
Σ 1

D dx
1 x M dt _ D
M 2
KM
_ 1 x
_1 KM _ 1
KM

Gambar 16.18 Program komputer analog untuk persamaan 16.25.

Sebuah osiloskop dengan sinkronisasi yang benar yang dihubungkan pada terminal 1
akan dapat menampilkan perpindahan x (t ). Kecepatan u (t ) tersedia pada terminal 2,
namun diperlukan inversi untuk mengubah tandanya. Terlihat dalam hal ini diperlukan
enam opamp, namun dengan pengaturan tertentu solusi dapat diperoleh dengan hanya
menggunakan opamp kurang dari jumlah tersebut.

220 ELEKTRONIKA DASAR


17 RANGKAIAN OSILATOR

Banyak sistem elektronik menggunakan rangkaian yang mengubah energi DC menjadi


berbagai bentuk AC yang bermanfaat. Osilator, generator, lonceng elektronika
termasuk kelompok rangkaian ini. Pada penerima radio misalnya, isyarat DC diubah
menjadi isyarat AC frekuensi-tinggi. Osilator juga digunakan untuk menghasilkan
isyarat horizontal dan vertikal untuk mengontrol berkas elektron pada pesawat TV.
Masih banyak lagi penerapan rangkaian ini pada sistem lain seperti kalkulator,
komputer dan transmiter RF.
Kita dapat mengelompokkan osilator berdasarkan metode pengoperasiannya
menjadi dua kelompok, yaitu osilator balikan dan osilator relaksasi. Masing-masing
kelompok memiliki keistimewaan tersendiri.
Pada osilator balikan, sebagian daya keluaran dikembalikan ke masukan yang
miasalnya dengan menggunakan rangkaian LC. Osilator biasanya dioperasikan pada
frekuensi tertentu. Osilator gelombang sinus biasanya termasuk kelompok osilator ini
dengan frekuensi operasi dari beberapa Hz sampai jutaan Hz. Osilator balikan banyak
digunakan pada rangkaian penerima radio dan TV dan pada transmiter.
Osilator relaksasi merespon piranti elektronik dimana akan bekerja pada selang
waktu tertentu kemudian mati untuk periode waktu tertentu. Kondisi pengoperasian ini
berulang secara mandiri dan kontinu. Osilator ini biasanya merespon proses pemuatan
dan pengosongan jaringan RC atau RL. Osilator ini biasanya membangkitkan isyarat
gelombang kotak atau segitiga. Aplikasi osilator ini diantaranya pada generator
penyapu horizontal dan vertikal pada penerima TV. Osilator relaksasi dapat merespon
aplikasi frekuensi-rendah dengan sangat baik.

Rangkaian Osilator 221


Speakers

Isyarat balikan

Mikropon

Amplifier

Gambar 17.1 Balikan pada sistem-suara

17.1 Osilator Balikan (Feedback Oscillator)


Kita sering melihat contoh terjadinya balikan pada sistem-suara yang digunakan pada
suatu pertemuan. Jika mikropon terletak terlalu dekat dengan speaker, maka sering
terjadi proses balikan dimana suara dari speaker terambil kembali oleh mikropon
diteruskan ke amplifier menghasilkan dengung. Gambar 17.1 memperlihatkan proses
terjadinya balikan dimaksud. Kondisi ini dikenal dengan balikan mekanik. Terjadinya
balikan pada sistem ini sangat tidak diharapkan, namun sistem balikan pada osilator
sangat diperlukan.

17.1.1 Dasar-dasar Osilator


Diagram blok osilator balikan diperlihatkan pada gambar 17.2. Terlihat osilator
memiliki perangkat penguat, jaringan balikan, rangkaian penentu frekuensi dan catu
daya. Isyarat masukan diperkuat oleh penguat (amplifier) kemudian sebagian isyarat
yang telah diperkuat dikirim kembali ke masukan melalui rangkaian balikan. Isyarat
balikan harus memiliki fase dan nilai yang betul agar terjadi osilasi.

222 ELEKTRONIKA DASAR


2 3 4 5 6 7 3 6

8 9 : ; < 9 =

> ? @ A B C B D

, - . / 0 - 1

     !

" # $ % & ' ( ' ) * +

       

      

  


       

 

Gambar 17.2 Bagian-bagian utama osilator balikan

Saklar
terbuka
Sumber DC

Saklar
tertutup
Sumber DC

Arus
pengisian

Saklar
terbuka
Sumber DC

Gambar 17.3 Rangkaian tangki LC dalam proses pengisian: a) Rangkaian dasar,


b) Pengisian dan c) Kapasitor terisi.

Rangkaian Osilator 223


17.1.2 Pengoperasian Rangkaian LC
Frekuensi osilator balikan biasanya ditentukan dengan menggunakan jaringan induktor-
kapasitor (LC). Jaringan LC sering disebut sebagai “rangkaian tangki”, karena
kemampuannya menampung tegangan AC pada “frekuensi resonansi”.
Untuk melihat bagaimana isyarat AC dapat dihasilkan dari isyarat DC, marilah
kita lihat rangkaian tangki LC seperti terlihat pada gambar 17.3. Pada saat saklar
ditutup sementara (gambar 17.3-a), maka kapasitor akan terisi sebesar tegangan baterai.
Perhatikan arah arus pengisian. Gambar 17.3-c memperlihatkan kapasitor telah secara
penuh termuati.
Selanjutnya akan kita lihat bagaimana rangkaian tangki menghasilkan tegangan
dalam bentuk gelombang sinus. Pertama, kita berasumsi kapasitor pada gambar 17.4-a
telah termuati. Gambar 17.4-b memperlihatkan kapasitor dilucuti melalui induktor.
Arus pelucutan melewati L menyebabkan terjadinya elektromagnet yang membesar di
sekitar induktor. Gambar 17.4-c memperlihatkan kapasitor telah terlucuti berakibat
terjadinya penurunan elektromagnet di sekitar induktor. Ini menyebabkan arus akan
tetap mengalir dalam waktu yang singkat. Gambar 17.4-d memperlihatkan proses
pengisian kapasitor melalui arus induksi dari hasil penurunan medan magnet.
Selanjutnya kapasitor mulai dilucuti lagi melalui L. Perhatikan pada gambar 17.5-e,
arah arus pelucutan berkebalikan dari sebelumnya. Elektromagnet mulai membesar lagi
(polaritas terbalik). Gambar 17.4-f menunjukkan kapasitor telah terlucuti dan termuati
lagi melalui arus induksi (gambar 17.4-g). Demikian seterusnya proses ini akan
berulang dan menghasilkan tegangan AC.
Frekuensi tegangan AC yang dibangkitkan oleh rangkaian tangki akan
tergantung dari harga L dan C yang digunakan. Ini yang disebut sebagai “frekuensi
resonansi” dengan harga

1
fr = (17.1)
2π LC

dimana f r adalah frekuensi resonansi dalam hertz (Hz), L adalah induktasi dalam henry
dan C adalah kapasitansi dalam farad. Resonansi terjadi saat reaktansi kapasitif (X C )

besarnya sama dengan reaktansi induktif (X L ). Rangkaian tangkai akan berosilasi pada
frekuensi ini.

224 ELEKTRONIKA DASAR


Arus pelucutan

Medan
elektromagnet
membesar

(a) (b)

Medan
elektromagnet
mengecil

(c) (d)

Arus pelucutan
Medan
elektromagnet
membesar

(e) (f)

Medan
elektromagnet
mengecil

(g)

Gambar 17.4 Proses pengisian dan pelucutan rangkaian LC.

Pada frekuensi osilasi rangkaian tangki LC tentunya memiliki resistaansi yang


akan mengganggu aliran arus pada rangkaian. Akibatnya, tegangan AC akan cenderung
menurun setelah melakukan beberapa putaran osilasi. Gambar 17.5-a memperlihatkan

Rangkaian Osilator 225


hasil gelombang rangkaian tangki. Perhatikan bagaimana omplitudo gelombang
mengalami penurunan yang biasa disebut sebagai gelombang sinus teredam (damped
sine wave). Dalam hal ini, rangkaian telah terjadi kehilangan energi yang diubah dalam
bentuk panas.
Osilasi rangkaian tangkai dapat dibuat secara kontinu jika kita menambahkan
energi secara periodik dalam rangkaian. Energi ini akan digunakan untuk mengganti
energi panas yang hilang. Gambar 17.5-b menunjukkan gelombang kontinu
(continuous wave-CW) pada rangkaian tangki yang secara periodik ditambahkan energi
pada rangkaian.

(a)

(b)

Gambar 17.5 Tipe gelombang: a) Osilator teredam dan b) Gelombang kontinu

226 ELEKTRONIKA DASAR


Tambahan energi pada rangkaian tangki dengan menghubungkan kapasitor
dengan sumber DC, tidak mungkin dilakukan secara manual. Proses pemutusan dan
penyambungan dengan kapasitor dilakukan secara elektronik dengan menggunakan jasa
transistor.
Perlu diingat bahwa induktasi dari kumparan akan tergantung pada frekuensi
pengoperasian. Osilator LC biasanya dioperasikan pada daerah RF. Bentuk kumparan
osilator pada daerah RF diperlihatkan pada gambar 17.6. Induktansi kumparan biasanya
dapat diubah dengan menggeser batang “ferit” yang ada di dalam kumparan. Ini akan
membantu mengatur frekuensi dari rangkaian tangki.

Gambar 17.6 Kumparan osilator RF

Rangkaian Osilator 227


T1
1:10
perbandingan
putaran
Keluaran

(a)

Q1
β = 100

Potensiometer

Jenuh

(b)

Gambar 17.7 Osilator Armstrong: a) Rangkaian dasar dan b) Kurva karakteristik

17.1.3 Osilator Armstrong


Osilator Armstrong seperti diperlihatkan pada gambar 17.7 merupakan hasil penerapan
osilator LC. Rangkaian dasar dibuat dengan memberikan panjar maju pada sambungan

228 ELEKTRONIKA DASAR


emitor-basis dan panjar mundur pada kolektor. Pemberian panjar dilakukan lewat
resistor R3 . Resistor R1 dan R2 berlaku sebagai pembagi tegangan.

Saat awal transistor diberi daya, resistor R1 dan R2 membawa transistor ke titik
pengoperasian Q pada bagian tengah garis beban (lihat gambar 17.7-b). Keluaran
transistor (pada kolektor) secara ideal adalah 0 volt. Saat terjadi hantaran arus awal
pada saat dihidupkan, terjadi darau (noise) yang akan terlihat pada kolektor. Namun
biasanya berharga sangat kecil. Misalnya kita mempunyai isyarat -1 mV yang nampak
pada kolektor. Transformator T1 akan membalik tegangan ini dan menurunkannya
dengan faktor 10 (nisbah primer-sekunder 1:10). Isyarat sebesar +0,1 mV akan nampak
pada C1 pada rangkaian basis.
Perhatikan bahwa transistor memiliki β = 100. Dengan +0,1 mV berada pada
basis, Q1 akan memberikan isyarat keluaran sebesar -10 mV pada kolektor. Perubahan
polaritas dari + ke – pada keluaran akibat adanya karakteristik dasar penguat emitor-
bersama. Tegangan keluaran sekali lagi akan mengalami penurunan oleh transformator
dan diberikan pada basis Q1 . Isyarat kolektor sebesar -10 mV sekarang akan
menyebabkan terjadinya tegangan sebesar + 1 mV pada basis. Melalui penguatan
transistor, tegangan kolektor akan segera menjadi -100 mV. Proses ini akan
berlangsung, menghasilkan tegangan kolektor sebesar -1 V dan akhirnya -10 V. Pada
titik ini, transistor akan membawa garis beban sampai mencapai kejenuhan (perhatikan
daeran ini pada garis beban). Sampai pada titik ini tegangan kolektor tidak akan
berubah.
Dengan tanpa adanya perubahan pada VC pada kumparan primer T1 , tegangan
pada kumparan sekunder secepatnya akan menjadi nol. Tegangan basis secapatnya
akan kembali pada titik Q. Penurunan tegangan basis ke arah negatif ini (dari jenuh ke
titik Q) membawa VC ke arah positif. Melalui transformator, ini akan nampak sebagai
tegangan ke arah positif pada basis. Proses ini akan berlangsung melewati titik Q
sampai berhenti pada saat titik cutoff dicapai. Transformator selanjutnya akan berhenti
memberikan masukan tegangan ke basis. Transistor segera akan berbalik arah. R1 dan
R2 menyebabkan tegangan basis naik lagi ke titik Q. Proses ini akan terus berulang:
Q1 akan sampai di titik jenuh – kembali ke titik Q – ke cutoff - kembali ke titik Q.
Dengan demikian tegangan AC akan terjadi pada kumparan sekunder dari
transformator.

Rangkaian Osilator 229


Frekuensi osilator Armstrong ditentukan oleh nilai C1 dan S (nilai induktasi diri
kumparan sekunder) dengan mengikuti persamaan frekuensi resonansi untuk LC.
Perhatikan C1 dan S membentuk rangkaian tangki dengan mengikutkan sambungan
emitor-basis dari Q1 dan R1 .
Keluaran dari osilator Armstrong seperti pada gambar 17.7 dapat diubah dengan
mengatur harga R3 . Penguatan akan mencapai harga tertinggi dengan memasang R3

pada harga optimum. Namun pemasangan R3 yang terlalu tinggi akan mengakibatkan
terjadinya distorsi, misalnya keluaran akan berupa gelombang kotak karena isyarat
keluaran terpotong.

17.1.4 Osilator Hartley


Osilator Hartley seperti pada gambar 17.8 banyak digunakan pada rangkaian penerima
radio AM dan FM. Frekuensi resonansi ditentukan oleh harga T1 dan C1 . Kapasitor
C 2 berfungsi sebagai penggandeng AC ke basis Q1 . Tegangan panjar Q1 diberikan
oleh resistor R2 dan R1 . Kapasitor C 4 sebagai penggandeng variasi tegangan kolektor
dengan bagian bawah T1 . Kumparan penarik RF ( L1 ) menahan AC agar tidak ke
pencatu daya. L1 juga berfungsi sebagai beban rangkaian. Q1 adalah dari tipe n-p-n
dengan konfigurasi emitor bersama.

T1
Kumparan Saklar
Osilator

Gambar 17.8 Rangkaian Osilator Hartley

230 ELEKTRONIKA DASAR


Saat daya DC diberikan pada rangkaian, arus mengalir dari bagian negatif dari
sumber lewat R1 ke emitor. Kolektor dan basis keduanya dihubungkan ke bagian
positif dari VCC . Ini akan memberikan panjar maju pada emitor-basis dan panjar

mundur pada kolektor. Pada awalnya I E , I B dan I C mengalir lewat Q1 . Dengan I C

mengalir lewat L1 , tegangan kolektor mengalami penurunan. Tegangan ke arah negatif


ini diberikan pada bagian bawah T1 oleh kapasitor C 4 . Ini mengakibatkan arus
mengalir pada kumparan bawah. Elektromagnet akan membesar di sekitar kumparan.
Ini akan memotong kumparan bagian atas dan memberikan tegangan positif mengisi
kapasitor C1 . Tegangan ini juga diberikan pada Q1 melalui C 2 . Q1 akhirnya sampai
pada titik jenuh dan mengakibatkan tidak terjadinya perubahan pada VC . Medan di

bagian bawah T1 akan dengan cepat habis dan mengakibatkan terjadinya perubahan
polaritas tegangan pada bagian atas. Keping C1 bagian atas sekarang menjadi negatif
sedangkan bagian bawah menjadi positif.
Muatan C1 yang telah terakumulasi akan mulai dilucuti melalui T1 melalui

proses rangkaian tangki. Tegangan negatif pada bagian atas C1 menyebabkan Q1


berubah ke negatif menuju cutoff. Selanjutnya ini akan mengakibatkan VC membesar

dengan cepat. Tegangan ke arah positif kemudian ditransfer ke bagian bawah T1 oleh

C 4 , memberikan balikan. Tegangan ini akan tertambahkan pada tegangan C1 .


Perubahan pada VC beragsur-angsur berhenti, dan tidak ada tegangan yang dibalikkan

melalui C 4 . C1 telah sepenuhnya terlucuti. Medan magnet di bagian bawah L1

kemudian menghilang. C1 kemudian termuati lagi, dengan bagian bawah berpolaritas


positif dan bagian atas negatif. Q1 kemudian berkonduksi lagi. Proses ini akan
berulang terus. Rangkaian tangki menghasilkan gelombang kontinu dimana hilangnya
isi tangki dipenuhi lagi melalui balikan.
Sifat khusus osilator Hartley adalah adanya tapped coil. Sejumlah variasi
rangkaian dimungkinkan. Kumparan mungkin dapat dipasang seri dengan kolektor.
Variasi ini biasa disebut sebagai osilator Series-fed Hartley. Rangkaian seperti pada
gambar 17.8 termasuk osilator Shunt-fed Hartley.

Rangkaian Osilator 231


Gambar 17.9 Osilator Cilpitts

17.1.5 Osilator Colpitts


Osilator Colpitts sangat mirip dengan osilator Shunt-fed Hartley. Perbedaan yang
pokok adalah pada bagian rangkaian tangkinya. Pada osilator Colpitts, digunakan dua
kapasitor sebagai pengganti kumparan yang terbagi. Balikan dikembangkan dengan
menggunakan “medan elektrostatik” melalui jaringan pembagi kapasitor. Frekuensi
ditentukan oleh dua kapasitor terhubung seri dan induktor.
Gambar 17.9 memperlihatkan rangkaian osilator Colpitts. Tegangan panjar
untuk basis diberikan oleh R1 dan R2 sedangkan untuk emiitor diberikan oleh R4 .
Kolektor diberi panjar mundur dengan menghubungkan ke bagian positif dari VCC

melalui R3 . Resistor ini juga berfungsi sebagai beban kolektor. Transistor


dihubungkan dengan konfigurasi emitor-bersama.
Ketika daya DC diberikan pada rangkaian, arus mengalir dari bagian negatif VCC

melalui R4 , Q1 dan R3 . Arus I C yang mengalir melalui R3 menyebabkan penurunan

tegangan VC dengan harga positif. Tegangan yang berubah ke arah negatif ini

dikenakan ke bagian atas C1 melalui C 3 . Bagian bawah C 2 bermuatan positif dan

232 ELEKTRONIKA DASAR


tertambahkan ke tegangan basis dan menaikkan harga I B . Transistor Q1 akan semakin
berkonduksi sampai pada titik jenuh.
Saat Q1 sampai pada titik jenuh maka tidak ada lagi kenaikan I C dan perubahan

VC juga akan terhenti. Tidak terdapat balikan ke bagian atas C 2 . C1 dan C 2 akan

dilucuti lewat L1 dan selanjutnya medan magnet di sekitarnya akan menghilang. Arus
pengosongan tetap berlangsung untuk sesaat. Keping C 2 bagian bawah menjadi
bermuatan negatif dan keping C1 bagian atas bermuatan positif. Ini akan mengurangi
tegangan maju Q1 dan I C akan menurun. Harga VC akan mulai naik. Kenaikan ini

akan diupankan kembali ke bagian atas keping C1 melalui C 3 . C1 akan bermuatan

lebih positif dan bagian bawah C 2 menjadi lebih negatif. Proses ini terus berlanjut
sampai Q1 sampai pada titik cutoff.
Saat Q1 sampai pada titik cutoff, tidak ada arus I C . Tidak ada tegangan balikan

ke C1 . Gabungan muatan yang terkumpul pada C1 dan C 2 dilucuti melalui L1 . Arus


pelucutan mengalir dari bagian bawah C 2 ke bagian atas C1 . Muatan negatif pada C 2
secepatnya akan habis dan medan magnet di sekitar L1 akan menghilang. Arus yang
mengalir masih terus berlanjut. Keping C 2 bagian bawah menjadi bermuatan positif
dan keping C1 bagian atas bermuatan negatif. Tegangan positif pada C 2 menarik Q1
dari daerah daerah cutoff . Selanjutnya I C akan mulai mengalir lagi dan proses dimulai
lagi dari titik ini. Energi balikan ditambahkan ke rangkaian tangki sesaat pada setiap
adanya perubahan.
Besarnya balikan pada rangkaian osilator Colpitts ditentukan oleh “nisbah
kapasitansi” C1 dan C 2 . Harga C1 pada rangkaian ini jauh lebih kecil dibandingkan
dengan C 2 atau X C1 > X C 2 . Tegangan pada C1 lebih besar dibandingkan pada C 2 .

Dengan membuat C 2 lebih kecil akan diperoleh tegangan balikan yang lebih besar.
Namun dengan menaikkan balikan terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya
distorsi. Biasanya sekitar 10-50% tegangan kolektor dikembalikan ke rangkaian tangki
sebagai balikan.

Rangkaian Osilator 233


Frekuensi
resonansi

Impedansi (Z)
Lapisan
kristal
tidak Impedansi
ditempelkan minimum
Frekuensi saat terjadi
resonansi

(a)

Impedansi
maksimum
saat terjadi
resonansi
Impedansi (Z)

Frekuensi
resonansi
Kristal
ditempelkan
Frekuensi

(b)

Gambar 17.10 Rangaian setara kristal : a) resonansi seri dan b) resonansi paralel.

17.1.6 Osilator Kristal


Kristal osilator digunakan untuk menghasilkan isyarat dengan tingkat kestabilan
frekuensi yang sangat tinggi. Kristal pada osilator ini terbuat dari quartz atau Rochelle
salt dengan kualitas yang baik. Material ini memiliki kemampuan mengubah energi
listrik menjadi energi mekanik berupa getaran atau sebaliknya. Kemampuan ini lebih
dikenal dengan piezoelectric effect.
Kristal untuk osilator ini dilekatkan di antara dua pelat logam. Kontak dibuat
pada masing-masing permukaan kristal oleh pelat logam ini kemudian diletakkan pada
suatu wadah. Kedua pelat dihubungkan ke rangkaian melalui soket.

234 ELEKTRONIKA DASAR


Pada osilator ini, kristal berperilaku sebagai rangkaian resonansi seri. Kristal
seolah-olah memiliki induktansi (L), kapasitansi (C) dan resistansi (R). Gambar 17.10-a
memperlihatkan rangkaian setara dari bagian ini. Harga L ditentukan oleh massa kristal,
harga C ditentukan oleh kemampuannya berubah secara mekanik dan R berhubungan
dengan gesekan mekanik.

Gambar 17.11 Osilator dengan kristal pengontrol: a) Hartley dan b) Colpitts

Rangkaian Osilator 235


Rangkaian setara resonansi seri akan berubah jika kristal ditempatkan pada suatu
wadah atau “pemegang”. Kapasitansi akibat adanya keping logam akan terhubung
paralel dengan rangkaian setara kristal. Gambar 17.10-b memperlihatkan rangkaian
setara kristal yang dilekatkan pada pemegang. Jadi pada hal ini kristal memiliki
kemampuan untuk memberikan resonansi paralel dan resonansi seri.
Kristal ini dapat dioperasikan pada rangkaian tangki dengan fungsi sebagai
penghasil frekuensi resonansi paralel. Kristal sendiri dapat dioperasikan sebagai
rangkaian tangki. Jika kristal diletakkan sebagai balikan, ia akan merespon sebagai
piranti penghasil resonansi seri. Kristal sebenarnya merespon sebagai tapis yang tajam.
Ia dapat difungsikan sebagai balikan pada suatu frekuensi tertentu saja. Osilator Hartley
dan Colpitts dapat dimodifikasi dengan memasang kristal ini. Stabilitas osilator akan
meningkat dengan pemasangan kristal. Gambar 17.11 memperlihatkan pemasangan
kristal pada osilator Hartley dan Colpitts.

Keluaran

Gambar 17.12 Osilator Pierce

17.1.7 Osilator Pierce


Osilator Pierce seperti diperlihatkan pada gambar 17.12 menggunakan kristal sebagai
rangkaian tangkinya. Pada osilator ini kristal merespon sebagai rangkaian resonansi
paralel. Jadi osilator ini adalah merupakan modifikasi dari osilator Colpitts.

236 ELEKTRONIKA DASAR


Pengoperasian osilator Pierce didasarkan pada balikan yang dipasang dari
kolektor ke basis melalui C1 dan C 2 . Kedua transistor memberikan kombinasi
pergeseran fase sbesar 180o. Keluaran dari emitor-bersama mengalami pembalikan agar
sefase atau sebagai balikan regeneratif. Nilai C1 dan C 2 menentukan besarnya
tegangan balikan. Sekitar 10 – 50 % dari keluaran dikirim kembali sebagai balikan
untuk memberikan energi kembali ke kristal. Jika kristal mendapatkan energi yang
tepat, frekuensi resonansi yang dihasilkan akan sangat tajam. Kristal akan bergetar pada
selang frekuensi yang sangat sempit. Keluaran pada frekuensi ini akan sangat stabil.
Namun keluaran osilator Pierce adalah sangat kecil dan kristal dapat mengalami
kerusakan dengan strain mekanik yang terus-menerus.

17.2 Osilator Relaksasi


Osilator ralaksasi utamanya digunakan sebagai pembangkit gelombang sinusosidal.
Gelombang gigi gergaji, gelombang kotak dan variasi bentuk gelombang tak beraturan
termasuk dalam kelas ini. Pada dasarnya pada osilator ini tergantung pada proses
pengosongan-pengisian jaringan kapasitor-resistor. Perubahan tegangan pada jaringan
digunakan untuk mengubah-ubah konduksi piranti elektronik. Untuk pengontrol, pada
osilator dapat digunakan transistor, UJT (uni junction transistors) atau IC (integrated
circuit).

17.2.1 Rangkaian RC
Proses pengisian dan pengosongan kapasitor pada rangkaian seri RC telah kita bahas
sebelumnya pada bagian sebelumnya. Pengisian dan pengosongan kapasitor akan
mengikuti fungsi eksponensial dengan konstanta waktu yang tergantung pada harga RC.
Pada proses pengisian, satu konstanta waktu dapat mengisi sebanyak 63% dari sumber
tegangan yang digunakan dan akan penuh setelah lima kali konstanta waktu.
Sebaliknya saat terjadi pelucutan, isi kapasitor akan berkurang sebanyak 37% setelah
satu konstanta waktu dan akan terlucuti secara penuh setelah lima konstanta waktu (lihat
gambar 17.13).

Rangkaian Osilator 237


Waktu
Pengisian

Pengosongan

Waktu

(a)

Waktu

Waktu

(b)

Gambar 17.13 Pengisian kapasitor: a) Rangkaian RC dan b) Kurva nilai

238 ELEKTRONIKA DASAR


Waktu

Pengisian

Pengosongan

Waktu

(a)

Waktu

(b)

Gambar 17.14 Pengosongan kapasitor: a) Rangkaian RC dan b) Kurva nilai

Rangkaian Osilator 239


Gambar 17.15 Osilator UJT

17.2.2 Osilator UJT


Pengisian dan pengosongan kapasitor melalui resistor dapat digunakan untuk
menghasilkan gelombang gergaji. Saklar pengisian dan pengosongan pada rangkaian
gambar 17.13 dan 17.14 dapat diganti dengan saklar elektronik, yaitu dengan
menggunakan transistor atau IC. Rangkaian yang terhubung dengan cara ini
dikelompokkan sebagai osilator relaksasi. Saat piranti berkonduksi disebut “aktif” dan
saat tidak berkonduksi disebut “rileks”. Gelombang gergaji akan terjadi pada ujung
kaki kapasitor.
Pada gambar 17.15 diperlihatkan penggunaan UJT untuk osilator relaksasi.
Jaringan RC terdiri atas R1 dan C1 . Sambungan dari jaringan dihubungkan dengan
emitor dari UJT. UJT tidak akan berkonduksi sampai pada harga tegangan tertentu
dicapai. Saat terjadi konduksi sambungan E-B1 menjadi beresistansi rendah. Ini
memberikan proses pengosongan C dengan resistansi rendah. Arus hanya mengalir
lewat R3 saat UJT berkonduksi. Pada rangkaian ini sebagai R3 adalah speaker.
Saat awal diberi catu daya, osilator UJT dalam kondisi tidak berkonduksi
Sambungan E- B1 berpanjar mundur. Dalam waktu singkat muatan pada C1 akan

240 ELEKTRONIKA DASAR


terakumulasi (dalam hal ini ukuran waktu adalah R × C ). Dengan termuatinya C1 akan
menyebabkan sambungan E- B1 menjadi konduktif atau memiliki resistansi rendah.
Selanjutnya terjadi pelucutan C1 lewat sambungan E- B1 yang memiliki resistansi
rendah. Ini akan menghilangkan panjar maju pada emitor. UJT selanjutnya menjadi
tidak berkonduksi dan C1 mulai terisi kembali melalui R1 . Proses ini secara kontinu
akan berulang.
Osilator UJT dipakai untuk aplikasi yang memerlukan tegangan dengan waktu
kenaikan (rise time) lambat dan waktu jatuh (fall time) cepat. Sambungan E- B1 dari
UJT memiliki keluaran tipe ini. Antara B1 dan “tanah” pada UJT menghasilkan pulsa
tajam (spike pulse). Keluaran tipe ini biasanya digunakan untuk rangkaian pengatur
waktu dan rangkaian penghitung. Sebagai kesimpulan osilator UJT sangat stabil dan
akurat untuk konstanta waktu satu atau lebih rendah.

17.2.3 Astable Multivibrator


Multivibrator merupakan jenis osilator relaksasi yang sangat penting. Rangkaian
osilator ini menggunakan jaringan RC dan menghasilkan gelombang kotak pada
keluarannya. Astabel multivibrator biasa digunakan pada penerima TV untuk
mengontrol berkas elektron pada tabung gambar. Pada komputer rangkaian ini
digunakan untuk mengembangkan pulsa waktu.
Multivibrator difungsikan sebagai piranti pemicu (trigerred device) atau free-
running. Multivibrator pemicu memerlukan isyarat masukan atau pulsa. Keluaran
multivibrator dikontrol atau disinkronkan (sincronized) oleh isyarat masukan. Astable
multivibrator termasuk jenis free-running.
Sebuah multivibrator terdiri atas dua penguat yang digandeng secara silang.
Keluaran penguat yang satu dihubungkan dengan masukan penguat yang lain. Karena
masing-masing penguat membalik isyarat masukan, efek dari gabungan ini adalah
berupa balikan positif. Dengan adanya (positif) balikan, osilator akan “regenerative”
(selalu mendapatkan tambahan energi) dan menghasilkan keluaran yang kontinu.
Gambar 17.16 memperlihatkan rangkaian multivibrator menggunakan dua buah
transitor bipolar dengan konfigurasi emitor bersama. R1 dan R2 memberikan tegangan

panjar maju pada basis masing-masing transistor. Kapasitor C1 menggandeng kolektor


Q1 ke basis Q 2 . Kapasitor C 2 menggandeng kolektor Q 2 ke basis Q1 .

Rangkaian Osilator 241


Gambar 17.16 Astable multivibratoe

Akibat adanya gandengan silang, satu transistor akan konduktif dan yang
lainnya cutoff. Kedua transistor secara bergantian akan hidup dan mati sehingga
keluaran diberi label Q atau Q . Ini menunjukkan bahwa keluaran mempunyai
polaritas berkebalikan.
Saat daya diberikan pada multivibrator pada gambar 17.16, satu transistor
misalnya Q1 berkonduksi terlebih dahulu. Dengan Q1 berkonduksi terjadi penurunan
tegangan pada R1 dan VC menjadi berharga lebih rendah dari VCC . Ini mengakibatkan

terjadinya tegangan ke arah negatif pada C1 dan tegangan basis positif Q1 akan
berkurang. Konduksi Q 2 akan berkurang dan tegangan kolektornya akan naik ke harga
VCC . Tegangan ke arah positif dikenakan pada C 2 . Tegangan ini akan ditambahkan

pada basis Q1 dan membuatnya lebih berkonduksi. Proses ini berlanjut sampai Q1
mencapai titik jenuh dan Q 2 mencapai cutoff.
Saat tegangan keluaran masing-masing transistor mencapai kestabilan, maka
tidak terdapat tegangan balikan. Q 2 akan kembali berpanjar maju melalui R2 .
Konduksi pada Q 2 akan mengakibatkan penurunan pada VC . Tegangan ke arah negatif

242 ELEKTRONIKA DASAR


ini akan akan diberikan pada basis Q1 melalui C 2 . Konduksi Q1 menjadi berkurang.
VC pada Q1 naik ke harga VCC . Ini akan tergandeng ke basis Q 2 melalui C1 . Proses

ini berlangsung terus sampai Q 2 mencapai titik jenuh dan Q 1 mencapai cutoff.
Tegangan keluaran kemudian menjadi stabil dan proses akan berulang.
Frekuensi osilasi dari multivibrator ditentukan oleh konstanta waktu R2 dan C1
dan R3 dan C 2 . Nilai R2 dan R3 dipilih sedemikian sehingga masing-masing

transistor dapat mencapai titik jenuh. C1 dan C 2 dipilih untuk mendapatkan frekuensi
pengoperasian yang dikehendaki. Jika C1 sama dengan C 2 dan R2 sama dengan R3
maka keluaran akan simeteris. Berarti kedua transistor akan hidup dan mati dalam
selang waktu yang sama dengan frekuensi sebesarer

1
f = (17.2)
1,4 RC

Keluaran

Masukan
pemicu

Gambar 17.17 Monostable Multivibrator

Rangkaian Osilator 243


17.2.4 Monostable Multivibrator
Monostable multivibrator memiliki satu kondisi stabil sehingga sring juga disebut
sebagai multibrator one-shot. Saat osilator terpicu untuk berubah ke suatu kondisi
pengoperasian, maka pada waktu singkat akan kembali ke titik awal pengoperasian.
Konstanta waktu RC menentukan periode waktu perubahan keadaan. Monostable
multivibrator termasuk jenis osilator triggered.
Skema rangkaian monostable multivibrator diperlihatkan pada gambar 17.17.
Rangkaian memiliki dua kondisi yaitu kondisi stabil dan kondisi tak stabil. Rangkaian
akan rileks pada kondisi stabil saat tidak ada pulsa. Kondisi tak stabil diawali dengan
pulsa pemicu pada masukan. Setelah selang waktu 0,7 × R2 C1 , rangkaian kembali ke
kondisi stabil. Rangkaian tidak mengalami perubahan sampai ada pulsa pemicu yang
datang pada masukan.
Kita lihat sekaraang pengoperasian monostable multivibrator saat daya diberikan
ke rangkaian. Awalnya tidak ada pulsa masukan pemicu. Q 2 berpnjar maju dari
jaringan pembagi terdiri atas R2 , D1 dan R5 . Harga R2 dipilih agar Q 2 mencapai titik

jenuh. Resistor R1 dan R3 masing-masing membuat kolektor berpanjar mundur.

Dengan basis Q 2 berpanjar maju, ini secepatnya akan membawa transistor ke titik
jenuh. Tegangan kolektor Q 2 jatuh ke harga yang sangat rendah. Tegangan ini
terhubung ke basis Q1 melalui R4 . Namun V B tidak cukup besar untuk membawa Q1
berkonduksi. Karenanya rangkaian akan tetap berada pada kondisi ini selama daya
masih diberikan. Rangkaian berada pada kondisi stabil.
Untuk mengawali suatu perubahan, pulsa pemicu harus diberikan pada masukan.
Gambar 17.18 memperlihatkan pulsa pemicu dan keluaran yang dihasilkan
multivibrator. C 2 dan R5 pada rangkaian masukan membentuk jaringan deferensiator.
Tepi kenaikan (leading edge) dari pulsa pemicu menyebabkan terjadinya aliran arus
yang besar melalui R5 . Setelah C 2 mulai termuati arus lewat R5 mulai menurun. Saat

pulsa pemicu sampai pada tepi penurunan (trailing edge), tegangan C 2 jatuh ke nol.
Dengan tidak adanya sumber tegangan yang dikenakan pada C 2 , kapasitor akan
terkosongkan melalui R5 . Karenannya pulsa dengan polaritas kebalikannya terjadi pada
tepi penurunan pulsa masukan. Pulsa masukan kemudian berubah ke positif dan suatu
pulsa negatif tajam (negative spike) muncul pada R5 . D1 hanya berkonduksi selama

244 ELEKTRONIKA DASAR


terjadi negative spike dan diumpankan pada basis Q 2 . Ini mengawali terjadinya
perubahan pada multivibrator.
Saat basis Q 2 menerima negative spike, ini akan membawa transistor ke arah
cutoff. Ini akan mengakibatkan tegangan kolektor Q 2 naik dengan cepat ke harga + VCC

dan membuat basis Q1 menjadi positif. Saat Q1 berkonduksi, resistansi sambungan


kolektor-basis menjadi sangat rendah. Arus pengisian mengalir melewati Q1 , C1 dan
R2 . Kaki R2 bagian bawah menjadi negatif akibat pengisian C1 dan mengakibatkan
basis Q 2 negatif. Q 2 tetap berada pada keadaan cutoff. Proses ini akan tetap
berlangsung sampai C1 terisi. Arus pengisian lewat R2 kemudian akan menurun dan
bagian atas R2 menjadi positif. Q 2 secepatnya menjdi berkonduksi dan membawa Q1
cutoff. Karenanya rangkaian kembali berubah pada kondisi stabil dan akan terus
dipertahankan sampai ada pulsa masukan pemicu berikutnya datang.

Tepi Tepi
Kenaikan penurunan

Puncak
pengisian
C2

Puncak
pengosongan
C2

Waktu Waktu
hidup hidup
Q1 Q1

Waktu Waktu
hidup hidup
Q2 Q2

Gambar 17.18 Bentuk gelombang monostable multivibrator: a) Bentuk gelombang


masukan pemicu, b) Gelombang keluaran diferensiator dan c)
Gelombang keluaran multivibrator.

Rangkaian Osilator 245


Keluaran
Keluaran

Kabel
penghubung

Gambar 17.19 Bistable multivibrator

17.2.5 Bistable Multivibrator


Bistable multivibrator mempunyai dua keadaan stabil. Pulsa pemicu masukan akan
menyebabkan rangkaian diasumsikan pada salah satu kondisi stabil. Pulsa kedua akan
menyebabkan terjadinya pergeseran ke kondisi stabil lainnya. Multivibraator tipe ini
hanya akan berubah keadaan jika diberi pulsa pemicu. Multivibrator ini sering disebut
sebagai flip-flop. Ia akan lompat ke satu kondisi (flip) saat dipicu dan bergeser kembali
ke kondisi lain (flop) jika dipicu. Rangkaian kemudian menjadi stabil pada suatu
kondisi dan tidak akan berubah atau toggle sampai ada perintah dengan diberi pulsa
pemicu. Gambar 17.19 memperlihaatkan skema rangkaian muldivibrator bistable
dengan menggunakan BJT.
Saat awal catu daya diberikan pada rangkaian, maka multivibrator diasumsikan
berada pada suatu kondisi stabil. Salah satu transistor akan berkonduksi lebih cepat
dibandingkan yang lain. Marilah kita asumsikan Q1 pada rangkaian pada gambar 17.19

246 ELEKTRONIKA DASAR


berkonduksi lebih dahulu dibandingkan Q 2 . Tegangan kolektor Q1 akan turun dengan
cepat. Sambungan langsung antara kolektor dan basis menyebabkan penurunan
tegangan pada Q 2 dan turunnya arus I B dan I C .

VC dari Q 2 naik ke harga + VCC . Tegangan ke arah positif ini tersambung

kembali ke basis Q1 lewat R3 . Ini menyebabkan Q1 semakin berkonduksi dan

sebaliknya mengurangi konduksi Q 2 . Proses ini berlangsung terus sampai Q1 jenuh


dan Q 2 cutoff. Rangkaian akan tetap pada kondisi stabil ini.
Untuk mengawali perubahan kondisi diperlukan pulsa pemicu. Pulsa negatif
yang diberikan pada basis Q1 akan membuatnya menjadi cutoff. Pulsa positif yang
diberikan pada basis Q 2 menyebabkan transistor ini berkonduksi. Polaritas di atas
khusus untuk transistor n-p-n.
Pada rangkaian, kita berasumsi bahwa pulsa negatif diberikan pada basis Q1 .
Saat ini terjadi, I B dan I C dari Q1 akan turun secepatnya. VC dari Q1 naik ke harga

+ VCC . Tegangan ke arah positif ini tersambung kembali ke basis Q 2 . I B dan I C dari

Q 2 akan naik dengan cepat. Ini menyebabkan turunnya VC dari Q 2 . Sambungan

langsung VC melalui R3 menyebankan turunnya I B dan I C dari Q1 . Proses ini

berlangsung terus sampai Q1 cutoff dan Q 2 jenuh. Rangkaian akan tetap pada kondisi
ini sampai ada perintah untuk berubah atau catu daya dilepas.

17.2.6 IC Pembangkit Gelombang


IC NE/SE 555 adalah piranti multiguna yang telah secara luas digunakan. Piranti ini
dapat difungsikan sebagai astable multivibrator. Rangkaian khusus ini dapat dibuat
dengan komponen dan daya yang minimal. Rangkaian dapat dengan mudah dibuat dan
sangat reliabel. Chip khusus ini telah banyak diproduksi oleh beberapa pabrik. Sebagai
tanda, semua produksi terdapat angka 555 misalnya SN72555, MC14555, SE555,
LM555 dan CA555.
Rangkaian internal IC 555 biasanya dilihat dalam sebagai blok-blok. Dalam hal
ini, chip memiliki dua komparator, sebuah bistable flip-flop, sebuah pembagi resistif,
sebuah transistor pengosong dan sebuah keluaran. Gambar 17.20 memperlihatkan blok
fungsional IC 555.

Rangkaian Osilator 247


Jaringan

Pengontrol
VCC ke semua
Tegangan
piranti

Ma- Komparator
Ambang pintu sukan

Keluaran
Pembagi

Penguat
daya
Pemicu keluaran

Komparator

Pengosong

Transistor
pengosong

Tanah
(ground)

Gambar 17.20 Rangkaian internal IC LM555

Pembagi tegangan pada IC terdiri dari tiga resistor 5 kΩ. Jaringan dihubungkan
secara internal ke + VCC dan “tanah” dari sumber. Tegangan yang ada di resistor bagian

bawah adalah sepertiga VCC . Tegangan pada titik tengah pembagi tegangan sebesar dua

pertiga harga VCC . Sambungan ini berada pada pin 5 dan titik ini didesain sebagai
pengontrol tegangan.
Dua buah komparator pada IC 555 merespon sebagai rangkaian saklar.
Tegangan referensi dikenakan pada salah satu masukan pada masing-masing
komparator. Tegangan yang dikenakan pada masukan lainnya memberikan awalan
terjadinya perubahan pada keluaran jika tegangan tersebut berbeda dengan harga

248 ELEKTRONIKA DASAR


referensi. Komparator bereda pada dua pertiga VCC dimana pin 5 dihubungkan ke
tengah resistor pembagi. Masukan lain ditandai dengan pin 6 disebut sebagai ambang
pintu (threshold). Saat tegangan pada pin 6 naik melebihi dua pertiga VCC , keluaran
komparator akan menjadi positif. Ini kemudian dikenakan pada bagian reset dari
masukan flip-flop.
Komparator 2 adalah sebagai referensi sepertiga dari VCC . Masukan positif dari
komparator 2 dihubungkan dengan bagian bawah jaringan pembagi resistor. Pin 2
eksternal dihubungkan dengan masukan negatif komparator 2. Ini disebut sebagai
masukan pemicu (trigger). Jika tegangan pemicu jatuh di bawah sepertiga VCC ,
keluaran komparator akan berharga positif. Ini akan dikenakan pada masukan set dari
flip-flop.
Flip-flop IC 555 termasuk jenis bistable multivibrator, memiliki masukan set
dan reset dan satu keluaran. Saat masukan reset positif maka keluaran akan positif.
Tegangan positif pada set akan memberikan keluaran menjadi negatif. Keluaran flip-
flop tergantung pada status dua masukan komparator.
Keluaran flip-flop diumpankan ke keluaran dan transistor pengosong. Keluaran
dihubungkan dengan pin 3 dan transistor pengosongan dihubungkan dengan pin 7.
Keluaran adalah berupa penguat daya dan pembalik isyarat. Beban yang dipasang pada
terminal 3 akan melihat apakah keluaran berada pada + VCC atau “tanah”, tergantung
kondisi isyarat masukan. Arus beban sebesar sampai pada harga 200 mA dapat
dikontrol oleh terminal keluaraan. Beban yang tersambung pada + VCC akan mendapat
energi saat pin 3 berubah ke “tanah”. Beban yang terhubung ke “tanah” akan “hidup”
saat keluaran berubah ke + VCC . Kemudian akan mati saat keluaran berubah ke “tanah”.

Transistor Q1 disebut transistor pengosongan (discharge transistor). Keluaran

flip-flop dikenakan pada basis Q1 . Saat flip-flop reset (positif), akan membuat Q1
berpanjar maju. Pin 7 terhubung ke “tanah” melalui Q1 . Saat flip-flop set (negatif),
akan membuat Q1 berpanjar mundur. Ini akan membuat pin 7 menjadi tak terhingga
atau terbuka terhadap “tanah”. Karenanya pin 7 mempunyai dua kondisi, terhubung
singkat atau terbuka. Kita selanjutnya akan melihat bagaimana respon rangkaian
internal IC 555 sebagai sebuah multivibrator.

Rangkaian Osilator 249


17.2.7 IC Astable Multivibrator
Jika digunakan sebagai astable multivibrator, IC 555 berlaku sebagai Osolator RC.
Bentuk gelombang dan frekuensi keluaran utamannya ditentukan oleh jaringan RC.
Gambar 17.21 memperlihatkan rangkaian astable multivibrator menggunakan IC
LM555. Biasanya rangkaian ini digunakan sebagai pembangkit waktu (time base
generator) untuk rangkaian lonceng (clock) dan pada komputer.
Pada rangkaian ini diperlukan dua resistor, sebuah kapasitor dan sebuah sumber
daya. Keluaran diambil dari pin 3. Pin 8 sebagai + VCC dan pin 1 adalah “tanah”.

Tegangan catu DC dapat berharga sebesar 5 – 15 V. Resistor R A dihubungkan antara


+ VCC dan terminal pengosongan (pin 7). Resistor R B dihubungkan antara pin 7
dengan terminal ambang (pin 6). Kapasitor dihubungkan antara ambang pintu dan
“tanah”. Pemicu (pin 2) dan ambang pintu (pin 6) dihubungkan bersama.
Saat daya mula-mula diberikan, kapasitor akan terisi melalui R A dan R B .
Ketika tegangan pada pin 6 ada sedikit kenaikan di atas dua pertiga VCC , maka terjadi
perubahan kondisi pada komparator 1. Ini akan me-reset flip-flop dan keluarannya akan
bergerak ke positif. Keluaran (pin 3) bergerak ke “tanah” dan basis Q1 berprategangan
maju. Q1 mengosongkan C lewat R B ke “tanah”.

Keluaran

Gambar 17.21 Rangkaian astable multivibrator

250 ELEKTRONIKA DASAR


Tegangan
keluaran

Tegangan
kapasitor Frekuensi = 1/T
VC

Waktu

Gambar 17.22 Bentuk gelombang pada rangkaian astable multivibrator

Ketika tegangan pada kapasitor C turun sedikit di bawah sepertiga VCC , ini akan
memberikan energi ke komparator 2. Antara pemicu (pin 2) dan pin 6 masih terhubung
bersama. Komparator 2 menyebabkan tegangan positif ke masukan set dari flip-flop
dan memberikan keluaran negatif. Keluaran (pin 3) akan bergerak ke harga + VCC .

Tegangan basis Q1 berpanjar mundur. Ini akan membuka proses pengosongan (pin7).
C mulai terisi lagi ke harga VCC lewat R A dan R B . Proses akan berulang mulai titik ini.

Kapasitor C akan terisi dengan harga berkisar antara sepertiga dan dua pertiga VCC .
Perhatikan gelombang yang dihasilkan pada gambar 17.22.
Frekuensi keluaran astable multivibrator dinyatakan sebagai f = 1 / T . Ini
menunjukkan sebagai total waktu yang diperlukan untuk pengisian dan pengosongan
kapasitor C. Waktu pengisian ditunjukkan oleh jarak t1 dan t 3 . Jika dinyatakan dalam

detik t1 = 0,693 (R A + R B )C . Waktu pengosongan diberikan oleh t 2 dan t 4 . Dalam

detik, t 2 = 0,693 R B C . Dalam satu putaran atau satu periode pengoperasian waktu
yang diperlukan adalah sebesar

Rangkaian Osilator 251


T = t1 + t 2 atau T = t3 + t 4 (17.3)

Dengan menggunakan harga t1 dan t 2 atau t 3 dan t 4 , maka persamaan frekuensi dapat
dinyataakan sebagai

1 1,44
f = = (17.4)
T (R A + 2 R B ) C

Nisbah resistansi R A dan R B sangat penting untuk pengoperasian astable multivibrator.


Jika R B lebih dari setengah harga R A , rangkaian tidak akan berosilasi. Harga ini
menghalangi pemicu untuk jatuh dari harga dua pertiga VCC ke sepertiga VCC . Ini
berarti IC tidak mampu untuk memicu kembali secara mandiri atau tidak siap untuk
operasi berikutnya. Hampir semua pabrik pembuat IC jenis ini menyediakan data pada
pengguna untuk memilih harga R A dan R B yang sesuai terhadap harga C.

252 ELEKTRONIKA DASAR

Anda mungkin juga menyukai