Puji syukur dipanjatkan kehadrat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
penelitian ini yang berjudul Kajian Kelayakan Pembentukan Sentra Peternakan Sapi
Terpadu di Sumatera Utara. Untuk itu diperlukan analisis daya dukung sumberdaya
alam sebagai sumber pakan ternak sapi dan ketersediaan infrastruktur sehingga data
informasi pendukung yang ada dapat memudahkan investor dalam berinvestasi.
MAULANA POHAN
PEMBINA UTAMA MADYA
NIP. 195305071980021002
i
RINGKASAN
ii
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN... ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang. . ................................................................................ 1
1.2. Tujuan Kajian. ............................................................................ 8
1.3. Manfaat Kajian .. ................................................................................ 8
1.4. Keluaran yang Diharapkan... 9
3.5. Penentuan Bobot Faktor Eksternal dan Internal Untuk Analisis QSPM. 28
iii
4.3. Fasilitas Pendukung untuk Pembentukan Sentra Peternakan Sapi ......... 37
4.4. Pendukung Tambahan untuk Pembentukan Sentra Peternak Sapi.......... 41
4.5. Adanya PAD dari Program Peternakan................................................... 46
4.6. Inventarisasi Faktor- Faktor Strategis Eksternal dan Internal ................ 48
4.7. Formulasi Strategi .................................................................................. 69
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3. Produk samping tanaman dan olahan kelapa sawit untuk setiap hektar ....... 12
5. Kandungan nutrisi limbah sawit dan hasil samping pabrik kelapa sawit ..... 14
8.
Luas panen, produksi dan rataan produksi tanaman pangan di Kabupaten
Langkat Tahun 2007 ...................................................................................... 34
10. Luas dan daya dukung perkebunan untuk ternak sapi di Kabupaten
Langkat .......................................................................................................... 36
15. Target dan Realisasi PAD Asal Komoditi Ternak di Kabupaten Langkat
tahun 2003-2008 ............................................................................................ 46
16. Rencana Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Sub Sektor
Peernaka di Kabupaten Langkat .................................................................... 47
v
18. Jumlah Pemotongan Ternak Sapi dan Produksi Daging Sapi di Kabupaten 57
Langkat (2002-2006) .....................................................................................
20. Rekapitulasi Nilai Total attractiveness score (TAS) dan Urutan Prioritas
dari setiap Formulasi Strategi ........................................................................ 71
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
vii
I. PENDAHULUAN
71.680 km2 dengan ketinggian 0 1.915 m diatas permukaan laut, serta jumlah
permasalahan yang dihadapi, prospek dimaksud sampai saat ini belum dapat
untuk mewujudkan prospek peternakan yang maju dengan potensi dan peluang
yang dimiliki Provinsi Sumatera Utara antara lain : a). Belum tersedianya bibit
ternak potong ruminansia yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas, b). sulitnya
para peternak terutama peternak kecil, c). Iklim usaha peternakan belum kondusif
terutama karena faktor keamanan berusaha yang belum terjamin, d). potensi pada
areal perkebunan dan pertanian belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena
berbagai pihak terkait dan e). mekanisme tataniaga ternak dan hasil ternak belum
1
yaitu : 1) Program peningkatan ketahanan pangan, 2). Program pengembangan
asli daerah (PAD). Sebagai tujuan umum dari program tersebut adalah untuk : 1)
sumber daya lokal untuk membangun peternakan yang berdaya saing dan
berkelanjutan dan 2). membangun sistem peternakan baik nasional maupun daerah
4). meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH dan 5).
2
Populasi sapi potong, produksi hasil ternak berupa daging dan konsumsi
daging per kapita per tahun di Sumatera Utara tahun 2008 dan proyeksinya tahun
tahun 2007, bahwa peningkatan populasi sapi potong di Sumatera Utara dari tahun
2002 - 2006 rata-rata sebesar 0,31%, dan pada tahun 2008 - 2010 ditingkatkan
sudah sebesar 9,31% pada periode 2002-2006. Pada tahun 2005 - 2008 bahkan di
Kabupaten Langkat peningkatan populasi ternak sapi sudah sebasar 30,24%. Hal
penelitian ini selain hal tersebut diatas juga adalah : 1). Kontribusi produk hewan
berupa daging sapi untuk Sumatera Utara adalah sebesar 32,2%, 2). Kabupaten
dengan tingkat kelahiran ternak melalui Inseminasi Buatan (IB) dan 3) populasi
3
ternak sapi di Kabupaten Langkat merupakan populasi yang terbesar di Sumatera
dan coklat) dan hasil ikutan pengolahan kelapa sawit sebagai pakan ternak sapi,
limbah pertanian tanaman pangan serta limbah kotoran ternak diolah menjadi
sekitarnya. Luas lahan yang berpotensi sebagai sumber pakan ternak melputi :
lahan perkebunan besar (tanaman kelapa sawit, karet dan kakao), lahan
perkebunan rakyat dan lahan tegalan / lahan kering adalah 47.592 ha.
daerah yang memiliki potensi besar untuk dapat dijadikan sebagai lokasi
strategis dan dekat dengan pelabuhan Belawan untuk eksport. Jarak tempuh
sekitar 1-2 jam ke Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara, yang dapat menjadi
salah satu lokasi pemasaran hasil peternakan. Potensi ini merupakan peluang besar
bagi para investor untuk menanamkan investasi dalam bidang penggemukan dan
Kabupaten Langkat atas dasar harga berlaku (ADHB) adalah sebesar Rp.
4
dengan peran mencapai 48,80%. Sedangkan PDRB berdasarkan harga konstan
dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan, lapangan usaha bidang
Pemikiran dimakasud dengan cakupan semua aspek berpengaruh, yakni mulai dari
produktivitas hasil ternak yang tinggi serta pengolahan hasil ternak hingga
pemasarannya ke konsumen.
depan, tetapi peternak sendiri mengalami banyak kendala sehingga mereka belum
tersebut antara lain umumnya adalah tidak tersedianya dana untuk kegiatan
5
hijauan pakan ternak yang memadai dan beberapa unsur bahan pakan penguat
masih bersaing dengan manusia. Disamping itu tidak sedikit lokasi peternakan
melaksanakannya.
sapi sebanyak 135.100 ton dari permintaan sebesar 385.000 ton. Oleh karena itu
dalam negeri sebesar 90%-95%, sisanya sebesar 5%-10% dapat dipenuhi dari
Tabel 2. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa khususnya populasi ternak ruminansia
(sapi, kerbau, domba dan kambing) di Kabupaten Langkat setiap tahun meningkat.
6
Tabel 2. Populasi Ternak (ekor) di Kabupaten Langkat Tahun 2005 - 2008
umumnya dilakukan oleh peternak sebagai usaha bersifat sambilan dan tersebar di
pangan dan hortikultura. Posisi usaha sambilan atas usaha ternak oleh masyarakat
antara lain : (1) rendahnya perhatian lembaga keuangan mengucurkan dana bagi
masyarakat.
7
Usaha pengembangbiakan dan penggemukan sapi potong dikatakan
untung jika jumlah pendapatan yang diperoleh lebih besar dari total pengeluaran,
usaha itu mengalami kerugian, sehingga kondisi usaha semacam ini tidak layak
pengeluaran. Data data itulah yang dapat memberikan informasi nyata bagi suatu
8
2. Memberikan acuan bagi peternak untuk meningkatkan usaha peternakan
Langkat
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada saat sekarang ini menunjukkan bahwa bibit sapi (bakalan) yang
sapi ini adalah sifatnya yang sudah adaptif dengan lingkungan yang ada (Umar,
Sayed, 2009). Dilaporkan juga bahwa bobot badan sapi dewasa tersebut relatif
rendah, yaitu berkisar antara 150 250 kg /ekor, sehingga muncul permasalahan
yang baik dibandingkan dengan ternak pedaging unggul seperti Brahman Cross
Ternak sapi yang dibudidaya oleh masyarakat pada umumnya terdiri atas
sapi lokal tropis, dan bangsa sapi hasil turunan persilangan subtropis dengan sapi
lokal. seperti sapi Bali, sapi Aceh, sapi Madura, sapi peranakan Ongole (PO), sapi
Sumba Ongole (SO), sedangkan sapi yang bersal dari subtropis seperti Bangsa
Brahman, Limosin, Simental dan Brangus, dan lain lain hasil silingan dengan sapi
sapi lokal.
pengolahan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak sapi yang sesuai dengan
berkembang dalam suatu kawasan harus menunjang kegiatan agrbisnis sapi dari
10
hulu ke hilir, baik teknologi budidaya, pasca produksi maupun teknologi
hilir). Fokus yang dapat diterapkan teknologi hulu meliputi pemuliaan dan seleksi
induk untuk mendapatkan bibit unggul dan memacu proses reproduksi dengan
teknologi hilir akan tumbuh industri pakan ternak, industri rumah potong hewan
menghasilkan daging dan penerapan teknologi seperti ini akan muncul apabila
dihasilkan dari tanaman dan pengolahan kelapa sawit untuk setiap satu satuan luas
tanaman kelapa sawit (ha) dalam setahun adalah 10.011 kg bahan kering.seperti
11
Tabel 3. Produk samping tanaman dan olahan kelapa sawit per hektar
optimal oleh ternak ruminansia, khususnya sapi, maka jumlah ternak sapi yang
dimana 1 (satu) Unit Ternak (UT) setara dengan bobot 250 kg dan konsumsi
setiap 1 UT adalah 3,5% dari bobot hidup (Diwyanto, 2003). Daya dukung
limbah sawit sebagai pakan ternak sapi, menurut hasil penelitian Lubis dkk.
(1995) yang disitasi Manti dkk (2003) mengatakan bahwa pada saat umur kelapa
dapat menampung 1,39 unit ternak dewasa.rata rata per hektar daya tampung
ternak sapi pada kondisi tanaman kelapa sawit berumur lebih 10 tahun adalah 1,5
lumpur sawit (sludge) dan bungkil inti sawit dapat digunakan bahan sumber
protein dengan kandungan protein kasar masing masing 14,5 dan 16,3%. Hasil
12
penelitiannya menunjukkan bahwa pakan dengan komposisi pelepah sawit 60%,
lumpur dan bungkil inti sawit masing masing sebesar 18% dan dedak padi 4%,
merupakan jenis pakan yang cukup baik untuk sapi potong. Pertambahan berat
badan harian rata rata (average daily gain/ADG) 0,58 kg per ekor dan jumlah
konsumsi pakan berkisar 8,6 kg, per hari dengan tingkat konversi pakan sebesar
Unsur kimia yang penting dikandung bungkil inti sawit adalah berupa
protein kasar disamping itu lemak kasar, serat kasar dan abu., kandungan nilai gizi
persentase bahan kering beberapa jenis hasil samping industri kelapa sawit seperti
kandungan protein kasar dari pelepah (5,8%), lumpur sawit (11,1%), dan bungkil
13
inti sawit (15,3%), sedangkan kandungan serat kasar pelepah sawit( 48,6%),
Lumpur sawit(17,0%), dan bungkil inti sawit(15,0%). Abu Hasan dan Ishida
(1991) melaporkan bahwa pelepah kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan
pakan ternak ruminansia, sebagai sumber pengganti hijauan atau dapat dalam
bentuk silase yang dikombinasikan dengan bahan lain atau konsentrat sebagai
campuran, pada ternak sapi, daun kelapa sawit segar dapat digunakan sebagai
Kandungan nilai nutrisi dari hasil samping kelapa sawit di sajikan seperti
Tabel 5. Kandungan nutrisi limbah sawit dan hasil samping pabrik kelapa
sawit
Pelepah dapat diberikan dalam bentuk segar setelah diproses (di chopper)
terlebih dahulu atau dibuat dalam bentuk silase atau dalam bentuk kering. Pada
ternak sapi penggunaan pelepah dalam bentuk silase sampai 50% dari total pakan
menghasilkan pertambahan bobot badan harian berkisar 0,62 0,75 kg dan nilai
konversi pakan berkisar antara 9,0 10,0 (Ishida dan Hasan, 1993).
14
2.3. Kebijakan dan Program Pengembangan Sapi Potong Rakyat
daging sapi. Berbagai kebijakan dan program yang terkait dengan pengembangan
usaha ternak sapi potong telah diluncurkan dan diimplementasikan, baik secara
nasional maupun di tingkat daerah. Kebijakan dan program yang terkait dengan
usaha peternakan sapi potong secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut
(1) Peningkatan kelahiran. Dilakukan melalui upaya: (a) intensifikasi kawin suntik
(2) Peningkatan mutu produksi dan bobot ternak : Untuk peningkatan mutu
daging dilakukan melalui upaya: (a) Inseminasi Buatan dengan metoda cross
breeding antara jenis sapi yang reproduksinya tinggi (sapi Bali, Ongole, dan
Madura) dengan jenis sapi yang memiliki bobot besar (Brahman, Simental,
limosin, dan Angus); (b) pengembangan jenis ternak sapi tertentu, seperti
program brangunisasi di NTB; dan (c) pelestarian plasma nuftah sapi Bali
15
(3) Pengendalian pemotongan ternak betina produktif melalui upaya : (a)
produktif yang akan dijual peternak dengan dana pemerintah, yang selanjutnya
(5) Pembinaan pakan ternak melalui: (a) pengembangan hijauan pakan ternak
yang bermutu dengan tanaman lokal atau bibit unggul dari luar negeri; (b)
pemanfaatan lahan dan hasil industri pertanian; dan (c) meningkatkan aplikasi
daerah, baik dalam kapasitas produksi maupun jenis semen yang dihasilkan.
et al., (2001), hal itu disebabkan oleh: (1) belum semua program yang dilakukan
16
(2) pengembangan usaha peternakan masih belum menjadi prioritas utama
pemerintah, sehingga dana program untuk sub sektor peternakan relatif kecil
dibandingkan dengan sub sektor lainnya; (3) kebijakan intensifikasi pada lahan
sawah mengurangi penggunaan tenaga kerja ternak, sehingga banyak petani tidak
lagi mengusahakan ternak sapi; (4) masih banyak ternak sapi yang dipelihara
padang penggembalaan akibat alih fungsi lahan. Permasalahan pada butir (3), (4)
pengusahaan, yaitu: (1) pola pengu-sahaan yang dilakukan oleh peternakan rakyat,
asal impor dari Australia antara lain bertujuan (Hadi et al, 2002): (1) mendorong
tidur yang tidak subur. Menurut Soehadji (1993), perkembangan perusahaan skala
besar ini tumbuh cukup pesat, dimana pada tahun 1992 telah berdiri 10
17
provinsi, yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogyakarta, dan Jawa Timur.
berfungsi dengan baik sela-ma tahun 19911996, tetapi sejak terjadinya krisis
moneter pada pertengahan tahun 1997 dimana usaha impor sapi hidup mengalami
collapse, maka kegiatan usaha kemitra-an ikut mengalami kontraksi tajam, dan
pada tahun 2001 kegiatan kemitraan ini sudah ti-dak berlanjut lagi (Hadi et al,
2002).
pemeliharaannya terba-gi kedalam dua pola, yaitu yang berbasis lahan (landbase)
dan yang tidak berbasis lahan (non landbase). Pola pemeliharaan yang bersifat
lahan pertanian, sehingga pakan ternak hanya mengandalkan rumput yang tersedia
yang tidak subur, sulit air, bertemperatur tinggi, dan jarang penduduk seperti Nusa
cenderung bersifat sebagai simbol status sosial. Dilain pihak, pola pemeliharaan
yang bersifat non landbase memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) pemeliharaan
ternak lebih banyak dikandangkan dengan pemberian pakan di dalam kandang; (2)
terkait dengan usahatani sawah atau ladang sebagai sumber hijauan pakan ternak;
(3) pola ini umumnya dilakukan di wilayah padat penduduk seperti di Jawa,
Sumatera, dan ada pula sebagian di NTB, Kalimantan, dan Sulawesi; dan (4)
18
pengusahaan pada pola non landbase relatif lebih intensif dibandingkan dengan
pola landbase dengan tujuan umumnya untuk tabung-an dan sebagian lagi untuk
tujuan komersial. Skala pemilikan ternak pada pola landbase pada umumnya lebih
besar dibandingkan dengan pola non landbase. Studi yang dilakukan Ilham et al.,
skala pemi-likan di bawah 5 ekor, bahkan lebih dari 50 persen peternak hanya
memiliki skala usaha di bawah 3 ekor. (5) Usaha peternakan sapi potong rakyat
memiliki posisi yang lemah dan sangat peka terhadap perubahan (Yusdja et al.,
2001). Hal ini disebabkan oleh sifat usahanya, dimana menurut Azis (1993),
karakteristik usaha peternakan rakyat dicirikan oleh kondisi sebagai berikut: (1)
skala usaha relatif kecil; (2) merupakan usaha rumahtangga; (3) merupakan usaha
sampingan; (4) menggunakan teknologi sederhana; dan (5) bersifat padat karya
rakyat ini menjadi usaha yang maju diperlukan reformasi, baik yang menyangkut
Usaha peternakan sapi potong rakyat memiliki posisi yang lemah dan
sangat peka terhadap perubahan (Yusdja et al., 2001). Hal ini disebabkan oleh
rakyat dicirikan oleh kondisi sebagai berikut: (1) skala usaha relatif kecil; (2)
19
merupakan usaha rumah tangga; (3) merupakan usaha sampingan; (4)
menggunakan teknologi sederhana; dan (5) bersifat padat karya dengan basis
menjadi usaha yang maju diperlukan reformasi, baik yang menyangkut masalah
efisien.
frekuensi penyuntikan sebanyak 2-3 kali, bahkan bisa mencapai 4 kali. Jasa
pelayanan kawin suntik sebesar Rp 30.000 setiap kali suntik. Sapi jantan bakalan
biasanya dipelihara hingga umur 1,5 2 tahun untuk siap dijual sebagai bakalan
penggemukan. Sedangkan waktu penjualan sapi betina bakalan sebagai bibit tidak
tentu, disesuaikan dengan kebutuhan peternak, bisa 4 8 bulan sudah dijual, atau
menunggu hingga umur 2 tahun. Tidak jarang sapi betina bakalan tidak dijual,
tetapi dipelihara sendiri untuk digunakan sebagai induk. Sapi bakalan dijual
secara tunai atau dibayar kemudian 2 3 minggu. Harga yang dibayarkan secara
20
selebihnya berasal dari usaha pertanian 25 persen dan usaha non pertanian 65
persen. Pendapatan total responden rata-rata sekitar Rp 5,25 juta per tahun.
peternakan
1. Aspek Kekuatan
jumlah dan kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam usaha ternak
sapi . Di samping itu termasuk potensi sumber daya alam yang ada. Kualitas
Potensi sumber daya alam terutama lahan kelapa sawit, limbah industri
2. Aspek Kelemahan
menjalankan usahanya tidak berpijak pada basis ekonomi yang jelas. Hal ini
daya dukung ketersediaan hijauan pakan ternak yang tersedia dan tanpa
21
memperhitungkan jumlah ternak per satuan luas yang layak untuk
pemeliharaan yang baik dan benar belum dipahami, sumber daya manusia di
3. Aspek Peluang
Peluang utama dalam usaha pengembangan sapi potong adalah pasar (market).
bioteknologi didorong oleh adanya kredit murah bagi koperasi untuk usaha
sektor riil untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak dan devisa
4. Aspek Ancaman
berbagai macam ancaman dan karena itu pengembangan ternak sapi harus
dikendalikan, baik yang menyangkut aspek teknis maupun non teknis perlu
22
usaha peternakan sapi. Hal ini didesak oleh peningkatan jumlah penduduk
tahun terus meningkat. Di samping itu ada peraturan KUHAP pasal 549
23
untuk menghasilkan berbagai macam keputusan yang bermanfaat demi
perubahan-perubahan lingkungan.
meliputi kegiatan penetapan visi dan misi, kajian internal dan eksternal,
implementasi strategi antara lain berupa penetapan sasaran tahunan dan alokasi
24
memahami peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan
eksternal yang dijadikan dasar strategi saat ini, mengukur prestasi dan
yang diambil juga harus berpedoman pada keterpaduan intuisi dan analisis
lebih menekankan pada bidang fungsional dari organisasi untuk tujuan jangka
pendek.
25
III. METODOLOGI PENELITIAN
beberapa pelaku kunci yang terkait dengan pengembangan ternak sapi potong
melalui diskusi terarah terutama untuk menentukan model kebijakan yang paling
a) Data primer, yaitu data dan informasi yang diperoleh secara langsung dari
26
Peternakan Kabupaten Langkat, Bappeda Kabupaten Langkat, BPS
eksternal kunci untuk memperoleh empat alternatif tipe strategi. (1). Strategi SO
atau strategi kekuatan dan peluang, yakni menggunakan kekuatan internal untuk
ancaman eksternal.
Adapun skema matriks SWOT untuk analisis penelitian ini seperti terlihat
27
FAKTOR Strangths (S) Weaknesses (W)
INTERNAL * Kekuatan * Kelemahan
1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
FAKTOR ... ...
EKSTERNAL ... ...
N N
Opportunities (O) Strategi SO Strategi WO
* Peluang Eksternal
1. 1. 1.
2. 2. Penggunaan 2. Minimalisasi
kekuatan untuk kelemahan
3. ... memanfaatkan ... dengan
4. ... peluang ... memanfaatkan
... peluang
... N N
N
Threats (T) Strategi ST StrategiWT
* Ancaman Eksternal
1. 1. 1.
2. 2. Penggunaan 2. Minimalisasi
kekuatan untuk kelemahan
3. ... mengatasi ancaman
... dengan menyikapi
4. ... ... ancaman
... N N
...
N
3.5. Penentuan Bobot Faktor Eksternal dan Internal Untuk Analisis QSPM
pembobotan sebagai bahan untuk analisis QSPM. Penentuan bobot pada masing-
masing faktor dilakukan dengan metode Paired Comparisons atau yang dikenal
didasarkan pada perbandingan berpasangan antar dua faktor secara relatif sesuai
diberi skor bobot 1,2 atau 3 secara konsisten. Nilai 1 pada matriks tersebut berarti
28
faktor strategik pada indikator horizontal kurang penting dari faktor strategik pada
indikator vertikal. Nilai 2 berarti faktor strategik pada indikator horizontal sama
pentingnya dengan faktor strategik pada indikator vertikal. Nilai 3 berarti faktor
strategik pada indikator hrizontal lebih penting dari faktor strategik pada indikator
vertikal.
prioritas strategi serta menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang
layak. Input untuk analisa QSPM ini adalah hasil inventarisasi dan pembobotan
faktor-faktor strategik eksternal dan internal yang berpengaruh dan hasil analisis
matriks SWOT seperti telah diuraikan terdahulu. Matriks penentuan bobot faktor-
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Utara dan 97052 98045 Bujur Timur, yang merupakan bagian dari Provinsi
Sumatera Utara dengan luas total wilayah 6.263,29 km2 (626.329 ha), serta
Brandan Barat dengan jumlah hanya 23.515 jiwa. Pertumbuhan penduduk rata-
rata selama empat tahun terakhir (2004-2007) hanya 2,41% per tahun
Stabat yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Langkat sebesar 8,0% dari total
30
jumlah penduduk Kabupaten Langkat. Distrubusi penduduk terkecil terdapat di
Kecamatan Brandan Barat yang hanya 2,3 % dari total jumlah penduduk
Sumber : Kabupaten Langkat Dalam Angka Tahun 2008, BPS Kabupaten Langkat
(36,77%) dan hanya sebagian kecil yang memperoleh pendidikan hingga tingkat
31
agraris yang menggantungkan pencaharian pada sektor primer (pertanian dan
perkebunan) dan hanya sebagian kecil penduduk yang bekerja pada sektor
sekunder, seperti jasa dan perdagangan. Jumlah penduduk yang bekerja pada
sektor pertanian tanaman pangan sebanyak 136.899 orang dari 390.097 penduduk
Dari data tenaga kerja Kabupaten Langkat pada tahun 2002 terlihat bahwa
angkatan kerja yang ada relatif besar yaitu sebanyak 681.853 orang, dengan
jumlah pencari kerja sebanyak 19.436 orang, dan jumlah pengangguran sebanyak
34.094 orang. Jumlah lowongan kerja yang ada di Kabupaten Langkat masih
PDRB dan pendapatan per kapita penduduk. Nilai PDRB Kabupaten Langkat
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 nilai PDRB atas dasar harga
berlaku Kabupaten Langkat adalah Rp. 11.455.318,87 juta. Selama kurun waktu
kurang lebih 15,88% per tahun. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor
tahun setelah itu sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 11,61% dan
terendah adalah sektor keuangan dan perbankan sebesar 1,70% serta sektor
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 tingkat pendapatan
perkapita sebesar 7,0 juta rupiah pertahun, dan tahun 2007 meningkat menjadi
32
11,15 juta rupiah per tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Langkat tahun 2007
beranggotakan 5 jiwa, maka terdapat sebanyak 205.482 KK, maka pendapatan per
kapita kepala keluarga di Kabupaten Langkat berkisar 25 juta rupiah per tahun.
Langkat. Hal ini dapat dilihat kontribusinya terhadap PDRB yang terus
meningkat. Pada tahun 2002 sumbangan sektor ini adalah sebesar 59,2 %. Pada
tahun 2001 meningkat menjadi 60,73 % dan pada tahun 2002 meningkat lagi
menjadi 61,24 %. Pada tahun 2001, sektor perkebunan memberi kontribusi Rp.
745,6 miliar, dari total kegiatan ekonomi yang Rp. 3,8 triliun, di luar migas.
Hingga tahun 2001 sekitar 35% penduduk bekerja di lapangan usaha pertanian,
12% di perkebunan, dan empat persen di perikanan. Tanaman padi masih menjadi
hektar. Jumlah rumah tangga petani peternak (RTP Ternak) di kabupaten Langkat
Langkat tahun 2006), dan yang bekerja sebagai tenaga kerja pada komoditi ternak
sapi sebanyak 12.038 KK. Hal ini mengindikasikan bahwa dari populasi sapi
sebanyak 114.812 ekor pada tahun 2008, maka setiap kepala keluarga rata-rata
33
4.2. Potensi Sumberdaya Alam untuk Pembentukan Sentra Peternakan Sapi
tanaman pangan, luasan tanaman perkebunan dan luasan tanaman rumput. Luas
panen, produksi dan rataan produksi tanaman pangan di Kabupaten Langkat tahun
Dari tujuh komoditi tanaman pangan pada Tabel 7 dapat dihitung daya
dukung tanaman pangan untuk populasi ternak sapi. Perhitungan daya dukung
tanaman pangan terhadap ternak sapi di Kabupaten Langkat tertera pada Tabel 9,
yang didasarkan pada perhitungan menurut model Direktorat Bina Usaha Petani
Pertanian.
34
Tabel 9. Daya Dukung Tanaman Pangan terhadap Ternak Sapi di
Kabupaten Langkat
Total 188.619
*) Hasil Perhitungan menurut model Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan
Pengolahan Hasil Peternakan, Ditjen Peternakan, 1985
**) Hasil perhitungan dari data luas lahan
Daya dukung ternak sapi juga dihitung dari luas perkebunan kelapa sawit,
karet, kakao dan tebu yang terdapat di Kabupaten Langkat. Perhitungan daya
dukung ternak didasarkan atas potensi limbah dan hasil samping industri
perkebunan tersebut yaitu biji karet, pelepah daun sawit, lumpur sawit (sludge),
bungkil inti sawit (BIS), kulit buah kakao serta pucuk tebu. Luas perkebunan
kelapa sawit, karet, kakao dan tebu serta daya dukungnya terhadap populasi ternak
35
Tabel 10. Luas dan daya dukung perkebunan untuk populasi ternak sapi di
Kabupaten Langkat
bahwa terdapat seluas 173.778 Ha perkebunan sawit dan karet yang merupakan
sumber pakan rumput yang tersedia secara alami sepanjang waktu, yang dapat
Jadi total daya dukung ternak pada lahan tanaman pangan, perkebunan dan
setara dengan 1 ekor sapi dewasa (umur > 2,5 tahun) dengan bobot 250 kg keatas.
36
Kondisi lapangan menunjukkan bahwa sekitar 90 persen usaha budidaya
ternak dikelola oleh peternakan rakyat (ternak ruminansia) dengan cara tradisional
dan belum memperhatikan skala usaha yang efisien. Oleh karena itu
Porsi terbesar pakan yaitu hijauan yang dapat berasal dari rumput, legume,
dan limbah tanaman pangan seperti jerami dan lainnya. Sumber hijauan utama
dapat berasal dari lahan perkebunan dan juga dari lahan pertanian milik
peternak. Konsep integrasi ternak dengan perkebunan menjadi hal yang penting
untuk diterapkan disini dengan input teknologi berupa pastura yang baik dan tahan
terhadap naungan.
dan karyawannya, rumah potong hewan (RPH), pasar hewan, Unit Inseminasi
Buatan (IB) beserta petugas dan fasilitas IB, hasil samping industri pertanian
sebagai bahan baku pakan konsentrat serta kelembagaan peternak (kelompok tani)
Kabupaten Langkat.
37
Tabel 11. Sumberdaya Manusia Dinas Peternakan Kabupaten Langkat
38
4.3.3. Sumberdaya Manusia Peternak
dan tekun. Hal ini terlihat dari cara pemeliharaan ternaknya seperti dalam hal
pengadaan rumput yang didapat dengan mengarit secara teratur setiap hari
demikian juga dalam hal penanggulangan penyakit dengan bantuan para petugas
kesehatan hewan, sedangkan untuk penyakit cacing sudah dapat dilakukan sendiri
oleh peternak.
kelompok tani. Hal ini merupakan suatu persyaratan jika mereka ingin dibina
oleh penyuluh lapangan dan untuk persyaratan mendapatkan bantuan dari Dinas
masalah yang timbul pada usaha peternakannya dan lebih mudah memasarkan
ternaknya.
Langkat tahun 2006), dan yang bekerja sebagai tenaga kerja pada komoditi ternak
Untuk usaha intensif, 1 orang tenaga kerja dapat mengelola 29 ekor (ST)
sapi potong, sedangkan untuk usaha extensif 1 orang dapat megelola 67 ekor (ST)
(Ditjen Peternakan, 1985). Sehingga dari 53.362 RTP di Kabupaten Langkat dapat
39
dengan potensi daya dukung sumberdaya alam) dan pada usaha extensif sebanyak
3.575.254 ST.
kawasan sentra produksi ternak sapi karena pada umumnya pedesaan terdapat
disekitar perkebunan. Hal ini diyakini karena pada umumnya kondisi lahan
peternakan.
Hal ini didukung pula oleh kondisi agroklimat Kabupaten Langkat yang
termasuk daerah tropis basah dengan rata-rata curah hujan sebesar 3.268 mm
pasar (di Kecamatan Binjai) baik untuk produk maupun sarana produksi
berkembangnya sistem informasi pasar dan dapat menjadi sumber pendapatan asli
40
4.3.6. Bahan Baku Pakan Konsentrat
penguat) yang dapat berasal dari industri pengolahan kelapa sawit seperti bungkil
inti sawit dan lainnya atau dari industri pengolahan hasil pertanian lainnya seperti
dedak padi, ampas tahu dan lainnya. Input teknologi yang diperlukan antara lain
teknologi formulasi ransum, mineral, dan feed additive. Pada Tabel 13 disajikan
sebagai sumber pakan penguat (konsentrat) bagi ternak sapi dalam rangka
Tabel 13. Limbah Industri Sebagai Bahan Baku Pakan Konsentrat Ternak
di Kabupaten Langkat
isu strategis yang terus mengemuka sebagai dampak krisis ekonomi yang terjadi
sejak pertengahan tahun 1997 dan terus berlanjut sampai saat ini. Isu tersebut
41
Pembangunan pertanian termasuk didalamnya peternakan yang
Peraturan Bupati Langkat Nomor 46 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan
Fungsi Dinas Peternakan Kabupaten Langkat yang salah satu tugas pokok dan
fungsinya adalah :
agroindustri skala kecil dan 4) adanya pendapatan asli daerah (PAD) dari program
maupun kualitas adalah melalui teknologi inseminasi buatan (IB), transfer embrio
42
(TE) dan pemamfaatan ras unggul baik pada sapi, kambing, domba dan unggas,
serta penanganan kesehatan hewan dan meningkatkan usaha tani agribisnis skala
kecil dan menengah. Pada Tabel 14 disajikan data kegiatan Inseminasi Buatan
Selama ini kegitan inseminasi buatan merupakan subsidi murni pemerintahan dan
kebutuhan bagi para peternak sapi dan kerbau, sehingga untuk mewujudkan
partisipasi masyarakat terhadap pelayanan ini maka sudah saatnya diatur tarif
direncanakan sebesar Rp 3.000 (tiga ribu rupih) per dosis (setiap pelayanan). Jika
jumlah dosis realisasi pelayanan sebesar 15.000 dosis maka akan diperoleh
pemasukan per tahun sebesar Rp.45.000.000 (empat puluh lima juta rupiah)
43
Sistem pelaksanaan IB di lapangan terkendala permasalahan semen beku
akibat permintaan yang over target sementara pengadaan straw masih terbatas
sehingga peternak harus didatangi petugas terutama pada daerah unit layanan IB
yang baru.
pembinaan dan memberikan bantuan ternak dan alat peternakan kepada peternak
Utara TA.2005 sebanyak 40 ekor pada kelompok tani Mawar Desa Tamaran
Kec. Hinai.
6. Bantuan mesin choper tahun 2007 dan 2008 untuk sembilan kelompok tani.
44
4.4.3. Pembinaan Agroindustri Skala Kecil
meliputi :
Kelompok tani mengolah limbah ternak (fase dan urine) menjadi pupuk
sampai saat ini sudah ada tujuh kelompok tani ternak yang mengolah limbah
Karang Rejo kecamatan Stabat, desa Suka Jadi kecamatan Hinai, desa
Sidomulyo kecamatan Binjai, desa Kepala Sungai kec. Secanggang dan desa
Stabat Lama kec. Wampu. Untuk pemasaran kompos diatur oleh unit Usaha
yang tersedia dari populasi sapi potong yang ada adalah sebagai berikut ;
Hinai, dan Sei Bingei sehingga sudah terdapat lima instalasi biogas. Dalam hal
45
alternatif pengganti bahan bakar minyak untuk keperluan rumah tangga
peternak.
pendapatan asli daerah (PAD). Ada tiga dari empat Perda Kabupaten Langkat
merupakan payung hukum pengutipan PAD dari sub sektor peternakan. Pada
Tabel 15 diuraikan pencapaian PAD yang berasal dari sub sektor peternakan
Tabel 15. Target dan Realisasi PAD Asal Komoditi Ternak di Kabupaten
Langkat tahun 2003-2008
(x Rp. 000)
Perda / Target (Rp) Realisasi
Secara rata-rata per tahun maka jumlah PAD asal sub sektor peternakan
adalah sebesar 79,75% dari PAD dikelola Dinas Pertanian dan Peternakan
kabupaten Langkat.
46
PAD yang bersumber dari sub sektor peternakan akan lebih meningkatkan
Tabel 16 digambarkan rencana rasional untuk maksud peningkatan PAD asal sub
Tabel 16. Rencana Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Sub
Sektor Peternakan di Kabupaten Langkat
Target
Kondisi Kondisi yang
Perda Keterangan.
sekarang (Rp) direncanakan
(Rp)
Pemeriksaan Hewan Yang Dipotong Dan 30.000.000,- 90.000.000,- Revisi PERDA
Retribusi RPH (Perda No 16/1998)
(tarif baru)
Pemeriksaan hewan/hasil hewan yang 24.000.000,- 30.000.000,- Revisi PERDA
mutasi tempat (PERDA No. 56/2000)
(tarif baru)
Pembinaan usaha peternakan (PERDA No. 18.200.000,- 24.000.000 Revisi PERDA
56/2000
(tarif baru)
Retribusi jasa pelayanan kawin suntik - 45.000.000,- Penyusunan
PERDA baru
Jumlah 72.200.000,- 189.000.000,- (250%)
a. Tarif pemeriksaan per ekor ternak sapi yang akan dipotong menurut Perda 16
tahun 1998 adalah Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) sedangkan kota Binjai sudah
b. Sekaitan dengan kasus flu burung maupun penyakit hewan menular lainnya
kabupaten cukup meningkat dari para pedagang hewan antar kabupaten dan
propinsi.
47
c. Peningkatan pengawasan lapangan terhadap usaha-usaha peternakan
sapi terpadu dan sifatnya tidak dapat dikendalikan oleh organisasi pemerintah
48
menjadi peluang (opportunity) adalah : (1) Tersedianya lahan perkebunan yang
luas, (2) Keberadaan dan dukungan dari Perguruan Tinggi yang menguasai
teknologi reproduksi dan pemuliaan, Pusat Penelitian, Asosiasi dan Swasta, (3)
pemeliharaan ternak sapi, (6) Bisnis industri pengolahan hasil ternak sapi
menguntungkan, (7) Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dan (8) Pembinaan
meliputi : (1) Tingkat pemotongan ternak sapi semakin meningkat, karena tingkat
dan perkebunan, (6) Adanya persaingan usaha, (7) Impor ternak sapi, (8)
dengan skor bobot tertinggi hingga terendah disajikan pada Tabel 17.
49
Tabel 17. Urutan Skor Bobot Faktor-faktor Strategis Ekternal terhadap
Pembentukan Sentra Peternakan Sapi Terpadu Di Kabupaten
Langkat
sebagai berikut :
Swasta memiliki skor bobot senilai 0.07178 berada pada urutan pertama. Sentra
50
pengembangan sapi di Kabupaten Langkat adalah di kecamatan Stabat,
Hal ini didukung oleh kebiasaan masyarakat setempat memelihara ternak sapi,
Johor, Medan. Produksi ternak sapi berupa daging dari tahun 2002-2006 di
10.131,38 ton pada tahun 2006. Pertumbuhan produksi daging tahun 2002-2006
peningkatan dengan pertumbuhan 30,24% per tahun, dimana populasi pada tahun
2008 tercatat 114.812 ekor. Bila dibandingkan dengan populasi ternak sapi di
Sumatera Utara pada tahun 2008 yaitu sebanyak 386.154 ekor, maka Kabupaten
senilai 0.07015 berada pada urutan kedua. Aspek manajemen masih belum
peternak tidak pernah melakukan evaluasi terhadap usaha ternak sapi yang
51
sambilan tanpa pernah melihat efisiensi dan efektifitas sumber daya yang
dan minimnya informasi teknologi terbaru yang diterima peternak. Keadaan ini
dapat dibenahi apabila peternak sapi yang ada sekarang ini ditingkatkan
senilai 0.07015 berada pada urutan ketiga. Jenis-jenis penyakit yang sering
muncul pada pemeliharaan ternak sapi antara lain penyakit diare, penyakit
dalam pemeliharaan ternak sapi adalah setiap 1,5 tahun dapat melahirkan anak
memiliki skor bobot senilai 0.06688 berada pada urutan keempat. Jenis limbah
pabrik kelapa sawit dapat berupa bungkil inti sawit (BIS), solid dari 12 unit
pabrik, bungkil kelapa dari 2 unit pabrik, molasse dari 1 unit pabrik gula dan
ampas tahu dari 12 unit pabrik tahu. Semua jenis limbah industri
52
perkebunan/tanaman pangan tersebut sangat berpotensi dijadikan pakan ternak
penguat) yang dapat berasal dari industri pengolahan kelapa sawit seperti bungkil
inti sawit dan lainnya atau dari industri pengolahan pertanian lainnya seperti
dedak padi, ampas tahu dan lainnya. Input teknologi yang diperlukan antara lain
bobot senilai 0.06362 berada pada urutan kelima. Bila budaya pemeliharaan
berlimpah berasal dari lokasi areal perkebunan (PTPN, Swasta Nasional, Swasta
kelapa sawit sebanyak 114.785 ha, kakao 10.001 ha, tebu 4.379 ha dan karet
58.949 ha.
Selain yang telah disebutkan di atas, masih terdapat lagi sumber hijauan
yang terdapat di areal yang tidak tertanami di sekitar pemukiman dan ladang/
sawah peternak, dan tepian sungai seperti yang lazim dilakukan masyarakat di
Kabupaten Langkat.
memiliki skor bobot senilai 0.06036 berada pada urutan keenam. Aspek pakan
merupakan hal yang mendasari keberhasilan usaha ternak sapi. Secara garis besar,
53
pakan dapat dikategorikan dua bagian yaitu hijauan dan konsentrat. Porsi terbesar
pakan yaitu hijauan yang dapat berasal dari rumput, legume, dan limbah tanaman
pangan seperti jerami dan lainnya. Sumber hijauan utama dapat berasal dari lahan
perkebunan dan juga dari lahan pertanian milik peternak. Konsep integrasi ternak
dengan perkebunan menjadi hal yang penting untuk diterapkan di sini dengan
input teknologi berupa pastura yang baik dan tahan terhadap naungan.
senilai 0.06036 berada pada urutan keenam. Dari segi genetik, kendala yang
muncul adalah masih lebih banyak dipelihara sapi lokal (80%), sapi lokal
mempunyai bobot potong kecil yaitu sekitar 200-300 kg. Upaya untuk
memperbanyak sapi hasil IB. Sapi hasil IB mempunyai bobot potong jantan
sekitar 750 kg. Juga masih ada hasil-hasil persilangan lain yang dilakukan
Faktor strategis impor produk sapi potongan memiliki skor bobot senilai
0.06036 berada pada urutan keenam. Provinsi Sumatera Utara sampai saat ini
masih mengimpor ternak sapi (jumlahnya hampir ratusan ribu ekor per tahun),
namun secara Nasional pada tahun 2007 ada sejumlah provinsi yang melakukan
import ternak sapi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI
54
Jakarta, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Bengkulu, Banten,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah yang melakukan import ternak sapi
sebanyak jutaan ekor, baik untuk sumber bibit maupun untuk potongan. Apabila
import ternak sapi untuk keperluan potongan juga dilakukan di Provinsi Sumatera
Utara pada masa yang akan datang, maka akan mempengaruhi pengembangan
Kabupaten Langkat dapat dilakukan sesuai strategi yang telah dibuat oleh
pemerintah.
bobot senilai 0.05546 berada pada urutan ketujuh. Faktor strategis pertumbuhan
terhadap daging maka permintaan terhadap ternak sapi juga meningkat, sehingga
peternak sebagaimana yang terjadi selama ini. Peternak akan menjual ternak sapi
untuk keperluannya sendiri, antara lain untuk pendidikan, kesehatan bahkan untuk
55
4.6.1.10. Anggaran pembangunan infrastruktur penunjang masih kurang
kurang memiliki skor bobot senilai 0.05546 berada pada urutan ketujuh.
dapat dijalankan sesuai dengan strategi dan kebijakan, maka perlu perhatian
koperasi peternak sapi. Di Kabupaten Langkat saat ini terdapat kira-kira 500
yang ada sebanyak 38 buah yang berbentuk Koperasi Unit Desa (KUD).
memiliki skor bobot senilai 0.04894 berada pada urutan kedelapan. Seiring
sapi juga semakin meningkat (Tabel 18). Apabila tingkat pemotongan melebihi
56
jumlah produksi ternak sapi, maka pada suatu waktu akan terjadi kekurangan
ternak sapi untuk pemotongan. Untuk itu diperlukan peningkatan produksi ternak
perkembangan industri lainnya, selain dari pada industri pakan ternak dan industri
pengolahan daging seperti dendeng dan daging asap serta berpeluang untuk
industri pengolahan kulit, tulang, dan darah. Namun sejauh ini kegiatan industri
ikutan usaha ternak sapi belum terealisasi. Industri yang dihasilkan berupa
daging, kulit, tulang, serta hasil sampingnya. Produk yang dihasilkan dapat
industri pengolahan daging (kaleng, sosis, bakso, dll), industri pengolahan kulit
yang dapat digunakan sebagai bahan kulit samak dan lainnya, limbah darah dan
57
Hasil samping berupa kotoran dapat digunakan sebagai pupuk kandang
bagi lahan pertanian atau perkebunan, atau diolah menjadi kompos, atau sebagai
sebagai sumber energi yang ramah lingkungan (biogas). Buah produk yang
memiliki skor bobot senilai 0.04568 berada pada urutan kesepuluh. Walaupun
pemeliharaan ternak sapi dapat dilakukan di areal perkebunan karet dan sawit
yang telah berumur 10 tahun, karena pemeliharaan ternak sapi pada areal tersebut
memiliki skor bobot senilai 0.04078 berada pada urutan kesebelas. Komoditas
sapi potong merupakan komoditas usaha yang menjanjikan bagi para peternak
dari penjualan pedet (umur 3 bulan) Rp. 4.500.000,- Rp 5.000.000,- per ekor.
Mengenai kotoran padat juga dilakukan penjualan, namun biasanya kotoran sudah
58
difermentasikan menjadi pupuk kandang (kompos) yang dijual secara
berkelompok dengan harga Rp. 1.000,- per kg. Ternak sapi umur potong, selalu di
cari oleh pedagang ke desa-desa, dan kisaran harga Rp. 6.000.000,- sampai Rp.
7.000.000,- per ekor pada hari biasa. Pada hari besar Idul Adha, kisaran harga
mulai dari Rp. 8.000.000,- sampai Rp. 10.000.000,-. Dapat disimpulkan bahwa
Faktor strategis perdagangan bebas (free trade) dunia memiliki skor bobot
perdagangan bebas menyebabkan tidak adanya lagi hambatan atau batas negara
terhadap sebuah produk, sehingga keluar masuknya barang dari negara lain
asalkan sesuai dengan kualitas dan ketentuan yang dibuat maka barang tersebut
bebas masuk. Ini tentunya dapat dijadikan peluang bagi Kabupaten Langkat
untuk mengembangkan ternak sapi dengan mutu produk yang sesuai dengan
permintaan pasar.
ataupun kerbau namun lebih banyak yang memelihara sapi. Menurut petani,
59
sangat disayangkan bila mereka mempunyai beberapa anggota keluarga tetapi
usaha sambilan), mampu mengelola 25-50 ekor sapi per orang. Bila seorang
kepada peternak lain dimana baiaya untuk setiap bal (gulungan besar rumput)
adalah Rp. 30.000,-. Bila populasi ternak sapi di Kabupaten Langkat pada tahun
2008 sejumlah 114.812 ekor dan jumlah kepala keluarga yang memelihara ternak
sejumlah 12.038 KK, maka setiap kepala keluarga rata memelihara 9,54 ekor sapi.
Kegiatan pemasaran ternak sapi turut pula menyediakan lapangan kerja yang tidak
sedikit serta menyediakan lapangan usaha seperti angkutan dan usaha perniagaan
menjadi kekuatan adalah : (1) Ketersediaan bangsa sapi unggul, (2) Sudah
terlaksananya program IB, (3) Terdapat budaya beternak sapi, (4) Adanya
strategis untuk pasar ekspor. Di lain pihak faktor-faktor strategis yang merupakan
60
kelemahan pengembangan ternak sapi di Kabupaten Langkat adalah : (1) Belum
semua teknologi reproduksi teradopsi, (2) Produktivitas dan kualitas rumput alam
rendah, (3) Tingkat pengetahuan peternak masih terbatas, (4) Adanya anggapan
Belum terpenuhinya produk yang memenuhi syarat untuk pasar ekspor dan (8)
Kabupaten Langkat secara berurutan mulai dari faktor strategis internal dengan
bobot yang paling tinggi hingga yang terendah disajikan pada Tabel 19.
61
Penjelasan masing-masing faktor strategis internal secara rinci diuraikan
sebagai berikut :
asosiasi dan swasta memiliki skor bobot senilai 0.07884 berada pada urutan
Langkat dan secara merata seluruh kecamatan (20 kecamatan) lainnya melakukan
pemeliharaan ternak sapi. Hal ini didukung oleh kebiasaan masyarakat setempat
memelihara ternak sapi, hal ini perlu didukung oleh keberadaan lembaga
harus dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga produksi ternak sapi dari tahun
bobot senilai 0.07054 berada pada urutan kedua. Tingkat pengetahuan peternak
Pemeliharaan ternak sapi lebih pada bersifat tabungan dan sambilan tanpa pernah
melihat efisiensi dan efektifitas sumber daya yang diberikan pada usahanya.
62
4.6.2.3. Produktivitas dan kualitas rumput alam rendah
skor bobot senilai 0.06639 berada pada urutan ketiga. Desa-desa di Kabupaten
Langkat memiliki topografi yang relatif datar, aliran sungai yang cukup serta
sapi. Walaupun demikian, produktivitas dan kualitas rumput alam masih rendah,
skor bobot senilai 0.06639 berada pada urutan ketiga. Konsep integrasi ternak
bungkil inti sawit, solid, bungkil kelapa, molasse dan sebagainya yang dapat
4. Mutu dan jumlah ternak dapat ditingkatkan, baik untuk ternak potong,
senilai 0.06432 berada pada urutan keempat. Beternak sapi lebih diminati di
63
Kabupaten Langkat juga karena munculnya sapi Limousin, Simental, Brahman,
Brangus dan Taurin. Sebagai hasil akhirnya adalah suatu bangsa sapi yang baru
(perkebunan), daya reproduksi tinggi dan pertumbuhannya cepat. Selain itu sapi-
responsif terhadap perlakuan pakan, dan mempunyai bobot potong yang lebih
tinggi dari bobot sapi lokal. Dengan adanya sapi unggul ini diharapkan akan lebih
senilai 0.06432 berada pada urutan keempat. Program IB pada ternak sapi, sudah
semen beku atau frozen semen dari Balai Inseminasi Buatan Lembang-Jawa
Barat. Diharapkan dengan adanya Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD), dapat
masyarakat.
bobot senilai 0.06224 berada pada urutan kelima. Tingkat penerapan teknologi
belum banyak yang dilakukan. Bila dilakukan eveluasi di lapangan, peternak yang
64
rumput lapangan, memberikan garam jilat serta memelihara bibit yang berkualitas
Faktor strategis terdapat budaya beternak sapi memiliki skor bobot senilai
Peranan ternak sapi menjadi sangat penting karena sebagai tumpuan para peternak
pada saat menghadapi keperluan mendesak dalam jumlah yang relatif besar bagi
kesehatan. Peternak memilih pilihan pada usaha pemeliharaan sapi, antara lain
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah kemampuan sapi memberikan
Langkat terdapat lahan perkebunan yang luas, pada lahan yang mengalami masa
ternak. Juga karena harga bibit sapi atau sapi yang relatif terjangkau oleh
ekonomi peternak serta penjualan sapi potong yang mudah, karena pedagang
ternak selalu ke desa-desa untuk mencari sapi potong yang akan dijual.
bobot senilai 0.06017 berada pada urutan keenam. Pada pemeliharaan ternak sapi
di Kabupaten Langkat, terdapat masalah sosial yaitu belum banyak keinginan para
peternak untuk bergabung dalam kelompok. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
kemajuan peternak itu sendiri. Peternak yang berkelompok, akan lebih cepat
65
mangadopsi kemajuan dalam teknik tertentu, misalnya dalam teknik pemberian
pakan, pengolahan urine dan feses menjadi pupuk kandang, serta yang tidak kalah
pentingnya penetapan harga jual sapi siap potong. Peternak yang berkelompok
memiliki skor bobot senilai 0.06017 berada pada urutan keenam. Usaha ternak
sapi sebagian besar dipelihara peternak sebagai usaha sambilan, sehingga fokus
kegiatan peternak lebih besar untuk sektor lainnya seperti menjadi pekerja kebun
(buruh lepas), petani tanaman pangan, pedagang dan lain-lain. Kondisi tersebut
intensifikasi menjadi kurang fokus. Sampai sekarang tipe peternakan sapi yang
ternak sapi pada siang hari sampai sore hari pada lahan perkebunan dan setelah itu
dikandangkan pada lahan di sekitar rumah, sehingga ada anggapan dari sektor
perkebunan sampai sekarang ini masih menganggap ternak sebagai hama untuk
tanaman perkebunan.
belum optimal memiliki skor bobot senilai 0.06017 berada pada urutan keenam.
66
Pakan hijauan yang ada, baik yang berasal dari lahan perkebunan maupun dari
lahan pertanian milik peternak, walaupun secara kualitas rendah namun peternak
masih beranggapan bahwa pakan hijauan tersebut masih cukup tersedia, sehingga
peternak belum memanfatkan pakan yang berasal dari limbah industri perkebunan
produk yang dihasilkan dari ternak sapi seperti daging, kulit, tulang dan hasil
daging kaleng, sosis, bakso dan lain-lain, industri pengolahan kulit yang dapat
digunakan bahan kulit samak, limbah darah dan tulang dapat digunakan untuk
pakan ternak. Hasil sampingan berupa kotoran dapat digunakan sebagai pupuk
kandang atau diolah menjadi kompos atau sumber energi yang ramah lingkungan
(biogas).
skor bobot senilai 0.06017 berada pada urutan ketujuh. Kebijakan pemerintah
dalam mengembangkan ternak sapi adalah melalui penyebaran bibit unggul baik
melalui calon induk, pejantan dan Inseminasi Buatan. Penyebaran bibit telah
dilakukan pada tahun 2006 yaitu 664 ekor. Sementara itu upaya perbaikan genetis
melalui IB pada sapi yang baru dimulai tahun 2005. Penyebaran teknologi
67
pengolahan pakan dari limbah sawit, limbah kakao serta molasses dan pengolahan
Faktor strategis lokasi strategis untuk pasar ekspor memiliki skor bobot
bibit ternak sapi diperbaiki dengan melalui beberapa teknologi antara lain dengan
sapi, maka hal ini merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk mencapai
bobot senilai 0.06017 berada pada urutan kesembilan. Peternak sapi di Kabupaten
berkelompok umumnya mempunyai kondisi yang lebih baik. Sampai saat ini
Desa Stabat Lama Kecamatan Wampu. Kelompok ini mengelola ternak termasuk
oleh Unit Usaha Pemasaran Hasil Peternakan (UP3HP) Bersatu Kita Maju
68
Kelurahan Perdamaian Kecamatan Stabat. Kelompok peternak yang telah
strategis eksternal berupa peluang dan ancaman dengan faktor strategis internal
berupa kekuatan dan kelemahan. Dari hasil analisa matriks SWOT diperoleh
69
FAKTOR INTERNAL Strengths (S) Weakness (W)
W1 = Belum semua teknologi
S1= Ketersediaan bangsa sapi unggul reproduksi teradopsi
S2= Sudah terlaksananya program IB W2 = Produktivitas dan kualitas rumput
S3= Terdapat budaya beternak sapi alam rendah
S4= Adanya lembaga perguruan W3= Tingkat pengetahuan peternak
tinggi/lembaga penelitian, masih terbatas
asosiasi dan swasta W4= Adanya anggapan ternak sebagai
S5= Konsep integrasi ternak kebun hama perkebunan
sudah muncul W5= Penggunaan limbah industri
S6= Keberadaan lembaga kelompok perkebunan/tanaman pangan belum
peternak optimal
S7= Dukungan kebijakan pemerintah W6= Kurangnya minat investor
pusat-daerah W7 = Belum terpenuhinya produk yang
S8= Lokasi strategis untuk pasar memenuhi syarat untuk pasar
ekspor ekspor
W8 = Lembaga penyedia sapronak belum
ada
FAKTOR
EKSTERNAL
Opportunities (O) Strategi SO Strategi WO
O1= Tersedianya lahan perkebunan 1. Perbaikan mutu genetis ternak
yang luas 1. Persamaan persepsi antara
O2 = Keberadaan dan dukungan dari peternakan dengan perkebunan.
2. Perbaikan pakan.
Perguruan Tinggi yang
menguasai teknologi reproduksi 2. Kemitraan dengan pihak swasta.
3. Pembentukan koperasi Peternak
dan pemuliaan, Pusat Penelitian, Sapi
Asosiasi dan Swasta
O3 = Simbiosa mutualisme antara
ternak dan perkebunan
O4 = Tersedianya limbah industri
perkebunan/tanaman pangan
O5 = Keuntungan yang tinggi dari
pemeliharaan ternak sapi
O6 = Bisnis industri pengolahan hasil
ternak sapi menguntungkan
O7 = Pertumbuhan ekonomi yang
cukup baik
O8 = Pembinaan koperasi peternak
sapi
Threats (T) Strategi ST Strategi WT
T 1= Tingkat pemotongan ternak sapi 1. Pengembangan infrastruktur,
semakin meningkat 1. Pemenuhan kualitas/standar produk.
sarana dan prasana.
T2= Adanya penyakit/gangguan
reproduksi 2. Fasilitasi penyediaan modal bagi
2. Optimalisasi sarana penunjang
T3= Kualitas genetik ternak menurun peternak/ kelembagaan peternak
T4= Buruknya manajemen melalui kredit program pemerintah
3. Adanya nucleus breeding farm
pemeliharaan
T5=Perbedaan kebijakan antara
peternakan-perkebunan
T6= Adanya persaingan usaha
T7= Impor produk sapi
T8= Anggaran pembangunan
infrastruktur penunjang masih
kurang
T9= Perdagangan bebas (free trade)
dunia
70
4.7.1. Prioritas Strategi
strategi yang dihasilkan tersebut saling berkaitan antara strategi yang satu
untuk dapat melakukan seluruh strategi tersebut dalam kurun waktu yang
Planning Matriks) akan diperoleh nilai total attractiveness score dari masing-
masing strategi. Urutan Prioritas dari Formulasi Strategi adalah berdasarkan nilai
total attractiveness score yang tertinggi sampai nilai terendah. Urutan prioritas
Tabel 20. Rekapitulasi Nilai Total attractiveness score (TAS) dan Urutan
Prioritas dari setiap Formulasi Strategi
71
Dari hasil analisis QSPM pada Tabel 17 telah ditentukan sebanyak 6
72
1. Pengembangan Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) untuk
73
1. Membuat Nota Kesepakatan atau MOU antara Pemerintah Daerah
swasta asing).
tanaman perkebunan.
ternak sapi.
berkompeten.
74
4. Mengembangkan pusat informasi pasar (PINSAR) komoditas yang
75
4.7.1.1.5. Strategi fasilitasi penyediaan modal bagi peternak/ kelembagaan
peternak melalui kredit program pemerintah
peternak.
keagamaan lainnya.
Desa (SMD).
(PMUK) melalui dana bantuan sosial yang merupakan salah satu cara
76
1. Penyusunan database populasi dasar ternak sapi untuk dikembangkan
sapi terpadu jangka panjang di Kabupaten Langkat, berikut ini akan dikemukakan
infrastruktur, sarana dan prasarana agribisnis ternak sapi antara lain berupa :
77
1. Fasilitasi pembangunan Pasar Hewan yang lebih besar
subsitem hilir adalah ekspose industri peternakan kepada pihak swasta untuk
melakukan investasi pada beberapa bidang berbahan baku asal ternak sapi yang
tepung darah
78
4.7.1.2.3. Strategi optimalisasi sarana penunjang
terpadu adalah :
pemberian subsidi.
standar kualitas anatra lain dari segi kesehatan sesuai dengan ketentuan badan
standar berat badan yang diinginkan oleh pasar Internasional. Pengembangan dan
79
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
berikut :
staf dan karyawannya, rumah potong hewan (RPH) dan pasar hewan, unit
peternak dan kelompok peternak yang cukup banyak. Juga adanya faktor
limbah peternakan dan adanya PAD yang berasal dari komoditi peternakan
3. Dari hasil analisis SWOT dan QSPM ada enam strategi jangka pendek dan
Langkat yaitu sebagai berikut : (1) Strategi perbaikan mutu genetis ternak
80
dan Perkebunan, (3) Strategi pembentukan koperasi peternakan, (4) Strategi
dengan pihak swasta, (3) Strategi optimalisasi sarana penunjang dan (4)
5.2. Saran
ternak sapi dengan perkebunan (sawit, karet, tebu dan kakao) dan tanaman
81
VI. DAFTAR PUSTAKA
Abu Hasan, O dan M. Ishida, 1991. Effect of water, molases and urea addition on
oil palm frond silase quality, Fermentation, characteristics and palatability
to Kedah Kelantan Bull.. Proc. 3rd Int. Symp. On The Nutrition of
Herbivores, Wan.
Badan Pusat Staistik, 2008. Kabupaten Langkat Dalam Angka Tahun 2008.
Medan
Elisabeth, Y dan S.P. Ginting, 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa
Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Prosiding Lokakarya
Nasional. Bengkulu, 9-10 September 2003. Departemen Pertanian
Bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT. Agricinal.
Ilham, N., B. Wiryono, I.K. Kariyasa, M.N.A. Kirom, dan Sri Hastuti. 2001.
Analisis Penawaran dan Permintaan Komoditas Peternakan Unggulan. .
Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian, Bogor
Ishida, M dan A. Hasan, 1993. Effect of oil palm frond silase feeding on
utilization of diet and meat production in Fattening Cattle in Tropics. Proc.
86th Annual Meeting of Japan. Zootech Sci. Soc, Iwate University.
Jauch, RL. dan RW, Glueck. 1996. Manejemen Strategik dan Kebijakan
Perusahaan. Alih Bahasa oleh Murad, Sitanggang, AR.H., dan Wibowo,
H. Erlangga. Jakarta.
82
Tawaf, R, Sulaeman dan Udiantono, 1993. Strategi Pengembangan Industri
Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah dalam M. A. Azis,
1993. Agroindustri Sapi Potong. Proyek Pengembangan Pada PJPT II
Bangkit. Insan Mitra Satya Mandiri, Jakarta
83