8 Desember 2008
Benny Lubiantara
Pendahuluan
Pola pengusahaan migas secara umum dapat dibagi menjadi: Konsesi
(Royalty/Tax), PSC dan Service Contract.
Secara geografis, saat ini model royalty tax digunakan di 64 negara dan model
PSC di 72 negara 1 . Tentu saja harus kita ingat bahwa, dalam satu negara, bisa
saja berlaku dua atau tiga (termasuk service contract) model model tersebut.
1
Johnston, Chapter 3 How to Evaluate the Fiscal Terms of Oil Contract, in Humphreys, Sachs, Stiglitz
(Ed) Escaping the Resource Curse 2008 p. 67
1
Pemilihan model pola pengusahaan migas tersebut, didasarkan oleh banyak
faktor, termasuk diantaranya: kerangka UU yang berlaku di suatu negara,
prospectivity, biaya, daya tarik buat investor dan lain lain.
Model konsesi adalah model yang paling tua dan paling awal digunakan dalam
sejarah perminyakan, tuntutan negara agar mengambil peran yang lebih besar
kemudian memunculkan model konsesi modern. Indonesia memperkenalkan
PSC tahun 1960 an, model ini dianggap terobosan terhadap sistem konsesi yang
dirasakan “kurang menghormati” kedaulatan negara.
Perlu dipahami disini bahwa kita tidak dapat secara otomatis menyatakan bahwa
model PSC akan memberikan GT lebih besar dibanding model Royalty Tax atau
sebaliknya. Karena kita dapat mendisain model PSC dan R/T agar supaya yang
satu lebih besar, sama atau lebih kecil dari yang lain. Semua akan tergantung
dengan fiscal terms yang ada dari model kontrak tersebut.
2
Gambar 2. Model Kontrak & Gov. Take di Mancanegara 2
2
Johnston, Changing Fiscal Landscape, Journal of World Energy Law & Business, Vol 1 No. 1 2008
3
Kecenderungan Model Kontrak Migas di Mancanegara
Fleksible
Gambar 3 menunjukkan alur PSC untuk pembagian Gross Production, perlu
dicatat disini bahwa tidak semua PSC mengenakan Royalty. Pada dasarnya
Royalty dan Cost recovery ceiling mempunyai fungsi yang sama, yaitu: menjamin
pendapatan pemerintah dari awal. Apabila sistem PSC tidak mengenakan
Royalty, biasanya sebagai kompensasi, sistem tersebut akan memberlakukan
cost recovery ceiling yang cukup significant (misal: 50%). Rata rata cost recovery
ceiling sebesar 65%. Dengan adanya ceiling ini, walaupun tidak ada royalty,
maka pendapatan pemerintah dari awal tetap dijamin melalui bagian profit oil-
nya. Model Royalty/Tax tidak mengenal cost recovery ceiling.
Adapun yang dimaksudkan dengan fleksibel disini adalah sliding scale profit oil
split, sliding scales di disain secara teoritis untuk memperoleh peluang
kemungkinan upside potential disamping juga untuk mendorong pengembangan
downside risk. Pengaturan yang fleksibel melalu mekanisme sliding scale
parameter memungkinkan kedua pihak (government & contractor)
mengantisipasi perubahan parameter selama umur proyek, hal ini akan
mengurangi kemungkinan desakan untuk renegosiasi di kemudian hari.
4
Gambar 3: Alur PSC dan Mekanisme Pengaturan Fiscal 3
Progresif
Beberapa negara menggunakan model progresif dari profit oil split berdasarkan
tingkat keuntungan (profitability), seperti ROR dan “R” Factor. Keunggulan dari
model progresif berdasarkan profitability ini adalah bahwa Government Take
akan secara otomatis meningkat ketika terjadi peningkatan keuntungan (mis:
harga minyak naik).
3
Lubiantara, Economics & Commercial Aspects of Upstream Petroleum Contracts, Presented on
OPEC Workshop on Fiscal System, April 2008.
5
Tabel 1 – Model Sliding Scale ROR
ROR Investor
Kelemahan lain dari metoda progresif berdasarkan profitability ini adalah bahwa
model ini relatif mendorong investor untuk melakukan “gold-plating”, karena pada
saat keuntungan meningkat, share kontraktor akan turun, maka pada titik kritis
perpindahan tersebut (lihat Tabel 1), kontraktor cenderung akan bertahan
supaya tetap memperoleh share yang lebih besar, caranya dengan melakukan
gold-plating tersebut.
4
Lubiantara, Impacts of Oil Prices to Upstream Petroleum Contract, presented on OPEC Economic
Commission Board (ECB) Meeting, 2007
6
Model Revenue over Cost (R/C) Malaysia, merupakan contoh yang baik dalam
kaitannya dengan upaya mendorong kontraktor untuk menurunkan cost
(mencegah gold-plating).
5
Amr Rezk, Economic Modeling for Upstream Petroleum Projects, Trafford Publishing, 2006
7
Pada Model R/C Malaysia, ada perbedaan split antara: “Profit Oil” dan “Excess
Cost Oil” (lihat Tabel 2 dan Gambar 5), yang mana untuk Excess Cost Oil, split
untuk Kontraktor lebih besar dibanding split untuk Profit Oil. Dengan demikian,
apabila kontraktor berhasil melakukan penghematan, maka kontraktor akan
“diganjar” oleh split yang lebih baik.
Pada saat ini hampir semua model konsesi (royalty tax) mewajibkan partisipasi
negara. Didalam model standard PSC ada klausul Government participation,
biasanya dalam bentuk opsi pemerintah untuk memperoleh kepemilikan
mencapai persentase tertentu (umumnya 10 - 15%) apabila Kontraktor
menemukan cadangan yang komersial. Opsi ini biasanya diberikan kepada NOC
atau perusahaan lokal.