Anda di halaman 1dari 34

Tugas Akuntansi Forensik dan Kecurangan

BAB 1 AKUNTANSI FORENSIK

Disusun oleh :
DINA LORENZA PASARIBU (214420152)
ERNA DEWI M. SITORUS (214420158)
KELAS : 7 PAUB

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
MEDAN
2017
BAB 1
Akuntansi Forensik

AKUNTANSI FORENSIK
Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting
dalam bahasa inggris. Menurut Merriam Websters Collegiate Dictionary (edisi
ke- 10):

Fo-ren-sic adj [ L forensic public, fr. Forum forum] (1659) 1: belonging to, used
in, or suitable to court of judicatureorto public discussion and debate 2:
ARGUMENTATIVE RHETORICAL 3: relating to or dealing with the aplication
of scientific knowledge to legal problems <~medicine> <~science>
<~pathologist> <~expert>

Menggunakan makna ketiga dari kata forensic dalam kamus tersebut,


maka akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi pada masalah
hukum.
Dalam pembahasan selanjutnya kita akan melihat bahwa yang diterapkan
pada masalah hukum bukan aja akuntansi, tetapi juga auditing. Oleh karena itu,
istilah akuntansi dalam defenisi akuntansi digunakan dalam arti seluas-luasnya,
yakni disiplin akuntansi yang meliputi auditing.
Masalah hukum dapat diselesaikan di dalam arti atau di luar pengadilan.
Penyelesaian didalam pengadilan dilakukan melalui litigasi (litigation) atau
dengan berperkara atau beracara di pengadilan. Penyelesaian diluar pengadilan
(out of court settlement) dilakukan secaranir-litigasi (non-litigation).
Penyelesaian di luar pengadilan dapat lewat arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution (lihat Bab 26). Juga
keputusan berdasarkan ketentuan administratif, bersifat nir-ligitasi.
Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West International (AWI)
melalui proses yang beratdan panjang (hampir dua tahun) akhirnya diselesaikan
melalui akuisisi AWI oleh PT Telkom dalam bulan Agustus 2003. Dalam
sengketa ini, AWI menggunakan PricewaterhouseCoopers sebagai akuntan
forensiknya, dan penyelesaian sengketa dilakukandi luar pengadilan. Lihat juga
lampiran A bab ini (penyelesaian sengketaPertamina-LirikPetroleum di luar
pengadilan).
Dari penjelasan di atas, akuntansi forensik dapat didefenisikan sebagai
berikut,
Akuntasi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk
auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar
pengadilan.

Akuntansi forensik dipraktikkan dalam bidang yang luas seperti :


1. Dalam penyelesaian sengketa antar individu
2. Di perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hukum, perusahaan
tetup maupun yang memperdagangkan saham atau obligasinya di bursa
joint venture, special purpose companies;
3. Di perusahaan sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki negara, baik
dipusat maupun daerah (BUMN,BUMD);
4. Di departemen/kementrian, pemerintah pusat dan daerah , MPR,
DPR/DPRD, dan lembaga-lembaga negara lainnya, Mahkama (seperti
KPUdan KPPU), yayasan koperasi, Badan Hukum Milik Negara,
Badan Layanan Umum, dan seterusnya.
Dalam kuartal terakhir 2009, Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit
investigatif dan menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi atas Kasus
PT Bank Century Tbk. Objek yang diperiksa adalah suatu perusahaan swasta
terbuka (Tbk), yang memeriksa atau auditornya adalah Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), sedangkan yang meminta investigatifitu adalah DPR, dan
penggunanya(antara lain) Panitia Khusus Hak Angket Skandal Bank Century. Ini
contoh keterlibatan sektor publik dan privat dalam satu urusan yang sama.
Akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik maupun sektor privat
(perorangan, perusahaan swasta, yayasan swasta, dan lain-lain). Dengan
memasukkan para pihak yang berbeda, defenisi akuntansi forensik tersebut di atas
dapat diperluas sebagai berikut.

Akuntansi Forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk
auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar
pengadilan, di sektor publik maupun privat.

D.Larry Crumbley, editorin chief dari Journal Of Forensic Accounting


simply put, forensicaccounting is legally accurate accounting. That is, accounting
that is sustainable in some adventure legal proceeding, or within some judicial
oradministrative review. (secara hukum. Atau akuntansi yang tahan uji dalam
kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan
yudisial atau tinjauan administratif).
Defenisi Crumbley ingin menekankan bahwa akuntansi forensik tidak
identik, bahkan tidak berurusan dengan akuntansi yang sesuai dengan generally
accepted accounting principles (GAAP). Ukurannya bukan GAAP, melainkan apa
yang menurut hukum atau ketentuan perundang-undangan adalah akurat.
Crumbley dengan tepat melihat potensi untuk perseteruan diantara pihak-
pihak yang berseberangan kepentingan. Demi keadilan, harus ada akuntansi yang
akurat untukproses hukum yang bersifat adversarial, atau proses hukum yang
mnegndug perseteruan.
Mengenai sengketa antara pihak-pihak, lihat pembahasan dalam judul
terpisah di bab ini.

DISIPLIN DAN PROFESIK LAINNYA


Dalam percakapan sehari-hari, orangawam akrab dengan istilah dokter
forensik dan laboratorium forensik (disingkat Labfor). Orang awam menyebut
dokter forensik sebagai dokter mayat karena ia berurusan dengan mayat.
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan Pusat Bahasa
mendefenisikan kata forensik secaraterbatas sebagai berikut;

Fo-ren-sik /forensik/ n 1 cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan


penerapan fakta medis padamasalah hukum; 2 ilmu bedah yang berkaitan dengan
penentuan identitas mayat seseorang yang ada kaitannya dengan kehakiman dan
peradilan: polisi belum bisa menjelaskan identitas korban karena masih menunggu
pemeriksan yang diselidiki oleh tim.

Laboratorium menjadi populer dengan pemeriksaan penggunaan narkoba


oleh para selebritis, identifikasi DNA (Deoxyrbonucleic Acid) untuk menentukan
ayah dari seorang bayi atau orang dewasa (misalna dalam menentukan ahli waris),
identifikasi DNA dan non- DNA dalam bencana alam, jatuhnya pesawatterbang,
bom-bom dalamaksi terorisme, dan insiden lainnya.
Dalam kotak 1. Dan kotak 1.2 berikut ini, disajikan berbagai disiplin ilmu
dan profesi yang menggunakan istilah forensik.

Kotak 1.1
Beberapa Profesi Forensik

Forensic anthropologist:
Specialit who can determine whether or not bones or other remains are human in
origin and, if so, reveal details about how the victims died and how they appeared
in life.

Forensic chemist
Specialist in the analyses of drugs, dyes, paint samples and other chemicals
involved in crimes.

Forensic dentist
Specialist in examining theteeth of murder or accident victims for identification
purpose, and for comparison with bite-mark evidence at crime scenes.
Forensic document investigator:
Specialist in examining forget documents and forget signatures

Forensic entomologist:
Specialist in different types of insect life which may be found on corpses or at
murder scenes, as an indication of the time, season an weather a crime may
havebeen commited.

Forensic geologist:
Specialist in the characteristics of soil samples, and what these can in terms
ofthemovement ofa victim suspect.

Forensic Phatologist:
Specialist phatologist responsible for carrying out autopsies ofmurder victims and
recording of evidence found on or inthe body body as tothe manner andtime
ofdeath.

Forensic photographer
Specialit who records forensic evidence on film at the crime scene or in the
forensic laboratory.

Forensic psychiatrist/psychologist:
Experst who evaluatea murder scene and victim to produce a possible
pyschological profile ofthe murderer.

Forensic serologist:
Specialist in the study ofblood and other bodily fluids in addition to DNA
foridentifiying suspects.
Sumber: David Owen, Hidden Evidence (Periplus, 2000), hlm.236.

Kotak 1.2
Beberapa Profesi Forensik

Forensic engineering.
The application ofthe principles and practice of engineering to the evaluation of
question before courts of law. Practiceby legally qualified profesional engineers
who are experts intheirfield by both educations and experiance, and who have
experiance in the court and understanding of surispendence.
A forensicengineering angagement may require investigations,studies evaluations,
advice to connects,report, advisory opinions, depositions and/or testonomy to
assist in the resolution of disputes relatingto life or property in case before courts,
or other lawful tribunails.

Forensic linguistics.
A technique concerned with in depth evaluation of linguistics characteristic of text
including grammer syntax, spelling vovcabularry and phraseologs, wich is
accomplished through a comparison oftextual material of known and unknown
and unknown authorshop to determine whether the authors could be identical.

Forensic medicine:
That sciencewich teaches the application of every branch of medical knowledge to
the purpose of the law; hence its limits are, on the hand, the requirements ofthe
law, and on the other, the whole range of medicine. Anatomy, phsiology,
medicine surgery,chemistr, physics, and botany lend their andanecessity arises;
and in some cases all these branches of science are required to enable a court of
law to arrive at a proper conclusion on a contestedquestion affecting life
propertys.

Forensic phatology:
The branch of medicine dealing with disorders of the body in relation to legal
principles and cases.

Forensic psychiatry
That branch of medicine dealing with disorders of the mind in relation to legal and
cases.
Sumber:Blacks Law Dictionary.

Dalam sidang pengadilan, ahli-ahli forensik dari disiplin yang berbeda,


termasuk akuntan forensik, dapat dihadirkan untuk memberika keteranaganahli.
Di negara-nrgara yang berbahasa inggris, mereka disebut expert witness(saksi
ahli). Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP) menggunakan istilah
Ahli, meskipun dalam percakapan sehari-hari dan oleh pers digunakan istilah
saksi ahli.
KUHP Pasal 179 ayat (1) menyatakan; setiap orang yang diminta
pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya
wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Dalam praktik, kelompok ahli lainnya juga aterdiri atas para akuntan atau
pelaksana auditinvestigatif yang memberi keterangan ahli demi keadilan. Istilah
akuntan forensik dan akuntansi forensik dikenal, misalnya dalam strategi
pencapaian di kejaksaan sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Dalam strategi penindasan,
mantan jaksa agung Abdul Rahman Saleh antara lain mencantumkan pelatihan
assets treacing, legal audit, dan forensica ccounting.
Tidak jarang para ahli forensik dari profesi yang sama bertarungdi
pengadilan. Seorang dokter forensik dapat memberi keterangan ahli untuk
menguatkan dakwaan jaksa penuntut umum. Sebaliknya, rekannya emberi
keterangan ahli di pengadilan yang sama untuk memutuskan argumen dokter
forensik pertama. Dokter forensik kedua, menjadi ahli di pengadilan untuk
membela terdakwa. Contoh ini dapat dilihat dalam lampiran A di Bab 4.
Hal serupa dapat terjadi dengan para akuntan forensik.

AKUNTAN FORENSIK DI PENGADILAN


Dalam buku lain, penulis membahas penggunaan akuntan forensik sebagai ahli di
pengadilan khususnya di pengadilan tindak pidana korupsi, tantangan dan peluang
untuk memperbaikinya.
Seperti disebutkan diatas, akuntansi forensik dapatdigunakan di sektor
publik mupun privat. Di indonesia, penggunaan akuntan forensik di sektor publik
lebih menonjol dri sektor privat karena jumlah perkara yang lebih banyak disektor
publik. Akan tetapi, ada juga alasan lain, yakni kecenderungan untuk
menyelesaikan sengketa sektor privat di luar pengadilan.
Di sektor publik, para penuntut umum(dari kejaksaan dan komisi
pemberantasan korupsi) menggunakan ahli dari BPK, BPKP dan Inspektorat
Jenderal dari Departemen yang bersangkutan. Di lain pihak, terdakwa dan tim
pembelanya menggunakan ahli dari kantor-kantor akuntan publik, kebanyakan
ahli ini sebelumnya berpraktik di BPKP.
Pengertian ahli menurut KUHP terkait dengan seseorang, perorangan atau
individu. Meskipun memberitakan dokter forensik dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM), ia tampil sebagai ahli di pengadilan atas nama
pribadinya. Sebagai individu, bukan mewakili RSCM. Begitu juga dengan ahli
dari perguruan tinggi; mereka tampil sebagai perorangan, dan bukan wakil dari
perguruan tinggi dimana mereka mengajar atau meneliti.
Pengertian ahli menurut KUHAP berbeda engan pengertian menurut
undang-undang nomor 15tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan RI
Pasal 11 huruf c dari undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut;
BPK dapat memberikan
a. ...karena sifat pekerjannya
b. ...pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan/atau
c. Keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah.
Pihak yang memberikan keterangan ahli adalah BPK, bukan pribadi (anggota,
karyawan, auditor dan seterusnya). Ini berbeda dengan ahli menurut KUAHP
yang dikutip di atas.
Tabel 1.1 menyajikan matriks yang membandingkan Ahli dan Keterangan Ahli
selaku pribadi (seperti dalam KUAHP) dan selaku lembaga (dalam hal ini BPK).

Tabel 1.1
Ahli Selaku Pribadi Dan Lembaga (BPK)

NO Ahli selaku Pribadi Ahli selaku lembaga (BPK)

1. Kompetensi Ahli memberi keterangan Ahli memberi keterangan


ahli yang diminta instasi berwenang, tentang kerugian negara yang
sesuai kompetensi Ahli yang merupakan kompetensi BPK,
melekat padapribadinya. bukan kompetensi pribadi,
sehingga tidak melekat pada
pribadi pemegang jabatan
anggota BPK atau
Pemeriksa BPK.

2. Substansi Ahli memberi keterangan Ahli memberi keterangan


Keterangan tentang substansi yang menjadi tentang kerugian negara/
Ahli kesepakatannya, penguasaan daerah karean pelaksanaan
Pengetahuannya secara pribadi, tugas kontitusional BPK.
dan pengembangan pengetahuan- Pendapat yang dibrikan-
nya. pendapat yang diberikannya nya merupakan pendapat
merupakan pendapat pribadi. BPK.

3. Pengolahan Informasi yang dipaparkan oleh Informasi tentang kerugian


Informasi Ahli dihadapan penyidik maupun negara yang dipaparkan di
Sidang pengadilan diolahnya hadapan penyidik maupun
secara pribadi dengan pengetahuan sidang pengadilan diolah
dan pengalaman yang dimilikinya secara kelembagaan.
secara pribadi. Informasi ini tidak
dimiliki sebelumnya,
sehingga diperoleh
melalui pemeriksaan
Insentigatif.

4. Kepemilikan Keterangan yang diberikan Keterangan yang diberikan


Atas Ahli merupakan milik merupakan milik BPK
Keterangan pribadinya. Sebagai lembaga negara.
Ahli
5. Kebebasan Ahli mempunyai kebebasan Ahli merupakan personifikasi
Memberikan dalam memberikan pendapat BPK. Ia tidak memiliki
Pendapat yang berkaitan dengan kebebasan pribadi dalam
keahliannya. Pendapat yang memberikan keterangan.
diterangkannya adalah hasil Ia senantiasa harus berko-
pemikirannya. ordinasi dengan pimpinan
karena yang diterangkannya
adalah hasil pemeriksaan
BPK.

6. Batas Ahli memberikan keterangan Ahli memberikan keterang-


sesuai dengan kepakaran yang an sesuai dengan Hasil
dimilikinya ia hanya dibatasi Pemeriksaan BPK.
oleh kedalaman pengetahuan
dan pengalamannya.

SENGKETA
Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya sengketa. Sengketa bisa terjadi
karena satu pihak merasa haknya dikurangi, dihilangkan atau dirampas oleh pihak
lain. Hak yang dikurangi atau dihilangkan ini bisa berupa:
1. Uang atau aset lain, baik aset berwujud (tangible asset) maupun aset
tak berwujud (intangible asset), yang dapat diukur dengan uang.
2. Reputasi, misalnya tercemarnya nama baik apakah itu nama pribadi,
keluarga, atau nama perusahaan.
3. Peluang bisnis, misalnya tidak bisa ikut dalam proses tender dengan
alasan yang terkesan diskriminatif.
4. Gaya hidup, misalnya ditolak memasuki klub atau kawasan yang
dinyatakan eksklusif.
5. Hak-hak lain yang berkaitan dengan transaksi bisnis.

Sengketa dapat dipicu oleh perbedaan penafsiran mengenai sesuatu yang


sudah diatur dalam perjanjian atau mengenai sesuatu yang memang belum diatur.
Mungkin juga pihak-pihak yang berbisnis menyelesaikan hal-hal tertentu dengan
tradisi, kebiasaan atau adat-istiadat; kemudian dalam menghadapi maslah serupa,
satu pihak tidak dapat menerima penyelesaian secara tradisi, kebiasaan, adat-
istiadat semacam itu.
Dalam sengketa, masing-masing pihak merasa yang benar sepenuhnya.
Akan tetapi, bisa juga ia mengakui lawannya benar dalam hal tertentu dan ia
sendiri benar dalam hal-hal lain. Mungkin satu pihak merasa ia yang benar karena
hukum ada dipihaknya. Pihak lainnya mempertanyakan kebenaran secara hukum,
dari segi moral. Kesenjangan dari psisi masing-masing pihak bisa sangat luas,
dalam, dan rumit. Mereka mungkin tidak dapat menyelesaiakan masalah mereka
tanpa bantuan pihak lain.tidak jarang pula pihak lain hanya akan menambah
keruwetan.
Faktor-faktor yang dapat menentukan berhasil atau gagalnya penyelesaian
sengketa oleh pihak-pihak yang bersengketa adalah sebagai berikut.
1. Berapa besar konsekuensi keuangan pada pihak yang bersengketa.
Konsekuensi ini bukan saja jumlah yang disengketakan, tetapi juga
biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan sengketa, dan
perkiraan mengenai berapa lama sengketa ini akan terselesaikan.
Masing-masing pihak mempunyai persepsi tentang kemampuan
mereka menanggung konsekuensi keuangan ini. Ada pihak yang
merasa beruntung kalau waktu penyelesaian diperkirakan akan
panjang. Pihak ini berusaha mengulur-ulur waktu dengan berbagai
macam taktik; ia misalnya akan memilih taktik tidak kooperatif
(lihat contoh kasus Ferdinand Marcos yang dibahas di lampiran A Bab
28. Kasus ini dapat dipergunakan untuk memahami kasus-kasus besar
di Indonesia.
2. Seberapa jauh pertikaian pribadi, rasa iri atau dendam terjadi di antara
pihak-pihak. Kadang-kadang uang yang disengketakan (sekalipun
jumlahnya besar) bukan persoalan bagi mereka. Keinginan untuk
memenangkan sengketa, lebih penting.
3. Apakah penyelesaian sengketa ini akan berdampak dalam penyelesaian
kasus serupa? Misalnya, perusahaan yang bersengketa dengan seorang
pegawainya akan khawatir kalau ia kalah dalam sengketa ini, karena
dalam waktu dekat, adakasus serupa yang harus diselesaikan.
Perusahaan penerbangan berusaha dengan cepat menetapkan dan
menyelesaikan klaim kecelakaan pesawatnya, karena khawatir
keputusan yang ditunda akan lebih merugikannya, bukan saja dalam
kasus ini, tetapi juga dalam kecelakaan dikemudian hari.
4. Seberapa besar dampak publisitas negatif yang ditimbulkan. Suatu
Kantor Akuntan Publik (KAP) mempunyai kebijakan untuk tidak
menuntut kliennya, meskipun KAP itu percaya bahwa pengadilan akan
memenangkannya. KAP itu khawatir bahwa publisitas negatif akan
memengaruhi reputasinya dalam hubungan dengan klien lainnya atau
calon lainnya.
5. Seberapa besar beban emosional yang ditanggung. Beban emosional
dapat tercermin dalam berbagai hal, seperti dikucilkan dari
masyarakatnya (kelompok bisnis atau profesional yang merupakan
bagian dari habitatnya ). Baginya, kemenangan atas sengketa ini
merupakan prinsip. Beban emosional bisa juga tercermin dalam simbol
atau lambang.kemenangan dalam sengketa tertentu mempunyai makna
atau simbol yang mendalam baginya. Sengketa mengenai rumah tua
peninggalan orang tua bagi seseorang bisa merupakan simbol
kehormatan dan kesetiaannya kepada leluhurnya. Bendera merah putih
di tangan pejuang bukanlah sekedar selembar kain berwarna merah
putih; ia adalah simbol kedaulatan.
Sebaliknya, juga ada faktor-faktor yang memudahkan penyelesaian
sengketa antara pihak-pihak, misalnya pandangan dan nilai-nilai hidup. Pihak
yang dirugikan mengikhlaskan penyelesaian sengketanya kepada pihak lawannya,
karena nilai-nilai hidupnya jauh lebih mulia baginya dibandingkan kerugian
materi yang akan dideritanya. Meskipun tidak banyak dipraktikkan dalam dunia
bisnis, nilai-nilai hidup semacam ini masih ada di sana-sini.
Dari uraian diatas, kita dapat membayangkan bahwa sengketa antara dua
pihak bisa diselesaikan dengan carayang berbeda (meskipun sengketanya sama)
apabila menyangkut dua pihak yang lain. Dua pihak yang bersengketa bisa
menyelesaikan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedangkan
dua pihak lainnya menyelesaikan melalui litigasi. Dalam kedua contoh ini,
penyelesaiannya adalah dengan cara hukum, tetapi yang pertama diselesaikan di
luar pengadilan, sedangkan yang kedua, melalui proses beracara di pengadilan.
Apakah sengketa bisnis yang menyangkut ganti rugi diselesaikan melalui
hukum, di dalam maupun di luar pengadilan? Jawabannya adalah sering kali
tidak. Terutama dalam kasus utang-piutang dimana kreditormemilih
menggunakan Debt Collector.
Terjemahan debt collector kedalam bahasa indonesia adalah penagih
hutang.penggunaan istilah bahasa inggris dalam percakapan sehari-hari maupun
dalam pemberitaan persmencerminkan upaya penghalusan bahasa.
Mengapa penyelesaian dilakukan di luar pengadilan? Bagi banyak pihak,
pengadilan tidak mempunyai reputasi yang baik untuk penyelesaian sengketa ;
biaya perkara mahal, dan hasilnya sering kali mengecewakan. Berita dari harian
Kompas yang dikutip di Kotak 1.3 adalah contoh penyelesaian sengketa yang
sering menjadi pilihan.

Kotak 1.3
Penggunaan Debt Collector

KRIMINALITAS
Mantan Atlet Diduga Keroyok Pengusaha
Jumat, 8 Mei 2009 / 04.51 WIB
Jakarta, Kompas Dua laki-laki diperiksa polsek Metro Pulo Gadung,
Kamis (7/5). Mereka diduga mengeroyok seorang pengusaha batu bara hingga
tewas. Salah seorang dari mereka adalah AH (37), mantan atlet nasional
taekwondo SEA Games 1993 dan Asian Games 1994.
Penangkapan terhadap kedua orang ini bermula dari perjanjian usaha
antara AH dan Tjokro Sanjoyo (58). AH menanamkan uang senilai Rp. 1,7
Milliar. Sebagai imbalannya, Tjoko akan mengirimkan empat kali batu bara dalam
waktu dua bulan. Kenyataannya, Tjokro hanya mengirimkan satu kali.
Albert Susanto, salah seorang putra Tjokro, kepada pers mengakui
ayahnya lalai menepati perjanjian bisnis ini.
AH pun meminta Tjoko mengembalikan uangnya dengan memakai jasa
penagih (debt collector). Agus, salah seorangrekan Tjokro, juga sempat dipukuli
oleh tenaga penagih AH. Akhirnya, terjadi kesepakatan Tjokro akan menyerahkan
uang Rp.200 juta. Namun, sampai hari yang dijanjikan, yakni Rabu (29/4). Tjokro
hanya bisa menyiapkan uang Rp.70 juta. Penyerahan itu dilakukan di sebuah
tempat di Pulomas, Jakarta Timur.
Menurut Albert, ayahnya sempat pulang kembali untuk mengambil uang
tambahan Rp.20 juta yang dipinjam dari teman-teman ibunya. Ibu menyerahkan
uang tersebut keayah di mobil, kata Albert.
Pada malam harinya, Albert mendapat telepon dari Agus mengatakan
Tjokro berada di RS Omni Medical Center, Pulomas. Tidak lama kemudian,
Tjokro meninggal dunia.
Menurut keterangan dokter, Tjokro meninggal karena penyakit jantung.
Namun, ketika jenazah akan dimandikan, pihak keluarga melihat banyak luka
gores dan luka lebam di tubuh korban.
Hasil otopsi dari RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan, Tjokro tewas
karena kekerasan. Selama hidup, ayah saya tidak punya riwayat penyakit
jantung, kata Albert.
Sementara itu, Kapolsek Metro Pulo Gadung Komisaris P.Simarmata
mengakui, ada dua orang yang sedang diperiksa, tetapi belum bisa ditetapkan
statusnya karena pemeriksaan belum selesai. Kemungkinan mereka akan dikenai
Pasal 170 KUHP (Kitab UndangUndang Hukum Pidana) tentang Pengeroyokan,
katanya. (ARN)

AKUNTANSI ATAU AUDIT FORENSIK


Di Amerika Serikat pada mulanya akuntansi forensik digunakan untuk
menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan.
Misalnya, pembunuhan istri oleh suami untuk mendapatkan hak warisan klaim
asuransi atau pembunuhan oleh mitra dagang untuk menguasai perusahaan.
Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan persoalan hukum,
maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarang
pun kadar akuntansinya masih terlihat, misalnya dalam perhitungan ganti rugi
baik dalam konteks keuangan negara, maupun diantara pihak-pihak dalam
sengketa perdata.
Ada yang menggunakan istilah audit forensik (forensic audit) untuk
kegiatan audit investigatif. Kedua istilah ini dan istilah lain yang berkenaan
dengan akuntansi forensik, akan dibahas dalam Bab 2.
Dalam rangka sertifikasi, istilah yang digunakan adalah auditor forensik
dan bukan akuntan forensik. Pertimbangannya adalah anggota profesi ini bukan
hanya anggota.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) di Amerika Serikat juga
menyebut anggotanya sebagai pemeriksa Fraud bersertifikasi atau Certified
Fraud Examiners (CFE).

PRAKTIK AKUNTANSI FORENSIK DI INDONESIA


Beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, mengalami krisis keuangan di tahun
1997. Krisis ini terasa sejak Agustus 1997 dan terus memburuk. Ini berdampak
pda pemerintahan presiden Soeharto yang berakhir di bulan Mei 1998.
Dalam bulan Oktober 1997, The Asian Wall Street Journal untuk pertama
kalinya memberitakan bahwaada kemungkinan pemerintah Indonesia meminta
bantuan dari IMF (International Monetary Fund). Permintaan bantuan kepada IMF
dan Bank Dunia (World Bank) diikuti dengan resep-resep penyehatan perbankan
Indonesia yang merupakan awal dari apa yang dikenal sebagai agreed-upon due
diligence process (ADDP).
Pada awalnya, ADDP ini dikerjakan oleh akuntan asing dibawah nama
kantor mereka. Para akuntan Indonesia yang ikut melaksanakan AADP ini
mengetahui betul ketegangan antara dunia perbankan yang sudah terbiasa dengan
praktik-praktik lama dengan tuntutan IMF atau Bank Dunia yang ingin
mengetahui posisi Kapitalisasi Perbankan Indonesia, sebagai bahan pertimbangan
untuk rencana rehabilitasidan opsi rekapitalisasi.
Temuan awal ADDP ini menimbulkan dampak kejutan dalam dunia bisnis.
Sampai ADDP di enam bank menunjukkan perbankan melakukan overstatement
di sisi aset (assets), dan understatement di sisi kewajiban (liabilities),(lihat Tabel
1.2).
Tabel 1.2

Aset per 30 Apr 1998 Kewajiban per 30 Apr 1998


No Bank Menurut Over Menurut Under
Bank ADDP Statement Bank ADDP Statement
1 Danamon 26,0 14,0 54% 25,0 37,0 33%
2 Bun 15,6 11,3 28% 15,4 21,3 28%
3 Modern 3,1 1,8 43% 3,0 3,1 3%
4 BDNI 24,0 6,0 82% 32,3 48,5 33%
5 Tiara 4,3 1,1 54% 4,5 4,9 10%
6 PDFCI 4,4 1,1 75% 4,3 4,9 14%

Dari ADDP ini bank-bank kita dikelompokkan dalam tiga kategori.


Kelompok A dengan capital adequacy (CAR) sebesar atau lebih dari 4%.
Kelompok B, antara -25% sampai dengan kurang dari 4%. Kelompok C, di bawah
-25% secara nasional, lanskap perbankan kita waktu itu adalah sebagai berikut.

Tabel 1.3

Kelompok Bank A B C Jumlah


Pemerintah - - 7 7
Swasta Nasional 32 62 34 128
BTO - - 4 -
BPD 12 10 5 27
Campuran 12 16 4 32

ADDP sebenarnya tidak lain dari audit investigatif.


Dari segi hukum, sistem pengadilan kita tidak berhasil menjerat bankir-
bankir yang menikmati BLBI, atau mereka berhasil melarikan diri dari luar negeri.
Pengadilan memang menjatuhkan hukuman untuk beberapa pejabat tinggi Bank
indonesia. Namun, dalam keputusan ini bukan akuntan forensik yang berperan.
Hal-hal ini serta kerugian dari program penyelamatan perbankan Indonesia dalam
krisis keuangan 1997-1998 dibahas secara mendalam di Bab 28.
Baru pada kasus Bank Bali, terlihat suksesnya akuntansi forensik.
Akuntannya adalah PricewatershouseCoopers (lihat Kotak 1.4). PwC berhasil
menunjukkan arus dana yang rumit. Bentuk diagramnya seperti cahaya yang
mencuat dari sang surya (sunburst). Dari Diagram yang rumit (lihat Bagan 1.1).
PwC meringkaskannya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Laporan PwC
adalah contoh yang sangat baik untuk akuntansi forensik. sayangnya laporan ini
bukan untuk konsumsi publik. Sukses akuntansi forensiknya tidak diikuti dengan
penyelesaian hukum di pengadilan,(lihat Kotak 1.5 dan Bab 16).
Kotak 1.4
Kasus Bank Bali

Mission Accomplished
Investigating Bank Bali was tough-and risky

By John McBeth in Jakarta


A team of pricewaterhouseCooper super sleuths armed with sophisticated money
laundering software cracked indonesians Bank Baliscandal in a three-week
investigation that yielded far more dirty laundry than anyone anticipated.
We use the money laundering software to create the internal-links.
paroissien explains, but there was a lot analysis on top of that as well. We
suprised people by the amount ofwork we got done in such a shot time. the result:
A 123-page report, crowned by a computer-generated sunburst chart showing
where the money went.
Worried about breaching Indonesias strict bank secrecy laws by letting
the finding leak before they could report to the government, the team worked
around the clock in the cordoned off section of PwC officers. They printed only
two copies of their report, and deliveredboth immediatelly to Satrio B. Joedono,
head of the state audit agency. The PwC team sent copies of the supporting
documents outside the country for sale keeping, then shredded all its paper records
and cleared its computer records.
Then the team sat back and waited for the aftershocks, wich where fast in
coming. Joedonos first reactions was to orderPwC to write a 36-page summary
omitting most of the names, so this could be shown to parliament instead of the
explosive full report. There were vague threats of legal action against PwC,
including from then Bank Indonesia Governor Syahril sabirin, who accused PwC of
harming the central banks reputation by saying the bank hadnt fully cooperated in
the investigation.

Sumber : Far Eastern Economic Review, 23 Desember 1999.

Tahun 2005 merupakan tahun suksesnya akuntansi forensik dan


sekaligus sistem pengadilan. Di antara beberapa kasus, dua kasus yang menonjol.
Pertama, kasus komisi Pemilihan Umum, dimana akuntan foerensiknya adalah
Badan Pemeriksa Keuangan. Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil
menyelesaikan di pengadilan.
Kedua kasus BNI. Akuntansi forensiknya bukan dilakukan oleh lembaga
pemeriksaan atau kantor akuntn, melainkan oleh PPATK. Dua ahli PPATK dalam
persidangan di pengadilan berhasil meyakinkan hakim mengenai peran kunci
Adrian Waworuntu (lihat Figur 1.2). Sebelum keterangan para ahli PPATK,
Adrian Waworuntu selalu berhasil meyakinkan bahwa dirinya sudah tidak terlibat.
Pelajaran uatam dari kasus ini akan dibahas dalam Bab 15(Follow The Money).
Tahun 2008 dan semester pertama 2009 menunjukkan ketangguhan.
Komisi Pemberantasan Korups (KPK) dalam menemukan dan menyelesaikan
kasus-kasus tindak pidana korupsi. Pemeriksaan KPK atas Bank Century dalam
tahun 2009 terhambat kasus Bibit-Chandra atau Peristiwa Cicak dan Buaya
(lihat Bab 22). Skandal Bank Century yang ditengarai berisi dugaan tindak pidana
perbankan, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana
perpajakan, dan tindak pidana umum merupakan kasus yang menarik bagi
mahasiswa akuntansi forensik.
Dalam tahun 2008 dan awal tahun 2009, KPK berhasil membuat terobosan
besar dalam menangkap jaksa, anggota DPR, anggota KPPU, dan lain-lain yang
menerima suap dan calo perkara dan rent seekers. Keberhasilan KPK dalam
kasus-kasus ini tidak berhubungan dengan akuntansi forensik. Namun ada banyak
pelajaran yang bisa ditarik dari kasus-kasus tersebut., misalnya dalam fraud-
oriented systems audit (FOSA)dan corruption oriented system audit (COSA) yang
dibahas di Bab ini.

AKUNTAN FORENSIK SEKTOR PUBLIK


Seperti dikatakan di atas, akuntansi forensik sektor publik di indonesia lebih
menonjol dari pada akuntansi forensik sektor privat. Kasus-kasunya pun lenbih
dikenal masyarakat.
Selain nilai kerugian yang menakjubkan, kasus-kasus di sektor publik
lebih dramatis karena kolusi antara penyelenggara negara di tingkat tinggi dengan
para pebisnis atau calo perkara dari sektor swasta, sampai pertemuan di tempat
dan waktu yang eksotis.
Daya tarik acara televisi yang menggambarkan penangkapan dan
penggrebekkan para koruptor oleh KPK dalam dua tahun belakangan (2008 dan
2009), dan pengungkapan rekaman percakapan telepon hasil penyadapan KPK di
pengadilan, seperti kasus Artalyta Suryani dan Jaksa Urip, kasus Al Amin Nur
Nasution dan Azirwan, dan seterusnya.
Dalam dua bulan terakhir di tahun 2009, pemirsa televiai disuguhi
pemberitaan tentang musibah yang menimpa Chandra M, Hamzah dan Bibit
Samad Rianto, pengungkapan rekaman percakapan telepon Anggodo Widjojo
dengan petinggi kepolisian, kejaksaan, dan pihak lain, sampai penerbitan SKPP (
Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) bagi Bibit dan Chandra, dan dugan
keterkaitannya dengan pemeriksaan kasus Bank Century oleh KPK.
Di Amerika Serikat peran Elliot Ness yang menjerat Al Capone
didramatisasi dalam film the Untouchable.
Di Indonesia terlihat peran-peran penting bagi para akuntan forensik dari
BPKP, BPK, dan aparat pengawasan internal pemerintahan yang tergabung dalam
APIP. Secara terinci dan dengan data statistic, penulis membahas peran mereka di
buku Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi.

BEBERAPA MODEL AKUNTANSI FORENSIK


Dari pembahasan diatas, kita melihat bahwa akuntansi forensik pada awalnya
dalah perpaduan yang paling sederhana antara akuntansi dan hokum. Contoh:
penggunaan akuntan forensik dalam pembagian harta gono-gini. Di sini terlihat
unsure akuntansinya, unsure hitung-menghitung besarnya harta yang akan
diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) istri. Segi hukumnya dapat
diselesaikan di dalam atau luar pengadilan, secara litigasi atau non-litigasi. Model
ini dapat digambarkan sebagai berikut (Bagan 1.2).

Bagan 1.2
Diagram Akuntansi Forensik

AKUNTANSI
HUKUM
Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan ( di samping
Akuntansi dan Hukum). Bidang tambahan ini adalah audit, sehingga model
akuntansi forensiknya dipresentasikan dalam tiga bidang (Bagan 1.3).

Bagan 1.3
Diagram Akuntansi Forensik

AKUNTANSI

HUKUM AUDITING

Dalam suatu audit secara umum maupun audit yang khusus untuk
mendeteksi fraud (kecurangan), si auditor (internal maupun eksternal) secara
proaktif berupaya melihat kelemahan-kelemahan dalam sistem pengendalian
intern, terutama yang berkenaan dengan perlindungan terhadap aset (safeguarding
of asset), yang rawan akan terjadinya fraud. Ini adalah sebagian dari keahlian
yang harus dimiliki seorang auditor. Sama seperti seorang ahli sekuriti memriksa
instalasi keamanan di perusahaan minyak atau di hotel, dan member laporan
mengenai titik-titik lemah dari segi keamanan dan pengamanan perusahaan
minyak atau hotel tersebut.
Kalau dari suatu audit umum (general audit atau opinion audit) diperoleh
temuan audit, atau ada tuduhan (allegation) dari pihak lain, atau ada keluhan
(complaint), auditoe bersikap reaktif. Ia menanggapi temuan, tuduhan atas
keluhan tersebut. Contoh: temuan audit menunjukkan kepala bagian pengadaan
berulang kali meminta kasir membayar pemasok A yang tagihannya belum jatuh
tempo; padahal pemasok lain yang tagihannya melewati tanggal jatuh tempo,
tidak dimintakan pembayarannya. Pemasok yang dirugikan menuduh kepala
bagian pengadaan itu berkolusi dengan pemasok A, sejak dalam proses tender
dimulai. Pemakai barang yang dibeli mengeluh bahwa barang yang dipasok A
mutunya jauh dibawah spesifikasi yang disetujui.
Laporan (tip-off) dapat juga diberikan oleh para whistleblowers yang
mengetahui terjadinya atau masih berlangsungnya suatu fraud.
Dalam contoh di atas, temuan audit, tuduhan dan keluhan kebetulan untuk
hal yang sama atau terkait.akan tetapi temuan audit, tuduhan dan keluhan bisa
juga mengenai hal-hal yang tidak berkaitan, tetapi mengarah kepada petunjuk
adanya fraud. Auditor bereaksi terhadap temuan audit, tuduhan, dan keluhan serta
mendalaminya dengan melaksanakan audit investigatif. Dalam Bagan 1.4
digambarkan dua bagian dari suatu fraud audit; yang bersifat proaktif dan
investigatif. Audit investigatif dimulai pada bagian kedua dari audit fraud yang
bersifat reaktif, yakni sesudah ditemukannya indikasi awal adanya fraud. Audit
investigatif merupakan bagian dan titik awal dari akuntansi forensik.

Bagan 1.4
Diagram Akuntansi Forensik

Akuntansi Forensik
Jenis
Fraud Audit
Penugasan
Proaktif Investigatif
AKUNTANSI

Temuan audit
HUKUM

Sumber Risk Tuduhan


Temuan Audit
Informasi Assessment Keluhan
Tip
Bukti
Identifikasi Indikasi awal
Output ada/tidaknya
potensi fraud adanya fraud
pelanggaran
Dari Bagan 1.4 di atas terlihat proses audit investigatif, akuntansi dan
hukum. Bagan merupakan pengembangan dari Bagan 1.3. bagan ini dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan memasukkan unsure tindak pidana, misalnya
tindak pidana korupsi (tipikor). Dengan memasukkan unsur tipikor maka unsur
akuntansinya adalah perhitungan kerugian keuangan Negara (Bab 29) dan proses
(atau acara) pengadilan tipikor. Model ini digambarkan dalam Bagan 1.5.
Bagan 1.5
Diagram Akuntansi Forensik Tipikor
Akuntansi Forensik

Jenis Penugasan Fraud Audit

Proaktif Investigatif

Tuduhan
Risk
Sumber Informasi Keluhan Temuan Audit
Assessment
Temuan audit

Besarnya
Bukti Mencari
Identifikasi Indikasi awal kerugian
Output ada/tidaknya keterangan dan
potensi fraud adanya fraud keuangan
pelanggaran barang bukti
negara

Hitungan Penyelidikan

Akuntansi Forensik

Keyakinan Alasan
Memeriksa alat
Mencari bukti Berkas perkara berdasarkan alat pembuktian
bukti
bukti penerapan
Pemeriksaan di Putusan
Penyidikan Penuntutan Upaya hukum
sidang pengadilan

Semua diagram Akuntansi Forensik di bab ini adalah penyederhanaan dari


dunia nyata. Contoh: dalam Bagan 1.5 ada kotak kecil dengan judul Besarnya
Kerugian. Dalam dunia nyata, kotak kecil ini bisa terdiri atas tiga atau bahkan
mungkin empat tahap.
Seperti dijelaskan di muka, penyelesaian sengketa dapat dilakukan di
bawah berbagai ktentuan perundang-undangan, seperti Hukum Pidana, Hukum
Perdata, Hukum Administratif, dan Arbitrase serta Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Model ini digambarkan dalam Bagan 1.6.
Bagan 1.6
Diagram Akuntansi Forensik

Akuntansi Forensik
Jenis
Fraud Audit
Penugasan
Proaktif Investigatif Hukum :
Temuan -Pidana
audit -Perdata
Sumber Risk Akuntansi -Administratif
Tuduhan Temuan Audit
Informasi Assessment Kerugian -Arbitrase
Keluhan
Tip Dan alternatif
Indikasi penyelesaian
Bukti sengketa
Identifikasi awal
Output ada/tidaknya
potensi fraud adanya
pelanggaran
fraud

Model diatas akan bertambah rumit kalau kejahatannya adalah lintas


Negara, seperti koruptor Indonesia yang melarikan diri ke luar negeri dan
mencuri uang-nya juga ke luar negeri. Bidang hukumnya akan lebih luas lagi
dengan konvensi dan traktat internasional yang meliputi ekstradisi dan mutual
legal assistance (MLA). Lihat Bagan 1.7.

Bagan 1.7
Diagram Akuntansi Forensik

Akuntansi Forensik
Jenis
Fraud Audit
Penugasan Hukum :
Proaktif Investigatif -Pidana
Temuan -Perdata
audit -Administratif
Sumber Risk Akuntansi -Arbitrase
Tuduhan Temuan Audit
Informasi Assessment Kerugian Dan alternatif
Keluhan
Tip penyelesaian
Indikasi sengketa
Bukti -Ekstradisi
Identifikasi awal
Output ada/tidaknya dan MLA
potensi fraud adanya
pelanggaran
fraud

SEGITIGA AKUNTANSI FORENSIK


Dalam pembahasan di atas kita melihat beberapa model akuntansi forensik, mulai
dari yang sederhana sampai yang paling rumit.
Cara lain meliat akuntansi forensik adalah dengan menggunakan apa yang
penulis istilahkan sebagai Segitiga Akuntansi Forensik. Segitiga ini disajikan
dalam Bagan 1.8.
Bagan 1.8
Diagram Akuntansi Forensik
Perbuatan Melawan Hukum

Kerugian Hubungan
Kausalitas

Konsep yang digunakan dalam Segitiga Akuntansi Forensik ini adalah


konsep hukum yang paling penting dalam menetapkan ada atau tidaknya kerugian,
dan kalau ada bagaimana konsep perhitungannya.
Di sektor publik maupun privat, akuntansi forensik berurusan dengan
kerugian. Di sektor publik ada kerugian Negara dan kerugian keuangan Negara.
Di sektor privat juga ada kerugian yang timbul karena cidera janji dalam suatu
perikatan. Kerugian adalah titik pertama dalam Segitiga Akuntansi Forensik.
Landasannya adalah Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang berbunyi:

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada


orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannyan untuk menggantikan kerugian tersebut.

Titik kedua dalam Segitiga Akuntansi Forensik adalah perbuatan melawan


hukum. Tanpa perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk
mengantikan kerugian. Itulah sebabnya dalam berbagai bencana yang jelas-jelas
ada kerugian bagi para korban, seperti dalam hal kasus lumpur Lapindo,
pertanyaannya yaitu: apakah ada perbuatan melawan hukum?
Dalam kasus besar seperti Lapindo, jawaban atas pertanyaan: adakah
perbuatan melawan hukum? tidak hanya bersifat teknis. Hal ini dapat dilihat
dalam tulisan Anton Novenanto. Sebagian tulisannya disajikan dalam Kotak 1.6
(lihat khususnya dua alinea terakhir).
Kotak 1.6
Kasus Lumpur Lapindo
Lemahnya Posisi Tawar Negara

Penyelesaian Masalah
Lepas dari kenyataan ini, penyebab utama ketidakjelasan penyelesaian
masalah kasus Lapindo ini adalah masih belum jelas penyebab semburan
lumpur. Davies et al. (2008) mengatakan, gempa Yogyakarta (26/5/2006)
tidak bisa memicu semburan karena jarak yang jauh, serta telah terjadi gempa-
gempa lain disekitar wilayah Sidoarjo, tetapi tidak menyebabkan semburan.
Namun, Davies juga tidak bisa mengatakan bahwa luapan lumpur adalah 100
persen murni akibat kesalahan pengeboran.
Ketidakjelasan penyebab semburan ini berdampak pada siapa yang
harus bertanggung jawab atas kasus ini? Apakah pemerintah pusat, jika ini
adalah bencana alam? Ataukah Lapindo, jika ini adalah bencana teknologi?
Sulit untuk menelusuri terjadinya luapan lumpur itu karena semua
bukti sudah terbenam lumpur. Akan tetapi, penanganan bencana yang terjadi
akibat luapan lumpur itu tidak bisa hanya menunggu kepastian status hukum
itu. Pembayaran ganti rugi adalah salah satu dari sekian banyak problem yang
muncul akibat luapan lumpur tersebut. Salah satunya adalah tentang
pembangunan kembali (relokasi) infrastruktur transportasi utama di Jawa
Timur, yang adalah jalur penguubung utama Pelabuhan Tanjung Perak,
Surabaya, dengan wilayah-wilayah industry di sekitarnya. Tak bisa dipungkiri,
Pelabuhan Surabaya adalah pintu keluar, sekaligus pintu masuk barang dan
jasa tidak hanya bagi wilayah-wilayah tersebut, tetapi juga Indonesia bagian
timur (Dick, 2005)
Pada kasus Lapindo, posisi Negara selalu buram. Sikap permisif yang
diberikan Negara pada Lapindo, yang selalu mengingkari regulasi penanganan
dampak lumpur di Sidoarjo menunjukkan lemahnya posisi tawar Negara atas
korporat. Negara tak berkutik pada apa yang diinginkan korporat. Sering kali
Negara diharuskan mendukung dan memenuhi kebutuhan korporat, sekalipun
harus mengorbankan rakyat. Namun, ketika korporat merugi, rakyatlah yang
harus menanggung beban kerugian itu.
Kini, kerugian yang dialami korporat (Lapindo) akibat krisis keuangan
sedang ditanggung oleh korban lumpur. Dengan menunggak pembayaran,
Lapindo tengah menumpuk utang (tanpa bunga) pada para korban lumpur.
Oleh karena itu, yang dibutuhkan korban lumpur saat ini adalah ketegasan dari
Negara sebagai institusi yang menjamin hak-hak warga negaranya. Oleh
karena itu, jika Negara tak bisa lagi menjamin itu, kepada siapakah korban
harus berlindung?

Sumber: Anton Novenanto, Negara Kalah dalam Kasus Lapindo, Kompas,


8 Mei 2009
Titik ketiga dalam Segitiga Akuntansi Forensik adalah adanya keterkaitan
antara kerugian dan perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas
antara kerugian dan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas (antara perbuatan
melawan hukum dan kerugian) adalah ranahnya para ahli dan praktisi hukum.
Perhitungan besarnya kerugian adalah ranahnya para akuntan forensik. Dalam
mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk menetapkan adanya hubungan
kausalitas, akuntan forensik dapat membatu ahli dan praktis hukum.
Seperti diagram-diagram akuntansi forensik diatas, Segitiga Akuntansi
Forensik merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum, akuntansi, dan
auditing.

FOSA DAN COSA


Dalam Bagan 1.4 sampai 1.7 di atas, kita melihat fraud audit terdiri atas dua
komponen. Komponen pertama, proactive fraud audit (fraud audit yang proaktif),
yang berada diluar paying akuntansi forensik. Sedangkan komponen kedua,
investigative audit ( audit investigatif), merupakan bagian dari akuntansi forensik.
Bagian ini membahas komponen pertama dari fraud audit, yakni fraud
audit yang proaktif. Berbagai istilah dipakai untuk fraud audit yang proaktif. Ada
yang menggunakan kajian sistem, karena dalam fraud audit ini dilakukan kajian
sistem yang bertujuan mengidentifikasikan potensi-potensi atau risiko terjadinya
fraud.
Dalam teknologi informasi, kajian atas sistem untuk mengetahui
kelemahan dalam sistem itu disebut systems audit. Penulis menggunakan istilah
ini juga, dengan penjelasan mengenai orientasi atau tujuannya, yakni
mengidentifikasikan risiko terjadinya fraud. Penulis mengusulkan istilah fraud
oriented systems audit (FOSA).
Istilah fraud dalam FOSA digunakan dalam arti seluas-luasnya; seperti
yang digunakan the Association of Certified Fraud Examiners dalam fraud tree-
nya (lihat Bab 6). Kalau fokus dalam kajian ini adalah korupsi (seperti yang
dilakukan KPK), penulis mengusulkan istilah corruption-oriented systems audit
(COSA). Untuk kajian sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi
fraud secara umum, kita dapat menggunakan istilah FOSA. Untuk kajian sistem
yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi korupsi secara spesifik, kita dapat
menggunakan istilah COSA.
FOSA dapat dilakukan oleh organisasi itu sendiri. Pada perusahaan
swasta, FOSA dikerjakan oleh auditor internal, auditor internal dan bagian hukum
atau unit di bawah direktur kepatuhan, atau unit lainyya yang ditunjuk komite
audit. Kalau organisasi tersebut tidak mempunyai keahlian yang diperlukan, ia
dapat meminta jasa kantor akuntan publik yang memberikan jasa khusus untuk
itu.
Hal serupa dapat dilakukan departemen atau kementrian. Bank Indonesia,
BUMN, BUMD, yayasan dan lembaga-lembaga sektor publik yang lain. KPK
melakukan kajian semacam FOSA dan fokus kepada potensi korupsi (lihat Kotak
1.7)

Kotak 1.7
Kajian Sistem
Oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Dari situs Web KPK dan pemberitaan di media massa, dapat dilihat salah satu
tugas KPK menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK,
yakni memonitor penyelenggaraan pemerintahan Negara (Pasal 6 huruf e).
KPK melakukan kajian terhadap sistem di berbagai lembaga,
diantaranya kajian atas sistem pelayanan pertanahan di Badan Pertanahan
Nasional, perizinan investasi di BKPM, pelayanan keimigrasian, administrasi
impor di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pelayanan perpajakan di
Direktorat Jenderal Pajak, pengelolaan di Kantor Pelayanan dan
Perbendaharaan Negara, pelayanan di dan implementasi e-announcement
terhadap kontrak-kontrak badan rehabilitasi dan rekonstruksi Nangroe Aceh
Darussalam dan Nias (pasca-tsunami Desember 2004).
Hasil kajian di beberapa lembaga dibawah Departemen Keuangan yang
diliput oleh media massa disajikan di bawah.

Kajian di Direktorat Jenderal Pajak


Dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi dan untuk meningkatkan
efektivitas serta efisiensi pelayanan perpajakan, KPK melakukan kajian
terhadap sistem pelayanan perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP),
khususnya terhadap program delapan layanan unggulan DJP .
Kajian tersebut dilakukan sejak 23 Januari 2008 hingga 11 Juli 2008.
Hasil kajian diserahkan KPK kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani pada
tanggal 20 Agustus 2008.
KPK melakukan kejian lapangan di 23 lokasi, yaitu: Kantor Pusat DJP,
enam kantor wilayah DJP,dan 16 Kantor Pelayanan Pajak(KPP). Selain itu,
KPK juga melakukan kajian literature dan observasi singkat di sejumlah KPP.

Temuan-temuan pokok sebagai berikut.


1. Masih terdapat dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam proses
pelayanan pajak.
2. Lemahnya fungsi pengawasan
3. Belum diimplementasikannya pelayan prima secara penuh
4. Tidak adanya batasan besaran lebih bayar pajak yang permohonan
restitusinya harus melalui pemeriksaan.
5. Sistem informasi perpajakan yang beragam dan tidak terintegrasi.
6. Manajemen sumber daya manusia yang belum baik.
a. Dasar penempatan pegawai baru tidak jelas dan tidak transparan
b. Sistem mutasi dan promosi tidak transparan
c. Kurangnya pegawai yang berkualitas
d. Alokasi SDM kurang mempertimbangkan beban kerja tiap KPP dan
kualitas pegawai.
7. Jauhnya lokasi KPP dari wilayah kerjanya
8. Penyebaran aktiva tetap (sarana teknologi informasi dan kendaraan dinas)
dari kantor pusat DJP ke kantor wilayah DJP dan KPP, kurang sesuai dengan
kebutuhan.
9. Peraturan perpajakan yang kurang mendukung pelaksanaan pelayanan.
10. Kebijaka dan peraturan internal yang kurang mempertimbangkan kondisi
di lapangan.
11. Kurang baiknya pengadministrasian aktiva tetap.

Kajian Sistem pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai


Pungutan liar di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Priok mencapai Rp
13,7 miliar per bulan. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Anwar Suprijadi
mengatakan angka itu terungkap berdasarkan Laporan Hasil Kajian Sistem
Administrasi Impor pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kajian itu
dilakukan oleh Direktorat Monitor KPK.
KPK melakukan observasi di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
Tanjung Priok I,II dan III sejak 8 Januari sampai 8 Maret 2007. Mereka
menghitung pungutan siluman sebesar Rp 890 juta per bulan dan kolusi Rp
12,795 miliar.
Direktur Monitor KPK Roni Ihram Maulana mengatakan temuan itu diperoleh
dengan cara mengakui setiap proses pelayanan di Bea Cukai Tanjung Priok.
KPK mengamati setiap proses pemeriksaan barang, pengangkutan ke
kontainer, dan sebagainya. Dari titik-titik pengamanatan itu, KPK
mengidentifikasi jenis pungutan dan tindak kolusi yang dilakukan aparat Bea
dan Cukai terhadap pengguna jasa pelabuhan.
Menurut dia, pungutan-pungutan yang dilakukan jumlahnya Rp 2.000-
5.000. meski jumlahnya kecil pungutan dilakukan hampir di setiap titik
pelayanan. Ketika dijumlah, angkanya menjadi amat besar. Meski sudah
ditelusuri, KPK tidak menemukan ke mana uang pungutan itu bermuara.

Kajian Sistem Pengelolaan di KPPN


Dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi dan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan pada kantor perbendaharaan Negara, KPK melakukan
kajian terhadap sistem pengelolaan di Kantor Pelayanan dan Perbendaharaaan
Negara (KPPN).
Kajian tersebut dilakukan sejak 1 Februari 2008 hingga 16 Mei 2008.
Hasil kajian diserahkan KPK kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan
(Departemen Keuangan), Herry Purnomo pada tanggal 27 November 2008.
KPK melakukan kajian lapangan di 33 KPPN di wilayah NAD, Jawa
Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur. Berdasarkan kajian tersebut,diperoleh
temuan:
1. Masih terdapat beberapa kelemahan sistem yang menimbulkan potensi
tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang yang
menyebabkan kerugian keuangan Negara, pemerasan, pemberi suap,
dan pemberian gratifikasi.
2. Beberapa kelemahan sistem pada aspek tata laksana, kelembagaan, dan
manajemen sumber daya manusia.

Catatan:
1. Ada perubahan dalam pelaksana kajian sistem. Pada awalnya, kajian
sistem dilakukan oleh Direktorat Monitor KPK; sekarang oleh Direktorat
Litbang KPK.
2. Dalam kajian sistem, KPK merekomendasikan perbaikan yang secara
umum meliputi: peningkatan komitmen oleh pimpinan lembaga;
pembenahan sistem (reformasi birokrasi) yang meliputi manajemen
sumber daya manusia, business process dan infrastruktur, serta anggaran;
dan peningkatan pengawasan serta penindakan (law enforcement).
3. Sebagai tindak lanjut atas hasil kajian sistem, lembaga yang sistemnya
dikaji menyusun rencana tindak (action plan) untuk mengimplemetasikan
rekomendasi perbaikan sistem yang disampaikan KPK. Action plan
tersebut akan digunakan KPK sebagai dasar untuk memantau
implementasi rekomendasi perbaikan sistem.

SISTEMATIKA FOSA ATAU COSA


Langkah-langkah pelaksanaan FOSA atau COSA disajikan pada Bagian 1.9.
Penjelasan Bagan 1.9 berikut menggunakan contoh-contoh dari sektor
publik.
Bagan 1.9
Sistematika FOSA

Menilai Adanya Potensi atau Risiko Fraud


Peralatan FOSA
Pahami entitas dengan baik, manfaatkan analisis historis
Segitiga fraud (fraud triangle)
Wawancara, bukan interogasi
Kuesioner, ditindaklanjuti dengan substansiasi
Observasi lapangan
Sampling dan timing
Titik lemah dalam sistem pengadaan barang dan jasa
Profiling
Analisis data (data analytics)
Risiko atau Potensi Fraud
Kelemahan sistem dan kepatuhan
Benalu rent seekers dan lain-lain
Sumber
Entitas yang bersangkutan dan seluruh strukturnya
Pressure groups (Media, LSM)
Whistleblowers (Pegawai, Supplier)
Masyarakat
Analisis Historis
Kajian KPK (Survei Integritas, FOSA entitas lain)
Perkara pengadilan maupun kasus yang ditutup
Kajian tentang persepsi korupsi

Menganalisis Potensi atau Risiko Fraud


Kesimpulan sementara
Umpan balik dari entitas
Analisis kesenjangan

Menilai Risiko atau Potensi Fraud

Bagan 1.9 terdiri atas tiga kotak yang menggambarkan tiga langkah dalam
FOSA, yakni:
1. Kotak 1- menilai adanya potensi atau risiko fraud
2. Kotak 2- menganalisis potensi atau risiko fraud
3. Kotak 3- menilai risiko atau potensi fraud
Langkah pertama adalah mengumpulkan materi untuk menilai adanya
potensi atau risiko fraud dalam sistem entitias yang dikaji. Dalam langkah ini ada
berbagai peralatan FOSA yang dapat dipergunakan, antara lain berikut ini.
1. Memahami entitas dengan baik. Dalam buku teks auditing bahasa Inggris,
konsep ini dikenal sebagai understanding clients business and industry.
Secara umum, suatu lembaga mempunyai kekuasaan atau kekuatantertentu.
Kekuasaan atau kekuatan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak akan
korup secara mutlak (ungkapan Lord Acton, power corrupts, and absolute power
corrupts absolutely). Kasus-kasus korupsi yang melibatkan oknum anggota
DPR menunjukkan perdagangan wewenang dalam bidang legislasi, pengawasan
anggaran, fit and proper test, dan lain-lain. Kasus korupsi di kalangan oknum
penegak hukum mencerminkan perdagangan kasus. Kasus-kasus perbankan
mencerminkan kekuasaan bank Indonesia atas bermacam-macam izin dan
persetujuan Bank Indonesia, termasuk kekuasaan dalam bidang pengawasan.
Pelaksana FOSA atau COSA bukan saja harus menginventarisasi kekuasaan dan
wewenang yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan, tetapi kekuasaan
yang sengaja direkayasa oleh lembaga atau oknum di lembaga tersebut (lihat
Lampiran B bab ini, khususnya bagian mengenai Kebiasaan di Polri).
Kemudian ada lembaga Negara yang berurusan dengan penerimaan
Negara seperti perpajakan, bea dan cukai, penerimaan dari sektor pertambangan,
sampai penerimaan Negara bukan pajak atau pungutan lainnya (PNBP). Potensi
korupsinya terlihat dari kajian sistem oleh KPK di Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen
Pajak, dan KPPN (lihat Kotak 1.7). kasus tindak pidana korupsi atas Duta Besar
dan karyawan kedutaan mengenai penetapan besarnya biaya pengurusan visa,
merupakan contoh lain. Hal yang belum terungkap adalah penerimaan dari
perdagangan senjata.
Suatu lembaga Negara mempunyai anggaran belanja. Anggaran belanja,
khusunya belanja barang dan jasa merupakan sasaran empuk untuk korupsi, baik
yang berbentuk suap maupun pemerasan.
Lembaga Negara yang mempunyai anggaran yang besar untuk belanja
modal dari luar negeri punya kecenderungan atau berisiko melanggar ketentuan
perundangan di bidang tindak pidana korupsi dalam maupun luar negeri (lihat
pembahasan tentang U.S. Foreign Corrupt Practices Act di Bab 27).
Kemudian ada adepartemen atau lembaga yang menerima subsidi besar,
seperti subsidi BBM. Ketika harga BBM di pasar dunia naik, terjadi disparitas
harga yang besar antara harga BBM di pasar bebas dan harga BBM yang
disubsidi. Disparitas harga ini merupakan insentif yang besar untuk menjual BBM
bersubsidi melalui penyelundupan ke daerah perbatasan dengan Negara tetangga
tertentu.
Kekhasan entitas membawa pola korupsi yang khas pula. Tidak jarang
pola atau potensi korupsi berlangsung sejak bebrapa pemerintahan yang lalu
sampai sekarang. Potensi korupsi ini terjadi karena struktur dan prosesnya
memang dirancang untuk para rent seekers.
2. Segitiga fraud (fraud triangle). Konsep ini dibahas dalam Bab 6.
3. Wawancara, bukan interogasi. Wawancara dan interogasi dibahas dalam Bab
19.
4. Kuesioner, ditindaklanjuti dengan substansiasi. Tidak jarang entitas meminta
pelaksanaan FOSA dilakukan melalui kuesioner atau pelaksana FOSA
memandang perlu menggunakan kuesioner. Sesudah entitas mengembalikan
kuesioner yang diisinya, pelaksana FOSA wajib memastikan bahwa jawaban
atas kuesioner tersebut memang benar. Proses mengecek kebenaran jawaban
kuesioner ini disebut substansiasi (substantiation).
5. Observasi lapangan. Wawancara dan kuesioner merupakan peralatan
pengumpulan materi yang penting. Namun, tidak kalah pentingnya apabila
pelaksana FOSA bisa menyaksikan sendiri apa yang terjadi di lapangan.
Dengan melakukan observasi di lapangan, pelaksana bisa melihat bagaimana
entitas memberikan pelayanan kepada publik, apakah suap terjadi dalam
pemberian pelayanan ini, apakah ada prosedur tambahan (yang tidak ada dalam
Buku Petunjuk atau jawaban kuesioner), dan seterusnya.
6. Sampling dan timing. Kedatangan pelaksana FOSA di lapangan sangat boleh
jadi sudah ditunggu-tunggu oleh entittas. Entittas dapat mengatur apa yang
boleh ada di lapangan, siapa yang boleh hadir, dan lain-lain. Unsur pendadakan
(surprise element) sering kali merupakan kunci sukses pelaksanaan FOSA.
Sampling dan timing dapat membantu.
7. Titik lemah dalam sistem pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan
jasa sering kali merupakan kegiatan yang paling banyak menghabiskan
anggaran di sektor publik. Oleh karena itu, melihat titik-titik lemah dalam
proses ini sangatlah penting. Bab 17 membahas hal ini.
8. Profiling. Lihat Bab 10.
9. Analisis data (data analytics). Lihat berbagai teknik computer forensics di bab
18.

Potensi atau risiko fraud dalam sistem dari entittas yang bersangkutan
dapat dilihat pada:
1. Kelemahan sistem dan kepatuhan. Istilah yang dipakai untuk sistem bisa
bermacam-macam. Ada yang menggunakan istilah sistem pengendalian
intern (internal control systems); ada yang melihat dari segi yang lebih
luas, termasuk budaya perusahaan dan pemaksaannya (enforcement) dan
menyebutkan lingkup pengendalian intern (internal control environment).
Bahkan ada yang menggunakan istilah yang lebih canggih, yakni
governance.
Pelaksana FOSA berupaya melihat kelemahan dalam sistem atau lingkup
pengendalian intern atau kelemahan dalam governance yang membuka
peluang atau dilihat sebagai peluang (perceived opportunity) untuk
melakukan fraud. Perceived opportunity ini merupakan satu dari tiga sisi
dalam fraud triangle.
Sistemnya secara teoritis bisa kuat, namun kalau terjadi banyak
ketidakpatuhan tanpa pelaksanaan sanksi, ini pun merupakan perceived
opportunity dalam pandangan calon pelaku fraud. Data historis seperti
laporan audit internal maupun eksternal yang menemukan indikasi fraud
tanpa ada tindak lanjut dari pimpinan, merupakan petunjuk tentang budaya
yang lemah dari entitas tersebut.
2. Entitas sering kali menyajikan pihak-pihak yang disebut stakeholders
(pemangku kepentingan). Tidak jarang, yang disebut oleh entittas sebagai
pemangku kepentingan, sebenarnya adalah benalu untuk entitas itu. Dalam
ilmu ekonomi, mereka dikenal sebagai rent seekers. Mereka mungkin
pemasok barang dan jasa satu-satunya dalam jenis barang atau jasa yang
diperlukan entitas itu.
Itulah sebabnya kita perlu mengetahui titik-titik lemah dalam setiap
pengadaan barang dan jasa entititas yang bersangkutan. Dari observasi dan
bertanya (inquiry), pelaksana FOSA bisa mengetahui siapa saja pemasok
ini dan beberapa lama mereka berkiprah di entitas itu. Daftar ini sering
kali serupa dengan daftar sponsor dari berbagai kegiatan social dan
keagamaan yang dilakukan entitas. Kesamaan ini bisa merupakan petunjuk
tentang rent seekers.
Bentuk lain dari para benalu ini adalah para calo di lembaga-
lembaga penegak hukum. Bisnis mereka adalah memeprdagangkan
perkara-perkara dengan imbala yang besar bagi penegak hukum. Dalam
tahun 2008 pengadilan tipikor berhasil mengungkapkan dan menghukum
pelaku praktik ini, baik oknum jaksa maupun penyusup yang merupakan
pebisnis swasta. Rekaman percakapan Anggodo Widjojo dengan berbagai
pihak yang disiarkan secara terbuka pada tanggal 3 November 2009,
mengidikasikan para makelar kasus di lembaga-lembaga penegakan
hukum.

Kemampuan melakukan profiling akan membantu mengidentifikasi benalu-


benalu ini. Di Lampiran C bab ini disajikan analisis psikologi dari percakapan
telepon Artalyta Suryani dengan Jaksa Urip Tri Gunawan (atau percakapan antara
Anggodo dengan petinggi Polri dan Kejaksaan). Meskipun dalam COSA kita
belum mempunyai bukti percakapan telepon seperti ini, namun analisis
psikologinya sangat relevan. Dalam komunikasi antara pemberi dan penerima
tugas terlihat ketidaksetaraan ini.
Hal yang harus diwaspadai adalah apakah jenis hubungan keuangan
antara penyelenggara Negara (petugas) dengan pihak swasta. Apakah pihak
swasta menyuap penyelenggara Negara? Atau, penyelenggara Negara memeras
pihak swasta? Dalam fraud tree, yang pertama (penyuapan) disebut bribery,
sedangkan yang kedua (pemerasan), extortion.
Dari mana pelaksana FOSA mendapatkan informasinya? Ada beberapa
sumber informasi, seperti:
1. Entitas yang bersangkutan seharusnya merupakan sumber penting.
Sekalipun informasi ini cenderung bersifat normative dengan merujuk ke
peraturan perundang-undangan dan peratran internal entitas, yang belum
tentu ditaati. Mungkin, peraturan perundang-undangan dan peraturan
internal yang disebutkan entitas tersebut, sudah tidak berlaku. Ini
merupakan petunjuk penting tentang lemahnya sistem entitas tersebut.
Entitas yang dikaji mungkin suatu Direktorat Jenderal. Informasi
dari entitas yang bersangkutan bisa meliputi selururh struktur atau
hierarkinya, atau sebagian saja.
Dalam setiap organisasi ada organisasi informal yang
tersembunyi (hidden informal organization) dan pemimpin informal
(informal leaders) yang berpotensi menjadi seumber informasi penting.
2. Pressure groups atau grup penekan seperti media dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) merupakan sumber informasi penting. Media cetak
maupun elektronik sering kali menyajikan pelaporan investigatif
(investigatif reporting) yang tajam dan terpercaya.
3. Whistleblowers merupakan sumber yang memberikan warna lain dalam
pengumpulan materi untuk mengidentifikasikan potensi dan risiko fraud.
Tidak selamanya whistle-blowers ini mempunyai niat baik. Mereka
mungkin anggota barisan sakit hati dalam entitas tersebut. Mereka bisa
terdiri atas pensiunan penyelenggaraan negara, pejabat atau pegawai yang
dikorbankan untuk memenuhi ketentuan formal tender, dan sebagainya.
4. Masyarakat sering kali berani melaporkan ketidakberesan dalam suatu
entitas, apalgi kalau mereka merupakan pihak yang menerima pelayanan
tidak baik dari entitas itu.
5. Google atau search engine lainnya. Banyak informasi di Google
mengandung unsur kejutan (surprise). Contoh: pejabat atau
penyelenggara Negara yang sudah atau akan menduduki jabatan penting
pada saat ini. Ia mungkin mempunyai masa lalu yang sudah dilupakan atau
terlupakan orang banyak, misalnya sebagai koruptor, atau pejabat
kejaksaan yang sering memberikan SP3, atau hakim yang memberikan
vonis bebas kepada koruptor kakap, dan lain-lain. Pemberitaan di masa
lalu meninggalkan jejak di Google atau search engine lainnya.

Juga ada organisasi yang menjual informasi mengenai apa yang dikenal
sebagai politically exposed persons. Politically exposed persons ini dapat
merugikan bahkan menghancurkan lembaga Negara.
Pelaksana FOSA bisa dan seharusnya memanfaatkan data historis yang
member petunjuk tentang titik-titik rawan fraud di entitas tersebut.
1. Di sektor publik, misalnya, ada kajian-kajian seperti survey integritas
(lihat Bab 2) atau COSA yang dilakukan KPK di berbagai entitas atau
lembaga.
2. Mungkin di masa lalu sudah ada perkara pengadilan, atau kasus yang
masih berjalan, atau kasus yang ditutup atau di SP3-kan karena
berbagai alasan.
3. Kajian tentang persepsi korupsi (lihat Bab 2)
4. Bank Dunia (World Bank) mendokumentasikan praktik-praktik korupsi
di berbagai Negara, termasuk Indonesia. Beberapa bagian dari terbitan
tersebut (The Many Faces of Corruption) memberikan petunjuk
mengenai praktik-praktik korupsi di sektor publik yang merupakan
referensi historis (kalau kasus itu terjadi di Indonesia) atau referensi
pembanding (kalau kasus itu terjadi di negara lain). A custom risk map
(peta risiko Bea dan Cukai) merupakan contoh dari referensi
pembanding.
Langkah kedua dalam FOSA adalah menganalisis dan menyimpulkan
berbagai informasi yang diperoleh dalam langkah pertama. Pelaksana FOSA
menggabungkan berbagai analisis tentang potensi atau risiko fraud yang satu
sama lain mungkin tidak sejalan, dan ada kesenjangan. Pelaksana FOSA
melakukan analisis kesenjangan untuk mengetahui mengapa satu analisis berbeda
dari analisis yang lain, termasuk tanggapan yang diberikan entitas terhadap
kesimpulan sementara.
Analisis dalam langkah kedua, dan khususnya analisis kesenjangan,
mendorong terjadinya proses check dan recheck pada akhir langkah kedua. Hal ini
terlihat dari lingkaran umpan balik (feedback loop).
Baru sesudah Pelaksana FOSA puas dengan gabungan dari berbagai analisis
itu, ia memberikan kesimpulan atau penilaian mengenai risiko atau potensi fraud
(assessment of potential fraud or risk of fraud). Kesimpulan mengenai potensi
risiko dalam langkah ketiga lazimnya diikuti dengan rekomendasi seperti terlihat
dalam kajian sistem oleh KPK. (Kotak 1.7).

PENUTUP
Akuntansi forensik pada dasarnya menangani fraud. Tindak pidana korupsi,
seperti akan dibahas dalam bab ini, adalah salah satu contoh dari sekian banyak
bentuk fraud atau white-collar crime (kejahatan kerah putih). Bagaimana profil
dari pelaku fraud ini? Ada yang menggambarkan mereka sebagai serakah, licik
dan lihai (cerdik dalam konotasu yang jelek).
Di Amerika Serikat, pelaku fraud ini dimanfaatkan untuk mendeteksi
fraud lainnya dan menangkap pelakunya. Pelaku fraud yang cerdik, dimanfaatkan
Negara.
Barry Minkow adalah pendiri, pemegang saham utama dan CEO dari
ZZZZ Best (perusahaan pembersih karpet). Bulan maret 1989 dalam usia 23
tahun, Barry Minkow dengan penuh penyesalan mengakui telah melakukan fraud.
Dengan marah, hakim Dickran Tevrizian menghukumnya 25 tahun penjara
ditambah dengan uang pengganti $26 juta. Anda berbahaya, kata hakim. Anda
tidak punya nurani. Bulan November 2005, Barry Minkow berdiri di depan
mantan-mantan penegak hukum dari Securities and Exchange Commission yang
berkumpul di Philadelphia untuk mendengarkan ceramahnya tentang kejahatan
keuangan.
Barry Minkow mendirikan Fraud Discovery Institute yang membantu FBI,
penegak hukum dan perusahaan-perusahaan untuk mengungkapkan fraud. Melalui
kegiatan penyamaran (sting operation) FBI, Barry Minkow berpura-pura akan
menanam $2 juta dan berhasil mengungkapkan kecurangan tingkat global yang
dilakukan seorang Selandia Baru bernama Derek Turner.
Ada juga pemanfaatan kecerdikan penjahat oleh FBI, yang kisahnya
diangkat ke layar putih dengan judul Catch Me if You Can. Film ini mengisahkan
Frank Abagnale Jr. yang berhasil mengelabui FBI dengan mengganti identitasnya.
Keahliannya dalam memalsukan uang dan surat-surat berharga dimanfaatkan FBI
untuk menangkap penjahat lain (dalam film ini Leonardo dicaprio memainkan
peran Frank Abagnale Jr. dan Tom Hanks sebagai agen FBI).
Apakah kita mau memanfaatkan keahlian para koruptor? Kecerdikan
Adrian Waworuntu, misalnya, bisa dimanfaatkan Bank Indonesia atau Otoritas
Jasa Keuangan untuk mengantisipasi dan melacak kejahatan perbankan.
Contoh konkret di mana Negara memanfaatkan pelaku fraud sudah ada.
Terakhir, dalam kasus Vincentius Amin Sutanto, mantan Financial Controller
Asian Agri Group. Ia membobol uang Asian Agri Abadi Oil & Fats Ltd. Di
Fortis Bank, Singapura sebesar US$3,1 juta (sekitar Rp 28 miliar). Perbuatannya
terbongkar ketika ia baru mencairkan sebagian kecil uang tersebut, yakni sebesar
Rp 200 juta.
Perbuatan Vincentius Amin Sutanto diadukan Asian Agri ke kepolisian. Ia
melarikan diri ke singapura, dan polisi memasukkan namanya ke dalam daftar
pencarian orang (DPO). Tidak lama kemudian ia menyerahkan diri ke Polda
Metro Jaya. Ia meminta ampun kepada Sukanto Tanoto, permintaannya ditolak.
Asian Agri Group dimiliki oleh pengusaha Sukanto Tanoto.
Vincentius Amin Sutanto mengadukan dugaan manipulasi pajak Asian
Agri ke KPK. Penyelidikan gabungan Direktorat Jenderal Pajak dan KPK
terhadap 14 unit usaha Asian Agri, menunjukkan indikasi kuat terjadinya
menipulasi isi Surat Pemberitahuan Tahunan pajak sepanjang 2002-2005 lewat
berbagai modus. Negara diduga kehilangan penerimaan Pajak Penghasilan sekitar
Rp 1,3 triliun.
Tanggal 9 Agustus 2007, Vincentius Amin Sutanto divonis 11 tahun
penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Vincentius Amin Sutanto dan dua
rekannya terbukti melakukan pencucian uang (money laundering) dan
memalsukan dokumen untuk pencucian uang tersebut. Kedua rekannya, Hendri
Susilo dan Agustinus Ferry Sutanto, masing-masing divonis 8 tahun.
Hukuman tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum
Supardi B.P. Marbun selama 10-12 tahun. Vincentius terbukti melakukan
pencucian uang USD3,1 juta (sekitar Rp 28 miliar) milik Asian Agri.
Permohonan bandingnya ditolak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 2
November 2007. Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasinya. Kepala
Biro Humas MA Nurhadi menyatakan, putusan majelis hakim agung yang
diketuai Djoko Sarwoko itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
dan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menghukum Vincentius Amin Sutanto 11
tahun penjara. Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang dan pemalsuan surat, dan
menghukum terdakwa penjara selama 11 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 1
tahun kurungan, kata Nurhadi mengutip putusan majelis hakim tanggal 26 Maret
2008.
Ketua Indonesia Court Monitoring, Denny Indrajana menyatakan mestinya
Vincentius Amin Sutanto dilindungi. Bagaimanapun, dia membantu
membongkar kasus pajak, katanya. Perlindungan bagi Vincent, menurut Denny,
bisa berupa pengurangan hukuman sampai pembebasan. Denny menambahkan,
Untuk kasus-kasus berskala besar seperti ini sering kali penyidik menemui
kesulitan jika tidak dibantu informasi orang dalam.
Majalah Tempo (edisi 19 April 2009) menyajikan jejak kasus manipulasi
pajak Asian Agri sejak Vincentius Amin Sutanto menyerahkan datanya ke KPK
(Desember 2006) sampai saat Kejaksaan Agung, Departemen Keuangan, dan
Direktorat Jenderal Pajak melakukan gelar perkara (April 2009). Perjalanan waktu
yang sangat panjang ini baru sampai tahap gelar perkara.

CATATAN KAKI
1. Tulisan D. Larry Crumbley ini diambil dari home page: Journal of
Forensic Accounting.
2. Abdul Rahman Saleh, Bukan Kampung Maling Bukan Desa Ustadz, hlm.
228.
3. Theodorus M. Tuanakotta, Menghitung Kerugian Keuangan Negara
dalam Tindak Pidana Korupsi, lihat Bab 8 dan Aneks 2.
4. Lihat dokumen Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
mengenai Auditor Forensik dan pembahasannya tanggal 22 Desember
2008 di Jakarta.
5. Kompas, 25 Februari 2006.
6. Laporan Pricewaterhouse Coopers, Report to the Audit Board of the
Republic of Indonesia in relation to a Special Investigation of the
circumstance surrounding the dealings by PT Bank Bali Tbk. (and others)
in funds obtained from the Indonesian Government Guarantee Scheme.
7. Figur 1.2 dan 1.3 merupakan bagian dari rekaman KPK dalam persidangan
Adrian Waworuntu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.
Amien Sunsryadi, Wakil Ketua KPK yang memperkenankan penulis
menggunakan video klip tersebut.
8. Theodorus M. Tuanakotta, Menghitung Kerugian Keuangan Negara
dalam Tindakan Pidana Korupsi, lihat Bab 1 dan 2.
9. Ibid., Bab 8.
10. Ibid., Bab 6.
11. Konsep hukum ini dibahas secara khusus dalam ibid., Bab 3. Para akuntan
forensik dapat menggunakan disertasi Dr. Rosa Agustina sebagai acuan.

Anda mungkin juga menyukai