Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH FREKUENSI PELAPISAN ULANG MINYAK KELAPA DAN

JENIS TELUR TERHADAP KUALITAS INTERNAL TELUR

Oleh

Hamdan Arfani1

ABSTRAK

Dalam rangka mempertahankan kualitas internal telur perlu dilakukan upaya pengawetan .
Salah satu upaya dimaksud adalah melapisi telur dengan minyak kelapa yang telah
dipanaskan. Pengawetan telur dengan cara melapiskan minyak kelapa sebanyak 1 kali pada
kerabang telur dapat memperpanjang masa simpan hingga 1 bulan. Namun, kerabang telur
yang dilapisi dengan minyak kelapa lebih dari 1 kali belum ada informasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi pelapisan ulang minyak kelapa
dan jenis telur tersebut dalam mempertahankan kualitas internal telur.

Telur yang digunakan sebanyak 72 butir, terdiri atas 24 butir telur ayam arab, 24 butir telur
ayam ras, dan 24 butir telur itik. Penelitian dilaksanakan mulai Juli 2002 hingga September
2002. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap pola faktorial dengan faktor
perlakuan (1) frekuensi pelapisan ulang minyak kelapa (0,1,2,3 kali); dan faktor (2) jenis telur
(telur ayam arab, telur ayam ras, dan telur itik). Data yang diperoleh diuji homogenitas dan
aditivitasnya kemudian dianalisis menggunakan Analisis Ragam pada taraf nyata 5% dan
atau 1%. Uji lanjut yang digunakan adalah Uji Jarak Berganda Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara frekuensi pelapisan ulang
minyak kelapa dan jenis telur terhadap kualitas internal telur (P0,01). Frekuensi pelapisan
ulang berpengaruh sangat nyata (P0,01) terhadap penurunan berat telur, namun tidak
berpengaruh nyata terhadap indeks putih telur, nilai haugh unit, dan indeks kuning telur
(P0,05). Penurunan berat telur dengan frekuensi pelapisan ulang minyak kelapa sebanyak 2
kali atau 3 kali nyata (P0,05) lebih kecil dari pada pelapisan ulang sebanyak 1 kali atau yang
tidak dilapisi ulang.

Jenis telur berpengaruh nyata (P0,05) terhadap indeks putih telur dan nilai haugh unit dan
berpengaruh sangat nyata (P0,01) terhadap penurunan berat telur dan indeks kuning telur.
Telur itik memiliki indeks putih telur dan penurunan berat yang nyata lebih besar (P0,05)
dari pada telur ayam arab dan telur ayam ras. Telur itik dan telur ayam ras tidak berbeda
nyata (P0,01) terhadap nilai haugh unit dan indeks kuning telur, yakni rata-rata sebesar
77,78 (kualitas AA) dan 0,34 serta berbeda nyata (P0,05) dengan telur ayam arab terhadap
nilai haugh unit dan indeks kuning telur tersebut, yakni 61,91 (kualitas B) dan 0,14.

PENGARUH JENIS KAPANG DAN LEVEL UREA PADA FERMENTASI ONGGOK


TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING, KECERNAAN BAHAN ORGANIK,
KADAR NH3, DAN KADAR VFA CAIRAN RUMEN SECARA IN VITRO

Oleh

Inayah Aini 1, M. Prayuwidayati 2, dan Liman 2.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi antara perlakuan jenis kapang
(Aspergillus oryzae, Aspergillus niger,dan Trichoderma viride ) dengan level urea (0; 1,5; 3;
4,5%) terhadap kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), kadar
VFA, dan kadar NH3 cairan rumen secara in vitro hasil fermentasi; mengetahui pengaruh
penggunaan jenis kapang (Aspergillus oryzae, Aspergillus niger,dan Trichoderma viride)
pada fermentasi onggok; mengetahui pengaruh level urea (0; 1,5; 3; 4,5%) terhadap KCBK,
KCBO, kadar VFA, dan kadar NH3 cairan rumen secara in vitro.

Perlakuan disusun secara faktorial 3 x 4 dalam RAL dengan tiga ulangan. Faktor pertama
adalah jenis kapang yaitu Aspergillus oryzae, Aspergillus niger, dan Trichoderma viride,
sedangkan faktor kedua adalah level urea yang terdiri atas 0; 1,5; 3 dan 4,5% bahan kering.
Data yang dihasilkan dianalisis dengan analisis ragam; apabila pengaruh perlakuan pada
suatu peubah nyata pada taraf 5% atau 1% maka analisis dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Terkecil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi (P3 dan Kadar VFA secara in vitro;
Kandungan KCBK dan KCBO onggok terfermentasi berpengaruh baik bila ditambahkan
level urea pada kapang Aspergillus oryzae sampai level 4,5%, kapang Trichoderma viride
sampai level 3% dan kapang Aspergillus niger sampai level 1,5%; Kandungan KCBK,
KCBO, dan NH3 tertinggi terdapat pada jenis kapang Aspergillus niger dan level urea 1,5%
dengan nilai masing-masing adalah 64,02%, 71,41% dan 10,25 mM, sedangkan kandungan
VFA tertinggi terdapat pada kapang Trichoderma viride dengan level urea 0% dengan nilai
sebesar 156,67 mM.

PENGARUH KLORINASI 150 ppm TERHADAP DAYA IKAT AIR, TEKSTUR DAN
BAU DAGING PADA LAMA SIMPAN POTONGAN KARKAS BROILER YANG
BERBEDA

Oleh

Emy Mariyanti 1, Rr. Riyanti 2, dan Dian Septinova 2.

ABSTRAK

Daging broiler merupakan bahan pangan yang mudah rusak, karena komposisi gizinya yang
tinggi serta adanya pencemaran permukaan pada daging oleh mikroorganisme perusak. Salah
satu perubahan yang terjadi yaitu perubahan fisik daging, yang meliputi daya ikat air, tekstur,
bau daging, dan warna daging. Salah satu bahan pengawet yang dapat digunakan adalah
klorin. Klorin merupakan pengawet yang aman bagi manusia, mudah didapat, murah, dan
memiliki sifat sanitizer, sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat dicegah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh klorinasi 150 ppm terhadap daya
ikat air, tekstur, dan bau daging pada lama simpan potongan karkas broiler yang berbeda,
serta mengetahui lama simpan yang efektif untuk potongan karkas broiler klorinasi 150 ppm,
dalam mempertahankan daya ikat air, tekstur, dan bau daging.

Penelitian ini dilaksanakan pada 45 April 2007, di Laboratorium Produksi dan Reproduksi
Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Perlakuan
yang diberikan adalah K0: lama simpan 0 jam; K1: lama simpan 4 jam; K2: lama simpan 8
jam; K3: lama simpan 12 jam. Data yang diperoleh dari penelitian ini ditransformasi
kemudian diuji normalitas, homogenitas dan aditivitas, analisis ragam pada taraf nyata 5 %
dan 1 %, kemudian dilanjutkan dengan uji polinomial orthogonal jika ada peubah yang nyata.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan lama simpan (0 jam, 4 jam, 8 jam, dan 12
jam) pada potongan karkas broiler yang diklorinasi 150 ppm memberikan pengaruh yang
sangat nyata (Pbroiler, serta klorinasi 150 ppm belum dapat mempertahankan daya ikat air,
tekstur, dan bau daging sampai dengan masa simpan 12 jam.
PENGARUH KLORINASI 150 ppm TERHADAP JUMLAH MIKROORGANISME
DAN pH DAGING KARKAS

BROILER PADA LAMA SIMPAN YANG BERBEDA

Oleh

Iskam Agung Muhlis1, Rr. Riyanti2, Khaira Nova2

ABSTRAK

Daging broiler merupakan salah satu bahan pangan yang kaya nutrisi. Bahan pangan yang
kaya nutrisi merupakan tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroorganime akan mengakibatkan pH dalam daging meningkat yang
menyebabkan busuknya daging broiler. Perendaman karkas broiler dengan menggunakan
klorin 150 ppm diharapkan dapat mengurangi jumlah mikroorganisme dan menurunkan pH
daging sehingga akan berakibat meningkatnya kualitas karkas broiler. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh klorinasi 150 ppm terhadap jumlah mikroorganisme
dan pH daging karkas broiler pada lama simpan yang berbeda.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5


ulangan, yaitu T0 : lama simpan 0 jam, T1 : lama simpan 4 jam, T2 : lama simpan 8 jam, T3 :
lama simpan 12 jam. Karkas broiler yang digunakan berjumlah 20 potong. Data yang
diperoleh terlebih dahulu dilakukan uji normalitas, aditivitas, dan homogenitas, lalu
dilakukan analisis ragam pada taraf nyata 5% dan 1%. Apabila analisis ragam berpengaruh
nyata pada satu peubah maka analisis dilanjutkan dengan uji Polinomial Ortogonal. Semua
pengujian dilakukan pada taraf nyata 5% dan 1%.

Penambahan klorin 150 ppm pada air rendaman karkas broiler selama 2 jam dengan lama
simpan hingga 12 jam pada suhu ruang berpengaruh sangat nyata (Pterhadap jumlah
mikroorganisme dengan persamaan = 5,6501 0,0183X + 0,0171X2. Demikian pula
pengaruh perlakuan terhadap pH karkas broiler berpengaruh sangat nyata (Pberpola kuadratik
dengan persamaan = 6,5360 0,0063X + 0,0036X2. Klorinasi 150 ppm belum mampu
menekan pertumbuhan jumlah mikroorganisme dan pH daging broiler pada batas normal
hingga 12 jam penyimpanan.

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI SABUT SAWIT TERAMONIASI DAN


LUMPUR SAWIT TERFERMENTASI TERHADAP KADAR NH 3, PRODUKSI VFA,
DAN POPULASI PROTOZOA RUMEN

KAMBING PERANAKAN ETTAWA


Oleh

Azhar Sineba1, Yusuf Widodo2, dan Liman2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi sabut sawit
teramoniasi dan lumpur sawit terfermentasi terhadap kadar NH3, produksi VFA, dan populasi
protozoa rumen kambing peranakan ettawa; (2) mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi
sabut sawit teramoniasi dan lumpur sawit terfermentasi terbaik terhadap kadar NH3, produksi
VFA, dan populasi protozoa rumen kambing peranakan ettawa.

Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian,


Universitas Lampung pada FebruariApril 2007, sedangkan analisis kimia dilakukan di
Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Produksi Ternak, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Bujur Sangkar
Latin (RBSL) 4 x 4 dengan 4 perlakuan yaitu R0 : Ransum basal (70% konsentrat + 30%
rumput lapang), R1 : 90% ransum basal + 10% pakan kombinasi (50% sabut sawit
teramoniasi + 50% lumpur sawit terfermentasi), R2 : 80% ransum basal + 20% pakan
kombinasi (50% sabut sawit teramoniasi + 50% lumpur sawit terfermentasi), R3 : 70%
ransum basal + 30% pakan kombinasi (50% sabut sawit teramoniasi + 50% lumpur sawit
terfermentasi), dan terdiri atas 4 ulangan. Data yang diperoleh pada penelitian dianalisis
ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1% kemudian dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan atau 1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penggunaan kombinasi sabut sawit teramoniasi dan
lumpur sawit terfermentasi berpengaruh sangat nyata (P3, produksi VFA, dan populasi
protozoa rumen kambing peranakan ettawa; (2) penggunaan 30% pakan kombinasi (50%
sabut sawit teramoniasi dan 50% lumpur sawit terfermentasi) merupakan pakan kombinasi
terbaik berdasarkan uji BNT terhadap kadar NH3, produksi VFA, dan populasi protozoa
rumen kambing peranakan ettawa.

PENGARUH PENGOLAHAN SECARA KIMIA, BIOLOGI, DAN KOMBINASI


SECARA KIMIA-BIOLOGI PADA JANGGEL JAGUNG TERHADAP KECERNAAN
DAN PARAMETER METABOLISME RUMEN SECARA IN VITRO

Oleh
Leviana 1, M. Prayuwidayati 2, dan Liman 2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh pengolahan janggel jagung secara
kimia, biologi dan kombinasi secara kimia-biologi terhadap kecernaan bahan kering (KCBK),
kecernaan bahan organik (KCBO), kadar volatile fatty acid (VFA) dan kadar amonia (NH3)
cairan rumen secara in vitro;(2) mengetahui perlakuan terbaik pada janggel jagung terhadap
KCBK, KCBO, kadar NH3 dan VFA cairan rumen secara in vitro.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 4
ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa P0 = Janggel jagung tanpa pengolahan; P1 =
Janggel jagung diamoniasi dengan Urea 3%; P2 = Janggel jagung diamoniasi dengan
amonium sulfat 3%; P3 = Janggel jagung difermentasi dengan Aspergillus niger; P4 =
Janggel jagung diamoniasi dengan Urea 3% dan difermentasi dengan Aspergillus niger; dan
P5 = Janggel jagung diamoniasi dengan amonium sulfat 3% dan difermentasi dengan
Aspergillus niger.

Data yang diperoleh pada penelitian ini diuji normalitas, additivitas, dan homogenitas yang
kemudian dilanjutkan dengan analisis ragam. Apabila analisis menunjukkan hasil yang nyata,
maka dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf nyata 1% atau 5% (Steel dan Torrie, 1991).

Hasil analisis ragam dan hasil uji BNT menunjukkan bahwa pengolahan janggel jagung
secara kimia-biologi berpengaruh sangat nyata (P3 tetapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05)
terhadap VFA. Perlakuan terbaik pada janggel jagung adalah kombinasi secara kimia-biologi.
Nilai KCBK pada P4 dan P5 yaitu 57,50% dan 58,45%, KCBO yaitu 67,46% dan 67,80%,
kadar NH3 yaitu 6,90mM dan 6,62mM, kadar VFA yaitu 112,50mM dan 110,00mM.

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT LAPANG DENGAN PUCUK TEBU


TERAMONIASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI VFA DAN KADAR
NH3 CAIRAN RUMEN SAPI BRAHMAN CROSS

Oleh

Joko Purnomo1, Yusuf Widodo2, dan liman2


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) pengaruh penggunaan pucuk tebu teramoniasi
dalam ransum terhadap produksi volatile fatty acid (VFA) dan kadar amonia (NH3) cairan
rumen sapi brahman cross; (2) level optimum dari tingkat penggunaan pucuk tebu
teramoniasi dalam ransum terhadap produksi volatile fatty acid (VFA) dan kadar amonia
(NH3) cairan rumen sapi brahman cross.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) 4 x 4 dengan 4 ekor
sapi brahman cross sebagai kolom, dan periode sebagai baris. Perlakuan terdiri atas R0 : 70%
konsentrat + 30% rumput lapang + 0% pucuk tebu teramoniasi; R1 : 70% konsentrat + 20%
rumput lapang + 10% pucuk tebu teramoniasi; R2 : 70% konsentrat + 10% rumput lapang +
20% pucuk tebu teramoniasi; dan R3 : 70% konsentrat + 0% rumput lapang + 30% pucuk
tebu teramoniasi. Ransum yang digunakan terdiri atas 30% kombinasi rumput lapang dengan
pucuk tebu teramoniasi dan 70% konsentrat yang tersusun dari dedak, onggok, bungkil
kelapa, tetes, urea, dan premix. Data yang diperoleh pada penelitian ini akan dianalisis ragam
pada taraf nyata 5% dan atau 1% yang sebelumnya diuji homogenitas, aditivitas, dan
normalitas. Apabila dari hasil analisis ragam terdapat peubah yang nyata atau sangat nyata,
dilanjutkan dengan uji Polinomial Orthogonal pada taraf nyata 5% dan atau 1% (Steel dan
Torrie, 1991).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) substitusi rumput lapang dengan pucuk tebu
teramoniasi berpengaruh nyata (P3 cairan rumen sapi brahman cross; (2) Produksi VFA
cairan rumen berpola kuadratik dengan persamaan = 110,438 + 1,794X 0,072X2 , dengan
R2 = 36,95 %, dan level optimum 12,46 %; kadar NH3 cairan rumen berpola kuadratik dengan
persamaan = 4,312 + 0,100X 0,004X2 , dengan R2 = 24,87 % dan level optimum 12,50 %.

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT LAPANG DENGAN PUCUK TEBU


TERAMONIASI DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN DAN
KECERNAAN SERAT KASAR PADA SAPI

BRAHMAN CROSS

Oleh

Deddy Hediansyah1, Liman 2, dan M. Prayuwidayati 2.


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi rumput lapang dengan pucuk
tebu teramoniasi dalam ransum dan mengetahui level optimum dari tingkat substitusi pucuk
tebu teramoniasi dalam ransum terhadap kecernaan protein kasar dan kecernaan serat kasar
sapi Brahman Cross.

Penelitian ini dilaksanakan pada MeiJuli 2007, bertempat di kandang Jurusan Produksi
Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Bujur Sangkar Latin (RBSL) 4 x 4 dengan 4 ekor sapi Brahman Cross sebagai kolom, dan
periode sebagai baris. Perlakuan yang diberikan meliputi : R0 (70% konsentrat + 30% rumput
lapang + 0% pucuk tebu teramoniasi dari BK ransum); R1 (70% konsentrat + 20% rumput
lapang + 10% pucuk tebu teramoniasi dari BK ransum); R2 (70% konsentrat + 10% rumput
lapang + 20% pucuk tebu teramoniasi dari BK ransum); R3 (70% konsentrat + 0% rumput
lapang + 30% pucuk tebu teramoniasi dari BK ransum). Masing-masing perlakuan terdiri atas
empat ulangan. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5 % dan atau 1 %.
Setelah itu dilanjutkan dengan uji polinomial orthogonal dan analisis regresi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) penggunaan pucuk tebu teramoniasi dalam ransum
berpengaruh nyata (P2 = 29,36%) terhadap kecernaan protein kasar berpola kuadratik dengan
persamaan = 47,916 + 1,391X 0,054X2 dengan pengaruh yang optimum pada
penggunaan pucuk tebu teramoniasi sebesar 12,87%; (2) penggunaan pucuk tebu teramoniasi
dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P2 = 39,52%) terhadap kecernaan serat kasar
berpola kuadratik dengan persamaan = 43,940 + 1,047X 0,047X2 dengan pengaruh yang
optimum pada penggunaan pucuk tebu teramoniasi sebesar 11,13%.

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT LAPANG DENGAN PUCUK TEBU


TERAMONIASI DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING
DAN BAHAN ORGANIK PADA SAPI BRAHMAN CROSS

Oleh

Maizar Rivai 1, Erwanto 2, dan Liman 2.

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah (1) mengetahui pengaruh substitusi rumput lapang dengan pucuk tebu
teramoniasi dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi
Brahman cross, (2) mengetahui level optimum penambahan pucuk tebu teramoniasi dalam
ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi Brahman cross.

Penelitian ini menggunakan 4 ekor sapi Brahman cross. Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) 44 dengan 4 ekor sapi sebagai kolom dan 4 periode
sebagai baris. Adapun perlakuan yang diberikan adalah R0 : 70% konsentrat + 30% rumput
lapang + 0% pucuk tebu teramoniasi (berdasarkan BK ransum); R1 : 70% konsentrat + 20%
rumput lapang + 10% pucuk tebu teramoniasi (berdasarkan BK ransum); R2 : 70% konsentrat +
10% rumput lapang +20% pucuk tebu teramoniasi (berdasarkan BK ransum); R3 : 70%
konsentrat + 0% rumput lapang +30% pucuk tebu teramoniasi (berdasarkan BK ransum). Data
yang diperoleh diuji homogenitas, aditivitas, dan normalitas, kemudian dianalisis menggunakan
analisis ragam. Jika hasil analisis ragam berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut
polinomial orthogonal dan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh substitusi rumput lapang
dengan pucuk tebu teramoniasi yang terbaik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pengaruh substitusi rumput lapang dengan pucuk tebu
teramoniasi dalam ransum berpengaruh nyata (P= 4757,3437 +68,9100X 2,4416X2; R2 =
23,09%, dengan tingkat optimum 14,11%, kecernaan bahan kering dengan persamaan =
57,4097 + 0,9601X 0,0274X2; R2 = 25,56%, dengan tingkat optimumnya 17,52%, sedangkan
kecernaan bahan organik ditunjukkan dengan persamaan = 70,8681 + 0,3911X 0,0123 X2; R2
= 42,12%, dengan tingkat optimumnya adalah 15,90%.

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT LAPANG DENGAN

PUCUK TEBU TERAMONIASI DALAM RANSUM TERHADAP KONSUMSI


ENERGI,ENERGI TERCERNA, DAN EFISIENSI ENERGI PADA SAPI BRAHMAN
CROSS

Oleh

Akhmad Riauwan 1, Muhtarudin 2, dan M. Prayuwidayati 2.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh substitusi rumput lapang dengan
pucuk tebu teramoniasi dalam ransum te rhadap konsumsi energi, energi tercerna, dan
efisiensi energi pada sapi Brahman Cross; (2) mengetahui level optimum tingkat substitusi
rumput lapang dengan pucuk tebu teramoniasi dalam ransum terhadap konsumsi energi,
energi tercerna, dan efisiensi energi pada sapi Brahman Cross
Penelitian ini menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) 44 dengan 4 ekor sapi
Brahman Cross sebagai kolom, dan periode sebagai baris. Adapun perlakuan yang diberikan
adalah R0 (70% konsentrat + 30% Rumput lapang + 0% pucuk tebu teramoniasi dari BK
ransum ); R1 (70% konsentrat + 20% Rumput lapang + 10%pucuk tebu teramoniasi dari BK
ransum); R2 (70% konsentrat + 10% Rumput lapang +20%pucuk tebu teramoniasi dari BK
ransum); R3 (70% konsentrat + 0% Rumput lapang +30%pucuk tebu teramoniasi dari BK
ransum). Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1%. Hasil
analisis ragam terhadap suatu peubah dilanjutkan dengan uji polinomial orthogonal dan
analisis regresi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) substitusi rumput lapang dengan pucuk tebu
teramoniasi dalam ransum berpengaruh nyata (P0,05) terhadap efisiensi energi; (2) konsumsi
energi berpola kuadratik dengan persamaan =18960,760 + 61,044X 4,450X2 dengan
pengaruh yang optimal pada penggunaan pucuk tebu teramoniasi 6, 86% dari BK ransum dan
energi tercerna berpola kuadratik dengan persamaan = 12791,836 + 107,602X 5,699X2
dengan pengaruh yang optimal pada penggunaan pucuk tebu teramoniasi 9,44 % dari BK
ransum; (3) R1 merupakan perlakuan terbaik berdasarkan konsumsi energi dan energi
tercerna.

PENGARUH TINGKAT PENAMBAHAN ONGGOK TERFERMENTASI YANG


DIPERKAYA UREA DALAM RANSUM TERHADAP KCBK, KCBO, PRODUKSI
VFA DAN KADAR NH3 CAIRAN RUMEN

SECARA IN VITRO

Oleh

Arrif Kristian B.R.1, Muhtarudin2, dan Yusuf Widodo2.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat penambahan onggok


terfermentasi yang diperkaya urea dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan
bahan organik, produksi VFA, dan kadar NH3 cairan rumen secara in vitro.

Penelitian ini dilaksanakan pada juliAgustus 2007, bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi
dan Makanan Ternak, Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan
empat ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah R0 = Ransum basal (40% hijauan dan 60%
konsentrat); R1 = Ransum basal 90% + 10% (onggok terfermentasi + 1,5% urea); R2 =
Ransum basal 80% + 20% (onggok terfermentasi + 1,5% urea); R3 = Ransum basal 70% +
30% (onggok terfermentasi + 1.5% urea); R4 = Ransum basal 60% + 40% (onggok
terfermentasi + 1,5% urea). Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5 % dan
atau 1 %. Setelah itu dilanjutkan dengan uji polinomial orthogonal untuk mengtahui tingkat
penambahan onggok terfermentasi yang diperkaya urea dalam ransum yang terbaik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) pengaruh tingkat penambahan onggok
terfermentasi yang diperkaya urea 1,5% dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P2 =
46,31%) terhadap kecernaan bahan kering berpola linier dengan persamaan = 46,575 +
0,125 X, berpengaruh sangat nyata (P2 = 31,45%) terhadap kecernaan bahan organik berpola
linier dengan persamaan = 49,398 + 0,146 X, berpengaruh nyata (P2 = 38,54%) terhadap
produksi VFA cairan rumen berpola linier dengan persamaan = 89,000 + 0,725 X, dan
berpengaruh sangat nyata (P<0,01;r2 = 59,68%) terhadap kadar NH3 cairan rumen berpola
liner dengan persamaan = 13,474 0,117 X secara in vitro; (2) tingkat penambahan
onggok terfermentasi yang diperkaya urea 1,5% dari level 1040 % dalam ransum belum
menunjukkan tingkat optimum terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik,
produksi VFA dan kadar NH3 cairan rumen secara in vitro.

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN KLORIN

TERHADAP DAYA IKAT AIR, TEKSTUR,

DAN BAU DAGING BROILER

Oleh

Vera Aglisa1, Rr. Riyanti 2, dan Tintin Kurtini 2.

ABSTRAK

Daging ayam adalah makanan yang mudah rusak karena daging ayam merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Hal tersebut tentu akan mempercepat pembusukan
daging yang berindikasi pada penurunan daya ikat air pada daging, tekstur yang menjadi
lebih lembut dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Klorin dapat digunakan untuk
mengontrol pertumbuhan mikroorganisme pada daging sehingga daya simpan daging menjadi
lebih panjang. Selain itu, penting juga untuk memperhatikan bahwa penggunaan klorin
tersebut tidak menurunkan kualitas daging (daya ikat daging, tekstur, dan bau) dan aman
dikonsumsi.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh berbagai tingkat penggunaan klorin
terhadap daya ikat air, tekstur, dan bau daging broiler; (2) mencari level optimum dari
penggunaan klorin terhadap daya ikat air, tekstur, dan bau daging broiler.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan tingkat
penggunaan klorin dan masing-masing perlakuan terdiri atas empat ulangan. Perlakuan yang
diberikan adalah: R0 : Klorin 0 ppm; R1 : Klorin 50 ppm; R2 : Klorin 100 ppm; R3 : Klorin
150 ppm; dan R4 : Klorin 200 ppm sehingga didapat 20 unit perlakuan. Data yang diperoleh
pada penelitian ini dianalisis ragam pada taraf nyata 5% yang sebelumnya diuji homogenitas,
aditivitas, dan uji lanjut dengan polinomial ortogonal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan klorin 0200 ppm pada
perendaman karkas selama 2 jam berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air,
tekstur, dan bau daging broiler yang disimpan selama 12 jam.

PERBANDINGAN PERFORMANS ANTARA DUA STRAIN BROILER YANG


DIBERI MINUM AIR KUNYIT

Oleh

Oktavia Astiasari 1, Syahrio Tantalo 2, Tintin Kurtini 2.

ABSTRAK

Strain merupakan bagian dari faktor genetik, oleh sebab itu diduga pada setiap strain broiler
memiliki respons performans yang berbeda terhadap pemberian kunyit. Meskipun beberapa
hasil penelitian memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap bobot akhir broiler strain CP
707 dan broiler strain Lohmann yang diberi kunyit pada air minumnya, namun belum
diketahui secara pasti jenis strain yang lebih baik kemampuannya dalam merespons
penggunaan kunyit untuk mengefisienkan ransum yang sama.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan performans dari dua strain broiler yang diberi
minum air kunyit. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu performans strain CP
707 unsexed lebih baik daripada strain Lohmann unsexed yang diberi minum air kunyit.

Penelitian dilaksanakan secara eksperimental pada 8 Maret13 April 2007, di kandang ayam
Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
menggunakan 100 ekor broiler strain CP 707 dan 100 ekor broiler strain Lohmann. Masing-
masing perlakuan (strain) diberi minum air seduhan kunyit dengan dosis 10 g/600 ml air.
Ulangan 15 kali dan setiap satuan percobaan terdiri atas 6 atau 7 ekor. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan uji tstudent pada taraf nyata 5 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi air minum, konsumsi ransum, dan
pertambahan berat tubuh broiler yang diberi minum air kunyit pada broiler strain CP 707
nyata lebih besar (Pbroiler strain Lohmann, sedangkan konversi ransum dan income over feed
cost (IOFC) tidak berbeda nyata (P>0,05).

PERBANDINGAN PERFORMANS ANTARA BROILER

YANG DIBERI KUNYIT DAN TEMULAWAK

MELALUI AIR MINUM

Oleh

Yuniusta 1, Syahrio Tantalo 2, dan Dian Septinova2.

ABSTRAK

Kunyit dan temulawak merupakan tanaman obat yang berasal dari satu famili, yaitu famili
zingiberaceae dan banyak tersebar di Indonesia serta sudah sejak lama dimanfaatkan dalam
bidang kesehatan. Kunyit dan temulawak berpengaruh positif terhadap empedu dan pankreas
yaitu dapat merangsang kantung empedu untuk mensekresikan cairan empedu agar
pencernaan lebih sempurna. Pengaruhnya terhadap pankreas cukup banyak, diantaranya dapat
memengaruhi dan merangsang sekresi serta berfungsi sebagai penambah nafsu makan,
memengaruhi kontraksi usus halus, bersifat bakterisidal dan bakteriostatik, membantu kerja
sistem hormonal, metabolisme dan fisiologi organ tubuh.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan penggunaan kunyit dan temulawak
dalam air minum terhadap performans broiler. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
yaitu, pemberian temulawak lebih baik daripada pemberian kunyit terhadap performans
broiler.

Penelitian ini dilaksanakan pada 08 Maret11 April 2007, bertempat di Laboratorium


Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung dengan menggunakan 200 ekor broiler yang terdiri atas dua perlakuan yaitu R1 (10
g kunyit/600 ml air) dan R2 (10 g temulawak/600 ml air). Masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 15 kali dan setiap ulangan terdiri atas 6 atau 7 satuan percobaan, data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji tstudent pada taraf nyata 5 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi air minum broiler yang diberi perlakuan R2
(10 g temulawak/600 ml air) nyata (Pbroiler yang diberi kunyit, tetapi tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, konversi ransum, dan income
over feed cost (IOFC) broiler.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MOTILITAS SPERMATOZOA
SEMEN BEKU SAPI PADA BERBAGAI INSEMINATOR
DI LAMPUNG TENGAH
Oleh
Nopriari Hertoni, Madi Hartono, dan Purnama Edy Santosa2
ABSTRAK
Semen beku adalah semen yang telah diencerkan menurut prosedur tertentu, lalu dibekukan
jauh di bawah titik beku air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dan
besarnya faktor yang memengaruhi motilitas spermatozoa semen beku sapi pada berbagai
inseminator di Lampung Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2007, pada
inseminator yang tergabung di dalam Asosiasi inseminator kabupaten (Asibka) dan
inseminator mandiri di Lampung Tengah. Penelitian ini menggunakan 23 sampel inseminator
yang diambil secara proporsive dan sampel semen beku secara acak.
Metode penelitian yang dipakai adalah metode survei. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi. Variabel dengan nilai P terbesar dikeluarkan dari
penyusunan model kemudian dilakukan analisis kembali sampai didapatkan model dengan
nilai P lebih kecil atau sama dengan 0,10.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi motilitas spermatozoa
semen beku sapi yaitu faktor pernah ikut pelatihan bermakna (Pthawing bermakna (P

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERSENTASE SPERMATOZOA


HIDUP SEMEN BEKU SAPI PADA BERBAGAI INSEMINATOR
DI LAMPUNG TENGAH
Oleh
Yohanes Sayoko1, Madi Hartono2, dan Purnama Edy St2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dan besarnya faktor yang
memengaruhi persentase spermatozoa hidup semen beku sapi pada berbagai inseminator di
Lampung Tengah.
Penelitian ini dilaksanakan pada April 2007, pada berbagai inseminator yang tergabung di
dalam Asosiasi Inseminator Kabupaten dan inseminator mandiri di Lampung Tengah.
Penelitian ini menggunakan 23 sampel inseminator yang diambil secara proporsif dan semen
beku secara acak. Metode penelitian yang dipakai adalah metode survei. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi. Variabel dengan nilai P terbesar
dikeluarkan dari penyusun model kemudian dilakukan analisis kembali sampai didapatkan
model dengan nilai P0,12.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi persentase
spermatozoa hidup pada semen beku sapi yaitu faktor lama thawing bermakna (P=0,05) dan
berasosiasi positif terhadap persentase spermatozoa hidup dengan besar faktor 0,481, hal ini
berarti lama thawing 30 detik memberikan hasil yang lebih baik dari pada thawing selama 15
detik; suhu air yang digunakan bermakna (P=0,03) dan berasosiasi negatif terhadap
persentase spermatozoa hidup dengan besar faktor -8,692, hal ini berarti thawing dengan air
hangat persentase spermatozoa hidup lebih tinggi jika dibanding dengan air sumur; produk
semen beku (straw) bermakna (P=0,00) dan berasosiasi positif terhadap persentase
spermatozoa hidup dengan besar faktor 4,828, hal ini berarti penggunaan semen beku
produksi BIB Lembang memberikan persentase spermatozoa hidup yang lebih tinggi jika
dibanding dengan produk IPMB; tinggi nitrogen cair bermakna (P=0,12) dan berasosiasi
negatif terhadap persentase spermatozoa hidup dengan besar faktor -0,177, hal ini berarti
semakin berkurangnya tinggi nitrogen cair dapat mengurangi persentase spermatozoa hidup.
PENGARUH JENIS KAPANG DAN TINGKAT AMONIUM SULFAT PADA
FERMENTASI ONGGOK TERHADAP KANDUNGAN ZAT MAKANAN, KADAR
NH3, DAN VFA CAIRAN RUMEN
SECARA IN VITRO
Oleh
Marlina Puji Astuti1, Muhtarudin2, dan M. Prayuwidayati2
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh interaksi antara perlakuan
penggunaan kapang (Aspergillus oryzae, Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan Rhizopus
oryzae) dengan tingkat amonium sulfat (0,0; 0,5; 1,0; 1,5%) terhadap kandungan zat makanan
onggok terfermentasi, kadar NH3, dan VFA cairan rumen secara in vitro; (2) pengaruh jenis
kapang (Aspergillus oryzae, Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan Rhizopus oryzae)
pada fermentasi onggok; (3) pengaruh tingkat amonium sulfat (0,0; 0,5; 1,0; dan 1,5%)
terhadap kandungan zat makanan onggok fermentasi, kadar NH3, dan VFA cairan rumen
secara in vitro.
Perlakuan disusun secara faktorial 44 dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3
ulangan. Faktor pertama terdiri atas 4 jenis kapang yaitu Aspergillus niger, Aspergillus
oryzae, Trichoderma viride, dan Rhizopus oryzae, serta faktor kedua terdiri atas 4 tingkat
amonium sulfat yaitu 0,0%; 0,5%; 1,0%; dan 1,5%. Data yang dihasilkan dianalisis dengan
analisis ragam; apabila pengaruh perlakuan pada suatu peubah nyata pada taraf 5% dan atau
1% maka analisis dilanjutkan dengan Uji BNT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi sangat nyata (P3 dan VFA cairan
rumen secara in vitro. Kadar protein kasar meningkat dari 2,43% menjadi 8,15%; kadar VFA
meningkat dari 100 mM menjadi 120 mM; dan kadar NH3 dari 4,26 mM menjadi 11,41 mM.

PENGARUH KLORINASI KARKAS TERHADAP


KUALITAS FISIK DAGING BROILER YANG DISIMPAN
SELAMA 24 JAM PADA SUHU RUANG
Oleh
Wiwin Andayani1, Rr. Riyanti2, dan Tintin Kurtini2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh berbagai level penggunaan klorin
terhadap kualitas fisik karkas broiler, dan (2) mengetahui level optimum penggunaan klorin
terhadap kualitas fisik karkas broiler.
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan level klorin yaitu perendaman karkas dengan level klorin 0 ppm,
30 ppm, 60 ppm, 90 ppm, dan 120 ppm. Perendaman untuk setiap perlakuan dilakukan di
dalam ember. Masing-masing perlakuan diulang empat kali, dan karkas yang digunakan
sebanyak 20 buah. Data yang diperoleh dianalisis varian namun sebelumnya diuji normalitas,
homogenitas, dan aditivitas. Apabila hasil analisis varian berpengaruh nyata pada satu peubah
maka analisis dilanjutkan dengan uji polinomial ortogonal pada taraf nyata 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan klorinasi karkas (0 ppm, 30 ppm, 60 ppm, 90
ppm, dan 120 ppm) yang disimpan selama 24 jam pada suhu ruang tidak berbeda nyata
(P>0,05) terhadap kualitas fisik daging broiler (tekstur, warna, dan bau).

PENGARUH PENAMBAHAN KOMBINASI PUCUK TEBU


TERAMONIASI DAN BLOTONG TERFERMENTASI DALAM RANSUM
TERHADAP KCBK, KCBO, PRODUKSI VFA, DAN KADAR NH3
CAIRAN RUMEN KAMBING SECARA IN VITRO
Oleh
Uli Indah Fitriani1, Erwanto2, dan Yusuf Widodo2
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : (1) mengetahui pengaruh penambahan
kombinasi pucuk tebu teramoniasi dan blotong terfermentasi dalam ransum terhadap KCBK,
KCBO, produksi VFA, dan kadar NH3 cairan rumen kambing secara in vitro, (2) mengetahui
tingkat penambahan kombinasi pucuk tebu teramoniasi dan blotong terfermentasi yang
optimum dalam ransum terhadap KCBK, KCBO, produksi VFA, dan kadar NH3 cairan
rumen kambing secara in vitro.
Penelitian ini dilakukan secara in vitro. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan yaitu : R0 = Ransum basal (30%
hijauan dan 70% konsentrat); R1 = 92,5% ransum basal + 7,5% putong (50% pucuk tebu
teramoniasi + 50% blotong terfermentasi berdasarkan BK ransum); R2 = 85% ransum basal +
15 % putong (50% pucuk tebu teramoniasi + 50% blotong terfermentasi berdasarkan BK
ransum); R3 = 77,5% ransum basal + 22,5 % putong (50% pucuk tebu teramoniasi + 50%
blotong terfermentasi berdasarkan BK ransum); R4 = 70% ransum basal + 30% putong (50%
pucuk tebu teramoniasi + 50% blotong terfermentasi berdasarkan BK ransum). Data yang
diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1%. Setelah itu dilanjutkan dengan
uji polinomial orthogonal untuk mengetahui tingkat penambahan kombinasi pucuk tebu
teramoniasi dan blotong terfermentasi yang optimum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) penambahan kombinasi pucuk tebu teramoniasi
dan boltong terfermentasi dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap produksi
VFA dan kadar NH3 cairan rumen kambing secara in vitro; (2) penambahan pucuk tebu
teramoniasi dan blotong terfermentasi dalam ransum berpengaruh nyata (P2) = 58,08%; (3)
penambahan pucuk tebu teramoniasi dan blotong terfermentasi dalam ransum berpengaruh
sangat nyata (P2) = 66,92%.

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI SABUT SAWIT


TERAMONIASI DAN LUMPUR SAWIT TERFERMENTASI DALAM RANSUM
TERHADAP KONSUMSI ENERGI, ENERGI TERCERNA DAN EFISIENSI
ENERGI PADA KAMBING
PERANAKAN ETTAWA JANTAN
Oleh
Ahmad Asrofi , Muhtarudin2, dan Liman2
1

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi sabut sawit
teramoniasi dan lumpur sawit terfermentasi pada kambing peranakan ettawa jantan.
Penelitian ini menggunakan 4 ekor kambing PE jantan dengan bobot tubuh awal rata-rata 20
kg. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Bujur Sangkar Latin
(RBSL) 4 x 4 dengan 4 ekor kambing PE sebagai kolom dan periode sebagai baris. Adapun
perlakuan yang diberikan adalah R0 : 70% konsentrat + 30% rumput lapang (ransum basal);
R1 : 90% (ransum basal) + 10% ransum kombinasi (50% sabut sawit teramoniasi + 50%
lumpur sawit terfermentasi); R2 : 80% (ransum basal) + 20% ransum kombinasi (50% sabut
sawit teramoniasi + 50% lumpur sawit terfermentasi); R3 : 70% (ransum basal) + 30%
ransum kombinasi (50% sabut sawit teramoniasi + 50% lumpur sawit terfermentasi); Data
yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1% yang
sebelumnya diuji homogenitas, aditifitas, dan normalitas. Selanjutnya dilakukan uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan atau 1%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Penggunaan kombinasi sabut sawit teramoniasi
dan lumpur sawit terfermentasi dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P0,05) terhadap
konsumsi energi dan efisiensi energi kambing PE jantan, (2) penambahan sabut sawit
teramoniasi dan lumpur sawit terfermentasi dalam ransum sebanyak 10% dari total ransum
(R1) merupakan perlakuan terbaik terhadap konsumsi energi dan energi tercerna pada
kambing PE jantan.

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI SABUT SAWIT TERAMONIASI DAN


LUMPUR SAWIT TERFERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP RETENSI
NITROGEN DAN SEKRESI
ALLANTOIN URIN PADA KAMBING
PERANAKAN ETTAWA
Oleh
Askar Tabroni , Erwanto2, dan Yusuf Widodo2
1

ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi sabut sawit teramoniasi
dan lumpur sawit terfermentasi dalam ransum terhadap retensi nitrogen dan sekresi allantoin
urin pada kambing Peranakan Ettawa. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Bujur
Sangkar Latin (RBSL) 4 x 4 dengan empat macam ransum perlakuan dan empat ulangan.
Penelitian menggunakan empat ekor kambing Peranakan Ettawa. Ransum perlakuan terdiri
atas: R0: ransum basal (konsentrat 70% + rumput lapang 30%); R1: R0 (90%) + (10%)
ransum kombinasi ( 50% sabut sawit teramoniasi + 50% lumpur sawit terfermentasi); R2: R0
(80%) + (20 %) ransum kombinasi (50% sabut sawit teramoniasi + 50% lumpur sawit
terfermentasi): R3:R0 (70%) + 30% ransum kombinasi (50% sabut sawit teramoniasi + 50%
lumpur sawit terfermentasi).
Data yang diperoleh diuji normalitas, homogenitas, dan aditivitas statistik untuk memenuhi
asumsi-asumsi analisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1%. Setelah itu data diuji BNT
(Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5% dan atau 1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap perbandingan retensi nitrogen dengan konsumsi nitrogen, dan sekresi allantoin urin;
tetapi berpengaruh nyata (P

PENGARUH PENGGUNAAN KOMBINASI SABUT SAWIT TERAMONIASI DAN


LUMPUR SAWIT TERFERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP
KECERNAAN ZAT-ZAT MAKANAN
PADA KAMBING PERANAKAN ETTAWA JANTAN
Oleh
Devid Wahyu Hernanto , Liman2, dan Yusuf Widodo2
1

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi sabut sawit
teramoniasi dan lumpur sawit terfermentasi dalam ransum terhadap kecernaan zat-zat
makanan kambing peranakan ettawa jantan, (2) mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi
sabut sawit teramoniasi dan lumpur sawit terfermentasi dalam ransum terbaik terhadap
kecernaan zat-zat makanan kambing peranakan ettawa jantan.
Penelitian ini menggunakan 4 ekor kambing. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan
Bujur Sangkar Latin (RBSL) 4 x 4 dengan 4 ekor kambing PE sebagai kolom dan 4 periode
sebagai baris. Adapun perlakuan yang diberikan adalah R0 : ransum basal (70 % konsentrat +
30 % rumput lapang); R1 : 90 % ransum basal + 10 % ransum kombinasi (50 % sabut sawit
teramoniasi + 50 % lumpur sawit terfermentasi); R2 : 80 % ransum basal + 20 % ransum
kombinasi (50 % sabut sawit teramoniasi + 50 % lumpur sawit terfermentasi); R3 : 70 %
ransum basal + 30 % ransum kombinasi (50 % sabut sawit teramoniasi + 50 % lumpur sawit
terfermentasi). Data yang diperoleh diuji homogenitas, aditifitas, dan normalitas, kemudian
dianalisis menggunakan analisis ragam. Jika hasil nyata maka dilanjutkan dengan uji beda
nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% untuk melihat perbedaan nilai tengah antar
perlakuan (Steel and Torrie, 1991).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) ransum perlakuan berpengaruh sangat nyata (P

PERBANDINGAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK BOBOT


SAPIH KAMBING BOERAWA G1 DAN G2 DI DESA CAMPANG
KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh
Agustinus Arif , Akhmad Dahlan2, dan Sulastri2
1

ABSTRAK
Indeks Produktifitas Induk (IPI) merupakan gambaran kemampuan seekor induk dalam
mengasuh dan membesarkan anaknya sampai umur sapih hingga mencapai bobot sapih
tertentu dalam kurun waktu satu tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui nilai
IPI bobot sapih dari induk yang menghasilkan G1 dan induk yang menghasilkan G2; (2)
membandingkan nilai IPI bobot sapih antarinduk yang menghasilkan G1 dan induk yang
menghasilkan G2.
Penelitian ini menggunakan 30 ekor induk kambing Boerawa G1 dan 30 ekor induk kambing
Beorawa G2 dengan syarat paling sedikit pernah melahirkan dua kali. Penelitian ini
menggunakan metode survei langsung ke lokasi peternakan, yang merupakan peternakan
rakyat, untuk melihat rekording pemeliharaan; menimbang bobot sapih dari cempe; mencatat
data-data yang berkaitan dengan jarak beranak, dan jumlah anak per kelahiran yang
dilahirkan dari tiap ekor induk kambing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak beranak tertinggi pada kambing Boerawa G1 dan
Boerawa G2 adalah 8,5 bulan, jarak beranak terendah pada kambing Boerawa G1 dan
Boerawa G2 adalah 6 bulan dan 7 bulan. Rata-rata jarak beranak kambing Boerawa G1 dan
G2 yakni 7,233 + 0,611 bulan dan 7,5 + 0,515 bulan dan hasil uji-t jarak beranak adalah
berada nyata (P< 0,05). Jumlah anak per kelahiran terendah pada kambing Boerawa G1 dan
G2 adalah 2,333 ekor sedangkan jumlah anak per kelahiran terendah pada kambing Boerawa
G1 dan Boerawa G2 adalah 1,667 ekor. Rata-rata jumlah anak per kelahiran induk kambing
Boerawa G1 dan kambing Boerawa G2 adalah 1,878 + 0,239 dan 1,944 + 0,278 ekor. Hasil
uji-t jumlah anak per kelahiran adalah tidak berbeda nyata (P> 0,05). Rata-rata bobot sapih
teroreksi kambing Boerawa G1 dan kambing Boerawa G2 sebelum dan sesudah dikoreksi
masing-masing sebesar 20,667 + 0,499 kg dan 24,829 + 1,031 kg sedangkan pada kambing
Boerawa G2 masing-masing sebesar 20,144 + 0,580 kg dan 24,829 + 1,031 kg. Hasil uji-t
menunjukkan rata-rata bobot sapih sebelum dikoreksi pada kambing Boerawa G1 dan G2
adalah sangat bebeda nyata (P < 0,01) yakni 20,666 + 0,499 kg dan 20,144 + 0,580 kg
sedangkan rata-rata bobot sapih sesudah dikoreksi pada kambing Boerawa G1 dan G2 adalah
tidak berbeda nyata (P > 0,05), yakni 24,829 1,031 kg dan 24,829 + 1,031 kg. Nilai IPI
tertinggi dan terendah pada kambing Boerawa G1 adalah 96,804 kg dan 55,026 kg,
sedangkan nilai IPI tertinggi dan terendah pada kambing Boerawa G2 adalah 102,566 kg dan
63,398 kg. Rata-rata IPI kambing Boerawa G1 kambing Boerawa G2 adalah tidak berbeda
nyata (P > 0,05), yakni 78,693 + 11,862 kg dan 77,282 + 11,291 kg.

PERBANDINGAN NILAI MPPA (MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY)


BOBOT SAPIH KAMBING BETINA BOERAWA G1 DENGAN G2 DI DESA
CAMPANG KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh
Hadi Sucipto1, Sulastri2, dan Akhmad Dakhlan2
ABSTRAK
Bobot sapih merupakan sifat pertumbuhan yang perlu ditingkatkan melalui seleksi karena
selain untuk meningkatkan sifat-sifat yang diseleksi, juga secara tidak langsung dapat
meningkatkan produksi daging dan presentase karkas. Metode seleksi individu untuk
meningkatkan bobot sapih ternak dapat dilakukan berdasarkan nilai MPPA (most probable
producing ability). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui rata-rata bobot sapih
kambing betina Boerawa G1dan G2; (2) Mengetahui nilai ripitabilitas bobot sapih kambing
betina Boerawa G1 dan G2; (3) Mengetahui nilai MPPA bobot sapih kambing betina
Boerawa G1 dan G2; (4) Membandingkan nilai MPPA bobot sapih antara kambing betina
Boerawa G1 dan G2 di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, yaitu dengan mengamati
catatan produksi kelahiran pertama, kedua, dan ketiga dari 30 ekor induk kambing Boerawa
G1 dan 30 ekor induk kambing Boerawa G2 yang telah melahirkan lebih dari satu kali.
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot sapih cempe hasil keturunan induk
kambing boerawa G1 dan G2. Data bobot sapih setiap individu yang diamati dikoreksi
terlebih dahulu terhadap bobot cempe umur 120 hari, umur induk, tipe kelahiran, dan tipe
peliharaan. Nilai ripitabilitas dihitung dengan menggunakan metode korelasi dalam kelas
(intraclass corelation) dan perhitungan nilai MPPA bobot sapih dilakukan dengan
menggunakan rumus dari Hardjosubroto (1994),lalu rata-rata nilai MPPA dibandingkan
dengan menggunakan rumus uji t (Nazir, 1998).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata bobot sapih kambing betina Boerawa G2
(25,2660,774 kg) lebih tinggi (P0,05) daripada kambing Betina Boerawa G1
(24,8041,156 kg). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ripitabilitas bobot sapih
kambing betina Boerawa G1 sebesar 0,2850,014 dan kambing betina Boerawa G2
0,3330,097. Selanjutnya rata-rata nilai MPPA bobot sapih kambing boerawa G2
(25,2660,461 kg) lebih tinggi (P0,01) daripada kambing betina Boerawa G1
(24,8080,630 kg).

PERBANDINGAN POTENSI GENETIK DAN KEMAMPUAN MEWARISKAN


SIFAT-SIFAT PERTUMBUHAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN
(BREEDING VALUE) PADA PEJANTAN BOER DENGAN BOERAWA
Oleh
Achmad Heru Nugraha1, Akhmad Dakhlan2,dan Sulastri2
ABSTRAK
Nilai Pemuliaan (NP) merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan genetik ternak untuk
suatu sifat secara relatif atas dasar kedudukannya di dalam populasi. Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan rata-rata bobot lahir kambing silangan Boer >
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2007, di Desa Campang, Kecamatan Gisting,
Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini menggunakan metode survei langsung ke lokasi
peternakan untuk mendapatkan materi penelitian berupa recording perkawinan, kelahiran,
bobot lahir, dan bobot sapih rata-rata 30 ekor cempe masing-masing dari 2 pejantan kambing
Boer dan rata-rata 30 ekor cempe masing-masing dari 2 pejantan kambing Boerawa.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata bobot lahir terkoreksi, bobot sapih terkoreksi, dan
pertumbuhan sebelum sapih kambing silangan Boer >student menunjukkan bahwa rata-rata
bobot lahir, bobot sapih, dan pertumbuhan sebelum sapih kambing Boer lebih tinggi (P0,01)
dibandingkan rata-rata bobot lahir, bobot sapih, dan pertumbuhan sebelum sapih kambing
Boerawa; nilai heritabilitas bobot lahir, bobot sapih, pertumbuhan sebelum sapih kambing
Boer berturut-turut adalah 0,550,137; 0,410,102; 0,320,079, sedangkan pada kambing
Boerawa berturut-turut adalah 0,290,071; 0,340,086; 0,210,052. Nilai NP rata-rata bobot
lahir, bobot sapih, pertumbuhan sebelum sapih pejantan kambing Boer berturut-turut adalah
4,171 kg; 25,298 kg; 0,147 kg/hari, sedangkan nilai NP bobot lahir, bobot sapih,
pertumbuhan sebelum sapih pejantan kambing Boerawa berturut-turut adalah 3,504 kg;
23,128 kg; 0,130 kg/hari.
HUBUNGAN ANTARA BANGSA SAPI PERSILANGAN DAN
BOBOT TUBUH TERHADAP PARAMETER KARKAS
Oleh
Fedry Kesuma Negara Tangkary1, Idalina Harris2, dan Kusuma Adhianto2
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan pada AprilMei 2006 di Rumah Potong Hewan Karawaci yang
beralamat di Jalan Panunggangan Barat no. 99, Cibodas, Tangerang, Banten dengan
menggunakan metode survei. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
bangsa sapi persilangan dan bobot tubuh terhadap parameter karkas (bobot karkas, bobot
karkas bagian depan, dan bobot karkas bagian belakang).
Sampel dalam penelitian ini adalah sapi Brahman Cross persilangan sapi Brahman Ongole
(BO) dan Brahman Shorthorn (BS), jantan kastrasi dengan kisaran bobot tubuh 451500 kg,
501550 kg, dan 551600 kg sebanyak 168 ekor. Data dianalisis dengan menggunakan
program soft ware Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) untuk mendapatkan
nilai koefisien korelasi. Selanjutnya, nilai koefisien korelasi diuji dengan menggunakan
metode uji koefisien korelasi baik secara masing-masing maupun kesamaan dua koefisien
korelasi. Pengujian ini dilakukan sebagai pembuktian terhadap hipotesis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi terbesar pada bobot karkas (r =
0,768) dicapai oleh bangsa sapi BS kisaran bobot tubuh 551600 kg, sedangkan terkecil (r =
0,343) pada sapi BS kisaran bobot tubuh 451500 kg; korelasi terbesar pada karkas bagian
depan (r = 0,611) dicapai oleh bangsa sapi BO kisaran bobot tubuh 551600 kg, sedangkan
terkecil (r = 0,343) pada sapi BS kisaran bobot tubuh 451500 kg; korelasi terbesar pada
karkas bagian belakang (r = 0,732) dicapai oleh bangsa sapi BS kisaran bobot tubuh 551600
kg, sedangkan terkecil (r = 0,254) pada sapi BS kisaran bobot tubuh 501550 kg. Semua
bobot tubuh kisaran 551600 kg mempunyai hubungan yang lebih erat dibandingkan dengan
kisaran 451500 kg dan 501550 kg kecuali sapi BO pada parameter karkas bagian belakang.
Tidak ada hubungan yang signifikan untuk kesamaan dua nilai koefisien korelasi (P>0,05)
antarbangsa sapi persilangan atau antarbobot tubuh terhadap parameter karkas.

PENGARUH BERBAGAI JENIS ATAP KANDANG TERHADAP KUALITAS


SEMEN KAMBING PERANAKAN ETTAWA
Oleh
Romadoni Yunanto
ABSTRAK
Kambing memiliki sifat alami yang sangat cocok di budidayakan. Salah satu cara
membudidayakan kambing dengan cara menempatkan kambing dalam kandang yang beratap.
Pemberian atap kandang merupakan salah satu cara untuk mengurangi beban panas akibat
radiasi matahari, temperatur udara yang tinggi, kelembaban udara yang tinggi, radiasi panas,
dan aliran udara yang lembab.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis atap kandang terhadap kualitas
semen kambing Peranakan Ettawa. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL). Rancangan perlakuan yang digunakan adalah tiga perlakuan dan tiga pengulangan.
Perlakuan pertama kambing PE dipelihara di kandang beratapkan genteng (K1), perlakuan
kedua kambing dipelihara di kandang beratapkan seng (K2), dan perlakuan ketiga kambing
dipelihara di kandang beratapkan rumbia (K3).
Untuk mengetahui pengaruh kedua perlakuan maka data peubah yang terkumpul diuji dengan
analisis ragam, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pada taraf nyata 5% dan atau 1% untuk mencari perlakuan yang terbaik
Hasil analisis ragam menunjukkan penggunaan bahan atap kandang rumbia, seng, dan
genteng berpengaruh nyata (P0,05) terhadap persentase spermatozoa hidup, dan abnormalitas
spermatozoa.
Hasil uji lanjut BNT menunjukkan penggunaan atap rumbia menghasilkan motilitas
spermatozoa kambing PE lebih baik (P0,05). Selanjutnya antara atap genteng dengan seng
juga menunjukkan motilitas spermatozoa yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Penggunaan
atap rumbia menghasilkan konsentrasi spermatozoa kambing PE paling baik (P0,05).
Penggunaan atap rumbia, genteng, dan seng menghasilkan spermatozoa hidup dan
abnormalitas yang tidak berbeda (P>0,05). Penggunaan bahan atap kandang rumbia
memberikan pengaruh terbaik bila dibandingkan dengan menggunakan atap kandang seng
dan genteng

PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN EKSTRAK JAHE PADA CAIRAN RUMEN


KAMBING TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING (KCBK) DAN
KECERNAAN BAHAN ORGANIK (KCBO)
SECARA IN VITRO
Oleh
Aris Andrian , Ali Husni , Muhtarudin2, dan Yusuf Widodo2
1 2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan tingkat pemberian ekstrak jahe yang
optimum dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik
ransum secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan pada OktoberNovember 2006, bertempat
di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Produksi Ternak Unila, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 9 macam level ekstrak jahe yang ditambahkan ke dalam media fermentor dan
diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan yang diberikan adalah R0 = Ransum basal (Kontrol); R1
= Ransum basal + 25 ppm ekstrak jahe; R2 = Ransum basal + 50 ppm ekstrak jahe; R3 =
Ransum basal + 75 ppm ekstrak jahe; R4 = Ransum basal + 100 ppm ekstrak jahe;R5 =
Ransum basal + 125 ppm ekstrak jahe; R6 = Ransum basal + 150 ppm ekstrak jahe; R7 =
Ransum basal + 175 ppm ekstrak jahe; R8 = Ransum basal + 200 ppm ekstrak jahe. Data
yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5 % dan atau 1 %. Setelah itu dilanjutkan
dengan uji polinomial orthogonal untuk mengetahui tingkat penembahan ekstrak jahe yang
terbaik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Penggunaan ekstrak jahe pada level yang berbeda-
beda berpengaruh sangat nyata (P2 dengan koefisien determinasinya (R2)sebesar 48,57 % dan
nilai optimum terdapat pada penggunaan 50 ppm ekstrak jahe; (2) Penggunaan ektrak jahe
pada level yang berbeda-beda berpengaruh sangat nyata (P2 dengan koefisien determinasinya
(R2)sebesar 57,32 %; dan nilai optimum terdapat pada penggunaan 42,5 ppm ekstrak jahe; (3)
Tingkat pemberian ektrak jahe yang terbaik sebagai agensia defaunasi yaitu pada penggunaan
75 ppm, karena nilainya lebih besar daripada R0 (kontrol).

PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN EKSTRAK JAHE PADA CAIRAN RUMEN


KAMBING TERHADAP PRODUKSI VOLATILE FATTY ACID (VFA), KADAR
AMONIA (NH3), DAN POPULASI PROTOZOA SECARA IN VITRO
Oleh
Joko Suseno1, Erwanto2, dan Liman2

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak jahe yang optimum
dalam ransum terhadap VFA, NH3, dan populasi protozoa dalam cairan rumen secara in vitro;
Penelitian ini dilaksanakan pada OktoberNovember 2006, bertempat di Laboratorium Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Produksi Ternak Unila, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 9 macam
level ekstrak jahe yang ditambahkan ke dalam media fermentor dan diulang sebanyak 3 kali.
Perlakuan yang diberikan adalah R0 = Ransum basal (Kontrol); R1 = Ransum basal + 25 ppm
ekstrak jahe; R2 = Ransum basal + 50 ppm ekstrak jahe; R3 = Ransum basal + 75 ppm
ekstrak jahe; R4 = Ransum basal + 100 ppm ekstrak jahe;R5 = Ransum basal + 125 ppm
ekstrak jahe; R6 = Ransum basal + 150 ppm ekstrak jahe; R7 = Ransum basal + 175 ppm
ekstrak jahe; R8 = Ransum basal + 200 ppm akstrak jahe. Data yang diperoleh dianalisis
ragam pada taraf nyata 5 % dan atau 1 %. Setelah itu dilanjutkan dengan uji polinomial
orthogonal untuk mengetahui tingkat penambahan ekstrak jahe yang terbaik.
Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) pengaruh pemberian ekstrak jahe berpengaruh nyata
(P2= 6,99%) pada kadar VFA berpola kuadratik dengan persamaan = 93,899 + 0,697X
0,003X2, berpengaruh nyata (P2= 37,90% ) terhadap kadar NH3 cairan rumen berpola linier
dengan persamaan = 10,004 + 0,009X, berpengaruh sangat nyata (P2= 20,24% ) terhadap
populasi protozoa berpola linier dengan persamaan = 576,877-0,570X; (2) tingkat
penambahan ekstrak jahe dalam ransum pada dosis 0200 ppm menunjukkan tingkat
optimum terhadap produksi VFA pada dosis 116 ppm dengan nilai sebesar 134,383 mM.

PERBANDINGAN PERSENTASE HETEROSIS BOBOT SAPIH, PERTUMBUHAN


SETELAH SAPIH, DAN BOBOT SETAHUNAN KAMBING BOERAWA ANTARA
KELAHIRAN I DAN
II DI DESA CAMPANG KECAMATAN GISTING
KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh
Maryanti1, Sulastri2, dan Akhmad Dakhlan2
ABSTRAK
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk : (1) mengetahui bobot sapih, pertumbuhan setelah
sapih, dan bobot setahunan kambing Boerawa, (2) membandingkan bobot sapih,
pertumbuhan setelah sapih, dan bobot setahunan kambing Boerawa antara kelahiran pertama
dan kedua, (3) membandingkan persentase heterosis bobot sapih, pertumbuhan setelah sapih,
dan bobot setahunan kambing Boerawa antara kelahiran pertama dan kedua.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Rancangan yang digunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan periode kelahiran (pertama dan kedua),
dan kelompok pejantan Boer (I = Rambo; II = Suntory; III = Seno). Apabila terdapat
pengaruh perlakuan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pada taraf nyata 0,05 dan atau 0,01.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata bobot sapih, pertumbuhan setelah sapih, dan
bobot setahunan kambing Boerawa beturut-turut adalah 23,7981,142 kg; 0,0910,005
kh/hari; 46,0491,562 kg. Hasil analisis ragam menunjukkan periode kelahiran berpengaruh
(P0,05) terhadap pertumbuhan setelah sapih dan persentase heterosis pertumbuhan setelah
sapih kambing Boerawa. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata bobot sapih pada
kelahiran kedua (25,6041,611 kg) lebih tinggi (P

PERBANDINGAN RESPONS FISIOLOGIS BROILER FASE FINISHER PADA


KANDANG PANGGUNG DAN POSTAL
Oleh
Muhammad Yunus1, Sri Suharyati2, dan Rr. Riyanti2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui perbedaan respons fisiologis (frekuensi
pernafasan, temperatur rektal, total sel darah merah, total sel darah putih, dan kadar Hb)
broiler fase finisher pada kandang panggung dan postal dan (2) mengetahui respons fisiologis
yang lebih baik pada broiler yang dipelihara di kandang panggung atau kandang postal.
Penelitian ini dilaksanakan mulai 18 April19 Mei 2006, bertempat di kandang milik Rama
Jaya Farm Desa Binong, Kecamatan Gedung Tataan, Kabupaten Lampung Selatan.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi kasus di kandang Rama Jaya Farm menggunakan
broiler sebanyak 5.700 ekor (3.000 ekor pada kandang postal dan 2.700 ekor pada kandang
panggung) terdiri atas 2 perlakuan, yaitu jenis kandang panggung (P1) dan kandang postal
(P2). Untuk mendapatkan data respons fisiologis diambil 2% dari populasi yang digunakan.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji t-student pada taraf kepercayaan 5%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata (Pbroiler
fase finisher, akan tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap frekuensi pernafasan, total sel
darah merah (SDM), total sel darah putih (SDP) dan kadar hemoglobin (Hb) broiler fase
finisher yang dipelihara pada kandang panggung dan kandang postal.
PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN CAMPURAN KUNYIT
DAN DAUN SIRIH MELALUI AIR MINUM TERHADAP BOBOT
POTONGAN-POTONGAN KARKAS BROILER
Oleh
Ahmad Firdaus1, Khaira Nova2, dan Syahrio Tantalo2
ABSTRAK
Pemberian antibiotik yang melebihi ambang batas dapat meninggalkan residu antibiotik pada
daginbg broiler dan dapat membahayakan kesehatan manusia yang mengonsumsinya. Salah
satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan antibiotik adalah
pemanfaatan tanaman obat-obatan seperti kunyit dan daun sirih. Kunyit (Curcuma domestika)
dan daun sirih (Piper Betle Linn) merupakan tanaman obat-obatan tradisional yang diduga
berpotensi memacu pertumbuan.
Pertumbuhan ayam broiler yang cepat ditunjukkan dengan pencapaian bobot tubuh yang
tinggi sehingga akan berpengaruh terhadap bobot karkas yang dihasilkan. Semakin tinggi
bobot hidup maka bobot karkas semakin tinggi pula, yang berlaku juga pada potongan-
potongan karkasnya. Karkas merupakan salah satu faktor yang memengaruhi nilai produksi
seekor ternak, karena karkas merupakan bagian yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi
dibandingkan dengan bagian nonkarkas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian air rebusan campurankunyit
dan daun sirih melalui air minum terhadap bobot potongan-potongan karkas broiler, dan
penggunaan level terbaik terhadap bobot potongan-potongan karkas broiler dibandingakan
dengan perlakuan kontrol.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 4 perlakuan
yaitu R0 (air minum biasa), R1 (air rebusan kunyit dan daun sirih; 10g kunyit + 10 g daun
sirih/600 ml), R2 (air rebusan kunyit dan daun sirih; 10g kunyit + 20 g daun sirih/600 ml), R3
(air rebusan kunyit dan daun sirih; 10g kunyit + 30 g daun sirih/600 ml). Masing-masing
perlakuan diulang lima kali dengan satu satuan percobaan terdiri dari empat ekor ayam.
Ayam penelitian yang digunakan 80 ekor broiler strain Lohmann unsexed yang ditempatkan
secara acak dalam 20 petak kandang. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan
bila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada
taraf nyata 0,05 atau 0,01.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian air rebusan campuran kunyit dan daun sirih
tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot hidup, bobot karkas, bobot
potongan dada, bobot paha atas, bobot paha bawah, bobot sayap, dan bobot punggung
broiler.

PENGARUH PENGGUNAAN AndroMed, STOCK SOLUTION, DAN SUSU SKIM


SEBAGAI BAHAN PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN CAIR SAPI
LIMOUSIN SELAMA PENYIMPANAN
Oleh

Kuswanto1, Sri Suharyati2, dan Purnama Edi Santosa2

ABSTRAK
Berbagai cara telah dilakukan untuk mempertahankan semen segar tetap dalam kondisi baik
tanpa mengurangi kualitasnya. Salah satu cara yang digunakan agar semen yang dihasilkan
dapat digunakan sewaktu-waktu dan induk yang di IB dalam jumlah banyak yaitu dengan
cara pengenceran.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui pengaruh penggunaan AndroMed, stock
solution dan susu skim sebagai bahan pengencer terhadap kualitas semen cair sapi Limousin
selama penyimpanan; (2) Mengetahui pengencer terbaik yang mampu mempertahankan
kualitas semen cair sapi Limousin selama penyimpanan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan bahan
pengencer: P1 = AndroMed, P2 = Stock Solution, dan P3 = susu skim, dengan 4 kali koleksi
sebagai kelompok. Data yang diperoleh diuji homogenitas, additivitas, dan normalitas,
selanjutnya dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1%, jika perlakuan menunjukkan
pengaruh dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf nyata 5% dan atau 1%.
Hasil uji lanjut BNT menunjukan perbedaan sangat nyata (P dan stock solution dengan susu
skim terhadap motilitas spermatozoa pada penyimpanan 018 jam, sedangkan antara
AndroMed dan stock solution menunjukkan perbedaan sangat nyata (P0,05) pada
penyimpanan 12 jam. Pada penyimpanan 12 dan 18 jam hasil uji lanjut m,enunjukkan adanya
perbedaan sangat nyata (P dan stock solution dengan susu skim terhadap persentase hidup
spermatozoa, berbeda sangat nyata (P dengan stock solution pada penyimpanan 18 jam dan
berbeda nyata (P>0,05) antara stock solution dan susu skim pada penyimpanan 15 jam, dan
sangat nyata (Pstock solution dan susu skim pada penyimpanan 18 jam.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pengencer AndroMed memberikan pengaruh
terbaik terhadap persentase motilitas dan persentase hidup spermatozoa semen cair sapi
Limousin selama penyimpanan

PERBANDINGAN PERFORMANS PERTUMBUHAN ANTARA


KAMBING BOERAWA DENGAN KAMBING BOERAMBON UMUR
16 BULAN DI DESA CAMPANG KECAMATAN GISTING
KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Nugroho Candra Wibowo1, Akhmad Dakhlan2, dan Sulastri2

ABSTRAK

Rendahnya tingkat pertumbuhan kambing lokal disebabkan oleh masih rendahnya mutu
genetik kambing lokal. Peningkatan mutu genetik kambing lokal dapat ditempuh melalui
persilangan. Persilangan yang dilakukan di Lampung adalah persilangan antara kambing
lokal dengan pejantan Boer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan
rata-rata bobot lahir, bobot sapih, pertumbuhan sebelum dan setelah sapih per minggu serta
ukuran-ukuran tubuh pada kambing Boerawa dan kambing Boerambon di Desa Campang
Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.
Penelitian ini menggunakan 60 ekor kambing Boerawa yang terdiri atas 30 ekor kambing
Boerawa jantan dan 30 ekor kambing Boerawa betina serta 60 ekor kambing Boerambon
yang terdiri atas 30 ekor kambing Boerambon jantan dan 30 ekor kambing Boerambon betina
berumur 1 hari sampai 6 bulan. Penelitian ini mengunakan metode survei langsung ke lokasi
peternakan yang merupakan peternakan rakyat, untuk melihat recording pemeliharaan,
menimbang, dan mencatat data-data yang berkaitan dengan bobot lahir, bobot sapih,
pertumbuhan sebelum dan sesudah sapih serta ukuran-ukuran tubuh yang meliputi lingkar
dada, tinggi gumba, panjang badan, dan tinggi pinggul kambing Boerawa dan kambing
Boerambon.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata bobot lahir, bobot sapih, pertumbuhan
sebelum dan pertumbuhan setelah sapih kambing Boerawa berturut-turut adalah 3,28 0,119
kg; 23,39 2,601 kg; 0,168 0,021 kg; 0,141 0,03 kg. Rata-rata bobot lahir, bobot sapih,
pertumbuhan sebelum dan pertumbuhan setelah sapih kambing Boerambon berturut-turut
adalah 3,09 0,209 kg; 20,91 2,386 kg; 0,149 0,019 kg; 0,127 0,032 kg. Rata-rata
bobot lahir cempe Boerawa jantan (3,346 0,133 kg) lebih tinggi (P 0,01) daripada cempe
Boerambon jantan (3,088 0,193 kg), dan rata-rata bobot lahir cempe Boerawa betina (3,222
0,105 kg) juga lebih tinggi (P 0,01) daripada cempe Boerambon betina (3,081 0,225
kg). Rata-rata pertumbuhan sebelum sapih anak kambing Boerawa jantan (0,170 0,021
kg/hari) lebih tinggi (P 0,01) daripada anak kambing Boerambon jantan (0,149 0,025
kg/hari), dan rata-rata pertumbuhan sebelum sapih anak kambing Boerawa betina (0,166
0,021 kg/hari) juga lebih tinggi (P 0,01) daripada anak kambing Boerambon betina (0,148
0,013 kg/hari).

PENGARUH PERIODE KELAHIRAN TERHADAP PERSENTASE HETEROSIS


BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, DAN PERTUMBUHAN SEBELUM SAPIH PADA
KAMBING BOERAWA DI DESA CAMPANG KECAMATAN GISTING
KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh
RINA BUDIASIH
ABSTRAK
Perbaikan mutu genetik kambing PE dapat dilakukan melalui persilangan antara kambing
Boer jantan dengan kambing PE betina yang hasil silangannya dinamakan kambing Boerawa.
Salah satu tujuan persilangan adalah memanfaatkan heterosis sifat-sifat pertumbuhan seperti
bobot lahir, bobot sapih, dan pertumbuhan sebelum sapih. Penelitian ini bertujuan untuk : (1)
mengetahui pengaruh periode kelahiran terhadap bobot lahir, bobot sapih, dan pertumbuhan
sebelum sapih kambing Boerawa; (2) mengetahui pengaruh periode kelahiran terhadap
persentase heterosis bobot lahir, persentase bobot sapih, dan persentase heterosis
pertumbuhan sebelum sapih kambing Boerawa.
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Rancangan yang digunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan yaitu periode kelahiran pertama, periode kelahiran
kedua, dan periode kelahiran ketiga. Setiap perlakuan terdiri atas 30 kali ulangan dengan
induk sebagai ulangan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian terlebih dahulu dianalisis
ragam kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 0,05 dan
atau 0,01.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata bobot lahir, bobot sapih, dan pertumbuhan
sebelum sapih kambing Boerawa adalah 3,15 0,09 kg, 20,71 0,89 kg , dan 0,15 0,01
kg/hari. Hasil penelitian juga menunjukkan periode kelahiran sangat berpengaruh (P0,05)
terhadap bobot sapih dan persentase heterosis bobot sapih serta pertumbuhan sebelum sapih
kambing dan persentase heterosis pertumbuhan sebelum sapih kambing Boerawa. Persentase
heterosis bobot lahir periode kelahiran ketiga (3,84 0,63 % ) lebih tinggi (P
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rata-rata bobot lahir, bobot sapih, dan
pertumbuhan sebelum sapih kambing Boerawa cenderung lebih tinggi dari rata-rata tetuanya.
Selain itu, semakin tua umur induk maka cempe yang dilahirkan semakin berat.

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN BROILER FASE STARTER


(UMUR 114 HARI) PADA KANDANG POSTAL
DAN KANDANG PANGGUNG
Oleh
Gerry Ihsan , Riyanti2, dan Dian Septinova2
1

ABSTRAK
Pemeliharaan broiler fase starter di PT. Rama Jaya Farm selama 14 hari. Hal ini merupakan
fenomena baru dalam manajemen pemeliharaan broiler karena pada broiler klasik fase
starter dipelihara sampai umur 4 minggu (28 hari). Sampai saat ini, respons pertumbuhan
broiler fase starter ( umur 114 hari) yang dipelihara pada kandang postal dan kandang
panggung di PT. Rama Jaya Farm belum diketahui.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan respon pertumbuhan broiler fase
starter (umur 114 hari) pada kandang panggung dan kandang postal dan (2) mengetahui
jenis kandang yang terbaik untuk digunakan pada pemeliharaan broiler fase starter.
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental di kandang PT. Rama Jaya Farm menggunakan
broiler sebanyak 5.792 ekor (3.046 ekor pada kandang postal dan 2.746 ekor pada kandang
panggung) terdiri atas 2 perlakuan, yaitu jenis kandang postal (P1) dan kandang panggung
(P2). Masing-masing perlakuan menggunakan 30 petak kandang dengan kepadatan pada
masing-masing kandang adalah 10 ekor/m2. Bobot rata-rata DOC pada kandang postal 45,85
1,24 g dengan KK sebesar 2,71 % dan pada kandang panggung 44,89 1,43 g dengan KK
sebesar 3,18 %. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji t-student pada taraf
kepercayaan 5%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, dan
konversi ransum broiler fase starter (umur 114 hari) yang dipelihara pada kandang postal
dan kandang panggung tidak berbeda nyata (P>0,05).

PENGARUH TINGKAT PENAMBAHAN POD KAKAO TERFERMENTASI PADA


RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING, KECERNAAN BAHAN
ORGANIK, KADAR VFA, DAN NH3 CAIRAN RUMEN SECARA IN VITRO
Oleh
Mahbub Abdul Fatah 1), Erwanto 2), dan Yusuf Widodo 2)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh penambahan pod kakao
terfermentasi oleh Aspergillus niger pada ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering,
Kecernaan Bahan Organik, kadar VFA dan NH3 cairan rumen secara in vitro; (2) mencari
level optimum dari penambahan pod kakao terfermentasi oleh Aspergillus niger pada ransum
terhadap Kecernaan Bahan Kering, Kecernaan Bahan Organik, kadar VFA dan NH3 cairan
rumen secara in vitro.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan tingkat
penambahan pod kakao yang difermentasi oleh Aspergillus niger dalam ransum dan masing-
masing perlakuan terdiri dari empat ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah: R0 = Ransum
basal (kontrol); R1 = R0 + 5% pod kakao terfermentasi dari BK ransum; R2 = R0 + 10% pod
kakao terfermentasi dari BK ransum; R3 = R0 + 15% pod kakao terfermentasi dari BK
ransum; dan R4 = R0 + 20% pod kakao terfermentasi dari BK ransum, sehingga didapat 20
unit perlakuan. Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis ragam pada taraf nyata 5%
dan atau 1% yang sebelumnya diuji homogenitas, aditivitas dan uji lanjut dengan polinomial
ortogonal dan analisis regresi pada taraf nyata 5% dan atau 1%, apabila hasil analisis berbeda
nyata dan atau sangat nyata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penambahan pod kakao terfermentasi
menggunakan Aspergillus niger tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap KCBK, KCBO
dan kadar VFA cairan rumen secara in vitro; (2) penambahan pod kakao terfermentasi
menggunakan Aspergillus niger berpengaruh sangat nyata (P3 cairan rumen secara in vitro
berpola linier dengan persamaan = 17,303 0,3X.

PENGARUH PENGGUNAAN HIDROLISAT BULU AYAM DAN MINERAL


ORGANIK DALAM RANSUM TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL,
TRIGLISERIDA, HDL, DAN LDL, DALAM DARAH PADA KAMBING
PERANAKAN ETTAWA (PE) JANTAN
Oleh
Panji Kurniawan , Muhtarudin2), dan Sri Suharyati2)
1)

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan: (1) pengaruh hidrolisat bulu ayam dalam ransum terhadap kolesterol,
trigliserida, LDL, dan HDL darah kambing jantan PE; (2) pengaruh penambahan hidrolisat
bulu ayam dan mineral makro organik (Mg-PUFA dan Ca-PUFA) dalam ransum terhadap
kolesterol, trigliserida, LDL, dan HDL darah kambing jantan PE; (3) pengaruh penambahan
hidrolisat bulu ayam dan mineral mikro (Zn-lisinat, Cu-lisinat, Cr-lisinat, dan Se-lisinat)
dalam ransum terhadap kolesterol, trigliserida, LDL, dan HDL darah kambing jantan PE;
Penelitian dilaksanakan OktoberDesember 2005 di Desa Sinar Mulya, Natar, Lampung
Selatan. Analisis data dilakukan di Laboratorium Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Menggunakan 20 ekor kambing PE jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok.
Pengelompokkan berdasar bobot tubuh.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAK dengan empat perlakuan dan lima
kelompok sebagai. Ransum yang diberikan R0 = mengandung 20% rumput lapang + 80%
Konsentrat (35% BK onggok, 10% BK dedak, 22,5% BK bungkil kelapa, 10% BK jagung,
1% BK urea, 1% BK CaCO3, dan 0,5% BK molasses); R1 = R0 + 3% hidrolisat bulu ayam
dari BK ransum; R2 = R1 + 0,1% Ca-PUFA dan 0,05% Mg-PUFA; R3 = R2 + Zn-lisinat 1,8
ml/kg BK ransum, Cu-lisinat 0,4 ml/kg BK ransum, Cr-lisinat 0,17 ml/kg BK ransum, dan
Se-lisinat 0,17 ml/kg BK ransum. Data dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1%.
Setelah itu, dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal pada taraf nyata 5% dan atau 1%.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) penggunaan hidrolisat bulu ayam sebanyak 3 % ransum
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada kolesterol, HDL, LDL dan trigliserida darah kambing
PE jantan; (2) penggunaan hidrolisat bulu ayam beserta mineral makro (Ca-PUFA dan Mg-
PUFA) dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) pada kolesterol, dan trigliserida
dalam darah kambing PE jantan, tetapi berpengaruh sangat nyata (P0,05) pada kolesterol,
trigliserida, dan HDL darah kambing PE jantan, tetapi berpengaruh sangat nyata (P

PERBANDINGAN PERFORMANS BROILER FASE FINISHER


(1528 HARI) PADA KANDANG PANGGUNG DAN KANDANG LITTER
Oleh
Triyanto1, Tintin Kurtini2, dan Dian Septinova2
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui adakah perbedaan performans broiler fase
finisher (1528 hari) yang dipelihara pada kandang panggung dan kandang litter; (2)
mengetahui jenis kandang yang terbaik terhadap performans broiler fase finisher (1528
hari).
Penelitian ini dilaksanakan di kandang ayam milik PT. Rama Jaya, Desa Suka Marga,
Kecamatan Gedung Tataan, Kabupaten Lampung Selatan. Kegiatan penelitian berlangsung
selama 4 minggu pada 21 April19 Mei 2006 (pengambilan data pada 6 Mei19 Mei 2006).
Penelitian ini merupakan studi eksperimental membandingkan penampilan broiler yang
dipelihara pada kandang litter dan kandang panggung. Pada kandang panggung jumlah ayam
yang digunakan sebanyak 2.746 ekor, dengan jumlah petak kandang sebanyak 30 petak, yang
masing-masing berisi 91 ekor (kepadatannya 10 ekor per meter persegi. Pada kandang litter
ayam yang digunakan untuk penelitian sebanyak 3.046 ekor, dengan jumlah petak sebanyak
30 petak, yang masing-masing berisi 101ekor (kepadatannya 10 ekor per meter persegi).
Pengambilan sample pada kedua kandang sebanyak 20 %. Pengujian data dilakukan dengan
uji t-student pada taraf nyata 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) terdapat perbedaan yang nyata (Pbroiler fase
finisher (1528 Hari) pada kandang panggung dan kandang litter, tetapi tidak terdapat
perbedaan yang nyata (P>0,05) pada konversi ransum dan IOFC; (2) pertambahan berat
tubuh broiler fase finisher (1528 hari) yang dipelihara pada kandang panggung nyata
(Plitter.

PENGARUH PENGGUNAAN HIDROLISAT BULU AYAM DAN


MINERAL ORGANIK DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN
ZAT-ZAT MAKANAN PADA KAMBING PERANAKAN ETTAWA JANTAN
Oleh
Amru Muhlisin1, Yusuf Widodo2, dan Liman2
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan bulu ayam dan mineral
organik (Ca-PUFA, Mg-PUFA, Zn-lisinat, Cu-lisinat, Cr-lisinat, Se-lisinat) terhadap
kecernaan zat-zat makanan pada kambing Peranakan Ettawa jantan dan mengetahui
perlakuan pemberian hidrolisat bulu ayam dan mineral organik yang terbaik terhadap
kecernaan zat-zat makanan pada kambing Peranakan Ettawa jantan.
Ternak yang digunakan adalah kambing Peranakan Ettawa jantan berjumlah 20 ekor.
Pengelompokkan berdasarkan bobot tubuh. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan yang diberikan
adalah R0 = ransum basal (20% rumput lapang + 80% konsentral) ; R1 = ransum basal + 3%
bulu ayam; R2 = R1+ mineral makro organik; R3 = R2 + mineral mikro organik. Data yang
diperoleh dilakkukan uji normalitas, homogenitas, dan aditifitas, untuk memenuhi asumsi
analisis ragam kemudian dilakukan uji lanjut dengan uji beda nyata terkecil pada taraf nyata
5% dan 1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) perlakuan penambahan bulu ayam dan mineral
organik dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P

Anda mungkin juga menyukai