PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu, rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai standar yang
sudah ditentukan.
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, dan pengunjung di rumah sakit
dihadapkan pada risiko terjadinya HAIs. Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit perlu
diterapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan, serta monitoring dan evaluasi. Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (PPIRS) sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan
rumah sakit.
Health Care-Associated Infections (HAIs) atau infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan masih
merupakan masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan di seluruh dunia, termasuk di
Indonesia. Menurut data WHO, di rumah sakit terjadi sekitar 3 21 % atau rata rata 9 % kejadian infeksi.
Kejadian infeksi ini dapat menghambat proses penyembuhan dan pemulihan pasien, bahkan dapat
menimbulkan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan memperpanjang lama hari rawat sehingga biaya
meningkat dan akhirnya mutu pelayanan di sarana kesehatan akan menurun.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terlaksananya kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS Kurnia Serang secara
berkelanjutan dan berkesinambungan.
2. Tujuan Khusus
a. Terlaksananya kegiatan surveilans infeksi rumah sakit.
b. Tersusunnya sistem monitoring upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di semua unit
pelayanan.
c. Menjamin terlaksananya program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS Kurnia Serang.
1
BAB II
ISI
Sudah Mengikuti
No. Jabatan Kualifikasi Kebutuhan
Pelatihan
1 IPCD Pendidikan S1 Kedokteran 1 1 (100%)
Mengikuti Pelatihan Dasar PPI
2 IPCN Pendidikan D3 Keperawatan 1 1 (100%)
Memiliki pengalaman sebagai
kepala ruangan
Mengikuti Pelatihan Dasar PPI
3 IPCLN Pendidikan minimal D3 8 0 (0%)
Mengikuti Pelatihan Dasar PPI
Analisa :
1. IPCD sudah mengikuti pelatihan PPI dasar dan pelatihan IPCD.
2. IPCN sudah mengikuti pelatihan PPI dasar dan pelatihan IPCN.
3. IPCLN belum mengikuti pelatihan PPI dasar.
2
Perinatologi 27 3 111,1
Total 453 6 13,24
Dari data tabel di atas terlihat insiden rate phlebitis di RS Kurnia Serang pada bulan September
2017 adalah sebesar 13,24. Angka tersebut sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh rumah sakit yaitu <15, tetapi masih terbilang tinggi. Insiden rate phlebitis yang paling
tinggi terjadi di ruangan perinatologi yaitu 111,1 per 1000 hari pemakaian alat. Angka phlebitis
kedua tertinggi terjadi di ruang rawat inap 2 (ruang perawatan anak) dengan insiden rate
21,42.
Analisa :
1. Kepatuhan petugas untuk melakukan hand hygiene pada 5 momen, terutama sebelum
melakukan tindakan pemasangan infus masih kurang.
2. Sebelum melakukan insersi jarum infus, petugas menyentuh kembali area insersi yang
telah dilakukan disinfeksi.
3. Jenis cairan infus yang digunakan pada neonatus adalah cairan N5 (hipertonis) sehingga
meningkatkan risiko terjadinya phlebitis.
4. Pada pasien neonatus dan anak, kejadian phlebitis juga disebabkan karena aktivitas atau
gerakan pasien yang tidak terkontrol sehingga mempengaruhi fiksasi infus.
3
2. Angka Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Tabel 2 : Distribusi insiden rate Infeksi Saluran Kemih (ISK) berdasarkan ruangan pada bulan
September 2017 di RS Kurnia Serang
Dari data tabel di atas, terlihat bahwa pada bulan September 2017 tidak ditemukan adanya
kejadian Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada pasien yang terpasang kateter urin di RS Kurnia
Serang.
Analisa :
1. Jumlah pasien yang terpasang kateter urin menetap (>48 jam) di RS Kurnia Serang masih
sedikit.
2. Kateter urin menetap hanya dipasang pada pasien-pasien yang memerlukan (ada
indikasi).
3. Cara pemasangan kateter urin sudah dengan teknik aseptik-antiseptik.
4
3. Angka IDO
Tabel 3 : Distribusi insiden rate Infeksi Daerah Operasi (IDO) pada bulan September 2017 di
RS Kurnia Serang
Dari data tabel di atas terlihat insiden rate IDO di RS Kurnia Serang pada bulan September
2017 adalah sebesar 2,43%. Angka tersebut sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh rumah sakit yaitu <2,5%, tetapi masih terbilang tinggi.
Terjadi IDO pada pasien post operasi SC. Pasien menjalani tindakan operasi SC elektif dengan
ASA score 1, dan durasi operasi 1 jam. Pasien mengalami keluhan pada luka operasi pada
hari ke-16 setelah operasi (pasien sempat kontrol 2 kali post operasi dan luka dinyatakan baik).
Pasien sudah mandi dan keramas dengan menggunakan sabun dan sampo biasa sebelum
operasi. Antibiotik profilaksis diberikan 1 jam sebelum operasi. Balutan luka operasi tidak
dibuka dalam waktu 48 jam pertama setelah operasi. Selama operasi suhu tubuh pasien
normal.
Analisa :
Belum diterapkannya beberapa langkah pencegahan IDO :
1. Pencukuran daerah operasi masih dilakukan dengan menggunakan silet.
2. Saturasi oksigen pasien selama operasi tidak diketahui. Kadar GDS pasien tidak diketahui.
3. Preparasi kulit pasien dilakukan dengan menggunakan alkohol 70% dan povidon iodine,
tetapi tidak dilakukan secara optimal.
4. Luka operasi dibalut setelah mengangkat drape.
5. Kepatuhan petugas untuk melakukan hand hygiene pada 5 momen, terutama sebelum
membuka balutan masih kurang.
6. Penerapan teknik aseptik saat membuka balutan belum optimal.
5
2. Pemantauan saturasi oksigen pasien selama operasi (dimasukkan ke dalam catatan
anestesia. Koordinasi dengan bagian Pelayanan Medis).
3. Usulan pengecekan kadar GDS pasien sebelum operasi (koordinasi dengan bagian
Casemix, Pelayanan Medis, dan Keperawatan).
4. Sosialisasi penerapan langkah-langkah pencegahan IDO kepada DPJP melalui Komite
Medis.
5. Mengingatkan kembali tentang pentingnya hand hygiene pada 5 momen, termasuk saat
akan mengganti balutan.
6. Mengingatkan kembali tentang penerapan teknik aseptik saat membuka balutan.
Grafik 1 : Distribusi Angka Infeksi Rumah Sakit Berdasarkan Ruangan di RS Kurnia Serang
Bulan September 2017
80
60
40
20
0
Phlebitis ISK
Ranap 1 0 0
Ranap 2 21.42 0
Ranap 3 0 0
Perinatologi 111.1 0
6
C. MONITORING KEPATUHAN HAND HYGIENE
Hasil audit tingkat kepatuhan hand hygiene pada bulan September 2017 adalah sebagai berikut :
Grafik 2 : Tingkat Kepatuhan Hand Hygiene Berdasarkan Ruangan di RS Kurnia Serang Bulan
September 2017
60
50
40
30
20
10
0
Ranap Ranap Ranap
Perina IGD OK (RR) Rajal
1 2 3
Tingkat Kepatuhan HH 36.84 76.78 58.92 86.95 51.28 50 4.16
7
Grafik 3 : Tingkat Kepatuhan Hand Hygiene Berdasarkan Profesi di RS Kurnia Serang Bulan
September 2017
60
50
Persentase
40
30
20
10
0
Dokter Perawat Tenaga Lain
Tingkat kepatuhan HH 50 65.55 53.12
8
Grafik 4 : Tingkat Kepatuhan Hand Hygiene Berdasarkan 5 Momen di RS Kurnia Serang Bulan
September 2017
40
30
20
10
0
Sesudah Sesudah
Sebelum Sesudah
Sebelum kontak kontak
kontak kontak
tindakan dengan dengan
dengan dengan
aseptik cairan lingkungan
pasien pasien
tubuh pasien
Tingkat Kepatuhan HH 64.24 53.96 46 63.58 64.28
Dari tabel dan grafik di atas terlihat bahwa tingkat kepatuhan hand hygiene yang paling rendah
adalah di rawat jalan dengan tingkat kepatuhan sebesar 4,16%. Berdasarkan profesi, tingkat
kepatuhan hand hygiene yang paling rendah dilakukan oleh dokter dengan tingkat kepatuhan
sebesar 50%. Berdasarkan 5 momen hand hygiene, tingkat kepatuhan hand hygiene yang paling
rendah adalah pada momen ketiga, yaitu setelah kontak dengan cairan tubuh pasien (46%).
Analisa :
1. Pemahaman tentang pentingnya hand hygiene pada 5 momen masih kurang.
2. Lokasi handrub di IGD kurang strategis sehingga mempengaruhi kepatuhan dokter untuk
melakukan hand hygiene.
9
3. Meletakkan handrub di lokasi yang lebih strategis di IGD untuk memudahkan dokter
melakukan hand hygiene.
4. Membawakan handrub saat dokter sedang visit kepada pasien di ruang perawatan.
5. Tetap melakukan pemantauan kepatuhan hand hygiene secara rutin di semua unit
pelayanan.
Grafik 5 : Tingkat Kepatuhan Penggunaan APD Berdasarkan Ruangan di RS Kurnia Serang Bulan
September 2017
100
80
Persentase
60
40
20
0
Laboratorium Ranap 3 IGD Laundry
Tingkat Kepatuhan
100 100 100 0
Penggunaan APD
10
Analisa :
1. Kepatuhan penggunaan APD di unit laundry masih rendah karena kurangnya pemahaman
tentang pentingnya penggunaan APD.
2. Monitoring kepatuhan penggunaan APD belum terlaksana di semua unit pelayanan karena
saat IPCN berkunjung ke ruangan seringkali tidak bersamaan dengan adanya aktivitas
pelayanan.
11
pengemasan alat rapi rapi menggunakan
pembungkus linen atau
pouches
5 Proses pelabelan Semua alat diberi label : nama Semua alat steril yang ada di
alat, tanggal disteril, dan tanggal unit sterilisasi dan seluruh
kadaluarsa ruangan sudah ada label nama
alat, tanggal disteril, dan
tanggal kadaluarsa
6 Proses sterilisasi Indikator eksternal dan internal Semua indikator eksternal dan
berubah indikator internal yang
terpasang pada alat berubah
7 Pemantauan Tempat tidak lembab, bebas Suhu tempat penyimpanan
tempat debu dan seranga, suhu instrumen yang sudah steril
penyimpanan alat mencapai 18-22C, kelembaban tidak mencapai target
yang sudah steril mencapai 35-75%
Analisa :
1. Pelaksanaan proses sterilisasi sudah sesuai dengan SPO.
2. Tempat penyimpanan alat yang sudah steril belum sesuai dengan sasaran, yaitu suhu tidak
mencapai 18-22C. Hal ini disebabkan di ruangan penyimpanan alat yang sudah disteril
belum terpasang AC.
12
2 Dekontaminasi linen Dekontaminasi linen dilakukan Dekontaminasi linen sudah
dengan benar sesuai dengan dilakukan sesuai dengan SPO
SPO
3 Penggunaan Linen dicuci dengan Linen dicuci dengan
chemical/ detergen menggunakan detergen menggunakan detergen
4 Penggunaan APD Petugas menggunakan APD Petugas belum menggunakan
lengkap saat mengelola linen di APD secara lengkap saat
laundry mengelola linen di laundry
5 Perawatan mesin Mesin cuci dirawat secara Perawatan mesin sudah
berkala dilakukan secara berkala
Analisa :
1. Penimbangan linen sebelum dicuci belum dilakukan karena belum tersedianya timbangan linen.
2. Petugas belum menggunakan APD secara lengkap saat mengelola linen di laundry karena
masih kurangnya pemahaman petugas tentang pentingnya penggunaan APD.
13
Radiologi 93,3 100 Tidak ada, diganti dengan
limbah radioaktif
Farmasi 100 100 100
Laundry 100 100 100
Kamar Jenazah 100 100 100
Dapur 100 100 Tidak ada
Analisa :
1. Sebagian besar petugas sudah patuh dalam mengelola limbah (limbah infeksius dibuang ke
tempat sampah infeksius, limbah noninfeksius dibuang ke tempat sampah noninfeksius, dan
limbah benda tajam dibuang ke safety box).
2. Masih ada ketidaksesuaian pembuangan limbah yang dilakukan oleh petugas. Hal ini
disebabkan belum pahamnya beberapa petugas tentang jenis-jenis limbah.
14
4 Ketersediaan tempat Tersedia tempat sampah injak Tempat sampah infeksius dan
sampah infeksius dan noninfeksius noninfeksius sudah tersedia,
tetapi belum menggunakan
sistem injak
Analisa :
1. Kebersihan ruangan kamar jenazah belum terjaga karena belum ada orang yang ditunjuk
sebagai penanggung jawab kebersihan kamar jenazah.
2. APD sudah tersedia, tetapi belum lengkap.
3. Tempat sampah infeksius dan noninfeksius sudah tersedia, tetapi belum menggunakan
sistem injak.
15
Analisa :
1. Pelaksanaan penanganan peralatan makan sudah dilakukan sesuai dengan SPO.
Rencana Tindak Lanjut :
1. Pemantauan kegiatan pelayanan makanan, termasuk penanganan peralatan makan tetap
dilakukan oleh IPCN.
16
Sosialisasi Insiden Pajanan
Edukasi hand hygiene kepada Pasien dan keluarga Setiap hari selama bulan
6
pasien dan keluarga di rawat inap September 2017
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang dilakukan di RS Kurnia Serang saat ini sudah
mendapatkan dukungan maksimal dari pimpinan/ direktur. IPCD, IPCN, IPCLN, dan seluruh karyawan
dapat bekerjasama dengan baik dan memberikan kontribusi dalam upaya Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi. Akan tetapi, masih butuh koordinasi dan tata kelola yang baik dalam pengelolaan
data surveilans dan monitoring.
B. Saran
a. Sosialisasi ulang program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi kepada kepala unit dan
IPCLN.
b. Penataan dan pendistribusian ulang seluruh dokumen PPI yang berupa panduan dan SPO
sehingga setiap pegawai lebih memahami upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS
Kurnia Serang.
c. Memaksimalkan sosialisasi hasil surveilans dan monitoring PPI kepada staf medis, perawat,
unit kerja, dan manajemen sebagai salah satu upaya perbaikan dan peningkatan pelaksanaan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
d. Menjalin koordinasi yang baik antar unit dan komite profesi (Komite Medis, Komite
Keperawatan, dan Komite Nakes Lain) sebagai salah satu upaya meningkatkan kepatuhan
pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
e. Mengoptimalkan upaya validasi data surveilans dan audit PPI sehingga data yang ditampilkan
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
f. Mengikutkan IPCLN pelatihan PPI dasar sebagai salah satu upaya mengoptimalkan perannya
sebagai champion PPI di unit kerjanya.
18
Serang, 10 Oktober 2017
Mengetahui,
Menyetujui,
19
LAMPIRAN
20